Diterbitkan oleh:
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
mensejahterakan rakyat. Pimpinan daerah baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam
menyusun langkah-langkah dan strategi kebijakannya perlu saling berkoordinasi dan
bersinergi untuk mencapai perekonomian nasional yang semakin mantap.
Buku ini disusun sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan sinergi langkah-langkah
kebijakan, program dan kegiatan antara pemerintah pusat dan daerah. Buku ini berisikan
antara lain poin-poin utama kebijakan pemerintah pusat untuk tahun 2014, hasil evaluasi
paruh waktu RPJMN 2010-2014 dan kerangka pemantapan perekonomian nasional bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan beserta langkah-langkah bagi daerah
untuk mencapainya.
Saya berharap, buku ini dapat menjadi pegangan bagi segenap aparatur pemerintah daerah
dalam menyusun strategi dan langkah-langkah pembangunan di daerah. Melalui pemahaman
yang sama terhadap konsep dan faktor-faktor penentu untuk memantapkan perekonomian
nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, segenap jajaran
Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemangku kepentingan lainnya dapat bersama-sama
menyamakan langkah untuk menyusun strategi yang lebih harmonis dan terintegrasi.
Dengan terbitnya Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014 ini, saya
menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang telah bekerja dengan
itikad dan dedikasi yang baik dalam menyusunnya.
Semoga Tuhan yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kemudahan dan bimbingan Nya
dalam setiap upaya kita untuk memantapkan perekonomian nasional, agar terjadi akselerasi
dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia demi peningkatan kesejahteraan rakyat
yang berkeadilan.
Armida S. Alisjahbana
RINGKASAN EKSEKUTIF
Foto:
Foto:Pras
PrasWidjojo
Widjojo
Di saat kondisi ekonomi global mulai pulih, perekonomian domestik harus tetap terjaga
dengan fundamental ekonomi yang tetap kokoh dan daya saing yang lebih baik. Selanjutnya,
ekspor dan investasi harus didorong untuk tumbuh tinggi, agar ekonomi nasional dapat
meningkat dengan lebih baik, terutama untuk terus mengembangkan sektor produktif padat
karya agar dapat memperluas kesempatan kerja. Hal ini sangat penting karena perluasan
kesempatan kerja akan dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Momentum pertumbuhan ekonomi perlu tetap dijaga agar peningkatan kesejahteraan rakyat
terutama pengentasan kemiskinan dan penurunan pengangguran dapat dipercepat. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pun perlu dilakukan tanpa mengesampingkan
persoalan lingkungan. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Pelaksanaan Pembangunan Nasional sampai dengan paruh waktu RPJMN 2010-2014 telah
memberikan capaian yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2010 hingga 2012
masih dalam kisaran sasaran RPJMN (sekitar 6,3-6,8 persen per tahun, dengan peningkatan
bertahap mulai dari 5,5-5,6 persen pada tahun 2010 menjadi sekurang-kurangnya 7 persen
pada tahun 2014). Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,2 persen, kemudian
berkembang lebih baik pada tahun 2011 menjadi 6,5 persen, lebih tinggi dari yang telah
ditargetkan. Pada tahun 2012, meskipun krisis keuangan Eropa memberikan tekanan yang
cukup kuat, perekonomian nasional pada tahun 2012 masih dapat tumbuh sebesar 6,2
persen.
ii Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Pertumbuhan ekonomi yang kokoh memberikan pengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja sehingga mampu menekan angka pengangguran. Rata-rata 1,39 persen angkatan
kerja mampu diserap setiap tahunnya, sehingga angka pengangguran dapat ditekan menjadi
6,14 persen pada tahun 2012, yang sebelumnya pada tahun 2010 mencapai 7,14 persen.
Sejalan dengan itu, tingkat kemiskinan juga berhasil diturunkan. Pelaksanaan Pembangunan
Daerah sampai dengan paruh waktu RPJMN 2010-2014 telah memberikan hasil capaian yang
cukup baik. Pencapaian target pembangunan dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi,
tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Untuk beberapa provinsi menunjukkan capaian
yang cukup baik, namun masih banyak provinsi yang perlu terus meningkatkan upaya dalam
mencapai target-target pembangunan tersebut.
Kemudian, di dalam Bab IV telah dijabarkan secara rinci kerangka dasar untuk memantapkan
perekonomian nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Kerangka
tersebut pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a. Ekonomi
2 Stabilitas (Stability) b. Sosial
c. Politik
Dalam Bab V dijelaskan secara rinci mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk bersama-sama dengan pemerintah pusat dalam mencapai target
pembangunan nasional tahun 2014, serta untuk mendorong sinergi pembangunan antar
iv Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
Proyek Irigasi
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
Micro Hydro Project di Sulawesi Tengah
DAFTAR ISI
Kata Sambutan
Ringkasan Eksekutif i
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
BAB I
1
Pendahuluan
BAB II
11
Kebijakan Pembangunan Nasional Tahun 2014
BAB IV
Kerangka Pemantapan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan 69
Rakyat yang Berkeadilan
BAB V
Langkah-Langkah Daerah Bagi Pemantapan Perekonomian dan Peningkatan 85
Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
5.1 Pengantar 86
5.2 Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan Daerah 87
5.2.1 Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah 87
5.2.2 Mendorong Stabilitas 96
5.2.3 Mendorong Pemerataan yang Berkeadilan 103
Boks 5.1 Penghargaan Primaniyarta Kepada Eksportir Pelopor Pasar Baru 118
Boks 5.2 Daerah yang Berhasil Mengurangi Tingkat Pengangguran 119
Boks 5.3 Daerah yang Berhasil Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan 120
BAB VI
123
Penutup
Buku Pegangan
viii Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Daftar Gambar Lampiran
Gambar 1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin, 2006- 128
2012
Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2008-2012 130
Gambar 3 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011 130
Gambar 4 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin per 131
Provinsi (September 2012)
Gambar 5 Jumlah Penganggur Berdasarkan Perkotaan dan Perdesaan (Ribu 132
Orang)
Gambar 6 Tingkat Pengangguran Terbuka per Provinsi (%) 133
Gambar 7 Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat per Provinsi 133
Gambar 8 Peran Konsumsi Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 134
Provinsi Tahun 2010-2011
Gambar 9 Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional (Januari-September 134
2012)
Gambar 10 Share Realisasi PMDN per Provinsi Tahun 2011-2012 (%) 135
Gambar 11 Share Realisasi PMA per Provinsi Tahun 2011-2012 (%) 135
Gambar 12 Rasio Kerapatan Jalan (Km/Km2) Tahun 2012 136
Gambar 13 Rasio Kerapatan Jalan (Km/Unit) Tahun 2011 136
Gambar 14 Perbandingan Kondisi Jalan Nasional dan Daerah (%) 137
Gambar 15 Jumlah Bandara per Provinsi Tahun 2010 138
Gambar 16 Jumlah Penumpang Pesawat Udara per Provinsi Tahun 2011 138
Gambar 17 Tingkat Kinerja Pelabuhan Utama Indonesia 139
Gambar 18 Rasio Elektrifikasi Tahun 2012 139
Gambar 19 Kontribusi Kawasan per Pulau Terhadap Total Produksi Beras Tahun 140
2012
Gambar 20 Produksi Padi di Indonesia Tahun 2010-2012 140
Gambar 21 Konsumsi Langsung di Rumah Tangga (Kg/Kapita/Tahun) Pada 140
Tahun 2010-2014
Gambar 22 Produksi dan Konsumsi Beras (Ribu Ton) Tahun 2012 142
Gambar 23 Persentase Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Oleh 143
Penduduk Berusia 10 Tahun ke Atas Tahun 2011
Gambar 24 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun 2011 143
Gambar 25 Rata-Rata Lama Sekolah (Usia Penduduk > 15 Tahun) Tahun 2011 144
Gambar 26 Angka Melek Aksara Penduduk (Berusia > 15 Tahun) Tahun 2011 145
Gambar 27 Persentase Guru Belum Berkualifikasi S1/D4 Tahun 2012 146
Buku Pegangan
xii Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 28 Persentase Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih 147
per Provinsi Tahun 2012
Gambar 29 Cakupan Pelayanan Antenatal (K4) Tahun 2011 147
Gambar 30 Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi Dasar 148
Lengkap Tahun 2012
Gambar 31 Persentase Bayi yang Melakukan Kunjungan Neonatus 6-48 Jam 148
(KN1) Tahun 2011
Gambar 32 Prevalensi Pendek (TB/U) Pada Anak 0-59 Bulan Tahun 2010 149
Gambar 33 Persentase Kehamilan Diperiksa Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 149
2011
Gambar 34 Keragaman Angka Kejadian Malaria Tahun 2011 150
Gambar 35 Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perawatan Tahun 2012 150
Gambar 36 Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit per 100.000 Penduduk Tahun 2012 151
Gambar 37 Komposisi Pekerja Formal dan Informal di Setiap Provinsi Tahun 151
2008 dan 2012
Gambar 38 Persentase Serta Pertumbuhan Pekerja Sektor Formal dan Informal 152
Tahun 2005-2011
Gambar 39 UMP Wilayah Sumatera 153
Gambar 40 UMP Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara 153
Gambar 41 UMP Wilayah Kalimantan-Sulawesi 153
Gambar 42 UMP Wilayah Gorontalo-Maluku-Papua 153
Gambar 43 Pertumbuhan Produktivitas untuk Tiga Sektor Tahun 2006-2012 154
Gambar 44 PDRB per Tenaga Kerja Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2005 154
dan 2011 (Juta Rupiah/Pekerja)
Gambar 45 Persentase Pekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Agustus 2012) 155
Gambar 46 Persentase Pekerja Profesional/Semi Skill Terhadap Jumlah Pekerja 155
Gambar 47 Persentase Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Pendidikan (per 156
Januari 2013)
Gambar 48 Peta Kepatuhan Penyampaian LKPD Tahun 2011 158
Gambar 49 Pencapaian Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemda Tahun 2012 158
Gambar 50 Indeks Demokrasi Indonesia 160
Gambar 51 Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Provinsi Tahun 2011 160
Gambar 52 Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Kepulauan Tahun 2011 161
Gambar 53 Jumlah Kabupaten/Kota dan Jumlah Pemilih Pada Pemilu Anggota 161
DPR, DPD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009
Gambar 54 Tingkat Partisipasi Politik Dalam Pemilu 162
Gambar 55 Tingkat Partisipasi Politik Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD 162
dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
1.1.1 Perkembangan Perekonomian dunia terlihat mulai membaik sejak kuartal ke-3
Kondisi Ekonomi tahun 2012. Sumber utama pemulihan ekonomi dunia di tahun 2012
Global adalah adanya peningkatan aktivitas perekonomian di negara-
negara berkembang, dan pulihnya perekonomian Amerika Serikat
yang pada tahun 2012 pertumbuhannya mencapai 2,3 persen.
Kondisi keuangan global terlihat mulai stabil, sementara itu arus
modal masuk ke negara-negara berkembang terlihat tetap kuat.
Oleh sebab itu, pada tahun 2013 perkekonomian dunia diperkirakan
akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2012. IMF
memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 sebesar
3,5 persen dan pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh sebesar
4,1 persen.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Dunia
ISU STRATEGIS 2012 2013 2014
1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia 3,2 3,5 4,1
a. Amerika Serikat 2,3 2,0 3,0
b. Kawasan Eropa -0,4 -0,2 1,0
c. Italia -2,1 -1,0 0,5
d. Spanyol -1,4 -1,5 0,8
e. Jepang -1,4 -1,5 0,8
f. Negara-Negara Berkembang 5,1 5,5 5,9
g. China 7,8 8,2 8,5
h. India 4,5 5,9 6,4
i. ASEAN-5 5,7 5,5 5,7
2. Volume Perdagangan Dunia (Barang dan Jasa) 2,8 3,8 5,5
Impor
a. Negara maju 1,2 2,2 4,1
b. Negara berkembang 6,1 6,5 7,8
Ekspor
a. Negara maju 2,1 2,8 4,5
b. Negara berkembang 3,6 5,5 6,9
Sumber: World Economic Outlook, IMF (Januari 2013)
Buku Pegangan
2 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
di negara berkembang yang cukup efektif sebagai stimulan dalam
mempertahankan aktivitas ekonominya di tengah kondisi
perekonomian global yang kurang kondusif.
Tabel 1.2
Perkembangan Indikator Ekonomi dan Kesejahteraan
PENCAPAIAN 2010 2011 2012
1. Pertumbuhan PDB (%) 6,2 6,5 6,2
2. PDB per kapita (Ribu Rp) 26.786,8 30.424,4 33.339,0
3. Tingkat Kemiskinan (%) 13,11 12,36 11,66
4. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 7,1 6,6 6,1
5. Neraca Pembayaran (USD Miliar) 30,3 11,9 0,2
a. Transaksi Berjalan (USD Miliar) 5,1 1,7 -24,2
b. Transaksi Modal (USD Miliar) 0,0 0,0 0,0
c. Transaksi Financial (USD Miliar) 26,6 13,5 24,9
d. Cadangan Devisa (Bulan Impor) 7,4 6,5 6,1
Sumber: BPS dan Bank Indonesia
Tabel 1.3
Sumbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
PENCAPAIAN 2010 2011 2012
1. SISI PENGELUARAN
a. Konsumsi Rumah Tangga 2,7 2,7 2,9
b. Pengeluaran Pemerintah 0,0 0,3 0,1
c. Investasi (PMTB) 2,0 2,1 2,4
d. Ekspor (Barang dan Jasa) 6,5 6,3 1,0
e. Impor (Barang dan Jasa) 5,6 4,8 2,5
2. SISI PRODUKSI
a. Pertanian 0,4 0,4 0,5
b. Pertambangan dan Penggalian 0,3 0,1 0,1
c. Industri Pengolahan 1,2 1,6 1,5
d. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,0 0,0 0,0
e. Bangunan 0,4 0,4 0,5
f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,5 1,6 1,4
g. Pengangkutan dan Komunikasi 1,2 1,0 1,0
h. Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha 0,5 0,7 0,7
i. Jasa-jasa lainnya 0,6 0,6 0,5
Sumber: BPS dan Bank Indonesia
Buku Pegangan
4 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
total neraca pembayaran sepanjang tahun 2012 masih dalam
kondisi surplus sebesar USD 0,2 miliar, walaupun besaran surplus ini
lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Defisit transaksi
berlajan yang diimbangi dengan surplus transaksi modal dan
finansial yang meningkat pesat telah menyebabkan cadangan devisa
dapat dipertahankan dalam tingkat relatif aman.
Peningkatan arus investasi asing masuk yang cukup tinggi telah
menjadi penopang neraca pembayaran selama tahun 2012, dan hal
ini tentunya seiring dengan kebijakan-kebijakan yang telah
dilakukan pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi dan usaha,
upaya pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal dan
makroprudensial, serta kebijakan moneter dan nilai tukar yang
kondusif.
Di sisi kesejahteraan masyarakat, tingkat kemiskinan menunjukkan
penurunan, dimana pada tahun 2012 mencapai 11,66 persen.
Sementara itu, penyerapan tenaga kerja juga semakin baik yang
ditunjukkan dengan menurunnya tingkat pengagguran terbuka yang
mencapai 6,1 persen di tahun 2012.
1.1.3 Perkembangan Pergeseran pusat kekuatan ekonomi terlihat dari menguatnya peran
Regional dan Asia dalam satu dekade terakhir. Beberapa negara di Asia, seperti
Masyarakat Jepang dan Korea Selatan, telah lebih dulu maju dengan basis
Ekonomi ASEAN perkembangan sektor industrinya. Selanjutnya, China dan India
(MEA) 2015 menyusul sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi regional
dengan statusnya sebagai negara emerging dengan populasi
terbesar dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sementara itu,
Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya juga mulai
menunjukkan kekuatannya sebagai penggerak roda perekonomian
regional, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus melaju
serta besarnya jumlah penduduk yang menjadikannya sebagai
modal sosial yang besar maupun pasar yang potensial.
Sementara itu, pelaksanaan MEA 2015 memberikan konsekuensi
bagi Indonesia terhadap tingkat persaingan yang semakin terbuka
dan tajam, terutama dalam perdagangan barang dan jasa di
kawasan ASEAN. Pelaksanaan MEA 2015 telah didahului dengan
penerapan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992 yang
implementasinya dilakukan secara bertahap sejak 1 Januari 1993
sampai dengan tahun 2002. AFTA ditujukan untuk membentuk
suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan
Rata-rata 39%
Surabaya 44%
Pontianak 35%
Medan 31%
Makassar 46%
Jakarta 36%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Buku Pegangan
6 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
sementara di Medan hanya 31 persen responden yang mengetahui
tentang MEA 2015.
Oleh sebab itu, tantangan terbesar bagi Indonesia dalam
menghadapi pembentukan MEA 2015 adalah meningkatkan
pemahaman publik di kalangan Pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat baik di tingkat Pusat maupun Daerah; tentang manfaat
dan peluang yang dapat diperoleh dengan pelaksanaan MEA 2015.
Pembentukan MEA sebenarnya dapat memberikan peluang bagi
Indonesia dengan terbukanya pasar baru bagi barang, jasa,
investasi, pekerja terampil dan arus modal di kawasan ASEAN. Di
lain pihak, Bangsa Indonesia harus bekerja keras untuk
meningkatkan daya saing dan memperkuat ketahanan nasional agar
dapat siap bersaing dengan bangsa lain. Langkah ini hanya dapat
dilakukan dengan memperbaiki kinerja ekonomi nasional yang
didukung struktur ekonomi yang kuat, pelaku ekonomi yang
berdaya saing tinggi, berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan
yang tersebar di seluruh Wilayah Nusantara dan meratanya
pembangunan wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan. Dengan
demikian, diharapkan Indonesia akan dapat menarik manfaat dari
integrasi ekonomi kawasan yang berdaya saing tinggi dan
terintegrasi dalam ekonomi global, sehingga pada gilirannya akan
memberikan manfaat ekonomi secara luas bagi seluruh rakyat
Indonesia.
1.1.4 Pentingnya Di saat kondisi ekonomi global mulai pulih, perekonomian domestik
Pemantapan harus tetap terjaga dengan fundamental ekonomi yang tetap kokoh
Ekonomi Nasional dan daya saing yang lebih baik. Selanjutnya, ekspor dan investasi
untuk harus didorong untuk tumbuh tinggi, agar ekonomi nasional dapat
Meningkatkan meningkat dengan lebih baik, terutama untuk terus
Kesejahteraan mengembangkan sektor produktif padat karya agar dapat
Rakyat yang memperluas kesempatan kerja. Hal ini sangat penting karena
Berkeadilan perluasan kesempatan kerja akan dapat membantu peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Momentum pertumbuhan ekonomi perlu tetap dijaga agar
peningkatan kesejahteraan rakyat terutama pengentasan
kemiskinan dan penurunan pengangguran dapat dipercepat. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pun perlu dilakukan
tanpa mengesampingkan persoalan lingkungan. Sesuai dengan
amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN
2010-2014) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan,
Tujuan Secara lebih spesifik tujuan dari disusunnya buku ini adalah untuk
memberikan panduan bagi daerah tentang:
1. Kerangka pembangunan untuk mencapai Pemantapan
Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan
Rakyat yang Berkeadilan;
2. Upaya dan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh
daerah untuk mendukung pencapaian target pembangunan
2014.
Buku Pegangan
8 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Foto:
otoDit.
FFoto:
:D itPenanggulangan
Dit..P
Penanggulangan
en
naangg
gu
ulaan anKemiskinan
ngan anBappenas
Kemiskinan
Kemis
iskin
naan Bappenas
Bappenas
KEBIJAKAN
BAB II PEMBANGUNAN
NASIONAL TAHUN 2014
BAB II
Kebijakan Pembangunan Nasional
Tahun 2014
Sasaran Visi Indonesia 2014 yang digariskan dalam RPJMN 2010-2014 adalah
Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan
Berkeadilan yang dijabarkan ke dalam 5 (lima) agenda
pembangunan yaitu: (i) Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat; (ii) Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan; (iii)
Penegakan Pilar Demokrasi; (iv) Penegakan Hukum dan
Pemberantasan Korupsi; dan (v) Pembangunan yang Inklusif dan
Berkeadilan. Sedangkan sasaran utama RPJMN 2010-2014 dibagi
dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: (i) Sasaran Pembangunan Ekonomi
dan Kesejahteraan; (ii) Sasaran Perkuatan Demokrasi; dan (iii)
Sasaran Penegakan Hukum.
Sasaran pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat
diantaranya ditunjukkan oleh indikator pertumbuhan ekonomi,
inflasi, pengangguran dan kemiskinan. Percepatan pertumbuhan
ekonomi diharapkan mampu menurunkan tingkat pengangguran
dan kombinasi antara percepatan pertumbuhan dan berbagai
kebijakan intervensi pemerintah diharapkan mempercepat
penurunan tingkat kemiskinan. Pencapaian sasaran percepatan
pertumbuhan harus didukung oleh stabilitas ekonomi yang mantap
dengan tingkat inflasi yang rendah, yang memungkinkan nilai tukar
dan suku bunga yang kompetitif sehingga sektor riil dapat
bekembang dengan cepat dan sehat. Pada tahun 2014, sasaran
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 6,4-6,9 persen, inflasi
sebesar 5,0 persen, tingkat pengangguran sebesar 5,6-6,0 persen
dan tingkat kemiskinan sebesar 8-10 persen.
Sasaran penguatan pembangunan demokrasi adalah membangun
dan semakin memantapkan sistem demokrasi Indonesia yang dapat
menghasilkan pemerintahan dan lembaga legislatif yang kredibel,
bermutu, efektif serta mampu menyelenggarakan amanah dan
tugas serta tanggung jawabnya secara baik, seimbang dengan
Buku Pegangan
12 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
peningkatan kepatuhan terhadap pranata hukum. Sasaran
penguatan demokrasi ditunjukkan diantaranya oleh Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) yang pada tahun 2014 besarnya adalah
73.
Sasaran penegakan hukum adalah tercapainya suasana dan
kepastian keadilan melalui penegakan hukum dan terjaganya
ketertiban umum. Hal ini tercermin dari persepsi masyarakat
pencari keadilan untuk merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan
dan keamanan dalam berinteraksi dan mendapat pelayanan dari
penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan). Sasaran penegakan
hukum diantaranya ditunjukkan oleh Indeks Persepsi Korupsi
Indonesia (IPK) yang pada tahun 2014, sasaran IPK adalah sebesar
4,5.
Buku Pegangan
14 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
2.3 Tema dan Prioritas RKP 2014
Gambar 2.1
Tema Pembangunan yang Tertuang Dalam RKP
Buku Pegangan
16 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 2.2
Prioritas Pembangunan Nasional RPJMN 2010-2014
Isu Strategis Isu strategis dalam RKP 2014 dimaksudkan untuk lebih
memfokuskan upaya pemerintah untuk hal-hal yang signifikan,
berdampak luas dan yang berfungsi sebagai pengungkit sehingga
penanganannya dapat tuntas. Isu strategis disusun dengan
berdasarkan kepada dua hal, yaitu: (i) Arahan Presiden; dan (ii)
Hasil Review paruh waktu RPJMN 2010-2014. Berikut ini adalah isu
strategis yang telah dikelompokkan berdasarkan Prioritas Nasional.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 1 - Reformasi
Birokrasi dan Tata Kelola, adalah: Pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN, Peningkatan kualitas pelayanan publik dan Peningkatan
Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 2 - Pendidikan,
adalah: Peningkatan akses pendidikan dasar dari keluarga miskin,
Pelaksanaan kurikulum baru pendidikan 2013/2014 secara
bertahap dan Pelaksanaan pendidikan menengah universal.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 3 - Kesehatan,
adalah: Penurunan dan pencegahan penyakit (HIV AIDS dan
Malaria) dan Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan KB yang
Buku Pegangan
18 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 23
Persentase Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Oleh Penduduk
Berusia 10 Tahun ke Atas Tahun 2011
Papua
Papua Barat
Malut
Maluk
Sulbar
Gorontalo
Sultra
Sulsel
Sulteng
Sulut
Kaltim
Kalsel
Kalteng
Kalbar
NTT
NTB
Bali
Banten
Jatim
DIY
Jateng
Jabar
DKI Jakarta
Kep. Riau
Kep. Babel
Lampung
Bengkulu
Sumsel
Jambi
Riau
Sumbar
Sumut
Aceh
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Gambar 24
Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun 2011
SD/sederajat
16,31
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
SMP/sederajat
26,68
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di NTB
SMA/sederajat
PT/sederajat
Tabel 3.1
Pertumbuhan PDB dan Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja (Persen)
PDB Atas Dasar Harga Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas
1)
No. LAPANGAN USAHA Konstan Tahun 2000 yang Bekerja
2009 2010 2011* 2012** CAGR 2009 2010 2011 2012 CAGR
1 Pertanian, Peternakan,
3,96 3,01 3,37 3,97 2,57 0,68 -0,28 -5,22 -1,14 -1,68
Kehutanan & Perikanan
2 Pertambangan & Penggalian 4,47 3,86 1,39 1,49 1,68 7,91 8,59 16,81 9,26 8,50
3 Industri Pengolahan 2,21 4,74 6,14 5,73 4,12 2,31 7,67 5,19 5,67 4,59
4 Listrik, Gas & Air Bersih 14,29 5,33 4,82 6,40 4,11 10,91 4,94 2,38 3,88 2,78
5 Konstruksi 7,07 6,95 6,65 7,50 5,23 0,88 1,93 13,35 7,13 5,48
6 Perdagangan, Hotel & Rest. 1,28 8,69 9,17 8,11 6,42 3,42 2,48 4,02 -1,03 1,35
7 Pengangkutan dan Komunikasi 15,85 13,41 10,70 9,98 8,40 -1,00 -8,16 -9,61 -1,59 -4,93
8 Keuangan, Real Estate
5,21 5,67 6,84 7,15 4,87 1,82 17,01 51,39 1,10 15,68
Jasa Perusahaan
9 Jasa-jasa 6,42 6,04 6,75 5,24 4,47 6,88 13,96 4,32 2,73 5,13
TOTAL 4,63 6,22 6,49 6,23 4,70 2,26 3,18 1,35 1,04 1,39
Buku Pegangan
22 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
tahun 2010, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,2 persen,
kemudian berkembang lebih baik pada tahun 2011 menjadi 6,5
persen, lebih tinggi dari yang telah ditargetkan. Pada tahun 2012,
meskipun krisis keuangan Eropa memberikan tekanan yang cukup
kuat, perekonomian nasional pada tahun 2012 masih dapat
tumbuh sebesar 6,2 persen.
Gambar 3.1
Pendapatan per kapita, Pertumbuhan PDB, Tingkat Pengangguran dan Kemiskinan
(US$)
Dampak krisis 1998 (%)
3500 Dampak kenaikan BBM 25
3000 20
Buku Pegangan
24 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
pendidikan sebagai infrastruktur dasar akan ditingkatkan.
Pembangunan infrastruktur dasar ini dibarengi pula dengan
penyediaan tenaga kesehatan dan pendidikan yang memadai,
pembangunan sarana dan prasarana pertanian, serta pembenahan
tata kelola pemeliharaan aset-aset hasil pembangunan tersebut.
Guna meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat yang lebih merata,
pembangunan sektor pertanian dan UMKM akan mendapat porsi
perhatian yang lebih besar. Alih fungsi lahan pertanian
dikendalikan, pembangunan sarana dan prasarana pertanian lebih
dipercepat, terutama melalui pembangunan dan rehabilitasi
saluran irigasi sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan
kesejahteraan petani. Dengan makin bergairahnya kegiatan
pertanian, pencapaian target program swasembada pangan atau
ketahanan pangan nasional semakin cepat diwujudkan, sekaligus
dapat meningkatkan pemerataan pembangunan.
Upaya peningkatan kesejahteraan dengan berbagai program
pembangunan diupayakan tetap memperhatikan, menjaga dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup karena saat ini kualitas air,
udara, tanah dan lingkungan secara umum terus memburuk. Upaya
menjaga kualitas lingkungan diperlukan agar peningkatan
kesejahteraan dapat berjalan secara berkelanjutan dan tidak
diwarnai oleh dampak kerusakan lingkungan yang akan mengurangi
manfaat sosial dan ekonomi dari pembangunan. Untuk itu
pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
harus diterapkan pada semua proses dan tahapan pembangunan.
Buku Pegangan
26 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
proporsi buta aksara penduduk berusia 15 tahun keatas yang
diwakili oleh penduduk usia 15-59 tahun mengalami penurunan
signifikan dari 5,3 persen pada tahun 2009 menjadi 4,8 persen pada
tahun 2010, dan terus menurun menjadi 4,4 persen pada tahun
2011 (Gambar 3.3).
Pencapaian pembangunan pendidikan tersebut sejalan dengan
meningkatnya APK dan APM pada semua jenjang pendidikan. Pada
tahun 2009, APM SD/MI/sederajat dan APM SMP/MTs/sederajat
masing-masing sebesar 95,2 persen dan 74,5 persen, terus
meningkat menjadi 95,6 persen dan 77,7 persen; APK
SMA/SMK/MA/sederajat pada tahun 2009 sebesar 69,60 persen,
meningkat menjadi 76,50 persen pada tahun 2011. Adapun angka
partisipasi kasar jenjang pendidikan tinggi pada tahun 2011 telah
mencapai 27,09 persen, dan pada tahun 2012 diperkirakan
mencapai 27,4 persen.
Gambar 3.2 Gambar 3.3
Rata-rata Lama Sekolah Angka Buta Aksara
8,4 8,25
8,1 8
8,2 8,01
7,92 7,92 5,44 5,17
8 6 4,84 4,52
7,72 4,18
7,8 5,97
7,52 4 5,3
7,6 7,85 4,79
7,75 4,43 4,42 4,4 4,18
7,4 7,6 2
7,2
7 0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: Susenas dan RPJMN 2010-2014 Sumber: Susenas dan RPJMN 2010-2014
120
100
83,1
80
60
40
20
0
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Riau
Bengkulu
DI Yogyakarta
Bali
Gorontalo
Papua
Kepulauan Riau
Sumatera Utara
Jawa Timur
Banten
Aceh
Kalimantan Selatan
INDONESIA
Kalimantan Timur
Sumatera Selatan
Sulawesi Utara
Maluku Utara
Papua Barat
Jambi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Kalimantan Tengah
Sumatera Barat
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Timur
Lampung
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Angka Kematian Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI
2007), masih jauh dari target 118 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2014. Penyebab utama masih tingginya AKI antara lain belum
optimalnya cakupan pelayanan antenatal (K4) dan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Selain itu,
Buku Pegangan
28 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
disparitas pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
antar provinsi masih menjadi kendala dalam upaya penurunan
angka kematian ibu melahirkan, seperti pada Gambar 3.4.
Buku Pegangan
30 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
tersebut tidak akan mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMN
2010-2014. Sementara itu NTP terus mengalami peningkatan, yaitu
101,20 pada tahun 2009 meningkat menjadi 102,80 pada tahun
2010, dan pada tahun 2011 dan 2012 meningkat kembali menjadi
105,75 dan 105,87.
Tabel 3.2
Perkembangan Pencapaian Surplus Beras Periode 2010-2012
Tahun Produksi Populasi Konsumsi/ Total Surplus
Gabah (ton) Pertumbu- Beras (ton) Kapita/ Konsumsi Beras
han (%) Tahun (kg) (ton) (ton)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
2010 66.469.394 3,22 37.369.093 237.641.326 139,15 33.067.791 4.301.303
2011 65.756.904 (1,07) 36.968.531 241.182.182 137,06 33.057.093 3.911.438
1)
2012 68.956.292 4,87 38.767.227 244.775.796 135,01 33.046.399 5.720.828
Sumber: 1): ARAM II (Estimated), BPS, 2012
Tabel 3.3
Kondisi Kemantapan Jalan
Jenis Jalan Panjang (Km) Persentase Kondisi Mantap Persentase Kondisi Tidak Mantap
Buku Pegangan
32 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Prioritas Nasional 7: Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Kebijakan peningkatan iklim investasi dan iklim usaha telah
mendorong peningkatan investasi dan daya saing produk
Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya Pembentukan
Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB), investasi baik Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing
(PMA) dan membaiknya peringkat investasi (investment rating)
Indonesia. Perbaikan iklim investasi ini merupakan hasil dari
berbagai upaya, diantaranya adalah perbaikan pada
penyederhanaan prosedur perijinan, pengembangan sistem logistik
nasional, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui
skema KPS dan sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim
usaha.
Gambar 3.5
Realisasi PMDN dan PMA
100.000 92.182,0
76.001,1
80.000
60.626,3
60.000
40.000
24.564,9
16.214,8 19.474,2
20.000
0
2010 2011 2012
Sumber: BKPM
Buku Pegangan
34 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
depletion) sekitar 10-12 persen. Sampai saat ini, pemanfaatan
energi alternatif, terutama panas bumi, belum berjalan sesuai
dengan yang diharapkan, karena harganya belum kompetitif serta
biaya investasi yang relatif besar, disamping adanya tumpang tindih
lahan antara lapangan panas bumi dengan kawasan hutan. Potensi
energi panas bumi sekitar 29.000 MW dan baru dapat
dimanfaatkan untuk kapasitas pembangkit listrik sebesar 1.231
MW. Kapasitas ini masih jauh lebih kecil dari yang diharapkan,
yakni sekitar 4,24 persen dari potensi keseluruhan dan 24,62
persen dari target RPJMN sebesar 5.000 MW.
Dukungan yang diperlukan dari daerah untuk pembangunan energi,
antara lain dalam mempercepat penyelesaian permasalahan yang
berhubungan dengan perijinan, keamanan dan tumpang tindih
lahan.
Gambar 3.6
Laju Deforestasi Indonesia (Juta Ha) Tahun 1990 2011
4 3,51
3,5
2,83
3
2,5
1,87
2
1,5 1,08 1,17
1,37 0,83
1 0,5 0,68 0,76 0,45
0,78
0,5 0,61 0,32
0,41 0,13
0 0,3 0,22
1990-1996 1996-2000 2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011
Buku Pegangan
36 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
penanggulangan bencana, koordinasi dan keterpaduan penanganan
kedaruratan dan korban di wilayah pasca bencana, serta dukungan
penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan bencana di daerah
dengan tingkat kerawanan tinggi.
6,32
6 70
68,46
6,46
6,24
6,16
68
6,08
6
5,96
5,95
5,76
5,43
4 66
4,98
67,97
67,48
66,99
3
66,51
64
66,07
66,01
65,93
65,45
2
64,57
62
1 60
0 58
2010
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2011
2012
2013
2014
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Target RPJMN Laju Pertumbuhan Ekonomi Target RPJMN Indeks Pembangunan Manusia
Buku Pegangan
38 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
(iii) Peningkatan apresiasi, kreasi dan budaya IPTEK di masyarakat.
Buku Pegangan
40 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
akibat belum terbangunnya mekanisme penyelesaian masalah
antar instansi. Beberapa hal yang perlu mendapat dukungan
daerah diantaranya: (i) Penyediaan infastruktur serta penyediaan
bahan baku industri melalui insentif fiskal dan insentif lainnya; (ii)
Mendukung pembiayaan bagi daerah-daerah basis TKI untuk
memperluas akses pelayanan bagi calon TKI; dan (iii) Peningkatan
koordinasi dan sinergi antar instansi untuk mengoptimalkan
penyelesaian masalah TKI.
3.2.1 Tingkat Pada tahun 2012, ekonomi Indonesia mampu tumbuh mencapai
Pertumbuhan 6,2 persen, walaupun di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi
tersebut tentunya disumbang oleh pertumbuhan ekonomi di setiap
daerah. Bila dilihat berdasarkan provinsi, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Papua Barat adalah yang tertinggi dibandingkan dengan
provinsi lainnya, yaitu sebesar 15,8 persen; yang kemudian diikuti
dengan Provinsi Sulawesi Tenggara (10,4 persen), Sulawesi Tengah
(9,3 persen), Sulawesi Barat (9,0 persen), Sulawesi Selatan (8,4
persen). Seluruh Provinsi di Pulau Sulawesi mencapai pertumbuhan
yang tinggi (di atas rata-rata nasional), dengan rata-rata
pertumbuhan Pulau Sulawesi sebesar 8,8 persen di tahun 2012.
Provinsi di Pulau Jawa juga mengalami pertumbuhan ekonomi di
atas pertumbuhan ekonomi nasional, kecuali DI Yogyakarta yang
tumbuh 5,3 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di
beberapa provinsi masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi
Buku Pegangan
42 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
nasional, dengan laju yang cukup rendah yaitu: Provinsi
Kalimantan Timur (2,0 persen); Papua (1,1 persen); Riau (3,6
persen); Maluku ( 4,3 persen); dan Aceh (5,2 persen). Bahkan, satu
provinsi di Indonesia mengalami pertumbuhan negatif pada tahun
2012, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat yang pertumbuhannya
sebesar -1,2 persen.
Gambar 3.9
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Tahun 2012
18% 15,8%
16%
14%
12%
10%
8%
6% 6,2%
4%
2%
0%
-2%
-4% -1,2%
Bengkulu
Maluku
Riau
Sumatera Utara
Bali
Papua
Gorontalo
Kalimantan Timur
Jawa Timur
Aceh
Banten
Kep. Riau
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Sumatera Selatan
Papua Barat
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Barat
Maluku Utara
Jambi
Jawa Barat
Sumatera Barat
Kalimantan Barat
Sulawesi Tenggara
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Kalimantan Tengah
DI Yogyakarta
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS per Provinsi
Gambar 3.10
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin per Provinsi (September 2012)
6000 35%
5000 30%
25%
4000
20%
3000
15%
2000 11,6%
10%
1000 5%
0 0%
Jawa Timur
Kep. Riau
Maluku
Bali
Jawa tengah
Banten
Riau
Bengkulu
Papua
Gorontalo
Sumatera Utara
Sulawesi Utara
Aceh
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sumatera Selatan
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Kep. Bangka Belitung
Maluku Utara
Jambi
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kalimantan Barat
Sumatera Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara
Lampung
DI Yogyakarta
Sulawesi Tengah
Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Tingkat Kemiskinan Nasional
Buku Pegangan
44 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Secara umum perbaikan angka kemiskinan di setiap provinsi ini
dikontribusikan oleh program-program penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti: beras untuk
rakyat miskin (Raskin), jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas), bantuan langsung tunai (BLT), bantuan opersional
sekolah (BOS), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri di Perkotaan dan Perdesaan, Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan lain-
lain. Selain itu, beberapa provinsi juga aktif mengembangkan
berbagai program untuk mengurangi tingkat kemiskinan, seperti
menjaga harga gabah dan komoditas lainnya untuk memotivasi
petani, menjaga pasokan berbagai komoditas untuk menjaga harga
melalui perbaikan transportasi angkut sembako, Beguwai Jejamo
Wawai, Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, serta
Klinik Pertanian Keliling.
Namun demikian, upaya pengentasan kemiskinan masih perlu terus
ditingkatkan, terutama dalam rangka mengurangi tingkat
kesenjangan antar wilayah dan juga antara daerah perkotaan dan
perdesaan. Oleh karena itu, program-program untuk masyarakat
miskin perlu diupayakan agar dapat dirasakan di seluruh
Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan hingga ke Desa-desa di
pedalaman. Perbaikan distribusi pendapatan, program
pemberdayaan masyarakat, perluasan kesempatan ekonomi pada
masyarakat berpenghasilan rendah serta memperluas akses
perlindungan sosial perlu terus diupayakan. Program-program
dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Penanggulangan
Kemiskinan Indonesia (MP3KI) akan menjadi program utama dalam
mempercepat penanggulangan kemiskinan. Sasaran dari
pelaksanaan MP3KI ini adalah tingkat kemiskinan sebesar 4-5
persen pada tahun 2025.
3.2.3 Tingkat Berdasarkan Sakernas Agustus 2012, jumlah tenaga kerja yang
Pengangguran berstatus penganggur di Indonesia adalah sebanyak 7,2 juta orang,
turun dari Agustus 2011 yang mencapai 7,7 juta orang. Dengan kata
lain, tingkat pengangguran pada tahun 2012 (Agustus) adalah
sebesar 6,14 persen dari keseluruhan angkatan kerja yang
berjumlah sekitar 118,0 juta orang. Distribusi jumlah penganggur
menurut masing-masing provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Buku Pegangan
46 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
yaitu Banten (10,1 persen), DKI Jakarta (9,9 persen), Kalimantan
Timur (8,9 persen), Jawa Barat (9,1 persen), Sulewesi Utara (7,8
persen), Aceh (9,1 persen), Maluku (7,5 persen), Sumatera Utara
(6,2 persen) dan Sumatera Barat (6,5 persen). Apabila dilihat
berdasarkan lokasi geografisnya, maka mayoritas penganggur
berada di wilayah Indonesia Barat, terutama di Pulau Jawa dan
Sumatera. Provinsi dengan jumlah penganggur terbesar adalah
Jawa Barat (1,8 juta orang), diikuti oleh Jawa Tengah (962,1 ribu
orang) dan juga Jawa Timur (819,6 ribu orang). Sementara itu,
berdasarkan distribusi pengangguran kota-desa di setiap provinsi,
jumlah penganggur di daerah perkotaan secara umum terlihat lebih
tinggi dibandingkan dengan di daerah perdesaan.
Keberhasilan Indonesia dalam menurunkan tingkat pengangguran
tentunya disebabkan oleh tersedianya lapangan kerja baru, seiring
dengan tingginya upaya daerah dalam mengundang investor untuk
berinvestasi di daerahnya. Disamping itu, beberapa daerah
melaksanakan program-program lain yang telah dilakukan untuk
mengurangi tingkat pengangguran antara lain adalah: Sumatera
Utara yang sering melaksanakan job fair dan Jawa Timur yang
melakukan penempatan tenaga kerja melalui mekanisme AKAD
(Antar Kerja Antar Daerah), AKL (Antar Kerja Lokal), AKAN (Antar
Kerja Antar Negara), pengiriman transmigrasi dan tenaga kerja
kontrak. Selain itu, beberapa daerah juga berupaya untuk
menggerakkan sektor informal yang juga merupakan salah satu
sektor yang turut mendukung penyerapan tenaga kerja. Program
Nasional seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ikut memberikan
andil dalam penurunan angka pengangguran.
Namun demikian, beberapa kendala yang dihadapi dalam
menurunkan tingkat pengangguran antara lain adalah: (i) proporsi
tenaga kerja di berbagai sektor yang belum seimbang, dengan
kecenderungan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke
sektor perdagangan dan jasa; (ii) besarnya tingkat urbanisasi ke
kota-kota besar yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan
jumlah penganggur; (iii) Peningkatan jumlah pencari kerja yang
tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan, sehingga
semakin meningkatkan kompetisi untuk mendapatkan kerja (iv)
masih rendahnya kualitas tenaga kerja, sehingga perlu diupayakan
kebijakan daerah dalam rangka peningkatan kualitas tenaga kerja;
serta (v) permasalahan iklim investasi di daerah yang masih belum
Gambar 3.12
Tingkat Pengangguran Terbuka per Provinsi Tahun 2012
16
2011 2012
14
12
10
Sumatera Utara
Riau
Bali
Banten
Aceh
Lampung
Kep. Riau
Maluku
Papua Barat
Papua
Maluku Utara
Jawa Barat
Jambi
Kalimantan Barat
Jawa Tengah
Sumatera Barat
DKI Jakarta
Bengkulu
Kalimantan Tengah
Sulawesi Barat
Gorontalo
Nusa Tenggara Timur
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Sulawesi Tengah
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kep. Bangka Belitung
Indonesia
3.2.4 Isu Strategis Sebagai bagian dari upaya untuk mempertajam pembangunan
dan Prioritas nasional dan pembangunan daerah di setiap tahunnya, maka arah
Pembangunan kebijakan pembangunan nasional dan pembangunan daerah
Daerah disusun berdasarkan isu strategis di setiap tahunnya. Sehingga,
arah kebijakan dan strategi pembangunan dapat lebih difokuskan
pada penuntasan isu strategis, mengingat adanya keterbatasan
sumber daya yang tersedia.
Tabel 3.4
Isu Strategis dan Prioritas Pembangunan Provinsi Tahun 2013
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi
Buku Pegangan
48 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi
Jambi 1. Pembangunan sistem dan 1. Peningkatan infrastruktur wilayah dan pelayanan umum,
peningkatan jaringan dengan fokus pada infrastruktur jalan dan jembatan,
transportasi wilayah; listrik, jaringan irigasi, air bersih, pendidikan, kesehatan
2. Peningkatan kesejahteraan dan perumahan;
petani; 2. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan serta
3. Pembangunan kawasan pantai sosial budaya, dengan fokus pada pemerataan akses serta
timur Jambi sebagai kawasan peningkatan peran budaya dan agama, peran pemuda dan
ekonomi ; prestasi olahraga, perlindungan dan kesejahteraan sosial
4. Peningkatan kualitas sumber dan kualitas pelayanan;
daya manusia; 3. Pengembangan ekonomi rakyat, investasi dan
5. Peningkatan pelayanan kepariwisataan, dengan fokus pada peningkatan
kesehatan sampai ke tingkat perekonomian dan kepariwisataan daerah;
desa. 4. Ketahanan pangan dan sumber daya alam serta
lingkungan hidup, dengan fokus pada peningkatan
pembangunan pertanian dan ketahanan pangan,
peningkatan kualitas dan kelestarian sumber daya
mineral, air, lahan dan energi yang dapat diperbarukan,
serta peningkatan kualitas pengelolaan mitigasi
perubahan iklim dan kelestarian lingkungan hidup;
5. Penataan tata pemerintahan yang baik, dengan fokus
pada tata pemerintahan, jaminan kepastian dan
perlindungan hukum, serta kesetaraan gender.
Sumatera 1. Peningkatan pembangunan 1. Tata kelola pemerintahan, dengan sasaran meningkatnya
Selatan industri di Koridor Ekonomi; kapasitas dan kapabilitas aparatur, meningkatnya
2. Percepatan pembangunan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan meningkatnya
infrastruktur domestic pelayanan publik berbasis teknologi informasi;
connectivity; 2. Pengembangan SDM, penanggulangan kemiskinan dan
3. Percepatan pengurangan pengangguran, dengan sasaran meningkatnya perluasan
kemiskinan; dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan,
4. Peningkatan pembangunan meningkatnya mutu serta relevansinya dengan kebutuhan
sumber daya manusia. pasar kerja dan meningkatnya penyediaan layanan
kesehatan yang terjangkau dan bermutu;
3. Pengembangan agribisnis, dengan sasaran penguatan
ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan mendorong
pertumbuhan industri hilir;
4. Pengembangan sumber daya energi, dengan sasaran
meningkatnya pemanfaatan dan produksi batubara,
geothermal, CBM dan energi terbarukan;
5. Percepatan penyediaan infrastruktur strategis, dengan
sasaran percepatan realisasi pembangunan dan
berfungsinya pelabuhan penyeberangan Tanjung Api-Api,
jaringan rel kereta api, monorel, jalan dan jembatan,
bandara perintis, jaringan air bersih, persampahan dan
kegiatan pendukung pelaksanaan MP3EI;
6. Pengembangan pusat olahraga nasional, dengan sasaran
pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan fasilitas
olahraga, Jakabaring Sport City dan Sekolah Tinggi
Olahraga;
7. Keberlanjutan lingkungan hidup dan penanggulangan
bencana.
Buku Pegangan
50 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi
Bengkulu 1. Peningkatan akses dan mutu 1. Perekonomian rakyat dan iklim investasi;
pendidikan; 2. Sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan, pemuda
2. Peningkatan jumlah dan olahraga, pemberdayaan perempuan-KB);
perbaikan distribusi tenaga 3. Kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan;
medis, paramedis, dan dokter; 4. Revitalisasi pertanian, ketahanan pangan serta
3. Percepatan pengurangan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan yang
kemiskinan; berkelanjutan;
4. Peningkatan prasarana dan 5. Infrastruktur dasar (bina marga, cipta karya, irigasi,
sarana perhubungan; perhubungan, telekomunikasi dan energi);
5. Peningkatan cadangan pangan. 6. Sumber daya alam, lingkungan hidup dan penanggulangan
bencana;
7. Pariwisata, kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi;
8. Pemerintahan, hukum dan ketertiban umum.
Lampung 1. Perkuatan domestic connectivity 1. Memperkuat daya dukung infrastruktur dan pengelolaan
dalam rangka percepatan energi;
pertumbuhan dan pemerataan 2. Revitalisasi pertanian melalui sinergi perkuatan sistem
ekonomi daerah; dari hulu sampai dengan hilir;
2. Percepatan pencapaian sasaran 3. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan
Millenium Development Goals; serta kesehatan;
3. Pengembangan Lampung 4. Pemantapan penyiapan dan pengelolaan serta
sebagai Center of Excellence di pengawasan ketenagakerjaan;
bidang pendidikan dan riset; 5. Pengembangan industri, perdagangan, jasa dan
4. Pengembangan kawasan, tata pariwisata;
ruang, dan konservasi; 6. Pemantapan pengelolaan sumber daya alam, lingkungan
5. Pembangunan ekonomi wilayah dan penanggulangan bencana;
terpadu. 7. Pemantapan kerjasama dan reformasi birokrasi.
Kep. 1. Pemulihan daya dukung 1. Pembangunan ekonomi melalui optimalisasi sektor
Bangka lingkungan; unggulan;
Belitung 2. Percepatan pembangunan 2. Peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur wilayah; kesejahteraan masyarakat;
3. Pengembangan Bangka Belitung 3. Peningkatan infrastruktur, penataan ruang dan
sebagai tujuan wisata; pengelolaan LH;
4. Pengembangan industri 4. Keseimbangan pembangunan desa dan kota;
unggulan daerah; 5. Tata kelola pemerintahan.
5. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia.
Kep. Riau 1. Percepatan pertumbuhan 1. Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan pendidikan
ekonomi daerah; dan kesehatan;
2. Peningkatan pendidikan dan 2. Pengembangan infrastruktur dan percepatan penyelesaian
kesehatan dalam rangka RTRW;
percepatan pencapaian target 3. Pengentasan kemiskinan dan pengembangan potensi
Millenium Development Goals; pulau terluar;
3. Penanganan pulau-pulau terluar 4. Percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi daerah
dan daerah tertinggal; melalui kekuatan ekonomi kelautan, pertanian dan
4. Percepatan penetapan Rencana industri pengolahan serta pariwisata yang berwawasan
Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan lingkungan;
percepatan pembangunan 5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan
infrastruktur konektivitas bersih.
antarpulau;
5. Percepatan penurunan
kemiskinan.
DKI Jakarta 1. Penanganan masalah kemacetan 1. Peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan yang
kota, melalui pengembangan transparan dan akuntabel;
angkutan umum darat dan 2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar yang
pengembangan angkutan umum berkeadilan utamanya untuk layanan pendidikan,
laut ke gugusan Pulau Seribu; kesehatan dan sosial;
2. Penanggulangan banjir 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat serta penataan
(penataan waduk, serta sarana kelembagaan dan pelaksanaan sistem pemenuhan
dan prasarana pengendalian kebutuhan masyarakat berbasis pemberdayaan;
banjir); 4. Pemantapan pembangunan infrastruktur dalam rangka
3. Penambahan air baku. mewujudkan pertumbuhan perekonomian yang
berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Jawa Barat 1. Ketersediaan dan kualitas 1. Peningkatan kualitas pendidikan;
infrastruktur wilayah secara 2. Peningkatan kualitas kesehatan;
merata serta percepatan 3. Peningkatan daya beli masyarakat;
penyelesaian pembangunan 4. Kemandirian pangan;
infrastruktur strategis, 5. Peningkatan kinerja aparatur;
ketahanan energi dan 6. Pengembangan infrastruktur wilayah;
diversifikasi sumber energi serta 7. Kemandirian energi dan kecukupan air baku;
pemanfaatan energi baru dan 8. Penanganan bencana dan pengendalian lingkungan hidup;
terbaharukan serta 9. Pembangunan perdesaan;
perlindungan dan pengelolaan 10. Pengembangan budaya lokal dan destinasi wisata.
lingkungan hidup serta mitigasi
bencana;
2. Aksesibilitas dan mutu
pelayanan kesehatan serta
perilaku hidup bersih dan sehat;
3. Pengelolaan dan ketahanan
pangan masyarakat;
4. Aksesibilitas, peningkatan mutu
pendidikan dan tata kelola
sekolah;
5. Penurunan tingkat kemiskinan
dan pengangguran.
Jawa 1. Stabilisasi produksi pangan 1. Menurunkan angka kemiskinan;
Tengah untuk keberlanjutan ketahanan 2. Memantapkan ketahanan pangan;
pangan; 3. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat;
2. Peningkatan daya saing daerah 4. Meningkatkan potensi dan daya saing daerah yang
melalui peningkatan kualitas dan didukung oleh peningkatan infrastruktur;
kapasitas infrastruktur wilayah; 5. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pengendalian
3. Pemerataan akses dan lingkungan hidup serta pengurangan risiko bencana;
peningkatan kualitas 6. Memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik;
penyelenggaraan pendidikan; 7. Memantapkan demokratisasi dan kondusifitas wilayah.
4. Penurunan jumlah penduduk
miskin dan tingkat
pengangguran terbuka.
Buku Pegangan
52 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi
Buku Pegangan
54 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi
Buku Pegangan
56 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi
Buku Pegangan
58 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi
Survei penyelenggaraan PTSP telah dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Desember 2012.
Kuesioner disampaikan ke 100 (seratus) daerah melalui surat, email dan dibawa langsung
bersamaan dengan peninjauan ke lapangan. Dari 100 daerah tersebut, ada 7 daerah yang tidak
menanggapi sehingga terdapat 93 kuesioner yang masuk. Dari 93 kuesioner yang masuk, terdapat 3
daerah yang menyatakan belum membangun PTSP. Selanjutnya pengolahan survei dilakukan
terhadap 90 penyelenggara PTSP, yang terdiri dari 21 provinsi, 29 kota dan 40 kabupaten.
Dari hasil survei diperoleh informasi bahwa terdapat 3 jenis PTSP berdasarkan 3 jenis pelayanan
yang diberikan, yakni:
1. PTSP terpadu yang melayani sebagian besar dan/atau seluruh perijinan daerah/lokal yang
terkait dengan daerah sendiri dan perijinan yang dilimpahkan dari pusat termasuk
penanaman modal (79 persen).
2. PTSP yang hanya melayani perijinan penanaman modal dan yang terkait dengan penanaman
modal (13 persen).
3. PTSP yang hanya melayani perijinan daerah/lokal (8 persen).
Dari 90 PTSP yang disurvei, 70 persen menyatakan tetap bergabung dan 13 persen ingin digabung,
hanya 10 persen yang ingin memisahkan diri.
Tetap
Terpadu
terpadu
71 (79%)
63 (70%)
Ingin
digabung
12 (13%)
Berdasarkan struktur organisasi, dari 90 PTSP yang disurvei, 64 persen sudah berupa badan, 31
persen berupa kantor, 3 persen berupa dinas dan 2 persen berupa unit.
Buku Pegangan
60 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.1 (lanjutan)
Hasil Survei PTSP di Daerah
SDM yang bekerja pada PTSP di provinsi dan kabupaten/kota secara umum menunjukkan
kecenderungan yang sama yakni didominasi oleh sarjana strata 1 dan 2 yang rata-rata mencapai 55
persen. Selanjutnya yang berpendidikan SMA rata-rata mencapai 29 persen, D3 11 persen dan
dibawah SMA sangat sedikit (2 persen), kemungkinan berperan sebagai tenaga pendukung.
PTSP provinsi meskipun tidak menunjukkan keseragaman proporsi, namun secara umum didominasi
oleh SDM dengan pendidikan S1 dan S2. PTSP di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan,
Kepulauan Babel dan Kalimantan Barat memiliki tenaga SDM yang 100 persen berpendidikan
sarjana. Hanya 4 provinsi (DI Yogyakarta, Jambi, Bengkulu dan Nusa Tenggara Timur) yang tidak
didominasi oleh S1 dan S2. SDM di PTSP Yogyakarta dan NTT sebagian besar berpendidikan SMA,
sedangkan Jambi dan Bengkulu oleh D3.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Kep. Bangka Belitung
Maluku
Bengkulu
Riau
Papua
DKI Jakarta
Bali
Sumatera Utara
Jawa Timur
Aceh
Sulawesi Utara
Sumatera Selatan
Sumatera Barat
Kalimantan Barat
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah
DI Yogyakarta
PTSP kota pada umumnya juga dioperasikan oleh SDM dengan jenjang pendidikan sarjana, yang
mencapai 43 persen atau 12 kota dari 28 kota yang disurvei. Sementara tenaga SDM yang
berjenjang pendidikan S1 dan S2 mencapai rata-rata di atas 60 persen dari total pegawai.
Palu
Banjar
Blitar
Malang
Yogyakarta
Pare-Pare
Banjar Baru
Tegal
Bontang
Balikpapan
Surakarta
Banjarmasin
Denpasar
Palembang
Pasuruan
Probolinggo
Pasuruan
Pontianak
Cirebon
Pekalongan
Kediri
Singkawang
Sukabumi
Payakumbuh
Serang
Banda Aceh
Bandar Lampung
Tidak berbeda dengan SDM di provinsi dan kota, untuk tingkat pendidikan di PTSP kabupaten rata-
rata juga didominasi oleh sarjana S1 dan S2. Hanya kabupaten Banda Aceh yang 100 persen SDM-
nya berpendidikan D3 dan hanya dioperasikan oleh 1 orang.
Purbalingga
Cilacap
Probolinggo
Sleman
Trenggalek
Kuningan
Lumajang
Ciamis
Boyolali
Gresik
Pontianak
Sidoarjo
Batang
Sumedang
Lamongan
Jombang
Malang
Sragen
Banjarnegara
Samosir
Indramayu
Kendal
Kutai Barat
Temanggung
Banda Aceh
Semarang
Majalengka
Ngawi
Tulangbawang
Karanganyar
Demak
Pemalang
Rembang
Bantul
Sukabumi
Magelang
Pandeglang
Kubu Raya
Pidie Jaya
Aceh Besar
Buku Pegangan
62 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.2
Pemenang Penyelenggara PTSP Penanaman Modal 2012
BKPM pada tanggal 12 November 2012 telah menetapkan pemenang penyelenggara PTSP
penanaman modal dan implementasi SPIPISE terbaik se-Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya
memonitor penyelenggaraan pelayanan perijinan penanaman modal serta sebagai tindak lanjut
atas Perpres 27 tahun 2009 dan Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2011.
Penyelenggaraan penilaian pelayanan perijinan dan non perijinan penanaman modal tersebut
sudah dimulai sejak tahun 2011. Untuk tahun 2012, penilaian dilakukan terhadap 268
penyelenggaran PTSP penanaman modal di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kawasan perdagangan
bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) melalui beberapa pentahapan penyaringan. Masing-masing
PTSP mengisi sistem yang telah disediakan oleh BKPM. Dari sejumlah PTSP tersebut terpilih 38 PTSP
nominee yang terdiri dari 10 provinsi, 20 kabupaten dan 8 kota. Selanjutnya 38 PTSP nominee
tersebut diminta untuk memaparkan penyelenggaraan PTSP-nya dan dinilai oleh juri yang terdiri
dari BKPM dengan melibatkan beberapa instansi pemerintah lainnya yakni: Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, BPKP dan
Kementerian Perindustrian, serta KPPOD.
Hasil penilaian juri atas paparan kepala PTSP selanjutnya dilakukan pemeringkatan dan diseleksi
menjadi 5 PTSP provinsi, 5 kota dan 5 kabupaten terbaik. Selain itu, dilakukan pula uji petik di
lapangan atas 15 PTSP tersebut untuk memperoleh verifikasi hasil seleksi. Keputusan 9 pemenang
berdasarkan hasil seluruh rangkaian penilaian tersbut.
Dari 9 pemenang PTSP yang telah ditetapkan untuk tahun 2012, terdapat hal yang menarik dan
dapat diambil pembelajaran antar lain sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil paparan dan uji petik di lapangan terlihat bahwa perijinan yang
dikeluarkan suatu PTSP tidak dapat hanya mengkhususkan diri pada pelayanan perijinan
tertentu, karena pada kenyataannya sulit memisahkan perijinan satu dengan yang lainnya
dan perijinan dari pusat dengan perijinan-perijinan lain di daerah yang bersangkutan.
2. PTSP yang berfungsi memberikan pelayanan terhadap berbagai macam perijinan yang lebih
terpadu terbukti lebih memiliki inovasi yang beragam dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat antara lain berupa jemput bola kepada masyarakat yang memerlukan, memiliki
SDM yang lebih siap melayani, memiliki infrastruktur berupa gedung/kantor yang memadai,
mengembangkan teknologi informasi yang cukup handal sehingga lebih efisien dengan
kualitas legalitas perijinan yang berstandar tinggi sehingga mampu mencapai IKM yang
tinggi karena sedikit menerima keluhan masyarakat, serta menjadi rujukan bagi daerah lain.
3. PTSP yang melayani berbagai perijinan dan diselenggarakan dengan baik terbukti lebih
mampu meningkatkan perekonomian daerahnya.
4. Dari hasil seleksi menunjukkan bahwa daerah pemenang biasanya memiliki IKM yang tinggi
bahkan beberapa diantaranya sudah mencapai standar pelayanan yang ditetapkan dalam
ISO, sehingga mendorong daerah lainnya untuk mencapai standar yang sama.
Dengan diselenggarakannya seleksi atas penyelenggaraan PTSP penanaman modal, maka kenyataan
di lapangan menunjukkan adanya upaya daerah yang semakin serius dalam memperbaiki berbagai
pelayanan perijinan. Daerah semakin menyadari manfaat memperbaiki iklim investasi melalui
pemberian pelayanan perijinan dengan belajar dari daerah lain yang sudah maju
penyelenggaraannya.
Buku Pegangan
64 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.3
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) sebagai Unit Pelayanan Publik Satu Pintu yang
Efisien dan Handal
INA-TRADE diresmikan pada tanggal 10 Agustus 2010 oleh Menteri Perdagangan dalam rangka
pelaksanaan perizinan secara elektronik di lingkungan Kementerian Perdagangan guna mendukung
kelancaran dan kecepatan arus barang dalam kegiatan ekspor dan impor, dan juga mendukung
pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW) yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2008.
INA-TRADE sebagai pendukung pelaksanaan INSW terhubung antara layanan perijinan di bidang
perdagangan secara online dan elektronik dengan sistem INSW bersama-sama dengan instansi
penerbit perijinan di bidang ekspor dan impor lainnya.
Sebagai suatu sistem pelayanan perijinan di bidang perdagangan, INA-TRADE terdiri dari 3 (tiga) unit
kerja, yaitu (i) unit pelayanan perdagangan; (ii) unit pengelola (INA-Trade Centre); dan (iii) unit
pemroses perijinan. Dalam rangka meningkatkan pelayanan perijinan di bidang perdagangan, sejak
9 April 2012 Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Kemendag memasuki era baru, yaitu menuju
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP Tahap I Kemendag merupakan komitmen pelayanan
yang prima, dimana untuk jenis-jenis perijinan tertentu telah dapat diproses dan diterbitkan oleh
UPP.
Dengan adanya layanan PTSP maka sebagian wewenang penerbitan perijinan yang ada di Unit
Eselon II Kemendag pada tahap awal sudah didelegasikan kepada Koordinator Pelaksana Unit
Pelayanan Perdagangan (sudah terdapat 45 jenis perijinan yang diproses sampai diterbitkan di UPP-
PTSP).
Atas pengembangan yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan pada sistem INA-TRADE dan
upaya menjadikan proses pelayana perijinan bidang perdagangan menjadi lebih sederhana pada 10
Agustus 2012, INA-TRADE dinobatkan sebagai Juara I (Satu) Pelayanan Publik yang paling progresif
perkembangannya. Penilaian atas prestasi ini dilakukan oleh Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), diikuti oleh 62 layanan publik dari 34
Kementerian dan Lembaga. INA-TRADE juga meraih posisi 5 besar untuk peserta terpopuler/
terfavorit dalam kompetisi ini.
Kementerian Perdagangan pada saat ini terus berupaya mengembangkan sistem INA-Trade agar
menjadi lebih baik. Pada bulan Juni tahun 2012 Kementerian Perdagangan telah
mengimplementasikan Single Sign On (SSO) bagi layanan INA-TRADE yang terhubung dengan INSW.
SSO sendiri adalah fasilitas pada INSW yang menyediakan penggunanya dengan satu kunci akses,
namun dapat mengakses tidak hanya portal INSW, melainkan juga sistem pada aplikasi
Kementerian/Lembaga lainnya, dalam hal ini dengan INA-TRADE.
Dengan adanya INA-TRADE sejak tahun 2010 seluruh perijinan impor (53 perijinan) sudah dapat
diajukan secara online. Pada saat ini Kementerian Perdagangan secara bertahap juga tengah
melakukan upaya agar seluruh perijinan ekspor dapat diajukan secara online.
Buku Pegangan
66 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.3 (lanjutan)
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Sebagai Unit Pelayanan Publik Satu Pintu yang
Efisien dan Handal
Buku Pegangan
70 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 4.1
Kerangka Pertumbuhan Ekonomi dari Sisi Pengeluaran dan Sisi Produksi
Sisi Produksi Dari sisi produksi, aspek pertama untuk mendorong pemantapan
ekonomi nasional adalah meningkatkan nilai tambah di sepanjang
rantai nilai industri. Pembangunan industri merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi, karena sektor
industri diharapkan menjadi sektor utama yang dapat mendorong
percepatan pertumbuhan ekonomi di sisi produksi. Peningkatan
nilai tambah dalam rantai nilai industri sangat penting untuk
mendorong daya saing industri, sehingga industri dapat
berkembang dan memberikan dampak yang lebih besar bagi
peningkatkan kesejahteraan rakyat.
Aspek kedua dari sisi produksi yang penting adalah peningkatan
Buku Pegangan
72 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
perdagangan antar wilayah. Sektor perdagangan merupakan salah
satu komponen utama pendorong ekonomi dari sisi produksi.
Namun demikian, hal yang penting untuk diperhatikan ke depan
adalah bagaimana mengurangi ketimpangan perdagangan antar
wilayah Indonesia, karena saat ini sebagian besar perdagangan
masih terpusat di pulau Jawa. Perdagangan antar wilayah yang
lebih seimbang akan mendorong aktivitas ekonomi yang lebih
merata di wilayah Indonesia, sehingga dapat membantu untuk
menurunkan kesenjangan antar wilayah dan antar kelompok
masyarakat. Hal ini tentunya sangat penting dalam menciptakan
pemantapan ekonomi nasional yang lebih berkeadilan.
Berikutnya, aspek ketiga adalah pembangunan infrastruktur
terutama untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah melalui
program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI). Hal ini penting karena ketersediaan
infrastruktur adalah salah satu faktor utama yang menentukan
daya saing suatu bangsa. Pembangunan infrastruktur yang dapat
menghubungkan antara domestik dengan dunia luar merupakan
salah satu daya tarik utama untuk menarik investor. Oleh karena
itu, pembangunan infrastruktur bukan saja diarahkan untuk
memperkuat konektivitas domestik tetapi juga memperkuat
hubungan antara Indonesia dengan negara lain. Pengembangan
infrastruktur di Indonesia Bagian Timur perlu untuk terus mendapat
perhatian, karena berperan dalam mengurangi ketimpangan antar
wilayah Indonesia. Untuk itu, infrastruktur yang menghubungkan
antara Kawasan Perhatian Investasi yang menjadi bagian utama
MP3EI dengan pusat ekonomi yang telah ditetapkan di dalam
koridor menjadi prioritas utama sehingga mampu menurunkan
biaya logistik yang sekarang ini masih sangat tinggi. Pembangunan
jalan diutamakan untuk membuka ketertutupan daerah yang
berpotensi dan meningkatkan keterhubungan daerah perbatasan
dengan Negara tetangga, dalam hal ini Koridor di Nusa Tenggara
dan Papua.
Selain itu juga, untuk meningkatkan daya saing dan memperlancar
hubungannya dengan koridor lain terutama koridor di Indonesia
Bagian Barat, peningkatan kapasitas angkut armada kapal perintis
dan nasional untuk transportasi penumpang dan kargo telah
menjadi salah satu Big Win untuk mendorong Sistem Logistik yang
lebih kuat.
Stabilitas Ekonomi Peningkatan stabilitas terdiri dari tiga aspek, yaitu: (i) stabilitas
ekonomi; (ii) stabilitas sosial; dan (iii) stabilitas politik. Untuk
menjaga stabilitas ekonomi, maka faktor penting yang perlu
dilakukan adalah menjaga stabilitas harga (terutama harga
kebutuhan pokok) karena hal ini sangat penting untuk menjaga
inflasi pada tingkat yang rendah. Tekanan inflasi dapat berasal dari
dua sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Tekanan sisi
permintaan biasanya terjadi jika ada kelebihan likuiditas ataupun
dorongan permintaan masyarakat yang tiba-tiba meningkat.
Sementara itu, tekanan inflasi di sisi penawaran terjadi pada saat
adanya kelangkaan produksi ataupun distribusi, yang biasanya
disebabkan oleh masalah teknis di sumber produksi, bencana alam,
faktor cuaca, kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi,
serta aksi spekulasi.
Gambar 4.2
Kerangka Stabilitas Nasional
Buku Pegangan
74 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha
dalam melakukan berbagai aktivitas ekonominya, baik konsumsi
maupun investasi, sehingga perekonomian nasional dapat berjalan
dengan baik. Selanjutnya, nilai tukar rupiah yang stabil akan
meningkatkan kepastian dalam proses pembayaran kontrak bisnis
(seperti ekspor dan impor) dan proses pengembangan usaha.
Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi
yang rendah dan stabil serta nilai tukar yang tidak berfluktuasi,
diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku
ekonomi, baik pemerintah pusat dan daerah maupun swasta.
Stabilitas Sosial Aspek berikutnya adalah stabilitas sosial yang merupakan faktor
penunjang stabilitas secara keseluruhan. Stabilitas sosial dapat
diupayakan dengan pendekatan pencegahan konflik dan
pembangunan perdamaian dalam jangka panjang, yaitu dengan
cara perencanaan sensitif konflik (conflict sensitive planning) atau
Perencanaan Peka Perdamaian. Melalui forum perencanaan
pembangunan, masyarakat berkesempatan untuk bertemu dan
berdiskusi sehingga bisa mengurangi potensi konflik di antara
masyarakat.
1
Lihat antara lain artikel Jeffrey Sachs, The Real Causes of Famine: A Nobel Laureate Blames Authoritarian
Rulers, Majalah TIME, October 26, 1998.
Buku Pegangan
76 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
terpenting bagi peningkatan stabilitas politik. Oleh karena itu,
terlihat nyata bahwa kesejahteraan dan keadilan itu mempunyai
kaitan yang bersifat resiprokal sangat erat, baik proses maupun
2
substansi demokrasi.
Selanjutnya, dalam rangka untuk mendukung stabilitas politik,
maka stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat di seluruh
daerah merupakan hal yang sangat penting. Keamanan merupakan
syarat mutlak bagi berlangsungnya aktivitas perekonomian dengan
baik. Keamanan pun menjadi landasan penting dalam menciptakan
ketahanan ekonomi nasional, agar perekonomian Indonesia
mampu menghadapi segala macam ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari
luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang
mengancam dan membahayakan integritas, identitas, maupun
kelangsungan hidup bangsa dan Negara.
Salah satu upaya yang perlu untuk terus dilakukan oleh Pemerintah
untuk mewujudkan pemerataan yang berkeadilan adalah dengan
menerapkan strategi pertumbuhan yang berpihak pada penduduk
miskin. Kebijakan afirmatif dan perluasan jangkauan manfaat
menjadi kunci utama dalam mendorong proses pemerataan yang
berkeadilan yaitu antara lain dengan memperluas baik cakupan
target maupun manfaat program secara keseluruhan.
2
Prof.Dr.Ing. B.J Habibie, mantan Presiden ke-3 Indonesia, dalam ceramahnya di Bappenas (pada Sarasehan
Pembangunan Bidang Poliitik Hukum dan Pertahanan Keamanan 8 Maret 2013) menyebutkan bahwa Indonesia
membutuhkan sebuah evolusi yang dipercepat dan dapat diramalkan, berdasarkan demokrasi Pancasila dan UUD
1945.Sebuah revolusi hanya akan mengorbankan rakyat kecil dan tidak akan membawa Indonesia pada
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Berbagai kelemahan yang terjadi pada masa lalu hendaknya menjadi
pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk membangun Indonesia yang lebih baik lagi.
Buku Pegangan
78 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
adanya pemikiran lebih jauh mengenai perencanaan
penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh dimana partisipasi
semua pihak sangat diperlukan. Menjawab kebutuhan tersebut,
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan
Indonesia (MP3KI) telah disusun dengan tujuan untuk menjabarkan
berbagai strategi, kebijakan dan program akseleratif/percepatan
dalam penanggulangan kemiskinan dengan pelaku yang sinergi
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta dan
masyarakat (public-people-private partnerships). Sinergi pusat dan
daerah serta partispasi aktif daerah dalam menanggulangi
kemiskinan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan,
sebagai contoh Boks 4.1 menunjukkan Partisipasi Pemerintah
Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan Tingkat Kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau.
Peningkatan akses dan kualitas kesehatan memiliki keterkaitan
yang erat dengan pembangunan ekonomi. Meningkatnya status
kesehatan masyarakat akan membentuk sumber daya manusia
yang sehat, produktif dan cerdas, yang merupakan komponen
penting dalam memberikan kontribusi pada pertumbuhan
ekonomi.
Peningkatan akses dan kualitas kesehatan yang berkualitas, merata,
terjangkau dan terlindungi bagi penduduk Indonesia, dapat dicapai
melalui upaya: (i) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB); (ii) Peningkatan perbaikan gizi, (iii)
Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, melalui
penanggulangan faktor risiko penyakit, peningkatan pencegahan
penyakit tidak menular, peningkatan layanan konseling, testing dan
pengetahuan tentang penyakit (iv) Pelaksanaan jaminan kesehatan
dalam rangka SJSN Kesehatan; dan (v) Peningkatan efektifitas
pengawasan obat dan makanan.
Sementara itu, pembangunan pendidikan memberi sumbangan
signifikan terhadap pembangunan ekonomi. Sampai saat ini, akses
dan pemerataan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi sudah bisa ditingkatkan dengan baik.
Melalui pendidikan, tenaga kerja terdidik dapat mengembangkan
visi dan wawasan yang lebih maju, menanamkan etos kerja tinggi,
serta menumbuhkan sikap adaptif dan inovatif. Bahkan, tenaga
kerja terdidik yang juga dibekali dengan penguasaan teknologi yang
memadai akan dapat menciptakan tenaga kerja yang
Buku Pegangan
80 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Boks 4.1
Partisipasi Pemerintah Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan Tingkat Kemiskinan
(Success Story dari Provinsi Kepulauan Riau)
Berdasarkan evaluasi karakteristik dan program penanggulangan kemiskinan di daerah pada tahun
2011, hanya 9 provinsi yang memiliki program khusus untuk mempercepat penurunan tingkat
kemiskinan yang dibiayai melalui APBD. Program tersebut ternyata terlihat jauh lebih ampuh dari
program-program lainnya, terutama dalam hal penentuan target. Provinsi Kepulauan Riau
merupakan salah satu dari 9 provinsi tersebut yang terlihat secara nyata dapat mengurangi tingkat
kemiskinan. Laju penurunan kemiskinan di provinsi ini dalam 7 tahun terakhir terhitung tinggi yaitu
sebesar 5,05 persen. Pada Bulan Maret 2012 Provinsi Kepulauan Riau menempati urutan ke-8
nasional untuk tingkat kemiskinan terendah yaitu sebesar 7,11 persen (131,2 ribu jiwa) dan
peringkat ke-2 di Pulau Sumatera seperti tertera dalam Gambar di bawah ini.
Persentase ( % )
Jiwa ( ribu )
120 10,30
9,18 8
100 8,27 8,05
80 7,40 7,11 6
60
4
40
20 2
0 0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Keberhasilan dalam menurunkan tingkat kemiskinan selain didukung oleh bantuan dari Pemerintah
Pusat dan juga didukung secara penuh oleh Pemerintah Daerah dengan memberikan komitmennya
melalui program-program yang bersumber dari dana APBD seperti terlihat dalam Tabel di bawah ini.
Program yang dilaksanakan oleh Provinsi Kepulauan Riau ini merupakan integrasi dari beberapa
sektor yang menjadi unsur utama penunjang kehidupan yang layak, yaitu kesehatan, pendidikan,
perumahan, sanitasi dan pemberdayaan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia penduduk miskin merupakan salah satu faktor utama
pengentasan kemiskinan. Untuk itu, Pemerintah Daerah Kepulauan Riau menyadari betul akan isu
strategis ini. Program Pemenuhan Hak-hak Dasar Penduduk Miskin/Desa Tertinggal merupakan
program kerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi di Kepulauan Riau, dengan
komitmen kerjasama satu banding dua atau disesuaikan dengan kemampuan APBD Provinsi
Kepulauan Riau. Kegiatan Program Pemenuhan Hak-Hak Dasar Penduduk Miskin/ Desa Tertinggal
lebih banyak ditekankan kepada peningkatan status kesehatan penduduk miskin melalui pemberian
makanan tambahan balita/anak sekolah dan perawatan kasus gizi buruk. Selain itu, peningkatan
fasilitas dasar kesehatan menjadi salah satu bagian program ini yaitu pembangunan atau
rehabilitasi posyandu dan puskemas pembantu. Penduduk miskin di Kepulauan Riau dibebaskan
dari bea pengobatan atau pelayanan kesehatan melalui pemberian Jaminan Kesehatan Daerah.
Selain bidang kesehatan, program ini juga melengkapi program nasional dalam memperluas akses
pendidikan melalui pemberian beasiswa bagi siswa SLTA dari keluarga miskin atau desa tertinggal.
Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak, Kabupaten Bintan
sebagai bagian dari Provinsi Kepulauan Riau, telah melaksanakan program penyuluhan dan
peningkatan fasilitas kesehatan melalui Program SEHATI. Program SEHATI dilaksanakan di dua
wilayah intervensi yaitu wilayah Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara dan Kelurahan
Tanjung Uban Timur, Kecamatan Bintan Utara dimana kesadaran masyarakat dalam hal kesehatan
ibu dan anak masih lemah selain juga pelayanan kesehatan yang belum memadai. Daerah Tanjung
Uban Timur khususnya merupakan kelurahan baru yang berasal dari hasil pemekaran Kelurahan
Tanjung Uban Selatan, di sisi lain Desa Lancang Kuning merupakan satu-satunya wilayah terjauh dari
Kecamatan Bintan Utara dengan kondisi geografis yang terpencar (terpisah dengan sungai) sehingga
untuk mengakses pelayanan masih kurang. Kegiatan terdiri dari pelatihan kesehatan reproduksi
untuk kader masyarakat dan guru sekolah, penjangkauan dan pendampingan terhadap ibu hamil,
bayi dan balita melalui Home Visit dan diskusi kelompok serta pelatihan dasar untuk personel
gerakan sehat ibu dan anak (Appreciative Community Participatory Training). Hasil dari kegiatan
yang dilaksanakan adalah timbulnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya Kesehatan dengan
terbentuknya Forum Desaku Sehat di tiap desa.
Buku Pegangan
82 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Boks 4.1 (lanjutan)
Partisipasi Pemerintah Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan Tingkat Kemiskinan
(Success Story dari Provinsi Kepulauan Riau)
Selain peningkatan kualitas sumber daya manusia, perbaikan taraf penghidupan melalui perbaikan
rumah penduduk miskin merupakan sasaran yang terintegrasi. Pemerintah Daerah bahu membahu
dengan pemerintah pusat dalam pelaksanaan pengadaan rumah layak huni bagi penduduk miskin.
Pada tahun Anggaran 2011, Pemerintah Daerah telah mengeluarkan sebesar 119,35 miliar Rupiah
untuk program ini; dengan rincian APBD Provinsi sebesar 79,57 miliar Rupiah dan dana APBD
kabupaten/kota sebesar 39,78 miliar Rupiah. Kegiatan program rumah layak huni ini terdiri dari
rehabilitasi rumah tidak layak huni termasuk fasilitas jamban keluarga, penyediaan sarana/sumber
air bersih penduduk miskin/desa tertinggal, serta penyediaan listrik rumah penduduk miskin/desa
tertinggal. Program rumah layak huni telah berhasil merehab sebanyak sekitar 8.000 rumah tidak
layak huni dari kurun waktu 2010 sampai 2012. Dan pada 2013, APBD Provinsi Kepulauan Riau
dianggarkan sebesar 185 miliar Rupiah untuk merehab sekitar 2.867 RTLH.
Selain program subsidi dan bantuan, upaya pengentasan kemiskinan perlu didorong melalui
kegiatan pemberdayaan kelompok usaha penduduk miskin. Program ini terus mencoba
membangkitkan kelompok usaha bersama, koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah khusus
untuk perempuan dari keluarga miskin atau desa tertinggal. Program Pembinaan Unit Usaha
Penduduk Miskin/Desa Tertinggal ini mendapat alokasi anggaran untuk tahun 2011 sebesar 49,76
miliar Rupiah, yang terdiri dari 33,03 miliar Rupiah dari dana APBD Provinsi dan 16,73 miliar Rupiah
dari dana APBD Kabupaten/Kota. Pengembangan usaha yang menjadi fokus kegiatan ini adalah
pertanian dan perikanan. Program Pemerintah Daerah tersebut melengkapi apa yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Pusat yaitu PNPM Mandiri.
5.1 Pengantar
Buku Pegangan
86 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
5.2 Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan Daerah
Buku Pegangan
88 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
timbulnya hal-hal yang bersifat kontra produktif bagi dunia
usaha dan masyarakat. Untuk itu, beberapa hal yang penting
untuk dilakukan adalah:
a. Perda yang tidak mendukung penciptaan iklim
investasi sebaiknya dihapuskan dan diubah dengan
penyediaan fasilitas bagi dunia usaha;
b. Peraturan daerah terkait investasi perlu diselaraskan
dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi (tingkat
nasional).
Buku Pegangan
90 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
memadai seseorang akan memiliki peluang lapangan kerja
yang lebih baik dan pendapatan yang lebih baik, serta
memberi pengaruh yang lebih baik bagi lingkungannya.
Buku Pegangan
92 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
7. Menghapus beban pungutan (baik pungutan resmi maupun
tidak resmi) yang membebani proses produksi dan distribusi
barang, terutama barang-barang yang akan diekspor.
Peningkatan Infrastruktur
Infrastruktur berrperan sangat strategis bagi peningkatan daya
saing wilayah dan daerah. Jaringan infrastruktur yang memadai
merupakan faktor penting untuk dapat memfasilitasi distribusi
barang dan orang secara efisien, dan efisiensi menjadi kunci bagi
pelaku usaha untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing di
pasar nasional dan internasional.
Percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur dalam
kerangka penguatan konektivitas nasional telah ditetapkan menjadi
salah satu strategi utama dalam pelaksanaan MP3EI. Tujuan utama
penguatan konektivitas nasional tersebut adalah: (i) meningkatkan
kelancaran arus barang, jasa dan informasi; (ii) menurunkan biaya
logistik; (iii) mengurangi ekonomi biaya tinggi; (iv) mewujudkan
sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; dan (v)
Buku Pegangan
94 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah.
Gambar 5.1
Kerangka Kerja Penguatan Konektivitas Nasional
Sumber: MP3EI
5.2.2 Mendorong Stabilitas Ekonomi: Menjaga Stabilitas Harga dan Nilai Tukar
Stabilitas
Menjaga stabilitas harga pada hakikatnya adalah untuk menjaga
kestabilan inflasi, yang merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan dan pada akhirnya memberikan
manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi
yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi
akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun
sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya
menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah
miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan
ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam
mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa
inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat
Buku Pegangan
96 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada
akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat
inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di
negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi
tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai
rupiah.
Untuk menjaga kestabilian harga, tentunya perlu dukungan penuh
dari pemerintah daerah. Adapun langkah-langkah yang perlu
dilakukan oleh daerah adalah:
1. Meningkatkan ketersediaan bahan pokok kebutuhan
masyarakat, melalui: (i) peningkatan produksi yang seiring
dengan upaya-upaya percepatan dan perluasan
pertumbuhan ekonomi, (ii) peningkatan kelancaran sistem
distribusi yang merupakan bagian dari pelaksanaan Cetak
Biru Sistem Logistik Nasional, serta (iii) harmonisasi
peraturan yang terkait dengan produksi dan distribusi
barang;
2. Memantau dan mengevaluasi ketersediaan barang
(terutama bahan pokok) dan perkembangan harga secara
cepat dan seksama;
3. Memantapkan sistem distribusi yang tersebar di berbagai
daerah serta intervensi (operasi pasar) yang tepat waktu
dan terukur, terutama agar dapat menjangkau daerah-
daerah terpencil;
4. Mengelola harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
daerah (administered prices) secara hati-hati, tepat sasaran
(well targetted) dan tepat waktu (time consistent) agar tidak
menimbulkan gejolak inflasi yang berarti;
5. Meningkatkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk
mengendalikan inflasi daerah;
6. Melakukan pembenahan struktur pasar bahan pokok di
daerah yang bersifat oligopoli agar tercipta keseimbangan
harga yang wajar dan tidak mengganggu daya beli
masyarakat, terutama kelompok miskin.
Buku Pegangan
98 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pengurangan risiko bencana adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan strategi dan kebijakan Program
Penanggulangan Bencana, termasuk perencanaan dan
penganggarannya;
2. Meningkatkan komitmen untuk pelaksanaan dan
pengalokasian anggaran penanggulangan bencana di
daerah;
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur
pemerintah dalam upaya penanggulangan bencana,
melalui: (i) sosialisasi pengurangan risiko bencana, (ii)
penguatan kelembagaan penanggulangan bencana yang
didukung dengan peralatan dan logistik kebencanaan yang
memadai terutama di kawasan rawan bencana tinggi, (iii)
penyusunan rencana kontinjensi dalam menghadapi
bencana, serta (iv) simulasi dan gladi penanggulangan
bencana yang dilengkapi dengan protap yang jelas dalam
menghadapi bencana;
4. Menyediakan infrastruktur kesiapsiagaan, sistem peringatan
dini dalam rangka meningkatkan antisipasi ancaman
bencana alam, yang didukung dengan peningkatan
kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat.
5. Mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam
upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko
bencana, melalui: (i) kegiatan pemberdayaan masyarakat di
wilayah rawan bencana tinggi dan pasca bencana, (ii)
pengembangan dan peningkatan kapasitas relawan
penanggulangan bencana, (iii) pendidikan dan pelatihan
penanggulangan bencana yang berkesinambungan, serta
(iv) pembentukan dan penguatan forum-forum masyarakat
pengurangan risiko bencana dengan memperhatikan
kearifan lokal setempat;
6. Meningkatkan koordinasi dan kemampuan penanganan
kedaruratan (evakuasi, penyelamatan dan bantuan
kemanusiaan), melalui pemenuhan kebutuhan hak dasar
masyarakat yang terkena bencana sesuai dengan standar
pelayanan minumun.;
7. Melaksanakan pemulihan wilayah pasca bencana dengan
memperhatikan aspek pengurangan risiko bencana dan
mitigasi bencana (build back better) serta meningkatkan
daya lenting masyarakat (community resilient) di wilayah
pasca bencana melalui penguatan perekonomian dan
Buku Pegangan
100 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
atau potensi peredaran narkoba internasional; (iii) perdagangan
manusia dan imigran gelap, jalur pelayaran Indonesia marak
dipergunakan sebagai perlintasan mobilitas manusia antar negara
dan dengan berbagai alasan mereka menjadikan wilayah Indonesia
sebagai lokasi transit pergeseran manusia antar negara; dan (iv)
penyelundupan senjata api, maraknya kejahatan yang
menggunakan senjata api mengindikasikan masih banyak
peredaran senjata api illegal di tengah masyarakat.
Selanjutnya untuk kejahatan yang berimplikasi kontijensi di wilayah
tertentu kemungkinan masih akan terjadi diantaranya yaitu: (i) aksi
separatis di wilayah Papua, meskipun dalam skala kecil masih
diprediksikan menimbulkan potensi masalah yang jika dibiarkan
terus menerus dikhawatirkan akan semakin membesar; (ii) konflik
sosial, masih adanya permasalahan tapal batas/wilayah yang belum
terselesaikan dan masalah SARA sangat berpotensi menimbulkan
konflik bentrok antar warga dan masalah sosial; (iii) aksi unjuk rasa,
sebagai konsekuensi belum selesainya berbagai masalah
perburuhan dan sengkarutnya permasalahan pidana yang terbalut
masalah politik, diprediksikan ditahun 2013 dan tahun 2014 masih
akan sering muncul; dan (iv) gangguan kamtibmas non pidana,
situasi kontijensi yang disebabkan perubahan iklim dan keadaan
alam yang diprediksikan menjadi ancaman, seperti bencana alam
banjir dan tanah longsor, bencana gunung meletus, bencana angin
puting beliung dan bencana gempa bumi.
Untuk mengantisipasi potensi gangguan kamtibmas sebagaimana
diuraikan di atas yang diprediksi akan terjadi ditahun 2013 dan
2014, Polri akan melaksanakan langkah-langkah kebijakan guna
mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah untuk
memantapkan perekonomian nasional bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
Adapun langkah-langkah yang diperlukan oleh pemerintah daerah
untuk mendukung pemantapan pertahanan dan keamanan
nasional adalah:
1. Meningkatkan kemampuan aparat keamanan secara
proporsional dan profesional, baik dalam rangka pembinaan
maupun operasional sehingga mampu menghadapi
tantangan keamanan;
2. Membangun kerjasama keamanan dengan berbagai instansi
maupun lembaga baik secara formal maupun informal
untuk mempermudah penanganan berbagai permasalahan
Buku Pegangan
102 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
kebijakan dan melakukan tindakan apapun dalam
menghadapi konflik, serta tidak melakukan tindakan-
tindakan yang justru dapat berdampak lebih buruk dan
bersifat kontraproduktif bagi situasi politik dan keamanan di
daerah;
3. Memfasilitasi peningkatan peran dan kapasitas forum-
forum komunikasi (FKDM, FKUB, FPK, Kominda) yang sudah
berjalan, sehingga diharapkan lebih aktif melakukan
pertemuan-pertemuan untuk mendeteksi potensi konflik
dan kekerasan yang merusak kebebasan sipil serta hak-hak
politik warga di daerah, sehingga dapat merusak proses
pemantapan perekonomian daerah, merusak pertumbuhan
ekonomi rakyat dan kesejahteraan yang berkeadilan;
4. Mendukung dan memfasilitasi berfungsinya secara optimal
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah.
BNPT sudah bekerja sama dengan semua provinsi bagi
terbantuknya 15 FKPT di provinsi masing-masing pada tahun
2012, serta akan terus memprioritaskan penguatan FKPT
yang sudah terbentuk ini pada 2013 dan 2014, selain
mempersiapkan pembentukan FKPT di luar 15 provinsi yang
berpotensi menghadapi tindakan terorisme paling tinggi di
Indonesia ini;
5. Mengupayakan lebih cepat tanggap dalam menghadapi
keluhan dan protes masyarakat daerah berkenaan dengan
berbagai persoalan yang muncul secara aktif, sebelum
berkembang menjadi tidak terkendali. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan koordinasi yang seluas
mungkin dengan semua jajaran kepemerintahan di daerah
maupun melakukan komunikasi politik dengan organisasi
masyarakat sipil, partai politik, maupun dengan pimpinan di
provinsi yang bertetangga apabila diperlukan untuk
mengatasi dan mencegah konflik yang bersifat lintas
daerah.
1.600.000
Anggota Rumah Tangga
1.400.000
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Anak SD 413.965 631.198 722.982 785.265 1.106.570 1.491.049
Jumlah Anak SMP 158.163 207.926 243.732 291.133 425.349 609.396
Jumlah Ibu Hamil 21.707 22.511 25.356 23.275 33.827 41.337
Jumlah Anak Balita 240.285 431.370 498.354 459.212 598.586 837.403
Buku Pegangan
104 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
selain meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kelompok
masyarakat sangat miskin, diharapkan dalam jangka menengah-
panjang dapat mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat
sehingga rantai kemiskinan antar generasi dapat diputus.
Mengingat kepesertaan PKH yang tidak permanen, telah dirancang
strategi transformasi kepesertaan PKH agar peningkatan
kesejahteraan keluarga sangat miskin dapat terus
berkesinambungan. Peran dan tanggung jawab berbagai sektor dan
pemerintah daerah dalam mendukung keberhasilan transformasi
kepesertaan ini sangat besar terutama dalam memastikan
keberlanjutan peserta dalam menerima program lain dan
meningkatkan kapasitas dirinya sesuai dengan potensi yang
dimiliki.
Gambar 5.3
Partisipasi Masyarakat Dalam PNPM Mandiri
20.000.000 10.000.000
15.000.000 7.500.000
10.000.000 5.000.000
5.000.000 2.500.000
0 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Simpadu PNPM (data sampai dengan tahun 2012, diakses pada 7 Maret 2013)
Buku Pegangan
106 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pendukung misalnya peran dan tanggung jawab pemerintah daerah
dalam penyediaan dan distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga
kesehatan pendukung serta pemenuhan standar operasional
pelayanan minimum.
Buku Pegangan
108 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pada semua tingkatan untuk memperlancar proses
pembuatan kebijakan pendidikan, yang didukung oleh
sistem informasi, kualitas dan validitas data, serta kondisi
empiris di lapangan (evidence-based decision making);
8. Melakukan pengendalian mutu pendidikan antara lain
dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan pelayanan pendidikan;
9. Menata dan memantapkan sistem pembelajaran yang
efektif di setiap satuan pendidikan sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan (SPM), serta memperkuat sistem
evaluasi, akreditasi dan sertifikasi satuan pendidikan untuk
menjaga dan mengendalikan mutu pendidikan;
10. Menghitung proporsi anggaran yang harus disediakan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah berdasarkan
kapasitas fiskal, yang disesuaikan dengan tugas dan
tanggung jawab setiap tingkatan pemerintahan. Untuk itu,
pemerintah daerah perlu menghitung kemampuan
keuangannya untuk membiayai pendidikan;
11. Menyusun mekanisme yang tepat terkait penggunaan
anggaran pendidikan dari pusat dan daerah agar tidak
terjadi misalokasi dan inefisiensi. Untuk itu, perlu
peningkatkan efektivitas pemanfaatan anggaran pemerintah
pusat yang dialokasikan melalui dana dekonsentrasi dan
tugas perbantuan;
12. Menyediakan subsidi dan berbagai skema blockgrant untuk
meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan yang
berkualitas dan merata di seluruh provinsi dan kabupaten/
kota;
13. Mendorong partisipasi masyarakat, para pemangku
kepentingan dan dunia usaha dalam mendukung
penyelenggaraan pendidikan melalui pengembangan
program kemitraan yang saling menguntungkan dalam
upaya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
Kemudian, agar pelayanan pendidikan lebih optimal dan
pelaksanaan desentralisasi pendidikan lebih efektif, pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota perlu meningkatkan kerjasama yang
harmonis dengan memperhatikan peran, tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten/
kota perlu fokus dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Memperbaiki kesenjangan capaian pendidikan dan
disparitas partisipasi pendidikan antar daerah dengan
Buku Pegangan
110 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
mengenai tuntutan upah dan penghapusan outsourcing. Upah
memang merupakan faktor penting bagi pekerja/buruh, karena
merupakan sumber untuk membiayai diri sendiri maupun
keluarganya. Bagi pengusaha, upah beserta komponen-komponen
dan keseluruhan biaya tenaga kerja (labor cost) merupakan biaya
yang sangat menentukan kelancaran dan kelangsungan hidup
perusahaan dan menjadi variabel yang mempengaruhi tercapai atau
tidaknya target dari R.o.I (Return of Investment), yang pada
ujungnya ikut menentukan tingkat pendapatan perusahaan dan
rencana pengembangan investasi dan penyerapan tenaga kerja di
masa datang.
Buku Pegangan
112 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pengembangan kewirausahaan dan pemagangan di tingkat
kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan
mengintegrasikan kelompok/individu sasaran pemanfaat
program sesuai dengan kebutuhan lokal.
6. Memverifikasi kelompok sasaran pemanfaat program, serta
meningkatkan kualitas dan kemutakhiran data informasi
pasar kerja di tingkat provinsi.
Buku Pegangan
114 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
informasi penduduk miskin yang telah ada (PPLS, Susenas,
Sakernas, PODES, dsb) sehingga dapat memperkuat
perencanaan berbasis data di tingkat daerah maupun pusat.
4. Melakukan sinkronisasi program penanggulangan
kemiskinan yang akan dilakukan oleh BUMD dan pihak
swasta lokal lainnya sehingga menjadi lebih tepat sasaran
dan tidak terjadi tumpang tindih.
5. Memperkuat peranan Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Daerah sebagai unsur daerah dalam
memperkuat koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan di daerah, baik
program pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun
pihak lain yaitu BUMN, swasta dan lainnya.
6. Mengembangkan sistem database pembangunan yang
terpadu sebagai basis untuk memonitor pelaksanaan
program maupun untuk perencanaan dan penganggaran
program/kegiatan.
Buku Pegangan
116 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pendanaan ke daerah (Bantuan Sosial, Tugas pembantuan,
Dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus, APBD), dengan
melakukan refocussing terhadap penggunaan dana
pembangunan;
5. Membangun database kebutuhan daerah sebagai road map
pembangunan daerah tertinggal.
Buku Pegangan
118 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Boks 5.2
Daerah yang Berhasil Mengurangi Tingkat Pengangguran
Provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) terbesar pada tahun 2012 adalah Banten,
disusul oleh DKI Jakarta, Aceh, Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Antara tahun 2011-2012, lima
provinsi dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka terbesar adalah Papua Barat (turun
3,45%), Banten (turun 2,93%), Kepulauan Riau (turun 2,43%), Riau (turun 1,02%) dan Kalimantan
Timur (turun 0,94%).
Banten, meskipun TPT-nya masih tertinggi di Indonesia, selama dua tahun terakhir mengalami
penurunan tertinggi. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh tingginya penanaman modal
yang masuk di wilayah ini. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Provinsi
Banten mencatat bahwa realisasi investasi di daerah ini pada 2012 melebihi target yang ditetapkan,
yaitu mencapai 29 triliun rupiah dari target 11 triliun rupiah. Untuk penanaman modal asing, selama
2012 realisasi nilai investasi provinsi ini ketiga tertinggi setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat,
sedangkan untuk penanaman modal dalam negeri berada pada posisi ketujuh. Tingginya investasi
ini didorong oleh upaya Pemerintah Provinsi Banten untuk memaksimalkan pelayanan yang
diberikan bagi para investor yang akan menanamkan modalnya, antara lain dengan pembentukan
kantor pelayanan terpadu satu atap (PTSP) dan promosi yang intensif kepada calon investor.
Dengan demikian, dalam kurun waktu tersebut pekerja formal di provinsi ini berhasil meningkat
lebih dari 193,7 ribu orang, sedangkan pekerja informal menurun 117,5 ribu orang. Penambahan
kesempatan kerja terbesar terjadi di sektor jasa dan disusul oleh sektor industri, sedangkan tenaga
kerja pertanian menurun. Selain upaya mendorong investasi, Pemerintah Provinsi Banten
menggelar operasi yustisi untuk menangani kaum pendatang yang mengadu nasib tanpa dilengkapi
dengan dokumen yang dipersyaratkan.
Upaya meningkatkan umur harapan hidup terletak pada rendahnya kematian ibu melahirkan,
rendahnya kematian kematian neonatus, bayi dan balita. Namun dalam pertengahan RPJMN ini
masalah tersebut masih tetap belum dapat diatasi sepenuhnya.
Beberapa Provinsi telah berhasil melakukan terobosan dalam mengatasi kesulitan penurunan angka
kematian ibu dan bayi. Adapun daerah yang telah berhasil membangun status kesehatan
masyarakatnya yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
dengan score tertinggi di Indonesia adalah Kota Magelang.
Dalam rangka menurunkan angka kematian bayi dan balita di NTT, telah dilaksanakan program
Sister Hospital yang merupakan program kemitraan antara RS besar di luar NTT dengan RSUD
Kabupaten di NTT. Salah satunya dilakukan di RSUD Kabupaten Soe bermitra dengan RSUD Dr.
Sutomo Surabaya. Kegiatan yang dilakukan meliputi: (i) Pengiriman dokter spesialis obstetri-
ginekologi, dokter spesialis kesehatan kesehatan anak dan tenaga paramedis pendukung untuk
melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak; (ii) Peningkatan keterampilan teknis staf di rumah
sakit melalui pelatihan dan pembudayaan teknis kerja dalam kegiatan sehari-hari; dan (iii) Pelatihan
tim tenaga di Puskesmas dalam rangka penguatan sistem rujukan kesehatan ibu dan anak
(mengembangkan hubungan PONED dan PONEK).
RS Hasan Sadikin Bandung sebagai Top refferral Hospital di Provinsi Jawa Barat telah berhasil dalam
menjalankan penerapan sistem rujukan pelayanan kesehatan dengan pendekatan Rujukan
Regional. Hal ini terlihat dari menurunnya jumlah pasien askes dari sebesar 16.399 jiwa pada
tahun 2011 menjadi 7.048 pada tahun 2012, serta menurunnya jumlah pasien yang berasal dari
Puskesmas dan RS tingkat Kabupaten/Kota sebesar 19.172 pasien pada tahun 2011 menjadi 1.283
pasien pada tahun 2012. Hasil tersebut menunjukan bahwa sistem rujukan dari pelayanan
kesehatan primer (Puskesmas) dan RS tingakt Kabupaten/Kota berjalan dengan baik.
Buku Pegangan
120 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Foto: Pras Widjojo
BAB VI PENUTUP
BAB VI
Penutup
Walaupun kondisi perekonomian dunia sepanjang tahun 2010-2012 dalam tekanan yang
cukup berat, kinerja perekonomian nasional terlihat masih terjaga baik dengan pertumbuhan
ekonomi berada pada tingkat yang cukup tinggi. Momentum pertumbuhan ekonomi ini perlu
terus dijaga dan dimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini tidak
menimbulkan kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus mendorong
kesejahteraan yang lebih berkeadilan.
Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh pemerintah
pusat dan daerah perlu untuk dilakukan secara lebih terarah, karena pencapaian
pembangunan nasional merupakan agregasi dari upaya dan pencapaian yang dilakukan
daerah. Oleh sebab itu, dalam rangka menyamakan langkah untuk memantapkan
perekonomian nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, Pemerintah
Pusat dan Daerah perlu berpijak pada kerangka pikir yang sama, yaitu: (i) Pertumbuhan
(growth) yang menyeimbangkan komponen di sisi pengeluaran dan sisi produksi untuk lebih
berkualitas dan memberikan efek pengganda yang lebih besar; (ii) Stabilitas (stability) yang
mencakup stabilitas ekonomi, sosial, dan politik; yang perlu di jaga di setiap daerah agar
upaya-upaya pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan tanpa gangguan;
(iii) Pemerataan yang Berkeadilan (equity) yang memastikan keikutsertaan seluruh
masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan
(inclusiveness).
Selanjutnya, langkah-langkah yang diperlukan oleh daerah untuk mendukung pembangunan
nasional telah dijabarkan dalam Buku Pegangan ini. Langkah-langkah tersebut dapat dijadikan
sebagai referensi oleh seluruh pemangku kepentingan di daerah untuk memberikan
kontribusi dan merumuskan strategi pembangunan daerah; sehingga Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dapat bersinergi dalam mencapai target dan sasaran pembangunan
nasional tahun 2014, sesuai dengan tema pembangunan nasional yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan langkah-langkah tersebut, masing-masing daerah tentunya dapat memilih
langkah-langkah prioritas yang perlu segera didahulukan, sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas daerah masing-masing.
Buku Pegangan
124 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
FFoto:
oto: D
Dit.
it. P
Penanggulangan
en
naan
anggu
gulan
angaan
n Kemiskinan
Kemiisskina
n n Bappenas
Bappenas
Desa Panglipuran Bali, penerima PNPM
DAFTAR
PUSTAKA
Benny dan Kamarulnizam (2011), Indonesian Perceptions and Attitudes towards the ASEAN
Community, Journal of Current Southeast Asian Affairs, 30,1, 39-67.
Sugiarto, Eddy Cahyono (2012), Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi, diunduh dari
http://www.setkab.go.id/artikel-6616-.html
----------- (2013). Laporan Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan IV-2012, Bank Indonesia,
Jakarta.
----------- (2013). Gradual Upturn in Global Growth During 2013, World Economic Outlook
Update, IMF, Washington DC.
----------- (2012). Doing Business in a More Transparent World: Comparing Regulation for
Domestic Firms in 183 Economies, IFC, World Bank.
----------- (2012). APBN 2013: Mendorong Peningkatan Kualitas Belanja, Keynote Speech
Menteri Keuangan RI
----------- (2011). Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
2011-2025, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.
Buku Pegangan
126 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
DATA KONDISI TERKINI
LAMPIRAN
DAERAH
L.1 Kondisi Ekonomi Nasional
13,33 12
25 12,49
12,36 11,96 11,66 10
20
8
15
6
10 4
5 2
0 0
2006 2007 2008 2009 2010 Sep Sep
2011 2012
2011 2012
Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin
Buku Pegangan
128 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Tabel 2
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kawasan
Kawasan Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin (%)
Perkotaan
Maret 2011 11,05 9,23
September 2011 10,95 9,09
Maret 2012 10,65 8,78
Perdesaan
Maret 2011 18,97 15,72
September 2011 18,94 15,59
Maret 2012 18,48 15,12
Perkotaan+Perdesaan
Maret 2011 30,02 12,49
September 2011 29,89 12,36
Maret 2012 29,13 11,96
Sumber: BPS
Tabel 3
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah (September 2012)
Pulau Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%)
Sumber: BPS
Tabel 4
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Menurut Kawasan
Indeks Kota Desa Kota+Desa
120 12%
11,24%
100 10%
8,39%
Juta Orang
7,87%
80 7,14% 8%
6,56%
6,14%
60 6%
40 4%
20 2%
0 0%
2005 2008 2009 2010 2011 2012
Bali
Jambi
Banten
Aceh
Maluku
Maluku Utara
Sumatera Barat
DKI Jakarta
Bengkulu
Jawa Barat
Jawa Tengah
Kalimantan Tengah
Lampung
Papua
Jawa Timur
Kepulauan Riau
Sumatera Utara
Gorontalo
Kepulauan Bangka Belitung
Sulawesi Tengah
Sulawesi Barat
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Papua Barat
DI. Yogyakarta
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS
Buku Pegangan
130 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.2.2 Tingkat Kemiskinan Per Provinsi
Gambar 4
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin per Provinsi (September 2012)
6000 35%
5000 30%
25%
4000
20%
3000
15%
2000 11,6%
10%
1000 5%
0 0%
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Bali
Riau
Maluku
Banten
Aceh
Kep. Riau
Maluku Utara
Jambi
Jawa Barat
Kalimantan Tengah
Jawa tengah
DKI Jakarta
Kalimantan Barat
Sumatera Barat
Bengkulu
Sulawesi Utara
Lampung
DI Yogyakarta
Sumatera Utara
Gorontalo
Papua
Sulawesi Barat
Jawa Timur
Sumatera Selatan
Sulawesi Tengah
Papua Barat
Kep. Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara
Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Tingkat Kemiskinan Nasional
Tabel 5
Kabupaten/Kota Dengan Persentase Penduduk Miskin Tertinggi dan Terendah
per Provinsi Tahun 2011
Tertinggi Terendah
Provinsi Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
(%) (%)
Aceh Kab. Bener Meriah 25,50 Kota Banda Aceh 9,08
Sumatera Utara Kota Gunungsitoli 32,12 Kab. Deli Serdang 5,10
Sumatera Barat Kab. Kep. Mentawai 18,85 Kota Sawahlunto 2,34
Riau Kab. Kepulauan Meranti 34,53 Kota Pekan Baru 3,45
Jambi Kab. Tjg Jabung Timur 11,60 Kota Sungai Penuh 3,42
Sumatera Selatan Kab. Musi Banyuasin 18,99 Kab. OKU Timur 9,23
Bengkulu Kab. Bengkulu Selatan 22,55 Bengkulu Tengah 6,49
Lampung Kab. Lampung Utara 26,33 Kab. Tulangbawang Barat 7,11
Kep. Bangka Belitung Kab. Belitung Timur 7,13 Kab. Bangka Barat 3,59
Kepulauan Riau Kab. Lingga 12,98 Kab. Kepulauan Anambas 3,95
DKI Jakarta Kab. Kepulauan Seribu 11,53 Kota Jakarta Timur 3,06
Jawa Barat Kota Tasikmalaya 19,98 Kota Depok 2,75
Jawa Tengah Kab. Wonosobo 24,21 Kota Semarang 5,68
DI Yogyakarta Kab. Kulon Progo 23,62 Kota Yogyakarta 9,62
Jawa Timur Kab. Sampang 30,21 Kota Batu 4,74
Banten Kab. Pandeglang 9,80 Kota Tangerang Selatan 1,50
Bali Kab. Jembrana 6,56 Kota Denpasar 1,79
Nusa Tenggara Barat Kab. Lombok Utara 39,27 Kota Bima 11,69
Nusa Tenggara Timur Kab. Sabu Raijua 39,49 Kab. Flores Timur 9,06
Kalimantan Barat Kab. Landak 13,13 Kab. Sanggau 4,67
Kalimantan Tengah Kab. Barito Timur 9,27 Kota Palangka Raya 4,69
Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Utara 7,31 Kab. Banjar 3,17
Kalimantan Timur Kab. Malinau 12,67 Kota Balikpapan 3,39
Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow 16,57 Kota Manado 5,40
Selatan
Buku Pegangan
132 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
%
0
2
4
8
6
10
12
14
16
10
12
14
16
18
20
0
2
4
6
8
Nusa Tenggara Timur
Aceh Sulawesi Barat
Sumber: BPS
Sumatera Utara Bali
Sumatera Barat Kep. Bangka Belitung
Riau Bengkulu
Jambi Kalimantan Tengah
2011
DI Yogyakarta Nusa Tenggara Barat
Jawa Timur DI Yogyakarta
2010
L.3.1 Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat
Banten Kalimantan Selatan
Bali Maluku Utara
Gambar 7
Gambar 6
2011
2012
Kalimantan Selatan Indonesia
Kalimantan Timur Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara Kep. Riau
Sulawesi Tengah Sumatera Barat
Sulawesi Selatan Riau
Sulawesi Tenggara Sumatera Utara
Tingkat Pengangguran Terbuka Per Provinsi (%)
133
%
134
10
12
14
16
18
0
2
4
6
8
0
-50
100
% 150
50
-200
-150
-100
Aceh Aceh
Sumut
5,3
Sumatera Utara
Sumbar Sumatera Barat
14,3
Buku Pegangan
Kep. Riau Jambi
2010
Jambi Sumatera Selatan
Sumsel Bengkulu
Kep. Babel Lampung
2011
Bengkulu Bangka Belitung
6,2
DKI Jakarta
Jabar Jawa Barat
14,6
Banten Jawa Tengah
5,1
L.4 Kondisi Perdagangan dan Investasi
8,1
Bali Bali
Gambar 9
Gambar 8
5,0
Kaltim Sulawesi Tengah
17,7
Sulut Sulawesi Selatan
Gorontalo Sulawesi Tenggara
Sulteng Gorontalo
Sulsel Sulawesi Barat
Sulbar Nusa Tenggara Barat
Sultra Nusa Tenggara Timur
0
5
10
15
20
25
0
5
NAD NAD
Sumut Sumut
Sumbar
Sumber: BKPM
Sumber: BKPM
Sumbar
Riau Riau
Jambi Jambi
Sumsel Sumsel
Bengkulu Bengkulu
Lampung Lampung
Babel Babel
Kep. Riau Kep. Riau
DKI Jakarta DKI Jakarta
24,77
Jabar Jabar
14,73
L.4.2 Investasi (PMTB) Per Provinsi
Jateng Jateng
17,14
2011
2011
DI Jogya DI Jogya
Jatim Jatim
23,35
Banten Banten
Bali Bali
Gambar 11
Gambar 10
NTB NTB
NTT NTT
Kalbar Kalbar
Kalteng Kalteng
2012
Kalsel 2012 Kalsel
Kaltim Kaltim
Sulut Sulut
Sulteng Sulteng
Sulsel Sulsel
Sultra Sultra
Gorontalo Gorontalo
Sulbar Sulbar
Maluku Maluku
135
L.5 Kondisi Infrastruktur Daerah
Gambar 12
Rasio Kerapatan Jalan (km/km2) Tahun 2012
1,52
1,8
1,28
1,6
1,4
1,2
0,85
0,74
0,70
1,0
0,67
0,61
0,57
0,51
0,49
0,48
0,48
0,8
0,44
0,42
0,39
0,38
0,37
0,29
0,28
0,28
0,6
0,25
0,23
0,22
0,16
0,16
0,14
0,10
0,09
0,4
0,06
0,06
0,2
0,0
Kaltim
Riau
Bali
NAD
Banten
Jambi
Jatim
Jabar
NTT
Kalsel
Babel
Maluku
DIY
Sulut
Malut
Kalbar
Sumbar
NTB
Jateng
Sumut
Sulteng
Bengkulu
Sultra
Lampung
Kalteng
Papua
Gorontalo
Kepri
Sulsel
Sumsel
Gambar 13
Rasio Kapasitas Jalan (km/unit) Tahun 2011
175,64
180
160
140
92,09
120
65,86
62,07
100
47,86
46,79
43,00
41,05
80
34,13
31,23
24,10
20,37
19,78
60
18,38
17,89
15,57
14,90
12,35
11,58
11,00
9,75
7,35
40
6,66
4,85
4,72
3,42
2,63
1,76
1,08
0,45
20
0
Jatim
Riau
NTT
Maluku
Kalbar
Malut
DIY
NTB
Kaltim
Kepri
Sultra
Bali
Kalteng
Bengkulu
NAD
Papua
Gorontalo
Sumsel
Jateng
Banten
Jabar
Sulsel
Babel
Kalsel
Jambi
Sulut
Sumbar
Sumut
Sulteng
Lampung
Buku Pegangan
136 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Tabel 7
Kondisi Jalan Nasional Pada Tahun 2005 dan 2011
Pulau Panjang Jalan Jalan Tidak Mantap Jalan Tidak Mantap
(km) Tahun 2005 Tahun 2011
2005 2011 Km % Km %
Sumatera 10.429,8 11.568,1 724,85 6,9 1.370,17 11,8
Jawa+Bali 5.389,5 6.146,2 341,86 6,3 386,54 6,3
Nusa Tenggara 1.795,8 2.038,9 118,52 6,6 114,89 5,6
Kalimantan 5.538,2 6.363,6 609,83 11,0 657,90 10,3
Sulawesi 6.844,8 7.799,8 175,75 2,6 936,51 12,0
Maluku 1.255,5 1.578,6 68 5,4 267,81 17,0
Papua 1.876,5 3,074,7 260,26 13,9 1.002,28 32,60
Nasional 33.130,2 38.659,8 2.299,07 6,9 4.736,10 12,3
Sumber: Direktorat Bina Program, Kementerian PU, 2011
Tabel 8
Kondisi Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota Tahun 2010
Pulau Panjang Jalan Jalan Tidak % Panjang Jalan Jalan Tidak %
Provinsi Mantap 2010 Kabupaten/Kota Mantap 2010
Sumatera 16.046,07 7.189,51 44,8 134.097,0 65.163,31 48,6
Jawa 9.521,81 1.148,21 12,1 83.999,1 28.586,76 34,0
Kalimantan 6.888,13 2.997,30 43,5 40.929,4 18.674,02 45,6
Sulawesi 6.274,65 3.246,65 51,7 57.611,7 30.345,79 52,7
Bali-NT 4.462,77 1.615,04 36,2 26.602,5 12.622,17 47,4
Maluku 2.766,80 1.976,21 71,4 8.853,3 4.461,86 50,4
Papua 3.320,70 1.569,39 47,3 18.123,0 11.507,78 63,5
TOTAL 49.280,93 19.742,31 40,1 370.215,85 171.361,68 46,3
Sumber: Direktorat Bina Program, Kemen PU, 2010
Gambar 14
Perbandingan Kondisi Jalan Nasional dan Daerah (%)
100% 93,1% 95,5%
88,2% 89,7% 88,0%
90% 83,0%
80%
68,2% 67,4%
70%
60% 54,2% 54,7%
51,8%
47,4%
50% 44,6%
39,0%
40%
30%
20%
10%
0%
Sumatera Jawa Bali-Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
Tenggara
Sumber: Kementerian PU
40
30
18
20 15 15
14
9 10 8 9 8
10 6 6 7 7
4 4 5 5
2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2
1 1 1 1
0
SUMUT
NAD
JAMBI
BALI
SUMBAR
KAL BAR
KAL TENG
SUMSEL
BABEL
LAMPUNG
DKI JAKARTA
PAPUA BARAT
NTT
BENGKULU
PAPUA
JATIM
SULUT
JABAR
NTB
KEP RIAU
BANTEN
KALTIM
MALUKU
RIAU
JATENG
SULBAR
MAL UT
SULTENG
SULTRA
KALSEL
SULSEL
GORONTALO
DI YOGYAKARTA
Gambar 16
Jumlah Penumpang Pesawat Udara per Provinsi Tahun 2011
Sumatra Utara
6% Sumatra Selatan
2%
Bandara Lainnya
26%
Sulawesi Selatan
Banten
2%
41%
Bali
11%
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub, 2011
Jawa Timur
7%
DI Yogyakarta Jawa Tengah
3% 2%
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub, 2011
Buku Pegangan
138 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.5.3 Infrastruktur Laut
Gambar 17
Tingkat Kinerja Pelabuhan Utama Indonesia
BOR di Wilayah Pelindo I BOR di Wilayah Pelindo II
70,0 70,0
67,21
62,07
42,14
61,87
81,67
50,7
52,5
68,8
62,5
76,3
36,0
53,9
57,5
83,4
90,8
66,2
87,8
74,3
84,7
27,4
Belawan Dumai Sibolga Tanjung Pekanbaru Tanjung Palembang Panjang Pontianak Teluk
Pinang Priok Bayur
70,0 70,0
70,0
75,4
64,2
55,0
68,5
47,0
38,8
20,0
60,0
63,6
68,0
72,0
69,0
51,0
66,0
61,0
64,5
58,1
67,2
68,6
Tanjung Banjarmasin Benoa Tanjung Tenau Jayapura Ambon Samarinda Makassar Bitung
Perak Emas Kupang
Koridor Total Kab/ Kab/Kota yang sudah Rencana Pembangunan broadband hingga 2014
Ekonomi Kota dilayani broadband PT Telkom Pemerintah
Sumatera 151 119 25 7
Jawa 118 116 2 0
Kalimantan 55 45 9 1
Sulawesi-Malut 82 54 14 14
Bali Nusra 40 27 4 9
Maluku Papua 51 0 16 35
Total Nasional 497 361 70 66
Sumber: PT Telkom dan Kementerian Komunikasi dan Informasi
Tabel 10
Pertumbuhan Produksi Padi Menurut Kawasan (Ribu Ton) Tahun 2010-2012
No Kawasan 2010 2011 2012*
1 Sumatera 15.200,1 15.686,8 16.004,8
2 Jawa dan Bali 37.243,9 35.262,9 37.392,2
3 Kalimantan 4.425,3 4.574,1 4.695,3
4 Sulawesi 6.994,7 7.280,9 7.821,8
5 Maluku, Nusa Tenggara dan Papua 2.605,4 2.952,1 3.131.0
Total 66.469,4 65.756,9 69.045,1
Sumber: BPS (diolah), Keterangan: *) Angka Sementara
Tabel 11
Pertumbuhan Produksi Beras Menurut Kawasan (Ribu Ton) Tahun 2010-2012
No Kawasan 2010 2011 2012*
1 Sumatera 8.545,5 8.919,0 8.997,9
2 Jawa dan Bali 20.938,5 19.824,8 21.021,9
3 Kalimantan 2.487,9 2.571,6 2.639,7
4 Sulawesi 3.932,4 4.093,3 4.397,4
5 Maluku, Nusa Tenggara dan Papua 1.464,7 1.659,7 1.760,3
Total 37.369,1 36.968,4 38.817,2
Sumber: BPS (diolah), Keterangan: *) Angka Sementara
Buku Pegangan
140 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 19
Kontribusi Kawasan per Pulau Terhadap Total Produksi Beras Tahun 2012
4,5%
11,3% 23,2%
6,8%
54,2%
Sumatera Jawa & Bali Kalimantan Sulawesi Maluku,Nusa Tenggara & Papua
Gambar 20
Produksi Padi di Indonesia Tahun 2010-2012
70000 6%
5%
69000
Ribu Ton
4%
68000
3%
67000 2%
1%
66000
0%
65000
-1%
64000 -2%
2010 2011 2012*
Produksi Pertumbuhan
Gambar 21
Konsumsi Langsung di Rumah Tangga (Kg/Kapita/Tahun) Pada Tahun 2010-2014
140
138
Kg/Kapita/Tahun
136
134
132
130
128
126
2010 2011 2012 2013 2014
Konsumsi Beras 139,15 137,06 135,01 132,98 130,99
8000
6000 5987,18
4000
2000
Kalimantan Timur
Riau
Bali
Maluku
Banten
Aceh
Kep. Riau
Maluku Utara
Jambi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Sumatera Barat
Jawa Tengah
Kalimantan Barat
Bengkulu
Lampung
Kalimantan Tengah
Papua
Sulawesi tengah
Gorontalo
Sumatera Utara
DI Yogyakarta
Sulawesi Barat
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Sumatera Selatan
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS (diolah)
L.7.1 Pendidikan
Tabel 12
Alasan Tidak/Belum Bersekolah Tahun 2011
Alasan Tidak/Belum Perkotaan Perdesaan Kota + Desa
Pernah Bersekolah Atau
L P L+P L P L+P L P L+P
Tidak Bersekolah Lagi
Tidak Ada Biaya 49.21 52.59 50.87 47.56 47.81 47.68 48.21 49.90 49.00
Bekerja/Mencari Nafkah 14.27 17.07 15.65 11.21 6.57 9.13 12.41 11.15 11.82
Menikah/Mengurus RT 0.43 5.81 3.09 0.49 11.19 5.29 0.47 8.85 4.38
Merasa Pendidikan Cukup 5.08 4.97 5.02 4.66 5.22 4.91 4.82 5.11 4.96
Belum Cukup Umur 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Malu Karena Ekonomi 1.18 0.61 0.90 1.24 1.04 1.15 1.21 0.86 1.05
Sekolah Jauh 0.29 0.57 0.43 4.90 5.38 5.12 3.09 3.28 3.18
Cacat 3.47 2.30 2.89 2.72 2.57 2.65 3.01 2.45 2.75
Menunggu Pengumumam 1.91 2.29 2.09 0.44 0.94 0.67 1.02 1.53 1.26
Tidak Diterima 0.64 0.28 0.46 0.48 0.52 0.50 0.54 0.41 0.48
Lainnya 23.53 13.50 18.59 26.29 18.75 22.92 25.21 16.46 21.13
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber : Susenas BPS, 2011
Buku Pegangan
142 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 23
Persentase Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Oleh Penduduk
Berusia 10 Tahun ke Atas Tahun 2011
Papua
Papua Barat
Malut
Maluk
Sulbar
Gorontalo
Sultra
Sulsel
Sulteng
Sulut
Kaltim
Kalsel
Kalteng
Kalbar
NTT
NTB
Bali
Banten
Jatim
DIY
Jateng
Jabar
DKI Jakarta
Kep. Riau
Kep. Babel
Lampung
Bengkulu
Sumsel
Jambi
Riau
Sumbar
Sumut
Aceh
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Gambar 24
Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun 2011
SD/sederajat
16,31
SMP/sederajat
26,68 SMA/sederajat
PT/sederajat
DKI 10,4
Kep. Riau 9,7
Kaltim 9,1
DIY 9,1
Sulut 8,9
Papua Barat 8,8
Sumut 8,8
Aceh 8,8
Maluku 8,7
Riau 8,6
Banten 8,4
Sumbar 8,4
Bali 8,3
Bengkulu 8,3
Malut 8,2
Sultra 8,2
Provinsi
Sulteng 8,0
Kalteng 8,0
Jambi 8,0
INDONESIA 7,9
Jabar 7,9
Sumsel 7,8
Sulsel 7,7
Lampung 7,7
Kalsel 7,6
Kep.Babel 7,5
Gorontalo 7,3
Jatim 7,3
Jateng 7,2
Sulbar 7,0
NTB 6,9
Kalbar 6,8
NTT 6,8
Papua 5,8
Tahun
Buku Pegangan
144 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 26
Angka Melek Aksara Penduduk (Berusia > 15 Tahun) Tahun 2011
Papua 64,08
NTB 83,24
Sulbar 87,61
NTT 87,63
Sulsel 88,07
Jatim 88,52
Bali 89,17
Kalbar 90,03
Jateng 90,34
Sultra 91,29
DIY 91,49
Papua Barat 92,41
INDONESIA 92,81
Sulteng 94,51
Gorontalo 94,69
Lampung 95,02
Bengkulu 95,13
Jambi 95,52
Kep.Babel 95,60
Kalsel 95,66
Aceh 95,84
Jabar 95,96
Malut 96,01
Sumbar 96,20
Banten 96,25
Maluku 96,63
Sumsel 96,65
Sumut 96,83
Kalteng 96,86
Kaltim 96,99
Riau 97,61
Kep. Riau 97,67
DKI 98,83
Sulut 98,85
NT T 68,71%
Maluku 65,05%
Maluku Utara 58,46%
Kalimantan Barat 54,79%
Papua 54,69%
Jambi 52,51%
Kepulauan Babel 51,63%
Sulawesi Tengah 51,24%
Sulawesi Tenggara 50,89%
Sulawesi Utara 50,89%
Papua Barat 50,16%
Aceh 49,89%
Lampung 47,99%
Gorontalo 47,09%
Sumatera Selatan 46,41%
Kalimantan Selatan 44,03%
Provinsi
Buku Pegangan
146 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
20
40
60
80
0
100
120
0
100
120
20
40
60
80
Papua Papua
Papua Barat Sulawesi Barat
Nusa Tenggara Timur Maluku
Sulawesi Barat Maluku Utara
L.7.2 Kesehatan
88,27
Kalimantan Barat
Banten Gorontalo
Gorontalo Jambi
Aceh Sulawesi Selatan
Kalimantan Barat Banten
Lampung Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Barat Jawa Barat
Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat
Bengkulu
INDONESIA
83,1
Sumatera Barat
Gambar 29
Gambar 28
Jambi
Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur
Sulawesi Utara Lampung
Jawa Barat Sumatera Selatan
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan Riau
Sulawesi Tengah Bengkulu
Jawa Timur Sumatera Utara
Kepulauan Riau Cakupan Pelayanan Antenatal (K4) Tahun 2011 Kep. Bangka Belitung
Sumatera Selatan Aceh
Sumatera Utara Jawa Timur
DI Yogyakarta Sumatera Barat
Riau Jawa Tengah
Bali Kepulauan Riau
Jawa Tengah DI Yogyakarta
147
148
0
0
100
100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Papua Papua
Papua Barat Banten
Kalimantan Timur Sulawesi Barat
Kalimantan Tengah Maluku
Buku Pegangan
Sumatera Selatan Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur Aceh
Riau Papua Barat
Bengkulu
Gambar 31
Gambar 30
INDONESIA Jambi
90,51
Nusa Tenggara Barat
Jawa Barat Bengkulu
Sumatera Utara Sulawesi Tengah
Lampung Gorontalo
Banten Lampung
Sulawesi Tengah Kep. Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Jambi DKI Jakarta
Gorontalo Kalimantan Timur
DKI Jakarta Sulawesi Utara
Jawa Timur Jawa Timur
Jawa Tengah Jawa Tengah
Persentase Bayi yang Melakukan Kunjungan Neonatus 6-48 Jam (KN1) Tahun 2011
0
100
120
40
60
80
20
D.I. Yogyakarta
Papua
DKI Jakarta
Sulawesi Barat
Papua Barat Kepulauan Riau
Maluku Sulawesi Utara
Sangat pendek
Sulawesi Tengah
Sumatera Barat
Gorontalo
Banten
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Sulawesi Utara
Jawa Tengah
Aceh
Kalimantan Selatan
Pendek
INDONESIA Indonesia
95,7
Gambar 33
Gambar 32
Jawa Timur
Riau Sulawesi Tengah
Sumatera Barat Lampung
Kep. Bangka Belitung Maluku
Jawa Barat Sulawesi Tenggara
Banten NAD
Bengkulu Sulawesi Selatan
Kepulauan Riau Kalimantan Tengah
Sumatera Selatan Kalimantan Barat
Pendek+ Sangat pendek
Lampung
Gorontalo
Kalimantan Timur
Prevalensi Pendek (TB/U) Pada Anak 0-59 Bulan Tahun 2010
Sumatera Selatan
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Barat
Persentase Kehamilan Diperiksa Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 2011
DKI Jakarta
Sumatera Utara
Jawa Tengah
Jawa Timur NTB
149
Gambar 34
Keragaman Angka Kejadian Malaria Tahun 2011
33,30
35
23,30
30
25
14,80
20
15
4,00
3,10
3,10
3,00
2,50
2,40
2,30
2,30
10
1,90
1,90
1,90
1,75
1,60
1,40
1,40
1,10
0,50
0,50
0,50
0,50
0,40
0,40
0,40
0,20
0,20
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5
0
Kalimantan Barat
Maluku
Riau
Jawa Timur
Bali
Bengkulu
Papua
Sumatera Utara
Kepulauan Riau
Gorontalo
Jambi
Banten
Aceh
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Kalimantan Timur
INDONESIA
Sulawesi Utara
Kep. Bangka Belitung
Maluku Utara
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Jawa Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Sumatera Barat
Kalimantan Tengah
DKI Jakarta
Sulawesi Tenggara
DI Yogyakarta
Lampung
Sulawesi Barat
Gambar 35
Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perwatan Tahun 2012
Papua 99 282
Papua Barat 39 89
Maluku Utara 28 91
Maluku 61 117
Sulawesi Barat 35 56
Gorontalo 23 64
Sulawesi Tenggara 74 184
Sulawesi Selatan 225 200
Sulawesi Tengah 72 104
Sulawesi Utara 88 89
Kalimantan Timur 94 123
Kalimantan Selatan 49 177
Kalimantan Tengah 70 120
Kalimantan Barat 96 141
Nusa Tenggara Timur 128 221
Nusa Tenggara Barat 84 73
Bali 29 89
Banten 56 172
Jawa Timur 441 519
DI Yogyakarta 42 79
Jawa Tengah 268 605
Jawa Barat 220 826
DKI Jakarta 52 288
Kepulauan Riau 26 43
Kep. Bangka Belitung 20 40
Lampung 69 207
Bengkulu 43 135
Sumatera Selatan 106 211
Jambi 62 114
Riau 63 144
Sumatera Barat 89 171
Sumatera Utara 157 398
Aceh 144 186
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Buku Pegangan
150 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 36
Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit per 100.000 Penduduk Tahun 2012
2,96
4
3
2,11
1,94
3
1,63
1,43
1,42
1,35
2
1,33
1,32
1,23
1,18
1,17
1,15
1,11
1,08
1,06
1,03
1,01
1,01
1,00
0,98
0,98
0,97
0,95
0,89
0,86
0,84
2
0,76
0,74
0,67
0,62
0,62
0,54
0,50
1
1
0
Riau
Aceh
Bali
Banten
Maluku
Maluku Utara
Jawa Barat
Jambi
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Bengkulu
Sumatera Barat
Lampung
Gorontalo
Kepulauan Riau
Sumatera Utara
DI Yogyakarta
Sulawesi Barat
Jawa Timur
Sulawesi Tengah
Kep. Bangka Belitung
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
INDONESIA
Kalimantan Timur
Papua Barat
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Papua
Sumber: Profil Kesehatan
0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100%
60% 0,14
0,12
50%
0,10
40%
0,08
30%
0,06
20% 0,04
10% 0,02
0% 0,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tabel 14
Persentase Perubahan UMP Dibandingkan Dengan Laju Inflasi di Provinsi Unggulan Industri
Tahun 2000-2012
Jawa DKI Jawa Jawa Sumatera Sulawesi Laju Inflasi
Tahun Banten DIY
Timur Jakarta Barat Tengah Utara Selatan Sebelumnya
2000 22.57 23.81 10.26 10.15 20.92 49.62 20.95 35.14 2.01
2001 2.56 49.04 6.52 6.52 32.43 22.11 33.86 50.00 9.35
2002 11.36 38.71 14.60 46.94 28.37 35.47 36.47 25.00 12.55
2003 11.84 6.81 13.97 31.94 8.24 11.89 8.84 10.67 10.03
2004 13.14 6.33 14.53 8.42 7.23 1.39 6.34 9.64 5.06
2005 9.68 6.00 11.39 13.59 6.85 9.59 11.73 12.09 6.40
2006 14.7 15.07 9.65 13.10 15.38 15.00 22.97 20.00 17.11
2007 15.00 -0.37 0.00 0.00 11.11 0.00 3.15 10.00 6.60
2008 11.48 19.18 26.93 26.51 9.40 27.39 8.04 10.00 6.59
2009 14.0 10.0 10.6 9.6 5.1 19.5 10.1 22.2 11.06
2010 10.5 4.5 6.9 4.1 14.8 6.5 6.6 10.5 2.78
2011 11.90 15.38 9.01 4.68 2.27 8.36 7.31 10.00 6.96
Buku Pegangan
152 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Jawa DKI Jawa Jawa Sumatera Sulawesi Laju Inflasi
Tahun Banten DIY
Timur Jakarta Barat Tengah Utara Selatan Sebelumnya
Gambar 39 Gambar 40
UMP Wilayah Sumatera UMP Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara
JAMBI NTT
Gambar 41 Gambar 42
UMP Wilayah Kalimantan-Sulawesi UMP Wilayah Gorontalo-Maluku-Papua
KALBAR
GORONTALO
KALTENG
KALSEL
MALUKU
KALTIM
SULSEL PAPUA
SULTRA
8%
6%
4%
2%
0%
-2%
-4%
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 6,38% 0,78% 4,51% 3,26% 3,28% 8,62% 5,62%
Industri 5,14% 0,62% 2,17% -0,10% -2,84% 1,10% -0,02%
Jasa dan Lainnya -0,22% 1,05% 2,27% 2,20% 2,56% 1,68% 5,50%
Gambar 44
PDRB per Tenaga Kerja Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2005 dan 2011
(Juta Rupiah/Pekerja)
100
80
60
40
20
0
Sumatera Utara
Bengkulu
NTT
Maluku
Papua Barat
DIY
NTB
Riau
Bali
Gorontalo
Kepulauan Riau
Kalimantan Timur
Jawa Timur
Banten
Aceh
Sulwesi Utara
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Lampung
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Maluku Utara
Sumatera Barat
Jambi
Jawa Tengah
Bangka Belitung
DKI Jakarta
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara
Indonesia
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Papua
Buku Pegangan
154 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 45 Gambar 46
Persentase Pekerja Menurut Tingkat Persentase Pekerja Profesional/Semi Skill
Pendidikan (Agustus 2012) Terhadap Jumlah Pekerja
Indonesia NASIONAL
Papua PAPUA BARAT
Papua Barat PAPUA
Maluku Utara MALUKU UTARA
Maluku MALUKU
Sulawesi Barat GORONTALO
Gorontalo SULBAR
Sulawesi Tenggara SULTRA
Sulawesi Selatan SULSEL
Sulawesi Tengah SULTENG
Sulwesi Utara SULUT
Kalimantan Timur KALTIM
Kalimantan Selatan KALSEL
Kalimantan Tengah KALTENG
Kalimantan Barat KALBAR
NTT NTT
NTB NTB
Bali BALI
Banten BANTEN
Jawa Timur JATIM
DIY DI YOGYAKARTA
Jawa Tengah JATENG
Jawa Barat JABAR
DKI Jakarta DKI JAKARTA
Kepulauan Riau JAMBI
Bangka Belitung SUMSEL
Lampung BENGKULU
Bengkulu LAMPUNG
Sumatera Selatan BABEL
Jambi KEPRI
Riau RIAU
Sumatera Barat SUMBAR
Sumatera Utara SUMUT
Aceh NAD
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
NANGGROE ACEH
BANGKA BELITUNG
LAMPUNG
PAPUA
SULAWESI SELATAN
RIAU
BANTEN
MALUKU
SUMATERA BARAT
JAWA BARAT
JAMBI
JAKARTA
BALI
GORONTALO
JAWA TENGAH
SULAWESI UTARA
NUSA TENGGARA BARAT
KALIMANTAN BARAT
MALUKU UTARA
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI BARAT
SUMATERA UTARA
BENGKULU
D I YOGYAKARTA
PAPUA BARAT
SUMATERA SELATAN
KEPULAUAN RIAU
SULAWESI TENGGARA
JAWA TIMUR
KALIMANTAN TENGAH
SULAWESI TENGAH
KALIMANTAN SELATAN SD-SMA D1-D3 D4/S1-S3
Buku Pegangan
156 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
No Daerah Status LPSE No Daerah Status LPSE
Tabel 16
Peta Sebaran Daerah yang Sudah Menerapkan E-Proc Tahun 2013
No Daerah Status E-PROC No Daerah Status E-PROC
40
35
30
25
20
15
10
Kalbar
Jatim
NTT
Malut
DIY
Maluku
NTB
Kaltim
Riau
Sultra
Bengkulu
Bali
Kalteng
Gorontalo
Sulut
Kepri
Banten
Aceh
Jabar
Sulbar
Papua Barat
Sulsel
Sumbar
Babel
Kalsel
Jambi
Jateng
Sumut
Sumsel
DKI Jakarta
Sulteng
Lampung
Papua
Jumlah Kab/Kota Jumlah LKPD
Gambar 49
Pencapaian Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemda Tahun 2012
35
30
25 27
3 28
20 4
15
2 24 1
18 1 1
17 16 2
10 19 1 12 1 6 1
4
5 2 13 11 8 9
5 8 11 6 6 11 5 9 9 10 8 10
7 8 3 7 7 7 4 7 4
4 5 4 3 3 3 4
0 2 3 2 2 2 1 3 3 1 1 1 1 1 2 1
Kaltim
Riau
Bali
Kalbar
Banten
Aceh
Jabar
DIY
Jatim
Sulbar
Sumbar
NTT
Maluku
Babel
Kalsel
Sulut
Malut
NTB
Jambi
Jateng
Sumut
DKI Jakarta
Sulteng
Sultra
Bengkulu
Lampung
Kalteng
Gorontalo
Kepri
Papua Barat
Sulsel
Sumsel
Papua
Buku Pegangan
158 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.9.4 Implementasi SAKIP
Tabel 17
Pengkategorian Penilaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Nilai
No Predikat Interpretasi Karakteristik Instansi
Absolut
Tabel 18
Pencapaian Skor LAKIP di Level Provinsi Tahun 2012
No Provinsi Predikat No Provinsi Predikat
1 DIY B 18 Kalimantan Barat CC
2 Jawa Tengah B 19 Bali CC
3 Jawa Timur B 20 Nusa Tenggara Barat CC
4 Kalimantan Selatan B 21 Nusa Tenggara Timur CC
5 Kalimantan Timur B 22 Sulawesi Utara CC
6 Sumatera Selatan B 23 Sulawesi Tengah CC
7 Aceh CC 24 Sulawesi Selatan CC
8 Sumatera Utara CC 25 Maluku CC
9 Sumatera barat CC 26 Kep Bangka Belitung C
10 Riau CC 27 Kalimantan Tengah C
11 Kepulauan Riau CC 28 Gorontalo C
12 Jambi CC 29 Sulawesi Barat C
13 Bengkulu CC 30 Sulawesi tenggara C
14 Lampung CC 31 Maluku Utara C
15 DKI Jakarta CC 32 Papua C
16 Jawa Barat CC 33 Papua Barat C
17 Banten CC
Sumber: Kementerian PAN & RB, 2012
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0
150
200
250
300
350
100
50
Aceh
Sumatera Utara
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Sumatera Barat 67,30
Riau
IDI
Jambi
63,17
Buku Pegangan
Sumatera Selatan
65,48
Bengkulu
IDI
Lampung
Kep. Bangka Belitung
L.9.5 Perkembangan Politik
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
86,97
Jawa Barat
Jawa Tengah
82,53
D.I.Yogyakarta
Kebebasan Sipil
Jawa Timur
Kebebasan Sipil
Gambar 51
Gambar 50
Hak Politik
Kalimantan Barat 54,60
2011
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan 47,87
Indeks Demokrasi Indonesia
Kalimantan Timur
Hak Politik
Lembaga Demokrasi
Gorontalo
Sulawesi Barat 62,72
Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Provinsi Tahun 2011
Maluku
Maluku Utara 63,11
Papua Barat
Papua 74,72
Lembaga Demokrasi
NASIONAL
Gambar 52
Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Kepulauan Tahun 2011
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
SUMATER BALI-NTB- KALIMANT MALUKU-
NASIONAL JAWA SULAWESI
A NTT AN PAPUA
IDI 65,48 67,91 67,43 67,01 71,00 64,53 62,09
Kebebasan Sipil 80,79 81,99 82,02 82,56 84,47 89,01 90,51
Hak Politik 47,54 53,89 48,05 49,08 53,36 40,90 38,04
Lembaga Demokrasi 74,72 72,47 79,89 75,94 82,07 71,28 64,56
Sumber: BPS
Gambar 53
Jumlah Kabupaten/Kota dan Jumlah Pemilih Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009
40 20 %
18
38
35
35
16
30
14
28
25
27
12
26
23
23
20 10
20
19
8
15
15
6
14
14
14
13
13
10
12
11
11
4
10
10
9
9
9
9
8
5
7
2
6
6
5
0 0
Sumatera Selatan
Maluku
Riau
Bengkulu
Bali
Papua
Sumatera Utara
Kepulauan Riau
Gorontalo
Jawa Timur
Aceh
Banten
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
D.I. Yogyakarta
Maluku Utara
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Jambi
Sulawesi Selatan
DKI Jakarta
Jawa Barat
Kalimantan Barat
Sumatera Barat
Jawa Tengah
Kalimantan Tengah
Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara
Lampung
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
60
40 77,44 72,56
20
0
1971 1977 1982 1987 1992 1997 1999 2004 2009
Gambar 55
Tingkat Partisipasi Politik Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden
Papua Barat
Papua
Maluku Utara
Maluku
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
D.I. Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Kepulauan Riau
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Buku Pegangan
162 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 56
Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilpres di Berbagai Wilayah
Sumatera Jawa
30.000.000 80.000.000
69,95% 72,45%
70.000.000
25.000.000
60.000.000
20.000.000
50.000.000
15.000.000 40.000.000
30,05%
30.000.000 27,55%
10.000.000
20.000.000
5.000.000
10.000.000
0 0
Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang
Menggunakan Hak Pilih Tidak Menggunakan Menggunakan Hak Tidak Menggunakan
Hak Pilih Pilih Hak Pilih
Sumatera
Jalan 3 5.340,5 - - - - 3 5.340,5
SDA 1 350,0 3 449,8 - - 4 799,8
Bandara 5 6.157,7 - - - - 5 6.157,7
Kereta Api 1 5.175,0 - - 1 878,0 2 6.053,0
Pelabuhan 4 7.315,0 4 1.789,1 1 6.000,0 9 15.104,1
Perhub. Darat 2 477,3 - - - - 2 477,3
Energi 14 28.517,4 14 41.669,1 1 4.172,0 29 74.358,5
ICT - - - - - - - -
Sub Total 30 53.332,9 21 43.908,1 3 11.050,0 54 108.291,1
Jawa
Jalan 8 47.358,0 3 59.025,0 - - 11 106.383,0
SDA 6 6180,0 1 1.900,0 2 6.105,0 9 14.185,0
Bandara 5 14.266,0 3 16.938,0 1 8.299,0 9 39.503,0
Kereta Api 9 23.594,6 3 43.883,0 1 2.237,0 13 69.714,5
Pelabuhan 6 16.567,8 2 443,0 - - 8 17.010,8
Perhub. Darat 1 1.253,0 - - - - 1 1.253,0
Energi 13 83.749,0 10 72.735,0 - - 23 15.6484,0
ICT 1 11.287,0 - - - - 1 11.287,0
Sub Total 49 204.255,3 22 194.924,0 4 16.641,0 75 415.820,3
Kalimantan
Jalan 4 11.329,0 - - 1 3.600,0 5 14.929,0
SDA 2 507,0 1 226,0 - - 3 733,0
Bandara 4 3.427,0 - - - - 4 3.427,0
Kereta Api - - 2 26.500,0 - - 2 26.500,0
Pelabuhan 6 11.721,0 2 702,0 1 4.800,0 9 17.223,0
Perhub. Darat - - - - - - - -
Energi 7 9.371,3 5 6.692,3 - - 12 16.063,6
ICT - - - - - - - -
Sub Total 23 36.355,3 10 34.120,3 2 8.400,0 35 78.875,6
Sulawesi
Jalan - - - - 1 3.152,0 1 3.152,0
SDA 2 1.270,0 5 747,5 - - 7 2.017,5
Bandara - - - - - - - -
Buku Pegangan
164 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Sudah
Akan Groundbreaking
Groundbreaking Grand Total
2011-2012 2013 2014
Sektor
Nilai Nilai Nilai
Jumlah Investasi Jumlah Investasi Jumlah Investasi Jumlah Total
Proyek (Miliar Proyek (Miliar Proyek (Miliar Proyek (Miliar Rp)
Rp) Rp) Rp)
Kereta Api - - - - - - - -
Pelabuhan 4 689,7 5 3.199,4 1 3.600,0 10 7.489,2
Perhub. Darat - - 3 4.776,0
Energi 9 6.467,1 4 4.150,0 1 2.800,0 12 12.487,6
ICT - - 1 3.846,5 - - 16 15.789,9
Sub Total 15 8.426,8 15 11.943,4 3 9.552,0 49 45.712,2
Bali-Nusa Tenggara
Jalan 2 2.218,0 - - - - 2 2.218,0
SDA 3 1.069,0 1 60,0 1 1.000,0 5 2.129,0
Bandara 2 3.413,0 1 8,0 - - 3 3.421,0
Kereta Api - - - - 1 12.100,0 1 12.100,0
Pelabuhan 3 408,0 - - - - 3 408,0
Perhub. Darat 3 467,0 - - - - 3 467,0
Energi 2 140,0 5 5.660,0 - - 7 5800
ICT - - - - - - 0 0
Sub Total 15 7.715,0 7 5.728,0 2 13.100,0 24 26.543,0
Papua-Kep. Maluku
Jalan 2 5.776,0 - - - - 2 5.776,0
SDA - - - - - - - -
Bandara - - - - - - - -
Kereta Api - - - - - - - -
Pelabuhan 11 3.482,5 - - 1 1.609,0 12 5,091,5
Perhub. Darat - - - - - - - -
Energi 2 770,0 - - 1 3.500,0 3 4.270,0
ICT - - 1 3.600,0 - - 1 3.600,0
Sub Total 15 10.028,5 1 3.600,0 2 5.109,0 18 18.737,5
Buku Pegangan
168 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
No Peraturan Substansi yang telah diperbaiki PIC
25 Perpres Nomor 28 Tahun 2011 Perlunya aturan pelaksana yang lebih detail Kementerian
tentang Penggunaan Kawasan Hutan tentang pertambangan bawah tanah dalam Kehutanan
Lindung untuk Penambangan Bawah rangka investasi geothermal (perpres) sebagai
Tanah aturan pelaksana dari PP No.68 Tahun 1998
tentang Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan
Suaka Alam.
26 Perpres Nomor 53 Tahun 2012 Penguatan pengaturan tentang PSO, IMO dan TAC Kementerian
Kewajiban Pelayanan Publik dan Perkretaapian dalam bentuk Perpres sebagai revisi Keuangan,
Subsidi Angkutan Perintis Bidang dari SKB Tiga Menteri tentang PSO, IMO dan TAC Kementerian
Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Perkretaapian Perhubungan,
Prasarana Perkeretaapian Milik Kementerian
Negara, Serta Perawatan dan BUMN,
Pengoperasian Prasarana Bappenas.
Perkeretaapian Milik Negara
27 Perpres Nomor 71 Tahun 2012 Peraturan operasional terhadap UU Nomor 2 Kemenko
tentang Penyelenggaraan Tanah Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Bidang
untuk Pembangunan dalam rangka Pembangunan dalam rangka Kepentingan Umum Perekonomian
Kepentingan Umum
28 Perpres No 73 Tahun 2012 tentang Pengaturan mengenai pengelolaan ekosistem Kementerian
Strategi Nasional Pengelolaan mangrove berkelanjutan yang merupakan bagian Kehutanan
Ekosistem Mangrove integral dari pengelolaan wilayah pesisir yang
terpadu dengan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
diperlukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan
sinergi lintas sektor, instansi dan lembaga.
29 Perpres No 88 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Kemenko
Kebijakan Pengelolaan Sistem Hidrometeorologi, Hidrogeologi pada Tingkat Bidang
Informasi Hidrologi, Nasional sebagai arahan strategis untuk Perekonomian
Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi mendukung pengelolaan sistem Informasi Sumber
pada Tingkat Nasional Daya Air
30 Perpres No 9 Tahun 2013 tentang Sebagai pelaksanaan Keputusan MK terhadap BP Kementerian
Penyelenggaraan Pengelolaan Migas ESDM
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi
31 Keppres Nomor 22 Tahun 2011 Pelaksanaan Pasal 36 UU Nomor 10 Tahun 2009 Kementerian
tentang Badan Promosi Pariwisata tentang Kepariwisataan Pariwisata dan
Indonesia Ekonomi Kreatif
32 Inpres Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penyeimbangan dan penselarasan pembangunan Kementerian
Penundaan Pemberian Izin Baru dan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta Kehutanan
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui
Alam Primer dan Lahan Gambut penundaan pemberian izin baru hutan alam
primer dan lahan gambut yang berada di hutan
konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan
produksi terbatas, hutan produksi biasa/tetap,
hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area
penggunaan lain
33 Peraturan Menteri Keuangan Nomor Peninjauan kembali Struktur Tarif Bea Keluar yang Kementerian
128/PMK.011/2011 tentang Mendorong Industri Hilir produk CPO turunannya Keuangan
Perubahan Atas Peraturan Menteri khususnya yang terkait dengan penerapan Bea
Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 Keluar progresif untuk kelapa sawit, karet, kakao,
tentang Penetapan Barang Ekspor termasuk industri turunannya (ex: industri bio
yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif diesel) dan PPN yang terintegrasi agar tidak ada
Bea Keluar lagi pajak ganda (double taxation)
Tabel 21
Daftar Regulasi Terkait MP3EI yang Sedang Diperbaiki
No Peraturan Substansi yang PIC Keterangan
diperbaiki
1. Perubahan UU Nomor 49 Prp.Tahun Menyangkut aset BUMN Kementerian Pembahasan di DPR
1960 tentang Panitia Urusan Piutang sebagai Kekayaan Keuangan
Negara. Negara
2. RUU tentang Percepatan Kementerian Pembahasan di DPR
Pembangunan Daerah Tertinggal PDT
3. RPP tentang Fasilitas Perlakuan PPh, Pengembangan KEK Kementerian Sedang dalam
PPN dan PPn BM serta Perlakuan dalam rangka Keuangan, pembahasan antar
Kepabeanan dan Cukai atas mendukung MP3EI dan Kemenko kermenterian/lembaga
Pemasukan dan Pengeluaran barang sebagai pelaksanaan UU Bidang
ke dan dari serta yang berada di Nomor 39 Tahun 2009 Perekonomian
Kawasan Ekonomi Khusus. tentang KEK
4. Revisi PP Nomor 38 Tahun 2003 Perlunya perluasan Kementerian Finalisasi Draft RPP di
tentang Perubahan Atas PP Nomor klasifikasi jenis barang Keuangan Kementerian
146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau jasa yang perlu Keuangan.
dan/atau Penyerahan Barang Kena mendapatkan fasilitas
Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan pembebasan PPN.
Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
5. RPP Pengelolaan B3, Limbah B3 dan Pengaturan mengenai Kementerian Pembahasan antar
Dumping pengelolaan dan limbah LH Kementerian/Lembaga
B3 sebagai Revisi PP
Nomor 18 Tahun 1999
jo. PP Nomor 85 tahun
1999 tentang
Pengelolaan Limbah B3
Buku Pegangan
172 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.11 Postur Pendapatan dan Belanja Daerah
Gambar 59
Tren APBD Tahun Anggaran 2009-2012
700000
600000
500000
Miliar Rupiah
400000
300000
200000
100000
-100000
2009 2010 2011 2012
Pembiayaan 367268 386338 459893 551583
Belanja 415232 426857 495274 591887
Surplus/Defisit -47964 -40519 -35381 -40304
Pembiayaan 49968 40818 36119 40999
80%
70%
60%
50%
40%
30%
75,7 71,2 69,0
78,6 76,0 74,4
20%
10%
16,8 17,8 17,8 18,6 19,7 20,4
0%
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 62 Gambar 63
Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan
Pemerintah Kabupaten/Kota Tahun 2012 Pemerintah Provinsi Tahun 2012
Bali 27,3% Jawa Timur 78,7%
Jawa Barat 14,2% Banten 76,4%
Kep. Riau 13,7% Kalimantan Selatan 63,5%
Jawa Timur 13,6% DKI Jakarta 61,0%
DI Yogyakarta 13,1% Lampung 57,0%
Sumatera Utara 11,9% Jawa Barat 55,9%
Jawa Tengah 9,9% Sumatera Utara 54,9%
Nusa Tenggara Barat 8,2% Bali 53,5%
Maluku Utara 8,0% Jawa Tengah 53,5%
Riau 7,3% Sulawesi Selatan 51,0%
Sulawesi Selatan 7,3% Kalimantan Timur 47,2%
Kep. Bangka Belitung 7,2% Sumatera Barat 44,0%
Banten 7,2% DI Yogyakarta 41,3%
Sumatera Selatan 7,0% Jambi 41,1%
Sumatera Barat Kalimantan Barat 39,2%
6,9%
Kalimantan Timur Sumatera Selatan 38,5%
6,5%
Riau 33,2%
Kalimantan Barat 6,3%
Nusa Tenggara Barat 32,2%
Kalimantan Selatan 6,2%
Sulawesi Utara 32,0%
Gorontalo 6,1%
Kalimantan Tengah 31,5%
Aceh 5,4%
Bengkulu 31,1%
Jambi 5,3%
Kep. Bangka Belitung 30,4%
Nusa Tenggara Timur 5,3%
Sulawesi Tenggara 28,8%
Sulawesi Tenggara 5,1%
Kep. Riau 28,1%
Lampung 4,7% Sulawesi Tengah 26,2%
Kalimantan Tengah 4,5% Gorontalo 17,7%
Sulawesi Utara 4,5% Nusa Tenggara Timur 17,7%
Sulawesi Tengah 4,3% Maluku 17,2%
Bengkulu 4,1% Sulawesi Barat 14,2%
Papua 3,7% Aceh 9,2%
Sulawesi Barat 3,4% Maluku Utara 8,3%
Papua Barat 3,4% Papua 5,5%
Maluku 2,9% Papua Barat 3,5%
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 0,0% 50,0% 100,0%
Buku Pegangan
174 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
3.11.2 Postur Belanja Daerah
Gambar 64
Komposisi Belanja Daerah Tahun 2009-2012
300000
250000
200000
Miliar Rupiah
150000
100000
50000
0
2009 2010 2011 2012
Belanja Pegawai 180439 198562 229081 261153
Belanja Barang dan Jasa 79600 82007 104221 122225
Belanja Modal 114598 96179 113523 137438
Belanja Lain-Lain 40594 50110 48449 96155
Gambar 65
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah Menurut Wilayah Tahun 2012
60%
49,9% 50,4%
50%
43,5% 43,4%
40% 37,5%
36,0%
30%
20%
10%
0%
Sumatera Jawa-Bali Sulawesi Kalimantan NT-Maluku-Papua
Tabel 22
Daerah Dengan Postur APBD Tahun 2012 yang Baik
Rasio PAD Terhadap Rasio Belanja Modal Rasio Belanja Pegawai
Daerah
Pendapatan terhadap Total Belanja Terhadap Total Belanja
Provinsi Banten 76,4 25,0 12,3
Provinsi Kalimantan Timur 47,2 25,6 12,0
Rata-rata Provinsi (33 Provinsi) 37,1 13,4 20,7
Kota Tangerang Selatan 26,13 34,3 34,9
Kab. Halmahera Timur 12,81 30,6 31,9
Rata-rata Kab/Kota 7,6 24 51,1
Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)
Buku Pegangan
176 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
0%
100%
10%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
20%
0%
100%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Aceh 90%
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Pendidikan
Sumatera Barat
Sumatera Barat
Pendidikan
Bengkulu
Riau
Pelayanan Umum
Lingkungan Hidup
Lampung
Jambi
Pelayanan Umum
Lingkungan Hidup
DKI Jakarta
Sumatera Selatan
Jawa Tengah
Bengkulu
DI Jogjakarta
Lampung
Jawa Timur
Jawa Barat
Kalimantan Barat
Jawa Tengah
Ekonomi
Ekonomi
Sulawesi Selatan Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Barat Kalimantan Timur
Perlindungan Sosial
Perlindungan Sosial
Sulawesi Utara
Pariwisata dan Budaya
Gambar 69
Gambar 68
Kesehatan
Bali Komposisi Belanja Provinsi Menurut Fungsi Tahun 2012 Maluku Utara
Kalimantan Timur Banten
Kalimantan Selatan Bangka Belitung
Jawa Barat Gorontalo
Sumatera Selatan Kepulauan Riau
Komposisi Belanja Kabupaten/Kota Menurut Fungsi dan Provinsi Tahun 2012
177
TIM
PENYUSUN
Buku Pegangan
178 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014