Anda di halaman 1dari 85

jLAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

BLOK X

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

Tutor : dr. Ali

Agung Wijaksana 04111001009


Maulia Wisda E.C. 04111001010
Nisrina Ariesta S. 04111001011
Rizky Permata S. 04111001013
Ayu Rizky F. 04111001018
Imam Zahid 04111001019
Restya Fitriani 04111001033
Veranika Santiani 04111001036
Ramadan A.D. 04111001129
Terry Mukminah S. 04111001124
Liliana Surya F. 04111001080
Rizki Febrina R. 04111001116
Astary Utami 04111001004

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tugas
tutorial skenario ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat
bermanfaat untuk perbaikan di kemudian hari.

Palembang, Oktober 2012

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI
I. Skenario A Blok 10.......................................................................................
II. Klarifikasi Isrilah...........................................................................................
III. Identifikasi Masalah......................................................................................
IV. Analisis Masalah...........................................................................................
V. Keterkaitan Antarmasalah.............................................................................
VI. Learning Issues..............................................................................................
VII. Sintesis...........................................................................................................
VIII. Kerangka Konsep..........................................................................................
IX. Kesimpulan....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................
I. SKENARIO A BLOK 10
Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar
dan kejang sejak 6 jam yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10
hari yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti dengan perasaan menggigil
dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan
sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. BAK berwarna seperti
kopi. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota
gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya didapatkan riwayat berpergian ke Papua tiga
minggu sebeum sakit. Tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, RR:


24x/menit, Temperatur:38.6 C. Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+)N,
konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-). Thorax dalam
batas normal. Abdomen: Hepar dan Lien tidak teraba. Ekstremitas: reflek
patella (+/+)N, dan reflek Babinsky (-).

Pemeriksaan Laboratorium:

Hb 4.6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal didapatkan delicate
ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/ L. Preparat
darah tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+). Pemeriksaan penunjang yang
lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

II. KLARIFIKASI ISTILAH


1. Kejang : respon kontraktil otot rangka yang singkat
yang ditimbulkan oleh satu berondongan maksimal impuls-impuls pada neuron
yang mensarafinya.
2. Tidak sadar :
3. Demam : peningkatan temperatur tubuh diatas normal
(*normal: 37C)
4. Menggigil : tubuh menggigil secara involunter seperti
demam
5. Lesu : rasa lemah dan lelah serta letih atau
kekurangan tenaga
6. Nyeri kepala :
7. Nyeri pada tulang dan sendi :
8. Diare : pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak
normal
9. BAK seperti kopi : urin berwarna coklat kehitaman seperti kopi
10. Bicara pelo : kesulitan untuk berbicara
11. Transfusi darah : pemasukan darah lengkap atau komponen
darah secara langsung kedalam aliran darah
12. Kesadaran GCS 9 (Glasgow Coma Scale): skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien. Skala 9 digolongkan dalam cidera kepala sedang.
13. Pupil isokor : kesamaan pupil pada kedua mata
14. RC :
15. Konjungtiva palpebrae anemis :
16. Sklera ikterik : sklera yang berwarna kekuningan
17. Kaku kuduk (-) :
18. Reflek patella :
19. Reflek babinsky :
20. GDS 145mg% :
21. Delicate ring : bentuk cincin Plasmodium falciparum yang
ditemukan pada preparat apusan darah tebal.
22. Plasmodium falciparum : salah satu spesies dari genus sporozoa yang
bersifat parasit pada sel darah merah, hewan dan manusia penyebab malaria
tropica atau tertiana.
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar
dan kejang sejak 6 jam yang lalu.
2. Sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam diikuti dengan perasaan
menggigil dan berkeringat.
3. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa
tidak nyaman pada perut, diare ringan serta BAK yang berwarna seperti kopi.
4. Sebelumnya didapat riwayat pergi ke Papua selama 3 minggu sebelum sakit.
5. Pemeriksaan fisik: kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit,
RR: 24x/menit, Temperatur:38.6 C. Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+)N,
konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-). Thorax dalam
batas normal. Abdomen: Hepar dan Lien tidak teraba. Ekstremitas: reflek
patella (+/+)N, dan reflek Babinsky (-).
6. Pemeriksaan laboratorium: Hb 4.6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal
didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit
13.800/ L. Preparat darah tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+).
Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

IV. ANALISIS MASALAH

Masalah 1

1. Apa saja macam-macam tingkat kesadaran?


Secara kualitatif
a. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )


1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) :dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) :bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) :kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS
disajikan dalam simbol EVM Selanutnya nilai-nilai
dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-
10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka
didapatkan hasil :
GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)
Jadi, berdasarkan teori diatas maka tingkat kesadaran Tn. Andi
termasuk kedalam tingkatan derilium dan GCS = 9 menandakan bahwa
Tn. Andi mengalami cidera kepala sedang.
2. Bagaimana mekanisme kejang dan tidak sadar?
a. Mekanisme kejang?
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebihan dari sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang
terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi
diotak tengah,thalamus, dan korteks serebellum dan batang otak
umumnya tidak memicu kejang.Ditingkat membran sel, focus kejang
memperlihatkan bebebrapa fenomena biokimiawi,termasuk yang
berikut:
a. Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabilaterpicu akan melepaskanmuatan
secara berlebihan
c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau
selang waktu dalamrepolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan
asetil kolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA)
d. Ketidakseimbanganion yang mengubah keseimbangan asam-basa
atau elektrolit, yangmengganggu homeostatis kimiawi neuron
segingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron.Gangguan
keseimbangan ini menyebabakan peningkatan berlebihan
neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Perubahan perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan
energy akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,kebutuhan
metabolic secara drastis meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf
motorik dapatmeningkat menjadi 1000 perdetik. Aliran darah otak
meningkat, semikian juga respirasi danglikolisis jaringan. Asetilkolin
muncul dicairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah
kejang.Asam glutamate mungkin mengalami deplesi selama aktifitas
kejang.
Kejang yang dialami oleh Tn. Andi berhubungan dengan
demam (suhu di atas 38,4 oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat atau gangguan elektrolit akut (proses ekstrakranial). Pada
keadaan demam,kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat 20%. Jadi,pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran
tadi,dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel lainnya. Dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
b. Mekanisme tidak sadar?
Merozoit yang dikeluarkan oleh sel darah merah akan melepaskan
toksin malaria berupa Glikosilfosfatidilinositol (GPI). Toksin ini akan
merangsang pelepasan TNF- dan IL-1 oleh makrofag. Serta
meningkatkan sitoadherensi (perlekatan antara EP stadium matur pada
permukaan endotel vaskular) pada endotelium mikrovaskular otak dan
rosetting (berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih
eritrosit yang non-parasit. Rosseting ini menyebabkan obstruksi aliran
darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya
sitoadherensi ) sehingga menyebabkan penyumbatan mikrovaskular
otak,suplai darah ke otak berkurang dan mengakibatkan pasien
menjadi tidak sadar.
3. Mengapa keluhan terjadi sejak 6 jam yang lalu?
Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan penderita
malaria mengalami tidak sadar dan kejang. Hal tersebut bisa
dikarenakan pasien mengalami demam dengan suhu tubuh > 40C
dalam 6 jam terakhir sehingga timbulah kejang hingga bahkan
kehilangan kesadaran. Tetapi hal tersebut juga bisa disebabkan oleh
malaria serebral yang menyerang penderita dalam 6 jam terakhir.
Malaria serebral merupakan suatu komplikasi berat akibat infeksi
Plasmodium falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi,
gangguan kesadaran, dan kejang dimana derajat penurunan kesadaran
dilakukan penilaian GCS (Glasgow Coma Skale), < 11 , atau lebih dari
30 menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit
lain.
4. Bagaimana hubungan antara umur serta jenis kelamin dengan keluhan
yang diderita Tn. Andi pada kasus ini?
Tabel 1. Distribusi Kejadian Infeksi Malaria berdasarkan
Karakteristik Individu
Variabel Infeksi Tidak Infeksi Nilai P PR
Malaria Malaria
(%) (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 54,6 46,0 0,592 1,10
Perempuan 50,9 49,1 1,00
Pendidikan
Rendah 53,0 47,0 1,60
Sedang 51,6 48,4 0,777 1,57
Tinggi 33,0 66,7 1,00
Pekerjaan
Berisiko 53,4 46,6 0,849 1,04
TidakBerisiko 51,9 48,1 1,00
Usia
Bayi 10000 0,0 1,92
Anak-anak 52,5 47,5 0,525 1,03
Dewasa 51,9 48,1 1,00
Keterangan: PR = Prevalence Ratio P = Probabilitas
Jadi, laki-laki lebih rentan terkena infeksi Plasmodium falciparum
daripada perempuan. Hal ini dikarenakan sistem imun tubuh perempuan yang
lebih kuat dibandingkan dengan sistem imun tubuh laki-laki. Sedangkan
berdasarkan usia, anak-anak dan bayi lebih rentan terinfeksi Plasmodium
falciparum dibandingkan dengan dewasa.
Masalah 2

1. Bagaimana patofisiologi:
a. Demam?
Demam merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.
Mekanisme demam :
Plasmodium akan melepaskan 18-24 merozoit kedalam sirkulasi

Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel res di limfa

Mengalami fagositosis dan filtrasi

Merozoit yang lolos akan menginvasi eritrosit

Selanjutnya parasit akan berkembang biak secara sexual di dalam


eritrosit

Parasit di dalam sel darah merah akan mengaami stadium matur

Eritrosit parasit stadium matur akan alami stadium matur

Sebagai komponen utama bila eritrosit parasit alami merogoni akan


merangsang TNFalfa dan IL-1

Akan terbawa aliran darah sampai endotel hypothalamus


Keluarkan prostaglandin

Aktivasi siklik AMP hypothalamus

Peningkatan set point hypothalamus

Hasilkan panas atau demam


b. Menggigil?
Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior
dekat dengan dinding ventrikel ketiga adalah suatu area yang disebut
pusat motorik primer untuk menggigil. Pusat ini teraktivasi saat suhu
tubuh turun bahkan hanya beberapa derajat di bawah nilai suhu kritis.
Pusat ini kemudian meneruskan sinyal yang menyebabkan menggigil
melalui traktus billateral turun ke batang otak kemudian kedalam
kolumna lateralis medulla spinalis dan akhirnya ke neuron-neuron
motorik anterior. Sinyal ini tidak teratur dan menyebabkan gerakan
otot yang sebenarnya. Sebaliknya sinyal tersebut meningkatkan tonus
otot rangka diseluruh tubuh dengan meningkatkan akltivitas neuron-
neuron motorik anterior. Ketika tonus ini meningkat diatas nilai kritis
tertentu, proses menggigil dimulai.
Menggigil merupakan kompensasi tubuh untuk meningkatkan
suhu tubuh. Pada penderita malaria terjadi di fase awal demam yaitu
stadium menggigil. Pada stadium itu hipothalamus menetapkan set
point yang lebih tinggi dari suhu tubuh, untuk mencapai set point
tersebut, tubuh melakukan proses yang dapat menghasilkan panas dan
meningkatkan suhu tubuh yaitu menggigil.
c. Berkeringat?
Rangsangan area preoptik di bagian anterior hipotalamus baik
secara listrik maupun panas yang berlebihan akan menyebabkan
berkeringat. Impuls dari area yang menyebabkan berkeringat ini
dihantarkan melalui jaras saraf otonom ke medulla spinalis dan
kemudian melalui jaras saraf simpatis mengalir ke kulit di seluruh
tubuh.
Kelenjar keringat dipersarafi oleh saraf-saraf kolinergik tetapi
juga dapat dirangsang di beberapa tempat oleh epinefrin atau
norepinefrin yang bersikulasi dalam darah. Kelenjar terdiri dari dua
bagian :

1. bagian yang bergelung di subdermis dalam yang menyekresi


keringat
2. bagian duktus yang berjalan keluar melalui dermis dan
epidermis kulit.
Bagian sekretorik kelenjar keringat (bagian yang bergelung)
memproduksi cairan yang disebut dengan secret primer. Konsentrasi
sekret primer tersebut akan dimodifikasi sewaktu melewati duktus.
Pengeluaran keringat :
1. Sekret dihasilkan oleh sel-sel epitel yang melapisi bagian yang
bergelung dari kelenjar keringat. Serabut saraf kolinergik berakhir
pada atau dekat dengan sel-sel penghasil sekret tersebut.
2. Komposisi keringat mirip dengan plasma, namun tidak mengandung
protein plasma. Keringat mengandung ion natrium dan klorida
3. Apabila kelenjar keringat ini sedikit dirangsang, sekret primer akan
berjalan lambat melalui duktus, kandungan natrium dan klorida akan
terabsorpsi lebih banyak dan tekanan osmotik berkurang sehingga
cairan banyak diserap. Konsentrasi unsur lain dalam keringat akan
semakin pekat, seperti urea, asam laktat dan ion kalium.
4. Bila kelenjar dirangsang dengan kuat, sekret primer akan disekresi
lebih banyak dengan lebih banyak natrium dan klorida. Keringat
akan mengalir lebih cepat melalui duktus sehingga cairan yang
direabsorpsi sedikit dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi
unsur lainnya(urea,asam laktat,ion kalium) sedikit.
Pada malaria, proses berkeringat terjadi untuk menurunkan
suhu, yang terjadi pada periode terakhir trias malaria atau periode
berkeringat. Hipothalamus akan menentukan set point yang lebih
rendah dari suhu tubuh. Untuk mencapai set point tersebut, tubuh
melakukan kompensasi antara lain dengan mengeluarkan keringat.
2. Mengapa keluhan terjadi sejak 10 hari yang lalu?
Masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk
dalam badan hospes sampai timbul gejala demam, biasanya 9-14 hari
untuk p. Falciparum, beratnya infeksi dan pengobatan sebelumnya atau
derajat imunitas hospes. Di samping itu juga tergantung pada cara infeksi,
yang disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya
melalui transfusi darah yang mengandung stadium aseksual. Masa tunas
intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan pertama (first attack ).
3. Bagaimana pola demam pada skenario?
Gejala klasik yang ditimbulkan dari malaria, dikenal dengan trias malaria
yang terdiri dari:
a. Periode dingin (15-60 menit). Pada periode ini, pasien mulai menggigil
dan membungkus diri dengan selimutdan pada saat menggigil, seluruh
badannya bergetar dan gigi-giginya saling terantuk, diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
b. Periode panas: penderita mukanya merah, nadinya cepat, dan panas
badan tetap tinggi untuk beberapa jam, diikuti dengan keadaan
berkeringat.
c. Periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur
turun, dan penderita merasa sehat.

Demam malaria khas sekali, mula-mula menggigil 20 60 menit (cold


stage), diikuti dengan hot stage, panas dengan suhu 40C - 41.7C selama
3 - 8 jam, lalu wet stage atau berkeringat. Masa tunas / inkubasi penyakit
ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan. Setelah masa tunas, orang
yang tertular akan mengalami demam tinggi dan menggigil selama
beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing, mual,
kemudian diikuti dengan masa bebas gejala, dimana penderita merasa
sehat seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti
di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang.

Masalah 3

1. Bagaimana patofisiologi dari keluhan:


a. Lesu
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini
akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah
diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan
pada sel darah merah sehingga produksi sel hemoglobin menjadi
berkurang dan mengakibatkan suplai oksigen ke dalam tubuh juga ikut
berkurang. Dalam keadaan tubuh yang kekurangan oksigen akan
timbul keluhan seperti lesu lemas, selain itu juga akan berdampak pada
gangguan fungsi mitokondria
Gangguan fungsi mitokondria akibat inflamasi timbul melalui 2
mekanisme, pertama mitokondria tidak dapat menggunakan oksigen
yang cukup tersedia, karena sitokin proinflamasi menghambat
kemampuan mitokondria untuk menggunakan oksigen. Mekanisme
kedua adalah mitokondria kekurangan oksigen, karena sitokin
proinflamasi secara tidak langsung mengurangi suplai oksigen ke sel
yang selanjutnya mengurangi kemampuan mitokondria untuk
menghasilkan ATP. Gangguan suplai oksigen ke sel terjadi karena
sitokin secara tidak langsung meningkatkan sekuestrasi baik eritrosit
terinfeksi maupun leukosit dan trombosit, atau peningkatan produksi
mikropartikel. Gangguan pada mitokondria menyebabkan ensefalopati,
hiperlaktatemia, dan asidosis metabolik (Nugroho, 2009).
b. Nyeri kepala
Terdapat 3 mekanisme terjadinya nyeri kepala, yaitu:
1. Infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI)
mengaktivasi makrofag mensekresikan IL2 mengaktivasi sel
Th mensekresikan IL3 mengaktivasi sel mast
mensekresikan PAF mengaktivasi faktor Hagemann sintesis
bradikinin merangsang serabut saraf (di otak) nyeri sakit
kepala.
2. Vasodilatasi pembuluh darah di otak disebabkan oleh invasi
parasit, sehingga pasokan darah ke otak berkurang, tubuh
mengkompensasi dengan melakukan vasokontriksi pembuluh darah
agar pasokan darah tercukupi. Lalu parasit yang masih ada akan
menginvasi kembali sehingga terjadi kembali vasodilatasi dan
kembali dikompensasi dengan vasokonstriksi. Terjadi berulang
ulang yang akan menimbulkan sakit kepala.
3. Manifestasi hipoksia. Adanya gumpalan (rosette) dan adhesi
endotel tehadap eritrosit yang terinfeksi parasit menyebabkan
adanya hambatan oksigenasi jaringan. Hambatan oksigenasi ini
dapat terjadi di pembuluh darah kecil pada otak. Hal ini
menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dan menimbulkan
nyeri di kepala.
c. Nyeri pada tulang dan sendi
Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi
dari pirogen eksogen yang telah mengenali bakteri maupun jamur yang
masuk ke dalam tubuh. Virus pun dapat menginduksi pirogen endogen
melalui sel yang terinfeksi. Tidak hanya mikroorganisme; inflamasi,
trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-antibodi pun mampu
menginduksi pirogen endogen.
Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan
endotel dari kapiler-kapiler di circumventricular vascular organ
sehingga meembuat konsentrasi prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat.
PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga PGE2 di
perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk
meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan
rasa nyeri di tubuh (Kasper, 2005).
d. Rasa tidak nyaman pada perut
Rasa tidak nyaman pada perut dikarenakan karena terjadinya
diare ringan pada pasien. Hal ini merupakan gejala gastrointestinal
yang ditimbulkan akibat dari adanya parasit p.falciparum pada darah
pasien.
e. Diare ringan
Diare yang terjadi pada kasus ini merupakan diare yang
disebabkan oleh gangguan sekretorik. Toxin pada dinding usus
meningkatkan sekresi air dan elektrolit kedalam usus, peningkatan isi
rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.
f. BAK berwarna seperti kopi
Hal ini disebabkan munculnya Hb pad air seni yang
menyebabkan warna air seni menjadi kecoklatan. Pada hemolisis
intravaskuler yang berat dapat terjadi hemoglobinuria.
Parasit pada plasmodium hidup didalam sel darah merah hal ini
menyebabkan sel darah merah pecah lebih banyak dari normal. Dan
terjadi hemolisis, sehingga kadar bilirubin diproduksi meningkat
sehingga bilirubin berlebihan melewati kapasitas oengangkutan
albumin dengan mudah meninggalkan sisteem sirkulasi dan masuk ke
jaringan ekstravaskuler.
Selain itu pemecahan eritrosit yang berlebihan karena
Plasmodium falciparum dapat menyebabkan struktur Hb lepas dr
struktur eritrosit sehingga ketika disaring di ginjal, Hb dapat lolos dari
saringan dan bercampur dengan urin sehingga urin berwarna
kecoklatan.

Masalah 4

1. Bagaimana hubungan riwayat pergi ke Papua dengan keluhan Tn.Andi?


Kondisi lingkungan di daerah Papua secara geografis terdiri dari rawa-
rawa, gunung berbukit-bukit, serta curah hujan, kelembapan dan suhu yang
amat mendukung penyebaran penyakit malaria. Kelembapan akan sangat
mempengaruhi pertumbuhan nyamuk Anopheles. Suhu yang tinggi juga
akan mempercepat masa inkubasi ekstrinsik. Nyamuk dan parasit malaria
sangat cepat berkembang biak pada suhu sekitar 20-27 derajat celcius
dengan kelembaban 60-80 persen. Penyebaran malaria akan tinggi pada
musim hujan, hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan
perkembangbiakan nyamuk Anopheles.
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan
terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria.
Contohnya penduduk asli daerah endemik akan lebih tahan dibandingkan
dengan transmigran yang dating dari daerah non endemis. Plasmodium
penyebab malaria memiliki masa inkubasi. Waktu sejak sporozoit masuk
sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam P. Falciparum : 9
14 hari.
Jadi, Papua merupakan daerah yang endemis terhadap malaria, ini
yang menyebabkan Tn. Andi bisa terinfeksi oleh Plasmodium falciparum.
Ditambah lagi Tn. Andi sebelum ke papua tidak menggunakan vaksin
malaria sehingga dengan mudahnya terkena infeksi Plasmodium
falciparum.
2. Mengapa keluhan baru timbul setelah 3 minggu berpergian ke Papua?
Karena kemungkinan Tn.andi terserang parasit plasmodium falciparum
di papua, dan masa inkubasi plasmodium falciparum memerlukan waktu 9-
14 hari. Sehingga keluhan mulai terasa pada 11 hari setelah berpergian dari
papua, namun setelah 3 minggu dari papua karena semakin banyaknya
parasit plasmodium falciparum yang menginfeksi sel eritrosit
mengakibatkan keluhan bertambah berat.
3. Dimana saja daerah-daerah endemik Plasmodium falciparum?
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang
merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali
tersebar di wilayah tropik, misalnya di Amerika, Asia dan Afrika.
Di Indonesia kawasan Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah
sampai Ke Utara, Maluku, Irian Jaya, dan dari lombor sampai
Nusatenggara Timur serta Timor Timur merupakan daerah Endemis
malaria dengan plasmodium falciparum.
Tingginya side positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu
daerah dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Dibagi menjadi :
- Hipoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 0-10%
- Mesoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 10-50%
- Hiperendemik : bila parasit rate atau spleen rate 50-75%
- Holoendemik : bila parasit rate atau spleen rate >75%

Berdasarkan API daerah endemis di Indonesia :

-Daerah endemis Tinggi (API >5 per 1000 Penduduk) yaitu Sumatra
Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua barat,NTT

-Daerah endemis Sedang (API 1-5 per 1000 Penduduk) yaitu Aceh,
Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa tengah
-Daerah endemis Rendah (API <0-1 per 1000 Penduduk) yaitu Pulau
Jawa, Kalimantan, Sulawesi

-Daerah Non endemis (API = 0 per 1000 Penduduk) yaitu DKI Jakarta,
Bali, Kepri

Masalah 5

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?


Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran GCS 9, menunjukkan bahwa Tn. Budi mengalami cidera
kepala sedang, dengan keterangan sebagai berikut:
GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)
Tuan budi mengalami cidera kepala ringan yang disebabkan oleh
malaria berat dengan komplikasi malaria serebral.
b. Tekanan darah Tn. Budi 110/70 mmHg
Normal
Optimal : 120/80 mmHg
Normal <130 / <85 mmHg
Hipertensi
Ringan 140-159 / 90-99 mmHg
Sedang 160-180 / 100-110 mmHg
Berat 180 110 menunjukan bahwa tekanan darah Tn. Budi
masih diambang normal.
c. Nadi 90kali permenit mengidentifikasikan bahwa nadi Tn. Budi
normal, (Normal 60-100x/menit)
d. Respiration rate: 24x/menit. Nilai normal RR adalah 16-24x/menit, hal
ini menunjukkan RR bahwa Tn. Budi masih berada di batas normal .
e. Kepala-leher :
1. Pupil isokor (kedua pupil ukurannyasama (normal) tidak ada
kelainan pada pupil.
2. RC (+) Normal
3. Konjungtiva palpebra anemis menandakan bahwa tuan budi
mengalami amenia berat dengan Hb 4,6 mg/dl (Normal Hb laki-
laki dewasa 14-18 gram/dl). Anemia disebabkan oleh pecahnya
eritrosit yang di sebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum.

4. Sklera ikterik menunjukan adanya gangguan hematologi yang


disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek (unconjugated)
dan bilirubin direk (conjugated) yang pada kasus ini disebabkan
oleh pecahnya eritrosit akibat infeksi Plasmodium falciparum.
5. Kaku kuduk (-) menunjukan bahwa tidak iritasi atau peradangan
pada meningeal.
f. Thorak dalam batas normal, tidak menunjukan deformasi
g. Pada abdomen Tn. Budi Hepar dan lian tidak teraba menunjukan
bahwa tidak ada kelainan pada organ tersebut (hepatomegali atau
splenomegali)
h. Pada ekstremitas Tn. Budi reflek patella (+) dan reflek Babinsky (-) hal
ini menunjukan bahwa tidak ada kelainan pada system neurologis.

Masalah 6

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium?


a. Hb : tidak normal.
Normal untuk laki-laki : 13,5 -18,0
Normal untuk perempuan : 12-16
b. GDS( gula darah sewaktu) : normalnya 60-100mg/dl
Jadi berdasarkan skenario, kadar GDS Tn. Andi tidak normal yaitu 145
mg/dl.
c. Preparat darah tebal: adanya ring dan gametosit berbentuk pisang
merupakan ciri-ciri dari Plasmodium falciparum. Kepadatan parasit
tidak normal, kepadatan parasit >10.000/ul menandakan anemia berat
yang merupakan komplikasi dari terinfeksi plasmodium falciparum.
d. Menghitung kepadatan parasit :
100 LP =0,2 l
13.800/l x0,2/0,2 =2760/0,2 =100 lp
1 LP =2760/100 =27,6 (++++)
(-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP
(+) SD ditemukan 1-10 parasit/100 LP
(++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP
(+++) SD ditemukan 1-10 parasit/1 LP
(++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP

2. Jelaskan morfologi Plasmodium falciparum?


Morfologi plasmodium falciparum dibagi menjadi tiga fase yaitu
trophozoite, shizont dan gametocvte. fase trophozoite merupakan fase ketika
parasit dalam proses pertumbuhan, fase shizont yaitu parasit dalam proses
pembiakan, dan fase gametocyte adalah parasit dalam proses pembentukan
kelamin.fase shizont pada plasmodium falciparum membutuhkan waktu
- fase trophozoite :
1. trophozoite muda :
eritrosit tidak membesar
parasit di tepi eritrosit (accole)
2. trophozoite matang :
eritrosit tidak membesar
parasit bentuk cincin halus
tampak lebih dari satu parasit dalam sebuah eritrosit
- fase schizont :
1. schizont muda :
eritrosit tidak membesar
parasit : jumlah inti 2-6
pigmen sudah menggumpal, warnanya hitam
2. schizont matang :
eritrosit tidak membesar
parasit :
biasanya tidak mengisi seluruh eritrosit (2/3 eritrosit)
jumlah inti : 8-24
pigmen menggumpal, warna hitam
- fase gametosit
1. makrogametosit
eritrosit tidak membesar
parasit :
bentuk pisang agak lonjong
plasma biru
inti padat, kecil
pigmen di sekitar inti
2. mikrogametosit
eritrosit tidak membesar
plasma merah muda
inti tidak padat
pigmen tersebar
3. Jelaskan cara melakukan pemeriksaan preparat darah tebal dan tipis serta
perbedaannya!
Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia
plasmodiae dari Ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:
a. Stadium Tropozoit
Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab
itu hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium
ini. Memeriksa SD malaria berarti mencari tropozoit pada SD tersebut.
Morfologi (cirri-ciri khas) inti:
1. Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik
(halus/kasar), bersifat kompak atau padat sehingga warna menjadi
kontras dan jelas.

Stadium trofozoit
Ciri-ciri :
- eritrosit : tidak membesar
- parasit bentuk cincinhalus
- tampak lebih dari satu
parasit dalam sebuah eritrosit

b. Stadium Skizon
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah :
1. Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi)
singkat sekali.
2. Bentuk sizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah
dilakukan dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).
Keadaan klinis berat pada saat sporulasi menyebabkan penderita
tidak mampu pergi ke unit kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya.
Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang mengandung sizon.
3. Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal
dari darah organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat
ditemukan.
4. Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon
harus dicari bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit
falciparum pada lapangan berikutnya untuk menentukan speciesnya.

Stadium skizon muda


Ciri-ciri:
- Eritrosit tidak membesar
- Parasit: jumlah inti 2 - 6
- pigmen sudah menggumpal,
- warnanya hitam

Stadium skizon matang


Ciri-ciri:
- eritrosit : tidak membesar
- parasit :
> biasanya tidak mengisi
seluruh eritrosit
> jumlah inti 8-24
- pigmen menggumpal
- warna hitam
c. Staduim gametosit
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :
1. Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau
paling lambat 10 hari setelah pasien mengalami demam pertama.
Adanya gametosit Parasit falciparum pasa SD memberi pengertian
pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif
mengandung gametosit.
2. Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat
dibedakan demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.
3. Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan
species Falciparum (Biggs, 2001)

Morfologi stadium makrogametosit:


ciri-ciri:
- eritrosit tidak membesar
- Parasit:
* bentuk pisang agak lonjong
* plasma biru
* inti padat, kecil
* pigmen di sekitar inti
Stadium mikrogametosit
Ciri-ciri :
-eritrosit tidak membesar:
-parasit :
* bentuk sosis
* plasma merah muda
* inti tidak padat
* pigmen tersebar
4. Bagaimana siklus hidup Plasmodium falciparum?
Infeksi penyakit malaria dimulai ketika nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke pembuluh
darah dimana sebagian besar akan menuju ke hati dalam waktu 45 menit
dan sebagian sisa kecil sisanya akan mati didalam darah. Didalam sel
parenkim hati dimulailah perkembangan aseksual. Untuk Plasmodium
falciparum, pertumbuhan aseksual ini membutuhkan waktu 5,5 hari.
Didalam parenkim hati, maka akan terbentuk schizont hati yang nantinya
akan pecah dan akan mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah. Namun
pada spesies tertentu, seperti pada Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale, sporozoit yang ada didalam sel parenkim hati akan membentuk
hipnozoit dan akan mengalami masa dormansi selama bertahun-tahun dan
hal ini lah yang dapat menyebabkan relaps pada malaria.
Dari hepatosit, parasit berkembang biak menjadi ribuan merozoit, yang
kemudian menyerang sel darah merah dan masuk ke eritrosit melalui
reseptor yang ada dipermukaannya. Reseptor untuk Plasmodium
falciparum diduga suatu glychophorins. Dalam waktu kurag dari 12 jam,
parasit berubah menjadi bentuk ring (tropozoit), sedangkan pada
Plasmodium falciparum akan berubah menjadi bentuk stereo-headphones
yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Dalam
perkembangannya, parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan
dalam metabolismenya membentuk pigment yang disebut hemozoin yang
dapat dilihat secara mikroskopis. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih
elastik dan dinding berubah menjadi lojong. Pada plasmodium falciparum,
dinding eritrosit akan emmbentuk knob yang nantinya penting dalam
proses sitoadherensi, dan rosseting. Setelah 36 jam invasi didalam eritrosit,
parasit berubah menjadi bentuk skizon dan apabila pecah akan
menghasilkan 6-36 merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus
aseksual pada Plasmodium falciparum ini berlangsung didalam tubuh
manusia dan berlangsung selama 48 jam. Sebagian merozoit berubah
menjadi bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam darah), yang
kemudiannya diambil oleh nyamuk betina. Dalam perut tengah
nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan satu sama lain,
membentuk zigot motil yang dikenal sebagai ookinet. Ookinet menembus
dan lepas dari perut tengah, kemudian membenamkan diri pada membran
perut luar. Di sini mereka terbelah berkali-kali untuk menghasilkan
sejumlah besar sporozoit halus memanjang. Sporozoit ini berpindah ke
kelenjar liur nyamuk, dan apabila terjadi hisapan darah oleh nyamuk pada
tubuh manusia, maka sporozoit ini akan masuk ke tubuh manusia dan akan
mengulaingi daur hidup aseksualnya.
5. Bagaimana patologi dan gejala klinis dari Plasmodium falciparum?
Bila nyamuk anopheles betina mengandung parasit plasmodium
falcifarum dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang beraada
didalam air liurnya masuk melalui probosis yang ditusukkan kedalam
kulit. Sporozoit segera masuk kedalam peredaran darah dan setelah
sampai 1 jam masuk kedalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh
fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati (hepatosit) menjadi trofozoit
hati dan berkembang biak. Proses ini disebut fase praeritrosit. Pada
plasmodium falcifarum tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat
menimbulkan relaps. Inti parasit membelah diri berulang-ulang dan skizon
jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi besar sampai
ukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai pembelahan sitoplasma yang
mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit.
Fase aseksual dalam darah. Merozoit yang dilepaskan oleh skizon
jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit bergantung pada
interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin dan merozoit sendiri. Sisi
anterior merozoit melekat pada membran eritrosit, kemudian membran
merozoit menebal dan bergabung dengan membran plasma eritrosit, lalu
melakukan invaginasi, membentuk vakuol dengan parasit berada
didalamnya. Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit
sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30
detik.
Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembang biak secara aseksual
melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah
diri menjadi sejumlah inti yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan
pembelahan sitoplasma untuk membentuk skizon. Skizon matang
mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdiri atas inti dan sitoplasma
yang disebut morozoit. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit pecah
dan merozoit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi). Kemudian
merozoit memasuki eritrosit baru dan generasi lain dibentuk dengan cara
yang sama. Pada daur eritrosit skizogoni berlangsung secara berulang-
ulang selama infeksi dan menimbulkan parasitemia yang meningkat
dengan cepat sampai proses dihambat oleh sistem imun.
Setelah 2 atau 3 generasi (3 sampai 15 hari ) merozoit dibentuk.
Sebagian merozoit tumbuh menjadi stadium seksual. Stadium ini disebut
gametositogenesis. Stadium seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah.
Masa tunas intrinsik adalah masa dimana parasit mulai masuk kedalam
tubuh hospes sampai timbulnya gejala. Pada P. Falcifarum masa tunas
intrinsiknya selama 9-14 hari. Penyakit mulai dengan nyeri kepala,
punggung dan ekstrimitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare
ringan. Diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamnesis riwayat
berpergian ke daerah endemis malaria.
Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung dan ekstrimitas
lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita
tampak gelisah, pikau mental (metal confusion). Demam tidak teratur dan
tidak menunjukkan priodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walau
demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Mual, muntah atau
diare menjadi lebih berat, kadang-kadang batuk oleh kelainan paru. Limpa
membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus
ringan. Kadang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin
atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia dengan
monositosis dan leukopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat
didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi segera dapat diatasi.
Sebaliknya bila tidak segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria
berat.
6. Apa diagnosis dari semua hasil pemeriksaan dan differential diagnosis?
Diagnosis: Tuan Andi menderita malaria falciparum dengan komplikasi
malaria berat, yakni malaria cerebral, anemia berat, hemoglobinuria dan
ikterus.
Diagnosis banding:
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan
sampai berat
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan denegan penyakit
infeksi lain sebagai berikut :
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala,
sakit perut (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola,
leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji widal positif
bermakna, biakan empedu positif.
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari disertai
keluhan sakit kepala,nyeri tulang, nyeri ulu hati,sering muntah, uji
torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian
hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes
serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue poditif
c. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
Batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, manifestasi
kesukaran bernafas antara lain nafas cepat, sesak nafas, tarikan
dinding dada ke dalam dan adanya stridor
d. Leptospirosis ringan
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual,
muntah, conjungtiva injeksi, dan nyeri betis menyolok.
Pemeriksaan serologi MAT atau tes leptodipstik positif
e. Infeksi virus akut lainnya.
2. Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit
infeksi lain sebagai berikut :
1. Radang otak (meningitis/ensefalitis)
Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif,
hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis
lainnya.
2. Stroke (gangguan serebrovaskular)
Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologis
lateralisasi (hemiparesis/hemiplegia), tanpa panas, ada penyakit
yang mendasari (hipertensi, DM dan lain-lain)
3. Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-
tanda demam tifoid lainnya.
4. Hepatitis
Prodormal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak
bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau
kulit kuning, urin seperti the. Kadar SGOT dan SGPT meningkat >5 x
5. Leptospirosis berat
Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat
pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis, leukositosis,
gagal ginjal dan sembuh dengan pemberian antibiotik
6. Glomerulonefritis akut atau kronik
Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon
terhadap pengobatan malaria secara dini dan adekuat
7. Sepsis
Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran,
gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung
hasil biakan mikrobiologi
8. Demam berdarah dengue atau DSS
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari disertai syok atau tanpa
syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati,
manifestasi perdarahan, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan
jumlah trombosit dan peninggian hemoglobun dan hematokrit, tes
serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.
7. Apa saja dan jelaskan pemeriksaan penunjang untuk Plasmodium
falciparum?
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi Plasmodium falciparum
selain dengan apusan darah tipis dan apusan darah tebal, salah satunya
adalah Rapid Diagnostic Test (RDT). Mekanisme kerja RDT ialah
pendeteksian antigen parasit malaria dengan menggunakan metode
imunokromatografi. Adapun tes yang lebih canggih dan akurat ialah
Polymerase Chain Reaction (PCR). Adapun pemeriksaan penunjang untuk
malaria berat, yaitu hemoglobin dan hematokrit, hitung jumlah leukosit
dan trombosit, kimia darah (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT,
alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,
serta analisis gas darah), EKG, Foto Thoraks, Analisis Cairan
Serebrospinalis, Biakan Darah dan Uji Serologi, serta Urinalisis.
8. Bagaimana tatalaksana dari Plasmodium falciparum?

1. Pemberian Obat Anti Malaria (OAM)

Setelah diagnosa malaria ditegakkan biasanya dijumpai Plasmodium


falciparum sebagai penyebab malaria berat. Penggunaan OAM pada malaria
berat berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan
daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah. Oleh
karenanya sering dipilih pemakaian obat per parenteral. Karena
meningkatnya resistensi klorokuin maka WHO tahun 2006
merekomendasikan pengobatan malaria dengan menggunakan obat ACT
(Artemisin base Combination Therapy) sebagai lini pertama pengobatan
malaria, baik malaria tanpa komplikasi atau malaria berat.5

a. Derivat Artemisinin

Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat,


mengingat keberhasilan selama ini dan mulai didapatkannya kasus malaria
falsiparum yang resisten terhadap klorokuin. Sejak tahun 2006 WHO
merekomendasikan terapi Artemisin sebagai lini pertama untuk terapi
malaria berat.11.22 Golongan artemisin yang dipakai untuk pengobatan
malaria berat

Tabel 1. Dosis obat anti malaria pada malaria berat


OBAT DOSIS
ANTIMALARIA
Derivat Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, selanjutnya
Artemisinin 1,2 mg/kg setelah 12 jam, kemudian 1,2 mg/kg/hari
selama 6 hari, jika pasien dapat makan, obat dapat
diberikan oral
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I
selanjutnya 1,6 mg/kg/hari (biasanya diberikan 160 mg
dilanjutkan dengan 80 mg) sampai pasien dapat makan,
obat dapat diberikan oral dengan kombinasi Artesunat dan
Amodiaquin selama 3 hari.
Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3
hari.

KINA Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg BB


diencerkan dalam 10 ml/kg BB (2mg/ml) dektrose 5%
atau dalam infuse dektrose dalam 4 jam.
Dosis Maintenen : Kina dihidrokhlorida 10 mg /kgBB
diencerkan dalam 10 ml/kg BB (1mg/ml ) dektrose 5 %
,pada orang dewasa dosis dapat diulang tiap 8 jam dan
pada anakanak tiap 2 jam, diulang tiap 12 jam, sampai
pasien dapat makan.
Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7
hari.
Di Norway Maret 2008, 9 orang pasien dengan malaria berat diterapi
dengan Artesunat salah satu pasien adalah ibu hamil trimester III, 7 orang
kombinasi Artesunate dengan Doksisiklin, I orang dengan Artesunate saja
dan satu orang dengan kombinasi Artesunate dengan Klindamisin, semua
pasien sembuh dan tidak ada relap setelah 4 minggu terapi.

Suatu penelitian besar di Asia tahun 2007 yang membandingkan


terapi Artesunate intravena dengan kina pada 1461 pasien malaria berat
dimana Artesunate lebih bermanfaat menurunkan angka kematian, dimana
dengan terapi Artensunate angka kematian 15 % dibanding dengan kinin
angka kematian 22 %, disamping efek samping Artesunate lebih rngan dari
kina seperti hipoglikemia. Suatu penelitian Sequamat di Bangladesh,
Myanmar, Indonesia, India mendapatkan penurunan angka kematian 34,7 %
dengan menggunakan Artesunate dibandingkan dengan terapi Kina intra
vena.
b. Kina (kina HCI/dihidro-klorida/kinin Antipirin)

Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua
jenis plasmodium dan efektif
sebagai schizontocidal maupun gametocidal. Dipilih sebagai obat utama
untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P. falciparum yang
resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat dan cukup aman.

1. Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina
atau meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita
dengan pemanjangan QT interval / aritmia.
2. Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak
memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada
2 tempat suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8
jam sampai penderita dapat minum per oral.
3. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya
perlu diperiksa gula darah 8-12 jam.
4. Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita hamil.
5. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan
fungsi hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya
Pada penelitian di Minahasa ternyata dosis awal 500 mg/8jam per
infusmemberikan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dosis awal
1000mg. Di AS untuk daerah yang tidak resisten dengan klorokuin, klorokuin
masih merupakan pilihan untuk terapi malaria berat, sedangkan untuk daerah
yang resisten dapat diberikan kombinasi Atovaquane dan Proguanil,
kombinasi kinin oral dengan tetrasiklin/doksisiklin/klindamisin atau
meflokuin.
c. Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman
dan efektif. Dosis loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan isotonik
diberikan dalam 4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam
tiap 8 jam, dilanjutkan per oral setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi
resistensi terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan
kina.
d. Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P.
falciparum yang sensitif terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dosis loading :
klorokuin 10 mg basa/Kg BB dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam
diulang 3 x. Bila cara per infus tidak memungkinkan dapat diberikan secara
i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg BB klorokuin basa tiap 6 jam, dan
2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.
e. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
1) Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin
2) Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetamin
2. Exchange transfusion (transfusi ganti)
Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi dari
43% menjadi 1%. Penelitian MILLER melaporakan kegunaan terapi untuk
menurunkan parasitemia pada malaria berat. Tindakan ini berguna
mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin parasit, serta
memperbaiki anemia.
Indikasi Tranfusi tukar (Rekomendasi CDC) :4
1. Parasitemia >30 % tanpa komplikasi berat
2. Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat
3. Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan.
Komplikasi tranfusi tukar 20
1. Overload cairan.
2. Demam, reaksi alergi
3. Kelainan metabolic (hipokalsemia)
4. Penyebaran infeksi.
Pengobatan Komplikasi
Pengobatan malaria serebral
a. Pemberian steroid pada malaria serebral, justru
memperpanjang lamanya koma dan menimbulkan banyak efek samping
seperti pneumoni dan perdarahan gastro intestinal
b. Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine dan
hiperimunglobulin tidak terbukti berpengaruh dengan mortalitas.
c. Anti TNF, pentoxifillin, desferioxamin, prostasiklin,
asetilsistein merupakan obat-obatan yang pernah dicoba untuk malaria
serebral
d. Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v)
Penanganan anemia
Bila anemia kurang dari 5gr% atau hematokrit kurang dari 15%
diberikan transfusi darah whole blood atau packed cell
6. Bagaimana cara pencegahan dari Plasmodium falciparum?
PENCEGAHAN PRIMER
1. Tindakan terhadap manusia
a. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus
diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja
di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan
tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang
terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan
malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.
b. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan
penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
c. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan
nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan
kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk
mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
d. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah
mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya
mengigit.
2. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif
mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan
sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu
kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit
nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan
sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di
Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif
maksimal untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang
dewasa adalah 100 gram basa.
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang
berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu;
mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis
malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal
di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah
tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20
minggu dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko
tinggi malaria dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka
upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai
pertimbangan alternatif terhadap pemberian pengobatan profilaksis jangka
panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat besar.
3. Tindakan terhadap vector
a. Pengendalian Mekanik
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga
dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi
sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi
kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada
jendela dan jalan angin lainnya.
a. Pengendalian secara Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan
makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan
hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara
biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa
menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara ikan
pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan
sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini
sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai
mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis
merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan
Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu
memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat
yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus
adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai
sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai
tameng untuk melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan
menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat
dengan rumah).
b. Pengendalian secara Mekanik
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga
mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan
kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi
secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi
berkembang pesa
PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Pencarian penderita manusia
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini
penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan
konfirmasi diagnosis mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test))
dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan
kunjungan kasus malaria.
2. Diagnosis Dini
3. Pengobatan yang tepat dan adekuat
PENCEGAHAN TERTIER
1. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
2. Rehabilitasi mental atau psikologis
V. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

VI. LEARNING ISSUES

No Topic What I What I What I have How I learn


know dont know to prove
1 Plasmodium Etiologi, Siklus Morfologi, Text Book,
falciparum epidemiologi, hidup, siklus hidup, Jurnal,
morfologi patologi dan patologi, gejala artikel
gejala klinis klinis ilmiah,
internet
2 Malaria Klasifikasi, Patogenesis, Penyulit Text Book,
pencegahan tatalaksana, pemberat Jurnal,
prognosis, malaria, artikel
pemeriksaan patologi dan ilmiah,
gejala klinis, internet
pengobatan,
prognosis
VII. SINTESIS
1. Plasmodium falciparum
a. Morfologi
Morfologi plasmodium falciparum dibagi menjadi tiga fase yaitu
trophozoite, shizont dan gametocvte. fase trophozoite merupakan fase ketika
parasit dalam proses pertumbuhan, fase shizont yaitu parasit dalam proses
pembiakan, dan fase gametocyte adalah parasit dalam proses pembentukan
kelamin.fase shizont pada plasmodium falciparum membutuhkan waktu
- fase trophozoite :
3. trophozoite muda :
eritrosit tidak membesar
parasit di tepi eritrosit (accole)
4. trophozoite matang :
eritrosit tidak membesar
parasit bentuk cincin halus
tampak lebih dari satu parasit dalam sebuah eritrosit
- fase schizont :
3. schizont muda :
eritrosit tidak membesar
parasit : jumlah inti 2-6
pigmen sudah menggumpal, warnanya hitam
4. schizont matang :
eritrosit tidak membesar
parasit :
biasanya tidak mengisi seluruh eritrosit (2/3 eritrosit)
jumlah inti : 8-24
pigmen menggumpal, warna hitam
- fase gametosit
3. makrogametosit
eritrosit tidak membesar
parasit :
bentuk pisang agak lonjong
plasma biru
inti padat, kecil
pigmen di sekitar inti
4. mikrogametosit
eritrosit tidak membesar
plasma merah muda
inti tidak padat
pigmen tersebar
b. Siklus hidup

Infeksi penyakit malaria dimulai ketika nyamuk anopheles betina


menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke pembuluh
darah dimana sebagian besar akan menuju ke hati dalam waktu 45 menit
dan sebagian sisa kecil sisanya akan mati didalam darah. Didalam sel
parenkim hati dimulailah perkembangan aseksual. Untuk Plasmodium
falciparum, pertumbuhan aseksual ini membutuhkan waktu 5,5 hari.
Didalam parenkim hati, maka akan terbentuk schizont hati yang nantinya
akan pecah dan akan mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah. Namun
pada spesies tertentu, seperti pada Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale, sporozoit yang ada didalam sel parenkim hati akan membentuk
hipnozoit dan akan mengalami masa dormansi selama bertahun-tahun dan
hal ini lah yang dapat menyebabkan relaps pada malaria.
Dari hepatosit, parasit berkembang biak menjadi ribuan merozoit, yang
kemudian menyerang sel darah merah dan masuk ke eritrosit melalui
reseptor yang ada dipermukaannya. Reseptor untuk Plasmodium
falciparum diduga suatu glychophorins. Dalam waktu kurag dari 12 jam,
parasit berubah menjadi bentuk ring (tropozoit), sedangkan pada
Plasmodium falciparum akan berubah menjadi bentuk stereo-headphones
yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Dalam
perkembangannya, parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan
dalam metabolismenya membentuk pigment yang disebut hemozoin yang
dapat dilihat secara mikroskopis. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih
elastik dan dinding berubah menjadi lojong. Pada plasmodium falciparum,
dinding eritrosit akan emmbentuk knob yang nantinya penting dalam
proses sitoadherensi, dan rosseting. Setelah 36 jam invasi didalam eritrosit,
parasit berubah menjadi bentuk skizon dan apabila pecah akan
menghasilkan 6-36 merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus
aseksual pada Plasmodium falciparum ini berlangsung didalam tubuh
manusia dan berlangsung selama 48 jam. Sebagian merozoit berubah
menjadi bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam darah), yang
kemudiannya diambil oleh nyamuk betina. Dalam perut tengah
nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan satu sama lain,
membentuk zigot motil yang dikenal sebagai ookinet. Ookinet menembus
dan lepas dari perut tengah, kemudian membenamkan diri pada membran
perut luar. Di sini mereka terbelah berkali-kali untuk menghasilkan
sejumlah besar sporozoit halus memanjang. Sporozoit ini berpindah ke
kelenjar liur nyamuk, dan apabila terjadi hisapan darah oleh nyamuk pada
tubuh manusia, maka sporozoit ini akan masuk ke tubuh manusia dan akan
mengulaingi daur hidup aseksualnya.
c. Epidemiologi
Malaria dapat ditemukan mulai dari belahan bumi utara (Amerika
Utara sampai Eropa danAsia) ke belahan bumi selatan (Amerika Selatan);
mulai dari daerah dengan ketinggian 2850m sampai dengan daerah yang
letaknya 400m di bawah permukaan laut.Keadaan malaria di dunia saat ini
diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus malaria klinis/tahun dengan 1,5-
2,7 juta kematian. Sebanyak 90% kematian terjadi pada anak-anak
denganrasio 1: 4 anak balita di Afrika meninggal karena malaria.Di Asia
Tenggara negara yang termasuk wilayah endemi malaria adalah :
Bangladesh,Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal,
Srilanka, dan Thailand. Di Indonesiamalaria ditemukan tersebar luas pada
semua pulau dengan derajar dan berat infeksi yangbervariasi. Menurut data
yang berkembang hampir separuh dari populasi Indonesiabertempat
tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus
malariasetiap tahunnya.Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara
autokton, impor, induksi, introduksi, atau reintroduksi.Di daerah yang
autokton, siklus hidup malaria dapat berlangsung karena adanya manusia
yang rentan, nyamuk dapat menjadi vektor dan ada parasitnya. Introduksi
malaria timbul karena adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor.
Malaria reintroduksi bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya
sudah dilakukan eradikasi malaria. Malaria impor terjadi bila infeksinya
berasal dari luar daerah (daerah endemi malaria). Malaria induksi
bilakasus berasal dari transfusi darah, suntikan, atau kongenital yang
tercemar malaria.Keadaan malaria di daerah endemi tidak sama. Derajat
endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa, angka
parasit, dan angka sporozoit, yang disebut angka malariometri.Sifat
malaria juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, yang
tergantung pada beberapa faktor, yaitu : parasit yang terdapat pada
pengandung parasit, manusia yang rentan, nyamuk yang dapat menjadi
vektor, dan lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup
masing-masing.
Penularan malaria kebanyakan berlangsung secara alami, yaitu melalui
gigitan nyamukAnopheles betina. Waktu antara nyamuk menghisap darah
yang mengandung gametositsampai mengandung sporozoit dalam kelenjar
liuarnya, disebut masa tunas ekstrinsik.Sporozoit adalah bentuk infektif.
Infeksi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:1. Secara alami melalui vektor,
bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengantusukan
nyamuk2. Secara induksi, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara
tidak sengaja masuk dalambadan manusia.Walaupun jarang. Penularan
malaria mungkin terjadi melalui transfusi darah dan atautransplantasi
sumsum tulang, melalui semprit injeksi yang terkontaminasi parasit
malaria(pada pecandu narkotik). Walaupun juga jarang, penularan bisa
terjadi secara kongenitalselama bayi masih dalam kandungan, karena
berpindahnya infeksi malaria dari ibu kebayinya melalui peredaran darah
plasenta (malaria kongenital).
Hospes Reservoar dari malaria adalah manusia. Parasitemia dengan
fase aseksual dan gametositemia pada malaria falciparum pada orang yang
memiliki kekebalan yang tinggi bisa berlangsung tanpa gejala selama
berbulan-bulan. Begitu pula relaps atau kekambuhan malaria vivax
menjadi lebih ringan dengan meningkatnya imunitas penderita. Penderita
yang asimtomatik yang memiliki gametosit dalam darahnya bisa menjadi
sumber penularan dengan perantaraan nyamuk vektornya. Bila terjadi
gangguan pada keseimbangan hospes parasit, misalnya karena pertahanan
tubuh yang menurun pada trauma yang berat, respon imun yang melemah
sesudah operasi pengangkatan limpa, parasit malaria tidak bisa
dipertahankan dalam kondisi terkendalisehingga terjadi serangan akut
malaria
Vektor Malaria adalah nyamuk Anopheles. Di bumi ini hidup sekitar
400 spesies nyamuk Anopheles, tetapi hanya 60 spesies berperansebagai
vektor malaria yang alami. Di indonesia ditemukan 80 spesies nyamuk
Anopheles,tetapi hanya 16 spesies yang berperan sebagai vektor malaria.
Di Jawa dan Bali, Anophelessundaicus dan Anopheles aconitus merupakan
vektor malaria utama, dan Anophelessubpictus dan Anopheles maculatus
sebagai vektor sekunder. Lama hidup nyamuk dipengaruhi oleh kombinasi
beberapa faktor, terutama faktor suhu dan kelembaban udara.Oleh karena
itu, tingkat penularan malaria tergantung pada beberapa faktor biologis dan
klimatis, yang menyebabkan timbulnya fluktuasi dalam lama dan
intensitas penularan malariadalam tahun yang sama atau diantara dua
tahun yang berbeda. Untuk bisa berperan sebagai vektor malaria, suatu
strain Anopheles harus mempunyai kebiasaan mengigit manusia danhidup
cukup lama untuk memberi waktu yang diperlukan oleh parasit malaria
untuk menyelesaikan siklus hidupnya sampai menghasilkan bentuk
infektif, dan sesudah itu menggigit manusia lagi. Kebiasaan mengigit
nyamuk, menentukan potensinya sebagai vektor malaria. Suhu lingkungan
berpengaruh terhadap kecepatan perkembangan parasit malaria dalam
tubuh nyamuk. Hal ini menyebabkan intensitas penulran malaria paling
tinggi menjelang akhir musim penghujan, dengan populasi nyamuk
meningkat secara signifikan.

2. Malaria
a. Klasifikasi
Jenis-jenis Malaria digolongkan menjadi 4, yaitu:
1. Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana
penderita merasakan demam muncul setiap hari ketiga. Merupakan
penyebab kira-kira 43% kasus malaria pada manusia
2. Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita
merasakan demam setiap hari keempat. Menyebabkan kira-kira 7%
malaria didunia.
3. Malaria tropica, disebabkan oleh Plasmodium falciparum,
merupakan malaria yang paling patogenik dan seringkali berakibat
fatal. Jenis penyakit malaria ini adalah yang terberat, karena dapat
menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria
(malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan,
sesak nafas, dll. Penderita Malaria jenis ini mengalami demam tidak
teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan
memasuki fase koma dan kematian yang mendadak.
4. Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium ovale. Malaria jenis
ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik
Barat.
b. Patogenesis
Bila nyamuk anopheles betina mengandung parasit plasmodium
falcifarum dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang beraada
didalam air liurnya masuk melalui probosis yang ditusukkan kedalam
kulit. Sporozoit segera masuk kedalam peredaran darah dan setelah
sampai 1 jam masuk kedalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh
fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati (hepatosit) menjadi trofozoit
hati dan berkembang biak. Proses ini disebut fase praeritrosit. Pada
plasmodium falcifarum tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat
menimbulkan relaps. Inti parasit membelah diri berulang-ulang dan skizon
jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi besar sampai
ukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai pembelahan sitoplasma yang
mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit.

Fase aseksual dalam darah. Merozoit yang dilepaskan oleh skizon


jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit bergantung pada
interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin dan merozoit sendiri. Sisi
anterior merozoit melekat pada membran eritrosit, kemudian membran
merozoit menebal dan bergabung dengan membran plasma eritrosit, lalu
melakukan invaginasi, membentuk vakuol dengan parasit berada
didalamnya. Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit
sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30
detik.
Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembang biak secara aseksual
melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah
diri menjadi sejumlah inti yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan
pembelahan sitoplasma untuk membentuk skizon. Skizon matang
mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdiri atas inti dan sitoplasma
yang disebut morozoit. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit pecah
dan merozoit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi). Kemudian
merozoit memasuki eritrosit baru dan generasi lain dibentuk dengan cara
yang sama. Pada daur eritrosit skizogoni berlangsung secara berulang-
ulang selama infeksi dan menimbulkan parasitemia yang meningkat
dengan cepat sampai proses dihambat oleh sistem imun.
Setelah 2 atau 3 generasi (3 sampai 15 hari ) merozoit dibentuk.
Sebagian merozoit tumbuh menjadi stadium seksual. Stadium ini disebut
gametositogenesis. Stadium seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah.
Masa tunas intrinsik adalah masa dimana parasit mulai masuk kedalam
tubuh hospes sampai timbulnya gejala. Pada P. Falcifarum masa tunas
intrinsiknya selama 9-14 hari. Penyakit mulai dengan nyeri kepala,
punggung dan ekstrimitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare
ringan. Diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamnesis riwayat
berpergian ke daerah endemis malaria.
Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung dan ekstrimitas
lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita
tampak gelisah, pikau mental (metal confusion). Demam tidak teratur dan
tidak menunjukkan priodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walau
demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Mual, muntah atau
diare menjadi lebih berat, kadang-kadang batuk oleh kelainan paru. Limpa
membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus
ringan. Kadang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin
atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia dengan
monositosis dan leukopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat
didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi segera dapat diatasi.
Sebaliknya bila tidak segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria
berat.
c. Pencegahan
PENCEGAHAN PRIMER
Tindakan terhadap manusia
Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang
harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan
bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan
tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang
terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan
malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.
Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan
memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan
malaria.
Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan
nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan
kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk
mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah
mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya
mengigit.
Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif
mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat
menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya
tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit
jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria
yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin,
meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan
sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk pengobatan pencegahan
dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang
yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap
minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan
perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama
dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4
minggu setelah kembali dari daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari
12-20 minggu dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di
daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi penularan malaria yang
bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk
perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian
pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi
efek samping sangat besar.
Tindakan terhadap vector
Pengendalian Mekanik
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga
dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang
menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah
mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat
nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
Pengendalian secara Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan
makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau
penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan
pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi
secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap
nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk
betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara
komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk.
Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak
digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing
nematode yang mampu memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat
yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An.
aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang
(ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat
digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan An.
aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah
(bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).
Pengendalian secara Mekanik
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga
mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan
kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi
secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi
berkembang pesa

PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencarian penderita manusia
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan
dini penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan
konfirmasi diagnosis mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis
Test)) dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan
pelaporan kunjungan kasus malaria.
Diagnosis Dini
Pengobatan yang tepat dan adekuat

PENCEGAHAN TERTIER

Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria


Rehabilitasi mental atau psikologis
d. Tata laksana
Penanganan malaria berat yang cepat dan benar akan
menyelamatkan penderita dari kematian. Untuk itu diperlukan
pengetahuan yang luas tentang manifestasi malaria berat, evaluasi fungsi
organ yang terlibat, deteksi parasit dengan cepat serta langkah-langkah
tindakan dan pengobatan. Penanganan Malaria berat secara garis besar
terdiri dari 3 komponen, yaitu 9:13.16.19.20
A. Tindakan Umum
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah
malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan dugaan
malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu:
1. Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan dan
nutrisi
2. Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur
3. Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena over
hidrasi
4. Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam.
Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.
5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.
6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
7. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi trendelenburg,
perhatikan warna dan temperatur kulit
8. Cegah hiperpireksi
9. Pemberian cairan: oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila tidak
ada dehidrasi
10. Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan garam
11. Perhatiksn kebersihan mulut
12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi
13. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan
14. Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas lembab
15. Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin,
letakkan posisi kepala sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering
dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati.
B. Pengobatan Untuk Parasit Malaria
1. Pemberian Obat Anti Malaria (OAM)

Setelah diagnosa malaria ditegakkan biasanya dijumpai


Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria berat. Penggunaan
OAM pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa karena pada
malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan
bertahan cukup lama di darah. Oleh karenanya sering dipilih
pemakaian obat per parenteral. Karena meningkatnya resistensi
klorokuin maka WHO tahun 2006 merekomendasikan pengobatan
malaria dengan menggunakan obat ACT (Artemisin base Combination
Therapy) sebagai lini pertama pengobatan malaria, baik malaria tanpa
komplikasi atau malaria berat.5

a. Derivat Artemisinin

Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan


malaria berat, mengingat keberhasilan selama ini dan
mulai didapatkannya kasus malaria falsiparum yang
resisten terhadap klorokuin. Sejak tahun 2006 WHO
merekomendasikan terapi Artemisin sebagai lini
pertama untuk terapi malaria berat.11.22 Golongan
artemisin yang dipakai untuk pengobatan malaria berat

Tabel 1. Dosis obat anti malaria pada malaria berat

OBAT DOSIS
ANTIMALARIA

Derivat Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV,


Artemisinin selanjutnya 1,2 mg/kg setelah 12 jam, kemudian
1,2 mg/kg/hari selama 6 hari, jika pasien dapat
makan, obat dapat diberikan oral

Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada


hari I selanjutnya 1,6 mg/kg/hari (biasanya
diberikan 160 mg dilanjutkan dengan 80 mg)
sampai pasien dapat makan, obat dapat diberikan
oral dengan kombinasi Artesunat dan Amodiaquin
selama 3 hari.

Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular


untuk 3 hari.

KINA Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg


BB diencerkan dalam 10 ml/kg BB (2mg/ml)
dektrose 5% atau dalam infuse dektrose dalam 4
jam.

Dosis Maintenen : Kina dihidrokhlorida 10 mg


/kgBB diencerkan dalam 10 ml/kg BB (1mg/ml )
dektrose 5 % ,pada orang dewasa dosis dapat
diulang tiap 8 jam dan pada anakanak tiap 2 jam,
diulang tiap 12 jam, sampai pasien dapat makan.

Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam


sampai 7 hari.

Di Norway Maret 2008, 9 orang pasien dengan malaria


berat diterapi dengan Artesunat salah satu pasien adalah ibu
hamil trimester III, 7 orang kombinasi Artesunate dengan
Doksisiklin, I orang dengan Artesunate saja dan satu orang
dengan kombinasi Artesunate dengan Klindamisin, semua
pasien sembuh dan tidak ada relap setelah 4 minggu terapi.
Suatu penelitian besar di Asia tahun 2007 yang
membandingkan terapi Artesunate intravena dengan kina pada
1461 pasien malaria berat dimana Artesunate lebih bermanfaat
menurunkan angka kematian, dimana dengan terapi
Artensunate angka kematian 15 % dibanding dengan kinin
angka kematian 22 %, disamping efek samping Artesunate
lebih rngan dari kina seperti hipoglikemia.
Suatu penelitian Sequamat di Bangladesh, Myanmar,
Indonesia, India mendapatkan penurunan angka kematian 34,7
% dengan menggunakan Artesunate dibandingkan dengan
terapi Kina intra vena.

b. Kina (kina HCI/dihidro-klorida/kinin Antipirin)

Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif


untuk semua jenis plasmodium dan efektif
sebagai schizontocidal maupun gametocidal. Dipilih sebagai
obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat
terhadap P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin, dapat
diberikan dengan cepat dan cukup aman.
1. Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang
telah mendapat kina atau meflokuin 24 jam sebelumnya,
penderita usia lanjut atau penderita dengan pemanjangan QT
interval / aritmia.
2. Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila
melalui infus tidak memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg
BB diberikan i.m terbagi pada 2 tempat suntikan, kemudian
diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai penderita
dapat minum per oral.
3. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya
hipoglikemi karenanya perlu diperiksa gula darah 8-12 jam
4. Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita
hamil.
5. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada
perbaikan, atau gangguan fungsi hepar/ginjal belum membaik,
dosis dapat diturunkan setengahnya
Pada penelitian di Minahasa ternyata dosis awal 500
mg/8jam per infusmemberikan mortalitas yang lebih rendah
dibandingkan dosis awal 1000mg.
Di AS untuk daerah yang tidak resisten dengan
klorokuin, klorokuin masih merupakan pilihan untuk terapi
malaria berat, sedangkan untuk daerah yang resisten dapat
diberikan kombinasi Atovaquane dan Proguanil, kombinasi
kinin oral dengan tetrasiklin/doksisiklin/klindamisin atau
meflokuin.

c. Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin
cukup aman dan efektif. Dosis loading 15mg basa/kg BB dalam
250 cc cairan isotonik diberikan dalam 4 jam, diteruskan
dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan
per oral setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi
resistensi terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung
dibandingkan kina.
d. Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif
terhadap P. falciparum yang sensitif terhadap klorokuin.
Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak
mengganggu kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg
basa/Kg BB dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang
3 x. Bila cara per infus tidak memungkinkan dapat diberikan
secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg BB klorokuin
basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.
e. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
1) Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin
2) Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetamin
2. Exchange transfusion (transfusi ganti)

Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi


dari 43% menjadi 1%. Penelitian MILLER melaporakan kegunaan
terapi untuk menurunkan parasitemia pada malaria berat. Tindakan ini
berguna mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin
parasit, serta memperbaiki anemia.
Indikasi Tranfusi tukar (Rekomendasi CDC) :4
1. Parasitemia >30 % tanpa komplikasi berat
2. Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat
3. Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan.
Komplikasi tranfusi tukar 20
1. Overload cairan.
2. Demam, reaksi alergi
3. Kelainan metabolic (hipokalsemia)
4. Penyebaran infeksi.
C. Pengobatan Komplikasi
-Pengobatan malaria serebral
a. Pemberian steroid pada malaria serebral, justru memperpanjang
lamanya koma dan menimbulkan banyak efek samping seperti
pneumoni dan perdarahan gastro intestinal
b. Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine dan
hiperimunglobulin tidak terbukti berpengaruh dengan
mortalitas.
c. Anti TNF, pentoxifillin, desferioxamin, prostasiklin, asetilsistein
merupakan obat-obatan yang pernah dicoba untuk malaria
serebral
d. Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v)
- Penanganan anemia
Bila anemia kurang dari 5gr% atau hematokrit kurang dari 15%
diberikan transfusi darah whole blood atau packed cell
e. Prognosis
Infeksi Plasmodium Palcifarum tanpa komplikasi prognosisnya
cukup baik apabila dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakukan
observasi hasil pengobatan. Apabila infeksi semakin berat disertai
komplikasi prognosisnya cukup buruk. Mortalitas malaria berat masih
cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tegantung dengan umur penderita,
status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan
diagnosis dan pengobatan. Prognosis penderita malaria tropikana berat
akan jauh lebih baik bila penderita sudah ditangani dalam 48 jam sejak
masuk ke stadium berat.
f. Pemeriksaan
-Pemeriksaan Fisik
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK
--> Dilakukan dengan 4 cara : Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
1. Inspeksi
---> Adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat .
Langkah kerja :
Atur pencahayaan yang cukup
Atur suhu dan suasana ruangan nyaman
Posisi pemeriksa sebelah kanan pasien
Buka bagian yang diperiksa
Perhatikan kesan pertama pasien : perilaku, ekspresi, penanmpilan umum,
pakainan, postur tubuh, dan gerakan dengan waktu cukup.
Lakukan inspeksi secara sistematis, bila perlu bandingkan bagian sisi tubuh
pasien.
2. Palpasi
Adalah pemeriksaan dengan perabaan, menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan
tangan.
Cara kerja :
Daerah yang diperiksa bebas dari gangguan yang menutupi
Cuci tangan
Beritahu pasien tentang prosedur dan tujuannnya
Yakinkan tangan hangat tidak dingin
Lakukan perabaan secara sistematis , untuk menentukan ukuran, bentuk,
konsistensi dan permukaan :
Jari telunjuk dan ibu jari --> menentukan besar/ukuran
Jari 2,3,4 bersama --> menentukan konsistensi dan kualitas benda
Jari dan telapak tangan --> merasakan getaran
Sedikit tekanan --> menentukan rasa sakit
3. Perkusi
Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan cara perantara jari
tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ didalam tubuh.
Cara Kerja :
Lepas Pakaian sesuai dengan keperluan
Luruskan jari tengah kiri , dengan ujung jari tekan pada permukaan yang akan
diperkusi.
Lakukan ketukan dengan ujung jari tengah kanan diatas jari kiri, dengan lentur
dan cepat, dengan menggunakan pergerakan pergelangan tangan.
Lakukan perkusi secara sistematis sesuai dengan keperluan.
4. Auskultasi
Adalah pemeriksaan mendengarkan suara dalam tubuh dengan menggunakan alat
stetoskop.
STETOSKOP
Bagian-bagian stetoskop :
Ear Pieces --> dihubungkan dengan telinga
Sisi Bell ( Cup ) --> pemeriksaan thorak atau bunyi dengan nada rendah
Sisi diafragma ( membran ) --> Pemeriksaan abdomen atau bunyi dengan nada tinggi.
Cara Kerja :
Ciptakan suasana tenang dan aman
Pasang Ear piece pada telinga
Pastikan posisi stetoskop tepat dan dapat didengar
Pada bagian sisi membran dapat digosok biar hangat
Lakukan pemeriksaan dengan sistematis sesuai dengan kebutuhan.
PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER
KEPALA
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri
2. Bila pakai kaca mata dilepas
3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala
4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.
MATA
A. Bola mata
Cara Kerja :
1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus, strabismus.
2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus.
3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk
mengetahui fungsi otot gerak mata.
B. Kelopak Mata
1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok,
lesi, xantelasma.
2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata
C. Konjungtiva, sclera dan kornea
1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan
2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat adanya kelainan
: anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )
3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan (
norma : putih )
4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam transparan
dan jernih )
D. Pemeriksaan pupil
1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial
3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan
kanan dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm
Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis
E. Pemeriksaan tekanan bola mata
Tampa alat :
Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat adanya
ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.
Dengan alat :
Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )
F. Pemeriksaan tajam penglihatan
1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak hurup yang
ditunjuk perawat.
3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata ( atau
dengan alat penutup ).
4. Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai bawah.
5. tentukan tajam penglihatan pasien
G. Pemeriksaan lapang pandang
1. perawat berdiri di depan pasien
2. bagian yang tidak diperiksa ditutup
3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )
4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan
5. jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari
TELINGA
Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani
1. Atur posisi pasien duduk
2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya
lesi atau bejolan.
3. tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya : lesi,
cerumen, dan cairan yang keluar.
4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.catat adanya nyeri
telinga.
5. Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang telinga
dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang.
6. Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. (
normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh )
7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.
Pemeriksaan fungsi pendengaran
Tujuan :
menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli persepsi atau
konduksi.
Tehnik pemeriksaan :
1. Voice Test ( tes bisik )
Cara Kerja :
Dengan suara bilangan
1. perawat di belakang pasien dengan jarak 4-6 meter
2. bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup
3. bisikkan suatu bilangan ( tujuh enan )
4. beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut
5. bandingkan dengan telinga kiri dan kanan
Dengan suara detik arloji
1. pegang arloji disamping telinga pasien
2. beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak
3. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar ( normal : masih terdengar
pada jarak 30 cm )
4. lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan
2. Test garputala
Rinne test
1. Perawat duduk di sebelah sisi pasien
2. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan dua jari tangan
3. letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar
memberitahu bila tidak merasakan getaran.
4. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala pada lubang
telinga, dan anjurkan penderita agar memberutahu mendengar suara getaran atau
tidah. Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan pada
lubang telinga.
Weber test
1. getarkan garputala
2. Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien
3. Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras ( lateralisasi
kana/kiri). Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri.
Scwabach Test
1. Getarkan garputala
2. letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga pasien
3. kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan pemeriksa.
3. Test Audiometri
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
1. Test Romberg
2. Test Fistula
3. Test Kalori
HIDUNG DAN SINUS
Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus
4. Pemeriksa duduk di hadapan pasien
5. Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjolan, tanda radang,
dan bentuk khusus hidung.
6. Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri
7. Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris ) catat : adanya
nyeri tekan
Inspeksi hidung bagian dalam
1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien
2. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari
3. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung,
keadaan septum nasi.
4. masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat : benjolan,
tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.
Pemeriksaan potensi hidung
1. Duduklah dihadapan pasien
2. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk menghembuskan napas lewat
hidung.
3. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan, dan bandingkan
kanan dan kiri.
Pemeriksaan fungsi penghidu
1. Mata pasien dipejamkan
2. Salah satu lubang hidung ditekan
3. Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan minta pasien
untuk menebaknya
4. Lakukan pada ke dua sisi.
MULUT DAN TONSIL

1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa


2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing
3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa
4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.
5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.
6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh A , amati uvula,
catat : kesimetrisan dan tanda radang.
7. Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang
tonsil.
LEHER
Kelenjar Tyroid
Inspeksi :
Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan
Palpasi :
Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan
ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid dan
kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.
Auskultasi :
Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak terdapat )
Trakhea
Inspeksi :
Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trachea,
raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat
denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ),
Normalnya : simetris ditengah.
JVP ( tekanan vena jugularis )
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis,
beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya : saat
duduk setinggi manubrium sternum.
Atau
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi manubrium s.
) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut
vena dengan penggaris.
Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.
Bising Arteri Karotis
Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan sisi
bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.

PEMERIKSAAN THORAX DAN PARU


Tujuan Pemeriksaan :
Mengidentifikasi kelaian bentuk dada
Mengevaluasi fungsi paru
A. INSPEKSI
Cara Kerja :
1. Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring
2. Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya : simetris,
3. Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.
4. Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas
Normalnya : Gerak napas simetris 16 24 X, abdominal / thorakoabdominal,
tidak ada penggunaan otot napas dan retraksi interkostae.
Abnormal :
Tarchipneu napas cepat ( > 24 X ) , misal ; pada demam, gagal jantung
Bradipneu napas lambat ( < 16 X ), misal ;pada uremia, koma DM,
stroke
Cheyne Stokes napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu
berulang-ulang. Misal : pada Srtoke, penyakit jantung, ginjal.
Biot Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal :
meningitis
Kusmoul Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM, Acidosis
metabolic
Hyperpneu napas dalam, dengan kecepatan normal
Apneustik ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada
lesi pusat pernapasan.
Dangkal emfisema, tumor paru, pleura Efusi.
Asimetris pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru.
5. Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada, normalnya : tidak ada.
B. PALPASI
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring
2. lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri, adanya benjolan ( tentukan
konsistensi, besar, mobilitas )
3. Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada, sehingga ke
dua ibu jara berada diatas Procecus Xypoideus, pasien diminta napas biasa, catat :
gerak napas simetris atau tidak dan tentukan daya kembang paru ( normalnya 3-5 cm
).
Atau
Dengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah
scapula, tentukan : kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru
4. Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan posisi tangan agak ke atas, minta
pasien untuk bersuara ( 77 ), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan kiri.
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru, ada masa paru
Meningkat : Pleura efusi, emfisema, paru fibrotik, covenrne paru.
C. PERKUSI
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk
2. Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas batas paru
Batas paru normal :
Atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri
Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis skapularis, paru kiri lebih tinggi
Abnormal :
Meningkat anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites
Menurun orang tua, emfisema, pneumothorax
3. lakuka perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan suara
perkusi :
Normalnya : sonor/resonan ( dug )
Abnormal :
Hyperresonan menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kavitas
Kurang resonan deg : fibrosis, infiltrate, pleura menebal
Redup bleg : fibrosis berat, edema paru
Pekak seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosis
D. AUSKULTASI
Cara kerja :
1. Atur posisi pasien duduk / berbaring
2. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus dan paru,
catat : suara napas dan adanya suara tambahan.
Suara napas
Normal :
Trachea brobkhial suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih
keras dan pendek dari ekspirasi.
Bronkhovesikuler suara di daerah bronchus ( coste 3-4 di atas sternum ),
inpirasi spt vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial.
Vesikuler suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak
terputus.
Abnormal :
Suara trac-bronkhial terdengar di daerah bronchus dan paru ( missal ; pneumonie,
fibrosis )
Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah paru
Suara vesikuler tidak terdengar. Missal : fibrosis, effuse pleura, emfisema
Suara tambahan
Normal : bersih, tidak ada suara tambahan
Abnormal :
Ronkhi suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lender atau secret pada
bronchus.
Krepitasi / rales berasal daru bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi cairan (
seperti gesekan rambut / meniup dalam air )
Whezing suara seperti bunyi peluid, karena penyempitan bronchus dan alveoli.
3. Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu, dua, , catat bunyi resonan
Vokal :
Bronkhofoni meningkat, suara belum jelas ( misal : pnemonie lobaris,
cavitas paru )
Pectoriloguy meningkat sekali, suara jelas
Egovoni sengau dan mengeras ( pada efusi pleura + konsolidasi paru )
Menurun / tidak terdengar Efusi pleura, emfisema, pneumothorax
PEMERIKSAAN JANTUNG
A. INPEKSI
Hal hal yang perlu diperhatikan :
1. Bentuk perkordial
2. Denyut pada apeks kordis
3. Denyut nadi pada daerah lain
1. Denyut vena
Cara Kerja :
1. buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala ditinggikan 15-30
2. Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien
3. Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa
4. Amati dan catat bentuk precordial jantung
Normal datar dan simetris pada kedua sisi,
Abnormal Cekung, Cembung ( bulging precordial )
5. Amati dan catat pulsasi apeks cordis
Normal nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu jari ).
Sulit dilihat payudara besar, dinding toraks yang tebal, emfisema, dan efusi
perikard.
Abnormal --> bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm, nampak meningkat dan
bergetar ( Thrill ).
6. Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan ephygastrik
NormaL Hanya pada daerah ictus
7. Amati dan cata pulsasi denyut vena jugularis
Normal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya dapat dilihat
pada vena jugularis interna dan eksterna.
B. AUSKULTASI
Hal hal yang perlu diperhatikan :
1. Irama dan frekwensi jantung
Normal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60 100 X/mnt
2. Intensitas bunyi jantung
Normal :
Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi dari BJ 2
Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah dari BJ 2
3. Sifat bunyi jantung
Normal :
- bersifat tunggal.
- Terbelah/terpisah dikondisikan ( Normal Splitting )
Splitting BJ 1 fisiologik
Normal Splitting BJ1 yang terdengar saat Ekspirasi maksimal, kemudian napas
ditahan sebentar .
Splitting BJ 2 fisiologik
normal Spliting BJ2, terdengar sesaat setelah inspirasi dalam
Abnormal :
Splitting BJ 1 patologik ganngguan sistem konduksi ( misal RBBB )
Splitting BJ 2 Patologik : karena melambatnya penutupan katub pulmonal pada
RBBB, ASD, PS.
4. Fase Systolik dan Dyastolik
Normal : Fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik ( 2 : 3 )
Abnormal : - Fase systolic memanjang / fase dyastolik memendek
- Tedengar bunyi fruction Rub gesekan perikard dg ephicard.
5. Adanya Bising ( Murmur ) jantung
adalah bunyi jantung ( bergemuruh ) yang dibangkitkan oleh aliran turbulensi (
pusaran abnormal ) dari aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.
Normal : tidak terdapat murmur
Abnormal : terdapat murmur kelainan katub , shunt/pirau
6. Irama Gallop ( gallop ritme )
Adalah irama diamana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada fase Dyastolik,
yang disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal,
sehingga terjadi pengisian yang cepat pada ventrikel
Normal : tidak terdapat gallop ritme
Abnormal :
Gallop ventrikuler ( gallop S3 )
Gallop atrium / gallop presystolik ( gallop S4 )
Gallop dapat terjadi S3 dan S4 ( Horse gallop )
Cara Kerja :
1. Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan
2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke daerah
aorta, simak Bunyi jantung terutama BJ2, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ1,
splitting BJ2, dan murmur Bj2.
3. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah Tricus, kemudian ke daerah
mitral, simak Bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ2,
splitting BJ1, murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop.
4. Bila ada murmur ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas.
5. Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.
C. PALPASI
Cara Kerja :
1. Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi daerah
aorta, pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.
Normal tidak ada pulsasi
2. Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi, tentukan letak, lebar, adanya thrill,
lift/heave.
Normal terba di ICS V MCL selebar 1-2cm ( 1 jari )
Abnormal ictus bergeser kea rah latero-inferior, ada thriil / lift
3. Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan.
Normal : teraba, sulit diraba
Abnormal : mudah / meningkat
D. PERKUSI
Cara Kerja :
1. Lakukan perkusi mulai intercota 2 kiri dari lateral ( Ant. axial line ) menuju medial,
catat perubahan perkusi redup
2. Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6 , lakukan perkusi dan catat perubahan
suara perkusi redup.
3. Tentukan batas-batas jantung
PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
Inspeksi
1. posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.
2. Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudara
Normal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar
3. Inspeksi, dan catat adanya : benjolan, tanda radang dan lesi
4. Inspeksi areola mama, catat : warna, datar/menonjol/masuk kedalam, tanda radang dan
lesi.
Normal : gelap, menonjol
5. Buka lengan pasien, amati ketiak, Catat : lesi, benjolan dan tanda radang.
PALPASI
Cara Kerja :
Lakukan palpasi pada areola, catat : adanya keluaran, jumlah, warna, bau, konsistensi
dan nyeri.
Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan, nyeri tekan.
Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam kea rah
areola. Catat : nyeri dan adanya benjolan
Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Abdomen dibagi menjadi 9 regio :

1, 3 = hypokondrium ka/ki

2 = ephigastrium

4, 6 = lumbal ka/ki

5 = umbilicus

7,9 = iliaka ka/ki

8 = hypogastrium

1 2 3

Hati terdapat pada 1 dan 2


Lambung di daerah 2
Limfa di daerah 3
INSPEKSI Kandung empedu pada batas 6 dan 2
6 5 4
Kandung kencing pada daerah 8
Cara Kerja :
Apendik pada 7 dan bawah 6,5.
1. Kandung kencing dalam keadaan kosong Bifurkasio aorta 2 cm bawah umbilicus ke
kiri
2. Posisi 7berbaring,
8 bantal
9 dikepala dan lutut sedikit fleksi

3. Kedua lengan, disamping atau didada


4. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah sakit untuk dilakukan pemeriksaan
terakhir
5. Lakukan inspeksi, dan perhatikan Kedaan kulit dan permukaan perut
Normalnya : datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi
Abnormal :
Strie berwarna ungu syndrome chusing
Pelebaran vena abdomen Chirrosis
Dinding perut tebal odema
Berbintil atau ada lesi neurofibroma
Ada masa / benjolan abnormal tumor
6. Perhatikan bentuk perut
Normal : simetris
Abnormal :
Membesar dan melebar ascites
Membesar dan tegang berisi udara ( ilius )
Membesar dan tegang daerah suprapubik retensi urine
Membesar asimetris tumor, pembesaran organ dalam perut
7. Perhatikan Gerakan dinding perut
Normal : mengempis saat ekspirasi dan menggembung saat inspirasi, gerakan
peristaltic pada orang kurus.
AbnormaL:
Terjadi sebaliknya kelumpuhan otot diafragma
Tegang tidak bergerak peritonitis
Gerakan setempat peristaltic pada illius
Perhatikan denyutan pada didnding perut
Normal : dapat terlihat pada ephigastrika pada orang kurus
8. Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia
AUSKULTASI
Cara Kerja :
1. Gunakan stetoskop sisi membrane dan hangatkan dulu
2. Lakukan auskultasi pada satu tempat saja ( kwadaran kanan bawah ), cata bising dan
peristaltic usus.
Normal : Bunyi Klikc Grugles , 5-35X/mnt
Abnormal :
Bising dan peristaltic menurun / hilang illeus paralitik, post operasi
Bising meningkat metalik sound illius obstruktif
Peristaltik meningkat dan memanjang ( borboritmi ) diare, kelaparan
3. Dengan merubah posisi/menggerakkan abdomen, catat gerakan air ( tanda ascites ).
Normalnya : tidak ada
3. Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta,
Normal : tidak ada.

PERKUSI
Cara Kerja :
1. lakukan perkusi dari kwadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat adanya
perubahan suara perkusi :
Normalnya : tynpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )
Abnormal :
Hypertympani terdapat udara
Pekak terdapat Cairan
2. lakukan perkusi di daerah hepar untuk menentukan batas dan tanda pembesaran hepar.
Cara :
Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas sampai terdengar
bunyi redup, untuk menentukan batas bawah hepar.
Lakukan perkusi daerah paru ke bawah, untuk menentukan batas atas
Lakukan perkusi di sekitar daerah 1 da 2 untuk menentukan batas-batas hepar
yang lain.
PALPASI
Cara Kerja :
1. Beritahu pasien untuk bernapas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.
2. Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah perut
3. Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces
yang mengeras.
4. Lanjutkan dengan pemeriksaan organ
Hati
Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12
Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di daerah tempat redup hepar bawah / di
bawah kostae.
Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar, tentukan
besar, konsistensi dan bentuk permukaan.
Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat
pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan
bentuk permukaannya.
Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.
Abnormal :
Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul hepatomegali
Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler hepatoma
Lien
Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12
Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan.
Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa
Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat
pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan
bentuk permukaannya.
Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran
PEMERIKSAAN SISTEM MUSKULOSKELETAL OTOT
Hal hal yang perlu diperhatikan :
Bentuk, ukuran dan kesimetrisan otot
Adanya atropi, kontraksi dan tremor, tonus dan spasme otot
Kekuatan otot
UJi Kekuatan Otot
Cara kerja :
Tentukan otot/ektrimitas yang akan di uji
Beritahu pasien untuk mengikuti perintah, dan pegang otot dan lakukan penilaian.
Penilaian :
0 ( Plegia ) : Tidak ada kontraksi otot
1 ( parese ) : Ada kontraksi, tidak timbul gerakan
2 ( parese ) : Timbul gerakan tidak mampu melawan gravitasi
3 ( parese ) : Mampu melawan gravitasi
4 ( good ) : mampu menahan dengan tahanan ringan
5 ( Normal ): mampu menahan dengan tahanan maksimal
TULANG
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Adanya kelainan bentuk / deformitas
Masa abnormal : besar, konsistensi, mobilitas
Tanda radang dan fraktur
Cara kerja :
Ispkesi tulang, catat adanya deformitas, tanda radang, benjolan abnormal.
Palpasi tulang, tentukan kwalitas benjolan, nyeri tekan, krepitasi
PERSENDIAN
Hal-hal Yang perlu diperhatikan :
Tanda-tanda radang sendi
Bunyi gerak sendi ( krepitasi )
Stiffnes dan pembatasan gerak sendi ( ROM )
Cara Kerja :
Ispeksi sendi terhadap tanda radang, dan palpasi adanya nyeri tekan
Palpasi dan gerakan sendi, catat : krepitasi, adanya kekakua sendi dan nyeri gerak
Tentukan ROM sendi : Rotasi, fleksi, ekstensi, pronasi/supinasi, protaksi,
inverse/eversi,
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Angkat Tungkai Lurus
Angkat tungkai pasien, luruskan sampai timbul nyeri, dorsofleksikan tungkai kaki
Abnormal : nyeri tajan ke rah belakang tungkai ketegangan / kompresi syaraf
2. Uji CTS ( Carpal Tunnel Syndrome )
Uji PHALENS
Fleksikan pergelangan tangan ke dua tangan dengan sudut maksimal, tahan selama 60
detik.
Abnormal : Baal / kesemutan pada jari-jari dan tangan.
Uji TINELS
Lakukan perkusi ringan di atas syaraf median pergelangan tangan
Abnormal : ada kesemutan atau kesetrum
3. Tanda BALON
Tekan kantung suprapatela dengan jari tangan, jari yang lain meraba adanya cairan.
PEMERIKSAAN SISTEM INTEGUMEN KULIT
Inspeksi
1. Warna kulit
Normal : nampak lembab, Kemerahan
Abnormal : cyanosis / pucat
2. Tekstur kulit
Normal : tegang dan elastis ( dewasa ), lembek dan kurang elastis ( orang tua )
Abnormal : menurun dehidrasi, nampak tegang odema, peradangan
3. Kelainan / lesi kulit
Normal : tidak terdapat
Abnormal : Terdapat lesi kulit, tentukan :
1. bentuk Lesi
Lesi Primer : bulla, macula, papula, plaque, nodula, pigmentasi, hypopigmentasi,
pustula
Lesi Sekunder : Tumor, crusta, fissura, erosi, vesikel, eskoriasi, lichenifikasi,
scar, ulceratif.
2. distribusi dan konfigurasinya.
General, Unilateral, Soliter, Bergerombol
Palpasi
1. Tekstur dan konsistensi
Normal : halus dan elastis
Abnormal : kasar, elastisitas menurun, elastisitas meningkat ( tegang )
2. Suhu
Normal : hangat
Abnormal : dingin ( kekurangan oksigen/sirkulasi ), suhu meningkat ( infeksi )
3. Turgor kulit
Normal : baik
Abnormal : menurun / jelek orang tua, dehidrasi
4. Adanya hyponestesia/anestesia
5. Adanya nyeri
Pemeriksaan Khusus
AKRAL
Ispeksi dan palpasi jari-jari tangan, catat warna dan suhu .
Normal : tidak pucat, hangat
Abnormal : pucat, dingin kekurangan oksigen
CR ( capilari Refiil )
Tekan Ujung jari berarapa detik, kemudian lepas, catat perubahan warna
Normal : warna berubah merah lagi < 3 detik
Abnormal : > 3 detik gangguan sirkulasi.
ODEM
Tekan beberapa saat kulit tungkai, perut, dahi amati adanya lekukan ( pitting )
Normal : tidak ada pitting
Abnormal : terdapat pitting ( non pitting pada beri-beri )
KUKU
Observasi warna kuku, bentuk kuku, elastisitas kuku, lesi, tanda radang
Abnormal :
Jari tabuh ( clumbing Finger ) penykait jantung kronik
Puti tebal jamur
RAMBUT TUBUH
Ispeksi distribusi, warna dan pertumbuhan rambut
PEMERIKSAAN SISTEM PERSAYARAFAN
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK
1. Sensasi Taktil
Siapkan alat kuas halus, kapas, ujung jari ( bila terpaksa )
Penderita dapat berbaring atau duduk rileks, mata di pejamkan
Lakukan sentuhan ringan ( jangan sampai menekan ), minta pasien ya bila
merasakan dan tidak bila tidak merasakan
Lakukan mulai dari ujung distal ke proksimal ( azas Ekstrem ), dan bandingkan
kanan dan kiri ( azas Simetris ).
Cari tempat yang tidak berbulu, beri sentuhan beberapa tempat, minta pasien untuk
membandingkan.
Lakukan sentuhan, membentuk huruf, minta pasien menebak.
Kelainan :
Anestesia, hipestesia, hiperestesia.
Trikoanestesia kehilangan senasi gerak rambut
Gravanestesia tidak mampu mengenal angka/huruf.
2. Sensasi Nyeri superficial
Gunakan jarum salah satu runcing dan tumpul
Mata pasien dipejamkan
Coba dulu, untuk menentukan tekanan maksimal
Beri rangsangan dengan jarum runcing, minta pasien merasakan nyeri atau tidak
Lakukan azas ekstri, dan simetris.
Lakukan rangsangan dengan ujung tumpul dan runcing, minta pasien untuk
menebaknya.
Kelainan :
Analgesia, Hypalgesia, hiperalgesia.
3. Pemeriksaan sensasi suhu
Siapkan alat Panas ( 40-45 derajat ), dingin ( 5-10 )
Posisi pasien berbaring dan memejamkan mata.
Tempelkan alat, dan minta pasien menebak panas atau dingin
Lakukan azas simetris dan ekstrim
Kelainan :
Termastesia, termhipestesia, termhiperestesia, isotermognosia
4. Sensasi Gerak dan posisi
Pasien memejamkan mata
Bagian tubuh ( jari-jari ) digerakkan pasif oleh pemeriksa
Minta pasien menjelaskan posisi dan keadaan jari
PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK
Posisi Tubuh
postur hemiplegia, decorticate, deserebrate.
Gerakan involunter
tremor, tiks, chorea ..
Tonus otot
Spastis, kekakuan, flasid
Koordinasi
Tunjuk hidung jari : perintahkan pasien menyentuk hidung dan jari bergantian dan
berulang-ulang, catat adanya kegagalan.

PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS


( Muscle Stretch )
Penilaian :
0 = negative
+1 = lemah ( normal )
+2 = normal
+3 = meninggi, belum patologik
+4 = hyperaktif, sering disertai klonus
1. Reflek pada Lengan
Reflek Bisep
Pasien duduk santai.
Lengan lemas, sedikit fleksi dan pronasi.
Siku penderita diletakkan pada tangan pemeriksa
Ibu jari pemeriksa diletakkan pada tendo bisep, kemudian pukul ibu jari
dengan perkusi hamer.
Amati gerakan lengan pasien
Hasil :
Kontraksi otot bisep, fleksi dan sedikit supinasi lengan bawah
Reflek Trisep
Pasien duduk santai.
Lengan lemas, sedikit fleksi dan pronasi.
lengan penderita diletakkan pada tangan pemeriksa
Pukul tendo pada fosa olekrani
Hasil :
Trisep akan kontraksi menyentak yang dirasakan oleh tangan pemeriksa
Reflek Brachioradialis
Posisi penderita duduk santai
Lengan relaks, pegang lengan pasien dan letakkan tangan pasien diatas tangan
pemeriksa dalam posisi fleksi dan pronasi.
Pukul tendo Brachioradialis
Hasil :
Gerakan menyentak pada tangan
2. Reflek pada tungkai
Reflek patella ( kuadrisep )
Posisi pasien duduk, denga kedua kaki menjuntai
Tentukan daerah tendo kanan dan kiri
Tangan kiri memegang bagian distal ( paha pasien ), yang satu melakukan perkusi
pada tendo patella
Hasil :
Ada kontraksi otot kuadisrep, gerakan menyentak akstensi kaki
Reflek Achilles
Pasien dapat duduk menjuntai, atau berlutut dengan kaki menjulur di luar meja
Tendo Achilles diregangkan, dengan menekkan ujung tapak tangan
Lakukan perkusi pada tendo, rasakan gerakan.
Hasil :
Gerakan menyentak kaki
PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
Reflek Babinski
Posisi penderita terlentang
Gores dengan benda lancip tapi tumpul pada telapak kaki : dari bawah lateral, keatas
menuju ibu jari kaki.
Amati gerakan jari-jari kaki
Hasil :
Normal : gerakan dorsofleksi ibu jari, jari yang lain meregang
Abnormal : terjadi gerakan mencekeram jari-jari kaki
Tugas : tehnik reflek Gordon, chadoc, ophenhein.
PEMERIKSAAN REFLEK MENINGEAL
( Meningeal Sign )
1. Kaku Kuduk
Pasien posisi berbaring
Fleksi kepala, dengan mengangkat kepala agak cepat
Hasil : + terdapat tahanan kuat
2. Tanda kernig
Posisi pasien berbaring
Angkat kaki, dan luruskan kaki pada lututnya
Hasil :
Normal : kaki dapat lurus, atau tahanan dengan sudut minimal 120 derajat
Abnormal ( + ) : terjadi tahanan < 1 20 dan nyeri pada paha.
3. Buzinsky 1
Posisi pasien berbaring
Fleksi kepala, dengan mengangkat kepala agak cepat
Perhatikan gerakan tungkai kaki
Hasil : + bila terjadi fleksi tungkai, bersamaan dengan fleksi kepala
4. Buzinsky 2
Posisi pasien berbaring
Lakukan fleksi pada lutut kaki
Amati kaki sebelahnya
Hasil : + bila kaki sebelahnya mengikuti gerakan fleksi
PEMERIKSAAN SYARAF KRANIAL
I ( olfaktorius )
pemeriksaan fungsi penghidu
II ( Optikus )
periksa fungsi penglihatan dan lapang pandang
II, III ( Optikus dan Okulomotoris )
periksa reaksi pupil terhadap cahaya
III, IV, VI ( Okulomotoris, trokleal, abdusen )
periksa gerakan bola mata
V ( trigeminal )
Raba kontraksi temporal
Periksa gerakan mengunyah otot maseter
Periksa reflek kornea
Uji sentuhan dan nyeri pada wajah
VII ( fasialis )
Periksa gerakan otot wajah tersenyum, mengkerutkan dahi, cemberut
VIII ( akustik )
Periksa fungsi pendengaran
IX, X ( Glusofaringius dan vagus )
Amati kesulitan menelan
Dengarkan suara
Amati naiknya langit-langit dg bunyi ah
Amati gag reflek
XI ( Aksesoris )
Kaji kemampuan mengangkat bahu
Kaji gerakan berputar wajah
XII ( Hipoglosal )
Dengarkan artikulasi pasien
Julurkan lidah, amati adanya atropi, asimetris.
Hasil yang didapat pada pemeriksaan fisik pasien penderita malaria :
Demam (T 37,5C).
Konjunctiva atau telapak tangan pucat.
Pembesaran limpa (splenomegali).
Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
Temperatur rektal 40C.
Nadi cepat dan lemah/kecil.
Tekanan darah sistolik <70mmHg.
Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit
pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang.
Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.
Terlihat mata kuning atau ikterik.
Adanya ronkhi pada kedua paru.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
-Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan untuk mendeteksi plasmodium falciparum:
Apus darah tepi
a. Tebal : Diwarnai dengan meggunakan pewarnaan Giemsa atau
Fieldstain. Preparat ini digunakan untuk melihat ada/ tidaknya
gametosit,mengidentifikasi ada tidaknya parasit seperti malaria, tripanosoma,
microfilaria, dan lain-lain. Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak
membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah
tipis, jumlah selnya lebih banyak dalam satu lapang pandang, dan bentuknya tidak
sama seperti dalam sediaan apus darah tipis. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5
menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat
dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan perbesaran
kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes
teba dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/L
maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit
per mikroliter darah.

b. Tipis : Diwarnai dengan menggunaka pewarnaan Wright atau Giemsa.


Preparat ini digunakan untuk melihat perubahan bentuk eritrosit dan identifikasi
spesies plasmodium. Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit
membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah
tebal, morfologinya akan terlihat lebih jelas dan perubahan pada eritrosit juga dapat
terlihat lebih jelas. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite
count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasiit per 1000
sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/L darah menandakan infeksi yang
berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria,
walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal.
Pemeriksan kepadatan parasit ditentukan secara
a. Semi-kuantitatif : jumlah parasit per 100 LPB
b. Kuantitatif dengan menghitung jumlah parasit per 200 lekosit (pada tetes tebal)
atau per 1000 eritrosit pada sediaan tipis. Pemeriksaan dilakukan tiap 6 jam sampai
3 hari berturut-turut
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah HRP-2 (histidine rich protein 2)
atau enzim parasite lactate dehydorgenase (p-LDH).
QBC (semi quantitative buffy coat )
Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium.
Tes QBC adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung
parasit.
Rapid Manual Test
RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan menggunakan
dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya 82,5 %.
1. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik
parasit plasmodium dalam darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita
walaupun parasitemia rendah.
Korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
Kepadatan parasit <10.000, maka mortalitas <1%
Kepadatan parasit >100.000, maka mortalitas >1%
Kepadatan parasit >500.000,maka mortalitas >50%
Pemeriksaan darah tebal utuk plasmodium falciparum
A( tropozoit) B(gametosit)

Pemeriksaan darah tipis untuk flasmodium falciparum:

A(tropozoit muda) b(tropozoit dewasa) c


D( skizont matang) e(gametosit betina) f( gametosit jantan)

-Pemeriksaan Penunjang Lain


Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosismalaria antara lain:
1. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya
parasitmalaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu
kalidengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaandarah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria
dapatdikesampingkan.
2. Tes Antigen :
p-f testYaitu mendeteksi antigen dari
P.falciparum (Histidine Rich Protein II)
Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan
khusus,sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk
antigen vivakssudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis
dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan
cara immunochromato-graphic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL.
Optimal dapat mendeteksidari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan
apakah infeksi
P.falciparum atau P.vivax.Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif
salah lebih rendah dari tesdeteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes
cepat (Rapid test)
3. Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan
memakaitekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi
adanyaantibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit
sangatminimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab
antibody baruterjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi
terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer
> 1:200 dianggapsebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif .
Metode-metode tes serologi antara lain
a. indirect haemagglutination test, immunoprecipitationtechniques,
b. ELISA
c. test, radio-immunoassay
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi
amplifikasiDNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun
spesifitasnya tinggi.Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit
dapat memberikanhasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan
belum untuk pemeriksaan rutin.

VIII. KERANGKA KONSEP


IX. KESIMPULAN
Tuan Andi menderita malaria falciparum dengan komplikasi malaria berat,
yakni malaria cerebral, anemia berat, hemoglobinuria dan ikterus.
DAFTAR PUSTAKA

Setiyohadi, Bambang. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III edisi V. Jakarta
Pusat: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai