Anda di halaman 1dari 10

REFARAT

ANAK AUTIS

Disusun sebagai salah satu persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior

SMF Kejiwaan di RSUD. DR. RM. DjoelhamBinjai

OLEH :
Adelia Luthfi Assyarani
7111081398

PEMBIMBING :

Dr. Silvy Agustina Hasibuan, Sp.KJ

KKS ILMU KEJIWAAN


RSUD. DR. R.M. DJOELHAM BINJAI
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat dengan judul Anak
Autis yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS ILMU
KEJIWAAN. Sahlawat beriring salam dihadiahkan kepada nabi besar Muhammad
Saw yang telah menyelamatkan kita dari alam kejahilan menjadi alam yang terang
benderang sengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Terimakasih penulis ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Silvy


Agustina Hasibuan, Sp.KJ yang telah bersedia membimbing kami, sehingga
refarat ini dapat selesai pada waktunya.

Mohon maaf jika dalam penulisan refarat ini terdapat kesalahan, kritik dan
saran pembaca demi kesempurnaan refarat ini. Atas perhatian dan sarannya
penulis ucapakan terima kasih.

Binjai, November 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2

2.1 Autisme ...................................................................................... 2


2.1.1 Defenisi Autisme ................................................................ 2
2.1.2 Penyebab Autisme .............................................................. 2
2.1.3 Diagnosis Autisme ............................................................. 3
2.1.4 Penanganan Anak Autis ..................................................... 5

BAB III KESIMPULAN ...................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 7


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah autisme pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner
pada tahun 1943, selanjutnya ia juga memakai istilah Early Infantile
Autism, atau dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai
Autisme masa kanak-kanak . Hal ini untuk membedakan dari orang
dewasa yang menunjukkan gejala autisme seperti ini.1
Autisme masa kanak adalah gangguan perkembangan pervasif
yang ditandai oleh adanya kelainan perkembangan yang muncul sebelum
usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi : interaksi sosial, komunikasi
dan perilaku.2
Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal
sebelumnya, tetapi bila ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas
sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan.2
Autisme ditemukan pada 4-5 per 10.000 anak ( penelitian Victor
Lotter, di Inggris, 1996). Di indonesia belum ada angka yang pasti
mengenai prevalensi autisme, namun dari data yang ada di Poliklinik
Psikiatri Anak & Remaja RSCM pada tahun 1989 hanya ditemukan 2
pasien dan pada tahun 2000 tercatat 103 pasien baru, terjadi peningkatan
sekitar 50 kali.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Autisme

2.1.1 Defenisi Autisme

Autisme infantil atau autisme masa kanak-kanak adalah gangguan


perkembangan yang muncul pertama kali pada anak-anak berusia enam bulan
hingga 3 tahun. Seorang anak autistik tidak mampu mengadakan interaksi sosial,
dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Ciri yang sangat menonjol dari
penderita autisme adalah tidak adanya atau sangat kurangnya kontak mata dengan
orang lain.4

Penyandang autisme bersikap acuh tak acuh jika diajak bicara atau
bergurau. Ia seakan-akan menolak semua usaha interaksi dari orang lain, termasuk
dari ibunya. Ia lebih suka dibiarkan main sendiri dan melakukan sebuah perbuatan
yang tidak lazim secara berulang-ulang. Sebagian kecil penyandang autisme
berhasil berkembang normal, tetapi sebelum mencapai umur 3 tahun
perkembangannya terhenti, kemudian timbul kemunduran dan mulai tampak
gejala-gejala autisme.4

2.1.2 Penyebab Autis

Penyebab autis sangat kompleks, yang telah diketahui sekarang adalah


karena adanya gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat. Gangguan fungsi ini
diakibatkan karena kelainan struktur otak yang mungkin terjadi pada saat janin
usia dibawah 3 bulan. Ibu mungkin mengidap penyakit TORCH ( tokso, rubella,
cytomegali, herpes ), mengkonsumsi makanan yang mengandung zat kimia yang
mengganggu pertumbuhan sel otak, menghirup udara beracun. Faktor genetik juga
memegang peran terhadap munculnya autism. Pencernaan buruk juga memegang
peranan penting, seringkali adanya jamur yang terlalu banyak di usus sehingga
menghambat sekresi enzim. Usus tidak dapat menyerap sari-sari makanan tetapi
berubah menjadi morfin yang mempengaruhi perkembangan anak.5
2.1.3 Diagnosis Autisme

Untuk menetapkan diagnosis gangguan autisme para klinisi sering


menggunakan pedoman DSM IV (Diagnostic and Statistic Manual IV), ICD 10
(International Classification of Disease) dan CHAT (Checklist Autism in
Toddlers).6
DSM IV (Diagnostic and Statistic Manual IV) dan ICD 10 (International
Classification of Disease): dalam bahasa Indonesia yang sederhana isi DSM IV
dan ICD 10 adalah sebagai berikut: Harus ada total 6 gejala dari tiga gejala
pertama, dengan minimal dua gejala dari gelaja kesatu dan masing-masing satu
gejala dari gejala kedua dan ketiga.6

1. Gangguan dalam komunikasi


Terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak dan
mimik
Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
Sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
Meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
Bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
Tidak memahami pembicaraab orang lain
Menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu.1

2. Gangguan dalam interaksi sosial

Menghindari atau menolak kontak mata

Tidak mau menengok bila dipanggil

Lebih asik main sendiri

Bila diajak main malah menjauh

Tidak dapat merasakan empati.1


3. Gangguan dalam tingkah laku

Asyik main sendiri

Tidak acuh terhadap lingkungan

Tidak mau diatur, semaunya

Menyakiti diri

Mmelamun, bengong dengan tatapan mata kosong

Kelekatan pada benda tertentu

Tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari, manjat-
manjat, berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak tangan,
berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit.1

4. Gangguan dalam emosi

Rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan

Tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab

Tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan


keinginannya.1

5. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan

Menjilat-jilat benda

Mencium benda-benda atau makanan

Menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu

Tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar.1

Karakteristik tersebut di atas sering juga disertai dengan adanya ketidak


mampuan untuk bermain, seperti; tidak menggunakan mainan sesuai dengan
fungsinya,kurang mampu bermain spontan dan imjinatif, tidak mampu meniru
orang lain, dan sulit bermain pura-pura. Gangguan makan seperti; sangat pemilih
dalam hal menu makanannya, cenderung ada maslah dalam pecernaan atau sangat
terbatas asupannya, dan gangguan tidur seperti; sulit tidur atau terbangun tengah
malam dan berbagai permasalahan lainnya.1

2.1.4 Penanganan Anak Autis

Penanganan anak autis bertujuan agar perkembangan yang terlambat pada


dirinya dapat diatasi sesuai dengan perkembangan usianya. Semakin cepat
mengetahui anak autis, maka akan semakin cepat pula usaha penanganannya.
Deteksi dan Intervensi dini sangat penting sehingga penanganannya lebih cepat
dilakukan dan tidak membutuhkan waktu yang relatif lama.5

Sampai saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki struktur otak atau
jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari autis. Beberapa terapi untuk anak
autis diantaranya adalah :

1. Terapi Wicara : yaitu terapi yang membantu anak melancarkan otot-otot


mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik.
2. Terapi Biomedik : yaitu penanganan biomedis melalui perbaikan kondisi
tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak, misalnya keracunan
logam berat, alergen dan lain-lain.
3. Terapi Makanan : yaitu pada umumnya gangguan autisme karena alergi
terhadap beberapa makanan.
4. Terapi Perilaku : yaitu terapi yang bertujuan agar perilaku anak menjadi
terkendali dan mengerti norma sosial yang berlaku.5
BAB III

KESIMPULAN

Autisme infantil atau autisme masa kanak-kanak adalah gangguan


perkembangan yang muncul pertama kali pada anak-anak berusia enam bulan
hingga 3 tahun. Seorang anak autistik tidak mampu mengadakan interaksi sosial,
dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Ciri yang sangat menonjol dari
penderita autisme adalah tidak adanya atau sangat kurangnya kontak mata dengan
orang lain.

Penyebab autis sangat kompleks, yang telah diketahui sekarang adalah


karena adanya gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat. Gangguan fungsi ini
diakibatkan karena kelainan struktur otak yang mungkin terjadi pada saat janin
usia dibawah 3 bulan.

Untuk menetapkan diagnosis gangguan autisme para klinisi sering


menggunakan pedoman DSM IV (Diagnostic and Statistic Manual IV), ICD 10
(International Classification of Disease) dan CHAT (Checklist Autism in
Toddlers).
DSM IV (Diagnostic and Statistic Manual IV) dan ICD 10 (International
Classification of Disease): dalam bahasa Indonesia yang sederhana isi DSM IV
dan ICD 10 adalah sebagai berikut: Harus ada total 6 gejala dari tiga gejala
pertama, dengan minimal dua gejala dari gelaja kesatu dan masing-masing satu
gejala dari gejala kedua dan ketiga.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sugiarmin M, INDIVIDU DENGAN GANGGUAN AUTISME,


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271
987031.pdf, diakses tanggal 14 November 2016
2. Muslim R. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
III ( PPDGJ III ). Edisi ke 3. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. p : 130
3. Elvira SD, Hadisukanto G. 2013. Gangguan Depresi. Buku Ajar Psikiatri
Edisi 2. Jakarta; Fakultas Kedokteran Indonesia : p : 460
4. Nadesul H. 2011. Menyayangi Otak, Mencegah Kebugaran, Mencegah
Penyakit, Memilih Makanan. Jakarta. Buku Kompas. P : 138
5. Rahayu SM. 2014. Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis. Jurnal
Pendidikan Anak Vol. III, Edisi 1. Bantul : 421.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/article/download/2900/2674, diakses
tanggal 14 November 2016.
6. Aprilia D, Johar A, Hartuti P. 2014. SISTEM PAKAR DIAGNOSA
AUTISME PADA ANAK. Jurnal Rekursif Vol. 2, No 2. p: 94.
http://ejournal.unib.ac.id/index.php/rekursif/article/download/310/269,
diakses tanggal 14 November 2016.

Anda mungkin juga menyukai