PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas pada anak di negara industri dan negara berkembang. Data di
Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai
lebih dari 42 000 kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data statistik
dari Center of Disease Control menunjukkan bahwa usia 1 th ke atas,
insidensi sepsis meningkat 139%. Untuk usia 1-4 tahun sepsis menduduki
posisi ke Sembilan sebagai penyebab kematian dengan estimasi angka
kematian per tahun sebesar 0,5/100.000 populasi. Puncak insidensi sepsis
menunjukkan distribusi ganda yaitu puncak pertama pada periode neonatus
dan puncak kedua pada usia 2 tahun. Insidens sepsis pada perawatan di
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah 24%. Sedangkan penelitian di
Perancis yang dilakukan di 36 PICU-NICU didapatkan insidens sepsis
sebanyak 3%, dengan rata-rata mortalitas sebanyak 30-60%. Dari penderita
sepsis tersebut kira-kira 49% penderita mengalami bakteremi yang terdiri dari
58% dengan bakteri gram (+), dan 42% dengan bakteri gram (-). (Dewi, 2011;
Kumar 2009)
Sepsis adalah systemic inflammation respons syndrome (SIRS) yang
disertai dugaan atau bukti ditemukan infeksi di dalam darah. Kondisi
patologis pada keadaan sepsis (sepsis berat atau syok sepsis) dapat
mempengaruhi pada hampir setiap komponen sel sirkulasi mikro, termasuk
sel endotel, sel otot polos, lekosit, eritrosit, dan jaringan. Jika tidak dapat
dikoreksi secara tepat, suplai aliran darah mikro yang jelek dapat
menyebabkan distress respirasi pada jaringan dan sel, dan lebih lanjut lagi
menyebabkan disfungsi sirkulasi mikro yang hasil akhirnya adalah kegagalan
organ. Sirkulasi mikro menjamin ketersediaan oksigen untuk tiap sel dan
jaringan, menjadi penentu organ berfungsi baik atau tidak. Disfungsi sirkulasi
mikro yang terjadi selama beberapa waktu dapat menjadi penggerak utama
1
kondisi patologis sepsis yang berakibat pada kegagalan organ yang kemudian
dapat terjadi kegagalan multi organ. (Trzeciak, 2005; Sareharto, 2007)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti
atau dugaan infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon
imun tubuh terhadap infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram
negative, virus, jamur, atau protozoa, dan sebagainya. Sepsis terjadi bila
bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi tidak dapat dieliminasi
sevara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik.
(Schexnayder, 1999).
B. ETIOLOGI
Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu
dan berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat
berhubungan erat dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa
neonatus, kuman tersering penyebab sepsis adalah E. coli, Staphylococcus
aureus, Streptococcus grup A. Sedangkan pada anak yang lebih besar sepsis
banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus pneumonia, Haemophyllus
influenza tipe B, Neisseria Meningitidins, Salmonella dan Streptococcus spp.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Levy et all yang
mengatakan bahwa sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh adanya
infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi nosokomial, dan bakteremi pada
49% penderita yaitu gram negative sebanyak 52% dan gram positif 48%.
Infeksi nosokomial yang tersering adalah karena coagulase negative
staphylococcus, staphylococcus aereus dan enterococcus, infeksi jamur
meningkat menjadi 20%. (Chareulfatah, 2002; Levy et all, 2009)
Menurut studi Rismala Dewi menunjukkan bahwa kuman penyebab
sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella pneumoniae (26%),
Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar
C. PRESDIPOSISI
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens
sepsis pada anak adalah :
1. faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit
kronik, trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis
2. faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau
invasif, antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan
rumah sakit. (Budhiarso, 2000)
D. PATOGENESIS
Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis,
yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme
timbulnya sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (3)
Tahap disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema
mekanisme timbulnya sepsis digambarkan dalam Skema 2.1
Inflamasi
Tahap 1
Peningkatan
PAI-1
Pembentukan trombin
Tahap 2
Supresi Fibirinolisis
Koagulasi
Tahap 3
Penyumbatan mirovaskuler
Kerusakan jaringan
Disfungsi organ
Kematian
Keterangan :
Tahap 1 : Inflamasi
Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar,
trauma, infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai
imunomodulator yang mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh
darah. Apabila ada infeksi, proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan
endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari organisme yang ada. Proses ini
dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus toksik lainnya juga
merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses inflamasi
(proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti
TNF dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan
menginflamasi lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses
pembekuan darah, serta merangsang pelepasan modulator inflamasi lainnya.
Tahap 2 (Koagulasi)
Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam
tubuh manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor
jaringan, yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus
utama agar terbentuk bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan
membentuk fibrin, suatu protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah.
Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan abnormal.
Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)
Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui
serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan
bekuan darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses
yang disebut fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses
fibrinolisis ditekan. Hal ini akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis
mulai terbentuk dalam organ vital, menghambat aliran darah dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia yang berperan
adalah :
adalah
suatu
imunomodulator
ilmiah
yang
dapat
10
Disfungsi organ oaru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50%
terjadi Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60%
bila disertai syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru
diawali dengan adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil
teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru.
Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan terjadinya edem
alveolar dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang kaya
akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi
terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan penghancuran
membrane dasar.
b. Sistem Kardiovaskuler
Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin
proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar
belakang timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran
kapiler yang mneyebabkan penurunan volume preload dan curah jnatung.
Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun
demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan
depresi miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi adalah
vasodilatasi, volume intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi
miokard.
c. Sistem Urinarius
Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan
vasodilatasi oleh sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan
renal disebabkan oleh karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif,
nefritis interstisial rabdomiolisis dan glomerulonefritis.
d. Sistem Traktus Gastrointestinal
Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali
dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi
kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi
klinis dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya
integritas
mukosa
yang
menyebbakan
nekrosis
hemoragik
atau
11
dari usus ke sirkulasi sistemik. Akibat lain dari sepsis adalah terjadinya
gangguan fungsi enzim dan system filtrasi imunologis dan mekanis dari
hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali fosfatase
menandakan adanya kerusakan organ lain.
e. Sistem Hematologi
Ditandai
adanya
anemia,
leukopenia
dan trombositopenia.
DIC
satu
cara
pendekatan
diagnosis
adalah
menggunakan
12
> 130
not applicable
> 18
< 105
>110
not applicable
> 14
< 117
13
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit
b. GDS
c. CRP
d. Faktor koagulasi
e. Kultur darah berseri
f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the
left
g. Urinalisis
h. Foto thoraks
i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut
1. Early Goal Directed Therapy
EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,
pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam
sesuadh diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi
awal 20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai
lebih dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan
tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume,
dan mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan
pilihan pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine,
maka dapat diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan
pada keadaan curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada
keadaan tahnan pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP
14
tinggi
sesudah
resusitasi
volume
dan
pemberian
inotropik.
Prinsip
panduan
internasional
Surviving
Sepsis
Campaign
2008
15
Ampisilin
200
dikombinasikan
mg/kgBB/hari
dengan
intravena
dalam
aminoglikosida,
garamycin
dosis,
5-7
Kombinasi
lain
adalah
ampisilin
dengan
cefotaxime
16
mg/kg untuk terapi empiris syok septik diikuti dosis yang sama diberikan
dalam 24 jam.
9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung
neutrofil < 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.
10. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :
a. Netralisasi
melalui
antibody
dengan
meningkatkan
fungsi
17
18
10. KOMPLIKASI
Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory
respon syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini
mungkin, sepsis dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe
sepsis (sepsis dengan disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan
hipotensi arterial refraksi), multiple organ disfunction syndrome (MODS)
atau disfungsi organ multiple dan berakhir pada kematian (Powell, 2000)
K. PROGNOSIS
Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi,
patogenisitas kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun
penderita. Kematian karena sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka
kematian mencapai 40-60% untuk penderita dengan sepsis karena kuman
enteric gram negative. Tanda-tanda prognosis buruk bila terjadi hipotensi,
koma, leukopeni )< 500/ul), trombositopenia (<100.000/ul) kadar fibrinogen
rendah (< 150 mg/dl)
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau
dugaan infeksi sebagai penyebabnya..
2. Organisme yang paling sering menyebabkan infeksi menurut penelitian tahun
2011 adalah bakteri gram negative terutama di PICU.
3. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak yaitu faktor
host dan pengobatan.
4. Patogenesis timbulnya sepsis melalui tiga tahapan, yiau : tahap inflamasi,
koagulasi, dan disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian.
5. Berdasarkan mulai timbul gejala klinis, sepsis diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu sepsis berat dan syok sepsis.
6. Pendekatan diagnosis
colony
stimulating
factor, intravenous
immunoglobulin,
20
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. Prosedur Tetap PICU/UGD/HNDPICU. FK UNDIP; Semarang. 2004
Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah Tepi
Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program Pendidikan
Dokter Spesialis-1 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
2000.
Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic shock. Crit Care
Journal. 2009;25(4):733-51.
Levy MM, Fink MP, Marshal JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et all.
International Sepsis Definitions Confrence. Crit Care Med. 2009; 31 (4):
1250-6
Paterson, R. L., and Webster N. R., Sepsis and Inflamatory Respon Syndrome
dalam Journal of The Royal College of Surgeoons of Edinburgh 2008;p. 17882
Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment versus monotherapy:
the contribution of meta-analyses. Infect Dis Clin North Am. 2009;23(2):27793.
Powell, KR. Sepsis and Shock. In: Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante KJ,
Behrman RE. editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 16 th Ed. Philadelphia:
WB Saunders Company; 2000. P.747-51
Schexnayder SM. Pediatric Septic Shock. Pediatrics in Review 1999; 20 (9): 3038
Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and candidemia in a
pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med. 2008;9(1):91-5.
Sareharto, TP. Sirkulasi Mikro Pada Sepsis. SUB Bagian Pediatri GAwat Darurat
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2007;
p. 1-12
Trzeciak S, Rivers EP. Clinical manifestations of disordered microcirculatory
perfusion in severe sepsis. Critical Care 2005, 9(suppl 4):S20-S26.
21
22