Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap sesuatu diciptakan untuk suatu hal tertentu dengan tujuan tertentu yang
bermanfaat. Begitu pula dengan karya sastra, setiap karya sastra tidak diciptakan hanya
untuk hiburan semata. Tetapi ada maksud dan tujuan tertentu. Sastra berfungsi sebagai
penghibur sekaligus mengajarkan sesuatu. Oleh karena itu, sastra sering dianggap indah
dan bermanfaat. Sastra merupakan ciptaan manusia yang memiliki ciri yang khas, karena
penyair berhak mencipatakan apa saja dalam karyanya.
Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-
genre yang lain. Untuk mempertegas genre prosa sering kali dipertentangkan dengan
genre yang lain , misalnya genre puisi, walau pemertentangan itu bersifat teoristis. Istilah
prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas. Ia dapat mencakup
karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa, bukan dalam bentuk puisi atau drama, tiap
baris dimulai dari margin kiri penuh sampai margin kanan. Prosa dalam pengertian ini
tidak hanya terbatas pada tulisan yang digolongkan sebagai karya sastra, melainkan juga
berbagai karya nonfiksi termasuk penulisan berita dalam surat kabar. Secara teoristis
karya fiksi dapat dibedakan dengan karya nonfiksi, meskipun perbedaan itu tidak terlihat
mutlak, baik menyangkut unsur kebahasaan maupun unsur isi permasalahan yang
dikemukakan, khususnya yang berkaitan dengan data-data faktual, dunia realitas. Dalam
penulisan ini, istilah dan pengertian prosa hanya dibatasi pada prosa sebagai salah satu
genre sastra.
Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra berbentuk prosa dengan kisahan yang
pendek dengan kesan tunggal dan terpusat pada satu tokoh dalam suatu situasi. Cerpen
terbangun dari dua unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik cerpen meliputi,
tema, amanat, latar (setting). Sudut pandang (point of view), tokoh dan penokohan, diksi /
pilihan kata / gaya bahasa, dsb. Sedangkan unsur ekstrinsik cerpen meliputi nilai sosial,
politik, biografi pengarang dsb.
Banyak hal yang terkandung dalam cerpen, di dalam cerpen terdapat watak tokoh
cerpen, amanat, serta sejumlah permasalahan yang dihadapi tokoh cerpen merupakan
potret kehidupan nyata disajikan oleh pengarang melalui cerita. Itu berarti, dengan

1
mengapresiasi cerpen, kita akan mendapat banyak pengalaman hidup, termasuk nilai
positif watak di dalamnya.
Mengapresiasikan cerpen ada banyak sekali macamnya, salah satunya yaitu dengan
cara menganalisis unsur pembangunnya, baik itu unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik.
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan menyusun makalah yang berjudul Analisis
Unsur Intrinsik Cerpen Kupu-kupu Monarch karya Tere Liye.

Kajian analisis ini sesuai dengan Kurikulum 2013, tepatnya pada Kompetensi inti
yang ke tiga (KI.3) yaitu berada pada kurikulum kelas XII SMA. Di dalam kurikulum itu
sendiri, mencakup Kompetensi Dasar yang di dalamnya mengandung Kompetensi Dasar
satu yang menjelaskan mengenai sikap percaya akan ketuhanan, Kompetensi Dasar dua
menjelaskan mengenai sikap, Kompetensi Dasar tiga mengenai pengetahuan (kognitif)
dan Kompetensi Dasar empat mengenai keterampilan (Psikomotor). Adapun Kompetensi
Dasar yang sesuai dengan kajian apresiasi ini, tepatnya berada pada Kompetensi Dasar
ketiga (KD.3.3) yang di dalamnya mengandung menerapkan, menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahu tentang bahasa dan sastra
Indonesia serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian bahasa dan
sastra yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah unsur intrinsik yang digunakan pengarang dalam cerpen Kupu-Kupu
Monarch?
1.3 Tujuan
Untuk meningkatkan pemahaman tentang unsur-unsur intrinsik dalam cerpen, khususnya
dalam menganalisis unsur intrinsik yang digunakan oleh pengarang pada cerpen kupu-
kupu Monarch.
1.4 Manfaat
1. Bagi penulis, sebagai bekal tambahan dan wawasan tentang langkah-langkah
mengapresiasi prosa dengan memahami unsur-unsur intrinsik cerpen.
2. Bagi pembaca, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
pembaca dalam memahami unsur intrinsik cerpen.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karya sastra

Dunia kesastraan juga mengenal karya sastra yang berdasarkan cerita atau realita.
Karya yang demikian menurut Abrams (dalam Nurgyantoro, 2009) disebut sebagai fiksi
historis (historcal fiction) jika penulisannya berdasarkan fakta sejarah, fiksi biografis
(biografical fiction) jika berdasarkan fakta biografis, dan fiksi sains sains (science
fiction) jika penulisannya berdasarkan pada ilmu pengetahuan. Ketiga jenis ini disebut
fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).
Menurut pandangan Sugihastuti (2007) karya sastra merupakan media yang
digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya.
Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran
pengarang untuk disampaikan kepada pembaca. Selain itu, karya sastra juga dapat
merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di
lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan
gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan
dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu,
karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan
pembacanya dengan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif. Sehingga
pesan disampaikan kepada pembaca tidak berkesan mengguruinya.
Cerpen juga merupakan karya sastra. Menurut Kosasi, dkk (2004:431), cerpen
adalah karangan yang berbentuk prosa. Dalam cerpen diceritakan sepenggal kehidupan
tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan, atau menyenangkan dan
mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.

Cerita fiksi seperti cerpen dan novel dapat kita analisis dengan dua segi, yaitu
unsur yang meleklat paada tubuh karya sastra itu sendiri (unsur intrinsik) dan unsur yang
ada di luar tubuh sastra itu sendiri (unsur ekstrinsik).

Unsur insur intrinsik sebuah cerita fiksi mencakup tema, latar, cara bercerita, alur,
penokohan, suasana, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu nilai-nilai yang
terdapat dalam cerita itu sendiri.

3
2.2 Unsur-unsur Intrinsik Cerpen

Setiap karya sastra mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sehubungan dengan hal
itu, Redyanto Noor (2004:29) mengungkapkan bahwa unsur-unsur intrinsik adalah
unsur-unsur yang membangun dari dalam cerita, misalnya dalam cerita rekaan berupa
tema, amanat, alur(plot), tokoh dan penokohan, latar (setting) dan sudut pandang (point
of view).

2.2.1 Tema

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung di dalam teks sastra sebgaai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto, dalam
Nurgiyantoro 1995 :68). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya
yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi
tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran
peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain, karena
hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan.
Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema bersifat menjiwai
seluruh bagian cerita.

Tema dengan demikian, dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar
umum, sebuah karya novel ataupun cerita pendek. Gagasan umum inilah yang
sebelumnya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk
mengembangkan cerita.

Tema dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori yang berbeda tergantung


dari segi mana hal itu dilakukan. Pengkategorian tema yang akan dikemukakanberikut,
dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu penggolongan dikhotomis yag bersifat
tradisional dan nontradisional, penggolongan tema dilihat dari tingkat pengalaman jiwa
menurut Shipley, dan penggolongan tema menurut tingkat keutamaannya.
(Nurgiyantoro, 1995:77)

a. Tema Tradisional dan Nontradisional

Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang
hanya itu-itu saja, dalam arti arti ia telah lama digunakan dan dapat ditemukan

4
dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama. Pernyataan-pernyataan tema yang dapat
dipandang bersifat tradisional itu, misalnya berbunyi: (i) kebenaran dan keadilan
mengalahkan kejahatan, (ii) tindak kejahatn walaupun ditutup-tutupi akan terbongkar
juga, (iii) tindak kejahatan dan kebenaran masing-masing akan memetik hasilnya
(Jawa: becik ketitik ala ketara), (iv) cinta yang sejati menuntut pengorbanan, (v)
kawan sejati adalah kawan di masa duka dan sebagainya. Tema tradisional walau
banyak variasinya, boleh dikatakan selalu ada kaitannya dengan masalah kebenaran
dan kejahatan (Meredith & Fitzgerald, 1972:66).

Selain hal-hal yang bersifat tradisional, tema sebuah karya mungkin saja
mengangkat sesuatu yang tidak lazim, katakan sesuatu yang bersifat nontradisional..
karena bersifat nontradisional, tema yang demikian mungkin tidak sesuai dengan
harapan pembaca, bersifat melawan arus, mengejutkan bahkan boleh jadi
mengesalkan, mengecewakan, atau berbagai reaksi afektif yang lain. Novel Kemelut
Hidup karya Ramadhan K.H, misalnya menampilkan tema yang melawan arus
tersebut, kejujuran yang justru menyebabkan kehancuran.

b. Tingkatan Tema Menurut Shipley


Shipley dalam Dictionary of World Literature (1962:417) mengartikan tema
sebagai subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang dituangkan dalam
cerita. Shipley membedakan tema berdasarkan tingkat pengalaman jiwa yang tdisusun
dari tingkat yang paling sederhana, tingkat tumbuhan dan makhluk hidup, ke tingkat
yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Kelima tingkatan tema
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tingkat Fisik, manusia sebagai molekul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih
banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik dari pada
kejiwaan. Ia lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh
cerita yang bersangkutan, misalnya Around the World in Eighty Days karya Julius
Verne.
2. Tingkat Organik, manusia sebagai protoplasma. Tema karya sastra pada tingkat
ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas, suatu
aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan
kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dengan tema
tingkat ini, khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang, misalnya
berupa penyelewengan dan penghianatan suami isteri, atau skandal-skandal

5
sesualitas yang lain ,contohnya dalam novel Senja di Jakarta karya Mochtar
Lubis.
3. Tingkat Sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Kehidupan bermasyarakat, yang
merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan
lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-lain yang
menjadi objek pencarian tema, Misalnya dalam novel Royan Revolusi karya
Mochtar Lubis yang menonjolkan kritik sosial.
4. Tingkat Egoik, manusia sebagai individu. Disamping sebagai makhluk sosial
manusia juga sebagai makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan
atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu
manusia mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya berwujud reaksi
manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah
individualitas biasanya menunjukan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian
seseorang, contohnya dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis.
5. Tingkat Divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap
manusia mengalami atau mencapainya. Masalah yang menonjol pada tingkat ini,
ialah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiositas,
atau berbagai masalah filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi dan
keyakinan. Karya-karya Navis seperti Robohnya Surau Kami,Datangnya dan
Perginya, dan Kemarau dapat digolongkan ke dalam fiksi bertema tingkat ini.
c. Tema Utama dan Tema Tambahan
Tema, seperti dikemukakan sebelumnya, pada hakikatnya merupakan makna
yang dikandung cerita lebih tepatnya makna cerita. Makna cerita dalam sebuah karya
fiksi-novel, mungkin saja lebih dari satu atau lebih tepatnya, lebih dari satu interpretasi.
Hal inilah yang menyebabkan tidak mudahnya kita untuk menentukan tema pokok
cerita, atau tema mayor (artinya: makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan
dasar umum karya itu).
Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam
keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu
cerita saja. Makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dapat
diidentifikasi sebagai makna bagian, atau makna tambahan. Makna-makna tambahan
inilah yang disebut sebgai tema-tema tambahan atau tema minor. Dengan demikian
banyaknya tema minor tergantung pada banyaknya makna tambahan yang dapat
ditafsirkan dari sebuah cerita.

6
Makna pokok cerita bersifat merangkum berbagai makna khusus, makna-
makna tambahan yang terdapat pada karya itu. Atau sebaliknya, makna-makna
tambahan bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna utama keseluruhan
cerita. Jadi, makna tambahan atau tema minor bersifat mempertegas eksistensi makna
utama atau tema mayor.

2.2.2 Latar
Latar atau Setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 1995:216).
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat waktu dan sosial.
Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan
dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 1994:227).

a. Latar Tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat dengan
nama-nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-
tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misalnya
Surabaya, Jember dan lain sebagainya.
b. Latar Waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya Sore hari.
c. Latar Sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
2.2.3 Tokoh dan Penokohan

2.2.3.1 Tokoh
Tokoh ialah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga
peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminuddin, 2004:79). Tokoh cerita
(character) menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995: 165) adalah orang-orang
yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan

7
perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikan ke dalam
bebrapa jenis penamaan sekaligus, misalnya tokoh utama-protagonis-berkembang-
tipikal (Nurgiyantoro, 1995 : 176).

a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan


Berdasarkan segi perannya, tokoh terbagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan
tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh tambahan
ialah tokoh yang dimunculkan pada bagian-bagian tertentu saja dalam cerita, tak
dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama baik
secara langsung ataupun tidak langsung.
Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin saja lebih dari seorang, walau
kadar keutamaannya tak selalu sama. Keutamaan tokoh tersebut ditentukan oleh
dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot
secara keseluruhan. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh-
tokoh itu bertingkat: tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan
utama, tambahan (yang memang) tambahan.

b. Tokoh Protagonis dan Antagonis


Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam protagonis
dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi yang salah satu
jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawentahan norma-
norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenberd & Lewis, 1966:59). Tokoh
protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan, harapan para
pembaca.
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya konflik dan
ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik
tersebut ialah tokoh antagonis. Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh protagonis
secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin.

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh


sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh bulat. Pembedaan tersebut berasal dari
Forster dalam bukunya Aspects of the Novel yang terbit pertama kali 1927. Tokoh

8
Sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu
kualitas tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Tokoh sederhana dapat saja
melakukan berbagai tindakan yang dilakukan akan dapat dikembalikan pada
perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan. Tokoh Bulat, tokoh bulat
atau tokoh kompleks, berbeda dengan tokoh sederhana yaitu tokoh yang memiliki dan
diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat
pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin
seperti bertentangan dan sulit diduga.

d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh cerita dalam


sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tak berkembang dan
tokoh berkembang. Tokoh Statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak
mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya
peristiwa-peristiwa yang terjadi (Alternberd & Lewis 1966:58). Tokoh berkembang
adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan
sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan.

e. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok)


manusia dalam kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh tipikal
dan tokoh netral. Tokoh Tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan
keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau
kebangsaannya (Alternberd & Lewis 1966:60) atau sesuatu yang lain yang lebih
bersifat mewakili. Tokoh Netral adalah tokoh tokoh cerita yang bereksistensi demi
cerita itu sendiri. Ia merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi
dalam dunia fiksi.

2.2.3.2 Penokohan

Albertime Minderop (2005:2) mengartikan penokohan sebagai karakterisasi yang berarti


metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi. Dalam hal ini
penokohan terdiri atas tiga variasi:

9
1. Teknik ekspositoris
Teknik ekspositoris disebut juga sebagai teknik analitis. Dalam hal ini pelukisan
tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara
langsung.
2. Teknik dramatik
Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung. Dalam hal ini
pembaca dituntut untuk menafsirkan sendiri tentang watak tokoh yang ditampilkan.
Teknik dramatik terdiri atas delapan jenis yaitu teknik cakapan, teknik tingkah laku,
teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, reaksi tokoh
lain, teknik pelukisan latar, teknik pelukisan fisik (Burhan Nurgiantoro, 2000 : 201-
210).
o Teknik cakapan: teknik yang dilakukan tokoh dalam cerita yaitu dengan
percakapan dengan tokoh lain untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang
bersangkutan.
o Teknik tingkah laku : teknik yang merujuk pada tindakan dan tingkah laku, dalam
banyak dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat dan sikap
yang mencerminkan sifat kediriannya.
o Teknik pikiran dan perasaan: teknik pikiran dan perasaan mengungkap
bagaimana keadaan jalan pikiran, serta perasaan tokoh dalam banyak hal yang
mencerminkan sifat kediriannya.
o Teknik arus kesadaran : teknik arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi
yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh.
o Teknik reaksi tokoh : teknik untuk mereaksi tokoh terhadap suatu kejadian,
masalah keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain
o Teknik reaksi tokoh lain : teknik sebagai reaksi atau penilaian terhadap satu
tokoh yang diberikan oleh tokoh lain.
o Teknik pelukisan latar : teknik ini dapat lebih menggambarkan kedaan latar
sekitar tokoh dan untuk lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh.
o Teknik Pelukisan Fisik : teknik keadaan fisik yang sering berkaitan dengan
keadaan kejiwaannya atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan
menghubungkan adanya keterkaitan itu.
3. Teknik identifikasi tokoh
Cara ini ada tiga ragam yaitu prinsip pengulangan, prinsip pengumpulan dan prinsip
kemiripan dan pertentangan. Pada prinsip pengulangan, pengarang mengulang-ulang

10
sifat kedirian tokoh sehingga pembaca dapat memahami dengan jelas. Prinsip
pengumpulan dalam hal ini kedirian tokoh diungkapkan sedikit demi sedikit dalam
seluruh cerita. Pada prinsip kemiripan dan pertentangan, teknik identifikasi tokoh
dilakukan dengan memperbandingkan antara seorang tokoh dengan tokoh yang lain
dari cerita fiksi yang bersangkutan.
2.2.4 Sudut Pandang (Point if View)
Sudut pandang, point of view menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia
merupakan cara atau pandangan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya
fiksi kepada pembaca (Abrams, dalam Nurgiyantoro1995 :248).
Sudut pandang dapat banyak macamnya, tergantung dari sudut mana ia dipandang dan
seberapa rinci ia dibedakan. Dalam hal ini sudut pandang terbagi menjadi (a) sudut
pandang persona ketiga Dia, (b) sudut pandang persona pertama Aku, (c) sudut
pandang campuran (Nurgiyantoro, 1995:256-266).

a. Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya


dia, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan
tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya ; ia, dia, mereka.
Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus-menerus
disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti.
(1) Dia Mahatahu
Dalam sudut pandang ini cerita dikisahkan dari sudut dia, namun pengarang,
narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh dia
tersebut. Narator mengetahui segalanya bersifat mahatahu.
(2) Dia Terbatas bersifat Pengamat
Dalam sudut pandang dia terbatas pengarang melukiskan apa yang dilihat,
didengar, dialami, dipikir, dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada
seorang tokoh saja (Stanton, dalam Nurgiyantoro1995 :259), atau terbatas dalam
jumlah yang sangat terbatas (Abrams, dalam Nurgiyantoro1995 :259).
b. Sudut Pandang Persona Pertama: Aku
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, gaya aku,
narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si aku tokoh yang
berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan

11
yang diketahui, dilihat, dirasakan, didengar, dialami, serta sikapnya terhadap tokoh
lain kepada pembaca.
(1) Aku Tokoh Utama
Dalam sudut pandang ini, si aku mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah
laku yang dialaminya, baik bersifat batiniah(di dalam dirinya sendiri) maupun
fisik (dengan sesuatu di luar dirinya). Si aku menjadi fokus, pusat kesadaran,
pusat cerita.
(2) Aku Tokoh Tambahan
Dalam sudut pandang ini tokoh aku hadir untuk membawakan cerita kepada
pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Dengan demikian, si aku hanya
tampil sebagai saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain.
Si aku pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
c. Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam novel, berupa
penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik dia mahatahu, dan dia
sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik aku sebagai tokoh utama dan
aku tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran antara persona
pertama dan ketiga, antara aku dan dia sekaligus.
2.2.5 Alur/Plot

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995:112) misalnya, mengemukan bahwa plot adalah


cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
yang lain.

Plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-
sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Pembedaan plot yang dikemukakan di
bawah ini didasarkan pada tinjauan dari kriteria urutan waktu, jumlah dan kepadatan
(Nurgiyantoro, 1995:153).
a. Pembedaan plot berdasarkan urutan waktu
o Plot lurus, Progresif. Plot sebuah novel dikatakan progesif jika peristiwa-
peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama diikuti
oleh peristiwa selanjutnya. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal

12
(penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat,
klimaks) dan akhir (penyelesaian).
A-BCDE
Ket:
A : tahap awal cerita
B C D : kejadian-kejadian berikutnya, tahap tengah
E : tahap penyelesaian
o Plot Sorot Balik, Flash Back. Urutan kejadian cerita tidak dimulai dari tahap
awal, melainkan dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian
tahap awal yang dikisahkan. Misalnya dalam novel Keluarga Permana, dapat
berupa sebagai berikut:
D1 A B C D2 E
D1 berupa awal penceritaan yang berintikan meninggalnya Farida, A
B C adalah peristiwa-peristiwa yang disorot balik yang berintikan kemelut
pada rumah tangga Permana sampai Farida dikawinkan dengan Sumarto, D2
(sengaja dibuat demikian untuk menegaskan pertalian-kronologisnya dengan
D1) dan E berupa kelanjutan peristiwa cerita awal D1 yang berintikan
kegoncangan jiwa Permana akibat meninggalnya Farida, anak semata
wayangnya.
o Plot Campuran merupakan gabungan dari plot lurus dan plot sorot balik.
Misalnya dalam novel Atheis karya Idrus.
E D1 - A B C D2
Adegan A-B-C yang berupa biografi Hasan, yang berisi inti cerita novel ini,
diceritakan secara runtut-progresif-kronologis. Kisah tersebut mengantarai
adegan D1 dan D2 yang juga lurus-kronologis. Novel ini menjadi flash back
benar karena adegan E yang merupakan kelanjutan langsung dari peristiwa D2
justru ditempatkan di awal buku. Namun, kisah dibagian E ini pun bersifat
lurus-kronologis.
b. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah
o Plot Tunggal
Karya fiksi yang berplot tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah
cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang sebagai
hero.

13
o Plot Sub-subplot
Sebuah karya fiksi dapat saja memiliki lebih dari satu alur cerita yang
dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan
hidup, permasalahan hidup, dan konflik yang dihadapinya. Subplot sesuai
dengan penamaannya, hanya merupakan bagian dari plot utama saja.
c. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan
o Plot Padat
Cerita yang diajikan antara peristiwa yang satu dengan yang lain yang
berkadar fungsional tinggi tak dapat dipisahkan atau dihilangkan salah
satunya.
o Plot Longgar
Dalam novel yang berplot longgar, pergantian peristiwa demi peristiwa
penting berlangsung lambat di samping hubungan antarperistiwa tersebut
tidaklah erat benar.
d. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Isi
o Plot Peruntungan
Plot peruntungan berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib,
peruntungan, yang menimpa tokoh (utama) cerita yang bersangkutan.
o Plot Tokohan
Plot tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang
menjadi fokus perhatian.
o Plot Pemikiran
Plot Pemikiran mengungkapkan sesuatu menjadi bahan pemikiran, keinginan,
perasaan, berbagai macam obsesi, dan hal lain yang menjadi masalah hidup
dan kehidupan manusia.

2.2. 6 Amanat

Amanat adalah pesan moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui
karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan
cara memberikan ajaran moral ataupun pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang
terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara
ekplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau
larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.

14
2.3 Sinopsis Cerpen Kupu-kupu Monarch karya Tere Liye
Tokoh aku dalam cerita ini adalah seorang lelaki yang hidup sendiri. Sudah lama
ia tidak kembali ke kota yang dulu pernah menjadi tempat tinggalnya bersama isteri dan
anaknya. Dan kini, setelah dua puluh tahun lamanya, ia memutuskan untuk kembali ke
kota tersebut. Di kota itu terdapat legenda yang berkisah tentang kehidupan Fram, si
petani miskin dan isterinya. Pada awalnya, mereka sangatlah mencintai satu sama lain,
dan kehidupan mereka penuh dengan kebahagiaan. Namun, setelah pernikahan mereka
berusia lima tahun, kemudian musim dingin datang tak berperikan. Kota mereka
dikungkung badai salju berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Seluruh kota mengalami kesulitan besar, berebut makanan, belum lagi munculnya
penyakit aneh yang menyebar cepat. Kematian silih berganti menghampiri. Dan sungguh
malang Fram terkena penyakit memilukan itu. Tubuhnya membeku di atas ranjang.
Tinggallah istrinya yang kalut. Ia tahu sebelum menikahi Fram ia pasti akan merasakan
seperti ini. Tapi demi mewujudkan janji cinta yang telah diucapkan, dia merawat
suaminya tanpa lelah dan penuh sabar. Istri Fram janji akan bertahan hidup.
Satu tahun berlalu. Musim tak menunjukkan tanda-tanda akan berbaik hati.
Kecamuk orang-orang yang kelaparan semakin menjadi-jadi. Dan entah darimana
datangnya singgah seorang peziarah yang mengatakan bahwa dengan daging maka
penyakit itu akan sembuh,sungguh tidak logis. Lagipula dimana ada daging. Seluruh
cadangan makanan habis tak berbekas. Keadaan Fram semakin menyedihkan. Tubuhnya
mendadak kejang-kejang, sekarat. Istrinya panik. Malam itu juga sambil terseok-seok ia
menggendong suaminya menembus badai salju, entah mendapat kekuatan darimana, ia
menuju orang-orang yang bisa menolongnya. Namun tiada yang mau menolong.
Hanyalah peziarah yang menyarankan agar diberi daging. Istri Fram mendesis,
menggigit bibirnya yang kering sambil menopang tubuh suaminya. Ia pun kembali ke
pondoknya, meletakkan perlahan-lahan tubuh suaminya yang begitu dicintainya.
Darimana bisa mendapat daging itu? umbi saja sudah habis. Tetapi, hei ! Sudut matanya
menatap seekor belibis hinggap di jendela. Ganjil sekali, bagaimana mungkin badai salju
begini ada belibis yang seharusnya di sarangnya. Dengan gesit pun istri Fram
menangkap belibis itu dan membelainya pelan. Setengah jam ia tertegun lalu menatap
wajah kurus suaminya. Malam itu, takdir langit di tepi danau berubah.Sepotong daging
masuk dalam perut Fram mengembalikan kesehatannya. Musim dingin berkepanjangan
pun berakhir berganti semburat cahaya hangat mentari. Janji kehidupan baru datang.

15
Tidak ada yang tahu bahwa seekor belibis itu memiliki pasangan. Menurut
keyakinan penduduk kami, dewa-dewi di syurga turun menjejak bumi menjelma sebagai
belibis. Celakanya belibis itu turun di waktu dan tempat yang salah. Fram dan istrinya
kembali ke seharian mereka dulu yang menyenangkan. Saat kandungan istrinya
menginjak 7 bulan, terjadilah peristiwa aneh tersebut. Fram yang sedang berburu di
hutan tak sengaja melihat seekor belibis yang indah. Fram berkali-kali jatuh mengejar
belibis itu hingga ke tepi danau. Tapi bukanlah belibis itu yang tampak, melainkan
seorang wanita cantik. Pakaiannya indah berkilauan. Perhiasannya cemerlang. Wajahnya
mempesona dan tubuhnya memikat. Apakah cinta itu? Apakah ia sebentuk perasaan
yang tidak bisa di bagi lagi? Apa ia kata akhir sebuah perasaan? Tidak akan bercabang?
Bukankah lazim seseorang jatuh cinta lagi padahal sebelumnya sudah berjuta kali bilang
ke pasangan-pasangan sebelumnya "Ia adalah pasangan sejatiku ! "Entah bagaimana
caranya, Fram jatuh cinta pada gadis belibis itu. Duhai celakanya urusan ini ! Bukannya
menghabiskan waktu bersama istrinya yang sedang hamil tua di rumah,malah
bercengkrama dengan gadis lain. Malangnya nasib istri Fram, seminggu sudah suaminya
tak kunjung pulang. Sementara perutnya yang semakin membuncit. Dua minggu lagi
persis bayinya akan lahir. Pagi itu persis ketika daun cemara bergemerisik dan bunga
bermekaran, istri Fram pergi mencari suaminya. Dan alangkah sedih isteri Fram, saat ia
bertemu suaminya yang sedang tergila-gila cinta kepada gadis belibis itu. Dimanakah
janji cintanya? Dimana? Semuanya musnah saat harusnya mereka berbahagia menanti
anak pertamanya. Lirih memanggil dewa-dewi di surga meminta keadilan. Ia gemetar
berdiri mencengkeram bebatuan. Fram tidak peduli, ia menarik mengajak gadis belibis
itu menjauh. Tapi sebelum itu terjadi dewa-dewi sudah turun. Istri Fram menjelaskan
duduk perkaranya. Dan menjadi teranglah urusan itu. Gadis cantik itulah pasangan
belibis yang tersesat di pondok Fram dua tahun silam. Justru gadis cantik inilah yang
menuntut keadilan. Istri Fram menangis tersedu-sedu dan dewa-dewi memberikan 3x
kesempatan untuk menghilangkan kelebihan gadis itu atau menambahkan kelebihan
kepada isteri Fram. Kesempatan yang pertama, ia gunakan untuk meminta agar sihir
pada gadis belibis itu dihilangkan, namun tetap saja Fram tergila-gila pada gadis itu.
Kesempatan yang kedua, ia meminta agar para dewi menghilangkan seluruh sihir yang
masih mengungkung pada tubuh suaminya, dan sekejap cahaya pada tubuh Fram pun
menghilang. Sihir pesona itu lenyap. Petani itu seakan baru tersadar dari mimpi. Melihat
gadis belibis yang tampak cantik dan tubuh yang mempesona membuatnya tergila-gila
daripada melirik istrinya. Istri Fram jatuh terduduk. Dan kesempatan ketiga, ia meminta

16
agar dewi-dewi memperlihatkan janji kebahagiaan yang dikandungnya. Siluet cahaya
menggetarkan mengungkung kepala Fram. Fram seperti menyaksikan visualisasi nyata
masa depan mereka. Kehidupan yang menyenangkan di pondok dengan anak-anak
mereka. Taman bunga berkupu-kupu di tepi danau. Tetapi apa guna janji masa depan
itu? Fram mengibaskannya. Ia merasa memiliki janji kehidupan yang lebih indah
bersama gadis belibis yang semakin cantik dan indah dilihatnya. Tersungkurlah istri
Fram sekarang. Menangis. Tiga kali kesempatan, habis sudah pengharapannya. Musnah.
Fram menarik tangan gadis belibis di sebelahnya, pergi menjauh. Matanya benar-benar
dibutakan oleh penampilan. Tega sekali ia memberangus kehidupan bersama istrinya.
Dewa dewi menghela napas tertahan. Apapun hasilnya, semua sudah selesai. Mereka
hendak pergi, ketika salah seorang dewa menghampiri isteri Fram. "Kenapa kau tidak
menggunakan kesempatan terakhirmu untuk menunjukkan kejadian yang sebenarnya,
wahai wanita yang malang." "Kenapa kau justru menggunakan kesempatan terakhirmu
untuk memperlihatkan janji masa depan? "Istri Fram tersedu, menggeleng, menyeka
pipinya. "Wahai wanita malang, mengapa kau tidak meminta kami menunjukkan dengan
nyata kejadian malam itu. Agar suamimu menglihatnya. Agar gadis belibis itu
menglihatnya. "Istri Fram berkata lirih, tertahan " Aku tidak ingin cintanya kembali
karena dia merasa berhutang budi". "Kau melakukannya karena cinta, wahai wanita
malang. Maka tidah ada hutang-budi. Sungguh urusan ini amat menyakitkan!". Sang
Dewa menoleh ke arah Fram dengan tatapan menghinakan "Kau tidak pernah tahu
mengapa istrimu pincang,wahai pemuda. Dan kau, gadi belibis yang menyedihkan, kau
tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan belibis pasanganmu. Biarlah hari ini
dewa-dewi menjadi saksi, dalam urusan cinta ini mereka yang dibutakan oleh duniawi
tidak akan pernah mengerti hakikat cinta sejati". Maka melesatlah dewa-dewi itu terbang
kembali ke angkasa. Meninggalkan istri Fram yang tersungkur sendirian. Ialah yang
menyimpan cerita yang sebenarnya itu sendiri. Ia tak ingin memperlihatkan peristiwa itu
pada suaminya.
Pada malam itu. Lama sekali istri Fram memandangi belibis di tangannya.
Mendadak ia merasa ganjil. Tatapan mata belibis itu seperti memancarkan ketakutan.
Persis seperti ketakutannya kehilangan Fram. Takut berpisah dengan suaminya.
Dilihatnya Fram yang kejang di atas kasur. Melenguh tertahan. Istri Fram gemetar
mengambil sebilah pisau. Sekali lagi ia menatap mata belibis dalam jepitan tangannya.
Belibis ini pasti mempunya pasangan, ujar pelan dalam hati istri Fram. Tidak. Istri Fram
menggeleng. Malam ini jika sepotong daging itu akan mengobati suaminya,itu tidak

17
akan berasal dari belibis elok ini. Biarlah dewa-dewi menjadi saksi. Biarlah semua ini
menjadi bukti cinta sejatinya. Sempurna istri Fram menebaskan pisau tajam. Bukan ke
leher belibis itu, tapi ke betis kakinya. Malam itu ,istri Fram memberikan "daging"
miliknya. Ia melepas pergi belibis jelmaan itu. Malangnya, belibis jantan yang hendak
kembali ke langit malah terjerembab di pecahan es danau. Mati tenggelam tanpa
siapapun yang tahu, termasuk pasangan betinanya. Malam itu istri Fram telah
membuktian cinta sejatinya. Andaikata demi kesembuhan suaminya ia harus
memberikan jantungnya, maka itu pasti akan diberikannya. Hari ini,setiap tahun istri
Fram kembali. Kupu-kupu kuning yang memenuhi pemakaman kota. Mengambang,
memesona. Hari ini, istri Fram selalu menunaikan janji cinta sejatinya. Dulu iya,
sekarang masih, esok-lusa pasti.
Teringat tentang legenda itu, tokoh si Aku tak ingin mengulangi kesalahan yang
pernah dilakukan oleh Fram, akan tetapi isterinya lah yang pergi meninggalkannya demi
laki-laki lain.

18
BAB III

PEMBAHASAN

Analisis unsur intrinsik pada cerpen Kupu-kupu Monarch karya Tere Liye

3.1 Tema

Berdasarkan tingkatan tema menurut Shipley (Nurgiantoro, 1995:85), tema yang


digunakan pengarang pada cerpen Kupu-Kupu Monarch ini adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Fisik, manusia sebagai molekul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih
banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik dari pada
kejiwaan. Ia lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita
yang bersangkutan.

Pada cerpen ini, tema yang digunakan oleh pengarang berdasarkan tingkat fisik adalah
kehidupan seseorang yang terluka karena kepergian orang yang dicintainya.

Aku lama tidak kembali ke kota ini. Hampir dua puluh tahun. Perjalanan yang
melelahkan. Mengelilingi separuh dunia hanya untuk melupakan. Hari ini aku pulang.
Berusaha mengenang semua jejak kaki. Semoga masih ada yang tersisa. Semoga
masih ada yang kukenali. Dengan semua kenangan itu., bukan keputusan mudah
untuk kembali. Seperti menoreh kembali luka yang mengering. Menyakitkan....
(Tere Liye, 2012:133)
2. Tingkat Organik, manusia sebagai protoplasma. Tema karya sastra pada tingkat ini
lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas, suatu
aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan
kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dengan tema tingkat
ini, khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang, misalnya berupa
penyelewengan dan penghianatan suami isteri, atau skandal-skandal sesualitas yang
lain.

Pada cerpen ini, tema yang digunakan oleh pengarang berdasarkan tingkat organik
adalah perselingkuhan yang dilakukan oleh isteri si Aku, karena dia merasa lelah

19
dengan kehidupan kecil bersama si Aku dan dia lebih memilih pemuda yang
menjanjikan masa depan yang lebih baik.

....Apakah cinta sejati itu? Isteriku pergi hanya karena ia lelah dengan kehidupan
kecil kota kami. Menemukan pemuda yang menjajikan masa depan yang lebih baik.
Pasangan-pasangan lain hari ini juga berpisah karena alasan-alasan sepele. Bosan.
Merasa terkekang. Merasa pasangannya sudah berubah.... (Tere Liye, 2012 :148)

3. Tingkat Sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Kehidupan bermasyarakat, yang


merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan
alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-lain yang menjadi objek
pencarian tema.

Pada cerpen ini, tema yang digunakan oleh pengarang berdasarkan tingkat sosial
adalah sebuah pemakaman yang menjadi tempat piknik para penziarah di kota itu.

....jam di kapel tua berdentang sembilan kali. Gema yang panjang dan berwibawa
meniringi. Aku takzim mendengarnya. Perayaan ini akan segera dimulai. Para
orangtua mulai bergegas meneriaki anak-anak mereka untuk segera turun. Bekal
piknik telah disiapkan. Pakaian tebal dan topi disampirkan. Beriring menuju pemakan
kota... (Tere Liye, 2012 :135)

4. Tingkat Egoik, manusia sebagai individu. Disamping sebagai makhluk sosial manusia
juga sebagai makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak
individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu manusia
mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya berwujud reaksi manusia
terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah individualitas biasanya
menunjukan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian seseorang.

Pada cerpen ini, tema yang digunakan oleh pengarang berdasarkan tingkat egoik
adalah seseorang yang mencari arti cinta sejati.

....jangan pernah melakukan hal bodoh seperti Fram, si petani miskin. Kalimat itu
terngiang kembali. Aku tertunduk menatap pusara Cindanita-ku. Mengusap batu besar
yang mengukir namanya. Aku tidak pernah melakukan hal bodoh itu, Putri Duyung
Kecilku. Tapi Mama-mu melakukannya. Dan aku sungguh tidak tahu apakah itu
sebuah kebodohan atau bukan.... (Tere Liye, 2012 :146)

20
5. Tingkat Divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap
manusia mengalami atau mencapainya. Masalah yang menonjol pada tingkat ini, ialah
masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiositas, atau berbagai
masalah filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi dan keyakinan.

Pada cerpen ini, tema yang digunakan oleh pengarang berdasarkan tingkat divine
adalah seseorang yang meyakini adanya dewa

....biarlah dewa-dewi menjadi saksi. Biarlah semua ini menjadi bukti cinta sejatinya.
Isteri Fram sambil menggigit bibir gemetar menebaskan pisau tajam. Bukan ke leher
belibis, tapi ke betis kakinya. Sempurna memotong. Malam itu, isteri fram
memberikan daging miliknya.... (Tere Liye, 2012:150)

3.2 Latar

a. Latar Tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat dengan
nama-nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat
yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata.

Pada cerpen ini, latar tempat yang digunakan oleh pengarang adalah sebagai berikut:

o Pemakaman
.... cahaya itu seolah menggantung di atas barisan nisan. Aku tersenyum, bukan
menatap riuan larik cahaya memesona, lebih karena menatap ribuan kupu-kupu
kuning memenuhi pemakaman.... (Tere Liye, 2012:134)
o Tepi danau
.... Tepi danau kota kami seperti berubah menjadi taman bunga.... (Tere Liye,
2012:137)
o Kota
....Enam bulan sejak penyakit aneh itu tiba, kota kami benar-benar tak tertolong.
Sepanjang hari hanya kidung sedih yang terdengar... (Tere Liye, 2012:137)

b. Latar Waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa


yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Pada cerpen ini, latar waktu yang digunakan pengarang adalah sebagai berikut:

21
o Pagi hari

....sepagi ini pemakaman kota terlihat begitu indah.... (Tere Liye, 2012:134)

o Musim dingin
...tak pernah terbayangkan tangan lembut itu mengais salju, berusaha
menemukan sisa umbi-umbian yang tersisa... (Tere Liye, 2012:138)
o Dua ratus tahun silam
dua ratus tahun silam, alkisah Fram amat beruntung mendapatkan isteri yang
sempurna. Kembang kota.... (Tere Liye, 2012:135)
o Sore hari
...dan sore hari, persis ketika senja membungkus bibir pantai... (Tere Liye,
2012:134)
o Malam hari
Malam itu, takdir langit ditepi danau itu berubah. Sepotong daging yang masuk
ke dalam perut Fram mengembalikan kesehatannya.... (Tere Liye, 2012:140)
o Dua belas bulan
....dua belas bulan berlalu. Musim tak menunjukkan tanda-tanda akan berbaik
hati... (Tere Liye, 2012:138)
c. Latar Sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
o Masyarakat kota
...seluruh kota mengalami kesulitan besar. Berebut makanan menjadi
pemandangan sehari-hari. Enam bulan kemudian, harga sepotong roti tawar
sebanding dengan sebutir peluru... (Tere Liye, 2012:137)
3.3 Tokoh dan penokohan
3.3.1 Tokoh
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh
tambahan ialah tokoh yang dimunculkan pada bagian-bagian tertentu saja
dalam cerita, tak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan
dengan tokoh utama baik secara langsung ataupun tidak langsung.

22
Pada cerpen ini, tokoh utama dan tokoh tambahan yang digunakan oleh pengarang
adalah:

o Tokoh utama (yang) utama yaitu isteri Fram


Hal itu dapat dilihat bahwa Isteri Fram yang paling terlibat dengan makna dan
tema cerita. Tokoh ini banyak diceritakan didalam cerita dan selalu
berhubungan dengan tokoh lain (Fram, Gadis burung belibis dan para dewi).
Selain itu, isteri Fram, tokoh yang banyak memerlukan waktu penceritaan.
o Tokoh utama (yang) tambahan yaitu si Aku
Hal ini dapat dilihat bahwa si Aku adalah tokoh yang menceritakan legenda
dari cerita kehidupan Fram dan isterinya, dan tokoh si Aku ini adalah tokoh
utama dalam kehidupan nyata dalam cerita tersebut. Tokoh si Aku ini banyak
berhubungan dengan tokoh lain (Cindanita dan isteri si Aku).
o Tokoh tambahan (yang) utama yaitu Fram dan isteri si Aku
Hal ini dapat dilihat bahwa Fram adalah tokoh tambahan (yang) utama karena
kehadiran Fram berkaitan dengan isteri Fram yang menjadi tokoh utama dalam
cerita ini. Begitu pula dengan isteri si Aku yang kehadirannya juga karena
adanya tokoh utama si Aku tersebut.
o Tokoh tambahan (yang) tambahan yaitu gadis belibis, Cindanita, dan para
dewi. Tokoh-tokoh ini hanya sedikit diceritakan dalam cerita ini.
b. Tokoh Antagonis dan Tokoh Protaginis
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam protagonis dan
antagonis. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan,
harapan para pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya
konflik, ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh
protagonis.
Pada cerpen ini tokoh protagonisnya adalah isteri Fram. Hal ini dapat dilihat
bahwa isteri Fram di sini memiliki watak yang sesuai dengan pandangan dan harapan
pembaca. Sedangkan tokoh antagonis dalam cerita ini adalah Fram. Karena dalam hal
ini Fram adalah tokoh penyebab terjadinya konflik yang dialami oleh isteri Fram. Fram
meninggalkan isterinya karena lebih memilih gadis belibis.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh
sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh bulat. Tokoh Sederhana dalam bentuknya

23
yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas tertentu, satu sifat-watak yang
tertentu saja. Tokoh Bulat yaitu tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
Pada cerpen ini tokoh sederhana adalah isteri Fram. Hal ini dapat dilihat bahwa
isteri Fram ini hanya memiliki satu kualitas watak yaitu seorang yang benar-benar tulus
mencintai suaminya. Sedangkan tokoh bulat dalam cerita ini adalah Fram, karena tokoh
Fram dalam cerita ini adalah sosok laki-laki yang munafik, Fram yang sebelumnya
mencintai isterinya tapi setelah dia bertemu dengan gadis belibis yang lebih cantik dari
isterinya, dia jatuh cinta pada gadis belibis itu dan pergi meninggalkan isterinya. Fram
tidak memiliki kepribadian yang konsisten.

3.3.2 Penokohan

Teknik ekspositoris disebut juga sebagai teknik analitis. Dalam hal ini pelukisan tokoh
cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.
Pada cerpen ini, berdasarkan teknik ekpositoris, pengarang melukisan tokoh-tokohnya
sebagai berikut:
o Pelukisan Penokohan Isteri Fram
....Isteri Fram berjanji akan bertahan hidup. Dan semakin menyedihkan
pemandangan itu, karena dengan sabar ia merawat suaminya yang terbaring
lumpuh di atas tikar. Menyuapinya dengan penuh kasih sayang. Menggendong
tubuh suaminya yang semakin ringkih mendekati perapian. Membuang sisa
kotoran suaminya dari atas ranjang. Memandikannya dengan air hangat. Isteri
Fram bersumpah akan bertahan hidup, demi suaminya.... (Tere Liye, 2012:138)
o Pelukisan Penokohan Fram
....menangis isteri Fram. Lemah berusaha memeluk kaki suaminya. Fram justru
mengibaskannya. Membuat tubuh dengan perut buncit itu jatuh terjungkal.
Tongkat yang dibawanya tak sengaja mengenai kepala. Isteri Fram mengaduh
kesakitan. Meski ada yang lebih sakit lagi dihatinya... (Tere Liye, 2012:142)
o Pelukisan Penokohan gadis belibis
....dan kau gadis belibis yang menyedihkan, kau tidak tau apa yang
sesungguhnya terjadi dengan belibis pasanganmu. Biarlah hari ini dewi-dewi
menjadi saksi, dalam urusan cinta ini, mereka yang dibutakan oleh duniawi tidak
akan pernah mengerti hakikat cinta sejati... (Tere Liye, 2102:146)

24
o Pelukisan Penokohan Si Aku
....bagaimana dengan Cindanita?. Suaraku hilang ditelan desau angin laut.
Sempurna menghilang bersama dengan perginya Mama-mu, Sayang. Kau yang
masih berbilang enam bulan sungguh tidak beruntung. Pap-mu tertatih dengan
kehidupan baru. Sendiri. Tertatih dengan semua beban kehidupan, dan itu
semakin bertambah saat kau jatuh sakit dan tak pernah kunjung sembuh.... (Tere
Liye, 2012:147)
o Pelukisan Penokohan Isteri Si Aku
....Aku mencintai pemuda itu, Sam. Aku akan pergi bersamanya. Aku merasa
muda lagi, seperti gadis remaja yang kasmaran. Aku sungguh seperti menemukan
cinta sejati. Dialah cinta sejatiku, Sam...

3.4 Sudut Pandang (Point if View)


Pada cerpen ini, pengarang menggunakan sudut pandang campuran antara sudut
pandang pesona ketiga Dia dengan sudut pandang persona pertama Aku.
o Dia Terbatas bersifat Pengamat
Dalam sudut pandang dia terbatas pengarang melukiskan apa yang dilihat,
didengar, dialami, dipikir, dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada
seorang tokoh saja (Stanton, 1965:26), atau terbatas dalam jumlah yang sangat
terbatas (Abrams, 1981:144).
Pada cerpen ini, pengarang menceritakan apa yang dirasakan, dialami oleh tokoh
cerita dalam cerpen tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut:
....biarlah dewa-dewi menjadi saksi. Biarlah semua ini menjadi bukti cinta
sejatinya. Isteri Fram sambil menggigit bibir gemetar menebaskan pisau tajam.
Bukan ke leher belibis, tapi ke betis kakinya. Sempurna memotong. Malam itu,
isteri fram memberikan daging miliknya.... (Tere Liye, 2012:150)
o Aku Tokoh Tambahan
Dalam sudut pandang ini tokoh aku hadir untuk membawakan cerita kepada
pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Dengan demikian, si aku hanya
tampil sebagai saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain.
Si aku pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

25
Pada cerpen ini, pengarang menghadirkan tokoh Aku untuk membawakan cerita
kepada pembaca, tokoh si Aku di sini tampil sebagai pengantar dan penutup
cerita. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
....legenda itu dimulai di sini. Legenda yang selalu diceritakan turun-temurun
oleh tetua kota. Diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan
pesan seerhana, jangan pernah mengulangi kesalahan yang dilakukan Fram, si
petani miskin. Aku ingat setiap kalimat kisahnya. Terpesona saat pertama kali
mendengarnya. Menyakini cinta sejati sejak hari itu.... (Tere Liye, 2012:135)
Kemudian dapat dilihat juga pada kutipan berikut:
....hari ini, setiap tahun isteri Fram kembali. Kupu-kupu kuning yang memenuhi
pemakaman kota. Kupu-kupu indah terbang di sela-sela cahaya matahari pagi
yang menembus dedaunan pohon cemara. Mengambang, memesona. Hari ini,
isteri Fram selalu menunaikan janji cinta sejatinya. Dulu iya, sekarang masih,
esok-lusa pasti. Aku juga akan selalu setia dengan janji cinta sejatiku.
Beristirahatlah dengan tenang, Cindanitaku. (Tere Liye, 2012:150)
3.5 Plot

Pada cerpen ini, pengarang menggunakan Plot Sorot Balik, Flash Back. Urutan
kejadian cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan dari tahap tengah atau bahkan
tahap akhir, baru kemudian tahap awal yang dikisahkan.

D1 A B C D2 E

D1 berupa awal penceritaan yang berintikan kehidupan si Aku yang kembali ke kota
yang dahulu dia tempati bersama keluarganya, A B C adalah peristiwa-peristiwa
yang disorot balik yang berintikan kemelut pada rumah tangga si Aku sampai
Cindanita, meninggal dunia, D2 (sengaja dibuat demikian untuk menegaskan pertalian-
kronologisnya dengan D1) dan E berupa kelanjutan peristiwa cerita awal D1 yang
berintikan kegoncangan jiwa Si Aku akibat meninggalnya Cindanita (anaknya) dan
ditinggal pergi oleh isterinya.
3.6 Amanat
Pada cerpen ini amanat yang ingin disampaikan pengarang yaitu:
Jangan pernah melakukan hal bodoh seperti Fram, si petani miskin. Kalimat itu
terngiang kembali.... (Tere Liye, 2012 : 146) pada kutipan ini, pengarang ingin

26
menyampaikan sebuah legenda yang terjadi dalam kehidupan Fram, yang mana
Fram meninggalkan isterinya dan memilih gadis lain yang lebih cantik.
Kehidupan silih berganti, ada saatnya kehidupan itu bahagia, ada saatnya pula
bahagia itu berubah menjadi kesedihan.
Setialah pada janji yang pernah diucapkan. Seperti kutipan berikut:
hari ini, setiap tahun isteri Fram kembali. Kupu-kupu kuning memenuhi
pemakaman kota. Kupu-kupu indah terbang di sela-sela cahaya matahari pagi yang
menembus dedaunan pohon cemara. Mengambang. Memesona. Hari ini, isteri
Fram selalu menunaikan janji cinta sejatinya. Dulu iya, sekarang masih, esok-lusa
pasti. Aku juga akan selalu setia dengan janji cinta sejatiku. Beristirahatlah dengan
tenang, Cindanitaku. (Tere Liye, 2012 :150)

27
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Unsur intrinsik yang digunakan oleh pengarang dalam cerpen Kupu-kupu Monarch adalah:
Tema yang diangkat adalah tema percintaan, yang menjelaskan tentang hakikat cinta
sejati.
Latar yang digunakan pengarang pada cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu dan
latar sosial.
Tokoh dan penokohan yang digunakan oleh pengarang adalah teknik ekpositoris
dalam menggambarkan tokoh yang ada dalam cerpen tersebut.
Sudut pandang dalam cerpen ini menggunakan sudut pandang campuran.
Alur/plot yang digunakan pengarang dalam cerpen ini adalah plot Flasback / sorot
balik
Amanat yang disampaikan pengarang dalam cerpen ini adalah tentang hakikat janji
cinta sejati.

28
DAFTAR PUSTAKA

Djuri, O. Setawan. 2005. Panduan Membuat Karya Tulis. Bandung: Yrama Widya.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Liye, Tere. 2012. Berjuta Rasanya. Jakarta : Mahaka Publishing.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Shipley, Joseph T. 1962. Dictionary of Word Literary. Paterson, NJ:Lifetefield, Adam & Co.
http://infodanpengertian.blogspot.com/2015/04/pengertian-sastra-menurut-para-ahli.html (diakses
10 Desember 2015)

29

Anda mungkin juga menyukai