BAB I
PENDAHULUAN
1
rendah, pengaruh teman sebaya, dan keluarga yang dirumah juga merokok yang
dapat menjadi faktor minat merokok oleh perokok itu sendiri.4
Pada penelitian Action of Smoking and Health tahun 2013, prevalensi
merokok meningkat dikalangan orang-orang yang sedang mengalami masalah
sosial dan ekonomi, mereka mengaku merokok dapat menjadi metode yang dapat
mengobati dan mengatasi stress. 9
Tingginya minat merokok karena income dan status sosial individu ini
memberikan dampak negatif pada semua aspek kehidupan. Konsumsi rokok yang
tinggi menyebabkan biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan terus meningkat
dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin.
Angka kerugian yang diakibatkan oleh konsumsi rokok mencapai US$ 200 juta
dolar setiap tahunnya. Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005
mencapai US$ 18,5 Milyar atau Rp167,1 Triliun. Biaya tersebut termasuk juga
biaya langsung tingkat rumah tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya
produktifitas akibat kematian dini, sakit dan kecacatan. Jumlah ini meningkat 5
kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp32,6 triliun. Sedangkan
pada tahun 2008 biaya yang dikeluarkan untuk membeli rokok mencapai total
Rp338,75 triliun. Hal ini termasuk jumlah kehilangan ekonomi yang disebabkan
oleh morbiditas dan mortalitas dini. Jumlah ini mencapai 8 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan pendapatan yang didapatkan pemerintah melalui rokok yang
hanya sebesar Rp 45 triliun. 20
Selain itu, merokok dapat menyebabkan berbagai dampak gangguan
kesehatan, termasuk penurunan kognitif dan kemampuan fisik seseorang 4.
Menurut American Lung Association (ALA), ada sekitar 600 bahan beracun di
dalam rokok dan banyak dari senyawa kimia tersebut merupakan senyawa
karsinogenik serta memberikan dampak negatif pada sistem kardiovaskular 5.
Penyakit yang dapat disebabkan oleh merokok yaitu gangguan penyakit saluran
pernapasan (PPOK), gangguan kardiovaskular, berbagai kanker, yaitu kanker
kandung kemih, kanker darah (acute myeloid leukimia), kanker serviks, kanker
kolon dan rektum (colorectal), kanker esofagus, kanker ginjal dan ureter, kanker
laring, kanker hati, kanker oroparing (termasuk tenggorokan, lidah, tonsil,
2
palatum), kanker pankreas dan perut, kanker trakea, bronkus, dan yang paling
seering kanker paru 6,7. Menurut WHO, lebih dari 1,1 miliyar orang yang merokok
di seluruh dunia pada tahun 2015 dan 1 dari 10 kematian di dunia pada usia
dewasa disebabkan oleh merokok serta sekitar 6 juta orang meninggal karena
rokok setiap tahunnya.8
Menurut Ajzen dan Fishbain, minat (intensi) merokok merupakan
prediktor yang baik dalam menentukan perilaku merokok pada seorang individu.
Teori planned behavior (TPB) menyatakan bahwa minat atau intensi merupakan
faktor determinan terdekat dari perilaku. 14
Dari penjelasan di atas, terdapat beberapa faktor yang menyebkan minat
seseorang meningkat untuk merokok dari segi income dan status sosial padahal
merokok memiliki dampak yang sangat merugikan baik bagi individu maupun
bagi negara. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi minat merokok, termasuk pengaruh income dan status
sosial terhadap minat merokok pada perokok aktif di Kota Palembang.
3
4. Mengetahui minat merokok pada perokok aktif berdasarkan kontrol
perilaku dari status sosial individu.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Menjadi landasan ilmiah untuk penelitian selanjutnya mengenai
pemahaman pengaruh income dan status sosial terhadap minat merokok pada
perokok aktif.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai sumber informasi mengenai pengaruh income dan status sosial
terhadap minat merokok pada perokok aktif
2. Sebagai masukan bagi pihak yang akan melakukan kegiatan promosi
kesehatan terkait perilaku merokok untuk menghilangkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap minat merokok pada perokok aktif, khususnya pada
income dan status sosialnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Minat
2.1.1. Definisi Minat (intensi)
Menurut Fishbein dan Ajzen tahun 1975, intensi didefinisikan sebagai
lokasi seseorang pada dimensi probabilitas subjektif yang mencakup hubungan
antara dirinya dengan beberapa tindakan 14. Menurut Jogiyanto tahun 2007, minat
merupakan keinginan atau kemauan untuk melakukan perilaku yang sifatnya tidak
13
selalu statis karena dapat berubah dengan berjalannya waktu . Menurut
Jogiyanto tahun 2007 minat juga didefinisikan sebagai suatu fungsi dari dua
penentu dasar, yang satu berhubungan dengan faktor pribadi dan yang lain
berhubungan dengan pengaruh sosial. Faktor pribadi di sini didefinisikan sebagai
sikap terhadap perilaku individual, yang merupakan evaluasi kepercayaan (belief)
atau perasaan (afek) positif atau negative dari individu untuk melakukan perilaku
tertentu yang diinginkan. Sedangkan penentu kedua dari minat, yang berhubungan
dengan pengaruh sosial adalah norma subjektif, karena berhubungan dengan
persepsi atau pandangan seseorang terhadap tekanan sosial (kepercayaan-
kepercayaan orang lain) yang akan mempengaruhi individu tersebut dalam
memilih untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang
dipertimbangkan.13
Minat dapat menjadi indikasi seberapa besar seseorang individu akan
berusaha menampilkan perilaku tertentu. Minat akan menjadi kecendrungan
sampai seseorang menampilkan usaha untuk merealisasikan minat menjadi
perilaku. Pengukuran minat dapat dilakukan untuk mengidentifikasi tentang cara
suatu perilaku terbentuk dan mengetahui alasan seseorang melakukan perlaku
tersebut.12,13,14
5
2. Aspek Afektif
Aspek ini didasarkan atas sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan oleh
minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu
orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat
tersebut. Termasuk juga sikap yang dinyatakan ataupun tersirat dari berbagai
bentuk media massa terhadap kegiatan tersebut.
3. Aspek psikomotor
Minat yang dilakukan berjalan dengan lancar tanpa pemikiran lagi sesuai
dengan aspek-aspek lain. Minat tetap mengalami kemajuan walaupun aspek ini
berjalan lambat.
6
b. Ketergantungan pada yang lain
Kurangnya kesempatan dan ketergantungan pada orang lain seringkali
hanya membawa perubaan yang bersifat sementara pada intensi individu.
7
ditambah dengan perceived behavioral control (pemahaman control
perilaku).12,14,15
Menurut Ajzen (1988), sesuai dengan teori TPB, intensi merupakan fungsi
dari tiga penentu dasar, yaitu sikap, norma subjektif, dan isu-isu pengontrol
(kontrol perilaku) 1,14,15
8
positif karena perokok melaporkan bahwa dengan merokok dapat membantu
meringankan perasaan cemas dan melepas stres.9
Iklan merupakan media untuk mempromosikan suatu produk atau barang
dibuat untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Iklan rokok saat ini begitu
menarik perhatian konsumen, dengan menayangkan gambar seorang pria yang
gagah dan berani seolah-olah menggambarkan sosok pria perokok. Di samping
itu, iklan rokok juga mengingatkan dampak merokok yaitu Merokok dapat
Membunuhmu.33,34
9
2. Orang tua
Orang tua adalah faktor yang sangat berpengaruh, karena figur orang tua
akan ditiru oleh anaknya. Terkait dengan konsep transmisi perilaku tersebut,
banyak orang tua, ataupun anggota keluarga lain yang merokok dan tentu menjadi
model bagi anaknya atau anggota keluarga yang lain pula, seperti kakak yang
akan menjadi model bagi adik-adiknya33,34,35. Menurut CDC, wanita yang merokok
memiliki risiko yang membahayakan pada kehamilan dan kesehatan dari dirinya
sendiri. Wanita juga sebagai model dari anaknya, sehingga meningkatkan
prevalensi anak-anak yang merokok 49. Selain itu, studi Harakeh dkk tahun 2004
menemukan bahwa pengetahuan orang tua dan status merokok orang tua sebagai
norma sosial mempengaruhi sikap seseorang terhadap merokok. Sehingga, baik
itu dorongan positif maupun negatif dari keluarga dapat mempengaruhi intensi
seorang individu.14
Menurut Faridah dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa minat
merokok yang tumbuh sejak remaja yaitu karena ajakan dari teman sebaya dan
dampak dari keluarga yang merokok. Taylor juga mengatakan bahwa kumpulan
rekan dan anggota keluarga yang merokok meningkatkan dorongan seseorang
untuk merokok dikarenakan hal tersebut dapat menimbulkan persepsi bahwa
merokok tidak berbahaya bagi kesehatan. 42
10
Di sinilah perbedaan teori reaction action dengan teori planned behavior
muncul, di mana perceived behavioral control ditentukan oleh dua faktor yaitu
control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan
perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan
suatu perilaku). Jika individu memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-
faktor yang ada yang menjadi fasilitas suatu perilaku, maka individu tersebut
memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengndalikan perilaku, begitupun
sebaliknya. Sedangkan persepsi dapat mencerminkan pengalaman masa lalu,
antisipasi masa yang akan datang, dan sikap terhadap norma yang berpengaruh di
sekitar individu.1,14
Maka dari itu, seseorang memiliki minat untuk mewujudkan perilaku saat
individu tersebut menilai perilaku nya secara positif, atau saat mengalami desakan
sosial untuk melakukannya, dan atau ketika individu itu percaya mereka memiliki
kesempatan dan kemampuan untuk mewujudkannya. 1
Ajzen (1991) mendefinisikan Perceived Behavioral Control sebagai
dorongan maupun hambatan yang dipersepsikan seseorang untuk menampilkan
tingkah laku. Aspek-aspek pada perceived behavioral control adalah control
beliefs, yaitu
Background seberapa besar kontrol individu terhadap perilakunya untuk
Factors:
menghalangi
1. Personal: atau mendukung perilaku yang akan ditampilkannya. Perceived
Behavioral Attitude
-General attitudes
behavioral
- Personality control
traits biasanya juga dipengaruhi
Belief oleh faktor lain yang dapat
toward the
- Values behavior
meningkatkan
- Emotions atau menurunkan persepsi tentang kesulitan dalam perwujudan
-Intelligence 12,13,14
perilaku ini, yaitu merokok . Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol
2. Social: Normative Subjective
perilaku dapat berupan income dan status sosial individu Intention Behavior
- Age, gender Beliefs Norm
- Race, ethnicity
- Education
- Income
- Religion
12
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 6 bulan selama hidupnya, dan masih
merokok saat survey penelitian dilakukan. 19
13
2.3.3 Klasifikasi Perokok
Menurut Mutadin, perilaku merokok dapat diklasifikasikan menurut
intensitas merokok dan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya, antara lain 22:
a. Perokok sangat berat, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu
merokok lima menit setelah bangun tidur pagi hari dan mengkonsumsi
lebih dari 31 batang rokok setiap harinya.
b. Perokok berat, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu
merokok sekitar 6-30 menit setelah bangun tidur pagi hari dan
mengkonsumsi 21-30 batang rokok setiap hari.
c. Perokok sedang, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu
merokok sekitar 31-60 menit setelah bangun tidur pada pagi hari dan
menghabiskan rokok sekitar 11-20 batang rokok setiap hari.
d. Perokok ringan, yaitu perokok yang merokok dengan selang waktu 60
menit dari bangun tidur pada pagi hari dan menggunakan rokok sekitar
10 batang per hari
Sedangkan menurut laporan kesehatan yang dituliskan oleh Kemenkes RI
tahun 2011, kategori perilaku perokok di bagi menjadi empat, antara lain 23:
a. Merokok setiap hari: jika individu merokok setiap hari, tidak dilihat
berapa jumlah rokok setiap hari.
b. Merokok kadang-kadang: jika individu merokok dan tidak merokok
setiap hari tapi pasti merokok dalam satu bulan.
c. Mantan perokok: jika individu pernah merokok dan dalam satu tahun
terakhir, individu tersebut sudah tidak merokok.
d. Bukan perokok: jika individu tidak pernah sekalipun merokok dalam
hidupnya.
Indeks Brinkman (IB) juga dapat digunakan untuk mengklasifikasi
perokok yaitu dengan rumus: jumlah rata-rata konsumsi rokok perhari (batang) x
lama merokok (tahun), dengan hasil ringan (0-199), sedang (200-599) dan berat
(>600). 24
14
1. Tahap preparatory (persiapan)
Pada tahap ini, keinginan merokok ditimbukna akibat seseorang yang
mendapatkan gambaran yang menyenangkan tentang merokok dengan cara
mendengar, melihat, atau dapat juga dari hasil bacaan.
2. Tahap initiation (permulaan)
Pada tahap ini, seseorang akan mulai untk mencoba merokok. Selanjutnya
dia akan memutuskan apakah akan meneruskan perilaku merokok ini atau
berhenti.
3. Tahap becoming a smoker (menjadi perokok)
Pada tahap ini, seseorang telah dianggap sebagai perokok. Seseorang akan
sendrung terus merokok bila dia telah merokok minimal 4 batang sehari.
4. Tahap maintenance of smoking (perokok tetap)
Pada tahap ini, merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri
(self-regulating). Merokok dianggap memberikan efek fisiologis yang
menyenangkan. Semakin panjang tahapan yang sudah dilewati pelaku merokok,
maka akan semakin sulit pula perilaku merokok untuk dihentikan.
15
Tindakan merokok berbahaya bagi kesehatan bukan hanya untuk diri
sendiri, akan tetapi rokok juga berbahaya bagi lingkungan di sekitar perokok
tersebut. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 meyatakan bahwa sebesar 85%
rumah tangga di Indonesia terpapar asap rook, estimasinya adalah delapan
perokok meninggal karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena
terpapar asap rokok orang lain. Berdasarkan perhitungan rasio ini maka
setidaknya 25.000 kematian di Indonesia terjadi dikarenakan asap rokok orang
lain 20. Berikut beberapa masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat merokok:
b. Penyakit Kardiovaskular
Teori menurut Dr. Judith Mackay dan Dr. George A. Mensah dalam
Afriyanti tahun 2015, menunjukkan Insiden infark miokard dan kematian akibat
28
PJK meningkat progresif sesuai dengan jumlah rokok yang dihisap . Penyakit
kardiovaskular terkait kebiasaan merokok yang paling sering adalah penyakit
jantung koroner. Menurut penelitian Elisabeth, resiko terjadinya penyakit jantung
16
koroner meningkat 2-4 kali lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok 29. Nicotin dan karbon monoksida dapat membebani jantung dengan cara
membuat jantung bekerja lebih cepat. Zat kimia yang ada di asap rokok dapat
menggumpalkan darah dan membentuk gumpalan pada arteri koroner. Selain itu,
merokok juga dapat merusak dinding dari arteri koroner yang akan menimbulkan
terbentuknya trombus pada dinding arteri. 30
c. Kanker
Rokok menyebabkan sekitar 60.000 kasus baru kanker dalam setahun dan
22% kematian karena kanker di dunia 31. Merokok adalah penyebab utama kanker
paru-paru6. Merokok juga meningkatkan isiko menderita paling tidak 13 tipe
kanker lain, termasuk kanker mulut, faring, hidung dan sinus, laring, esofagus,
hepar, pankreas, gaster, renal, intestinal, ovarium, vesica urinaria, serviks, dan
beberapa tipe leukemia. Kandungan tar dalam rokok yang bersifat karsinogenik
akan menempel di permukaan saluran napas cukup lama yang akan menyebabkan
perubahan sel normal menjadi sel ganas. 32
2.4 Income
2.4.1 Definisi Income
Pendapatan seseorang dapat didefinisikan sebagai banyaknya penerimaan
yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan seseorang atau suatu
bangsa dalam periode tertentu. Reksoprayitno mendefinisikan: Pendapatan dapat
diartikan sebagai total penerimaan yang diperoleh pada periode tertentu.
Pendapatan juga bisa diartikan sebagai jumlah penghasilan untuk jangka waktu
tertentu yang diterima oleh seseorang atau anggota masyarakat sebagai balasan
jasa atau faktor-faktor produksi yang telah disumbangkan oleh anggota
masyarakat tersebut. 36
17
1. Golongan pendapatan sangat tinggi, yaitu jika pendapatan seseorang
mencapai rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan
2. Golongan pendapatan tinggi, yaitu jika pendapatan rata-rata seseorang
berada diantara Rp. 2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan
3. Golongan pendapatan sedang, yaitu jika pendapatan rata-rata eseorang
berada diantara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan
4. Golongan pendapatan rendah, yaitu jika pendapatan rata-rata seseorang
Rp. 1.500.000,00 per bulan.
Pengklasifikasian penghasilan rumah tangga yang didapat selama sebulan
dapat dengan indikator UMP (Upah Minimum Provinsi), yang pembagiannya
yaitu di atas UMP dan di bawah UMP. Berdasarkan Keputusan Gubernur
Sumatera Selatan Nomor 675/KPTS/DISNAKERTRANS/2014 tentang Upah
Minimum Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 ditetapkan bahwa UMP sebesar
Rp. 1.974.346,00 perbulan dengan standar 7 jam kerja dan/atau 40 jam kerja
seminggu. 37
18
Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik pada tahun 2011, pengeluaran untuk tembakau menempati posisi kedua
setelah padi-padian. Pengeluaran untuk rokok di rumah tangga termiskin jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran penting seperti pengeluaran untuk
pendidikan,kesehatan, telur, susu, dan daging. Pengeluaran untuk rokok 5 kali
lebih banyak dari pengeluaran untuk telur dan susu, 6,5 kali lebih besar dari biaya
pendidikan, 6,5 kali lebih besar dari biaya kesehatan, dan 9 kali lebih banyak dari
pengeluaran untuk daging2,20. Namun, Kebiasaan merokok berbeda antara
seseorang yang memiliki tingkat sosial ekonomik tinggi dengan yang memiliki
tingkat sosial ekonomik rendah, di mana yang lebih lazim terjadi pada seseorang
yang tingkat sosial ekonomik rendah. 38
Ruhm menemukan bahwa minat merokok meningkat pada kondisi
ekonomi yang sedang mengalami kemajuan10. Sedangkan penelitian lain
menemukan bahwa pengeluaran untuk rokok di rumah tangga termiskin jauh lebih
2,20
tinggi dibandingkan dengan pengeluaran penting lain . Namun, Kebiasaan
merokok berbeda antara seseorang yang memiliki tingkat sosial ekonomik tinggi
dengan yang memiliki tingkat sosial ekonomik rendah, di mana yang lebih lazim
terjadi pada seseorang yang tingkat sosial ekonomik rendah. 38
19
dimaksudkan sebagai kedudukan sosial seorang oknum dalam kelompok serta
dalam masyarakat.39
20
pada laki-laki (65,8%) dibandingkan perempan (4,2%) 2. Sedangkan menurut
WHO, jumlah perokok laki-laki di Indonesia tahun 2015 mencapai 75,9%, dengan
jumlah perokok wanita sebesar 3,3% 3. Hal ini dapat berhubungan dengan media
massa yang menganggap perokok sebagai lambang kejantanan 34. Selain itu,
perokok wanita dianggap sebagai masalah serius karena bukan hanya dampak
rokok yang mengganggu kesehatan wanita, tapi juga karena dampak rokok yang
mempengaruhi fungsi reproduksi yang akan berdampak juga pada kesehatan
anak46.
Menurut penelitian Guindon dkk, bahwa laki-laki merokok lima kali lebih
sering daripada wanita, tetapi rasio wanita dibandingkan laki-laki mencapai angka
yang bervariasi. Di negara maju, seperti Australia, Kanada, USA, dan negara-
negara di Eropa, jumlah wanita yang merokok sama dengan jumlah laki-laki yang
merokok. Namun, di negara berkembang, yang memiliki income rendah sampai
sedang, jumlah wanita yang merokok lebih rendah daripada laki-laki yang
merokok. Selain Indonesia, di Cina, 61% laki-laki yang merokok, dengan wanita
hanya 4,2%. Di Argentina, 34% laki-laki merokok dibandingkan dengan wanita
yang merokok sebesar 23%. 51
Menurut penelitian Waldron dkk, jumlah perokok wanita relatif lebih
rendah dibandingkan dengan jumlah pada laki-laki disebabkan oleh faktor social
disapproval pada wanita yang merokok dan karena wanita yang memiliki status
ekonomi dan sosial yang rendah. Misalnya, tahun 1920 di Amerika Serikat,
merokok pada wanita jarang terjadi karena wanita yang merokok telihat kurang
terhormat. Namun, semakin menigkatnya toleransi di masyarakat menyebabkan
perokok wanita meningkat mengejar jumlah perokok laki-laki, terlebih lagi hal ini
telah terjadi di Eropa 51. Selain karena faktor sosial, banyak wanita yang merokok
disebabkan karena marketing industri rokok yang menunjukkan rokok pada
wanita sebagai simbol emansipasi.51
Pada penelitian di dapatkan, wanita yang telah merokok lebih sulit untuk
berhenti. Wanita lebih banyak takut dalam peningkatan berat badan sehingga
menginisiasi dan akan terus merokok untuk mengontrol berat badannya. Wanita
yang merokok cendrung menunjukkan mereka ingin menghindar dari masalah
21
sementara laki-laki merokok karena lingkunganya atau untuk meningkatkan
perasaan positifnya. Seingga wanita yang telah merokok cendrung akan lebih sulit
berhenti dibandingkan laki-laki yang merokok 50.
22
mencapai usia karir dua puluhan dan memasuki usia tiga puluhan. Hal ini
dianggap sebagai indikasi ketrampilan dan kekuatan individu saat mereka
bertahan di lingkungan masyarakat atau menjalankan fungsi pemeliharaan di
masyarakat.
Penelitian Ham dkk didapatkan hasil pada pekerjaan, perokok didapatkan
lebih banyak pada pekerja industri dan pekerja lapangan dibandingkan
dibandingkan dengan pekerja kantoran, dengan perokok yang paling banyak yaitu
pekerja konstruksi. Pekerja kantoran dianggap memiliki income dan dukungan
lebih baik, atau stigma budaya tentang merokok yang lebih baik sehingga pekerja
kantoran lebih banyak yang berhenti merokok. 47
Prevalensi merokok tinggi dikalangan orang-orang yang sedang
mengalami masalah sosial dan ekonomi, mereka mengaku merokok dapat menjadi
metode yang dapat mengobati dan mengatasi stress 9. Studi prevalensi perokok
pada orang dewasa di Semarang menunjukkan tukang becak 96,11%, paramedis
79,8%, pegawai negeri 51,9% dan dokter 36,8% 43. Hal ini menunjukkan tukang
becak sebagai salah satu profesi yang juga di lapangan yang mengalami
permasalahan sosial ekonomi, khususnya dalam memenuhi kebutuhan hidup
keluarga, memiliki tingkat minat merokok yang tinggi. 44
Sebaliknya, menurut penelitian Espinoza dan Najera di Universitas
Central American, mengatakan bahwa tidak ada hubungannya posisi seseorang
dalam pekerjaan atau institusi tertentu dengan merokoknya individu dalam sehari.
Individu dengan pekerjaan yang menuntut waktu, atau yang menuntut tingkat
konsentrasi yang tinggi dan kerja ekstra lebih sering merokok. Individu yang
memiliki jabatan tinggi dalam pekerjaan biasanya memiliki tingkat akademik
yang tinggi, biasanya memiliki tingkat stress yang lebih tinggi, sehingga
menyebabkan peningkatan konsumsi rokok. 52
23
sosial karena perbedaan cara angggota keluarga dalam menghadapi beberapa
masalah.
Pada penelitian Espinoza dan Najera di Universitas Central American
tahun 2012, mengatakan bahwa individu yang belum menikah lebih sering
merokok dibandingkan dengan yang sudah menikah. Hal itu disebabkan oleh
beberapa faktor eksternal, antara lain tekanan dan dukungan dari pasangan lebih
signifikan dapat menekan perilaku merokok. Karena secara umum, individu yang
sudah menikah atau yang sedang merasakan cinta memiliki pendamping rumah
tangga yang cendrung menekan perilaku yang membahayakan, terutama
kesehatan mereka. 52
Sebaliknya, pada penelitian Vidal didapatkan bahwa perokok lebih banyak
yang sudah menikah dibandingkan yang belum menikah. Namun status
pernikahan di penelitian ini tidak menunjukkan hubungan terhadap minat
merokok48. Di Indonesia sendiri tepatnya dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta
tahun 2010 didapatkan bahwa lebih dari 50% kepala keluarga di Surakarta
merupakan perokok. 41
Sikap
Behavioral belief
Outcome evaluation
Minat Perilaku
Norma Sosial
Merokok merokok pada
Motivation to comply perokok aktif
Normative belief
Perceived Control
Behavioral Income dan
Control beliefs status sosial
Percieved power
24
2.7 Kerangka Konsep
Minat Merokok
BAB III
METODE PENELITIAN
25
perokok aktif menggunakan data primer melalui focus group discussion (FGD),
dan wawancara mendalam.
26
- 4 orang laki-laki yang sudah menikah, lulusan sekolah menengah,
pekerjaan lapangan, dengan income di bawah UMP
27
norma sosial, dan interview
kontrol perilaku.14
2 Sikap Sikap adalah hal- Sikap berupa Alat ukur:
hal yang pengetahuan FGD dan
mempengaruhi individu mengenai deep
sikap terhadap rokok berdampak interview
perilaku merokok pada kesehatan,
yang terdiri dari merokok karena Cara ukur:
keyakinan individu mengatasi cemas dan Responden
yang stress dan pengaruh mengikuti
mendorongnya iklan terhadap diskusi
untuk melakukan merokok. dalam FGD
hal tersebut dengan dan
perasaan positif menjawab
maupun negatif pertanyaan
dari perilaku dalam deep
merokok.1,14 interview
3. Norma sosial Norma sosial yaitu Norma sosial berupa Alat ukur:
keyakinan tekanan atau FGD dan
seseorang dukungan deep
mengenai pengaruh lingkungan sosial interview
lingkungan sosial yang diperoleh dari
terhadap dirinya pengaruh teman Cara ukur:
untuk melakukan maupun keluarga Responden
atau tidak mengikuti
melakukan perilaku diskusi
merokok1,13,14 dalam FGD
dan
menjawab
pertanyaan
dalam deep
interview
3 Kontrol Kontrol perilaku Kontrol perilaku Alat ukur:
Perilaku yaitu dorongan berasal dari income FGD dan
ataupun hambatan dan status sosial deep
yang dipresepsikan suatu individu interview
seseorang untuk sebagai faktor yang
menampilkan medorong ataupun Cara ukur:
tingkah laku1,14 menghambat Responden
seseorang saat ingin mengikuti
merokok diskusi
dalam FGD
dan
menjawab
pertanyaan
dalam deep
28
interview
4 Perokok aktif Individu yang Menurut Indeks Alat ukur:
sudah menghisap Brinkman (IB) untuk observasi
minimal 100 mengklasifikasi
batang rokok perokok yaitu Cara ukur:
seumur hidupnya dengan rumus: Responden
dan masih merokok jumlah rata-rata menjawab
hingga saat ini baik konsumsi rokok pertanyaan
tiap hari atau perhari (batang) x peneliti
kadang-kadang.19 lama merokok
(tahun), dengan hasil
ringan (0-199),
sedang (200-599)
dan berat (>600).24
29
menjawab
pertanyaan
dalam deep
interview
30
3.8 Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian berdasarkan hasil FGD, deep
interview, dan observasi telah dicatat dan direkam. Setelah data terkumpul maka
data akan dikelompokan dan diinterpretasikan kedalam bentuk tulisan.
Dalam menjaga validitas data, dilakukan pengujian data terhadap
penelitian. Pengujian data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
triangulasi. Triangulasi adalah usaha mengecek kebenaran data atau informasi
yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis sekaligus untuk menguji kredibilitas data dengan berbagai teknik dan
sumber53. Triangulasi yang dapat dilakukan dapat berupa triangulasi data untuk
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan, dan dapat berupa
triangulasi metode dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data
yang sejenis sehingga data dapat di cek silang. Setelah diuji, maka data akan
disajikan dan dibuat kesimpulan sesuai tujuan penelitian.54
3.9 Kerangka Operasional
Pengumpulan data
Data didapatkan dari hasil FGD, deep interview,dan
hasil observasi
4.1 Kesimpulan
Menurut teori planned behavior minat merokok pada perokok aktif
didasarkan oleh tiga faktor yaitu sikap, norma sosial, dan kontrol individu. Sikap
diketahui dengan cara menghubungkan suatu perilaku yang akan diprediksi
dengan berbagai manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh apabila individu
melakukan atau tidak melakukan perilaku itu.Sikap dapat diperoleh individu
seperti dari iklan atau media massa. Norma sosial merupakan keyakinan seseorang
mengenai pengaruh lingkungan sosial terhadap dirinya untuk melakukan atau
tidak melakukan perilaku tertentu. Pengaruh sosial dalam hal ini dapat didapatkan
dari teman sebaya dan orang tua. Sedangkan pada kontrol perilaku sebagai faktor
yang mendorong ataupun menghambat individu melakukan perilaku, yaitu income
individu dan status sosial individu. Status sosial berupa jenis kelamin, tingkat
32
pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan yang masing-masing memiliki
pengaruh terhadap minat merokok individu.
4.2 Saran
- Pemerintah disarankan lebih memperhatikan peningkatan angka perokok
di Indonesia
- Pemerintah sebaiknya memperbanyak program promosi kesehatan dan
dilakukan lebih kreatif dan disalurkan melalui berbagai media agar
dampak positif dari promosi kesehatan dapat menembus semua lapisan
masyarakat
- Agar masyarakat pada umumnya, khususnya orang tua maupun keluarga
dapat lebih bijak dalam melakukan perilaku merokok sehingga tidak
mempengaruhi anak-anak untuk melakukan hal yang sama.
- Pemerintah dapat membuat kebijakan berupa hukuman bagi masyarakat
yang merokok di tempat umum, sehingga tidak memberikan contoh yang
buruk bagi sekitar.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
7. Parsons, A. Influence of smoking cessation after diagnosis of early stagelung
cancer on prognosis: systematic review of observational studies with meta-
analysis.BMJ 2010.
8. World Health Organization. 2016. Tobacoo Fact Sheet. (dalam
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/, diakses 29 Maret 2017)
9. ASH (Action oc Smoking and Health). 2013. Fact Sheet: on Smokng and
Mental Health. (dalam www.ash.org.uk, diakses 29 Maret 2017).
10. Jha PD, Phil R, Peto. 2014. Global Effects of Smoking, of Quitting, and of
Taxing Tobacco (dalam
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra1308383, diakses 29 Maret
2017
11. JL Zargosky. 2004. The wealth effects of smoking. (dalam
http://tobaccocontrol.bmj.com/content/13/4/370 , diakses 29 Maret 2017)
12. Rafinda K, Suhana. Studi Deskriptif Mengenai Intensi Merokok pada
Mahasiswa FK Unisba.Prosiding Psikologi 2016: 2(1) : 359-364.
13. Trisnaniar, RI. Studi Fenomenologi: Intensi Merokok pada Remaja. Naskah
Publikasi. Fakultas Psikologi UMS 2015.
14. Rosdiana S. Faktor- Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Intensi Merokok
pada Remaja.Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2011.
15. Ajzen I. The theory of planned behaviour: Reactions and
Reflections.Routledge : Psychology and Health, 2014: 26(9): 1113-1127.
16. Achmat Z. 2010. Theory Of Planned Behavior, Masihkah Relevan?, (dalam
www.umy.ac.id,diakses 1 April 2017).
17. Schuz B, Waili AS, Hardine A,McEchan RRC, Conner M .Socioeconomic
status as a moderator between social cognitions and physical activity:
Systematic review and meta-analysis based on te theory of Planned behavior.
Psychology of sport and exercise. 2016
18. Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi
Kesehatan. Jakarta: Pemerintah RI, 2012.
19. Octafrida MD. 2011. Hubungan Merokok dengan Katarak di Poliklinik Mata
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. (KTI). Universitas
Sumatera Utara. Medan.
35
20. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia. Departemen Kesehatan RI, 2013:1-11.
21. Aldiabat K, Clinton M. Becoming a Novice Smoker: Initial Smoking
Behaviours among Jor danian Psychiatric Nurses. The Qualitative Report
2013 Jun: 18(22): 1-16.
22. Novicka EV. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Merokok pada
Remaja Laki-laki di Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.
Skripsi pada Jurusan Keperawatan UMS, 2012.
23. Hidayat T. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada
Mahasiswa Keperawatan di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis
Fakultas Ilmu Keperawatan UI, 2012.
24. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Edisi kedua. Jakarta:
Rineka Cipta, 2007.
25. Sulati, Tri. Dinamika Perilaku Merokok pada Remaja. Magister Psikologi
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015. Naskah
publikasi.
26. Better health channel. 2016. Smoking-effects on your body. (dalam
Betterhealth.vic.gov.au, diakses pada 29 Maret 2017).
27. ASH. 2011. Action on Smoking and Health Factsheet: Smoking and
respiratory disease, (dalam http://www.ash.org.uk, diakses 29 Maret 2017).
28. Afriyanti, Ratnawulan. Hubungan antara perilaku Merokok dengan Kejadian
Penyakit Jantung Koroner. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado, 2015.
29. Fezi, Fikha. Pengaruh Merokok terhadap terjadinya Penyakit Jantung Koroner
(PJK) di RSUP Dr. Whidin Sudirhusodo Makasar, 2013: 1(6) ISSN :2302-
1721.
30. Thun MJ, Carter BD, Feskanich D, Freedman ND, Prentice R, Lopez AD,
Hartge P. 50-Year Trends in Smoking-Related Mortality in the United States.
The New England Journal of Medicine 2013: Jan: 351-364.
31. Eriksen, M., J. Mackay, dan H. Ross. The Tobacco Atlas Fourth Edition.
American Cancer Society: Atlanta, USA. 2012.
36
32. Tobing, N.H. 2001. Rokok dan Kesehatan Respirasi. (dalam
http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/rokok/rokok-kes-03.html, Diakses 29
Maret 2017)
33. Virly, Monica. Hubungan Persepsi Tentang Bahaya Merokok dengan Perilaku
Merokok pada Karyawan di PT Sintas Kurama Perdana kawasan Industri
Pupuk Kujang Cikampek.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
34. Rahmadi, Afdol. Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Rokok dengan
Kebiasaan Merokok Siswa SMP di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
2013; 2(1).
35. Gilman SE, Rende R, Boegers J, Abrams DB, Buka SL, et al. Parental
Smoking and Adolscent smoking intiation: an Intergenerational Perspective on
Tobacco Control. NIH Public Access, 2009: 123(2): 274-28.
36. Sumarwan U. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.
37. Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor:
675/KPTS/DISNAKERTRANS/2014 tentang Upah Minimum Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2015.
38. Meijer E, Gebhardt WA, Laar CV, Kawous R, Beijk S. Socioeconomic status
in relation to smoking: The role of (expected and desired) social support and
quitter identity. Social Science and Medicine 2016 Nov: 162: 41-49.
39. Abdul S. Sosiologi Sistematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara,
2012: 93.
40. Soerjono S. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta : Rajawali, 1992 :25-26
41. Faridah F. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Remaja di
SMK X Surakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2015: April: 3 (3): 887-891.
42. Ginting MDF. Efektivitas Focus Group Discussion terhadap Peningkatan
Smoking Self Efficacy pada Kelompok Pria Dewasa Awal Kategori Perokok
Sedang. Thesis Fakultas Psikologi USU,2014.
43. Adisasmito, W. Case Study: Analisis Tingkat Keseriusan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dalam Memberlakukan Larangan Merokok di Tempat Umum.
Makalah Ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008..
37
44. Tasrum, A. Strategi Adaptif Tukang Becak Dalam Bertahan Hidup: Studi
Kasus Pada Komunitas Tukang Becak di Kota Palopo. Skripsi pada Jurusan
Antropologi Unhas, 2013.
45. Hollingshead AB. Four Factor Index of Social Status. Yale Journal of
Sociology, 2011: 8: 11-20.
46. Kaplan CP, Springer AN, Stewart SL, Stable EJP. Smoking Acquisition
Among Adolescents and Young Latinas, The Role of Socioenvironmental and
Personal Factors. Addictive Behaviors, 2001: 26 : 531-550.
47. Ham CD, Przybeck T, Strickland JR, Luke DA, dkk. Occupation and
Workplace Polices Prdict Smoking Behaviors: Analysis of National Data from
the Current Population Survey. National Institutes of Health, 2011: Nov:
53(11): 1337-1345.
48. Vidal PM, Cerveira JM, Paccaud F, Waeber G, dkk. Prevalence and Factors
Associated with Difficulty and Intention to quit smoking in Switzerland. BMC
Public Health, 2011: 11: 1-9
49. Maurice E, Kahande J, Trosclair A, dkk. Smoking Prevalence Among Women
of Reproductive Age. Center for Chronic Disease Preventation and Health
Promotion, diakses www.cdc.gov/ pada 8 Mei 2017)
50. Koplan, JP. Woman and Smoking, A Report of the Surgeon General. US
Public Health and Service. 2015
51. Hitchman SC, Fong GT. Gender Empowerment and Female-To-Male
Smoking Prevalence Ratios, 2011. Dalam www.who.int/ diakses pada 7 Mei
2017.
52. Espinoza LA, Najera JM. Effect of Marital Status, Gender, and Job Position in
Smoking Behaviour and Cessation Intent of Staff Members in a Central
America Public University. Cuardenos de Investigacion UNED, 2013: 5(1):
157-161.
53. Gunawan, Imam. 2015. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Bumi
Aksara, Jakarta, Indonesia.
54. Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Palembang. 2017
Tertanda
( .)
39
Lampiran 2.
Tanggal :
Waktu :
Tempat:
Moderator :
Notulen :
A. Pembukaan
1. Salam dan ucapan terima kasih kepada informan.
2. Perkenalan moderator dan notulen dilanjutkan dengan informan.
3. Penjelasan tujuan FGD
4. Peraturan FGD
Partisipasi aktif dari informan
Teratur dalam berpendapat
Tidak ada jawaban yang benar atau salah
Semua informasi yang didapat di ruangan ini bersifat rahasia
Jalannya diskusi akan direkam
Pernyataan Catatan
I. Pembukaan
Penjelasan mengenai dampak merokok dalam
kehidupan baik dari segi kesehatan dan
sosioekonomi
II. Inti
2. Minat merokok berdasarkan sikap individu
- Dimana saja anda dapat mencari
informasi mengenai dampak merokok?
- Kondisi apa saja yang membuat anda
ingin merokok?
- Bagaimana perasaan anda saat merokok?
- Apakah anda sering melihat iklan rokok?
- Apa pengaruh iklan rokok terhadap minat
merokok anda?
40
- Pada saat kapan anda sering merokok?
- Bagaimana tanggapan keluarga jika
melihat anda merokok?
- Apa yang mendorong anda untuk
membeli rokok?
- Apakah ajakan teman mempengaruhi
anda untuk merokok?
41
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN
1. Pembuka
42
- Mengapa wanita ada yang merokok?
- Apakah lulusan pendidikan tertentu menentukan tingkat minat orang untuk
merokok?
- Apa pendapat anda tentang orang sarjana yang merokok?
- Apakah menurut anda pekerjaan tertentu membuat orang ingin merokok?
Seperti apa?
- Apakah setelah menikah minat merokok anda berkurang?
- Apa tanggapan pasangan anda jika anda merokok?
- Apa ada perbedaan saat merokok ketika anda sudah menikah dan saat
belum menikah?
43