Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TERAPI CAIRAN

A. Komposisi Cairan Tubuh

Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi,

menurut umur, berat badan, jenis kelamin. Jumlah cairan tergantung dengan

jumlah lemak tubuh. Lemak tubuh tidak mengandung air, semakin banyak

lemak semakin sedikit mengandung air. Laki laki normal dewasa berlemak

sedang, mengandung cairan kira-kira 60% BB sedangkan wanita normal

dewasa lebih banyak lemak dan mengandung caira kira-kira 54% BB.1

Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Distribusi cairan tubuh
manusia dewasa: 1
1. Zat padat : 40% dari berat badan
2. Zat cair : 60% dari berat badan
Zat cair (60% BB), terdiri dari:
a. Cairan intrasel : 40% dari BB
b. Cairan ekstrasel : 20% dari BB, terdiri dari:
- cairan intravaskuler : 5% dari BB
- cairan interstisial : 15% dari BB
c. Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari:
- LCS, sinovial, gastrointestinal dan intraorbital
Pertukaran cairan antara intrasel dan ekstrasel berlangsung melalui

membran sebagai hasil perbedaan osmolaritas di antara keduanya. Di dalam

kompartemen ekstrasel, pertukaran cairan antara intersisial dan plasma (dalam

vaskular) terjadi menembus endotel vaskular dan diatur oleh perbedaan

tekanan onkotik dan hidrostatik, sesuai dengan hukum Starling.1

Tabel 2.1 Distribusi Cairan dan Elektrolit dalam Kompartemen Tubuh6


4
Komponen cairan di dalam plasma harus benar-benar diperhatikan

karena membawa oksigen dan nutrisi ke organ-organ vital. Pada kondisi

resusitasi, tujuan utama adalah mengantarkan oksigen ke organ-organ vital.

Jika terjadi kehilangan darah atau plasma secara signifikan, curah jantung dan

pengiriman oksigen akan berkurang. Cairan intersisial dapat berfungsi sebagai

cadangan saat cairan di dalam plasma berkurang karena keduanya berada di

dalam keseimbangan dan cairan intersisial dapat berpindah secara cepat. Akan

tetapi perpindahan cairan intrasel ke intersisial tidak dapat berlangsung secara

cepat.1

Tabel 2.2 Estimasi Masukan dan Keluaran Cairan Harian pada Dewasa Sehat6

B. Jenis Cairan

Pada praktik klinis, jenis cairan diklasifikasikan menjadi kristaloid, koloid,

dan produk darah.2,6,8

1. Cairan Kristaloid

5
Cairan kristaloid dapat pindah menembus membran semipermeabel secara

bebas. Kandunganya adalah air dan berbagai elektrolit yang sifatnya

isotonik dengan cairan ekstrasel. Kristaloid yang berbahan dasar salin akan

terdistribusi di dalam rongga ekstrasel, sesuai dengan lokasi terdapatnya

natrium. Hanya sepertiga cairan kristaloid yang akan tinggal di dalam

pembuluh darah sementara sisanya akan masuk ke dalam rongga

intersisial.

Jenis cairan kristaloid yang tersedia:

a. Natrium klorida (NaCl), tersedia dalam berbagai kosentrasi: 3,0%,

0,9% (salin normal), 0,45% serta 0,18%. Penggunaan cairan ini tidak

boleh terlalu liberal karena dapat menyebabkan asidosis akibat

kandungan klornya. Hal tersebut juga dapat menurunkan aliran darah

ke ginjal dan penurunan laju filtrsi glomerulus. Asidosis mukosa

gastrointestinal dan ileus juga dapat terjadi. Di samping itu, resusitasi

salin dalam volume besar dapat menyebabkan koagulopati.6

b. Ringer. Secara umum, larutan ringer memiliki efikasi yang sama

dengan larutan salin, tetapi larutan ringer memiliki keuntungan berupa

kandungan natrium dan klorida yang lebih sedikit serta adanya kalium,

magnesium, dan kalsium. Larutan ringer ada yang dilengkapi dengan

buffer, seperti garam laktat, asetat maupun malat, yang seringkali

dianggap diperlukan dalam kondisi asidosis pada pasien yang

diresusitasi.6

6
c. Glukosa 5%. Pemberian glukosa 5% sama seperti memberikan air

karena glukosa seluruhnya akan dimetabolisme dan sisa air akan

terdistribusi ke seluruh kompartemen dan masuk ke intrasel. Oleh

karena itu, glukosa 5% tidak berguna di dalam situasi akut

hipovolemia. Beberapa jenis cairan lain memiliki fungsi yang lebih

khusus, seperti glukosa 40% yang digunakan pada kondisi

hipoglikemia. Ingat bahwa pada prinsipnya, pemilihan cairan

bergantung pada volume dan kadar elektrolit di dalam tubuh. Cairan

yang mengandung glukosa hanya digunkan untuk cairan pemerliharaan

atau rumatan saja.6

Tabel 2.3 Komposisi Cairan Kristaloid6

2. Cairan Koloid

Aktifitas osmotic dari molekul dengan berat jenis besar dari cairan koloid

untuk menjaga cairan ini ada di intravascular. Walaupun waktu paruh dari

cairan kristaloid dalam intravascular 20-30 menit, kebanyakan cairan

koloid mempunyai waktu paruh dalam intravascular 3-6 jam. Biasanya

indikasi pemakaian cairan koloid adalah :3

7
1. Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular yang

berat ( misal : syok hemoragik ) sampai ada transfusi darah.

2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan dimana

Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Pada pasien

luka bakar, koloid diberikan jika luka bakar >30% dari luas permukaan

tubuh atau jika > 3-4 L larutan kristaloid telah diberikan lebih dari 18-

24 jam setelah trauma.

Cairan koloid tidak bercampur menjadi larutan sejati dan tidak dapat

menembus membran semipermeabel. Koloid cenderung menetap di dalam

pembuluh darah lebih lama dibanding kristaloid karena tidak dapat

disaring secara langsung oleh ginjal. Koloid dapat meningkatkan tekanan

osmotik dan menarik cairan keluar dari rongga intersisial ke dalam

pembuluh darah. Koloid digubergantung pada berat dan ukuran molekul

koloid. Jenis nakan secara sementara untuk mengganti komponen plasma

karena tinggal selama beberapa saat di dalam sirkulasi. Lama sebuah

koloid tinggal dalam pembuluh darah bergantung pada berat dan ukuran

molekul koloid. Jenis cairan koloid yang tersedia antara lain Gelofusine,

Haemacccel, dekstran, starch (HES), dan albumin.2,6,7

Tabel 2.3 Perbandingan Kristaloid dan Koloid6

8
3. Produk darah

Berbagai jenis produk darah untuk transfusi adalah:

a. Whole blood (WB) mengandung komponen eritrosit, leukosit,

trombosit, dan plasma. Satu kantong WB terdiri dari 250 mL darah dan

37 mL antikoagulan. Whole blood digunakan pada kasus yang

membutuhkan transfusi sel darah merah dan plasma secara bersamaan.

Kontraindikasi WB adalah pasien anemia kronis normovolemik atau

pada pasien yang hanya membutuhkan sel darah saja. Satu unit WB

meningkatkan Hb sebanyak 1 g/dL atau Ht sebanyak 3-4%.2,6,7

b. Packed red cell (PRC) mengandung eritrosit, trombosit, leukosit, dan

sedikit plasma. Nilai hematokritnya 60-70%. Satu kantong PRC (150-

300 mL) terdiri dari eritrosit sebanyak 100-200 mL. Produk darah ini

digunakan pada kondisi yang membutuhkan penambahan sel darah

merah saja. Washed PRC adalah PRC khusus yang sudah dicuci,

dengan volume 180 mL.2,6,7

c. Thrombocyte concentrate (TC) mengandung trombosit, dengan

sedikit leukosit, eritrosit dan plasma. Satu kantongnya memiliki

volume 50 mL. TC dibutuhkan pada kasus-kasus perdarahan akibat

trombositopenia atau pasien dengan penyakit trombositopenia

kongenital/didapat. Transfusi TC profilaksis dapat diberikan pada

pasien dengan jumlah trombosit 5.000-10.000/L.2,6,7

9
d. Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma dan

faktor-faktor pembekuan. Transfusi FFP diindikasikan pada pasien

dengan defisiensi faktor pembekuan, koreksi koagulopati, dan

pengobatan terapi warfarin. Setiap unit FFP menaikkan setiap faktor

pembekuan sebanyak 2-3% pada pasien dewasa. Dosis FFP biasanya

10-15 mL/kg. sebelum pemberian FFP disarankan pengujian

kompabilitas ABO meskipun tidak diwajibkan.2,6,7

e. Granulosit, diperoleh melalui leukofaresis, diindikasikan pada pasien

neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak responsif terhadap

antibiotik. Transfusi granulosit memiliki masa hidup yang pendek pada

sirkulasi resipien.2,6,9

C. Prinsip Dasar Terapi Cairan Intravena (intravena fluid therapy/IVFD)

Prinsip utama terapi cairan adalah menjaga keseimbangan masukan

dan keluaran cairan, serta mengantisipasi kemungkinan kehilangan cairan

yang terus berlangsung. Berbagai kondisi memerlukan pemberian kecepatan

cairan yang berbeda. Dalam praktis klinis, penggunaan cairan intravena dapat

bertujuan untuk: resusitasi, rumatan (maintenance), maupun penggantian dan

redistribusi cairan.6,10

1. Resusitasi. Diperlukan apabila pasien kehilangan cairan yang cukup untuk

memicu mekanisme dekompensasi tubuh. Resusitasi bertujuan untuk

10
mengembalikan volume intravaskular mengembalikan perfusi ke jaringan

perifer. Beberapa indikator untuk memulai resusitasi cairan antara lain:4,6

a. Tekanan darah sistolik <90mmHg dan/atau mean arterial pressure

(MAP) <60mmHg,

b. Pengisian kapiler >2detik dan akral dingin,

c. Denyut nadi >100 kali per menit,

d. Napas >20 kali per menit.

Cairan resusitasi yang terpilih adalah kristaloid adalah kandungan natrium

diantara 130-154 mmol/L sebanyak 500mL diberikan kurang dari 15

menit.

2. Rumatan/Maintenance. Cairan rumatan intravena diberikan untuk

menyediakan kebutuhan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipenuhi

melalui rute oral ataupun enteral.4,6

Pemberian cairan rumatan:

a. Kebutuhan cairan rumatan adalah 25-30mL/kgBB/hari,

b. Kebutuhan K, Na, dan Cl kurang lebih 1mmol/kgBB/hari,

c. Kebutuhan glukosa 50-100g/hari untuk mencegah ketosis,

d. Untuk pasien obesitas, pemberian cairan rumatan mengikuti berat

badan ideal. Biasanya kebutuhan cairan kurang dari 3 L per harinya,


11
e. Pemberian cairan jangan melebihi 30 mL/kgBB/hari. Pertimbangkan

pemberian yang lebih sedikit (misalnya 25 mL/kgBB/hari) untuk

pasien berusia tua/pasien geriatri atau memiliki kelainan

ginjal/jantung.

Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah:

Ringer laktat/asetat,

NaCl 0,9% hanya untuk rumatan pada kehilangan cairan yang tinggi

kandungan NaCl dari saluran cerna ataupun ginjal,

Glukosa 5%, atau

Glukosan-salin (campuran Glukosa 5% dengan NaCl)

3. Penggantian (replacement) dan Redistribusi

Penggantian cairan diperlukan apabila ada defisit air dan/atau elektrolit

atau kehilangan cairan ke luar tubuh yang sedang berlangsung. Biasanya

kehilangan berasal dari traktus gastrointestinal atau urinarius. Pasien luka

bakar dan demam juga dapat mengalami kondisi ini.4,6

Pada beberapa pasien, terjadi perubahan distribusi cairan internal, terutama

pada pasien sepsis, pasca-operasi mayor, serta pasien dengan penyakit

jantung, ginjal, maupun hepar. Banyak pasien seperti ini mengalami edema

atau cairan tertampung pada rongga thoraks/peritoneum. Apabila menemui

12
kedua kondisi ini, seorang dokter umum disarankan berkonsultasi dengan

ahlinya.4,6

Pemilihan cairan berdasarkan jenis cairan yang hilang adalah sebagai

berikut:

a. Kehilangan plasma. Pada kondisi trauma, perdarahan internal atau

saat operasi, cairan utama yang hilang adalah cairan intravaskular.

Pada situasi ini, koloid lebih sering digunakan karena bertahan di

dalam plasma lebih lama. Pasien dengan hemoglobin rendah (kurang

dari 8g/dL) dapat membutuhkan transfusi sel darah merah.6

b. Cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan ekstrasel sering terjadi pada

situasi rawat inap, contohnya obstruksi saluran cerna atau muntah.

Kehilangan cairan biasanya bersifat isotonik sehingga baik cairan

intravaskular maupun intersisial berkurang. Cairan intrasel tidak akan

mengkompensasi karena tidak adanya perubahan osmolaritas yang

nyata. Pada kondisi ini, cairan kristaloid isotonik yang dipilih untuk

menggantikan cairan.6

c. Kehilangan air murni. Kondisi ini biasanya terjadi bersamaan dengan

pengeluaran elektrolit. Mengingat banyaknya cadangan air di dalam

tubuh, syok tidak mudah terjadi pada kondisi ini. Cairan glukosa 5%

adalah pilihan untuk menggantikan air namun dengan resiko

peningkatan kadar gula darah.6

13
d. Overload cairan. Salah satu hal yang dikhawatirkan dalam pemberian

cairan adalah pemberian cairan yang terlalu banyak atau terlalu cepat,

khususnya pada pasien usia lanjut yang mekanisme kompensasinya

kurang efisien. Akan tetapi, pada kenyataannya, kejadian

underhydration lebih sering terjadi dibanding overhydration.6

e. Kalium. Kehilangan kalium dapat terjadi terus-menerus karena tidak

adanya mekanisme kompensasi yang dapat menjaga. Karena kalium

berada di dalam sel, maka kadar kalium serum yang rendah

menggambarkan hilangnya cairan tubuh secara masif. Abnormalitas

kadar kalium serum dapat menyebabkan aritmia jantung sehingga

kadarnya perlu terus dimonitor. Kristaloid tidak cukup untuk menjaga

kadar kalium. Oleh karena itu, kalium tambahan perlu dimasukkan ke

dalam kolf kristaloid.6

Tabel 2.5 Interprestasi Fluid Challenge6

14
Penilaian adalah faktor yang sangat penting saat hendak memulai terapi

cairan. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui

adanya dehidrasi. Tekanan darah tidak dapat dijadikan sebagai tanda awal

karena kemampuan pembuluh darah bervasokontriksi untuk menjaga

tekanan darah tetap stabil sehingga hipotensi tidak muncul pada 30%

kasus. Pengguanaan obat beta-bloker dapat menyamarkan respon

tadikardia. Tidak adanya keluaran urin pun perlu diwaspadai, apakah

karena penggunaan kateter yang tidak tepat. Jika memang terdapat

keluaran urin yang sedikit, coba lakukan fluid challenge dengan

memasukkan 250 ml kristaloid dalam 15 menit.6,11

D. Dehidrasi

Pemberian cairan untuk pemberian cairan untuk dehidrasi dapat diberikan

lewat dua rute:

1. Larutan rehidrasi oral (oral rehydration solution/ORS). Untuk kasus

dehidrasi ringan, pemberian cairan oral lebih dipilih. Larutan rehidrasi oral

yang dapat dibuat di rumah adalah 8 sendok teh gula, sendok teh garam,

dan 1 liter air. ORS efektif karena mengandung gula dan garam yang

membantu absorpsi cepat di usus. ORS digunakan selama pasien mampu

minum, namun pada kasus muntah, diare, dan penurunan kesadaran, ORS

tidak dapat digunakan. Untuk orang dewasa, cairan dapat aman diberikan

sebanyak mungkin yang dapat ditoleransi dan dipandu oleh rasa hausnya,

15
selama ia tidak memiliki gangguan ginjal atau gagal jantung. ORS dapat

mencegah berbagai komplikasi dehidrasi.3,6

2. Rehidrasi intravena. Terapi intravena merupakan jalan tercepat untuk

memasukkan cairan dan digunakan pada kondisi gawat darurat yang

membutuhkan resusitasi segera, seperti kehilangan darah atau luka bakar.

Ada berbagai jenis cairan yang dapat digunakan, dengan cara yang

bergantung pada kebuthan pasien (intermiten, terus-menerus, atau bolus).

Pilihannya adalah kristaloid tanpa glukosa atau koloid.3,6

E. Terapi Cairan Perioperatif

Salah satu tujuan dari evaluasi status volume adalah untuk menentukan

adanya hipovolemia atau hipervolemia sebelum prosedur bedah dimulai.

Pasien dengan syok septik, orang-orang yang telah menjalani persiapan usus

sebelum operasi, atau mereka yang dinyatakan terganggu secara fisiologis

mungkin hipovolemik. Baik hipovolemia maupun hipervolemia berhubungan

dengan risiko yang signifikan.2,4

Tabel 2.6 Tanda dan Gejala Hipovolemia2

16
Tabel 2.7 Tanda dan Gejala Hipervolemia2

Selain itu, nilai-nilai laboratorium tertentu, walaupun tidak spesifik,

dapat membantu dalam penilaian status volume. Misalnya, hematokrit tinggi,

atau plasma [Na +] mungkin menunjukkan defisit air tubuh total. Kadar urea

nitrogen darah yang tinggi, defisit basa, campuran vena PO2, atau output urine

yang rendah menunjukkan curah jantung tidak memadai. Tekanan vena sentral

atau arteri pulmonalis yang rendah, dan denyut nadi cepat menunjukkan

volume intravaskular tidak memadai. Selain itu, tanda-tanda tidak langsung,

seperti respon tekanan darah terhadap perubahan posisi pasien atau ventilasi

tekanan positif, perubahan stroke volume untuk ventilasi tekanan positif atau

vasodilatasi atau efek inotropik negatif dari anestesi, dapat membantu dalam

penilaian status volume. Meskipun benar bahwa semua tanda-tanda di atas

dapat membantu dalam agregat dan ketika dikombinasikan dengan temuan

17
lain, harus diingat bahwa mereka tidak spesifik dan dapat berubah oleh obat

yang digunakan dalam periode perioperatif dan efek fisiologis dari stres

bedah. 2,4

Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit normal

(kebutuhan pemeliharaan), yang sudah ada sebelumnya defisit cairan, dan

kerugian luka bedah termasuk kehilangan darah.2,5

1. Kebutuhan pemeliharaan normal

Dengan tidak adanya asupan oral, cairan dan elektrolit defisit dapat

dengan cepat berkembang sebagai hasil dari pembentukan urine terus-

menurus, sekresi gastrointestinal, keringat, dan insensible losses dari kulit

dan paru. 2,7,12

Tabel 2.8 Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan2,5

2. Defisit yang sudah ada sebelumnya

Pasien yang menjalani operasi setelah puasa semalam tanpa asupan

cairan akan memiliki defisit yang sudah ada sebelumnya proporsional

dengan durasi puasa. Defisit dapat diperkirakan dengan mengalikan

tingkat pemeliharaan normal dengan panjang puasa. Untuk rata-rata orang

18
70-kg puasa selama 8 jam, jumlah ini (40 + 20 + 50) mL / h 8 jam, atau

880 mL. Sebenarnya, defisit nyatanya lebih sedikit karena adanya

konservasi dari ginjal.2,5

Kehilangan cairan yang abnormal sering berkontribusi pada defisit

pra operatif. Perdarahan, muntah, diuresis, dan diare pra operatif

contohnya. Kerugian okultisme karena penyerapan cairan oleh jaringan

trauma atau terinfeksi atau dengan asites juga sangat besar. Peningkatan

kerugian insensible karena hiperventilasi, demam, dan berkeringat sering

diabaikan. Idealnya, defisit harus diganti sebelum operasi pada pasien

bedah. Cairan yang digunakan harus komposisinya sama dengan cairan

yang hilang.2,5

3. Kehilangan cairan saat pembedahan

Kehilangan darah

Salah satu tugas yang paling penting, namun sulit, personil anestesi

adalah untuk memantau dan memperkirakan kehilangan darah. Walaupun

estimasi ini dipersulit oleh perdarahan okultisme ke dalam luka atau di

bawah tirai bedah, akurasi adalah penting untuk memandu terapi cairan

dan transfusi. Penggunaan cairan irigasi mempersulit perkiraan, namun

penggunaannya harus dicatat dan upaya dilakukan untuk mengimbangi.6,7

Tabel 2.9 Metode Estimasi Kehilangan Darah6,7

19
Pemilihan jenis larutan intravena tergantung pada prosedur

pembedahan dan kehilangan darah yang diharapkan:2

a. Kehilangan darah dan pergeseran cairan minimal: cairan pemeliharaan

b. Semua prosedur lain: Larutan Ringer Laktat

Tabel 2.10 Klasifikasi Perdarahan Akut berdasarkan American College of


Surgeon (pada laki-laki usia dewasa dengan berat 70 kg)6

Kehilangan cairan lainnya

Kehilangan cairan intraoperatif terutama hasil dari penguapan dan

redistribusi internal cairan tubuh. Kerugian penguapan klasik telah

diasumsikan berbanding lurus dengan luas permukaan luka bedah terbuka

dan durasi prosedur bedah, yang mengarah ke estimasi yang berlebihan

20
terhadap kebutuhan cairan intraoperatif dan overhidrasi. Percobaan

menggunakan ruang kelembaban menunjukkan bahwa kerugian

penguapan pada orang dewasa yang menjalani prosedur abdominal yang

luas hanya meningkat menjadi sekitar 1 mL/kg/jam.6,7

Redistribusi tampaknya terkait dengan tingkat trauma bedah.

redistribusi internal cairan yang sering disebut "ruang ketiga" karena

banyak cairan yang diasingkan ke dalam ruang interstitial atau translokasi

ke dalam ruang anatomi, seperti lumen usus. Hal ini terjadi pada luka

bakar, luka yang luas, pembedahan, atau peritonitis tetapi juga berbanding

lurus dengan jumlah cairan infus. Terakhir, kerugian yang signifikan dari

cairan limfatik mungkin terjadi selama pembedahan retroperitoneal luas.2,7

Tabel 2.9 Penggantian Kehilangan Cairan saat Pembedahan2,7

21

Anda mungkin juga menyukai