Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

SI TIKUS PENGENDALI NEGRIKU

DISUSUN OLEH:

LUH AYU MARGI UTAMI (2013.V.2.0014)

DOSEN PEMBIMBING :

DRS. PUTU SEDANA

IKIP PGRI BALI

FALKUTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

TAHUN 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga
senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk
yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak
lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun
seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan
dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak
pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru
menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri
fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti
yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman
penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan
masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini
meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh
kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta
eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi
dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu
bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak
secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah
banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini
sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel
organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif,

1
eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde
baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat
tinggi.
Berangkat dari latar belakang di atas makalah ini dibuat dengan membahas
korupsi yang kini mengendalikan negeriku.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan KKN di Indonesia?
2. Apa penyebab terjadinya KKN tersebut?
3. Kasus KKN apa saja yang pernah terjadi di Indonesia?
4. Dampak apa saja yang ditimbulkan oleh KKN?

C. TUJUAN PENULISAN
Untuk menganalisis penyebab terjadinya KKN di kalangan petinggi Negara.
Untuk mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas KKN.
Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda
dalam mencegah terjadinya praktik KKN.

2
BAB II
ISI

A. KAJIAN TEORI
Kata korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan
atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan
atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana
korupsi
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 2, korupsi adalah secara melawan hukum
untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan
negara atau perekonomian negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
Pasal 6 Ayat (1) Korupsi adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili Undang-Undang.

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.

Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya,


terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan
tersebut dikategorikan ke dalam 6 kelompok yaitu :

Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan


Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
Korupsi yang terkait dengan pemerasan
Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
3
Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang.

Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan
beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar
secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga
dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan
secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan
pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi
lancar.
Nepotisme adalah setiap perbuatan pentelenggara negara secara melawan
hukumyang menguntungkan kepentingan keluarga dan/atau kroninya di atas
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Pakar-pakar biologi telah
mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri,
sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.

B. PERKEMBANGAN KKN DI INDONESIA

1. Era sebelum Indonesia Merdeka


Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh budaya-tradisi
korupsi yang tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan
wanita. Kita dapat menyirnak bagaimana tradisi korupsi berjalin berkelin dan
dengan perebutan kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling
membalas dendam berebut kekusaan: Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa
Wongateleng dan seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan
lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji
merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan rakyat terhadap
Belanda dan seterusnya sampai terjadinya beberapa kali peralihan kekuasaan di
Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di Indonesia.
Kebiasaan mengambil upeti dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa
ditiru oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 1942) minus Zaman
Inggris (1811 1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-
perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro
(1825 -1830), Imam Bonjol (1821 1837), Aceh (1873 1904) dan lain-lain.

4
Namun, yang lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk pribumi
(rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Sebut saja misalnya kasus penyelewengan pada pelaksanaan Sistem Cuituur
Stelsel (CS) yang secara harfiah berarti Sistem Pembudayaan. Walaupun tujuan
utama sistem itu adalah membudayakan tanaman produktif di masyarakat agar
hasilnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi
ke kas Belanda, namun kenyataannya justru sangat memprihatinkan.
Isi peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS sebenarnya sangat
manusiawi dan sangat beradab, namun pelaksanaan atau praktiknyalah yang
sangat tidak manusiawi, mirip Dwang Stelsel (DS), yang artinya Sistem
Pemaksaan. Itu sebabnya mengapa sebagian besar pengajar, guru atau dosen
sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi DS. mengganti ungkapan
Sistem Pembudayaan menjadi Tanam Paksa.

2. Era Pasca Kemerdekaan


Bagaimana sejarah budaya korupsi khususnya bisa dijelaskan? Sebenarnya
Budaya korupsi yang sudah mendarah daging sejak awal sejarah Indonesia
dimulai seperti telah diuraikan di muka, rupanya kambuh lagi di Era Pasca
Kemerdekaan Indonesia, baik di Era Orde Lama maupun di Era Orde Baru.
Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih
belum melihat kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ibarat
penyakit, sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk
penyembuhan belum bisa ditemukan.
Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk
Badan Pemberantasan Korupsi Paran dan Operasi Budhi namun ternyata
pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari
Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan
Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota
yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan
mengisi formulir yang disediakan istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat
negara. Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir
tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu
tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.

5
Usaha Paran akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat
berlindung di balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah
sedang memanas sehingga tugas Paran akhirnya diserahkan kembali kepada
pemerintah (Kabinet Juanda).
Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya
pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat
sebagai Menkohankam/Kasab ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh
Wiryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih berat, yaitu meneruskan kasus-
kasus korupsi ke meja pengadilan.
Lembaga ini di kemudian hah dikenal dengan istilah Operasi Budhi.
Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara
lainnya yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata
juga mengalami hambatan. Misalnya, untuk menghindari pemeriksaan, Dirut
Pertamina mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menjalankan tugas ke
luar negeri, sementara direksi yang lain menolak diperiksa dengan dalih belum
mendapat izin dari atasan.
Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara
dapat diselamatkan sebesar kurang lebih 11 miliar rupiah, jumlah yang cukup
signifikan untuk kurun waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden,
akhirnya Operasi Budhi dihentikan. Menurut Soebandrio dalam suatu pertemuan di
Bogor, prestise Presiden harus ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain.
Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumurnkan pembubaran
Paran/Operasi Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando
Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi ketuanya
serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat
pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya mengalami stagnasi.

3. Era Orde Baru


Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967,
Presiden Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas
korupsi sehingga segala kebijakan ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato
itu memberi isyarat bahwa Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke
akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekad itu tak lama kemudian dibentuklah Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.

6
Tahun 1970, terdorong oleh ketidak-seriusan TPK dalam memberantas korupsi
seperti komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa
memprotes keberadaan TPK. Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog,
Pertamina, Departemen Kehutanan banyak disorot masyarakat karena dianggap
sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa yang
dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite
Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa seperti
Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas mereka yang
utama adalah membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin,
PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun kornite ini hanya macan ompong
karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di Pertamina tak direspon
pemerintah.
Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah
Opstib (Operasi Tertib) derigan tugas antara lain juga memberantas korupsi.
Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat. Tak lama setelah Opstib
terbentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam antara
Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode atau cara
pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin berhasil dalam
memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan kepada
Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu,
Opstib pun hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.

4. Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya korupsi lebih banyak dilakukan
oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen
penyelenggara negara sudah terjangkit Virus Korupsi yang sangat ganas. Di era
pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak
terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total
terhadap ORLA serta melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan
konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama
juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah diamalkan secara murni,
kecuali secara konkesuen alias kelamaan.
Kemudian, Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut

7
pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau
lembaga Ombudsman, Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).
Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman
dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-
gebu untuk rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review
Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami
kemunduran dalam upaya. pemberantasan KKN.
Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian
masyarakat tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya
pemberantasan korupsi. Kegemaran beliau melakukan pertemuan-pertemuan di
luar agenda kepresidenan bahkan di tempat-tempat yang tidak pantas dalam
kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigaan masyarakat bahwa Gus Dur
sedang melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi.
TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU
Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan
dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke
dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah
lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang
alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah
kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai
katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah
"good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik
Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001,
Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang
dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya
mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi,
tapi juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa
yang akan datang melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan
adanya contoh "island of integrity" (daerah contoh yang bebas korupsi).
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan
dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan
8
preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan
"memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain
agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi,
partisipasi dan akuntabilitas".

C. PENYEBAB TERJADINYA KKN


Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi
maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka. Kasus-kasus korupsi di Indonesia sudah
sangat banyak. Bahkan sebagian ilmu sosial sudah menyatakan bahwa korupsi itu
sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar pernyataan tersebut,
tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai
luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun seperti yang telah diajarkan oleh
agama-agama yang berkembang subur di Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu
pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia korupsi sudah sekedar menjadi suatu
kebiasan, hal ini karena korupsi di Indonesia berkembang dan tumbuh subur terutama
di kalangan para pejabat dari level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT
yang paling rendah. Perkembangan yang cukup subur ini berlangsung selama puluhan
tahun. Akibatnya penyakit ini telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian
diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan
rantai generasi korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari
jangkitan virus korupsi., Sehingga tidak heran jika negara Indonesia termasuk salah
satu negara terkorup di dunia.
Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat
pusat sampai daerah ; merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para pejabat
pemerintahan kita. Namun apakah korupsi hanya diakibatkan oleh persoalan moralitas
belaka? Setidaknya ada dua hal mendasar yang menjadi penyebab utama semakin
merebaknya korupsi.
Pertama: mental aparat yang bobrok. Menurut www.transparansi.or.id, terdapat
banyak karakter bobrok yang menghinggapi para koruptor. Di antaranya sifat tamak.
Sebagian besar para koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya. Namun, karena
ketamakannya, mereka masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak ini
biasanya berpadu dengan moral yang kurang kuat dan gaya hidup yang konsumtif.
9
Ujungnya, aparat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Yang lebih
mendasar lagi adalah tidak adanya iman yang kuat di dalam tubuh aparat. Jika seorang
aparat telah memahami betul perbuatan korupsi itu haram maka kesadaran inilah yang
akan menjadi self control bagi setiap individu untuk tidak berbuat melanggar hukum
Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua: kerusakan sistem politik, hukum dan pemerintahannya. Kerusakan sistem
inilah yang memberikan banyak peluang kepada aparatur Pemerintah maupun
rakyatnya untuk beramai-ramai melakukan korupsi. Peraturan perundang-undangan
korupsi yang ada justru diindikasi mempermudah (Jika ada pejabat negara
setingkat bupati dan anggota DPR/Dtersangkut perkara pidana harus mendapatkan
izin dari Presiden) timbulnya korupsi karena hanya menguntungkan kroni penguasa;
kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan,
sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu,
serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undang.
Secara rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di
Indonesia yaitu:

Korupsi sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa
Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara
Indonesia ini. Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret ke
pengadilan karena kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya
Ananta Toer (Di Tepi Kali Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta)
tertulis sesuai dengan fenomena yang ia ketahui di lingkungan sekitar terdapat
orang-orang yang mengambil keuntungan dari kekayaan negara untuk dirinya
sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga untuk
merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an Pramoedya
Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul Korupsi yang
mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan.
Kemudian di sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang diseret ke
pengadilan dan dijatuhi hukuman karena kasus korupsi.
Korupsi berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjamaah dan
sangat rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan
secara berjamaah, saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain
dalam suatu sitem yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi

10
sulit sekali terbongkar dan diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus ini
sangat rumit dan susah terungkap, hal tersebut dikarenakan para pelaku
korupsi merupakan orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi (orang-orang
pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta menutup rapat tindakan yang
mereka lakukan.
Konsentrasi kekuasan, pada pengambil keputusan yang tidak bertanggung
jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang
bukan demokratik dan juga kurangnya transparansi dalam pengambilan
keputusan pemerintah yang biasanya dengan kebijakan tersebut memungkikan
para penguasa mudah dalam melakukan tndakan korupsi dan menutupi
kesalahannya.
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal. Kampanye yang begitu mahal dalam
mencalonkan diri menjadi kepala-kepala pemerintahan baik pada tingkat pusat
maupun daerah merupakan salah satu faktor penyebab maraknya kasus korupsi
di Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka ingin mengembalikan modal dari
uang yang telah mereka kaluarkan untuk mencalonkan diri dan mengikuti
kampanya. Selain mengembalikan modal tentunya mereka juga berharap
mendapatkan keuntungan yang lebih dari modal yang telah mereka keluarkan.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak
sekali proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya
manusia yang menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini
dapat diketahui misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara
seminar/workshop-workshop yang mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka
biasanya melakukan workshop di hotel berbintang, ditempat yang relatif jauh
dan dengan alasan refreshing sehingga menguras dana rakyat sangat besar,
padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus untuk mengikuti workshop
dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka, melainkan mereka banyak
menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan, shoping, dan sebagainya.
Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak semestinya seperti
pembangunan toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan teman
lama. Lingkungan yang tertutup sangat memungkinkan terjadinya kasus
korupsi karena mereka akan dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi
11
secara berjamaah dalam lingkungannya sehingga orang lain yang berada
diluar jaringan sulit untuk mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan yang
mereka lakukan termasuk tindakan korupsi.
Lemahnya ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia ini dapat
diibaratkan seperti pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat bawah
ketika melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri sandal jepit, mencuri
ayam, dsb. Namun untuk kelas atas yang mencuri uang rakyat sampai puluhan
bahkan ratusan juta rupiah hukum sulit sekali ditindak, sepertinya kasusnya
sangat berbelt-belit dan sulit sekali diungkap. Selain itu banyak kasus pejabat-
pejabat negara yang terlibat kasus korupsi mendapat perlakuan khusus ketika
di dalam penjara, seperti pemberian fasilitas yang mewah, dapat menyogok
aparat penegak hukum agar bisa jalan-jalan keluar tahanan bahkan sampai
keluar negeri.
Lemahnya profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat berbelit belit dan sulit
sekali untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu penyebab para
aparat negara untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut terlibat kasus
korupsi karena mereka beranggapan bahwa kasus yang akan mereka lakukan
bakal sulit terungkap atau bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat penegak
hukum dalam melakukan tugasnya masih dapat disogok dengan sejumlah uang
agar menutupi kasusnya dan membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
Rakyat mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat
pencalonan seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan
mau memilih calon tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money
politic).
Ketidak adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau
sumbangan kampanye. Pihak kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah,
bahkan pihak kontrol sendiri banyak yang terlibat kasus suap sehinga mereka
dapat dengan mudah membiarkan kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan
bisa dibilang mereka membiarkn kasus suap karena mereka sendiri telah
disuap.
Kurangnya keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan birokrat negara
kepada Tuhan YME. Lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan YME merupakan salah satu faktor utama maraknya kasus korupsi di
negeri ini. Mereka tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka
12
lakukan, jika mereka takut terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat
perbuatan mereka pasti para pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan
melakukan perbuatan korupsi walaupun tidak ada pengawasan. Sebab mereka
dengan sendirinya akan merasa diawasi oleh Tuhan YHE dan takut terhdap
ancaman dosa yang dapat menyeret mereka dalam lembah kesengsaraan yaitu
neraka.

Dengan melihat beberapa kondisi di atas maka memang sudah sewajarnya


perilaku korupsi itu mudah timbul, berkembang dan tumbuh pesat di Indonesia.
Penyebab utama dari tindakan korupsi tersebut dikarenakan lemahnya penegak hukum
di Indonesia. Indonesia banyak memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan
yang mengatur tentang pelarangan tindak korupsi, akan tetapi peraturan-peraturan
tersebut tidak di tegakkan dan dijalankan secara optimal. Lemah dan rendahnya
tingkat keimanan (religius), menipisnya etika dan moral seseorang juga dapat menjadi
faktor menyebabkan seseorang mudah tergiur dengan uang, harta, kekayaan, sehingga
mereka tidak bisa membentengi diri mereka dari godaan-godaan yang mendorong
mereka untuk melakukan tindakan korupsi.

D. KASUS KKN DI INDONESIA


Dikutip dari Koran Sindo, Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR)
mengungkapkan modus yang paling seringkali dilakukan para koruptor ialah dengan
modus penyuapan. Data yang diperoleh dari KPK selama kurun waktu 2004-2012 ini
setidaknya ada 116 kasus yang menggunakan modus penyuapan yang terjadi di
Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut, modus penyuapan itu didasari oleh tigal hal
yang paling sering terjadi. Yang pertama terkait dengan jabatan. Kasus penyuapan
terkait jabatan yang paling menghebohkan itu tertangkapnya kasus Jaksa Urip Tri
Gunawan, dengan nominal uang yang cukup besar Kedua, dalam hal pengadaan
barang dan jasa. Ketiga, perizinan.

Modus penyuapan tak hanya di lingkungan petinggi Negara, di dunia pendidikan


masih banyak kasus penyuapan dan korupsi. Siti Juliantari, peneliti ICW (Indonesia
Corruption Watch) mengungkapkan, tak ada dana pendidikan yang lolos dari
belenggu korupsi. Ini salah satu kesimpulan hasil kajian ICW soal korupsi pendidikan
selama sepuluh tahun terakhir. Alokasi APBN dan APBD seperti BOS, beasiswa,
pembangunan dan rehabilitasi sekolah, gaji dan honor guru, pengadaan buku,

13
pengadaan sarana prasarana, operasional. Dana-dana ini dikorupsi politisi, rektor,
pejabat kampus, kepala sekolah, pejabat dan rekanan pemerintah.

Hasil pemantauan ICW mengungkap bahwa selama satu dasawarsa terakhir


terdapat 296 kasus korupsi pendidikan. Indikasi kerugian negara sebesar 619 miliar
rupiah dengan jumlah tersangka 479 orang.

Inilah hasil pantauan ICW selama satu dasawarsa korupsi pendidikan

Peningkatan kerugian negara Walau jumlah kasus korupsi cenderung tetap setiap
meningkat tahun. Rata-rata 29 kasus korupsi terjadi setiap tahun,
dengan kerugian negara mencapai 53,5 miliar rupiah.

Padahal, DAK ditujukan untuk membangun dan


memperbaiki gedung sekolah serta sarana prasarana
(sarpras) lain. Peringkat kedua diduduki dana BOS
Sasaran empuk korupsi: DAK
(Dana Alokasi Khusus) Pendidikan dan pengadaan infrastruktur sekolah/madrasah.

Jumlah korupsi pengadaan sarpras di perguruan tinggi


dan Kemendikbud sedikit. Tapi, ia merugikan negara
paling besar di antara institusi lain.

Penggelapan mencetak skor 106 kasus dengan


Modus favorit: penggelapan kerugian negara 248,5 miliar rupiah. Sementara mark
dan mark up up dilancarkan pada 59 kasus dengan kerugian negara
195,8 miliar rupiah. Pelaku paling banyak
menggunakan penggelapan dan mark up untuk
menyelewengkan DAK dan BOS.
Baru-baru ini terungkap kasus penyuapan dan
penyalahgunaan wewenang terkait perencanaan
pendidikan. Ini terjadi dalam perencanaan dan
penganggaran pengadaan laboratorium di perguruan
tinggi oleh anggota DPR (AS).
Kasus ini dapat dikatakan sebagai kejahatan
terorganisir (organized crime) oleh pejabat yang
punya kewenangan dalam perencanaan dan
penganggaran di sektor pendidikan. Pejabat ini
biasanya ada di Kemdikbud, Kemkeu, DPR, atau
pemerintah daerah.

14
Dinas Pendidikan adalah lembaga yang paling banyak
melakukan korupsi dana pendidikan. Dalam sepuluh
tahun terakhir, Dinas Pendidikan paling sedikit telah
melakukan 151 praktek korupsi dengan kerugian
negara mencapai 356,5 miliar rupiah.
Gelar juara diraih Dinas Perguruan tinggi juga mencatat prestasi korupsi
Pendidikan dengan kerugian negara yang besar. Perguruan tinggi
telah menyelewengkan uang negara 217,1 miliar
rupiah lewat 30 praktek korupsi. Sekolah juga telah
melakukan paling sedikit 82 kali korupsi dengan
kerugian negara Rp 10,9 miliar.
Hampir semua institusi pendidikan terutama semua
jenjang satuan pendidikan melakukan korupsi.

Ini dapat dilihat dari jumlah kasus dan kerugian


negara. Penegak hukum semakin giat menindak
kasus-kasus korupsi pendidikan (2012 dan 2013).
Namun, keberhasilan penindakan belum
menggembirakan karena penanganan kasus lebih
lanjut tidak diketahui sama sekali.
Tren penindakan korupsi
pendidikan meningkat Apakah kasus tersebut telah di SP3 atau masuk proses
persidangan di PN, PT, dan MA? Berapa banyak
koruptor dana pendidikan yang masuk penjara?
Berapa jumlah kerugian negara yang berhasil
dikembalikan ke kas negara? Ini semua belum
diketahui secara jelas.

Kepala, Pejabat Dinas Pendidikan dan rekanannya


adalah aktor-aktor unggulan yang paling banyak
Aktor-aktor unggulan menggerogoti anggaran pendidikan.
penggerogot uang pendidikan Selama satu dasawarsa terakhir, penegak hukum telah
menetapkan 479 tersangka terkait korupsi pendidikan.
71 orang adalah kepala dinas pendidikan, 179 orang
anak buah kepala dinas pendidikan, serta 114 adalah
rekanan

Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah para penegak hukum itu sendiri,
mereka tidak tegas dalam mengusut dan memberantas tindakan korupsi di Indonesis.
Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para penegak
hukum di Indonesia. Lagi-lagi karena pengaruh budaya korupsi yang sudah cukup
kronis menjangkiti Indonesia. Para petugas hukum yang ditugaskan untuk mengadili

15
para koruptor alih-alih malah menerima amplop dari para koruptor. Ditugaskan
menjadi petugas pemberantas korupsi malah menggadaikan diri menjadi koruptor.
Inilah hal miris yang kerap dialami disetiap penanganan kasus-kasus korupsi di
Indonesia. Bagaimana mungkin seorang petugas hukum akan tegas memberikan
hukuman pada koruptor, kalau dirinya sendiri ternyata juga seorang koruptor.

E. DAMPAK TERJADINYA KKN

Secara umum dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi,
birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu.
Di bawah ini beberapa dampak KKN dari beberapa segi:
1. Ekonomi
Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan
ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen
dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau
karena penyelidikan. Korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga dan
mengacaukan lapangan perniagaan. Perusahaan yang memiliki koneksi
dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-
perusahaan yang efisien.

Korupsi menimbulkan kekacauan dalam sector public dengan mengalihkan


investasi public ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih. Korupsi mengurangi syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup dan aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintah dan infrastruktur serta menambahkan tekanan- tekanan
terhadap anggaran pemerintah.

2. Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan
pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik.
Dengan demikian masyarakat tidak akan percaya pada pemerintah dan
pemimpin tersebut. Akibatnya rakyat tidak akan patuh dan tunduk pada
otoritas pemimpin. Untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu

16
akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas
lagi di masyarakat.

Di samping itu keadaan yang demikian akan memicu terjadinya instabilitas


sosial poltik dan integrasi sosial karena pertentangan antara penguasa dan
rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini mengakibatkan jatuhnya
kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat.

3. Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya
administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dilingkungi oleh korupsi,
maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi tidak akan
pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan
publik. Hanya orang yang mempunyai uang saja yang akan mendapatkan
layanan yang baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat mengakibatkan
meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial, dan kerahan sosial yang
menyebabkan jatuhnya para birokrat.

4. Masyarakat dan Individu

Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai
masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan
baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri.
Tidak akan ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus.

Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan


kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara
kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-
lain. Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual
masyarakat. Jika suasana masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka
keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan
masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.

5. Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis yang berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan


pemberi sogok, bukannya rakyat. Salah satu contohnya adalah politikus
membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar namun merugikan

17
perusahaa kecil. Timbulnya privatisasi besar-besaran yang ditandai dengan
dikeluarkannya berbagai undang-undang yang merugikan rakyat seperti
Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Minerba, Undang-
Undang BHP, dan sebagainya dalah akibat dari korupsi politis. Politikus-
politikus ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang
memberi sumbangan besar pada kampanye pemilu mereka sehingga setiap
undang-undang yang dibuat hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan
besar saja.

18
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari paparan masalah di atas, dapat penulis simpulkan KKN kini sudah meralela
di negri kita tercinta, dan menjadi suatu tren dalam berkehidupan. Korupsi di Indonsia
dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada
tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat
negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi. Namun sayangnya, rakyat kecil umumnya
bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi
permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Fenomena umum yang
biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin
berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka
hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat. Dan ironisnya, penyumbang terbesar kasus korupsi dan
nepotisme berasal dari dunia pendidikan, dimana seharusnya instansi tersebut menjadi
wadah untuk mencetak warga Negara yang mampu membimbing Negara ini untuk
lebih maju. Dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi,
birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu.

B. SARAN

Sebaiknya pemerintah lebih serius dalam menanggulagi masalah korupsi ini, karena
masalah ini sungguh merugikan masyarakat terutamanya dalam pembangunan dan
ekonomi. Disamping itu, peran serta masyarakat dalam memerangi KKN juga
penting. Misalnya dengan memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini,
mengajarkan nilai nilai kejujuran dan sebagainya. Dan bagi para pejabat-pejabat
sebaiknya menahan diri untuk mengambil hak milik orang lain. Sebab, jika kita
mengambil hak milik orang lain, kita tak ada bedanya dengan orang yang tak punya
apa-apa.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alhada. 2011. Esay Masalah Korupsi di Indonesia. Tersedia pada : http://alhada-


fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-46147-Esay-
Masalah%20Korupsi%20Di%20Indonesia.html. Diakses pada tanggal 20 November
2013.

Anonim. 2012. Perkembangan Korupsi di Indonesia. Tersedia pada :


http://www.jualbeliforum.com/lounge/90284-perkembangan-korupsi indonesia.html
Diakses pada tanggal 18 November 2013.

Anonim. 2013. Rapor Merah Sepuluh Tahun Korupsi Pendidikan. Tersedia pada :
http://www.antikorupsi.org/id/content/rapor-merah-sepuluh-tahun-korupsi-pendidikan
DIakses pada tanggal 19 November 2013.

Anonim. 2013. Sepanjang 2004-2012 Ditemukan 116 Kasus Penyuapan. Tersedia pada :
http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/29/13/744032/sepanjang-2004-2012-
ditemukan-116-kasus-penyuapan. Diakses pada tanggal 20 November 2013

Muhamad Redja. 2011. Fenomena Korupsi di Indonesia. Tersedia pada :


http://muhammadredja.wordpress.com/pkn/contoh-makalah/. Diakses pada tanggal 17
November 2013

20

Anda mungkin juga menyukai