Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genesa Endapan Bijih Nikel Laterit

Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk
bongkah - bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata) (Hamilton,
1986) dalam Waheed (2002). Hal ini dikarenakan tanah laterit tersusun oleh fragmen-
fragmen batuan yang mengambang di antara matriks, seperti bata di antara semen.
Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil proses pelapukan lateritik
batuan induk utrabasa (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni dengan
kadar tinggi, agen pelapukan tersebut berupa air hujan, suhu, temperatur, dan topografi
(Golightly, 1979).
Waheed (2002), bahwa inti bumi mengandung lebih kurang 3 % nikel,
kemudian zona mantel bumi yang mempunyai ketebalan sampai 2.898 km mempunyai
kandungan nikel antara 0,10,3 %.
Nikel dalam batuan utrabasa terutama terdapat dalam mineral mafik
(olivin, piroksin) dan serpentin. Di dalam mineral mafik, nikel terutama terdapat dalam
jaringan mineral olivin. Olivin dapat mengandung 0,4 % NiO dan 0,32 % Ni. Olivin
merupakan mineral yang terbentuk pada temperatur tinggi (1500O), sangat tidak stabil,
sehingga saat terjadi pelapukan akan melepaskan ion Ni yang terdapat dalam ikatan
atomnya (Waheed, 2002).
Umumnya hidroksidasi dari beberapa unsur kimia dijumpai berasosiasi dengan
lingkungan laterit. Ion-ion yang dilepaskan selama proses hidrolisis dari mineral -
mineral mafik, ditetapkan sebagai hidroksida (Waheed, 2002). Pada hidrosilikat nikel
(mineral garnierit), nikel menggantikan atom Mg dalam mineral serpentin, dan klorit.
Anggota nikel murni tidak muncul secara alami dan kebanyakan garnierit berisi (Ni,
Mg) sebagai pengganti Mg (Waheed, 2002).
Garnierit terjadi dengan mengisi rekahan-rekahan yang ada. Warna garnierit
mencakup dari hijau (terang dan gelap) kekuning-kuningan, biru terang-gelap. Variasi
yang kaya hijau berisi lebih banyak nikel (Waheed, 2002).
Air permukaan yang mengandung CO2 dan terkayakan kembali oleh material
material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona

4
pelindian, dimana penyerapan air tanah berlangsung. Akibat penyerapan ini air tanah
yang kaya CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal
dan melarutkan mineralmineral yang tidak stabil seperti olivin/serpentin dan
piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan
akan memberikan mineralmineral baru pada proses pengendapan kembali
(Hasanudin dkk, 1992).
Tim analisa Mineral Internasional (1985), menyatakan bahwa proses
pelapukan dimulai pada batuan utrabasa (peridotit, dunit, serpentin), dimana batuan
ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada
umumnya mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh
pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh
tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi,
nikel dan silika ke dalam larutan, cederung untuk membentuk partikel partikel silika.
Di dalam larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida. Akhirnya endapan ini akan
menghilangkan air dengan membentuk mineralmineral seperti karat, yaitu hematit
dan kobalt dalam jumlah kecil. Jadi, besi oksida mengendap dekat dengan permukaan
tanah. Oksidasi yang terbentuk, bereaksi dengan air membentuk limonit yang
terakumulasi pada zona oksidasi.
Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi, akan menyebabkan unsur Fe, Cr,
Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineralmineral
oxida/hidroksida, seperti limonit, hematit, geothit dan sebagainya (Hasanudin, 1992).
Selanjutnya pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium(Mg), silika(Si), dan
nikel(Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam sehingga
pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya reaksi air tanah dengan
batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan silika seperti garnierit.
Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zatzat
tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat yang disebut mineral
garnierit, dalam (Waheed, 2002).
Menurut Waheed (2002), nikel mempunyai sifat kurang kelarutannya
dibandingkan magnesium, Perbandingan antara nikel dengan magnesium di dalam
endapan lebih besar dari pada larutan, karena sedikit magnesium yang terbawa oleh
air. Kadang-kadang olivin di dalam tanah diubah menjadi serpentin terurai kedalam
komponen bersama-sama dengan terurainya olivin.

5
Adanya erosi air tanah asam dan erosi dipermukaan bumi akan mengubah
mineral-mineral yang telah diendapan. Zat tersebut dibawah ke tempat yang lebih
dalam, selanjutnya diendapkan sehingga terjadi pengayaan pada bijih nikel.
Kandungan nikel pada saat terendapkan akan semakin bertambah banyak, dan selama
itu magnesium tersebar pada aliran tanah (Waheed,2002).

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Bijih Nikel

Faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan deposit nikel laterit di


atas (Golightly,1979) adalah:
1. Batuan asal
Dalam hal ini yang bertindak sebagai batuan asal adalah batuan ultrabasa, karena
mempunyai elemen atau unsur Ni yang paling banyak diantara batuan yang lain.
Misalnya mineralnya mudah lapuk atau tidak stabil dan komponen-komponennya
mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk Nikel
(Ni).
2. Iklim
Adanya pergantian musim kemarau dan musim hujan, dimana terjadi kenaikan
dan penurunan permukaan air tanah yang menyebabkan terjadinya proses
pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar
akan menimbulkan terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan timbul rekahan-
rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia terutama
dekomposisi batuan.
3. Reagen kimia dan Vegetasi
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-
senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan CO2 yang terlarut
bersama air memegang peranan penting dalam proses pelapukan kimia. Asam-
asam humus akan menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH
larutan, asam-asam humus ini erat hubungannya dengan vegetasi daerah.
4. Struktur batuan
Struktur akan menyebabkan terjadinya deformasi pada batuan. Seperti adanya
rekahan-rekahan pada batuan akan lebih memudahkan masuknya air yang berarti
proses pelapukan akan lebih intensif.

6
5. Topografi
Keadaan topografi setempat sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-
reagen lain. Akumulasi endapan nikel pada umumnya berada pada daerah yang
landai sampai kemiringan sedang. Pada daerah yang curam, secara teoritis jumlah
air yang meluncur akan lebih besar dari pada air yang meresap. Hal ini akan
menyebabkan pelapukan kurang intensif. Pada tempat dimana terdapat
keseimbangan, nikel akan mengendap melalui proses pelapukan kimia.
6. Waktu
Waktu yang cukup lama akan meghasilkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur-unsur cukup tinggi.
7. Penyebaran Endapan
Pada dasarnya penyebaran endapan nikel, dapat mengikuti prinsip-prinsip
genesanya, sehingga genesanya dapat membantu memperkecil area penyelidikan,
serta penentuan pola sumur uji dan cara pengambilan conto/sampel yang prinsipil
dalam pekerjaan eksplorasi.
Secara umum penyebaran endapan nikel laterite terdapat pada punggungan dan
lereng bukit-bukit dengan kemiringan yang landai sampai sedang. Kemiringan (slope)
suatu bukit berkisar antara 1030o, tetapi pada umumnya endapan nikel laterit paling
banyak terdapat pada punggungan bukit dengan kemiringan tidak terlalu landai dan
tidak terlalu curam berkisar sekitar 15o.
Endapan Nikel Laterit tidak teratur baik bentuk penyebaran horisontal atau
vertikal maupun sifat-sifat fisis dan komposisi kimianya, tetapi dapat di simpulkan
bahwa endapan Nikel tetap mempunyai profil yang umum seperti lazimnya endapan
nikel laterit.

2.3 Definisi Sumberdaya Menurut Kode Cadangan Mineral Indonesia

Sumberdaya adalah suatu konsentrasi atau keterjadian dari material yang


memiliki nilai ekonomi pada atau di atas kerak bumi, dengan bentuk, kualitas dan
kuantitas tertentu yang memiliki keprospekan yang beralasan untuk pada akhirnya
dapat diekstraksi secara ekonomis. Lokasi, kuantitas, kadar, karakteristik geologi dan
kemenerusan dari sumberdaya harus diketahui, diestimasi atau diintepretasikan
berdasar bukti-bukti dan pengetahuan geologi yang spesifik. Sumberdaya

7
dikelompokkan lagi berdasar tingkat keyakinan geologinya, kedalam kategori tereka,
tertunjuk dan terukur.

2.3.1 Sumberdaya Tereka

Sumberdaya tereka menurut Kode Cadangan Mineral Indonesia merupakan


bagian dari sumberdaya dimana tonase, kadar (kualitas), dan kandungan mineral dapat
diestimasi dengan tingkat kepercayaan rendah. Hal ini direka dan diasumsikan dari
adanya bukti geologi, tetapi tidak diverifikasi kemenerusan geologi dan/ atau
kadarnya. Hal ini hanya berdasarkan dari informasi yang diperoleh melalui teknik yang
memadai dari lokasi seperti singkapan, paritan uji, sumuran uji dan lubang bor tetapi
kualitas dan tingkat kepercayaannya terbatas atau tidak jelas. Sumberdaya tereka
memiliki tingkat keyakinan lebih rendah dalam penerapannya dibandingkan dengan
sumberdaya terunjuk.
Kategori tereka dimaksudkan untuk mencakup situasi dimana konsentrasi dan
keterjadian mineral dapat diidentifikasi, dan pengukuran serta percontoan terbatas
telah diselesaikan, dimana data yang diperoleh belum cukup untuk melakukan
intepretasi kemenerusan geologi atau kadar (kualitas) secara meyakinkan. Pada
umumnya, beralasan untuk mengharapkan bahwa sebagian besar sumberdaya tereka
dapat ditingkatkan menjadi sumberdaya tertunjuk sejalan dengan berlanjutnya
eksplorasi. Tetapi, karena ketidakpastian dari sumberdaya tereka, peningkatan
kategori sumberdaya tidak selalu akan terjadi.

2.3.2 Sumberdaya Terunjuk

Sumberdaya terunjuk menurut Kode Cadangan Mineral Indonesia merupakan


bagian dari Sumberdaya dimana tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik, kadar
(kualitas) dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat kepercayaan yang
wajar. Hal ini didasarkan pada hasil eksplorasi, dan informasi pengambilan dan
pengujian conto yang didapatkan melalui teknik yang tepat dari lokasi seperti
singkapan, paritan uji, sumuran uji, terowongan dan lubang uji bor. Lokasi
pengambilan data masih terlalu jarang atau spasinya belum tepat untuk memastikan
kemenerusan geologi dan atau kadar, tetapi secara meruang cukup untuk
mengasumsikan kemenerusannya.

8
Sumberdaya tertunjuk memiliki tingkat keyakinan yang lebih rendah
penerapannya dibanding dengan sumberdaya terukur, tetapi memiliki tingkat
keyakinan yang lebih tinggi penerapannya dibanding dengan sumberdaya tereka.
Tingkat keyakinan dalam estimasi harus cukup untuk menerapkan parameter
keteknikan dan keekonomian, dan memungkinkan dilakukannya suatu evaluasi
kelayakan ekonomi.

2.3.3 Sumberdaya Terukur

Sumberdaya terukur menurut Kode Cadangan Mineral Indonesia bagian dari


sumberdaya dimana tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik, kadar (kualitas) dan
kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Hal ini
didasarkan pada hasil eksplorasi rinci dan terpercaya, dan informasi mengenai
pengambilan dan pengujian conto yang diperoleh dengan teknik yang tepat dari lokasi
seperti singkapan, paritan uji, sumuran uji, terowongan dan lubang uji bor. Lokasi
informasi pada kategori ini secara meruang adalah cukup rapat untuk memastikan
kemenerusan geologi dan kadar.
Tingkat keyakinan dalam estimasi harus cukup untuk menerapkan parameter
keteknikan dan keekonomian, dan memungkinkan dilakukannya suatu evaluasi
kelayakan ekonomi yang memiliki tingkat kepastian lebih tinggi dibandingkan dengan
evaluasi yang berdasarkan atas sumberdaya tertunjuk.

Gambar 2.1 Hubungan antara hasil eksplorasi, sumberdaya dan cadangan


(KCMI, 2011)

9
Istilah faktor pengubah didefinisikan guna memasukkan pertimbangan-pertimbangan
penambangan, metalurgi, pengolahan, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan,
sosial dan pemerintahan. Pada gambar 2.1 menetapkan kerangka untuk
pengklasifikasian estimasi tonase dan kadar (kualitas) untuk merefleksikan perbedaan
tingkat keyakinan geologi dan derajat perbedaan dari evaluasi keteknikan dan
keekonomian.

2.4 Metode Klasik Perhitungan Sumberdaya

2.4.1 Metode penampang (cross-section)

Masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan. Hasil
perhitungan secara manual ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek
hasil perhitungan yang lebih canggih menggunakan komputer. Hasil perhitungan
secara manual ini tidak dapat digunakan secara langsung dalam perencanaan tambang
menggunakan komputer. Rumus luas rata-rata (mean area), rumus luas rata-rata
dipakai untuk endapan yang mempunyai penampang yang uniform.

1 +2
V=Lx
2
Dimana : V = Volume endapan
L = Jarak antar penampang
S1,S2 = Luas penampang endapan

10
Gambar 2.2 Sketsa perhitungan volume endapan dengan rumus mean area
(metode penampang)(Haris, 2005).

Sedangkan untuk menghitung tonase digunakan rumus sebagai berikut :

T = V x BJ

Dimana : T = Tonase
V = Volume endapan
BJ = Berat jenis endapan (Haris, 2005)

2.4.2 Metode Poligon (Area of Influence)

Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan
mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon
ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda ini
sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah
pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan satu garis
sumbu.

11
Gambar 2.3 Metode poligon (area of influence) (Haris, 2005).
Jadi dari gambar diatas, maka didapatkan rumus perhitungan untuk volume dana
tonase bahwa:
Rumus untuk menghitung volume:

V=Sxt

Rumus untuk menghitung tonase:

T=Sxtx

Dimana : V = Volume
T = tonase
S = Luas daerah pengaruh
t = ketebalan bijih
= berat jenis bijih
Untuk data yang sedikit metoda poligon ini mempunyai kelemahan, antara lain
Belum memperhitungkan tata letak (ruang) nilai data di sekitar poligon, tidak ada
batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi distribusi ruang
(Notosiswoyo, 2005)

12
2.4.3 Metode Segitiga

Disamping digunakan untuk menaksir parameter, metode segitiga juga


sekaligus digunakan untuk menghitung sumberdaya/cadangan. Rumus perhitungan
hampir sama dengan metode poligon hanya saja dalam metode segitiga tiga titik data
digunakan untuk mewakili parameter seluruh area segitiga, sedangan metode poligon
menggunakan titik data yang berada di tengah luasan polygon.

13

Anda mungkin juga menyukai