Anda di halaman 1dari 9

MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT


1
A. Hama
Beberapa jenis hewan menjadi hama tanaman karet dari fase pembibitan, penanaman,
hingga fase berproduksi.
1. Hama pada Fase Pembibitan
a. Tikus (Rattus sp)
Pada waktu perkecambahan tikus memakan biji-biji yang sedang dikecambahkan
dan saat penyemaian memakan daun bibit yang masih muda. Cara pencegahannya adalah
dengan membuat kotak kawat agar tanaman dapat ditutupi. Pengendalian dilakuakan
secara mekanis dan kimiawi. Mekanis dengan membongkar sarang tikus kemudian
memusnahkannya/membunuhnya. Secara kimiawi menggunakan racun tikus.
b. Belalang
Belalang menjadi hama bagi tanaman karet pada masa penyemaian karena
serangga ini menyerang daun-daun muda yang baru bahkan daun yang sudah tua.
Mengendalikan tanaman ini secara kimiawi dengan menyemprotkan insektisida Thiodan.
Penyempertotan dilakukan 1-2 kali seminggu.
c. Siput (Achatina fulica)
Siput menjadi hama karena memakan daun-daun karet di areal pembibitan dengan
gejala daun patah-patah. Di daun-daun yang patah ini terdapat alur jalan berwarna
keperakan mengkilap yang merupakan jejak siput.
Pengendalian secara mekanis bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan siput-
siput yang bersembunyi di tempat teduh dan membakar atau menguburnya. Sementara
itu, secara kimiawi dengan membuat umpan dari campuran dedak, kapur, semen, dan
Meradex dengan perbandingan 16:5:3:2. Campuran ini dilembabkan dulu dengan cara
diberi air sedikit kemudian diletakkan di areal pembibitan. Siput yang memakan umpan
ini akan mati.
d. Uret Tanah
Uret tanah merupakan fase larva dari beberapa jenis kumbang, seperti Helotrichia
serrata, Helotrichia rufajlava, Helotrichiafessa, Anomala varians, Leucopholis sp.,
Exopholis sp., dan Lepidiota sp. Bentuk uret tanah ini seperti huruf C dengan warna
putih hingga kuning pucat. Uret tanah menjadi hama yang sangat merugikan karena
memakan bagian tanaman karet yang berada di dalam tanah, terutama tanaman karet
yang masih berada di pembibitan.
Mencegah serangan hama ini bisa dilakukan dengan menaburkan Furadan 3 G
sesuai dengan dosis yang danjurkan pada saat menyiapkan areal pembibitan. Sementara
itu, pengendaliannya bisa secara mekanis atau kimiawi. Secara mekanis dengan
mengumpulkan uret-uret tersebut dan membakarnya. Secara kimiawi dengan menaburkan
Furadan 3 G, Diazinon 10 G, atau Basudin 10 G di sekitar pohon karet. Dosis yang
dipakai sekitar 10 gram/pohon.
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

2. Hama pada Fase Penanaman sampai Produksi


a.2 Rayap
Rayap yang menjadi hama bagi tanaman karet, terutama spesies Microtermes
inspiratus danCaptotermes curvignathus. Rayap-rayap tersebut menggerogoti bibit yang
baru saja ditanam di lahan, dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan
kerusakan yang sangat berat.
Pengendaliannya bisa dengan kultur teknis, mekanis, dan kimiawi. Secara kultur
teknis ujung stum sampai sedikit di atas mata dibungkus plastik agar rayap tidak
memakannya. Secara mekanis dilakukan dengan menancapkan umpan berupa 2 - 3
batang singkong dengan jarak 20 - 30 cm dari bibit, sehingga rayap lebih suka memakan
umpan tersebut daripada bibit karet yang lebih keras.
Pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan dengan menyemprotkan insektisida
pembasmi rayap, seperti Furadan 3 G dengan dosis 10 gram ditaburkan di sekitar batang
karet. Bisa juga menggunakan Agrolene 26 WP atau Lindamul 250 EC dengan dosis dan
frekuensi pemakaian bisa dibaca di kemasannya.
b. Kutu
Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman karet adalah Saissetia nigra,
Laccifer greeni, Laccifer lacca, Ferrisiana virgata, dan Planococcus citri yang masing-
masing memiliki ciri berbeda. Saissetia berbentuk perisai dengan warna cokelat muda
sampai kehitaman. Laccifer berwarna putih lilin dengan kulit keras dan hidup
berkelompok. Ferrisiana berwarna kuning muda sampai kuning tua dengan badan tertutup
lilin tebal. Sementara itu, Planococcus berwarna cokelat gelap dan badannya tertutup
semacam lilin halus mengilap. Kutu tersebut menjadi hama bagi tanaman karet dengan
cara menusuk pucuk batang dan daun muda untuk mengisap cairan yang ada di
dalamnya. Bagian tanaman yang diserang berwarna kuning dan akhirnya mengering,
sehingga pertum-buhan tanaman terhambat.

Hama lain yang sering merusak tanaman karet, khususnya yang berada di pinggir
hutan antara lain: Babi hutan, Rusa, Kijang, Tapir, Monyet, Tupai dan Gajah. Rata-rata
hewan tersebut menjadi hama yang memakan daun-daun karet atau bahkan merusak
tanaman karet dengan menginjak-injak tanaman yang baru ditanami.

B. Penyakit

Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh serangan penyakit pada tanaman karet
umumnya lebih besar dibandingkan dengan serangan hama. Selain karena kerusakan akibat
serangan penyakit, kerugian lain adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
menanggulanginya. Karenanya, upaya pencegahan harus mendapat perhatian penuh, serta
pengamatan dini secara terus-menerus sangat penting.
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

Penyakit pada tanaman karet dengan kerugian besar umumnya disebabkan oleh
3
cendawan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus kerugiannya tidak begitu besar.
Penyakit tanaman karet menyerang dari wilayah akar, batang, bidang sadap, hingga daun.

1. Penyakit yang Menyerang Akar


a. Penyakit Akar Putih.

Disebut dengan penyakit akar putih karena di akar tanaman yang terserang terlihat
miselia jamur berbentuk benang berwarna putih yang menempel kuat dan sulit
dilepaskan. Akar tanaman yang terinfeksi akan menjadi lunak, membusuk, dan berwarna
cokelat. Cendawan penyebab penyakit akar putih adalah Rigidoporus lignosus yang
membentuk badan buah seperti topi di akar, pangkal batang, dan tunggul tanaman. Badan
buah cendawan ini berwarna jingga kekuningan dengan lubang-lubang kecil di bagian
bawah tempat spora. Jika sudah tua, badan buah tersebut akan mengering dan berwarna
cokelat.
Gejala-gejala lain serangan penyakit akar putih tampak dari memucatnya daun-
daun dengan tepi ujungnya terlipat ke dalam. Daun-daun tersebut selanjutnya gugur dan
ujung rantingnya mati. Sebagai upaya mempertahankan diri, tanaman yang sakit akan
menumbuhkan daun, bunga, dan buah sebelum waktunya. Memastikan secara dini
tanaman karet terserang penyakit akar putih atau tidak, bisa dilakukan pemeriksaan tajuk
dan akar dengan bantuan mulsa.
Akar putih termasuk penyakit berbahaya jika dilihat dari akibat yang
ditimbulkannya. Prevalensi serangan penyakit tertinggi terjadi pada tanaman muda
berumur 2 - 4 tahun, meskipun bisa juga menyerang tanaman berumur enam tahun.
Serangan pada umur tiga tahun bisa mengakibatkan kematian dalam waktu enam bulan
sejak terinfeksi dan pada umur enam tahun menyebabkan kematian setelah setahun
terserang. Infeksi penyakit akar putih terjadi karena persinggungan akar sehat dengan
sisa-sisa akar tanaman lama yang mengandung spora cendawan ini.
Penyebarannya bisa dengan bantuan angin yangmenerbangkan spora ini. Spora
yang jatuh di tunggul atau sisa tanaman yang mati akan membentuk koloni. Dari tunggul
ini jamur menjalar ke akar dan akhirnya menginfensi akar-akar sehat di sekitarnya.

b. Penyakit Akar Merah

Jika penyakit akar putih cenderung menyerang tanaman muda (berumur 24


tahun), penyakit akar merah justru lebih banyak menyerang tanaman dewasa atau bahkan
yang mulai menua. Meskipun berbahaya, kematian tanaman baru terjadi lima tahun
setelah terinfeksi. Gejala yang bisa dilihat dari serangan penyakit ini adalah terjadinya
perubahan warna daun dari hijau menjadi hijau pucat suram, menguning, dan akhirnya
berguguran.
Disebut dengan penyakit akar merah karena jika tanah di daerah perakaran
tanaman yang sakit dibongkar akan terlihat miselia jamur berwarna merah muda sampai
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

merah tua di akar-akarnya. Miselia tersebut menempel sangat erat dan mengikat butiran
4 tanah, sehingga menjadi seperti berkerak. Jika sudah kering, miselia tersebut
akanberwarna putih, tetapi kalau dibasahi dengan air akan kembali berwarna merah.
Infeksi terjadi jika akar tanaman sehat bersentuhan dengan akar tanaman sakit atau akar
yang mengandung spora cendawan penyebab penyakit akar merah. Infeksi juga terjadi
jika spora jatuh di leher akar karena tiupan angin.
Pencegahan dan pengendalian penyakit ini sama dengan pencegahan dan
pengendalian penyakit akar putih.

2. Penyakit yang menyerang batang


a. Jamur Upas
Penyakit jamur upas disebabkan oleh cendawan Corticium salmonicolor yang
memiliki empat tingkat perkembangan. Tahap pertama atau sering disebut dengan tahap
sarang laba-laba adalah terbentuknya lapisan tipis berwarna putih di permukaan kulit.
Tahap selanjutnya akan berkembang membentuk sekumpulan benang jamur, biasa disebut
dengan tahap bongkol. Pada tahap ketiga atau tahap kortisium, terbentuk lapisan kerak
berwarna merah muda. Tahap terakhir atau tahap nekator adalah terbentuknya lapisan
tebal berwarna merah tua.
Penyakit jamur upas menyerang percabangan atau batang tanaman, sehingga
cabang dan tajuk mudah patah. Gejala penyakit ini adalah munculnya benang-benang
berwarna putih seperti sutera di pangkal atau bagian atas percabangan. Dalam
perkembangannya, benang-benang tersebut membentuk lapisan kerak berwarna merah
dan akhirnya menjadi lapisan tebal berwarna merah tua. Batang yang terinfeksi akan
mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat kehitaman yang meleleh di permukaan
batang tanaman. Lama-kelamaan kulit tanaman yang terinfeksi akan membusuk,
berwarna hitam, mengering, dan mengelupas. Bagian kayu di bawah kulit akan rusak dan
menghitam. Pada serangan yang lebih parah, tajuk percabangan akan mati dan mudah
patah oleh tiupan angin.

b. Kanker Bercak.
Penyakit kanker bercak muncul akibat infeksi jamur Phytophthora palmivora yang
memiliki benang-benang hifa berwarna putih yang kurang jelas dilihat dengan mata
telanjang. Jamur ini berkembang biak dengan spora yang bisa bertahan hidup lama di
dalam tanah.
Gejala serangan penyakit ini tidak mudah dikenali karena serangannya dimulai dari
bawah kulit. Kulit yang sakit baru terlihat jika dilakukan pengerokan kulit batang atau
kulit cabang, yaitu adanya warna cokelat kemerahan dengan bercak-bercak besar meluas
ke samping, kambium, dan bagian kayu. Bagian yang sakit biasanya mengeluarkan cairan
lateks berwarna cokelat kemerahan dengan bau busuk. Kadang-kadang terjadi
pengumpulan lateks di bawah kulit, sehingga membuat kulit batang pecah dan membuka.
Di bagian terbuka tersebut sering dimasuki serangga penggerek batang. Penyakit ini
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

menimbulkan kerusakan pada kulit batang di luar bidang sadap atau kulit percabangan,
5 sehingga tanaman akan merana dan akhirnya mati. Penyakit ini lebih banyak menyerang
tanaman karet di kebun-kebun berkelembaban tinggi atau terletak di daerah beriklim
basah.
Angin dan hujan bisa menjadi sarana penyebaran penyakit ini. Angin
menerbangkan spora dan percikan air hujan di tanah dekat tanaman bisa memindahkan
spora dari tanah ke batang tanaman sehat. Agar pengendalian penyakit dapat dilakukan
sedini mungkin, selama musim hujan seminggu sekali harus dilakukan pemeriksaan
tanaman.

c. Busuk Pangkal Batang.


Cendawan Botrydipbdia theobromae adalah biang keladi penyakit busuk pangkal
batang. Jamur ini memiliki badan buah penghasil spora dalam jumlah banyak yang
terdapat di kulit batang yang terinfeksi. Spora akan menyebar karena angin atau hujan
untuk menginfeksi tanaman sehat.
Penyakit busuk pangkal batang lebih sering menyerang tanaman karet muda yang
siap disadap, yaitu tanaman berumur empat tahun dengan prevalensi mencapai 66%. Pada
tanaman berumur tiga tahun, prevalensi serangan mencapai 30% dan pada tanaman
berumur lebih dari lima tahun kemungkinannya 0%. Munculnya penyakit busuk pangkal
batang dipicu oleh kondisi tanaman yang jelek akibat kekurangan air karena kemarau
yang berkepanjangan atau tanaman terluka oleh alat-alat pertanian. Spora cendawan akan
berkembang pada kelembaban tinggi dan suhu udara rendah.
Gejala serangan penyakit busuk pangkal batang agak sulit dikenali, sehingga
diperlukan ketelitian atau kecermatan. Di pangkal batang kulit terlihat kering dan pecah-
pecah, padahal kayu di bagian atasnya masih utuh dan baik. Lama-kelamaan kulit pecah-
pecah tersebut menghitam, bagian kayu rusak, dan menjalar ke atas. Bagian yang rusak
dan terlihat seperti terbakar tersebut tingginya mencapai satu meter atau lebih bisa
menyebabkan tanaman mudah patah karena tidak kuat menyangga tajuk.

3. Penyakit yang menyerang bidang sadap

a. Kanker Garis.
Cendawan penyebab penyakit kanker garis sama dengan biang keladi kanker
bercak, yakniPhytophthora palmivora. Infeksi cendawan ini mengakibatkan kerusakan
berupa benjolan-benjolan atau cekungan-cekungan di bekas bidang sadap lama, sehingga
penyadapan berikutnya sulit dilakukan. Penyakit ini umumnya berjangkit di kebun-kebun
berkelembaban tinggi, terletak di wilayah beriklim basah, serta di kebunkebun yang
penyadapannya terlalu dekat dengan tanah.
Gejala serangan penyakit kanker garis dapat dilihat dari adanya selaput tipis putih
dan tidak begitu jelas menutup alur sadap. Jika dikerok atau diiris, di bawah kulit yang
terletak di atas irisan sadap terlihat garis-garis tegak berwarna cokelat kehitaman. Dalam
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

perkembangannya, garis-garis ini akan menyatu membentuk jalur hitam yang tampak
6 seperti retakan membujur di kulit pulihan. Pada beberapa kasus, di bawah kulit yang baru
pulih akan terbentuk gumpalan lateks yang bisa menyebabkan pecahnya kulit. Dari
pecahan kulit ini akan keluar tetesantetesan lateks berwarna cokelat yang berbau busuk.
Karena rusak, pemulihan kulit akan terhambat. Agar pengendalian penyakit bisa
dilakukan sedini mungkin, perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat pada seluruh
tanaman setiap hari sadap selama musim hujan.
Usaha-usaha yang bisa dilakukan untuk pencegahan penyakit ini sebagai berikut:
Penyadapan jangan terlalu dalam dan tidak terlalu dekat dengan tanah.
Sebelum digunakan pisau sadap diolesi fungisida Difolatan 4 F 1 % atau Difolatan 80
WPl %.
Pengendaliannya bisa dilakukan dengan mengoleskan fungisida Difolatan 4 F 2%,
Difolatan 80 WP 2%, Demosan 0,5%, atau Actidione 0,5 % di jalur selebar 510 cm di
atas dan di bawah alur sadap menggunakan kuas segera setelah dilakukan penyadapan
atau paling baik setelah pemungutan lateks yang belum membeku. Setelah sembuh,
bidang sadap ditutup dengan Secony CP 2295 A.

b. Mouldy rot.

Penyebab penyakit mouldy rot adalah cendawan Ceratocystis jimbriata dengan


benang-benang hifa yang membentuk lapisan berwarna kelabu di bagian yang terserang.
Spora banyak dihasilkan di bagian tanaman yang sakit dan bisa bertahan lama dalam
kondisi kering. Akibat yang ditimbulkan penyakit ini sarat dengan kanker garis, yaitu
menimbulkan luka-luka di bidang sadap, sehingga pemulihan kulit menjadi terganggu.
Luka-luka tersebut meninggalkan bekas bergelombang di bidang sadap, sehingga
menyulitkan penyadapan berikutnya. Bahkan, dalam beberapa kasus bidang sadap
menjadi rusak, sehingga tidak bisa dilakukan penyadapan lagi.
Penyakit ini mudah berjangkit pada musim hujan, terutama di daerah-daerah
berkelembaban tinggi dan beriklim basah. Penyadapan yang terlalu dekat dengan tanah
juga bisa memicu serangan penyakit ini. Penularan penyakit ini melalui spora yang
diterbangkan angin, sehingga jangkauan penyebarannya menjadi luas. Penularan bisa
juga melalui pisau sadap yang baru saja digunakan menyadap tanaman yang sakit.
Gejala serangan penyakit ini ditandai dengan munculnya selaput tipis berwarna
putih di bidang sadap di dekat alur sadap. Dalam perkembangannya, selaput tersebut
membentuk lapisan seperti beledu berwarna kelabu sejajar alur sadap. Jika lapisan ini
dikerok akan terlihat bintik-bintik berwarna cokelat atau hitam. Lebih lanjut, serangan ini
akan meluas ke kambium dan bagian kayu. Serangan dikategorikan sudah parah jika
bagian yang sakit terlihat membusuk berwarna hitam kecokelatan. Bekas serangan
tersebut akan membentuk cekungan berwarna hitam seperti melilit sejajar alur sadap.
Pencegahannya bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

Jarak tanam jangan terlalu rapat dan tanaman penutup tanah rutin dipangkas agar
7 kebun tidak lembab.
Kegiatan penyadapan jangan terlalu sering dan jika perlu saat serangan menghebat
kegiatan penyadapan dihentikan.
Sebelum penyadapan, pisau yang akan digunakan dicelupkan ke larutan Difolatan 4 F
1% atau Difolatan 80 WP 1%.

c. Brown Blast.
Penyakit brown blast bukan disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, melainkan
karena penyadapan yang terlalu sering, apalagi jika disertai penggunaan bahan
perangsang lateks. Penyakit ini juga sering menyerang tanaman yang terlalu subur,
berasal dari biji, dan tanaman yang sedang membentuk daun baru.
Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan tidak mengalirnya lateks dari sebagian
alur sadap. Beberapa minggu kemudian seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak
mengeluarkan lateks. Bagian yang kering berubah warna menjadi cokelat karena
terbentuk gum (blendok). Kulit menjadi pecah-pecah dan di batang terjadi pembengkakan
atau tonjolan.
Penyakit ini berbahaya karena bisa menurunkan produktivitas lateks dalam jumlah
yang cukup signifikan karena alur sadap mengering, sehingga tidak bisa mengalirkan
lateks. Meskipun tidak mematikan dan tidak menular ke tanaman lain, penyakit ini bisa
meluas ke kulit yang seumur di tanaman yang sama. Agar penyakit ini terdeteksi sejak
dini, perlu dilakukan pemeriksaan tanaman setiap hari, terutama di kebun-kebun yang
disadap dengan intensitas terlalu tinggi.
Beberapa upaya pengendalian yang bisa dilakukan sebagai berikut.
Jangan melakukan penyadapan terlalu sering dan dianjur-kan mengurangi
penggunaan bahan perangsang lateks, terutama pada klon-klon yang peka terhadap
brown blast, seperti PR 255, PR 261, dan BPM 1.
Tanaman yang kulitnya tidak bisa disadap lagi sebaiknya tidak disadap.

4. Penyakit yang menyerang daun

a. Colletotrichum.
Penyakit colletotrichum disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporoides
dengan gejalagejala berupa daun muda tampak lemas berwarna hitam, keriput, bagian
ujung mati, menggulung, dan akhirnya berguguran. Sementara itu, serangan pada daun
tua menunjukkan gejala-gejala adanya bercak cokelat atau hitam, berlubang, mengeriput,
dan sebagian ujungnya mati sehingga pertumbuhan tanaman terhambat.
Serangan penyakit ini umumnya terjadi di perkebunan yang tanamannya baru saja
membentuk daun-daun muda, biasanya pada musim hujan. Kebun-kebun yang terletak di
tempat tinggi dengan curah hujan tinggi juga mudah terserang penyakit ini. Penyebaran
penyakit ini terjadi melalui spora yang diterbangkan oleh angin atau hujan. Penyebaran
spora ini umumnya terjadi pada malam hari, terutama saat hujan turun.
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

Beberapa usaha pencegahan yang bisa dilakukan sebagai berikut:


8 Mempercepat pembentukan daun-daun muda dengan pemupukan intensif, dimulai
dari munculnya kuncup sampai daun menjadi hijau.
Pemeriksaan tanaman harus dilakukan sedini mungkin agar jika terjadi serangan
segera bisa dikendalikan lebih cepat.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan menyemprotkan fungisida
Dithane M 45 0,25%, Manzate M 200 0,2%, Cobox 0,5%, dan Capravit 0,5% seminggu
sekali selama lima kali. Penggunaan Cobox dan Capravit jangan dilakukan saat
penyadapan karena bisa menurunkan mutu lateks.

b. Phytophthora.
Phytophthora tergolong penyakit daun, tetapi gejalanya justru terlihat pada buah
yang berwarna hitam dan kemudian membusuk. Dari bagian ini penyakit akan menular
ke daun dan tangkainya, sehingga beberapa minggu kemudian daun dan tangkai tersebut
gugur. Daun yang berguguran tetap berwarna hijau, tetapi di sepanjang tangkainya
terdapat bercak-bercak hitam dan gumpalan lateks.
Cendawan Phytopthora botriosa atau Phytopthora palmivora adalah penyebab
penyakit ini. Spora cendawancendawan ini banyak terdapat di pucuk tanaman, tetapi bisa
juga bertahan di daun yang gugur atau di dalam tanah. Penyakit ini umumnya berjangkit
pada musim hujan dengan penularan melalui spora yang dibawa air hujan atau angin.
Pencegahan penyakit phytopthora bisa dilakukan dengan tidak menanam klon-klon
yang peka terhadap penyakit ini, seperti PB 86, PRIM 600, Tjir 1, atau PR 107.
Pencegahan lain sekaligus pengendaliannya dilakukan dengan menyemprotkan fungisida
Cobox atau Cupravit dengan dosis dan frekuensi yang bisa dibaca di kemasannya.
Penyemprotan sebaiknya menggunakan mist blower.

c. Corynespora.
Penyebab penyakit corynespora adalah cendawan Corynespora casssiicola dengan
hifa berwarna hitam pucat yang kurang jelas terlihat di permukaan daun. Cendawan ini
mempunyai inang yang banyak, seperti singkong, akasia, angsana, dan pepaya. Mula-
mula penyakit ini diketahui berjangkit di perkebunan karet di Malaysia pada tahun 1960.
Dari Malaysia, penyakit ini menyebar ke India pada tahun 1961 dan pada tahun 1969
kedapatan menyerang perkebunan karet di Nigeria. Pada tahun 1980 penyakit ini masuk
ke Sumatera Utara, tahun 1982 ke Jawa Tengah, dan 1984 ke Jawa Barat.
Penyebaran penyakit ini melalui spora yang terbawa terbang oleh angin. Meskipun
serangannya bisa dikatakan lambat, penyakit ini dianggap sebagai salah satu penyakit
yang berbahaya.
Gejala serangan penyakit ini tampak dari daun muda yang berbercak hitam seperti
menyirip, lemas, pucat, ujungnya mati, dan akhirnya menggulung. Serangan pada daun
tua juga menunjukkan gejala berbercak hitam dan menyirip. Bercak ini akan meluas
MULOK XII IPS. Choryna Dewi Usna, S.Pd.

sejajar urat daun dan kadang-kadang tidak teratur. Pusat bercak berwarna cokelat atau
9 kelabu, kering, dan berlubang. Daun-daun tersebut menjadi kuning, cokelat kemerahan,
dan akhirnya gugur.
Pengendalian penyakit ini bisa dilakukan menggunakan fungisida Mankozeb dan
Tridemorf dengan dosis dan interval tertera di labelnya, terutama untuk tanaman yang
belum disadap. Sementara itu, untuk tanaman yang telah disadap dan tingginya lebih dari
delapan meter sebaiknya dilakukan pengabutan menggunakan Tridemorf atau Calixin 750
dengan dosis 500 ml/ hektar, seminggu sekali selama 3 - 4 minggu.

d. Helminthosporium.
Cendawan Helminthosporium heveae dengan hifa berwarna putih dan spora
berwarna cokelat merupakan penyebab penyakit ini. Penyakit helminthosporium yang
juga kerap disebut dengan penyakit mata burung ini sering menyerang tanaman muda di
pesemaian atau pembibitan, sehingga mengakibatkan pertumbuhan terhambat dan waktu
okulasinya pun terhambat.
Serangan penyakit ini sering terjadi pada musim kemarau, terutama pada tanaman
yang terlalu banyak dipupuk nitrogen, kondisi lemah, dan kekurangan air. Penyebaran
penyakit helminthosporium melalui spora yang diterbangkan angin, terbawa hujan, atau
alat-alat pertanian mengandung spora yang mengenai tanaman sehat.

Gejala infeksi penyakit ini adalah daun-daun muda menjadi hitam, menggulung,
dan kemudian gugur.

Anda mungkin juga menyukai