Anda di halaman 1dari 43

PENGARUH INCOME DAN STATUS SOSIAL TERHADAP

MINAT MEROKOK PADA PEROKOK AKTIF

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena merokok di masyarakat muncul sebagai area penelitian yang


penting dalam waktu dekade terakhir, terlebih dikarenakan tingginya prevalensi di
usia dewasa muda1. Merokok merupakan penyebab yang dapat dicegah dari
kematian, disabilitas, dan dari ketidaksamarataan dalam hal kesehatan pada negara
yang mempunyai pendapatan tinggi dan menengah.
Berdasarkan data WHO tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat
ketiga dalam daftar sepuluh negara dengan populasi dan konsumsi rokok
terbanyak di dunia setelah Cina dan India 2. Pada tahun 2015, jumlah perokok di
Indonesia sebanyak 39,5% (sekitar 72.723.300 orang), meningkat 3,8% jika
dibandingkan dengan jumlah pada tahun 2010 sebesar 35,7% perokok (sekitar
60.270.600 orang) 3. Menurut Riskesdas tahun 2013, jumlah perokok perempuan
di Indonesia mencapai 2,1% dan perokok laki-laki sebesar 64,9 2. Sedangkan
menurut WHO, jumlah perokok laki-laki di Indonesia tahun 2015 mencapai
75,9%, dengan jumlah perokok wanita sebesar 3,3% 3. Jumlah perokok yang
berumur 10 tahun di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 24,7% diatas rata-rata
jumlah perokok yang berumur 10 tahun di Indonesia yaitu sebesar 24,3%. 2
Menurut penelitian Willkinson dan Shete (2017) yang dilakukan pada suku
Mexico di Amerika Serikat ditemukan bahwa pada orang dengan status sosial
subjektif yang rendah sampai menengah, apalagi berhubungan dengan konflik
yang terjadi dalam keluarga,memiliki risiko minat merokok meningkat. Terlebih
lagi ditambah dengan kondisi kegelisahan, usia, jenis kelamin, pemahaman yang

1
rendah, pengaruh teman sebaya, dan keluarga yang dirumah juga merokok yang
dapat menjadi faktor minat merokok oleh perokok itu sendiri.4
Pada penelitian Action of Smoking and Health tahun 2013, prevalensi
merokok meningkat dikalangan orang-orang yang sedang mengalami masalah
sosial dan ekonomi, mereka mengaku merokok dapat menjadi metode yang dapat
mengobati dan mengatasi stress. 9
Tingginya minat merokok karena income dan status sosial individu ini
memberikan dampak negatif pada semua aspek kehidupan. Konsumsi rokok yang
tinggi menyebabkan biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan terus meningkat
dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin.
Angka kerugian yang diakibatkan oleh konsumsi rokok mencapai US$ 200 juta
dolar setiap tahunnya. Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005
mencapai US$ 18,5 Milyar atau Rp167,1 Triliun. Biaya tersebut termasuk juga
biaya langsung tingkat rumah tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya
produktifitas akibat kematian dini, sakit dan kecacatan. Jumlah ini meningkat 5
kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp32,6 triliun. Sedangkan
pada tahun 2008 biaya yang dikeluarkan untuk membeli rokok mencapai total
Rp338,75 triliun. Hal ini termasuk jumlah kehilangan ekonomi yang disebabkan
oleh morbiditas dan mortalitas dini. Jumlah ini mencapai 8 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan pendapatan yang didapatkan pemerintah melalui rokok yang
hanya sebesar Rp 45 triliun. 20
Selain itu, merokok dapat menyebabkan berbagai dampak gangguan
kesehatan, termasuk penurunan kognitif dan kemampuan fisik seseorang 4.
Menurut American Lung Association (ALA), ada sekitar 600 bahan beracun di
dalam rokok dan banyak dari senyawa kimia tersebut merupakan senyawa
karsinogenik serta memberikan dampak negatif pada sistem kardiovaskular 5.
Penyakit yang dapat disebabkan oleh merokok yaitu gangguan penyakit saluran
pernapasan (PPOK), gangguan kardiovaskular, berbagai kanker, yaitu kanker
kandung kemih, kanker darah (acute myeloid leukimia), kanker serviks, kanker
kolon dan rektum (colorectal), kanker esofagus, kanker ginjal dan ureter, kanker
laring, kanker hati, kanker oroparing (termasuk tenggorokan, lidah, tonsil,

2
palatum), kanker pankreas dan perut, kanker trakea, bronkus, dan yang paling
seering kanker paru 6,7. Menurut WHO, lebih dari 1,1 miliyar orang yang merokok
di seluruh dunia pada tahun 2015 dan 1 dari 10 kematian di dunia pada usia
dewasa disebabkan oleh merokok serta sekitar 6 juta orang meninggal karena
rokok setiap tahunnya.8
Menurut Ajzen dan Fishbain, minat (intensi) merokok merupakan
prediktor yang baik dalam menentukan perilaku merokok pada seorang individu.
Teori planned behavior (TPB) menyatakan bahwa minat atau intensi merupakan
faktor determinan terdekat dari perilaku. 14
Dari penjelasan di atas, terdapat beberapa faktor yang menyebkan minat
seseorang meningkat untuk merokok dari segi income dan status sosial padahal
merokok memiliki dampak yang sangat merugikan baik bagi individu maupun
bagi negara. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi minat merokok, termasuk pengaruh income dan status
sosial terhadap minat merokok pada perokok aktif di Kota Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
yang didapatkan adalah Bagaimana pengaruh income dan status sosial
terhadap minat merokok pada perokok aktif ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui informasi tentang pengaruh income dan status sosial
terhadap minat merokok pada perokok aktif.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Megetahui minat merokok pada perokok aktif berdasarkan sikap individu.
2. Mengetahui minat merokok pada perokok aktif berdasarkan norma sosial
individu.
3. Mengetahui minat merokok pada perokok aktif berdasarkan kontrol
perilaku dari Income individu.

3
4. Mengetahui minat merokok pada perokok aktif berdasarkan kontrol
perilaku dari status sosial individu.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Menjadi landasan ilmiah untuk penelitian selanjutnya mengenai
pemahaman pengaruh income dan status sosial terhadap minat merokok pada
perokok aktif.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai sumber informasi mengenai pengaruh income dan status sosial
terhadap minat merokok pada perokok aktif
2. Sebagai masukan bagi pihak yang akan melakukan kegiatan promosi
kesehatan terkait perilaku merokok untuk menghilangkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap minat merokok pada perokok aktif, khususnya pada
income dan status sosialnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Minat
2.1.1. Definisi Minat (intensi)
Menurut Fishbein dan Ajzen tahun 1975, intensi didefinisikan sebagai
lokasi seseorang pada dimensi probabilitas subjektif yang mencakup hubungan
antara dirinya dengan beberapa tindakan 14. Menurut Jogiyanto tahun 2007, minat
merupakan keinginan atau kemauan untuk melakukan perilaku yang sifatnya tidak
13
selalu statis karena dapat berubah dengan berjalannya waktu . Menurut
Jogiyanto tahun 2007 minat juga didefinisikan sebagai suatu fungsi dari dua
penentu dasar, yang satu berhubungan dengan faktor pribadi dan yang lain
berhubungan dengan pengaruh sosial. Faktor pribadi di sini didefinisikan sebagai
sikap terhadap perilaku individual, yang merupakan evaluasi kepercayaan (belief)
atau perasaan (afek) positif atau negative dari individu untuk melakukan perilaku
tertentu yang diinginkan. Sedangkan penentu kedua dari minat, yang berhubungan
dengan pengaruh sosial adalah norma subjektif, karena berhubungan dengan
persepsi atau pandangan seseorang terhadap tekanan sosial (kepercayaan-
kepercayaan orang lain) yang akan mempengaruhi individu tersebut dalam
memilih untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang
dipertimbangkan.13
Minat dapat menjadi indikasi seberapa besar seseorang individu akan
berusaha menampilkan perilaku tertentu. Minat akan menjadi kecendrungan
sampai seseorang menampilkan usaha untuk merealisasikan minat menjadi
perilaku. Pengukuran minat dapat dilakukan untuk mengidentifikasi tentang cara
suatu perilaku terbentuk dan mengetahui alasan seseorang melakukan perlaku
tersebut.12,13,14

Menurut Hurlock, minat memiliki tiga aspek, yaitu:13


1. Aspek kognitif
Aspek ini didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang telah
dipelajari baik dari dalam rumah, sekolah maupun masyarakat, termasuk juga dari
berbagai jenis media massa.

5
2. Aspek Afektif
Aspek ini didasarkan atas sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan oleh
minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu
orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat
tersebut. Termasuk juga sikap yang dinyatakan ataupun tersirat dari berbagai
bentuk media massa terhadap kegiatan tersebut.
3. Aspek psikomotor
Minat yang dilakukan berjalan dengan lancar tanpa pemikiran lagi sesuai
dengan aspek-aspek lain. Minat tetap mengalami kemajuan walaupun aspek ini
berjalan lambat.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat


Menurut Fishbein dan Ajzen tahun 2005, intensi (minat) merupakan
predisposisi yang sifatnya spesifik dan mencakup empat elemen yang berbeda,
yaitu behavior (perilaku), target (target objek), situation (situasi), dan time
(waktu). Adapun faktor- faktor yang yang tidak berada di bawah kontrol
seseorang untuk mewujudkan perilaku tersebut menurut Ajzen, yaitu:14
1. Faktor Internal
a. Informasi, keterampilan, dan kemampuan
Kurangnya faktor ini menyebabkan kegagalan dalam usaha untuk
mewujudkan intensi berperilaku.
b. Emosi dan kompulsi
Ketidakcocokan informasi, ketrampilan, dan kemampuan dapat
menghasilkan masalah bagi control perilaku, namun biasanya masalah akan tetap
teratasi dengan perilaku kompulsif.
2. Faktor eksternal
a. Kesempatan
Tidak adanya kesempatan atau kurangnya kesempatan yang sesuai pada
seseorang dapat merubah intensi mereka, seperti individu yang berusaha untuk
mewujudkan suatu intensi namun gagal karena keadaan lingkungan
menghalanginya.

6
b. Ketergantungan pada yang lain
Kurangnya kesempatan dan ketergantungan pada orang lain seringkali
hanya membawa perubaan yang bersifat sementara pada intensi individu.

2.2 Teori Planned Behavior


Teori planned behavior (TPB) menyatakan bahwa minat atau intensi
merupakan faktor determinan terdekat dari perilaku. TPB dapat dikatakan bahwa
perilaku yang ditampilkan seseorang akan selaras atau konsisten dengan minatnya
teradap perilaku tersebut. 12,15
Teori ini awalnya dikenal sebagai Theory of Reasoned Action (TRA) sejak
tahun 1967, lalu teori ini terus direvisi dan diperluas oleh Icak Ajzen dan Martin
Fishbein. Mulai tahun 1988 teori ini digunakan untuk mempelajari perilaku
manusia dan mengembangkan intervensi-intervensi yang berguna. Theory of
Planned Behavior (TPB) mulai dikenal tahun 1988 untuk mengatasi
kekurangadekuatan yang ditemukan Ajzen dan Fishbein dalam penelitian-
penelitian terdahulunya yang menggunakan TRA.15,16,17
Menurut TPB, minat dibentuk dan dipengaruhi oleh tiga faktor determinan
yang mendasar yaitu faktor personal, faktor sosial, dan faktor volisional. Faktor
personal adalah sikap individu terhadap perilaku (Attitude Toward Behavior/ AB).
AB dianggap sebagai evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku
tertentu. Pada faktor sosial, hal yang penting yaitu penghayatan individu terhadap
tekanan/ dorongan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu perilaku. Faktor sosial dikenal juga sebagai norma subjektif. Determinan
ketiga yaitu faktor kontrol volisional, yang merupakan penghayatan individu
tentang ada tidaknya faktor lain di luar dirinya yang dapat mempengaruh individu
untuk menampilkan satu perilaku atau tidak, termasuk juga penghayatan individu
tentang seberapa kuat pengaruh dari faktor tersebut terhadap tampilnya suatu
perilaku. Akibat adanya pertimbangan kontrol volisional inilah menyebabkan
timbulnya perceived behavior control. Inilah yang membedakan teori reasoned
action, yaitu adanya sikap dan norma subjektif ( sesuai dengan TRA) dan

7
ditambah dengan perceived behavioral control (pemahaman control
perilaku).12,14,15
Menurut Ajzen (1988), sesuai dengan teori TPB, intensi merupakan fungsi
dari tiga penentu dasar, yaitu sikap, norma subjektif, dan isu-isu pengontrol
(kontrol perilaku) 1,14,15

2.2.1 Sifat dasar manusia (sikap)


Menurut Ajzen tahun 2005, sikap merupakan sikap terhadap perilaku
seseorang yang ditentukan oleh keyakinan mengenai konsekuensi dari suatu
perilaku, yang disebut behavioral beliefs 1. Hal ini dapat diketahui dengan cara
menghubungkan suatu perilaku yang akan diprediksi dengan berbagai manfaat
atau kerugian yang mungkin diperoleh apabila individu melakukan atau tidak
melakukan perilaku itu.14
Aspek- aspek sikap di sini terdiri dari behavioral belief dan evaluation
outcome. Behavioral belief yaitu keyakinan individu yang mendorongnya untuk
melakukan sikap tersebut, sedangkan outcome evaluation adalah evaluasi
berbentuk positif atau negatif terhadap perilaku yang diminati. Fishbein dan Ajzen
tahun 1975 mendefinisikan sikap sebagai perasaan umum seseorang berupa
14,16
perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek sikap . Sikap merupakan
konsep yang dibentuk oleh tiga komponen, yaitu 16:
1. Kognisi, yang dianggap sebagai tempat pengetahuan, pendapatan, keyakinan,
dan pikiran tentang objek tersebut, yang meliput opin dan keyakinan (beliefs).
2. Afek, yaitu suatu perasaan dan berperan sebagai evaluasi terhadap suatu objek.
Hal ini meliputi perasaan dan evaluasi.
3. Konasi, yaitu keinginan berprilaku yang akan ditunjukkan terhadap objek sikap.
Dari ketiga unsur sikap di atas individu perokok dapat terpicu untuk
bersikap negatif terhadap rokok karena melihat iklan di media massa dan
elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang
kejantanan, meskipun sebenarnya dia mempunyai pengetahuan yang baik tentang
rokok, dimana pengetahuan yang tinggi ataupun rendah tidak mempengaruhi
seseorang dalam kebiasaan merokok33,34. Selain itu, sikap merokok dianggap

8
positif karena perokok melaporkan bahwa dengan merokok dapat membantu
meringankan perasaan cemas dan melepas stres.9
Iklan merupakan media untuk mempromosikan suatu produk atau barang
dibuat untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Iklan rokok saat ini begitu
menarik perhatian konsumen, dengan menayangkan gambar seorang pria yang
gagah dan berani seolah-olah menggambarkan sosok pria perokok. Di samping
itu, iklan rokok juga mengingatkan dampak merokok yaitu Merokok dapat
Membunuhmu.33,34

2.2.2 Refleks pengaruh sosial (norma subjektif)


Menurut Ajzen, norma subjektif didasarkan pada persepi individu terhadap
tekanan sosial untuk tidak melakukan atau melakukan perilaku yang
14
dipertimbangkan . Menurut Fishbein dan Ajzen tahun 1975, norma subjektif
merupakan keyakinan seseorang mengenai pengaruh lingkungan sosial terhadap
dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Aspek- aspek
pada norma subjektif adalah normative belief dan motivation to comply.
Normative belief adalah keyakinan yang berkaitan dengan harapan mengenai
sebuah perilaku yang mempengaruhi individu untuk melakukan atau tidak
melakukan. Sedangkan motivation to comply adalah motivasi seseorang untuk
mengikuti harapan orang lain atau sekelompok orang untuk melakukan atau tidak
melakukan, dalam hal ini merokok. Pengaruh sosial dalam hal ini dapat
didapatkan dari teman sebaya dan orang tua.1,13,14
1. Teman
Menurut Global Youth Tobacco Survey tahun 2000, teman merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi seseorang berperilaku merokok.
Dalam penelitian Bery didapatkan bahwa teman sebaya mempunyai peran yang
sangat berarti bagi remaja, karena remaja lebih sering menghabiskan waktunya
bersama teman-teman sebaya. Di antara remaja yang memiliki kebiasaan
merokok, 87% diantaranya mempunyai se-kurang-kurangnya satu atau lebih
sahabat yang memiliki kebiasaan merokok begitu pula dengan remaja non
perokok.33,34

9
2. Orang tua
Orang tua adalah faktor yang sangat berpengaruh, karena figur orang tua
akan ditiru oleh anaknya. Terkait dengan konsep transmisi perilaku tersebut,
banyak orang tua, ataupun anggota keluarga lain yang merokok dan tentu menjadi
model bagi anaknya atau anggota keluarga yang lain pula, seperti kakak yang
akan menjadi model bagi adik-adiknya33,34,35. Menurut CDC, wanita yang merokok
memiliki risiko yang membahayakan pada kehamilan dan kesehatan dari dirinya
sendiri. Wanita juga sebagai model dari anaknya, sehingga meningkatkan
prevalensi anak-anak yang merokok 49. Selain itu, studi Harakeh dkk tahun 2004
menemukan bahwa pengetahuan orang tua dan status merokok orang tua sebagai
norma sosial mempengaruhi sikap seseorang terhadap merokok. Sehingga, baik
itu dorongan positif maupun negatif dari keluarga dapat mempengaruhi intensi
seorang individu.14
Menurut Faridah dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa minat
merokok yang tumbuh sejak remaja yaitu karena ajakan dari teman sebaya dan
dampak dari keluarga yang merokok. Taylor juga mengatakan bahwa kumpulan
rekan dan anggota keluarga yang merokok meningkatkan dorongan seseorang
untuk merokok dikarenakan hal tersebut dapat menimbulkan persepsi bahwa
merokok tidak berbahaya bagi kesehatan. 42

2.2.3. Isu-isu pengontrol (kontrol perilaku)


Menurut Ajzen, isu-isu pengontrol dianggap sebagai perasaan self-efficacy,
atau kemampuan mewujudkan perilaku, yang dinamakan perceived control
behavior (persepsi kontrol perilaku). Menurut Ajzen tahun 2005, persepsi kontrol
ditentukan oleh keyakinan individu mengenai ketersediaan sumberdaya berupa
peralatan, kompatibilitas, kompetensi, dan kesempatan (control belief strength)
yang mendukung atau menghambat perilaku. Keyakinan yang kuat terhadap
ketersediaan sumberdaya akan memperkuat persepsi kontrol individu terhadap
perilaku tersebut. Semakin tinggi persepsi kontrol individu tersebut, semakin
individu akan terdorong dan berusaha berhasil dalam mewujudkan perilaku.1,14.

10
Di sinilah perbedaan teori reaction action dengan teori planned behavior
muncul, di mana perceived behavioral control ditentukan oleh dua faktor yaitu
control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan
perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan
suatu perilaku). Jika individu memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-
faktor yang ada yang menjadi fasilitas suatu perilaku, maka individu tersebut
memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengndalikan perilaku, begitupun
sebaliknya. Sedangkan persepsi dapat mencerminkan pengalaman masa lalu,
antisipasi masa yang akan datang, dan sikap terhadap norma yang berpengaruh di
sekitar individu.1,14

Gambar 1. Teori Planned Behavior (Ajzen, 1991) 1,15

Maka dari itu, seseorang memiliki minat untuk mewujudkan perilaku saat
individu tersebut menilai perilaku nya secara positif, atau saat mengalami desakan
sosial untuk melakukannya, dan atau ketika individu itu percaya mereka memiliki
kesempatan dan kemampuan untuk mewujudkannya. 1
Ajzen (1991) mendefinisikan Perceived Behavioral Control sebagai
dorongan maupun hambatan yang dipersepsikan seseorang untuk menampilkan
tingkah laku. Aspek-aspek pada perceived behavioral control adalah control
beliefs, yaitu
Background seberapa besar kontrol individu terhadap perilakunya untuk
Factors:
menghalangi
1. Personal: atau mendukung perilaku yang akan ditampilkannya. Perceived
Behavioral Attitude
-General attitudes
behavioral
- Personality control
traits biasanya juga dipengaruhi
Belief oleh faktor lain yang dapat
toward the
- Values behavior
meningkatkan
- Emotions atau menurunkan persepsi tentang kesulitan dalam perwujudan
-Intelligence 12,13,14
perilaku ini, yaitu merokok . Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol
2. Social: Normative Subjective
perilaku dapat berupan income dan status sosial individu Intention Behavior
- Age, gender Beliefs Norm
- Race, ethnicity
- Education
- Income
- Religion

3. Information Control 11 Perceived


- Experience Beliefs behavioral
- Knowledge control
- Media exposure
Gambar 2. Peranan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku dalam teori
planned behavior (Ajzen, 2005)

2.3 Perilaku Merokok


2.3.1 Definisi Merokok
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 109 tahun 2012
tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk
Tembakau bagi Kesehatan, rokok merupakan salah satu produk tembakau yang
digunakan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya. Hal ini juga
termasuk pada penggunaan rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya.
Rokok berbentuk silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung Negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-
daun tembakau yang tela dicacah, biasanya berasal dari tanaman Nicotiana
tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya
mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.18
Orang yang merokok bisa disebut sebagai perokok, yang artinya adalah
orang yang dalam satu hari menghisap satu batang selama 1 tahun atau pernah
mengonsumsi rokok setidaknya 100 batang selama hidup. WHO dalam Depkes
tahun 2004 mendefinisikan perokok sebagai mereka yang merokok setiap hari

12
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 6 bulan selama hidupnya, dan masih
merokok saat survey penelitian dilakukan. 19

2.3.2 Prevalensi Merokok


Menurut The Tobacco Atlas 3rd edition tahun 2009, persentase penduduk
dunia yang mengkonsumsi tembakau didapatkan paling banyak yaitu pada
penduduk Asia dan Australia yang mencapai 57%, yang 10% nya berada di
kawasan ASEAN. Indonesia dianggap sebagai negara paling tinggi pengkonsumsi
20
rokok di ASEAN yaitu mencapai 46,16% . WHO memperkirakan jumlah
perokok di Indonesia yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010,
perokok di Indonesia mencapai 35,7% dan meningkat hingga 3,8%, yaitu
mencapai 39,5% pada tahun 2015. WHO memprediksi perokok di Indonesia dapat
mecapai 42,7% jika pemerintah tidak melakukan tindakan tegas. Menurut data
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dan data Riskesda (Riset Kesehatan
Dasar) menyatakan bahwa prevalensi perokok pada laki-laki lebih tinggi 16 kali
(65,8%) dibandingkan perempuan (4,2%). 20
Pada umumnya, orang yang mencoba merokok dimulai sejak muda
sehingga mereka belum mengetahui risiko yang diakibatkan oleh bahaya adiktif
rokok ini. Hal ini dibuktikan bahwa hampir 80% perokok mulai merokok saat
usianya belum mencapai 19 tahun.
Hal ini dibuktikan berdasarkan data GYTS tahun 2014 (Global Youth
Tobbaco Survey), anak sekolah merokok mencapai 20,3% (laki-laki 36%,
perempuan 4,3%), anak sekolah pada usia 13-15 tahun yang terpapar asap rokok
di dalam rumah mencapai 57,3% dan di tempat umum mencapai 60%. Dari data
ini didapat 6 dari setiap 10 anak sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap rokok
didalam rumah dan di tempat-tempat umum atau bisa disebut menjadi perokok
pasif14. Beberapa penelitian lain juga membuktikan, yaitu menurut CDC tahun
2007 (The Centers for Disease Control and Prevention) bahwa penggunaan
pertama perokok di Yordania adalah antara usia15-20 tahun. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Klein tahun 2006, bahwa sekitar 85-90% dari individu di
seluruh dunia mulai merokok sebelum usia19 tahun. 20,21

13
2.3.3 Klasifikasi Perokok
Menurut Mutadin, perilaku merokok dapat diklasifikasikan menurut
intensitas merokok dan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya, antara lain 22:
a. Perokok sangat berat, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu
merokok lima menit setelah bangun tidur pagi hari dan mengkonsumsi
lebih dari 31 batang rokok setiap harinya.
b. Perokok berat, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu
merokok sekitar 6-30 menit setelah bangun tidur pagi hari dan
mengkonsumsi 21-30 batang rokok setiap hari.
c. Perokok sedang, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu
merokok sekitar 31-60 menit setelah bangun tidur pada pagi hari dan
menghabiskan rokok sekitar 11-20 batang rokok setiap hari.
d. Perokok ringan, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu 60
menit dari bangun tidur pada pagi hari dan menggunakan rokok sekitar
10 batang per hari
Sedangkan menurut laporan kesehatan yang dituliskan oleh Kemenkes RI
tahun 2011, kategori perilaku perokok di bagi menjadi empat, antara lain 23:
a. Merokok setiap hari: jika individu merokok setiap hari, tidak dilihat
berapa jumlah rokok setiap hari.
b. Merokok kadang-kadang: jika individu merokok dan tidak merokok
setiap hari tapi pasti merokok dalam satu bulan.
c. Mantan perokok: jika individu pernah merokok dan dalam satu tahun
terakhir, individu tersebut sudah tidak merokok.
d. Bukan perokok: jika individu tidak pernah sekalipun merokok dalam
hidupnya.
Indeks Brinkman (IB) juga dapat digunakan untuk mengklasifikasi
perokok yaitu dengan rumus: jumlah rata-rata konsumsi rokok perhari (batang) x
lama merokok (tahun), dengan hasil ringan (0-199), sedang (200-599) dan berat
(>600). 24

2.3.4 Tahapan Merokok


Menurut Leventhal & Cleary tahun 1980 dan Flay tahun 1993, seseorang
akan melalui empat tahapan untuk menjadi perokok, yakni25:

14
1. Tahap preparatory (persiapan)
Pada tahap ini, keinginan merokok ditimbukna akibat seseorang yang
mendapatkan gambaran yang menyenangkan tentang merokok dengan cara
mendengar, melihat, atau dapat juga dari hasil bacaan.
2. Tahap initiation (permulaan)
Pada tahap ini, seseorang akan mulai untk mencoba merokok. Selanjutnya
dia akan memutuskan apakah akan meneruskan perilaku merokok ini atau
berhenti.
3. Tahap becoming a smoker (menjadi perokok)
Pada tahap ini, seseorang telah dianggap sebagai perokok. Seseorang akan
sendrung terus merokok bila dia telah merokok minimal 4 batang sehari.
4. Tahap maintenance of smoking (perokok tetap)
Pada tahap ini, merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri
(self-regulating). Merokok dianggap memberikan efek fisiologis yang
menyenangkan. Semakin panjang tahapan yang sudah dilewati pelaku merokok,
maka akan semakin sulit pula perilaku merokok untuk dihentikan.

2.3.5 Dampak Akibat Merokok


Masalah merokok sampai saat ini merupakan masalah nasional yang perlu
diupayakan penanggulangannya secara terus menerus karena masalah merokok
melibatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat yaitu aspek ekonomi, sosial,
lingkungan dan yang paling utama kesehatan. WHO mengatakan bahwa terdapat
1,2 miliar perokok didunia saat ini dan 800 juta di antaranya berada di negara
berkembang. Menurut WHO, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan
jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. WHO memperkirakan
terdapat 4 juta orang meninggal akibat penyakit karena merokok tiap tahunnya
dan pada tahun 2030 angka kematian perokok di dunia diperkirakan mencapai 10
juta jiwa, dan 70% diantaranya berasal dari negara berkembang. Saat ini kematian
akibat rokok berada di negara berkembang. Bila hal ini tidak diatasi segera,
sekitar 650 juta orang akan terbunuh oleh rokok, yang setengahnya berusia
produktif dan akan kehilangan umur hidup sebesar 20-25 tahun.20

15
Tindakan merokok berbahaya bagi kesehatan bukan hanya untuk diri
sendiri, akan tetapi rokok juga berbahaya bagi lingkungan di sekitar perokok
tersebut. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 meyatakan bahwa sebesar 85%
rumah tangga di Indonesia terpapar asap rook, estimasinya adalah delapan
perokok meninggal karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena
terpapar asap rokok orang lain. Berdasarkan perhitungan rasio ini maka
setidaknya 25.000 kematian di Indonesia terjadi dikarenakan asap rokok orang
lain 20. Berikut beberapa masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat merokok:

a. Penyakit saluran pernapasan


Para perokok berisiko 12-13 kali lebih rentan untuk meninggal akibat
PPOK dibandingkan dengan bukan perokok 26. PPOK (penyakit paru obstruktif
kronik) merupakan penyakit yang 80% kasusnya disebabkan karena merokok baik
27
secara aktif maupun pasif . Penyakit ini biasanya bersifat progresif dan
berhubungan dengan proses inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun, khususnya asap rokok.
Selain PPOK, tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernapasan terbanyak di Indonesia juga lebih berisiko dialami oleh perokok
dibandingkan mereka yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena terjadinya
26
gangguan status imunitas host serta struktur dan fungsi paru-paru . Kebiasaan
merokok juga meningkatkan kejadian eksaserbasi asma pada dewasa 6. Merokok
di usia dini akan memperlambat pertumbuhan paru sehingga fungsi paru menurun
dibandingkan dengan fungsi normal pada usianya.

b. Penyakit Kardiovaskular
Teori menurut Dr. Judith Mackay dan Dr. George A. Mensah dalam
Afriyanti tahun 2015, menunjukkan Insiden infark miokard dan kematian akibat
28
PJK meningkat progresif sesuai dengan jumlah rokok yang dihisap . Penyakit
kardiovaskular terkait kebiasaan merokok yang paling sering adalah penyakit
jantung koroner. Menurut penelitian Elisabeth, resiko terjadinya penyakit jantung

16
koroner meningkat 2-4 kali lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok 29. Nicotin dan karbon monoksida dapat membebani jantung dengan cara
membuat jantung bekerja lebih cepat. Zat kimia yang ada di asap rokok dapat
menggumpalkan darah dan membentuk gumpalan pada arteri koroner. Selain itu,
merokok juga dapat merusak dinding dari arteri koroner yang akan menimbulkan
terbentuknya trombus pada dinding arteri. 30
c. Kanker
Rokok menyebabkan sekitar 60.000 kasus baru kanker dalam setahun dan
22% kematian karena kanker di dunia 31. Merokok adalah penyebab utama kanker
paru-paru6. Merokok juga meningkatkan isiko menderita paling tidak 13 tipe
kanker lain, termasuk kanker mulut, faring, hidung dan sinus, laring, esofagus,
hepar, pankreas, gaster, renal, intestinal, ovarium, vesica urinaria, serviks, dan
beberapa tipe leukemia. Kandungan tar dalam rokok yang bersifat karsinogenik
akan menempel di permukaan saluran napas cukup lama yang akan menyebabkan
perubahan sel normal menjadi sel ganas. 32

2.4 Income
2.4.1 Definisi Income
Pendapatan seseorang dapat didefinisikan sebagai banyaknya penerimaan
yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan seseorang atau suatu
bangsa dalam periode tertentu. Reksoprayitno mendefinisikan: Pendapatan dapat
diartikan sebagai total penerimaan yang diperoleh pada periode tertentu.
Pendapatan juga bisa diartikan sebagai jumlah penghasilan untuk jangka waktu
tertentu yang diterima oleh seseorang atau anggota masyarakat sebagai balasan
jasa atau faktor-faktor produksi yang telah disumbangkan oleh anggota
masyarakat tersebut. 36

2.4.2 Klasifikasi Income


Berdasarkan penggolongannya, BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2008
membedakan pendapatan menjadi 4 golongan, yaitu:

17
1. Golongan pendapatan sangat tinggi, yaitu jika pendapatan seseorang
mencapai rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan
2. Golongan pendapatan tinggi, yaitu jika pendapatan rata-rata seseorang
berada diantara Rp. 2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan
3. Golongan pendapatan sedang, yaitu jika pendapatan rata-rata eseorang
berada diantara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan
4. Golongan pendapatan rendah, yaitu jika pendapatan rata-rata seseorang
Rp. 1.500.000,00 per bulan.
Pengklasifikasian penghasilan rumah tangga yang didapat selama sebulan
dapat dengan indikator UMP (Upah Minimum Provinsi), yang pembagiannya
yaitu di atas UMP dan di bawah UMP. Berdasarkan Keputusan Gubernur
Sumatera Selatan Nomor 675/KPTS/DISNAKERTRANS/2014 tentang Upah
Minimum Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 ditetapkan bahwa UMP sebesar
Rp. 1.974.346,00 perbulan dengan standar 7 jam kerja dan/atau 40 jam kerja
seminggu. 37

2.4.3 Income Terhadap Perilaku Merokok


Konsumsi rokok menyebabkan biaya ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan terus meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar
ditanggung oleh masyarakat miskin. Angka kerugian yang diakibatkan oleh
konsumsi rokok mencapai US$ 200 juta dolar setiap tahunnya. Di Indonesia,
jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005 mencapai US$ 18,5 Milyar atau
Rp167,1 Triliun. Biaya tersebut termasuk juga biaya langsung tingkat rumah
tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya produktifitas akibat kematian
dini, sakit dan kecacatan. Jumlah ini meningkat 5 kali lipat lebih tinggi dari
pemasukan cukai sebesar Rp32,6 triliun. Sedangkan pada tahun 2008 biaya yang
dikeluarkan untuk membeli rokok mencapai total Rp338,75 triliun. Hal ini
termasuk jumlah kehilangan ekonomi yang disebabkan oleh morbiditas dan
mortalitas dini. Jumlah ini mencapai 8 kali lipat lebh tinggi dibandingkan dengan
pendapatan yang didapatkan pemerintah melalui rokok yang hanya sebesar Rp45
triliun. 20

18
Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik pada tahun 2011, pengeluaran untuk tembakau menempati posisi kedua
setelah padi-padian. Pengeluaran untuk rokok di rumah tangga termiskin jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran penting seperti pengeluaran untuk
pendidikan,kesehatan, telur, susu, dan daging. Pengeluaran untuk rokok 5 kali
lebih banyak dari pengeluaran untuk telur dan susu, 6,5 kali lebih besar dari biaya
pendidikan, 6,5 kali lebih besar dari biaya kesehatan, dan 9 kali lebih banyak dari
pengeluaran untuk daging2,20. Namun, Kebiasaan merokok berbeda antara
seseorang yang memiliki tingkat sosial ekonomik tinggi dengan yang memiliki
tingkat sosial ekonomik rendah, di mana yang lebih lazim terjadi pada seseorang
yang tingkat sosial ekonomik rendah. 38
Ruhm menemukan bahwa minat merokok meningkat pada kondisi
ekonomi yang sedang mengalami kemajuan10. Sedangkan penelitian lain
menemukan bahwa pengeluaran untuk rokok di rumah tangga termiskin jauh lebih
2,20
tinggi dibandingkan dengan pengeluaran penting lain . Namun, Kebiasaan
merokok berbeda antara seseorang yang memiliki tingkat sosial ekonomik tinggi
dengan yang memiliki tingkat sosial ekonomik rendah, di mana yang lebih lazim
terjadi pada seseorang yang tingkat sosial ekonomik rendah. 38

2.5 Status Sosial


2.5.1 Definisi Status Sosial
Karakterikstik dari struktur status dalam masyarakat adalah suatu masalah
umum yang terjadi dalam dunia sosiologi. Beberapa pengukuran sudah pernah
dipikirkan, namun konsensus belum mencapai prosedur metodologi yang mana
penilaian terbaik dari posisi seorang individu menempati status sosial dari
masyarakat kota. 45
Status sosial menurut Ralph Linton adalah sekumpulan hak dan kewajiban
yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Status sosial biasanya didasarkan
pada berbagai unsur kepentingan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu
status pekerjaan, status dalam sistem kekerabatan, status jabatan dan status agama
yang dianut. Sedangkan status sosial menurut Mayor Polak adalah status

19
dimaksudkan sebagai kedudukan sosial seorang oknum dalam kelompok serta
dalam masyarakat.39

2.5.2 Klasifikasi Status Sosial


Status sosial yang disandang seseorang dalam masyarakat dapat diperoleh
melalui dua cara, yaitu melalui pewarisan dan usaha. Melalui pewarisan dan
usaha, terdapat dua macam status, yaitu status bawaan (ascribed status) dan status
yang diusahakan (achieved status).40,41
1. Status Bawaan (ascribed status)
Ascribed status didefinisikan sebagai status yang diperoleh dengan
sendirinya melalui pewarisan tanpa usaha dari yang bersangkutan atau
memang sudah ada pada diri masing-masing individu, seperti jenis
kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
2. Status yang diusahakan (achieved status)
Status yang diusahakan adalah status seseorang yang diperoleh melalui
suatu usaha. Status ini tidak diperoleh dengan sendirinya atau karena
pewarisan tetapi melalui kesungguhan usaha yang sebelumnya tidak ada
pada diri individu sebelum dicapai. Contohnya yaitu harta kekayaan,
tingkat penddikan, dan pekerjaan.
Menurut Hollingshead, status sosial dibagi berdasarkan empat faktor, yaitu
pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan status pernikahan. Hal ini merupakan
indeks baru yang mempertimbangkan fakta bahwa status sosial berasal dari
konsep multidimensi.45

2.5.3 Status Sosial terhadap Perilaku Merokok


A. Berdasarkan Jenis Kelamin
Prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi di berbagai lapisan
masyarakat, terutama pada laki-laki mulai dari anak-anak, remaja, dan dewasa.
Kecendrungan merokok terus meningkat dari tahun ke tahun baik pada laki-laki
dan perempuan. Menurut data Susenas dan Riskesdas, prevalensi merokok untuk
semua kelompok umur mengalami peningkatan yang nyata. 20
Berdasarkan data Susenas tahun 1995, 2001, 2004, dan data Riskesdas
tahun 2007 dan 2010 menunjukkan bahwa prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi

20
pada laki-laki (65,8%) dibandingkan perempan (4,2%) 2. Sedangkan menurut
WHO, jumlah perokok laki-laki di Indonesia tahun 2015 mencapai 75,9%, dengan
jumlah perokok wanita sebesar 3,3% 3. Hal ini dapat berhubungan dengan media
massa yang menganggap perokok sebagai lambang kejantanan 34. Selain itu,
perokok wanita dianggap sebagai masalah serius karena bukan hanya dampak
rokok yang mengganggu kesehatan wanita, tapi juga karena dampak rokok yang
mempengaruhi fungsi reproduksi yang akan berdampak juga pada kesehatan
anak46.
Menurut penelitian Guindon dkk, bahwa laki-laki merokok lima kali lebih
sering daripada wanita, tetapi rasio wanita dibandingkan laki-laki mencapai angka
yang bervariasi. Di negara maju, seperti Australia, Kanada, USA, dan negara-
negara di Eropa, jumlah wanita yang merokok sama dengan jumlah laki-laki yang
merokok. Namun, di negara berkembang, yang memiliki income rendah sampai
sedang, jumlah wanita yang merokok lebih rendah daripada laki-laki yang
merokok. Selain Indonesia, di Cina, 61% laki-laki yang merokok, dengan wanita
hanya 4,2%. Di Argentina, 34% laki-laki merokok dibandingkan dengan wanita
yang merokok sebesar 23%. 51
Menurut penelitian Waldron dkk, jumlah perokok wanita relatif lebih
rendah dibandingkan dengan jumlah pada laki-laki disebabkan oleh faktor social
disapproval pada wanita yang merokok dan karena wanita yang memiliki status
ekonomi dan sosial yang rendah. Misalnya, tahun 1920 di Amerika Serikat,
merokok pada wanita jarang terjadi karena wanita yang merokok telihat kurang
terhormat. Namun, semakin menigkatnya toleransi di masyarakat menyebabkan
perokok wanita meningkat mengejar jumlah perokok laki-laki, terlebih lagi hal ini
telah terjadi di Eropa 51. Selain karena faktor sosial, banyak wanita yang merokok
disebabkan karena marketing industri rokok yang menunjukkan rokok pada
wanita sebagai simbol emansipasi.51
Pada penelitian di dapatkan, wanita yang telah merokok lebih sulit untuk
berhenti. Wanita lebih banyak takut dalam peningkatan berat badan sehingga
menginisiasi dan akan terus merokok untuk mengontrol berat badannya. Wanita
yang merokok cendrung menunjukkan mereka ingin menghindar dari masalah

21
sementara laki-laki merokok karena lingkunganya atau untuk meningkatkan
perasaan positifnya. Seingga wanita yang telah merokok cendrung akan lebih sulit
berhenti dibandingkan laki-laki yang merokok 50.

B. Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Pendidikan berbeda pada masa anak-anak dan remaja, tetapi secara umum
pendidikan tetap sama saat memasuki usia dewasa. Tahun-tahun sekolah yang
diselesaikan seorang individu diyakini tercermin dalam pengetahuan dan selera
budaya yang didapat. Apalagi pendidikan merupakan prasyarat untuk masuk ke
dalam pekerjaan yang membawa nilai lebih tinggi dalam sistem sosial.
Penelitian Ham dkk mendapatkan perokok lebih banyak dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah, yaitu dengan perbandingan 15% yang mempunyai
gelar sarjana dan 58% yang tidak sarjana 47. Sedangkan pada penelitian Vidal dkk,
didapatkan bahwa seorang individu dengan pendidikan yang lebih baik memiliki
minat yang lebih rendah untuk merokok dibandingkan dengan seseorang yang
memiliki pendidikan rendah, yang mana dalam pendidikan Vidal dkk membagi
dalam tingkatan pendidikan dasar, kejuruan, menengah, dan universitas. Namun
pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan tingkat pendidikan
seseorang dengan keinginannya untuk berhenti merokok48.
Sebaliknya, menurut penelitian Espinoza didapatkan individu dengan
akademi yang lebih tinggi cendrung lebih banyak merokok dibandingkan yang
rendah. Dugaan dari tingkat stress yang tinggi yang mengarah ke konsumsi rokok
yang meningkat, biasanya pada individu yang cendrung tidak dapat mengontrol
stresnya, dan sering menggunakan rokok sebagai pendukung secara emosional
dan bahkan sebagai pengilang rasa sakit. Padahal pada individu dengan
pendidikan yang lebih baik lebih mengetahui dan sadar tentang efek dari
merokok.52

C. Berdasarkan Jenis Pekerjaan


Pekerjaan seorang individu dapat berubah pada tahun-tahun awal keidupan
seseorang tersebut ketika dewasa, tetapi juga cendrung untuk stabil saat seseorang

22
mencapai usia karir dua puluhan dan memasuki usia tiga puluhan. Hal ini
dianggap sebagai indikasi ketrampilan dan kekuatan individu saat mereka
bertahan di lingkungan masyarakat atau menjalankan fungsi pemeliharaan di
masyarakat.
Penelitian Ham dkk didapatkan hasil pada pekerjaan, perokok didapatkan
lebih banyak pada pekerja industri dan pekerja lapangan dibandingkan
dibandingkan dengan pekerja kantoran, dengan perokok yang paling banyak yaitu
pekerja konstruksi. Pekerja kantoran dianggap memiliki income dan dukungan
lebih baik, atau stigma budaya tentang merokok yang lebih baik sehingga pekerja
kantoran lebih banyak yang berhenti merokok. 47
Prevalensi merokok tinggi dikalangan orang-orang yang sedang
mengalami masalah sosial dan ekonomi, mereka mengaku merokok dapat menjadi
metode yang dapat mengobati dan mengatasi stress 9. Studi prevalensi perokok
pada orang dewasa di Semarang menunjukkan tukang becak 96,11%, paramedis
79,8%, pegawai negeri 51,9% dan dokter 36,8% 43. Hal ini menunjukkan tukang
becak sebagai salah satu profesi yang juga di lapangan yang mengalami
permasalahan sosial ekonomi, khususnya dalam memenuhi kebutuhan hidup
keluarga, memiliki tingkat minat merokok yang tinggi. 44
Sebaliknya, menurut penelitian Espinoza dan Najera di Universitas
Central American, mengatakan bahwa tidak ada hubungannya posisi seseorang
dalam pekerjaan atau institusi tertentu dengan merokoknya individu dalam sehari.
Individu dengan pekerjaan yang menuntut waktu, atau yang menuntut tingkat
konsentrasi yang tinggi dan kerja ekstra lebih sering merokok. Individu yang
memiliki jabatan tinggi dalam pekerjaan biasanya memiliki tingkat akademik
yang tinggi, biasanya memiliki tingkat stress yang lebih tinggi, sehingga
menyebabkan peningkatan konsumsi rokok. 52

D. Berdasarkan Status Pernikahan


Pada status pernikahan, hal ini mendefinisikan hubungan antara laki-laki
atau perempuan dewasa dalam sistem keluarga. Mungkin tidak stabil sejak awal
dewasa sampai tua. Namun status pernikahan penting dalam perhitungan status

23
sosial karena perbedaan cara angggota keluarga dalam menghadapi beberapa
masalah.
Pada penelitian Espinoza dan Najera di Universitas Central American
tahun 2012, mengatakan bahwa individu yang belum menikah lebih sering
merokok dibandingkan dengan yang sudah menikah. Hal itu disebabkan oleh
beberapa faktor eksternal, antara lain tekanan dan dukungan dari pasangan lebih
signifikan dapat menekan perilaku merokok. Karena secara umum, individu yang
sudah menikah atau yang sedang merasakan cinta memiliki pendamping rumah
tangga yang cendrung menekan perilaku yang membahayakan, terutama
kesehatan mereka. 52
Sebaliknya, pada penelitian Vidal didapatkan bahwa perokok lebih banyak
yang sudah menikah dibandingkan yang belum menikah. Namun status
pernikahan di penelitian ini tidak menunjukkan hubungan terhadap minat
merokok48. Di Indonesia sendiri tepatnya dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta
tahun 2010 didapatkan bahwa lebih dari 50% kepala keluarga di Surakarta
merupakan perokok. 41

2.6 Kerangka Teori

Sikap
Behavioral belief
Outcome evaluation
Minat Perilaku
Norma Sosial
Merokok merokok pada
Motivation to comply perokok aktif
Normative belief
Perceived Control
Behavioral Income dan
Control beliefs status sosial
Percieved power
24
2.7 Kerangka Konsep

Minat Merokok

Variabel Variabel dependent


Independent
Pengetahuan tentang
Perokok aktif Sikap
dampak rokok
Lingkungan sosial Norma Sosial
terhadap perilaku
merokok
Income dan status Kontrol perilaku
sosial

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi observasional deskriptif
dengan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh income dan status sosial terhadap minat merokok pada

25
perokok aktif menggunakan data primer melalui focus group discussion (FGD),
dan wawancara mendalam.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2017.
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan 19 ilir Palembang.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perokok aktif yang tinggal di
kelurahan 19 Ilir Palembang.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.
Purposive sampling digunakan untuk mendapatkan informasi sesuai dengan
tujuan penelitian. Penelitian membutuhkan penentuan informan kunci (key
informant) yang sesuai dengan fokus penelitian. Pemilihan informan memiliki
kriteria sesuai dengan topik penelitian dan kecukupan data yang dapat
mengambarkan semua fenomena dalam topik penelitian.
Informan in-depth interview dalam penelitian ini yaitu:
Perokok aktif yang tinggal di Kelurahan 19 ilir Palembang terdiri dari:
- 1 orang wanita yang sudah menikah, lulusan sekolah menengah, pekerjaan
lapangan, dengan income di bawah UMP
- 1 orang wanita yang sudah menikah, lulusan sarjana, pekerjaan kantoran,
dengan income di atas UMP
- 1 orang laki-laki yang sudah menikah, lulusan sekolah menengah,
pekerjaan lapangan, dengan income di bawah UMP
- 1 orang laki-laki yang sudah menikah, lulusan sarjana, pekerjaan kantoran,
dengan income di atas UMP

Informan focus group discussion 1 dalam penelitian ini yaitu:


- 3 orang wanita yang sudah menikah, lulusan sekolah menengah, pekerjaan
lapangan, dengan income di bawah UMP

26
- 4 orang laki-laki yang sudah menikah, lulusan sekolah menengah,
pekerjaan lapangan, dengan income di bawah UMP

Informan focus group discussion 2 dalam penelitian ini yaitu:


- 3 orang wanita yang sudah menikah, lulusan sarjana, pekerjaan kantoran,
dengan income di atas UMP
- 4 orang laki-laki yang sudah menikah, lulusan sarjana, pekerjaan kantoran,
dengan income di atas UMP
Pengumpulan data dianggap selesai jika penambahan data dan informan tidak
lagi memberikan informasi baru dalam analisis.

3.4. Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Intensi (minat merokok) sebagai dependent variable.
2. Pengetahuan, lingkungan sosial, income dan status sosial sebagai
independent variable.

3.5 Definisi Operasional


3.5.1 Definisi Operasional Variabel dependent
No. Variabel Definisi Teori Definisi Istilah Alat ukur
& cara
ukur
1. Minat Keinginan atau Keinginan yang Alat ukur:
Merokok kemauan untuk dapat mendorong FGD dan
melakukan perilaku individu untuk deep
berupa membakar merokok interview
atau menghisap dan
atau menghirup Cara ukur:
asap dari salah satu Responden
produk tembakau mengikuti
yang dilakukan diskusi
secara berulang- dalam FGD
ulang yang dan
didasarkan atas menjawab
faktor-faktor pertanyaan
motivasional sikap, dalam deep

27
norma sosial, dan interview
kontrol perilaku.14
2 Sikap Sikap adalah hal- Sikap berupa Alat ukur:
hal yang pengetahuan FGD dan
mempengaruhi individu mengenai deep
sikap terhadap rokok berdampak interview
perilaku merokok pada kesehatan,
yang terdiri dari merokok karena Cara ukur:
keyakinan individu mengatasi cemas dan Responden
yang stress dan pengaruh mengikuti
mendorongnya iklan terhadap diskusi
untuk melakukan merokok. dalam FGD
hal tersebut dengan dan
perasaan positif menjawab
maupun negatif pertanyaan
dari perilaku dalam deep
merokok.1,14 interview
3. Norma sosial Norma sosial yaitu Norma sosial berupa Alat ukur:
keyakinan tekanan atau FGD dan
seseorang dukungan deep
mengenai pengaruh lingkungan sosial interview
lingkungan sosial yang diperoleh dari
terhadap dirinya pengaruh teman Cara ukur:
untuk melakukan maupun keluarga Responden
atau tidak mengikuti
melakukan perilaku diskusi
merokok1,13,14 dalam FGD
dan
menjawab
pertanyaan
dalam deep
interview
3 Kontrol Kontrol perilaku Kontrol perilaku Alat ukur:
Perilaku yaitu dorongan berasal dari income FGD dan
ataupun hambatan dan status sosial deep
yang dipresepsikan suatu individu interview
seseorang untuk sebagai faktor yang
menampilkan medorong ataupun Cara ukur:
tingkah laku1,14 menghambat Responden
seseorang saat ingin mengikuti
merokok diskusi
dalam FGD
dan
menjawab
pertanyaan
dalam deep

28
interview
4 Perokok aktif Individu yang Menurut Indeks Alat ukur:
sudah menghisap Brinkman (IB) untuk observasi
minimal 100 mengklasifikasi
batang rokok perokok yaitu Cara ukur:
seumur hidupnya dengan rumus: Responden
dan masih merokok jumlah rata-rata menjawab
hingga saat ini baik konsumsi rokok pertanyaan
tiap hari atau perhari (batang) x peneliti
kadang-kadang.19 lama merokok
(tahun), dengan hasil
ringan (0-199),
sedang (200-599)
dan berat (>600).24

3.5.2 Definisi Operasional Variabel independent


No. Variabel Definisi Teori Definisi Istilah Alat ukur
& cara
ukur
1 Income Pendapatan Pendapatan yang Alat ukur:
seseorang dapat dimilki masing- FGD dan
didefinisikan sebagai masing individu deep
banyaknya dengan tingkat interview
penerimaan yang tinggi dan rendah
dinilai dengan satuan berdasarkan Cara ukur:
mata uang yang Keputusan Responden
dapat dihasilkan Gubernur mengikuti
seseorang atau suatu Sumatera Selatan diskusi
bangsa dalam tahun 2015 dalam FGD
periode tertentu.36 tentang UMP dan
menjawab
pertanyaan
dalam deep
interview
2. Status Sosial Status sosial adalah Status sosial Alat ukur:
sekumpulan hak dan dibagi FGD dan
kewajiban yang berdasarkan deep
dimiliki seseorang empat faktor oleh interview
dalam Hollingshead,
masyarakatnya.39 yaitu pendidikan, Cara ukur:
pekerjaan, jenis Responden
kelamin, dan mengikuti
status pernikahan. diskusi
dalam FGD
dan

29
menjawab
pertanyaan
dalam deep
interview

3.6 Cara Pengumpulan Data dan Alur Penelitian


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Deep
interview dan FGD dilakukan untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh
income dan status sosial terhadap minat merokok pada perokok aktif. Deep
interview adalah penelitian dengan menggali data seperti halnya diskusi terarah,
namun subyek diwawancara secara individual. Deep interview akan dilakukan
berdasarkan dengan pedoman wawancara . Pertanyaan yang ada di dalam
pedoman hanyalah pertanyaan utama, dimana jika dibutuhkan informasi lebih
dalam maka informan dapat diwawancarai dengan pertanyaan baru yang lebih
mendalam sampai informasi yang didapatkan sudah cukup dan sesuai. Selain itu
53
akan dilakukan pengambilan data melalui FGD . FGD adalah suatu metode
penelitian berupa proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis
mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi
kelompok. Jumlah optimal peserta FGD dalam satu sesi adalah 6-12 informan
dengan sesi FGD minimal 2 kali dengan kelompok berbeda. FGD bertujuan untuk
mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan topik yang
dibahas, dan untuk memunculkan informasi mengenai keinginan, kebutuhan,
sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki peserta dengan
dipandu oleh seorang moderator. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk
menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah yang diteliti.
FGD digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna inter-
subjektif yang sulit diberi makna sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh
dorongan subjektivitas peneliti. Pada deep interview dan FGD ini akan digunakan
berbagai alat bantu untuk mempermudah proses pengambilan data yakni recorder
dan alat tulis.53,54

3.7 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini, instrument utama adalah peneliti sendiri.

30
3.8 Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian berdasarkan hasil FGD, deep
interview, dan observasi telah dicatat dan direkam. Setelah data terkumpul maka
data akan dikelompokan dan diinterpretasikan kedalam bentuk tulisan.
Dalam menjaga validitas data, dilakukan pengujian data terhadap
penelitian. Pengujian data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
triangulasi. Triangulasi adalah usaha mengecek kebenaran data atau informasi
yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis sekaligus untuk menguji kredibilitas data dengan berbagai teknik dan
sumber53. Triangulasi yang dapat dilakukan dapat berupa triangulasi data untuk
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan, dan dapat berupa
triangulasi metode dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data
yang sejenis sehingga data dapat di cek silang. Setelah diuji, maka data akan
disajikan dan dibuat kesimpulan sesuai tujuan penelitian.54
3.9 Kerangka Operasional

Pengumpulan informan dan observasi

Pengumpulan data
Data didapatkan dari hasil FGD, deep interview,dan
hasil observasi

Pengolahan dan analisis data


(uji triangulasi data)

Membandingkan kedua hasil data

Hasil dan kesimpulan


31
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Menurut teori planned behavior minat merokok pada perokok aktif
didasarkan oleh tiga faktor yaitu sikap, norma sosial, dan kontrol individu. Sikap
diketahui dengan cara menghubungkan suatu perilaku yang akan diprediksi
dengan berbagai manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh apabila individu
melakukan atau tidak melakukan perilaku itu.Sikap dapat diperoleh individu
seperti dari iklan atau media massa. Norma sosial merupakan keyakinan seseorang
mengenai pengaruh lingkungan sosial terhadap dirinya untuk melakukan atau
tidak melakukan perilaku tertentu. Pengaruh sosial dalam hal ini dapat didapatkan
dari teman sebaya dan orang tua. Sedangkan pada kontrol perilaku sebagai faktor
yang mendorong ataupun menghambat individu melakukan perilaku, yaitu income
individu dan status sosial individu. Status sosial berupa jenis kelamin, tingkat

32
pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan yang masing-masing memiliki
pengaruh terhadap minat merokok individu.

4.2 Saran
- Pemerintah disarankan lebih memperhatikan peningkatan angka perokok
di Indonesia
- Pemerintah sebaiknya memperbanyak program promosi kesehatan dan
dilakukan lebih kreatif dan disalurkan melalui berbagai media agar
dampak positif dari promosi kesehatan dapat menembus semua lapisan
masyarakat
- Agar masyarakat pada umumnya, khususnya orang tua maupun keluarga
dapat lebih bijak dalam melakukan perilaku merokok sehingga tidak
mempengaruhi anak-anak untuk melakukan hal yang sama.
- Pemerintah dapat membuat kebijakan berupa hukuman bagi masyarakat
yang merokok di tempat umum, sehingga tidak memberikan contoh yang
buruk bagi sekitar.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahyarni M. Theory Of Reasoned Action dan Theory Of Planned Behavior


(Sebuah Kajian Historis Tentang Perilaku). El-Riyasah, 2013: 4(1): 13-22.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar hal 132-134.
3. World Health Organization. WHO Global Report on Trends in Prevalence of
Tobacco Smoking 2015. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data, 2015.
4. Shete SS, Wilkinson AV. Identifying demoghraphic and psycosocial factors
related to the escalation of smoking behavior among Mexican American
adolscents. Preventive Medicine 2017 Jun: 99: 146-151.
5. Leone FT, Casey, ES. Developing a Rational Approach to Tobacco Use
Treatment in Pulmonary Practice: A Review of the Biological Basis of Nicotine
Addiction. Clinical Pulmonary Medicine 2012 Mar:19 (2): 5361.
6. U.S. Department of Health and Human Services. How Tobacco Smoke Causes
Disease: What It Means to You. Atlanta: U.S. Department of Health and
Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center
for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and
Health, 2010.

34
7. Parsons, A. Influence of smoking cessation after diagnosis of early stagelung
cancer on prognosis: systematic review of observational studies with meta-
analysis.BMJ 2010.
8. World Health Organization. 2016. Tobacoo Fact Sheet. (dalam
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/, diakses 29 Maret 2017)
9. ASH (Action oc Smoking and Health). 2013. Fact Sheet: on Smokng and
Mental Health. (dalam www.ash.org.uk, diakses 29 Maret 2017).
10. Jha PD, Phil R, Peto. 2014. Global Effects of Smoking, of Quitting, and of
Taxing Tobacco (dalam
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra1308383, diakses 29 Maret
2017
11. JL Zargosky. 2004. The wealth effects of smoking. (dalam
http://tobaccocontrol.bmj.com/content/13/4/370 , diakses 29 Maret 2017)
12. Rafinda K, Suhana. Studi Deskriptif Mengenai Intensi Merokok pada
Mahasiswa FK Unisba.Prosiding Psikologi 2016: 2(1) : 359-364.
13. Trisnaniar, RI. Studi Fenomenologi: Intensi Merokok pada Remaja. Naskah
Publikasi. Fakultas Psikologi UMS 2015.
14. Rosdiana S. Faktor- Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Intensi Merokok
pada Remaja.Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2011.
15. Ajzen I. The theory of planned behaviour: Reactions and
Reflections.Routledge : Psychology and Health, 2014: 26(9): 1113-1127.
16. Achmat Z. 2010. Theory Of Planned Behavior, Masihkah Relevan?, (dalam
www.umy.ac.id,diakses 1 April 2017).
17. Schuz B, Waili AS, Hardine A,McEchan RRC, Conner M .Socioeconomic
status as a moderator between social cognitions and physical activity:
Systematic review and meta-analysis based on te theory of Planned behavior.
Psychology of sport and exercise. 2016
18. Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi
Kesehatan. Jakarta: Pemerintah RI, 2012.
19. Octafrida MD. 2011. Hubungan Merokok dengan Katarak di Poliklinik Mata
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. (KTI). Universitas
Sumatera Utara. Medan.

35
20. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia. Departemen Kesehatan RI, 2013:1-11.
21. Aldiabat K, Clinton M. Becoming a Novice Smoker: Initial Smoking
Behaviours among Jor danian Psychiatric Nurses. The Qualitative Report
2013 Jun: 18(22): 1-16.
22. Novicka EV. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Merokok pada
Remaja Laki-laki di Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.
Skripsi pada Jurusan Keperawatan UMS, 2012.
23. Hidayat T. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada
Mahasiswa Keperawatan di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis
Fakultas Ilmu Keperawatan UI, 2012.
24. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Edisi kedua. Jakarta:
Rineka Cipta, 2007.
25. Sulati, Tri. Dinamika Perilaku Merokok pada Remaja. Magister Psikologi
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015. Naskah
publikasi.
26. Better health channel. 2016. Smoking-effects on your body. (dalam
Betterhealth.vic.gov.au, diakses pada 29 Maret 2017).
27. ASH. 2011. Action on Smoking and Health Factsheet: Smoking and
respiratory disease, (dalam http://www.ash.org.uk, diakses 29 Maret 2017).
28. Afriyanti, Ratnawulan. Hubungan antara perilaku Merokok dengan Kejadian
Penyakit Jantung Koroner. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado, 2015.
29. Fezi, Fikha. Pengaruh Merokok terhadap terjadinya Penyakit Jantung Koroner
(PJK) di RSUP Dr. Whidin Sudirhusodo Makasar, 2013: 1(6) ISSN :2302-
1721.
30. Thun MJ, Carter BD, Feskanich D, Freedman ND, Prentice R, Lopez AD,
Hartge P. 50-Year Trends in Smoking-Related Mortality in the United States.
The New England Journal of Medicine 2013: Jan: 351-364.
31. Eriksen, M., J. Mackay, dan H. Ross. The Tobacco Atlas Fourth Edition.
American Cancer Society: Atlanta, USA. 2012.

36
32. Tobing, N.H. 2001. Rokok dan Kesehatan Respirasi. (dalam
http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/rokok/rokok-kes-03.html, Diakses 29
Maret 2017)
33. Virly, Monica. Hubungan Persepsi Tentang Bahaya Merokok dengan Perilaku
Merokok pada Karyawan di PT Sintas Kurama Perdana kawasan Industri
Pupuk Kujang Cikampek.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
34. Rahmadi, Afdol. Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Rokok dengan
Kebiasaan Merokok Siswa SMP di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
2013; 2(1).
35. Gilman SE, Rende R, Boegers J, Abrams DB, Buka SL, et al. Parental
Smoking and Adolscent smoking intiation: an Intergenerational Perspective on
Tobacco Control. NIH Public Access, 2009: 123(2): 274-28.
36. Sumarwan U. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.
37. Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor:
675/KPTS/DISNAKERTRANS/2014 tentang Upah Minimum Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2015.
38. Meijer E, Gebhardt WA, Laar CV, Kawous R, Beijk S. Socioeconomic status
in relation to smoking: The role of (expected and desired) social support and
quitter identity. Social Science and Medicine 2016 Nov: 162: 41-49.
39. Abdul S. Sosiologi Sistematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara,
2012: 93.
40. Soerjono S. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta : Rajawali, 1992 :25-26
41. Faridah F. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Remaja di
SMK X Surakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2015: April: 3 (3): 887-891.
42. Ginting MDF. Efektivitas Focus Group Discussion terhadap Peningkatan
Smoking Self Efficacy pada Kelompok Pria Dewasa Awal Kategori Perokok
Sedang. Thesis Fakultas Psikologi USU,2014.
43. Adisasmito, W. Case Study: Analisis Tingkat Keseriusan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dalam Memberlakukan Larangan Merokok di Tempat Umum.
Makalah Ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008..

37
44. Tasrum, A. Strategi Adaptif Tukang Becak Dalam Bertahan Hidup: Studi
Kasus Pada Komunitas Tukang Becak di Kota Palopo. Skripsi pada Jurusan
Antropologi Unhas, 2013.
45. Hollingshead AB. Four Factor Index of Social Status. Yale Journal of
Sociology, 2011: 8: 11-20.
46. Kaplan CP, Springer AN, Stewart SL, Stable EJP. Smoking Acquisition
Among Adolescents and Young Latinas, The Role of Socioenvironmental and
Personal Factors. Addictive Behaviors, 2001: 26 : 531-550.
47. Ham CD, Przybeck T, Strickland JR, Luke DA, dkk. Occupation and
Workplace Polices Prdict Smoking Behaviors: Analysis of National Data from
the Current Population Survey. National Institutes of Health, 2011: Nov:
53(11): 1337-1345.
48. Vidal PM, Cerveira JM, Paccaud F, Waeber G, dkk. Prevalence and Factors
Associated with Difficulty and Intention to quit smoking in Switzerland. BMC
Public Health, 2011: 11: 1-9
49. Maurice E, Kahande J, Trosclair A, dkk. Smoking Prevalence Among Women
of Reproductive Age. Center for Chronic Disease Preventation and Health
Promotion, diakses www.cdc.gov/ pada 8 Mei 2017)
50. Koplan, JP. Woman and Smoking, A Report of the Surgeon General. US
Public Health and Service. 2015
51. Hitchman SC, Fong GT. Gender Empowerment and Female-To-Male
Smoking Prevalence Ratios, 2011. Dalam www.who.int/ diakses pada 7 Mei
2017.
52. Espinoza LA, Najera JM. Effect of Marital Status, Gender, and Job Position in
Smoking Behaviour and Cessation Intent of Staff Members in a Central
America Public University. Cuardenos de Investigacion UNED, 2013: 5(1):
157-161.
53. Gunawan, Imam. 2015. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Bumi
Aksara, Jakarta, Indonesia.
54. Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

38
LAMPIRAN
Lampiran 1.

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Assalamualaikum Wr. Wb,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi


informan dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Syarifa Aisyah yang
berjudul Pengaruh Income dan Status Sosial terhadap Minat Merokok
pada Perokok Aktif.
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap
diri saya dan akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti serta hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian. Oleh karena itu saya bersedia menjadi informan
dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana
mestinya.

Palembang. 2017
Tertanda

( .)

39
Lampiran 2.

PEDOMAN Focus Group Discussion (FGD)

Tanggal :
Waktu :
Tempat:
Moderator :
Notulen :

A. Pembukaan
1. Salam dan ucapan terima kasih kepada informan.
2. Perkenalan moderator dan notulen dilanjutkan dengan informan.
3. Penjelasan tujuan FGD
4. Peraturan FGD
Partisipasi aktif dari informan
Teratur dalam berpendapat
Tidak ada jawaban yang benar atau salah
Semua informasi yang didapat di ruangan ini bersifat rahasia
Jalannya diskusi akan direkam

Pernyataan Catatan
I. Pembukaan
Penjelasan mengenai dampak merokok dalam
kehidupan baik dari segi kesehatan dan
sosioekonomi

II. Inti
2. Minat merokok berdasarkan sikap individu
- Dimana saja anda dapat mencari
informasi mengenai dampak merokok?
- Kondisi apa saja yang membuat anda
ingin merokok?
- Bagaimana perasaan anda saat merokok?
- Apakah anda sering melihat iklan rokok?
- Apa pengaruh iklan rokok terhadap minat
merokok anda?

3. Minat merokok berdasarkan norma sosial


individu
- Apakah di keluarga anda ada yang
merokok selain anda? Siapa?
- Apakah keluarga yang merokok
mempengaruhi anda untuk merokok?

40
- Pada saat kapan anda sering merokok?
- Bagaimana tanggapan keluarga jika
melihat anda merokok?
- Apa yang mendorong anda untuk
membeli rokok?
- Apakah ajakan teman mempengaruhi
anda untuk merokok?

4. Minat merokok berdasarkan kontrol perilaku


dari income individu
- Bagaimana kondisi ekonomi anda saat
anda ingin merokok?
- Apakah anda tetap merokok saat anda
memiliki sedikit uang?
- Apakah menurut anda orang yang
merokok adalah orang yang memiliki
banyak uang?

5. Minat merokok berdasarkan kontrol perilaku


dari status sosial individu
- Menurut anda mengapa laki-laki
merokok?
- Apakah wanita boleh merokok?
- Apa pendapat anda tentang wanita yang
merokok?
- Mengapa wanita ada yang merokok?
- Apakah lulusan pendidikan tertentu
menentukan tingkat minat orang untuk
merokok?
- Apa pendapat anda tentang orang sarjana
yang merokok?
- Apakah menurut anda pekerjaan tertentu
membuat orang ingin merokok? Seperti
apa?
- Apakah setelah menikah minat merokok
anda berkurang?
- Apa tanggapan pasangan anda jika anda
merokok?
- Apa ada perbedaan saat merokok ketika
anda sudah menikah dan saat belum
menikah?

41
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN

PENGARUH INCOME DAN STATUS SOSIAL TERHADAP MINAT


MEROKOK PADA PEROKOK AKTIF
(Studi Kualitatif pada Perokok Aktif di Kota Palembang)

Dari berbagai informan kunci pada penelitian ini, akan dilakukan


wawancara dengan berbagai pertanyaan sebagai berikut :

1. Pembuka

Penjelasan mengenai dampak merokok dalam kehidupan baik dari segi


kesehatan dan sosioekonomi.

2. Minat merokok berdasarkan sikap individu

- Dimana saja anda dapat mencari informasi mengenai dampak merokok?


- Kondisi apa saja yang membuat anda ingin merokok?
- Bagaimana perasaan anda saat merokok?
- Apakah anda sering melihat iklan rokok?
- Apa pengaruh iklan rokok terhadap minat merokok anda?

3. Minat merokok berdasarkan norma sosial individu


- Apakah di keluarga anda ada yang merokok selain anda? Siapa?
- Apakah keluarga yang merokok mempengaruhi anda untuk merokok?
- Pada saat kapan anda sering merokok?
- Bagaimana tanggapan keluarga jika melihat anda merokok?
- Apa yang mendorong anda untuk membeli rokok?
- Apakah ajakan teman mempengaruhi anda untuk merokok?

4. Minat merokok berdasarkan kontrol perilaku dari income individu

- Bagaimana kondisi ekonomi anda saat anda ingin merokok?


- Apakah anda tetap merokok saat anda memiliki sedikit uang?
- Apakah menurut anda orang yang merokok adalah orang yang memiliki
banyak uang?

5. Minat merokok berdasarkan kontrol perilaku dari status sosial individu

- Menurut anda mengapa laki-laki merokok?


- Apakah wanita boleh merokok?
- Apa pendapat anda tentang wanita yang merokok?

42
- Mengapa wanita ada yang merokok?
- Apakah lulusan pendidikan tertentu menentukan tingkat minat orang untuk
merokok?
- Apa pendapat anda tentang orang sarjana yang merokok?
- Apakah menurut anda pekerjaan tertentu membuat orang ingin merokok?
Seperti apa?
- Apakah setelah menikah minat merokok anda berkurang?
- Apa tanggapan pasangan anda jika anda merokok?
- Apa ada perbedaan saat merokok ketika anda sudah menikah dan saat
belum menikah?

43

Anda mungkin juga menyukai