Anda di halaman 1dari 13

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.

B. TANDA DAN GEJALA


1. Pembesaran kepala.
2. Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala,
oedema papil.
3. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekana dan penipisan tulang supraorbital.
4. Gangguan keasadaran, kejang.
5. Gangguan sensorik.
6. Penurunan dan hilangnya kemampuan akrivitas.
7. Perubahan pupil dilatasi.
8. Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun).
9. Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi,/
hipotermi).
10. Penurunan kemampuan berpikir.

C. PATOFISIOLOGI
Produksi CSF terutama tergantung pada transporalselsan, terutama natrium
melintasi membran epitel khusus dari pleksus koroideus ke dalam rongga ventrikel. Air
secara pasif mengikuti untuk memudahkan keseimbangan osmotik. Hasilnya adalah
masuknya cairan ke dalam ventrikel otak. Cairan berselulasi lewat akuaduktus silvi dan
ventrikel keempat, masuk ke dalam ruang subarakhnoid melalui foramena lusheka dan
megendie. Kemudian diabsorbsi ke dalam sirkulasi vena dari ruang subarakhnoid yang

1
meliputi otak, sejumlah tertentu medula spinalis dan lapisan ependim yang melapisi
ventrikel.

Proses terjadinya hidrosefalus dapat dikelompokkan sebagai berikut:


1. Kelainan kongenital.
a. Stenosis akuaduktus sylvii.
b. Anomali pembuluh darah.
c. Spino bifida dan kranium bifidi.
d. Sindrom Dandy-walker.
2. Infeksi.
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi
obliterasi ruang subarakhnoid, misalnya meningitis.
Infeksi lain yang menyebabkan hidrosefalus yaitu:
a. TORCH.
b. Kista-kista parasit.
c. Lues kongenital.
3. Trauma.
Seperti pada pembedahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis epto meningen pada daerah basal otak, disamping organisasi
darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran
CSS.
4. Neoplasma.
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi
di setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
a. Tumor ventrikel III.
b. Tumor fossa posterior.
c. Pailloma pleksus khoroideus.
d. Leukemia, limfoma.
5. Degeneratif.
Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6. Gangguan vaskuler.
a. Dilatasi sinus dural.
b. Trombosis sinus venosus.

2
c. Malformasi V. Galeni.
d. Ekstaksi A. Basilaris.
e. Arterio venosus malformasi.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nelhaus (1987) hidrosefalus sering mempunyai gejala-gejala dan tanda-
tanda. Namun ada kasus-kasus samar yang tidak terdiagnosis sampai dewasa, dengan
demikian perlu adanya ketelitian dlam menangani penderita yang diduga menderita
hidrosefalus, mulai dari pengambilan amnanesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan radiologis.
1. Aloamnanesis/ amnanesis.
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus kongenital atau
akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan merupakan kelahiran anak yang
keberapa adalah penting sebagai faktor resiko. Adanya riwayat cedera kepala
sehingga menimbulkan hematom, subdural atau perdarahan subarakhnoid yang dapat
mengakibatkan terjadinya hidrosefalus.
Demikian juga riwayat peradangan otak sebelumnya. Riwayat keluarga perlu
dilacak, riwayat gangguan perkembangan, aktivitas, perkembangan mental,
kecerdasan serta riwayat nyeri kepala, muntah-muntah, gangguan visus dan adanya
bangkitan kejang.
2. Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala terhadap
badan, anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak biasanya dalam
keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan kesadaran, rewel, sukar makan atau
muntah-muntah.
Pada hidrosefalus kongenital kepala sangat besar, fontanela tidak menutup,
sutura melebar, kepala tampak transluse, dengan tulang kepala yang tipis, adanya
tanda mac ewens cracked pot, tanda berupa sunset sign dengan dahi yang lebar. Pada
pemeriksan auskultasi kemungkinan akan terdengarnya bising daerah posterior oleh
karena malformasi V. Galeni. Pertumbuhan kepala yang cepat mengakibatkan muka
terlihat lebih kecil dan tampak kurus.
3. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai petunjuk
penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang amat sangat terdapat

3
pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi susunan saraf pusat, atau
perdarahan susunan saraf pusat atau perdarahan saraf sentral. Penurunan kadar
glukosa dalam cairan serebrospinal terdapat pada invasi meninggal oleh tumor,
seperti leukemia, medula blastama dan dengan pemeriksaan sitologis cairan
serebrospinal dapat diketahui adanya sel-sel tumor. Meningkatnya kadar hidroksi
doleaseti kasid pada cairan serebrospinal didapat pada obstruksi hidrosefalus.
Pemeriksaan serologis darah dalam upaya menemukan adanya infeksi yang
disebabkan oleh TORCH.
Penelitian sitologi kualitatif pada cairan serebrospinal neonatus dapat
digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat gangguan psikomotor.
4. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran sutura.
Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti adanya kalsifikasi
periventrikuler sebagai tanda adanya infeksi cytomegalo inclusion dioase, kalsifikasi
bilateral menunjukkan adanya infeksi tokso plasmosis. Pemeriksaan ultrasonografi,
dapat memberikan gambaran adanya pelebaran sistem ventrikel yang lebih jelas lagi
pada bayi, dan untuk diagnosis kelainan selama masih dalam kandungan.
Pemeriksaan CT-Scanning menunjukkan adanya pelebaran ventrikel.
Disamping itu juga dapat untuk mempelajari sirkulasi cairan serebrospinal yaitu
dengan menyuntikkan kontras radio opak ke dalam sisterna magna kemudian
perjalan kontras diikuti dengan CT-Scan sehingga akan jelas adanya obstruksi
terhdap cairan serebrospinal.
Pemeriksaan pneumoensefalografi, berguna untuk memantau dilatasi ventrikel
dan ruang subarakhnoid. Apabila sudut korpus kolosum kurang dari 120
menunjukkan hidrosefalus komunikan, bila lebih dari 120 mungkin hidrosefalus
obstruksi.

E. MANAJEMEN TERAPI
Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak sebagian pleksus
khoroideus dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi.
Akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini
antara lain:

4
a. Diamox Cazetasolamoid.
b. Isosorbid.
c. Cairan osmotik (manitol, urea).
d. Kartikosteroid dan diuretik.
e. Fenobarbital.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid.
3. Pengeluaran CSS ke dalam rongga ekstra kranial dengan operasi pemasangan
shunt. Operasi pemasangan shunt dilakukan sedini mungkin, tetapi biasanya
dipasang pada usia 3-4 bulan, sedangkan revisi pada usia 18-24 bulan, 1-6 tahun, 10-
12 tahun.
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak
dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal
karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan
memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis
yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek
normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi
hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.

5
BAB II
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN HIDROSEFALUS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian preoperasi: adanya riwayat meningitis, infeksi intrakranial/ hemoragie,
anoxia prenatal atau infeksi intrauterine. Pada bayi dan anak pembesaran lingkar kepala
yang progresif, ubun-ubun yang menonjol dan tegang serta tidak berdenyut, vena-vena
kulit kepala melebar, sunset sign, gelisah dan cengeng, sering mual, muntah dan nafsu
makan menurun, bila diperkusi didapat bunyi seperti pot kembang pecah. Pada anak
yang lebih besar gejala utama yang menonjol adalah peningkatan TIK, muntah dan
mengeluh sakit kepala, iritabel, pupil edema kejang baik vokal maupun umum,
perubahan pupil, perubahan pola makan, perubahan tanda vital (tekanan darah, sistol
naik, nadi turun, nafas tidak teratur).

6
B. RENCANA KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN/ RENCANA KEPERAWATAN


MASALAH KOLABORASI TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Perfusi jaringan tidak efektif: Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Kaji status neurologis yang berhubungan
serebral b.d peningkatan tekanan Tekanan intrakranial 0-15 mmHg. dengan tanda-tanda peningkatan tekana
intrakranial, hipervolemia. Perfusi otak lebih dari 50 mmHg. intrakranial, terutama GCS.
Terpeliharanya status neurologis. Monitor tanda-tanda vital:TD, nadi,
Tanda vital stabil. respirasi, suhu, minimal tiap 15 menit
sampai keadaan pasien stabil.
Monitor tingkat kesadaran, sikap reflek,
fungsi motorik, sensorik tiap 1-2 jam.
Naikkan kepala dengan sudut 15-450,
tanpa bantal (tidak hiperekstensi atau
fleksi) dan posisi netral (posisi kepala
sampai lumbal ada dalam garis lurus).
Anjurkan anak dan orang tua untuk
mengurangi aktivitas yang dapat
menaikkan tekanan intrakranial atau
intraabdominal, misal: mengejan saat
BAB, menarik nafas, membalikkan
badan, batuk.
Monitor tanda kenaikan tekanan
intrakranial, misalnya: iritabilitas, tangis,
sakit kepala, mual muntah.
Monitor intake output cairan setiap hari.

1
2. Gangguan persepsi sensori b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Kaji tingkat kesadaran dan respon.
gangguan pusat persepsi sensori. Tanda vital normal. Ukur vital sign, status neurologis.
Orientasi baik. Monitor tanda-tanda kenaikan
GCS lebih dari 13. tekanan intrakranial seperti iritabilitas,
Tekanan intrakranial <10 tangis melengking, sakit kepala, mual
mmHg. muntah.
Refleks fisiologis (+). Ukur lingkar kepala dengan
Refleks patologis (-). meteran/ midline.
Lakukan terapi auditori dan stimuli
taktil.

3. Kerusakan intregritas kulit b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Monitor kondisi fontanella mayor
penurunan mobilitas fisik, Eritema (-). tiap 4 jam.
defisiensi sirkulasi. Kulit kepala turgor baik, Ubah posisi tiap 2 jam,
utuh. pertimbangkan perubahan posisi kepala
Luka (-). tiap 1 jam.
Gunakan lotion atau minyak dan
lindungi posisi daerah kepala dari
penekanan.
Letakkan kepala pada bantal karet
atau gunakan water bed jika perlu.
Gunakan penggantian alat tenun dari
bahan yang lembut.
Stimuli daerah kepala setiap
perubahan posisi.
Pertahankan nutrisi sesuai program
terapi.

2
4. Resiko defisit volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Monitor intake output makanan dan
mual, muntah, anoreksia. Hidrasi adekuat. cairan.
Turgor kulit baik. Ukur dan observasi tanda vital.
Membran mukosa lembab. Catat jumlah, frekuensi dan karakter
Tanda vital normal. muntah.
Urin output 0,5-1 cc/ Timbang BB tiap hari.
kgBB/ jam. Kaji tanda-tanda dehidrasi.

5. Perubahan proses keluarga b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Beri kesempatan pada keluarga atau
perubahan status kesehatan Keluarga partisipasi dalam orang tua untuk mendiskusikan masalah.
anggota keluarga. perawatan dan pengobatan. Beri dorongan sikap penerimaan
Keluarga memberikan sentuhan, terhadap anak (misal dipeluk, berbicara
perasaan senang dan bicara pada dan menyenangkan anak).
anaknya. Bantu orang tua untuk ikut merawat
Keluarga mampu mengidentifikasi anaknya, libatkan orang tua sebanyak
perilaku negatif dan cara mengatasinya. mungkin.
Jelaskan setiap prosedur perawatan
dan pengobatan.
Dorong sikap positif dari orang tua,
beri penjelasan tentang sifat negatif.
Diskusikan sikap yang
mengindikasikan frustasi, ajarkan cara
menyelesaikan masalah dengan strategi
koping yang baru.
Hubungi konsultan jika perlu.

3
6. Kurang pengetahuan orang tua Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Jelaskan semua prosedur dan
tentang penyakit, perawatan, keluarga mampu: pengobatan, kehadiran perawat
komplikasi b.d kurang informasi. Ungkapkan pengertian rencana diperlukan bila ada informasi oleh team
perawatan. Menerima kenyataan kesehatan lain untuk memperkuat
terhadap anaknya. penjelasan.
Demonstrasikan perawatan yang Beri dorongan pada orang tua untuk
diperlukan. mengekspresikan perasaan dan harapan
Mengetahui tanda infeksi dan dan partisipasi dalam perawatan anaknya
peningkatan tekanan intrakranial. dengan perasaan yang menyenangkan.
Menjelaskan pengobatan yang Bantu orang tua untuk dapat
diberikan, minum obat sesuai rencana menerima kenyataan tentang perubahan
dan mengerti efek samping. dan perkembangan anaknya.
Yakinkan orang tua bahwa anak
membutuhkan kasih sayang dan
keamanan.
Demonstrasikan perawatan yang
diperlukan (bagaimana mengecek fungsi
shunt, posisi anak), berikan kesempatan
untuk mengulang.
Beri penjelasan tentang pengobatan.
Berikan dafatar nomor telepon team
kesehatan untuk dapat digunakan bila
muncul masalah.

4
PASCA OPERASI
1. Gangguan persepsi sensori b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Kaji reaksi pupil dan kesimetrisan, vital
infeksi pemasangan shunt. Mengembalikan fungsi persepsi sensori dan sign, tingkat kesadaran, kepekaan,
komplikasi dapat dicegah atau seminimal kemampuan neuromuskuler.
mungkin tidak akan terjadi. Ukur lingkar kepala dan awasi ukuran
fontanella.
Atur posisi daerah kepala yang tidak
dilakukan operasi jangan pada posisi
shunt.
Ukur tanda vital.
Atur anak tetap terlentang dengan posisi
15-450, akan meningkatkan dan
melancarkan aliran balikdaerah vena
kepala sehingga mengurangi edema dan
mencegah terjadinya kenaikan TIK.
Ukur suhu dan atur suhu lingkungan
sesuai indikasi, batasi pemakaian selimut,
kompres bila suhu tinggi.

2. Resiko infeksi b.d pemasangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Ukur vital sign tiap 4 jam.
shunt. Status imun normal. Gunakan teknik aseptik dalam
Kontrol status infeksi. perawatan.
Kontrol faktor resiko. Observasi luka operasi.
Penyembuhan luka, ILO (-). Lakukan perawatan luka bekas
Abses otak, meningitis (-). operasi sesuai instruksi.
Kolaborasi: antibiotik, pemeriksaan
AL, kultur dan sesnsitivitas tes.

5
3. Kerusakan integritas kulit b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Kaji lokasi incisi adanya robekan
prosedur pembedahan. Incisi sembuh tanpa ada permukaan kulit, pus, darah.
eritema. Ukur vital sign tiap 4 jam.
Luka kering dan bersih. Perhatikan teknik aseptik dan septik
saat penggantian balutan.
Observasi tanda-tanda peningkatan
TIK karen infeksi akibat pemasangan
infus.
Jaga kebersihan kulit pasien tetap
bersih dan kering.

4. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Kaji tingkat pendidikan dan
perawatan di rumah b.d kurangnya Orang tua mampu ungkapkan pengetahuan orang tua pasien.
informasi. pengertian rencana perawatan. Beri penjelasan tentang hidrosefalus
Orang tua dapat mendemonstrasikan dan prosedur pembedahannya pada orang
kemampuan merawat di rumah. tua.
Orang tua mengerti tentang cara Libatkan orang tua pada perawatan
pewngobatab di rumah. pasca operasi.
Jelaskan pada orang tuatentang
tanda dan gejala infeksi CSF dan
kegagalan shunt.

6
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Rupseno, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II, Jakarta, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Jakarta, UI.

NANDA, 2000, Nursing Diagnosis Definition and Clasification, 2001-2002, Philadhelpia,


USA.

Nelhaus, G. Stumpf, D.A. Moe, P.G.,1987, Neurological and Neuromusculer Disorder,


Current Pediatric Diagnosis, Hinth ed.

Price, S.A., 1988, Patofisiologi Konsep Klimik Prose-proses Penyakit, Bag. II Terjemahan
Adji Dharma, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Smith, C., 1988, Nursing Care Planning Guides for Children, California, Assisten Professor
Child California State University Long Beach.

Tucker, S.M., 1988, Patient Care Standars, The Mosby Company, Washinton, USA.

Anda mungkin juga menyukai