Anda di halaman 1dari 199

Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014

MEMANTAPKAN PEREKONOMIAN NASIONAL BAGI


PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT YANG BERKEADILAN

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
April 2013
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional

Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014: Memantapkan


Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan


Pembangunan Nasional, Republik Indonesia

Foto cover : Pras Widjojo

Diterbitkan oleh:
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
mensejahterakan rakyat. Pimpinan daerah baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam
menyusun langkah-langkah dan strategi kebijakannya perlu saling berkoordinasi dan
bersinergi untuk mencapai perekonomian nasional yang semakin mantap.

Buku ini disusun sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan sinergi langkah-langkah
kebijakan, program dan kegiatan antara pemerintah pusat dan daerah. Buku ini berisikan
antara lain poin-poin utama kebijakan pemerintah pusat untuk tahun 2014, hasil evaluasi
paruh waktu RPJMN 2010-2014 dan kerangka pemantapan perekonomian nasional bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan beserta langkah-langkah bagi daerah
untuk mencapainya.

Saya berharap, buku ini dapat menjadi pegangan bagi segenap aparatur pemerintah daerah
dalam menyusun strategi dan langkah-langkah pembangunan di daerah. Melalui pemahaman
yang sama terhadap konsep dan faktor-faktor penentu untuk memantapkan perekonomian
nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, segenap jajaran
Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemangku kepentingan lainnya dapat bersama-sama
menyamakan langkah untuk menyusun strategi yang lebih harmonis dan terintegrasi.

Dengan terbitnya Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014 ini, saya
menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang telah bekerja dengan
itikad dan dedikasi yang baik dalam menyusunnya.

Semoga Tuhan yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kemudahan dan bimbingan Nya
dalam setiap upaya kita untuk memantapkan perekonomian nasional, agar terjadi akselerasi
dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia demi peningkatan kesejahteraan rakyat
yang berkeadilan.

Jakarta, 23 April 2013


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Armida S. Alisjahbana
RINGKASAN EKSEKUTIF

Foto:
Foto:Pras
PrasWidjojo
Widjojo

Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah ini dimaksudkan untuk memberikan


penjelasan tentang pentingnya peran perencanaan dan strategi pembangunan daerah untuk
mendukung Pemantapan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
yang Berkeadilan. Oleh sebab itu, secara lebih spesifik tujuan dari disusunnya buku ini adalah
untuk memberikan panduan bagi daerah tentang: (i) kerangka pembangunan untuk mencapai
Pemantapan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang
Berkeadilan; serta (ii) upaya dan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh daerah untuk
mendukung pencapaian tema pembangunan 2014.
Walaupun kondisi perekonomian dunia sepanjang tahun 2010-2012 dalam tekanan yang
cukup berat, kinerja perekonomian nasional terlihat masih terjaga baik dengan pertumbuhan
ekonomi berada pada tingkat yang cukup tinggi. Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai 6,2 persen; sedangkan pada tahun 2011 pertumbuhannya mencapai 6,5
persen.

Di saat kondisi ekonomi global mulai pulih, perekonomian domestik harus tetap terjaga
dengan fundamental ekonomi yang tetap kokoh dan daya saing yang lebih baik. Selanjutnya,
ekspor dan investasi harus didorong untuk tumbuh tinggi, agar ekonomi nasional dapat
meningkat dengan lebih baik, terutama untuk terus mengembangkan sektor produktif padat
karya agar dapat memperluas kesempatan kerja. Hal ini sangat penting karena perluasan
kesempatan kerja akan dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Momentum pertumbuhan ekonomi perlu tetap dijaga agar peningkatan kesejahteraan rakyat
terutama pengentasan kemiskinan dan penurunan pengangguran dapat dipercepat. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pun perlu dilakukan tanpa mengesampingkan
persoalan lingkungan. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
i
Nasional (RPJMN 2010-2014) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan, pelaksanaan
pembangunan di pusat dan di daerah perlu dilaksanakan melalui empat jalur strategi, yaitu
pertumbuhan (pro-growth), kesempatan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan (pro-poor)
dan pelestarian lingkungan hidup (pro-environment).
Seiring dengan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, tantangan yang
dihadapi oleh kita bersama adalah meningkatkan pemahaman publik di kalangan Pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat baik di tingkat Pusat maupun Daerah; tentang manfaat dan
peluang yang dapat diperoleh dengan pelaksanaan MEA 2015. Pembentukan MEA sebenarnya
dapat memberikan peluang bagi Indonesia dengan terbukanya pasar baru bagi barang, jasa,
investasi, pekerja terampil dan arus modal di kawasan ASEAN. Di lain pihak, Bangsa Indonesia
harus bekerja keras untuk meningkatkan daya saing dan memperkuat ketahanan nasional agar
dapat bersaing dengan negara ASEAN lain.
Pemerintah melalui mekanisme perencanaannya telah menyusun langkah-langkah
pembangunan untuk mencapai sasaran pembangunan 5 (lima) tahun dalam RPJMN 2010-
2014 yaitu Mewujudkan Indonesia yang Demokratis, Sejahtera dan Berkeadilan. Adapun
langkah-langkah tersebut kemudian dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang
disusun setiap tahun. Pada tahun 2014, tema pembangunan nasional adalah Memantapkan
Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan. Dengan
demikian, secara menyeluruh tema RKP dari tahun 2010-2014 ditunjukkan pada Gambar
berikut.
Tema Pembangunan yang Tertuang Dalam RKP

Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat


2010
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tatakelola dan Sinergi
2011 Pusat dan Daerah
Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan Bagi
2012 Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
Memperkuat Perekonomian Domestik Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
2013
3
MEMANTAPKAN PEREKONOMIAN NASIONAL BAGI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT YANG
2014
4 BERKEADILAN

Pelaksanaan Pembangunan Nasional sampai dengan paruh waktu RPJMN 2010-2014 telah
memberikan capaian yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2010 hingga 2012
masih dalam kisaran sasaran RPJMN (sekitar 6,3-6,8 persen per tahun, dengan peningkatan
bertahap mulai dari 5,5-5,6 persen pada tahun 2010 menjadi sekurang-kurangnya 7 persen
pada tahun 2014). Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,2 persen, kemudian
berkembang lebih baik pada tahun 2011 menjadi 6,5 persen, lebih tinggi dari yang telah
ditargetkan. Pada tahun 2012, meskipun krisis keuangan Eropa memberikan tekanan yang
cukup kuat, perekonomian nasional pada tahun 2012 masih dapat tumbuh sebesar 6,2
persen.

ii Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Pertumbuhan ekonomi yang kokoh memberikan pengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja sehingga mampu menekan angka pengangguran. Rata-rata 1,39 persen angkatan
kerja mampu diserap setiap tahunnya, sehingga angka pengangguran dapat ditekan menjadi
6,14 persen pada tahun 2012, yang sebelumnya pada tahun 2010 mencapai 7,14 persen.
Sejalan dengan itu, tingkat kemiskinan juga berhasil diturunkan. Pelaksanaan Pembangunan
Daerah sampai dengan paruh waktu RPJMN 2010-2014 telah memberikan hasil capaian yang
cukup baik. Pencapaian target pembangunan dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi,
tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Untuk beberapa provinsi menunjukkan capaian
yang cukup baik, namun masih banyak provinsi yang perlu terus meningkatkan upaya dalam
mencapai target-target pembangunan tersebut.
Kemudian, di dalam Bab IV telah dijabarkan secara rinci kerangka dasar untuk memantapkan
perekonomian nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Kerangka
tersebut pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Pemantapan perekonomian nasional, yang dititikberatkan pada aspek pendorong


pertumbuhan ekonomi (growth);
2. Peningkatan stabilitas (stability), yang terdiri dari aspek stabilitas ekonomi, sosial
dan politik;
3. Pemerataan yang berkeadilan (equity), yang memberikan kesempatan yang sama
kepada seluruh masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan dan
menikmati hasil pembangunan (inclusiveness).

Kerangka Dasar Pemantapan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan


Rakyat yang Berkeadilan

PEMANTAPAN PEREKONOMIAN NASIONAL BAGI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT YANG


BERKEADILAN

1 Pertumbuhan Ekonomi a. Sisi pengeluaran


(Growth) b. Sisi produksi

a. Ekonomi
2 Stabilitas (Stability) b. Sosial
c. Politik

Pemerataan yang Berkeadilan Inclusiveness:


3
(Equity) Peningkatan partisipasi masyarakat untuk
berperan dan menikmati pembangunan

Dalam Bab V dijelaskan secara rinci mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk bersama-sama dengan pemerintah pusat dalam mencapai target
pembangunan nasional tahun 2014, serta untuk mendorong sinergi pembangunan antar

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
iii
wilayah. Hal ini sangat penting karena efektivitas pembangunan akan tercipta jika ada
harmonisasi kebijakan dan program antara pusat dan daerah serta antar daerah. Sinergi
kebijakan pembangunan antara pusat dan daerah dapat dilakukan sejak proses perencanaan
sampai dengan proses implementasinya. Oleh sebab itu, kesamaan langkah dan sinergi
kebijakan ini perlu dituangkan dalam:
1. Sinergi antara dokumen perencanaan pembangunan pusat dan daerah (RPJPN dan
RPJPD, RPJMN dan RPJMD, RKP dan RKPD), terutama tahun 2014 merupakan tahun
terakhir pelaksanaan RPJMN 2010-2014;
2. Sinergi dalam penetapan target pembangunan daerah, yang tentunya harus
mempertimbangkan kontribusi daerah dalam mencapai target pembangunan
nasional;
3. Perkuatan koordinasi antar pelaku pembangunan di pusat dan daerah pada saat
implementasi kebijakan dan program untuk mencapai target pembangunan nasional
dan daerah yang diinginkan.
Selanjutnya, langkah-langkah yang tertuang secara rinci dalam Bab V ini dapat dijadikan
sebagai referensi oleh seluruh pemangku kepentingan di daerah untuk memberikan
kontribusi dan merumuskan strategi pembangunan daerah; sehingga Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dapat bersinergi dalam mencapai target dan sasaran pembangunan
nasional tahun 2014 serta untuk memantapkan perekonomian nasional bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

iv Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
Proyek Irigasi
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
Micro Hydro Project di Sulawesi Tengah
DAFTAR ISI

Kata Sambutan
Ringkasan Eksekutif i
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi

BAB I
1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 2


1.1.1 Perkembangan Kondisi Ekonomi Global 2
1.1.2 Perkembangan Ekonomi Nasional 3
1.1.3 Perkembangan Regional dan Masyarakat Ekonomi ASEAN 5
(MEA) 2015
1.1.4 Pentingnya Pemantapan Ekonomi Nasional untuk 7
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
1.2 Maksud dan Tujuan 8

BAB II
11
Kebijakan Pembangunan Nasional Tahun 2014

2.1 Sasaran Pembangunan Nasional 12


2.2 Arahan Presiden 13
2.3 Tema dan Prioritas RKP 2014 15
2.3.1 Tema Pembangunan 15
2.3.2 Prioritas Nasional Tahun 2014 16
2.4 Isu Strategis 2014 17

Mementapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
vii
BAB III
21
Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014

3.1 Evaluasi Pembangunan Prioritas Nasional 22


3.2 Evaluasi Pembangunan Daerah 42
3.2.1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 42
3.2.2 Tingkat Kemiskinan 44
3.2.3 Tingkat Pengangguran 45
3.2.4 Isu Strategis dan Kebijakan Ekonomi Provinsi Tahun 2013 48
Boks 3.1 Hasil Survei PTSP di Daerah 60
Boks 3.2 Pemenang Penyelenggara PTSP Penanaman Modal 63
Boks 3.3 Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) sebagai Unit Pelayanan Publik Satu 65
Pintu yang Efisien dan Handal

BAB IV
Kerangka Pemantapan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan 69
Rakyat yang Berkeadilan

4.1 Pemantapan Perekonomian Nasional 70


4.2 Peningkatan Stabilitas 74
4.3 Pemerataan yang Berkeadilan 77
Boks 4.1 Partisipasi Pemerintah Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan 81
Tingkat Kemiskinan (Success Story dari Provinsi Kepualauan Riau)

BAB V
Langkah-Langkah Daerah Bagi Pemantapan Perekonomian dan Peningkatan 85
Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan

5.1 Pengantar 86
5.2 Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan Daerah 87
5.2.1 Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah 87
5.2.2 Mendorong Stabilitas 96
5.2.3 Mendorong Pemerataan yang Berkeadilan 103
Boks 5.1 Penghargaan Primaniyarta Kepada Eksportir Pelopor Pasar Baru 118
Boks 5.2 Daerah yang Berhasil Mengurangi Tingkat Pengangguran 119
Boks 5.3 Daerah yang Berhasil Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan 120

BAB VI
123
Penutup

Daftar Pustaka 126


Lampiran 127

Buku Pegangan
viii Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Daftar Gambar Lampiran

Gambar 1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin, 2006- 128
2012
Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2008-2012 130
Gambar 3 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011 130
Gambar 4 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin per 131
Provinsi (September 2012)
Gambar 5 Jumlah Penganggur Berdasarkan Perkotaan dan Perdesaan (Ribu 132
Orang)
Gambar 6 Tingkat Pengangguran Terbuka per Provinsi (%) 133
Gambar 7 Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat per Provinsi 133
Gambar 8 Peran Konsumsi Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 134
Provinsi Tahun 2010-2011
Gambar 9 Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional (Januari-September 134
2012)
Gambar 10 Share Realisasi PMDN per Provinsi Tahun 2011-2012 (%) 135
Gambar 11 Share Realisasi PMA per Provinsi Tahun 2011-2012 (%) 135
Gambar 12 Rasio Kerapatan Jalan (Km/Km2) Tahun 2012 136
Gambar 13 Rasio Kerapatan Jalan (Km/Unit) Tahun 2011 136
Gambar 14 Perbandingan Kondisi Jalan Nasional dan Daerah (%) 137
Gambar 15 Jumlah Bandara per Provinsi Tahun 2010 138
Gambar 16 Jumlah Penumpang Pesawat Udara per Provinsi Tahun 2011 138
Gambar 17 Tingkat Kinerja Pelabuhan Utama Indonesia 139
Gambar 18 Rasio Elektrifikasi Tahun 2012 139
Gambar 19 Kontribusi Kawasan per Pulau Terhadap Total Produksi Beras Tahun 140
2012
Gambar 20 Produksi Padi di Indonesia Tahun 2010-2012 140
Gambar 21 Konsumsi Langsung di Rumah Tangga (Kg/Kapita/Tahun) Pada 140
Tahun 2010-2014
Gambar 22 Produksi dan Konsumsi Beras (Ribu Ton) Tahun 2012 142
Gambar 23 Persentase Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Oleh 143
Penduduk Berusia 10 Tahun ke Atas Tahun 2011
Gambar 24 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun 2011 143
Gambar 25 Rata-Rata Lama Sekolah (Usia Penduduk > 15 Tahun) Tahun 2011 144
Gambar 26 Angka Melek Aksara Penduduk (Berusia > 15 Tahun) Tahun 2011 145
Gambar 27 Persentase Guru Belum Berkualifikasi S1/D4 Tahun 2012 146

Buku Pegangan
xii Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 28 Persentase Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih 147
per Provinsi Tahun 2012
Gambar 29 Cakupan Pelayanan Antenatal (K4) Tahun 2011 147
Gambar 30 Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi Dasar 148
Lengkap Tahun 2012
Gambar 31 Persentase Bayi yang Melakukan Kunjungan Neonatus 6-48 Jam 148
(KN1) Tahun 2011
Gambar 32 Prevalensi Pendek (TB/U) Pada Anak 0-59 Bulan Tahun 2010 149
Gambar 33 Persentase Kehamilan Diperiksa Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 149
2011
Gambar 34 Keragaman Angka Kejadian Malaria Tahun 2011 150
Gambar 35 Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perawatan Tahun 2012 150
Gambar 36 Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit per 100.000 Penduduk Tahun 2012 151
Gambar 37 Komposisi Pekerja Formal dan Informal di Setiap Provinsi Tahun 151
2008 dan 2012
Gambar 38 Persentase Serta Pertumbuhan Pekerja Sektor Formal dan Informal 152
Tahun 2005-2011
Gambar 39 UMP Wilayah Sumatera 153
Gambar 40 UMP Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara 153
Gambar 41 UMP Wilayah Kalimantan-Sulawesi 153
Gambar 42 UMP Wilayah Gorontalo-Maluku-Papua 153
Gambar 43 Pertumbuhan Produktivitas untuk Tiga Sektor Tahun 2006-2012 154
Gambar 44 PDRB per Tenaga Kerja Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2005 154
dan 2011 (Juta Rupiah/Pekerja)
Gambar 45 Persentase Pekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Agustus 2012) 155
Gambar 46 Persentase Pekerja Profesional/Semi Skill Terhadap Jumlah Pekerja 155
Gambar 47 Persentase Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Pendidikan (per 156
Januari 2013)
Gambar 48 Peta Kepatuhan Penyampaian LKPD Tahun 2011 158
Gambar 49 Pencapaian Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemda Tahun 2012 158
Gambar 50 Indeks Demokrasi Indonesia 160
Gambar 51 Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Provinsi Tahun 2011 160
Gambar 52 Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Kepulauan Tahun 2011 161
Gambar 53 Jumlah Kabupaten/Kota dan Jumlah Pemilih Pada Pemilu Anggota 161
DPR, DPD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009
Gambar 54 Tingkat Partisipasi Politik Dalam Pemilu 162
Gambar 55 Tingkat Partisipasi Politik Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD 162
dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

Mementapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
xiii
FFoto:
oto: D
Dit.
it. P
Penanggulangan
en
naangg
gu
ulaan
ngaan
n Kemiskinan
Kemisiskin
naan Bappenas
Bappenas
Badan
adan Pemadam
Bada
ad PemFoto:
adamPrasebWidjojo
Kebakaran
K akaran SSambas
ambas
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Perkembangan Perekonomian dunia terlihat mulai membaik sejak kuartal ke-3
Kondisi Ekonomi tahun 2012. Sumber utama pemulihan ekonomi dunia di tahun 2012
Global adalah adanya peningkatan aktivitas perekonomian di negara-
negara berkembang, dan pulihnya perekonomian Amerika Serikat
yang pada tahun 2012 pertumbuhannya mencapai 2,3 persen.
Kondisi keuangan global terlihat mulai stabil, sementara itu arus
modal masuk ke negara-negara berkembang terlihat tetap kuat.
Oleh sebab itu, pada tahun 2013 perkekonomian dunia diperkirakan
akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2012. IMF
memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 sebesar
3,5 persen dan pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh sebesar
4,1 persen.

Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Dunia
ISU STRATEGIS 2012 2013 2014
1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia 3,2 3,5 4,1
a. Amerika Serikat 2,3 2,0 3,0
b. Kawasan Eropa -0,4 -0,2 1,0
c. Italia -2,1 -1,0 0,5
d. Spanyol -1,4 -1,5 0,8
e. Jepang -1,4 -1,5 0,8
f. Negara-Negara Berkembang 5,1 5,5 5,9
g. China 7,8 8,2 8,5
h. India 4,5 5,9 6,4
i. ASEAN-5 5,7 5,5 5,7
2. Volume Perdagangan Dunia (Barang dan Jasa) 2,8 3,8 5,5
 Impor
a. Negara maju 1,2 2,2 4,1
b. Negara berkembang 6,1 6,5 7,8
 Ekspor
a. Negara maju 2,1 2,8 4,5
b. Negara berkembang 3,6 5,5 6,9
Sumber: World Economic Outlook, IMF (Januari 2013)

Pertumbuhan ekonomi negara berkembang (emerging and


developing economies) diperkirakan akan kuat di tahun 2013 dan
2014. Salah satu penyebabnya adalah adanya kebijakan pemerintah

Buku Pegangan
2 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
di negara berkembang yang cukup efektif sebagai stimulan dalam
mempertahankan aktivitas ekonominya di tengah kondisi
perekonomian global yang kurang kondusif.

Namun demikian, risiko yang akan dihadapi oleh negara-negara


berkembang cukup besar. Kebergantungan negara berkembang
kepada permintaan eksternal dan ekspor komoditas cukup tinggi,
padahal harga komoditas di tahun 2013 dan 2014 diperkirakan akan
menurun; walaupun jika harganya naik, kenaikannya akan dalam
rentang yang sangat terbatas. Sementara itu, penerapan lebih lanjut
untuk kebijakan bersifat longgar di beberapa negara berkembang
akan semakin terbatas, bahkan keterbatasan sisi penawaran dan
ketidakpastian kebijakan (policy uncertainty) akan menjadi salah
satu penghambat pertumbuhan ekonomi di negara berkembang
untuk tumbuh lebih tinggi (seperti Brazil dan India).
Oleh sebab itu, untuk menghindari proses pemulihan global yang
berisiko, maka negara-negara maju perlu konsisten dalam
penerapan kebijakannya, terutama yang terkait pada: (i) konsolidasi
fiskal yang berkelanjutan; serta (ii) reformasi sektor keuangan.
Sementara negara berkembang juga perlu lebih menyeimbangkan
sumber pertumbuhannya antara konsumsi domestik dengan
orientasi ekspor. Sebagai contoh, perekonomian China perlu lebih
didorong ke arah konsumsi domestik untuk mengurangi risiko
eksternal, dengan disertai upaya untuk membangun kembali ruang
kebijakan ekonominya. Sementara itu, di negara berkembang
lainnya seperti Timur Tengah dan Kawasan Afrika Utara kebijakan
yang diambil sebaiknya lebih mengutamakan untuk menjaga
stabilitas ekonominya dalam situasi kondisi internal dan eksternal
yang kurang menguntungkan.

1.1.2 Perkembangan Walaupun kondisi perekonomian dunia sepanjang tahun 2010-2012


Ekonomi Nasional dalam tekanan yang cukup berat, kinerja perekonomian nasional
terlihat masih terjaga baik dengan pertumbuhan ekonomi berada
pada tingkat yang cukup tinggi. Pada tahun 2012, pertumbuhan
ekonomi Indonesia mencapai 6,2 persen; sedangkan pada tahun
2011 pertumbuhannya mencapai 6,5 persen.
Sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di sisi pengeluaran
adalah investasi dan konsumsi rumah tangga, dengan sumbangan
terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2012 masing-masing
sebesar 2,4 persen dan 2,9 persen. Sementara itu di sisi produksi,

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
3
sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
pertumbuhan ekonomi tahun 2012 adalah sektor industri
pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Tabel 1.2
Perkembangan Indikator Ekonomi dan Kesejahteraan
PENCAPAIAN 2010 2011 2012
1. Pertumbuhan PDB (%) 6,2 6,5 6,2
2. PDB per kapita (Ribu Rp) 26.786,8 30.424,4 33.339,0
3. Tingkat Kemiskinan (%) 13,11 12,36 11,66
4. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 7,1 6,6 6,1
5. Neraca Pembayaran (USD Miliar) 30,3 11,9 0,2
a. Transaksi Berjalan (USD Miliar) 5,1 1,7 -24,2
b. Transaksi Modal (USD Miliar) 0,0 0,0 0,0
c. Transaksi Financial (USD Miliar) 26,6 13,5 24,9
d. Cadangan Devisa (Bulan Impor) 7,4 6,5 6,1
Sumber: BPS dan Bank Indonesia

Tabel 1.3
Sumbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
PENCAPAIAN 2010 2011 2012
1. SISI PENGELUARAN
a. Konsumsi Rumah Tangga 2,7 2,7 2,9
b. Pengeluaran Pemerintah 0,0 0,3 0,1
c. Investasi (PMTB) 2,0 2,1 2,4
d. Ekspor (Barang dan Jasa) 6,5 6,3 1,0
e. Impor (Barang dan Jasa) 5,6 4,8 2,5
2. SISI PRODUKSI
a. Pertanian 0,4 0,4 0,5
b. Pertambangan dan Penggalian 0,3 0,1 0,1
c. Industri Pengolahan 1,2 1,6 1,5
d. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,0 0,0 0,0
e. Bangunan 0,4 0,4 0,5
f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,5 1,6 1,4
g. Pengangkutan dan Komunikasi 1,2 1,0 1,0
h. Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha 0,5 0,7 0,7
i. Jasa-jasa lainnya 0,6 0,6 0,5
Sumber: BPS dan Bank Indonesia

Kepercayaan investor yang tetap terjaga dengan baik, didukung oleh


tambahan likuiditas di pasar keuangan global yang bersumber dari
ekspansi moneter di negara-negara maju, telah menyebabkan
transaksi modal dan finansial mengalami surplus di sepanjang tahun
2012.

Dilain pihak, pertumbuhan permintaan dunia yang melambat dan


harga komoditas ekspor yang menurun tajam, di tengah permintaan
domestik yang masih kuat dan konsumsi BBM yang meningkat,
menyebabkan surplus neraca perdagangan nonmigas menyusut dan
defisit neraca perdagangan migas melebar. Namun demikian, secara

Buku Pegangan
4 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
total neraca pembayaran sepanjang tahun 2012 masih dalam
kondisi surplus sebesar USD 0,2 miliar, walaupun besaran surplus ini
lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Defisit transaksi
berlajan yang diimbangi dengan surplus transaksi modal dan
finansial yang meningkat pesat telah menyebabkan cadangan devisa
dapat dipertahankan dalam tingkat relatif aman.
Peningkatan arus investasi asing masuk yang cukup tinggi telah
menjadi penopang neraca pembayaran selama tahun 2012, dan hal
ini tentunya seiring dengan kebijakan-kebijakan yang telah
dilakukan pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi dan usaha,
upaya pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal dan
makroprudensial, serta kebijakan moneter dan nilai tukar yang
kondusif.
Di sisi kesejahteraan masyarakat, tingkat kemiskinan menunjukkan
penurunan, dimana pada tahun 2012 mencapai 11,66 persen.
Sementara itu, penyerapan tenaga kerja juga semakin baik yang
ditunjukkan dengan menurunnya tingkat pengagguran terbuka yang
mencapai 6,1 persen di tahun 2012.

1.1.3 Perkembangan Pergeseran pusat kekuatan ekonomi terlihat dari menguatnya peran
Regional dan Asia dalam satu dekade terakhir. Beberapa negara di Asia, seperti
Masyarakat Jepang dan Korea Selatan, telah lebih dulu maju dengan basis
Ekonomi ASEAN perkembangan sektor industrinya. Selanjutnya, China dan India
(MEA) 2015 menyusul sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi regional
dengan statusnya sebagai negara emerging dengan populasi
terbesar dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sementara itu,
Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya juga mulai
menunjukkan kekuatannya sebagai penggerak roda perekonomian
regional, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus melaju
serta besarnya jumlah penduduk yang menjadikannya sebagai
modal sosial yang besar maupun pasar yang potensial.
Sementara itu, pelaksanaan MEA 2015 memberikan konsekuensi
bagi Indonesia terhadap tingkat persaingan yang semakin terbuka
dan tajam, terutama dalam perdagangan barang dan jasa di
kawasan ASEAN. Pelaksanaan MEA 2015 telah didahului dengan
penerapan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992 yang
implementasinya dilakukan secara bertahap sejak 1 Januari 1993
sampai dengan tahun 2002. AFTA ditujukan untuk membentuk
suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
5
daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar
regional bagi 500 juta penduduknya. Tujuan akhir MEA 2015 adalah
untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan arus barang,
jasa, investasi, pekerja terampil dan arus modal yang lebih bebas,
mempunyai daya saing tinggi, dengan tingkat pembangunan
ekonomi yang merata, serta terintegrasi dalam ekonomi global.
Dengan semakin terbukanya pasar ASEAN bagi para negara
anggotanya, tingkat persaingan pun akan semakin tinggi. Di lain
pihak, peranan ekspor Indonesia di pasar ekspor ASEAN masih lebih
rendah dibandingkan negara Singapura, Thailand dan Malaysia;
dimana kontribusi ekspor Indonesia terhadap ekspor negara ASEAN
(untuk pasar ASEAN) baru mencapai 14,6 persen di tahun 2011,
sedangkan Singapura, Thailand dan Malaysia berturut-turut
memberikan sumbangan sebesar 44,2 persen; 19,4 persen; dan 18,8
persen.
Gambar 1.1
Persentase Responden yang Mengetahui MEA Dilaksanakan Tahun 2015

Rata-rata 39%

Surabaya 44%

Pontianak 35%

Medan 31%

Makassar 46%

Jakarta 36%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Mengetahui Tidak Mengetahui

Sumber: Benny dan Kamarulnizam, 2011 (diolah Bappenas)

Sementara itu, berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap


399 responden di 5 (lima) kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta,
Surabaya, Medan, Makassar, dan Pontianak (Benny dan
Kamarulnizam, 2011), masyarakat Indonesia pada umumnya sudah
mengetahui adanya ASEAN. Namun demikian, secara rata-rata
hanya 39 persen responden yang mengetahui tentang MEA yang
akan dilaksanakan pada tahun 2015; 46 persen responden di
Makassar mengetahui bahwa MEA akan dilaksanakan tahun 2015;

Buku Pegangan
6 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
sementara di Medan hanya 31 persen responden yang mengetahui
tentang MEA 2015.
Oleh sebab itu, tantangan terbesar bagi Indonesia dalam
menghadapi pembentukan MEA 2015 adalah meningkatkan
pemahaman publik di kalangan Pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat baik di tingkat Pusat maupun Daerah; tentang manfaat
dan peluang yang dapat diperoleh dengan pelaksanaan MEA 2015.
Pembentukan MEA sebenarnya dapat memberikan peluang bagi
Indonesia dengan terbukanya pasar baru bagi barang, jasa,
investasi, pekerja terampil dan arus modal di kawasan ASEAN. Di
lain pihak, Bangsa Indonesia harus bekerja keras untuk
meningkatkan daya saing dan memperkuat ketahanan nasional agar
dapat siap bersaing dengan bangsa lain. Langkah ini hanya dapat
dilakukan dengan memperbaiki kinerja ekonomi nasional yang
didukung struktur ekonomi yang kuat, pelaku ekonomi yang
berdaya saing tinggi, berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan
yang tersebar di seluruh Wilayah Nusantara dan meratanya
pembangunan wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan. Dengan
demikian, diharapkan Indonesia akan dapat menarik manfaat dari
integrasi ekonomi kawasan yang berdaya saing tinggi dan
terintegrasi dalam ekonomi global, sehingga pada gilirannya akan
memberikan manfaat ekonomi secara luas bagi seluruh rakyat
Indonesia.

1.1.4 Pentingnya Di saat kondisi ekonomi global mulai pulih, perekonomian domestik
Pemantapan harus tetap terjaga dengan fundamental ekonomi yang tetap kokoh
Ekonomi Nasional dan daya saing yang lebih baik. Selanjutnya, ekspor dan investasi
untuk harus didorong untuk tumbuh tinggi, agar ekonomi nasional dapat
Meningkatkan meningkat dengan lebih baik, terutama untuk terus
Kesejahteraan mengembangkan sektor produktif padat karya agar dapat
Rakyat yang memperluas kesempatan kerja. Hal ini sangat penting karena
Berkeadilan perluasan kesempatan kerja akan dapat membantu peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Momentum pertumbuhan ekonomi perlu tetap dijaga agar
peningkatan kesejahteraan rakyat terutama pengentasan
kemiskinan dan penurunan pengangguran dapat dipercepat. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pun perlu dilakukan
tanpa mengesampingkan persoalan lingkungan. Sesuai dengan
amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN
2010-2014) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan,

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
7
pelaksanaan pembangunan di pusat dan di daerah perlu
dilaksanakan melalui empat jalur strategi, yaitu pertumbuhan (pro-
growth), kesempatan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan (pro-
poor) dan pelestarian lingkungan hidup (pro-environment).
Untuk mencapai kondisi ini, sudah menjadi suatu keharusan bagi
Indonesia dan masing-masing daerah untuk terus bekerja keras dan
bersaing dengan negara lain. Langkah ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan daya saing bangsa, memperbaiki kinerja ekonomi
nasional yang didukung struktur ekonomi yang kuat,
mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan yang tersebar di
seluruh Wilayah Nusantara dan meningkatkan pembangunan
wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan. Dengan demikian,
diharapkan kesenjangan antar wilayah dan kesenjangan antar
kelompok masyarakata secara bertahap dapat dikurangi.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014 yang


berjudul Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan ini disusun
dengan maksud agar seluruh jajaran Pemerintah Daerah di
Indonesia dapat bersama-sama dengan Pemerintah Pusat untuk
menyamakan langkah guna memantapkan perekonomian nasional
yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat yang
berkeadilan.

Tujuan Secara lebih spesifik tujuan dari disusunnya buku ini adalah untuk
memberikan panduan bagi daerah tentang:
1. Kerangka pembangunan untuk mencapai Pemantapan
Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan
Rakyat yang Berkeadilan;
2. Upaya dan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh
daerah untuk mendukung pencapaian target pembangunan
2014.

Buku Pegangan
8 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Foto:
otoDit.
FFoto:
:D itPenanggulangan
Dit..P
Penanggulangan
en
naangg
gu
ulaan anKemiskinan
ngan anBappenas
Kemiskinan
Kemis
iskin
naan Bappenas
Bappenas
KEBIJAKAN
BAB II PEMBANGUNAN
NASIONAL TAHUN 2014
BAB II
Kebijakan Pembangunan Nasional
Tahun 2014

2.1 Sasaran Pembangunan Nasional

Sasaran Visi Indonesia 2014 yang digariskan dalam RPJMN 2010-2014 adalah
Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan
Berkeadilan yang dijabarkan ke dalam 5 (lima) agenda
pembangunan yaitu: (i) Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat; (ii) Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan; (iii)
Penegakan Pilar Demokrasi; (iv) Penegakan Hukum dan
Pemberantasan Korupsi; dan (v) Pembangunan yang Inklusif dan
Berkeadilan. Sedangkan sasaran utama RPJMN 2010-2014 dibagi
dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: (i) Sasaran Pembangunan Ekonomi
dan Kesejahteraan; (ii) Sasaran Perkuatan Demokrasi; dan (iii)
Sasaran Penegakan Hukum.
Sasaran pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat
diantaranya ditunjukkan oleh indikator pertumbuhan ekonomi,
inflasi, pengangguran dan kemiskinan. Percepatan pertumbuhan
ekonomi diharapkan mampu menurunkan tingkat pengangguran
dan kombinasi antara percepatan pertumbuhan dan berbagai
kebijakan intervensi pemerintah diharapkan mempercepat
penurunan tingkat kemiskinan. Pencapaian sasaran percepatan
pertumbuhan harus didukung oleh stabilitas ekonomi yang mantap
dengan tingkat inflasi yang rendah, yang memungkinkan nilai tukar
dan suku bunga yang kompetitif sehingga sektor riil dapat
bekembang dengan cepat dan sehat. Pada tahun 2014, sasaran
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 6,4-6,9 persen, inflasi
sebesar 5,0 persen, tingkat pengangguran sebesar 5,6-6,0 persen
dan tingkat kemiskinan sebesar 8-10 persen.
Sasaran penguatan pembangunan demokrasi adalah membangun
dan semakin memantapkan sistem demokrasi Indonesia yang dapat
menghasilkan pemerintahan dan lembaga legislatif yang kredibel,
bermutu, efektif serta mampu menyelenggarakan amanah dan
tugas serta tanggung jawabnya secara baik, seimbang dengan

Buku Pegangan
12 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
peningkatan kepatuhan terhadap pranata hukum. Sasaran
penguatan demokrasi ditunjukkan diantaranya oleh Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) yang pada tahun 2014 besarnya adalah
73.
Sasaran penegakan hukum adalah tercapainya suasana dan
kepastian keadilan melalui penegakan hukum dan terjaganya
ketertiban umum. Hal ini tercermin dari persepsi masyarakat
pencari keadilan untuk merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan
dan keamanan dalam berinteraksi dan mendapat pelayanan dari
penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan). Sasaran penegakan
hukum diantaranya ditunjukkan oleh Indeks Persepsi Korupsi
Indonesia (IPK) yang pada tahun 2014, sasaran IPK adalah sebesar
4,5.

2.2 Arahan Presiden

Arahan Arahan Presiden merupakan pedoman dalam penyusunan Rencana


Kerja Pemerintah, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Arahan tersebut meliputi arahan Presiden di berbagai kesempatan
yang merupakan respon terhadap permasalahan yang muncul.
Beberapa arahan Presiden dalam sidang kabinet yang dijadikan
sebagai panduan bagi penyusunan dokumen perencanaan adalah
sebagai berikut:
1. Arahan Presiden Pada Sidang Kabinet 29 Januari 2013
 Manfaatkan peluang dan beri dukungan regulasi yang
kondusif untuk pembangunan infrastruktur;
 Prioritaskan pengentasan kemiskinan, khususnya the
poorest of the poor;
 Kontrol belanja: batasi pengeluaran yang tidak perlu; flat
belanja barang (tidak berarti kontraktif); tetap ekspansif
tetapi terkontrol;
 Subsidi harus terkontrol; cegah inflasi karena inflasi
berbanding lurus dengan kemiskinan.

2. Arahan Presiden pada Rapat Terbatas Kabinet Tanggal 21


Maret dan 28 Maret 2013
 Asumsi makro dan fiscal space 2014 dihitung kembali
sehingga: pertumbuhan ekonomi 6,8% dan defisit anggaran
1,5% terhadap PDB dengan pengelolaan subsidi BBM;

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
13
 Direktif Presiden 2013 masih relevan di 2014;
 RKP 2014 diarahkan untuk menutup target RPJMN terutama
yang terkait dengan kemiskinan dan pengangguran untuk
memenuhi sasaran RPJMN. Sedangkan target yang lain
dapat disesuaikan. Untuk itu, perlu dilakukan:
 Penajaman 15 isu strategis.
 Penguatan program penanggulangan kemiskinan dan
penurunan pengangguran.
 Penyesuaian sasaran RPJMN dengan ketersediaan Pagu
Indikatif 2014.

Arahan Presiden tersebut menjadi pedoman dalam penyusunan


RKP 2014 yang kemudian diterjemahkan ke dalam 3 (tiga)
kelompok unsur-unsur pokok, sebagai berikut:

Pertama, yang terkait dengan pemantapan perekonomian nasional.


Hal-yal yang perlu mendapat perhatian yang terkait dengan
pemantapan perekonomian nasional adalah: (i) Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI); (ii) Surplus Beras 10 Juta ton 2014; (iii) Konversi Energi;
(iv) Low Cost Emission Car (Green Car); dan (v) Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Kedua, pentingnya peningkatan kesejahteraan rakyat yang
berkeadilan. Dalam hal ini, yang perlu menjadi perhatian adalah: (i)
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan
Indonesia (MP3KI); (ii) Peningkatan Pelayanan Sanitasi dan Air
Bersih dalam rangka pencapaian MDGs; dan (iii) Pembangunan
Shelter Bencana.
Ketiga, pemeliharaan stabilitas sosial dan politik. Hal-hal yang perlu
mendapat perhatian yang terkait dengan pemeliharaan stabilitas
soaial dan politik adalah: (i) Percepatan Pemenuhan Minimum
Essential Force tahap I; (ii) Peningkatan Personel dan Kapasitas
Polri; dan (iii) Penanganan Ancaman Gangguan Keamanan Dalam
Negeri.

Buku Pegangan
14 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
2.3 Tema dan Prioritas RKP 2014

2.3.1 Tema Pemerintah melalui mekanisme perencanaannya telah menyusun


Pembangunan langkah-langkah pembangunan untuk mencapai sasaran
pembangunan 5 (lima) tahun dalam RPJMN 2010-2014 yaitu
Mewujudkan Indonesia yang Demokratis, Sejahtera dan
Berkeadilan. Adapun langkah-langkah tersebut dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun setiap tahun. Pada
tahun 2014, tema pembangunan nasional adalah Memantapkan
Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
yang Berkeadilan. Dengan demikian, secara menyeluruh tema RKP
dari tahun 2010-2014 ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1
Tema Pembangunan yang Tertuang Dalam RKP

Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat


2010
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tatakelola dan Sinergi
2011 Pusat dan Daerah
Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan Bagi
2012 Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
Memperkuat Perekonomian Domestik Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
2013
3
MEMANTAPKAN PEREKONOMIAN NASIONAL BAGI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT YANG
2014
4 BERKEADILAN

Tema Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan


Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan dalam RKP 2014 dilandasi
oleh kondisi lingkungan strategis pembangunan tahun 2014, baik
secara internal maupun eksternal yang menuntut perlunya
penguatan ekonomi nasional.

Kebijakan penguatan ekonomi nasional mencakup upaya untuk: (i)


mendorong investasi dan ekspor; (ii) meningkatkan efektivitas
belanja negara; (iii) menjaga daya beli masyarakat; (iv) menjaga
stabilitas ekonomi, antara lain nilai tukar rupiah; (v) meningkatkan
pembangunan infrastruktur; dan (vi) menjaga stabilitas sosial
politik. Dengan kerja keras, pelaksanaan kebijakan ini diperkirakan
dapat mendorong perekonomian nasional tumbuh 6,4-6,9 persen
pada tahun 2014.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam Tema RKP tahun 2014


adalah sebagai berikut:

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
15
1. Pemantapan Perekonomian Nasional
 Mengupayakan tercapainya pertumbuhan ekonomi tinggi
dan berkelanjutan yang diiring oleh tingkat inflasi yang
terjaga; nilai tukar yang stabil dan kompetitif; neraca
pembayaran yang seimbang; serta fiskal yang
berkelanjutan;
 Meningkatkan daya saing ekonomi agar mampu
memanfaatkan kesempatan dalam pertumbuhan ekonomi
global;
 Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif yaitu
intervensi pemerintah yang tepat memihak (affirmative)
kepada kelompok yang terpinggirkan, untuk memastikan
semua kelompok masyarakat memiliki kapasitas yang
memadai dan akses yang sama terhadap kesempatan
ekonomi yang muncul.
2. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
 Membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia;
 Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi pengangguran;
 Mitigasi bencana.

3. Pemeliharaan Stabilitas Sosial dan Politik


 Menjaga agar konflik sosial tidak terulang kembali;
 Membaiknya kinerja birokrasi dan pemberantasan korupsi;
 Memantapkan penegakan hukum, pertahanan dan
pelaksanaan Pemilu 2014.

2.3.2 Prioritas Sebagai penjabaran RPJMN 2010-2014, pembangunan nasional


Nasional Tahun dalam RKP 2014 dituangkan ke dalam 11 Prioritas Nasional dan 3
2014 Prioritas Lainnya, termasuk di dalamnya kemungkinan adanya
prakarsa-prakarsa baru yang terintegrasi dengan RPJMN dan RKP
untuk menanggapi situasi kekinian dan menjaga momentum positif
yang telah dicapai sebagai hasil pembangunan selama ini. Prakarsa-
prakarsa baru tersebut menunjukkan bahwa Indonesia selalu siap
dalam mengantisipasi dan merespon berbagai perkembangan yang
terjadi serta melakukan perubahan untuk mencapai kemajuan dan
hasil pembangunan yang lebih baik. Selanjutnya, 11 Proritas
Nasional dan 3 Prioritas Lainnya ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Buku Pegangan
16 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 2.2
Prioritas Pembangunan Nasional RPJMN 2010-2014

Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola


Pendidikan
Kesehatan
Penanggulangan Kemiskinan
Ketahanan Pangan
Infrastruktur
Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Energi
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik
Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan


Bidang Perekonomian
Bidang Kesejahteraan Rakyat

Sumber: RKP 2014, Bappenas

2.4 Isu Strategis 2014

Isu Strategis Isu strategis dalam RKP 2014 dimaksudkan untuk lebih
memfokuskan upaya pemerintah untuk hal-hal yang signifikan,
berdampak luas dan yang berfungsi sebagai pengungkit sehingga
penanganannya dapat tuntas. Isu strategis disusun dengan
berdasarkan kepada dua hal, yaitu: (i) Arahan Presiden; dan (ii)
Hasil Review paruh waktu RPJMN 2010-2014. Berikut ini adalah isu
strategis yang telah dikelompokkan berdasarkan Prioritas Nasional.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 1 - Reformasi
Birokrasi dan Tata Kelola, adalah: Pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN, Peningkatan kualitas pelayanan publik dan Peningkatan
Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 2 - Pendidikan,
adalah: Peningkatan akses pendidikan dasar dari keluarga miskin,
Pelaksanaan kurikulum baru pendidikan 2013/2014 secara
bertahap dan Pelaksanaan pendidikan menengah universal.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 3 - Kesehatan,
adalah: Penurunan dan pencegahan penyakit (HIV AIDS dan
Malaria) dan Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan KB yang

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
17
merata.

Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 5 - Ketahanan


Pangan, adalah: Kesejahteraan petani/nelayan dan Peningkatan
produksi perikanan.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 6 -
Infrastruktur, adalah: Penyediaan infrastruktur dasar untuk
menunjang peningkatan kesejahteraan, Penyediaan infrastruktur
yang mengurangi kesenjangan antar wilayah, serta Penyediaan
infrastruktur untuk mendukung ketahanan pangan dan energi.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 7 - Iklim
Investasi dan Iklim Usaha, adalah: Penurunan Biaya Logistik
Nasional dan Pengembangan fasilitas pendukung KEK yang telah
ditetapkan dan penetapan KEK baru.

Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 8 - Energi,


adalah: Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi serta
Peningkatan Rasio Elektrifikasi dan Peningkatan Kapasitas
Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 9 - Lingkungan
Hidup dan Pengelolaan Bencana, adalah: Pengendalian perubahan
iklim dan Peningkatan kualitas lingkungan.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional 10 - Daerah
Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Paska Konflik, adalah:
Pembangunan Daerah Tertinggal serta Penguatan Diplomasi dan
Pembangunan Infrastruktur, hankam, serta fasilitas Custom,
Immigration, Quarantine, Security (CIQS) kawasan perbatasan.

Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional Lainnya Bidang


Polhukam, adalah: Pembinaan masyarakat.

Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional Lainnya Bidang


Perekonomian, adalah: Akselerasi industrialisasi dengan sasaran
pertumbuhan industri nonmigas serta Peningkatan Pemahaman
dan Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015.
Isu Strategis untuk mendukung Prioritas Nasional Lainnya Bidang
Kesejahteraan Rakyat, adalah: Peningkatan kerukunan beragama
dan Peningkatan budaya dan prestasi olahraga di ingkat regional
dan internasional.

Buku Pegangan
18 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 23
Persentase Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Oleh Penduduk
Berusia 10 Tahun ke Atas Tahun 2011
Papua
Papua Barat
Malut
Maluk
Sulbar
Gorontalo
Sultra
Sulsel
Sulteng
Sulut
Kaltim
Kalsel
Kalteng
Kalbar
NTT
NTB
Bali
Banten
Jatim
DIY
Jateng
Jabar
DKI Jakarta
Kep. Riau
Kep. Babel
Lampung
Bengkulu
Sumsel
Jambi
Riau
Sumbar
Sumut
Aceh

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Tidak/Belum Sekolah Tidak Tamat SD SD+SMP SM+PT

Sumber: Susenas, BPS, 2011

Gambar 24
Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun 2011

5,25 8,38 Tidak/Belum Pernah Sekolah


17,74
25,63 Tidak Tamat SD

SD/sederajat
16,31
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
SMP/sederajat
26,68
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di NTB
SMA/sederajat

PT/sederajat

Sumber: Susenas 2011


EVALUASI PARUH
BAB III WAKTU RPJMN 2010-
2014
BAB III
Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-
2014

3.1 Evaluasi Pembangunan Prioritas Nasional

Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Prioritas Nasional sampai dengan paruh


Pelaksanaan waktu RPJMN 2010-2014 telah memberikan capaian yang cukup
Prioritas Nasional baik. Di tengah ketidakpastian proses pemulihan kelesuan ekonomi
dunia sejak krisis global 2008, pembangunan ekonomi nasional
secara umum tetap menunjukkan kinerja yang menggembirakan.
Hal ini mengindikasikan fundamental ekonomi nasional yang
kokoh, meskipun dampak krisis sempat dirasakan pada tahun 2009
dengan terkoreksinya pertumbuhan ekonomi pada angka 4,63
persen (Tabel 3.1).

Tabel 3.1
Pertumbuhan PDB dan Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja (Persen)
PDB Atas Dasar Harga Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas
1)
No. LAPANGAN USAHA Konstan Tahun 2000 yang Bekerja
2009 2010 2011* 2012** CAGR 2009 2010 2011 2012 CAGR
1 Pertanian, Peternakan,
3,96 3,01 3,37 3,97 2,57 0,68 -0,28 -5,22 -1,14 -1,68
Kehutanan & Perikanan
2 Pertambangan & Penggalian 4,47 3,86 1,39 1,49 1,68 7,91 8,59 16,81 9,26 8,50
3 Industri Pengolahan 2,21 4,74 6,14 5,73 4,12 2,31 7,67 5,19 5,67 4,59
4 Listrik, Gas & Air Bersih 14,29 5,33 4,82 6,40 4,11 10,91 4,94 2,38 3,88 2,78
5 Konstruksi 7,07 6,95 6,65 7,50 5,23 0,88 1,93 13,35 7,13 5,48
6 Perdagangan, Hotel & Rest. 1,28 8,69 9,17 8,11 6,42 3,42 2,48 4,02 -1,03 1,35
7 Pengangkutan dan Komunikasi 15,85 13,41 10,70 9,98 8,40 -1,00 -8,16 -9,61 -1,59 -4,93
8 Keuangan, Real Estate
5,21 5,67 6,84 7,15 4,87 1,82 17,01 51,39 1,10 15,68
Jasa Perusahaan
9 Jasa-jasa 6,42 6,04 6,75 5,24 4,47 6,88 13,96 4,32 2,73 5,13
TOTAL 4,63 6,22 6,49 6,23 4,70 2,26 3,18 1,35 1,04 1,39

Sumber: Badan Pusat Statistik


Keterangan: * Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara
1)
SAKERNAS bulan Agustus

Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2010 hingga 2012 masih dalam


kisaran sasaran RPJMN (sekitar 6,3-6,8 persen per tahun, dengan
peningkatan bertahap mulai dari 5,5-5,6 persen pada tahun 2010
menjadi sekurang-kurangnya 7 persen pada tahun 2014). Pada

Buku Pegangan
22 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
tahun 2010, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,2 persen,
kemudian berkembang lebih baik pada tahun 2011 menjadi 6,5
persen, lebih tinggi dari yang telah ditargetkan. Pada tahun 2012,
meskipun krisis keuangan Eropa memberikan tekanan yang cukup
kuat, perekonomian nasional pada tahun 2012 masih dapat
tumbuh sebesar 6,2 persen.

Pertumbuhan ekonomi yang kokoh memberikan pengaruh positif


terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga mampu menekan
angka pengangguran. Rata-rata 1,39 persen angkatan kerja mampu
diserap setiap tahunnya, sehingga angka pengangguran dapat
ditekan menjadi 6,14 persen pada tahun 2012, yang pada tahun
2010 mencapai 7,14 persen. Sejalan dengan itu, tingkat kemiskinan
juga berhasil diturunkan. Persentase penduduk miskin pada tahun
2010 sebesar 13,3 persen dapat diturunkan menjadi 11,7 persen
pada tahun 2012. Pendapatan per kapita penduduk Indonesia pun
mengalami peningkatan cukup tajam, mencapai sekitar USD 3.352
tahun 2012, setelah sebelumnya mengalami krisis keuangan yang
berkembang menjadi krisis multidimensi yang cukup parah pada
tahun 1998 (Gambar 3.1).

Gambar 3.1
Pendapatan per kapita, Pertumbuhan PDB, Tingkat Pengangguran dan Kemiskinan
(US$)
Dampak krisis 1998 (%)
3500 Dampak kenaikan BBM 25

3000 20

Dampak kenaikan BBM 15


2500
10
2000
5
1500
0
Dampak krisis global
1000
-5
500 -10
Dampak krisis 1998
0 -15
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

PN per kapita, metode Atlas (berlaku US$) Pertumbuhan PDB (%)


Tingkat Pengangguran (%) Tingkat Kemiskinan (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Dalam pengentasan kemiskinan, untuk memenuhi target tingkat


kemiskinan 8-10 persen pada tahun 2014, kebijakan pengentasan
kemiskinan yang disusun tidak hanya harus bersinergi antar sesama

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
23
program-program pengentasan kemiskinan saja, namun selaras
pula dengan program kebijakan di luar kemiskinan, dengan harapan
dapat meminimalisir dampak kebijakan yang kontra produktif
terhadap penurunan kemiskinan. Jika terdapat kebijakan yang
dampaknya diperkirakan dapat menambah jumlah dan beban
penduduk miskin, misalnya seperti kenaikan BBM tahun 2005,
maka langkah kebijakan antisipatif yang efektif perlu disiapkan dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Program pembangunan
yang sifatnya padat karya makin ditingkatkan secara merata untuk
dapat menyerap tenaga kerja secara optimal, dengan harapan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Selain itu,
pengentasan kemiskinan dilakukan dengan meningkatkan dan
memperluas akses mereka terhadap kebutuhan dasar, yaitu
pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
Selama ini, pemerintah telah bertekad dan berupaya untuk
melaksanakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan, yaitu
pembangunan ekonomi yang menjamin pemerataan (growth with
equity) yang mensyaratkan stabilitas dan dukungan negara yang
kuat. Upaya ini diwujudkan dengan menerapkan four track strategy
pembangunan, yang terdiri dari pro-growth, pro-poor dan pro-job
dilengkapi dengan pro-environment untuk mengantisipasi dampak
perubahan iklim, yang dilaksanakan secara terintegrasi dan saling
bersinergi secara seimbang dan konsisten dengan melibatkan
masyarakat serta mengedepankan aspek pemerataan.
Pemerataan menjadi isu penting dalam pelaksanaan pembangunan
guna mengatasi melebarnya ketimpangan baik antar penduduk
maupun antar wilayah, karena pembangunan tidak hanya
bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi semata, namun
juga untuk menyejahterakan masyarakat yang termarjinalkan.
Dalam hal itu, perlindungan sosial akan terus ditingkatkan dan
dioptimalkan. Hal ini bukan hanya ditujukan untuk memenuhi
kewajiban konstitusional, namun juga dilandasi pertimbangan
untuk meningkatkan kualitas menuju SDM yang produktif, terdidik,
terampil dan sehat, karena sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan pelaku sekaligus key enabler dalam proses
pembangunan.

Sebagai salah satu wujud upaya pemerataan pembangunan,


pembangunan infrastruktur dasar di perdesaan terutama di daerah
tertinggal yang diantaranya meliputi pembangunan jalan,
jembatan, sarana dan prasarana kesehatan, serta sarana

Buku Pegangan
24 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
pendidikan sebagai infrastruktur dasar akan ditingkatkan.
Pembangunan infrastruktur dasar ini dibarengi pula dengan
penyediaan tenaga kesehatan dan pendidikan yang memadai,
pembangunan sarana dan prasarana pertanian, serta pembenahan
tata kelola pemeliharaan aset-aset hasil pembangunan tersebut.
Guna meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat yang lebih merata,
pembangunan sektor pertanian dan UMKM akan mendapat porsi
perhatian yang lebih besar. Alih fungsi lahan pertanian
dikendalikan, pembangunan sarana dan prasarana pertanian lebih
dipercepat, terutama melalui pembangunan dan rehabilitasi
saluran irigasi sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan
kesejahteraan petani. Dengan makin bergairahnya kegiatan
pertanian, pencapaian target program swasembada pangan atau
ketahanan pangan nasional semakin cepat diwujudkan, sekaligus
dapat meningkatkan pemerataan pembangunan.
Upaya peningkatan kesejahteraan dengan berbagai program
pembangunan diupayakan tetap memperhatikan, menjaga dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup karena saat ini kualitas air,
udara, tanah dan lingkungan secara umum terus memburuk. Upaya
menjaga kualitas lingkungan diperlukan agar peningkatan
kesejahteraan dapat berjalan secara berkelanjutan dan tidak
diwarnai oleh dampak kerusakan lingkungan yang akan mengurangi
manfaat sosial dan ekonomi dari pembangunan. Untuk itu
pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
harus diterapkan pada semua proses dan tahapan pembangunan.

Keterpaduan, sinergi, fokus dan konsistensi merupakan kata kunci


keberhasilan pelaksanaan pembangunan mendatang dalam
mewujudkan target pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat yang
berkeadilan. Hal ini tidak dapat lagi dilakukan secara terkotak-kotak
hanya demi kepentingan pencapaian yang bersifat sektoral (ego
sektoral) atau dikotomi pusat daerah yang dapat mendistorsi
pencapaian target kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Pencapaian 14 Pencapaian 14 Prioritas Nasional hingga paruh waktu pelaksanaan


Prioritas Nasional RPJMN 2010-2014, secara umum menunjukkan kemajuan dalam
upaya pencapaian target akhir di tahun 2014. Namun demikian,
terdapat sejumlah tindak lanjut atas permasalahan ataupun upaya
peningkatan kinerja pembangunan yang perlu dilaksanakan ke
depan dengan pengoptimalan dukungan daerah.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
25
Prioritas Nasional 1: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Pencapaian pembangunan Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola


masih perlu ditingkatkan. Beberapa target pembangunan yang
direncanakan masih belum terpenuhi, terutama pada pencapaian:
(i) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemda,
dari target 60 persen pada tahun 2014 baru mencapai 16 persen
pada tahun 2012; (ii) Pelayanan publik di daerah, dari target skor
integritas sebesar 8,0 pada tahun 2014 baru mencapai 6,32 pada
tahun 2012; (iii) Kemudahan berusaha, dari target peringkat 75
pada tahun 2014 baru menempati peringkat 129 pada tahun 2012;
(iv) Efektifitas pemerintahan dari target skor 0,5 di tahun 2014 baru
mencapai skor -0,24 pada tahun 2011; dan (v) Akuntabilitas
kabupaten/kota baru mencapai 12,78 persen di tahun 2011 dari
target yang ditetapkan sebesar 60 persen di tahun 2014.
Dalam upaya pencapaian target RPJMN 2010-2014, tindak lanjut
yang akan dilaksanakan dengan dukungan daerah adalah: (i)
Peningkatan kapasitas auditor internal dan pengelola keuangan
pada instansi pusat dan daerah; (ii) Peningkatan pengelolaan barang
milik negara; (iii) Peningkatan kualitas e-procurement; (iv)
Pembenahan manajemen pelayanan, yang meliputi aspek
kelembagaan, tatalaksana, SDM dan pemanfaatan TIK, serta
pengembangan sistem nasional pengaduan pelayanan publik; (v)
Percepatan implementasi UU No. 25/2009 tentang Pelayanan
Publik; (vi) Peningkatan kualitas pembentukan regulasi baru melalui
penerapan reformasi regulasi di semua tingkatan, baik di pusat
maupun daerah; (vii) Penataan organisasi, melalui audit organisasi
dan ditindaklanjuti dengan penajaman fungsi dan struktur
organisasi birokrasi pemerintah pusat dan daerah; (viii) Peningkatan
profesionalisme SDM aparatur; (ix) Pemantapan penerapan sistem
manajemen kinerja instansi pemerintah pusat dan daerah; (x)
Peningkatan kapasitas implementasi reformasi birokrasi secara
nasional untuk mempercepat perluasan reformasi birokrasi di
daerah.

Prioritas Nasional 2: Pendidikan

Pembangunan pendidikan sampai dengan tahun 2012 mampu


meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, antara lain ditunjukkan
dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15
tahun ke atas, yang pada tahun 2009 sebesar 7,7 tahun, meningkat
menjadi 7,9 tahun pada tahun 2011 (Gambar 3.2). Selain itu,

Buku Pegangan
26 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
proporsi buta aksara penduduk berusia 15 tahun keatas yang
diwakili oleh penduduk usia 15-59 tahun mengalami penurunan
signifikan dari 5,3 persen pada tahun 2009 menjadi 4,8 persen pada
tahun 2010, dan terus menurun menjadi 4,4 persen pada tahun
2011 (Gambar 3.3).
Pencapaian pembangunan pendidikan tersebut sejalan dengan
meningkatnya APK dan APM pada semua jenjang pendidikan. Pada
tahun 2009, APM SD/MI/sederajat dan APM SMP/MTs/sederajat
masing-masing sebesar 95,2 persen dan 74,5 persen, terus
meningkat menjadi 95,6 persen dan 77,7 persen; APK
SMA/SMK/MA/sederajat pada tahun 2009 sebesar 69,60 persen,
meningkat menjadi 76,50 persen pada tahun 2011. Adapun angka
partisipasi kasar jenjang pendidikan tinggi pada tahun 2011 telah
mencapai 27,09 persen, dan pada tahun 2012 diperkirakan
mencapai 27,4 persen.
Gambar 3.2 Gambar 3.3
Rata-rata Lama Sekolah Angka Buta Aksara
8,4 8,25
8,1 8
8,2 8,01
7,92 7,92 5,44 5,17
8 6 4,84 4,52
7,72 4,18
7,8 5,97
7,52 4 5,3
7,6 7,85 4,79
7,75 4,43 4,42 4,4 4,18
7,4 7,6 2
7,2
7 0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Capaian Target RPJMN Capaian Target RPJMN

Sumber: Susenas dan RPJMN 2010-2014 Sumber: Susenas dan RPJMN 2010-2014

Meskipun banyak target yang ditetapkan dalam pembangunan


pendidikan RPJMN 2010-2014 telah terlampaui, namun masih
terdapat beberapa tantangan ke depan yang membutuhkan
dukungan daerah. Tantangan tersebut antara lain adalah yang
terkait dengan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun yang berkualitas dan merata, yaitu: (i) Pemantapan
implementasi BOS; (ii) Peningkatan daya tampung SMP/MTs/
sederajat terutama di daerah terpencil dan kepulauan; (iii)
Penuntasan rehabilitasi ruang kelas SD/MI/sederajat dan SMP/
MTs/sederajat untuk memenuhi standar pelayanan minimal; dan
(iv) Peningkatan kesempatan lulusan SD/MI/sederajat yang berasal
dari keluarga miskin untuk dapat melanjutkan ke SMP/MTs/
sederajat. Pada jenjang pendidikan tinggi, peningkatan akses,

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
27
kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi dilakukan
melalui upaya: (i) Peningkatan akses dan pemerataan pendidikan
tinggi dengan memperhatikan keseimbangan antara jumlah
program studi dengan kebutuhan pembangunan; (ii) Peningkatan
ketersediaan dan kualitas sarana-prasarana pendidikan tinggi
sesuai dengan kebutuhan program studi; (iii) Peningkatan
kualifikasi dosen melalui pendidikan S2/S3 baik di dalam maupun di
luar negeri; (iv) Penguatan kemitraan perguruan tinggi, lembaga
litbang dan industri; (v) Pemberian beasiswa perguruan tinggi
untuk siswa SMA/SMK/MA yang berprestasi dan kurang mampu.

Prioritas Nasional 3: Kesehatan

Pencapaian pembangunan kesehatan masih diwarnai dengan


disparitas capaian indikator kesehatan antar provinsi dan antar
status sosial ekonomi, belum optimalnya penyediaan tenaga
kesehatan baik kuantitas maupun kualitas, serta belum meratanya
pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini tercermin dari
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi yang masih jauh dari
target RPJMN di tahun 2014.
Gambar 3.4
Persentase Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Menurut Provinsi,
Tahun 2010-2011

120
100
83,1
80
60
40
20
0
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku

Riau
Bengkulu

DI Yogyakarta

Bali
Gorontalo
Papua

Kepulauan Riau
Sumatera Utara

Jawa Timur
Banten

Aceh
Kalimantan Selatan

INDONESIA

Kalimantan Timur

Sumatera Selatan
Sulawesi Utara
Maluku Utara

Papua Barat

Jambi

Kep. Bangka Belitung


Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Barat

DKI Jakarta
Jawa Barat
Kalimantan Tengah

Sumatera Barat
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Timur

Lampung
Sulawesi Barat

Sulawesi Tengah

Sumber: SDKI, 2012

Angka Kematian Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI
2007), masih jauh dari target 118 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2014. Penyebab utama masih tingginya AKI antara lain belum
optimalnya cakupan pelayanan antenatal (K4) dan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Selain itu,

Buku Pegangan
28 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
disparitas pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
antar provinsi masih menjadi kendala dalam upaya penurunan
angka kematian ibu melahirkan, seperti pada Gambar 3.4.

Angka Kematian Bayi sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup, masih


cukup jauh dari target tahun 2014 sebesar 24 per 1000 kelahiran
hidup. Upaya penurunan AKB dilaksanakan dengan peningkatan
cakupan imunisasi dan cakupan kunjungan neonatal pertama
(KN1). Cakupan imunisasi campak meningkat dari 77,67 persen
pada tahun 2010 menjadi 87,3 persen pada tahun 2011, namun
masih kurang dari target 93 persen pada tahun 2014. Capaian
cakupan imunisasi ini masih terkendala dengan kondisi disparitas
antar provinsi yang cukup lebar. Terdapat 18 provinsi dengan
cakupan imunisasi campak di bawah rata-rata nasional seperti
provinsi Papua, Sulawesi Barat, Aceh dan Maluku. Selanjutnya,
cakupan KN1 terus mengalami peningkatan, yaitu dari 84,0 pada
tahun 2010 menjadi 90,5 persen pada tahun 2011 dan telah
melebihi target tahun 2014 sebesar 90 persen.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dan dukungan daerah dalam pencapaian sasaran
program kesehatan masyarakat yang diprioritaskan pada akselerasi
pengurangan AKI dan AKB, adalah upaya untuk: (i) Memenuhi
kebutuhan tenaga kesehatan strategis pada seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan dalam penanganan kesehatan ibu dan anak
terutama di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan; (ii)
Memenuhi kebutuhan ber-KB yang masih belum terpenuhi (unmet
need) karena terbatasnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kontrasepsi; (iii) Meningkatkan jumlah puskesmas mampu
pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED) dan rumah
sakit mampu pelayanan obstetrik neonatal emergensi
komprehensif (PONEK) dalam mendukung pelayanan kesehatan ibu
dan anak; dan (iv) Menjamin penyediaan obat dan vaksin sehingga
selalu tersedia di fasilitas pelayanan, teruatama di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar.

Prioritas Nasional 4: Penanggulangan Kemiskinan


Secara nasional, tingkat kemiskinan telah berhasil diturunkan dari
14,1 persen pada 2009 menjadi 11,66 persen pada September
2012. Penurunan tersebut dicapai melalui perluasan penciptaan
kesempatan kerja, peningkatan dan perluasan program pro-rakyat,
serta peningkatan efektifitas penanggulangan kemiskinan melalui

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
29
berbagai kebijakan dan pelaksanaan tiga klaster program
penanggulangan kemiskinan (klaster 1, 2 dan 3). Namun demikian,
dalam tiga tahun terakhir laju penurunan kemiskinan cenderung
melambat karena adanya perlambatan laju pertumbuhan pada
sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja dari penduduk
miskin, adanya peningkatan garis kemiskinan yang disebabkan oleh
meningkatnya inflasi bahan pangan, serta belum optimalnya sinergi
antar program penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu perlu
upaya yang lebih serius untuk mencapai target tingkat kemiskinan
sebesar 8-10 persen pada tahun 2014.
Pemerintah daerah dapat mendorong pencapaian sasaran
penanggulangan kemiskinan diantaranya melalui: (i) Peningkatan
koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah; dan (ii)
Peningkatan mekanisme monitoring dan evaluasi program pada
tingkat Divisi Regional dan Nasional.

Prioritas Nasional 5 : Ketahanan Pangan


Secara umum selama kurun waktu 2010-2012, Produk Domestik
Bruto (PDB) sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 3,4
persen per tahun, namun angka tersebut masih di bawah target
yaitu sebesar 3,7-3,9 persen per tahun. Kondisi tersebut
disebabkan belum tercapainya target peningkatan produksi pangan
utama seperti padi, jagung, kedelai, tebu dan perikanan. Hanya
daging sapi yang mengalami peningkatan produksi dan melebihi
target yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014. Sementara itu,
NTP meningkat menjadi 105,87 pada tahun 2012 dari 101,2 pada
tahun 2009, namun peningkatan tersebut dikatakan relatif tidak
signifikan.
Dalam kurun waktu 2010-2012, produksi padi mampu mengalami
peningkatan sebesar 2,34 persen per tahun, yaitu dari 66,47 juta
ton GKG pada tahun 2010 menjadi 68,96 juta ton GKG pada tahun
2012 (ARAM II 2012). Namun, peningkatan padi ini masih di bawah
target RPJMN sebesar 3,57 persen per tahun. Selanjutnya, produksi
jagung dan gula selama periode 2010-2012 rata-rata meningkat
masing-masing sebesar 2,56 persen dan 2,16 persen, namun
tingkat pertumbuhannya masih dibawah target rata-rata per tahun
yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014 yaitu masing-masing
sebesar 10,02 persen dan 12,55 persen. Sedangkan untuk produksi
kedelai mengalami penurunan rata-rata sebesar 7,02 persen.
Dengan perkembangan produksi tersebut, produksi kedelai

Buku Pegangan
30 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
tersebut tidak akan mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMN
2010-2014. Sementara itu NTP terus mengalami peningkatan, yaitu
101,20 pada tahun 2009 meningkat menjadi 102,80 pada tahun
2010, dan pada tahun 2011 dan 2012 meningkat kembali menjadi
105,75 dan 105,87.

Tabel 3.2
Perkembangan Pencapaian Surplus Beras Periode 2010-2012
Tahun Produksi Populasi Konsumsi/ Total Surplus
Gabah (ton) Pertumbu- Beras (ton) Kapita/ Konsumsi Beras
han (%) Tahun (kg) (ton) (ton)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
2010 66.469.394 3,22 37.369.093 237.641.326 139,15 33.067.791 4.301.303
2011 65.756.904 (1,07) 36.968.531 241.182.182 137,06 33.057.093 3.911.438
1)
2012 68.956.292 4,87 38.767.227 244.775.796 135,01 33.046.399 5.720.828
Sumber: 1): ARAM II (Estimated), BPS, 2012

Dukungan daerah yang diperlukan dalam pembangunan bidang


ketahanan pangan antara lain: (i) Lahan dan tata ruang, meliputi
pemanfaatan lahan transmigrasi untuk perluasan areal pertanian
baru; penghentian alih fungsi lahan sawah; dan pelaksanaan secara
penuh peraturan pemerintah terkait dengan UU No. 41/2009
tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan pada tahun
2015; (ii) Ketersediaan infrastruktur pertanian, meliputi percepatan
rehabilitasi dan pembangunan irigasi dan tampungan air baru;
ketersediaan anggaran untuk membangun jalan desa-kecamatan
dan kabupaten khususnya sentra produksi beras; dan
pembangunan fasilitas pelabuhan perikanan seperti listrik dan air
bersih, revitalisasi tambak rakyat dan mengelola serta melengkapi
fasilitas pendaratan perikanan di daerah; (iii) Penelitian dan
pengembangan, meliputi Percepatan release benih unggul serta
pengawalan di tingkat lapangan dan penguatan penangkar benih di
petani; (iv) Pembiayaan dan subsidi, meliputi pemutihan KUT;
perubahan sistem penganggaran penyediaan benih dan pupuk
menjadi sistem subsidi; perluasan Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SLPTT) seluas 4 Juta Ha; serta pengawasan
subsidi pupuk dan benih salah satunya dengan menggunakan data
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK); dan (v)
Permasalahan NTP, meliputi kelancaran dan stabilisasi harga input
produksi; pengendalian harga output; dan peningkatan
produktivitas agar biaya produksi per unit keluaran relatif akan
semakin menurun.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
31
Prioritas Nasional 6: Infrastruktur
Pencapaian sasaran pembangunan infrastruktur hingga tahun 2012
secara umum cukup menggembirakan. Sebagian besar indikator
penting diperkirakan mencapai target yang ditetapkan pada tahun
2014, seperti kemantapan jalan nasional, pangsa angkutan laut
domestik (D) dan ekspor-impor (E-I) untuk armada pelayaran
nasional, penyelesaian Banjir Kanal Timur Jakarta, ibukota
kabupaten/kota yang terhubung secara broadband, serta desa yang
dilayani akses telekomunikasi. Meskipun demikian indikator
panjang jalur KA baru yang dibangun dan pembangunan rusunawa
memerlukan kerja keras untuk mencapai target tahun 2014 dan
target pembangunan jalan tol diperkirakan tidak dapat tercapai.

Tabel 3.3
Kondisi Kemantapan Jalan
Jenis Jalan Panjang (Km) Persentase Kondisi Mantap Persentase Kondisi Tidak Mantap

Nasional 38.570 87.38 12.62


Provinsi 48.984 56.48 43.52
Kabupaten/Kota 376.405 55.15 44.85
Jakarta 6.266 64.00 36.00
Jalan Tol 742 96.00 4.00
TOTAL 470.967 58.11 41.89
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2011 (diolah)

Permasalahan yang dihadapi pembangunan infrastruktur hingga


tahun 2012, diantaranya: (i) Hambatan pembebasan lahan untuk
proyek infrastruktur yang sangat kompleks, seperti belum
diperolehnya izin penggunaan kawasan hutan, permintaan ganti
rugi lahan yang sulit dipenuhi oleh peraturan perundangan sampai
penolakan dari warga masyarakat yang mengarah pada
permasalahan sosial; (ii) Belum optimalnya pelaksanaan skema
pendaaan KPS baik dari aspek kelembagaan, yakni kurangnya
kapasitas dan komitmen Penanggung Jawab Proyek Kerjasama
(PJPK), kerangka hukum yang masih perlu dilakukan harmonisasi,
serta dukungan pemerintah baik dalam penyiapan dan transaksi
proyek. Pemerintah daerah diharapkan dapat turut serta mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut melalui peningkatan
koordinasi dan partisipasi stakeholder terkait baik dari unsur
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun unsur warga
masyarakat akan ditempuh agar kendala pembebasan lahan yang
saat ini masih berlangsung dapat segera menemukan jalan keluar.

Buku Pegangan
32 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Prioritas Nasional 7: Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Kebijakan peningkatan iklim investasi dan iklim usaha telah
mendorong peningkatan investasi dan daya saing produk
Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya Pembentukan
Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB), investasi baik Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing
(PMA) dan membaiknya peringkat investasi (investment rating)
Indonesia. Perbaikan iklim investasi ini merupakan hasil dari
berbagai upaya, diantaranya adalah perbaikan pada
penyederhanaan prosedur perijinan, pengembangan sistem logistik
nasional, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui
skema KPS dan sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim
usaha.

Gambar 3.5
Realisasi PMDN dan PMA

100.000 92.182,0
76.001,1
80.000
60.626,3
60.000

40.000
24.564,9
16.214,8 19.474,2
20.000

0
2010 2011 2012

PMA (juta USD) PMDN (miliar Rp)

Sumber: BKPM

Untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi kesenjangan antar


daerah, dilakukan upaya peningkatan tata kelola ekonomi daerah
melalui percepatan perizinan di daerah dengan: (i) Penerapan PTSP,
(ii) Penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi
Secara Elektronik (SPIPISE) dan (iii) Pengurangan biaya untuk
berusaha.
Sampai tahun 2012 sudah ada sebanyak 444 daerah
(provinsi/kabupaten/kota) yang telah membentuk PTSP dari total
530 daerah di Indonesia. Jumlah ini sudah melampaui target
RPJMN sebesar 70 persen pada tahun 2014. Namun, yang telah
menerapkan SPIPISE baru 138 daerah (15 persen), dengan target
RPJMN sebesar 83 persen. Sedangkan daerah yang melakukan
pengurangan biaya berusaha hingga tahun 2012 baru mencapai

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
33
37,7 persen (200 daerah) dari target RPJMN sebesar 70 persen.
Lambatnya pencapaian upaya ini disebabkan oleh belum
optimalnya sosialisasi peraturan tentang pengurangan biaya
berusaha di daerah. Boks 3.1 adalah hasil survei yang dilakukan ke
93 PTSP di Provinsi/Kabupaten/Kota, yang menunjukkan masih
belum adanya keseragaman bentuk PTSP di daerah (Sumber: Survei
Direktorat Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi
Internasional, BAPPENAS, 2012). Sementara itu, beberapa daerah
telah berhasil menyelenggarakan PTSP secara baik, yang antara lain
adalah: Provinsi Jawa Timur sebagai penyelenggara PTSP terbaik
tingkat provinsi, Sragen sebagai penyelenggara PTSP terbaik tingkat
kabupaten, dan Palembang sebagai penyelenggara PTSP terbaik
tingkat kota (lihat Boks 3.2).
Beberapa hal yang perlu mendapat dukungan daerah adalah
sinkronisasi dan sosialisasi kegiatan di daerah dalam
penyederhanaan prosedur pelayanan dan mengurangi biaya
berusaha, serta pelimpahan wewenang kepada lembaga PTSP dan
dukungan dalam penerbitan RTRW untuk mengakomodasi lokasi
KEK dan peraturan perundangan yang menjadi payung hukum
pelaksanaan proyek KPS.

Salah satu contoh peningkatan kemudahan berusaha yang telah


dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (dalam rangka
pelaksanaan Prioritas Nasional 7) adalah pelaksanaan perizinan
secara elektronik untuk mendukung kelancaran dan kecepatan arus
barang dalam kegiatan ekspor dan impor, dan juga dalam rangka
pelaksanaan Indonesia National Single Window/INSW (lihat Boks
3.3)

Prioritas Nasional 8: Energi


Secara umum, pencapaian pembangunan energi masih belum
menggembirakan terutama yang terkait dengan produksi minyak
bumi dan pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik.
Capaian produksi minyak bumi dari tahun ke tahun semakin
menurun. Produksi minyak bumi tahun 2012 hingga bulan Juni rata-
rata sebesar 877 ribu barel per hari. Angka ini masih jauh dari
sasaran produksi minyak bumi pada tahun 2014 sebesar 1.010 ribu
barel per hari atau baru mencapai 86,83 persen. Hal ini disebabkan
karena sumur minyak bumi yang saat ini berproduksi, sebagian
besar (62 persen) berasal dari lapangan minyak tua (mature),
dimana tingkat produksinya terus mengalami penurunan (natural

Buku Pegangan
34 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
depletion) sekitar 10-12 persen. Sampai saat ini, pemanfaatan
energi alternatif, terutama panas bumi, belum berjalan sesuai
dengan yang diharapkan, karena harganya belum kompetitif serta
biaya investasi yang relatif besar, disamping adanya tumpang tindih
lahan antara lapangan panas bumi dengan kawasan hutan. Potensi
energi panas bumi sekitar 29.000 MW dan baru dapat
dimanfaatkan untuk kapasitas pembangkit listrik sebesar 1.231
MW. Kapasitas ini masih jauh lebih kecil dari yang diharapkan,
yakni sekitar 4,24 persen dari potensi keseluruhan dan 24,62
persen dari target RPJMN sebesar 5.000 MW.
Dukungan yang diperlukan dari daerah untuk pembangunan energi,
antara lain dalam mempercepat penyelesaian permasalahan yang
berhubungan dengan perijinan, keamanan dan tumpang tindih
lahan.

Prioritas Nasional 9: Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana

Secara umum sasaran pembangunan lingkungan hidup dan


pengelolaan bencana telah tercapai. Perbaikan kondisi lingkungan
yang ada merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan yang
diantaranya meliputi pengendalian terhadap perubahan iklim,
pengendalian kerusakan lingkungan, peningkatan sistem
peringatan dini dan penanggulangan bencana.
Pengendalian perubahan iklim dilakukan melalui penataan regulasi,
seperti Perpres No. 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi GRK dan hingga September 2012 telah disusun
Rencana Aksi Daerah (RAD) GRK 23 provinsi. Dalam kaitan tersebut,
pengendalian laju deforestasi cenderung menyempit, baik pada
area di dalam maupun luar kawasan hutan (Gambar 3.6). Terkait
pengendalian kerusakan lingkungan, penurunan tingkat
pencemaran atau beban pencemaran air telah dicapai lebih dari 11
ton BOD5 per hari, dan 132 juta ton ekuivalen CO. Dalam upaya
peningkatan pelayanan informasi cuaca, pemasangan Automatic
Weather Station (AWS) di 167 lokasi pada tahun 2010
menghasilkan informasi cuaca ekstrem yang dapat diprediksi 3 jam
sebelum kejadian, lebih awal 30 menit dibanding tahun
sebelumnya. Cakupan pelayanan peringatan dini diperluas ke
tingkat kabupaten di 23 provinsi melalui media elektronik dan cetak
lokal, dengan tingkat akurasi sebesar 75 persen. Informasi tentang
Gempa Bumi dan Tsunami terus ditingkatkan kecepatan
pengolahan dan penyebaran informasinya melalui pembangunan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
35
dan pengoperasian Tsunami Early Warning System (TEWS), yaitu
menjadi 5 menit setelah gempa terjadi dari sebelumnya 30 menit
sampai 2 jam. Dalam upaya pengurangan risiko bencana, hingga
pertengahan tahun 2012 diantaranya telah dilakukan peningkatan
dan pengelolaan sarana dan prasarana pencarian dan pertolongan
dan penyelamatan (SAR).

Gambar 3.6
Laju Deforestasi Indonesia (Juta Ha) Tahun 1990 2011

4 3,51
3,5
2,83
3
2,5
1,87
2
1,5 1,08 1,17
1,37 0,83
1 0,5 0,68 0,76 0,45
0,78
0,5 0,61 0,32
0,41 0,13
0 0,3 0,22
1990-1996 1996-2000 2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011

Indonesia Di Dalam Kawasan Hutan Di Luar Kawasan Hutan

Sumber: Kementerian Kehutanan, 2012

Dukungan yang diperlukan dari daerah dalam pembangunan bidang


Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, antara lain: (i)
Mengatasi permasalahan deforestasi dan degradasi hutan dengan
memperluas tata batas kawasan hutan, penyiapan pendanaan guna
operasionalisasi KPH untuk RHL dan peningkatan kapasitas tenaga
penyuluh kehutanan; (ii) Melaksanakan RAN/RAD-GRK dan aksi
adaptasi perubahan iklim melalui koordinasi dan peningkatan
kapasitas penurunan emisi; (iii) Mengendalikan pencemaran dan
kerusakan lingkungan, dengan memperkuat koordinasi antara
Kementerian Lingkungan Hidup, Kantor eco-region yang dibangun
sesuai dengan mandat UU No. 32/2009 dengan Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; (iv)
Menyelesaikan persoalan kebakaran hutan di luar kawasan hutan
dengan pelatihan SMART (Satuan Manggala Agni Reaksi Taktis), Rapat
Koordinasi Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan Pembentukan
Masyarakat Peduli Api (MPA); (v) Penguatan kelembagaan
penanggulangan bencana dan pengintegrasian kebijakan
pengurangan risiko bencana di pusat dan daerah, penguatan
kapasitas masyarakat dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam

Buku Pegangan
36 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
penanggulangan bencana, koordinasi dan keterpaduan penanganan
kedaruratan dan korban di wilayah pasca bencana, serta dukungan
penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan bencana di daerah
dengan tingkat kerawanan tinggi.

Prioritas Nasional 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan


Pascakonflik
Secara umum pencapaian sasaran pembangunan daerah tertinggal,
terdepan, terluar dan pasca konflik masih belum mencapai target
yang ditetapkan pada tahun 2014. Rata-rata pertumbuhan ekonomi
baru mencapai 6,16 persen dari target 7,1 persen. Tingkat kemiskinan
masih cukup tinggi 18,31 persen (2012) dengan target sebesar 14,2
persen. Indeks pembangunan manusia (IPM) baru mencapai 67,48
dari target sebesar 72,2.

Belum tercapainya sasaran pembangunan tersebut dikarenakan


permasalahan yang dihadapi, seperti: (i) Belum optimalnya
pengelolaan sumber daya lokal, (ii) Belum dikembangkannya
kelembagaan permodalan yang dapat memberikan dukungan bagi
masyarakat miskin mengembangkan usahanya, (iii) Kurangnya
dukungan Infrastruktur (terutama infrastruktur transportasi, energi
dan telekomunikasi), (iv) Rendahnya sarana dan prasarana yang
menghubungkan pusat-pusat distribusi menuju pusat-pusat
pertumbuhan, (v) Ketersediaan jumlah tenaga pendidikan dan
kesehatan serta sarana pendidikan dan kesehatan dan (vi) Minimnya
akses terhadap pelayanan dasar dan kurangnya kesadaran
masyarakat untuk hidup sehat dan bersekolah. Dukungan daerah
diperlukan untuk menindaklanjuti permasalahan di atas, antara lain
dengan: (i) Meningkatkan koordinasi dan sinergitas antar pelaku
pembangunan, (ii) Pengembangan ekonomi lokal secara terintegrasi
dengan dukungan sarana dan prasarana pendukung ekonomi yang
memadai dan peningkatan kerjasama antar daerah; (iii)
Mengembangkan program pengentasan kemiskinan yang terfokus
dan terintegrasi; (iv) Pemenuhan pelayanan dasar bagi masyarakat,
baik di bidang pendidikan, kesehatan, sanitasi dan lain sebagainya.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
37
Gambar 3.7 Gambar 3.8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Daerah Tertinggal
8 7,1 74 72,2
7 72

6,32
6 70

68,46
6,46

6,24
6,16
68

6,08
6
5,96

5,95

5,76
5,43

4 66
4,98

67,97
67,48
66,99
3

66,51
64

66,07

66,01
65,93
65,45
2

64,57
62
1 60
0 58
2010
2004

2005

2006

2007

2008

2009

2011

2012

2013

2014

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014
Target RPJMN Laju Pertumbuhan Ekonomi Target RPJMN Indeks Pembangunan Manusia

Sumber: BPS dan RPJMN Sumber: BPS dan RPJMN

Prioritas Nasional 11: Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi


Teknologi

Pembangunan kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi


sampai dengan bulan Juni 2012 telah selaras dengan sasaran
pembangunan RPJMN 2010-2014. Capaian beberapa indikator
bidang tersebut bahkan telah melampaui target sasaran RPJMN
2010-2014, antara lain dalam: (i) Pengelolaan cagar budaya,
revitalisasi museum dan perpustakaan; (ii) Pengembangan,
pendalaman dan pagelaran seni budaya; dan (iii) Penelitian,
penciptaan dan inovasi teknologi. Meski demikian, masih terdapat
permasalahan umum yang dihadapi pada pembangunan bidang
kebudayaan yang perlu diupayakan pemecahannya dengan
didukung daerah yaitu: (i) Peningkatan koordinasi dan sinergi antar
pemangku kepentingan secara berkelanjutan, sehubungan dengan
pengelolaan cagar budaya yang bersifat lintas sektor, program dan
wilayah; (ii) Peningkatan kualitas pelayanan museum di seluruh
provinsi; dan (iii) Peningkatan kapasitas sumber daya
pembangunan kebudayaan sesuai dengan dinamika perkembangan
kebudayaan. Sedangkan dalam hal inovasi teknologi, tantangan
yang masih ditemui diantaranya adalah: (i) Peningkatan sinergi
kegiatan inovasi IPTEK (integrasi program, koordinasi, kolaborasi,
kerjasama dan harmonisasi kegiatan) diantara sesama pelaku riset
IPTEK; (ii) Pengembangan sistem intermediasi yang efektif
menghubungkan sisi penyedia dan pengguna teknologi,
mengakibatkan rendahnya kemampuan sisi pengguna dalam
menyerap teknologi baru hasil invensi teknologi yang tersedia; dan

Buku Pegangan
38 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
(iii) Peningkatan apresiasi, kreasi dan budaya IPTEK di masyarakat.

Prioritas Nasional 12: Politik, Hukum dan Keamanan


Pencapaian pembangunan politik, hukum dan keamanan telah
menunjukkan hasil sesuai dengan target yang telah ditentukan
dalam RPJMN 2010-2014. Dalam hal penanggulangan terorisme,
sejak tahun 2000 telah ditangkap sebanyak 775 tersangka teroris,
diadili sebanyak 597 orang dan sudah mendapatkan vonis
pengadilan sebanyak 586 orang. Dalam meningkatkan peran
Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia, Indonesia
semakin dihargai dan diakui sebagai negara dengan prakarsa dan
sikap yang konsisten mereformasi DK PBB, ikut berpartisipasi dalam
Misi Pemeliharan Perdamaian PBB (UN PKO) yang menempatkan
Indonesia pada posisi ke-15 negara penyumbang pasukan pada
misi-misi PBB dengan tujuh misi dan 1.992 personel sepanjang
tahun 2012, memimpin perancangan posisi bersama negara-negara
Gerakan Non Blok (GNB) mengenai isu-isu perlucutan senjata, serta
menjadi juru runding utama mewakili negara-negara GNB dalam
pertemuan untuk membahas traktat internasional tertentu dan
berbagai norma internasional baru.

Di bidang hukum, pemerintah telah mengeluarkan beberapa


peraturan. Untuk memperkuat perlindungan dan pemenuhan HAM
pada masyarakat adalah dengan dikeluarkannya Perpres No.
23/2011 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM dan ditindak
lanjuti dengan pembentukan Panitia RAN HAM di 32 K/L, provinsi
dan kabupaten/kota.
Dalam pencapaian sasaran Prioritas Politik, Hukum dan Keamanan
beberapa permasalahan yang dihadapi adalah: (i) Isu radikalisme
yang cenderung meningkat, lemahnya koordinasi antar lembaga
dan belum efektifnya pelaksanaan undang-undang tentang
penanggulangan terorisme; (ii) Sikap sebagian anggota DK PBB
yang resisten terhadap reformasi, khususnya terkait isu
enlargement (distribusi keanggotaan yang lebih adil secara
geografis) dan veto power; (iii) Masih kurangnya komitmen instansi
pemerintah ditingkat pusat dan daerah, masih terdapat instansi
ditingkat pusat dan daerah yang belum membentuk panitia RAN
HAM, belum efektifnya koordinasi dan sinergitas di kalangan aparat
penegak hukum dalam proses penanganan kasus pelanggaran HAM
dan munculnya berbagai peraturan baik ditingkat pusat dan daerah
yang terindikasi melanggar HAM.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
39
Dukungan daerah dapat diwujudkan dalam pelaksanaan strategi
pembangunan bidang hukum melalui: (i) Peningkatan efektivitas
dan kualitas peraturan perundang-undangan, (ii) Peningkatan
kualitas dan integritas SDM hukum, (iii) Pembenahan hubungan
dan penguatan koordinasi antar kelembagaan hukum; dan (iv)
Peningkatan kesadaran hukum di seluruh instansi pemerintah baik
di tingkat pusat maupun daerah.

Prioritas Nasional 13 : Perekonomian Lainnya


Pencapaian pembangunan perekonomian telah menunjukkan hasil
sesuai dengan target yang telah ditentukan dalam RPJMN 2010-
2014, namun lambatnya pemulihan krisis ekonomi global masih
menjadi tantangan yang dihadapi sektor industri. Sasaran
pertumbuhan industri hingga Triwulan III tahun 2012 telah
tercapai, baik untuk industri secara keseluruhan maupun industri
nonmigas. Namun demikian krisis ekonomi global memberikan
dampak yang signifikan bagi pertumbuhan industri, sehingga
diperlukan penyesuaian arah kebijakan yang lebih berorientasi
pada pemanfaatan kekayaan sumber alam dan perlindungan pasar
domestik dari serbuan produk yang ilegal dan tidak berkualitas.
Untuk itu pengembangan industri nonmigas akan diarahkan pada
industri pengolah hasil pertanian dan pertambangan, serta industri
yang memanfaatkan SDM yang tersedia serta pemenuhan
kebutuhan domestik. Sementara itu, pelayanan dan perlindungan
TKI telah mencapai target 2014. Peningkatan kualitas pelayanan
dan perlindungan TKI, telah ditempuh melalui langkah kebijakan: (i)
Menyediakan pusat layanan pengaduan (crisis center) bagi TKI; (ii)
Membuat sistem informasi TKI (SIM-TKI) yang terintegrasi dengan
NIK; (iii) Meningkatkan pelayanan oleh pemerintah daerah; (iv)
Meningkatkan akses TKI kepada kredit murah untuk membiayai
keberangkatan; (v) Meningkatkan pelayanan kesehatan dan
asuransi; dan (vi) Meningkatkan perlindungan hukum di dalam
negeri dan di luar negeri.
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam mencapai sasaran
pembangunan perekonomian, diantaranya: (i) Belum memadainya
infrastruktur pendukung kawasan/klaster industri seperti
pelabuhan, akses jalan, angkutan, listik dan gas; dan (ii) Masih
adanya masalah terkait dengan penyelesaian kasus pengaduan TKI,
pemanfaatan KUR-TKI oleh calon TKI, dan pemberian bantuan
hukum bagi WNI di luar negeri. Selain itu, belum dapat diselesaikan
secara optimal masalah TKI yang diadukan melalui hotline service

Buku Pegangan
40 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
akibat belum terbangunnya mekanisme penyelesaian masalah
antar instansi. Beberapa hal yang perlu mendapat dukungan
daerah diantaranya: (i) Penyediaan infastruktur serta penyediaan
bahan baku industri melalui insentif fiskal dan insentif lainnya; (ii)
Mendukung pembiayaan bagi daerah-daerah basis TKI untuk
memperluas akses pelayanan bagi calon TKI; dan (iii) Peningkatan
koordinasi dan sinergi antar instansi untuk mengoptimalkan
penyelesaian masalah TKI.

Prioritas Nasional 14: Kesejahteraan Rakyat


Pencapaian pembangunan kesejahteraan rakyat telah
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Di Bidang Agama,
perbaikan pelayanan kepada 211.000 jemaah haji tahun 2012
ditunjukkan dengan: (i) Perbaikan proses pelaksanaan ibadah haji
melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat); (ii)
Pemberian subsidi beberapa komponen biaya haji; (iii) Penerbitan
paspor dan visa haji yang lebih tepat waktu; dan (iv) Perbaikan
seleksi petugas haji melalui seleksi administrasi di tingkat
kabupaten/kota, ujian tertulis/tes kompetensi dan psikologi di
tingkat provinsi. Dalam pembangunan kepariwisataan, hingga
tahun 2012 sebagian besar capaian telah menunjukkan hasil sesuai
dengan target yang ditetapkan. Jumlah wisman pada tahun 2011
meningkat 9,24 persen dibandingkan dengan tahun 2010,
sedangkan jumlah wisnus pada tahun 2011 meningkat 1,01 persen
dibandingkan tahun 2010. Diperkirakan jumlah wisman dan wisnus
sebesar 20 persen pada akhir pelaksanaan RPJMN 2010-2014 akan
tercapai. Penerapan Pengarusutamaan Gender (PUG) juga
menunjukkan capaian yang berarti, salah satunya adalah
percepatan PUG melalui perencanaan dan penganggaran yang
responsif gender (PPRG) yang telah diterapkan di 28 K/L dan 10
provinsi pada tahun 2012. Peningkatan efektivitas kelembagaan
perlindungan bagi perempuan dan anak terhadap berbagai tindak
kekerasan antara lain ditunjukkan dengan disahkannya berbagai
kebijakan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam rangka
penanganan korban kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan
kekerasan terhadap anak (KtA), pada tahun 2012 telah dibentuk
P2TP2A di 26 provinsi dan 163 kabupaten/kota serta 306 Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di Polda/Polres.
Berbagai permasalahan yang perlu mendapat dukungan daerah
dalam perbaikan pelaksanaan ibadah haji antara lain adalah: (i)
Memprioritaskan pemberangkatan calon haji yang belum pernah

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
41
melaksanakan haji, untuk mengurangi daftar tunggu jemaah haji;
(ii) Mendukung pengembangan jaringan komputerisasi untuk 34
Kantor Kementerian Agama Kabupaten dan peningkatan sistem
biometrik di 161 kabupaten/kota; dan (iii) Peningkatan kualitas
bimbingan bagi calon jemaah haji di daerah. Dalam pembangunan
pariwisata, antara lain adalah: (i) Meningkatkan koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi lintas lembaga dan lintas sektor; (ii)
Membantu penyusunan perencanaan pembangunan
kepariwisataan daerah; (iii) Meningkatkan pemanfaatan berbagai
media dan teknologi informasi sebagai sarana promosi pariwisata;
dan (iv) Meningkatkan pengembangan profesionalisme SDM di
bidang pariwisata melalui pendidikan dan pelatihan SDM dan
pendidikan tinggi bidang pariwisata. Dalam penerapan PUG, antara
lain adalah meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG,
mengoptimalkan pelaksanaan PPRG, serta menyusun sistem
manajemen data dan informasi gender. Dalam kebijakan
perlindungan bagi perempuan dan anak terhadap berbagai tindak
kekerasan adalah meningkatkan koordinasi antar SKPD serta antara
pusat dan daerah, serta pengawasan terhadap efektivitas
perlindungan bagi perempuan dan anak oleh SKPD terkait.

3.2 Evaluasi Pembangunan Daerah

3.2.1 Tingkat Pada tahun 2012, ekonomi Indonesia mampu tumbuh mencapai
Pertumbuhan 6,2 persen, walaupun di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi
tersebut tentunya disumbang oleh pertumbuhan ekonomi di setiap
daerah. Bila dilihat berdasarkan provinsi, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Papua Barat adalah yang tertinggi dibandingkan dengan
provinsi lainnya, yaitu sebesar 15,8 persen; yang kemudian diikuti
dengan Provinsi Sulawesi Tenggara (10,4 persen), Sulawesi Tengah
(9,3 persen), Sulawesi Barat (9,0 persen), Sulawesi Selatan (8,4
persen). Seluruh Provinsi di Pulau Sulawesi mencapai pertumbuhan
yang tinggi (di atas rata-rata nasional), dengan rata-rata
pertumbuhan Pulau Sulawesi sebesar 8,8 persen di tahun 2012.
Provinsi di Pulau Jawa juga mengalami pertumbuhan ekonomi di
atas pertumbuhan ekonomi nasional, kecuali DI Yogyakarta yang
tumbuh 5,3 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di
beberapa provinsi masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi

Buku Pegangan
42 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
nasional, dengan laju yang cukup rendah yaitu: Provinsi
Kalimantan Timur (2,0 persen); Papua (1,1 persen); Riau (3,6
persen); Maluku ( 4,3 persen); dan Aceh (5,2 persen). Bahkan, satu
provinsi di Indonesia mengalami pertumbuhan negatif pada tahun
2012, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat yang pertumbuhannya
sebesar -1,2 persen.

Gambar 3.9
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Tahun 2012

18% 15,8%
16%
14%
12%
10%
8%
6% 6,2%
4%
2%
0%
-2%
-4% -1,2%
Bengkulu

Maluku
Riau
Sumatera Utara

Bali

Papua
Gorontalo
Kalimantan Timur
Jawa Timur
Aceh

Banten
Kep. Riau

Kalimantan Selatan

Sulawesi Utara
Sumatera Selatan

Kep. Bangka Belitung

Papua Barat
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Barat

Maluku Utara
Jambi

Jawa Barat
Sumatera Barat

Kalimantan Barat

Sulawesi Tenggara
Lampung

DKI Jakarta

Jawa Tengah

Kalimantan Tengah
DI Yogyakarta

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS per Provinsi

Faktor utama yang menyebabkan Provinsi Nusa Tenggara Barat


mengalami pertumbuhan ekonomi negatif adalah penurunan
kinerja ekspor yang mengalami kontraksi, sedangan kontribusi
positif terhadap pertumbuhan ekonomi diberikan oleh konsumsi
rumah tangga, yang sebesar 3,1 persen. Sementara sumbangan
ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar -3,6
persen. Sebaliknya Provinsi Papua Barat mengalami pertumbuhan
ekonomi yang sangat tinggi, dengan sumber utama pertumbuhan
ekonomi dari sisi produksi adalah sektor industri pengolahan 11,57
persen, sektor konstruksi 0,83 persen, dan sektor perdagangan,
hotel dan restoran 0,70 persen. Sementara itu, dari sisi
pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
adalah perubahan stok dan ekspor yang masing-masing
memberikan kontribusi sebesar 14,6 dan 13,6 persen.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
43
3.2.2 Tingkat Tingkat kemiskinan per provinsi di Indonesia pada tahun 2012
Kemiskinan secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011,
baik dari sisi jumlah penduduk miskin maupun tingkat
kemiskinannya Walaupun masih ada beberapa daerah yang belum
dapat mencapai target nasional, namun hampir semua provinsi
menunjukkan prestasi dalam menurunkan angka kemiskinannya.
Secara geografis, konsentrasi jumlah penduduk miskin pada tahun
2012 berada di wilayah Jawa, terutama di Jawa Barat (4,4 juta
jiwa), Jawa Tengah (4,9 juta jiwa) dan Jawa Timur (5,0 juta jiwa).
Diluar ketiga provinsi tersebut masih terdapat provinsi-provinsi lain
dengan jumlah penduduk miskin lebih dari 1 juta orang, yaitu di
Provinsi Sumatera Utara (1,4 juta jiwa), Sumatera Selatan (1,0 juta
jiwa), Lampung (1,2 juta jiwa) dan Nusa Tenggara Timur (1,0 juta
jiwa).
Berdasarkan tingkat kemiskinannya, Provinsi Papua, Papua Barat,
Maluku dan Nusa Tenggara Timur adalah provinsi yang masih
memiliki angka kemiskinan terbesar, yaitu masing-masing 30,7
persen; 27,0 persen; 20,8 persen dan 20,4 persen. Namun
demikian, angka kemiskinan ini lebih kecil dari tahun 2011 yang
masing-masing mencapai 32,0 persen; 31,9 persen; 23 persen; dan
21,2 persen. Sementara itu, beberapa daerah yang tingkat
kemiskinannya rendah adalah DKI Jakarta (3,7 persen), Bali (3,9
persen), Kalimantan Selatan (5,0 persen) dan Bangka Belitung (5,4
persen).

Gambar 3.10
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin per Provinsi (September 2012)
6000 35%
5000 30%
25%
4000
20%
3000
15%
2000 11,6%
10%
1000 5%
0 0%
Jawa Timur
Kep. Riau

Maluku
Bali

Jawa tengah
Banten

Riau

Bengkulu

Papua
Gorontalo
Sumatera Utara
Sulawesi Utara

Aceh
Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Sumatera Selatan

Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Kep. Bangka Belitung

Maluku Utara
Jambi
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
DKI Jakarta

Kalimantan Barat
Sumatera Barat
Kalimantan Tengah

Sulawesi Tenggara

Lampung
DI Yogyakarta

Nusa Tenggara Timur


Sulawesi Barat

Sulawesi Tengah

Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Tingkat Kemiskinan Nasional

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Buku Pegangan
44 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Secara umum perbaikan angka kemiskinan di setiap provinsi ini
dikontribusikan oleh program-program penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti: beras untuk
rakyat miskin (Raskin), jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas), bantuan langsung tunai (BLT), bantuan opersional
sekolah (BOS), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri di Perkotaan dan Perdesaan, Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan lain-
lain. Selain itu, beberapa provinsi juga aktif mengembangkan
berbagai program untuk mengurangi tingkat kemiskinan, seperti
menjaga harga gabah dan komoditas lainnya untuk memotivasi
petani, menjaga pasokan berbagai komoditas untuk menjaga harga
melalui perbaikan transportasi angkut sembako, Beguwai Jejamo
Wawai, Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, serta
Klinik Pertanian Keliling.
Namun demikian, upaya pengentasan kemiskinan masih perlu terus
ditingkatkan, terutama dalam rangka mengurangi tingkat
kesenjangan antar wilayah dan juga antara daerah perkotaan dan
perdesaan. Oleh karena itu, program-program untuk masyarakat
miskin perlu diupayakan agar dapat dirasakan di seluruh
Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan hingga ke Desa-desa di
pedalaman. Perbaikan distribusi pendapatan, program
pemberdayaan masyarakat, perluasan kesempatan ekonomi pada
masyarakat berpenghasilan rendah serta memperluas akses
perlindungan sosial perlu terus diupayakan. Program-program
dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Penanggulangan
Kemiskinan Indonesia (MP3KI) akan menjadi program utama dalam
mempercepat penanggulangan kemiskinan. Sasaran dari
pelaksanaan MP3KI ini adalah tingkat kemiskinan sebesar 4-5
persen pada tahun 2025.

3.2.3 Tingkat Berdasarkan Sakernas Agustus 2012, jumlah tenaga kerja yang
Pengangguran berstatus penganggur di Indonesia adalah sebanyak 7,2 juta orang,
turun dari Agustus 2011 yang mencapai 7,7 juta orang. Dengan kata
lain, tingkat pengangguran pada tahun 2012 (Agustus) adalah
sebesar 6,14 persen dari keseluruhan angkatan kerja yang
berjumlah sekitar 118,0 juta orang. Distribusi jumlah penganggur
menurut masing-masing provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
45
Gambar 3.11
Jumlah Penganggur Berdasarkan Perkotaan dan Perdesaan (Ribu Orang)

Sulawesi Barat 9,10 2,88


Maluku Utara 14,25 7,91
Gorontalo 12,40 7,94
Papua Barat 9,15 10,71
Kep. Bangka Belitung 9,25 11,81
Kalimantan Tengah 21,49 13,57
Bengkulu 15,09 16,04
Sulawesi Tengah 28,58 19,04
Jambi 27,83 19,47
Maluku 29,90 19,69
Sulawesi Tenggara 20,65 20,43
Nusa Tenggara Timur 41,79 20,57
Bali 19,68 27,65
Kalimantan Barat 45,26 30,75
Papua 23,09 34,42
Kep. Riau 4,82 41,98
Nusa Tenggara Barat 60,78 49,17
Sulawesi Utara 30,37 50,46
Aceh 128,68 51,27
Kalimantan Selatan 45,79 55,03
DI Yogyakarta 21,22 55,94
Riau 50,88 56,90
Sumatera Barat 75,52 66,66
Sumatera Selatan 115,33 93,66
Lampung 84,92 103,67
Kalimantan Timur 47,76 110,50
Sumatera Selatan 98,32 115,12
Sumatera Utara 120,74 259,24
Banten 166,24 352,97
Jawa Timur 403,95 415,62
Jawa Tengah 475,26 486,88
DKI Jakarta 529,98
Jawa Barat 623,22 1205,77
1.000 500 00 500 1.000 1.500
Ribu Orang
Perkotaan Perdesaan

Sumber: Sakernas, BPS

Secara umum, Tingkat Pengangguran Terbuka di setiap provinsi


menurun pada tahun 2012, kecuali di beberapa provinsi yang
tingkat penganggurannya meningkat, yaitu Nusa Tenggara Timur
(2,9 persen), Bangka Belitung (3,5 persen), Bengkulu (3,6 persen)
dan Aceh (9,1 persen). Sementara itu provinsi Banten, Jawa
Tengah, Riau dan Papua Barat, pada tahun 2012 mengalami
penurunan tingkat pengangguran yang signifikan yaitu masing-
masing menjadi 10,1 persen; 3,17 persen; 4,3 persen dan 5,5
persen; dari yang sebelumnya mencapai 13,5 persen; 6,1 persen;
7,2 persen dan 8,3 persen.
Namun demikian, beberapa provinsi masih memiliki tingkat
pengangguran terbuka lebih tinggi daripada rata-rata nasional,

Buku Pegangan
46 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
yaitu Banten (10,1 persen), DKI Jakarta (9,9 persen), Kalimantan
Timur (8,9 persen), Jawa Barat (9,1 persen), Sulewesi Utara (7,8
persen), Aceh (9,1 persen), Maluku (7,5 persen), Sumatera Utara
(6,2 persen) dan Sumatera Barat (6,5 persen). Apabila dilihat
berdasarkan lokasi geografisnya, maka mayoritas penganggur
berada di wilayah Indonesia Barat, terutama di Pulau Jawa dan
Sumatera. Provinsi dengan jumlah penganggur terbesar adalah
Jawa Barat (1,8 juta orang), diikuti oleh Jawa Tengah (962,1 ribu
orang) dan juga Jawa Timur (819,6 ribu orang). Sementara itu,
berdasarkan distribusi pengangguran kota-desa di setiap provinsi,
jumlah penganggur di daerah perkotaan secara umum terlihat lebih
tinggi dibandingkan dengan di daerah perdesaan.
Keberhasilan Indonesia dalam menurunkan tingkat pengangguran
tentunya disebabkan oleh tersedianya lapangan kerja baru, seiring
dengan tingginya upaya daerah dalam mengundang investor untuk
berinvestasi di daerahnya. Disamping itu, beberapa daerah
melaksanakan program-program lain yang telah dilakukan untuk
mengurangi tingkat pengangguran antara lain adalah: Sumatera
Utara yang sering melaksanakan job fair dan Jawa Timur yang
melakukan penempatan tenaga kerja melalui mekanisme AKAD
(Antar Kerja Antar Daerah), AKL (Antar Kerja Lokal), AKAN (Antar
Kerja Antar Negara), pengiriman transmigrasi dan tenaga kerja
kontrak. Selain itu, beberapa daerah juga berupaya untuk
menggerakkan sektor informal yang juga merupakan salah satu
sektor yang turut mendukung penyerapan tenaga kerja. Program
Nasional seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ikut memberikan
andil dalam penurunan angka pengangguran.
Namun demikian, beberapa kendala yang dihadapi dalam
menurunkan tingkat pengangguran antara lain adalah: (i) proporsi
tenaga kerja di berbagai sektor yang belum seimbang, dengan
kecenderungan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke
sektor perdagangan dan jasa; (ii) besarnya tingkat urbanisasi ke
kota-kota besar yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan
jumlah penganggur; (iii) Peningkatan jumlah pencari kerja yang
tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan, sehingga
semakin meningkatkan kompetisi untuk mendapatkan kerja (iv)
masih rendahnya kualitas tenaga kerja, sehingga perlu diupayakan
kebijakan daerah dalam rangka peningkatan kualitas tenaga kerja;
serta (v) permasalahan iklim investasi di daerah yang masih belum

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
47
mendukung sehingga peningkatan lapangan kerja di daerah
menjadi belum optimal.

Gambar 3.12
Tingkat Pengangguran Terbuka per Provinsi Tahun 2012
16
2011 2012
14

12

10

Sumatera Utara
Riau
Bali

Banten
Aceh
Lampung

Kep. Riau

Maluku

Papua Barat
Papua

Maluku Utara

Jawa Barat
Jambi

Kalimantan Barat

Jawa Tengah

Sumatera Barat

DKI Jakarta
Bengkulu
Kalimantan Tengah
Sulawesi Barat

Gorontalo
Nusa Tenggara Timur

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Sulawesi Tengah

Kalimantan Selatan

Sumatera Selatan

Sulawesi Selatan

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur
Kep. Bangka Belitung

Nusa Tenggara Barat


Sulawesi Tenggara

Indonesia

Sumber: Sakernas, BPS

3.2.4 Isu Strategis Sebagai bagian dari upaya untuk mempertajam pembangunan
dan Prioritas nasional dan pembangunan daerah di setiap tahunnya, maka arah
Pembangunan kebijakan pembangunan nasional dan pembangunan daerah
Daerah disusun berdasarkan isu strategis di setiap tahunnya. Sehingga,
arah kebijakan dan strategi pembangunan dapat lebih difokuskan
pada penuntasan isu strategis, mengingat adanya keterbatasan
sumber daya yang tersedia.

Tabel 3.4
Isu Strategis dan Prioritas Pembangunan Provinsi Tahun 2013
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

Aceh 1. Pembangunan Daerah 1. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan;


Tertinggal, Terdepan, Terluar 2. Keberlanjutan perdamaian;
dan Pasca Konflik; 3. Dinul Islam, adat dan budaya;
4. Ketahanan pangan dan nilai tambah produk;
2. Penguatan ketahanan pangan;
5. Penanggulangan kemiskinan;
3. Peningkatan akses dan kualitas 6. Pendidikan;
pelayanan pendidikan; 7. Kesehatan;
4. Peningkatan pembangunan 8. Infrastruktur yang terintegrasi;
infrastruktur wilayah; 9. Sumber daya alam berkelanjutan;
5. Peningkatan pelayanan 10. Kualitas lingkungan dan kebencanaan.
kesehatan.

Buku Pegangan
48 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

Sumatera 1. Peningkatan aksesibilitas 1. Peningkatan kehidupan beragama, penguatan tata kelola


Utara masyarakat pada pelayanan pemerintahan dan partisipasi masyarakat dalam
kesehatan; pembangunan;
2. Pembangunan jalan tol Medan- 2. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan;
Kualanamu-Tebing Tinggi; 3. Peningkatan aksesibilitas dan pelayanan kesehatan;
3. Peningkatan status jalan 4. Revitalisasi pertanian untuk peningkatan ketahanan
Kawasan Industri Sei Mangkei; pangan dan pengembangan agroindustri/agribisnis;
4. Pembangunan infrastruktur 5. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan;
pendukung daerah wisata; 6. Peningkatan infrastruktur mendukung pembangunan
5. Peningkatan akses pendidikan ekonomi;
menengah dan kejuruan 7. Perluasan kesempatan kerja dan peningkatan
kesejahteraan rakyat miskin.
Sumatera 1. Penanganan daerah tertinggal; 1. Pengamalan agama dan ABS-SBK dalam kehidupan
Barat 2. Pengolahan lahan kritis; masyarakat;
3. Pembangunan infrastruktur 2. Pelaksanaan reformasi birokrasi dalam pemerintahan;
kereta api. 3. Peningkatan pemerataan dan kualitas pendidikan;
4. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat;
5. Pengembangan pertanian berbasis kawasan dan komoditi
unggulan;
6. Pengembangan industri olahan dan perdagangan, usaha
mikro kecil menengah dan koperasi dan iklim investasi;
7. Pengembangan kawasan wisata alam;
8. Percepatan penururan tingkat kemiskinan, pengangguran
dan daerah tertinggal;
9. Pembangunan infrastruktur penunjang ekonomi rakyat;
10. Penanggulangan bencana alam dan pelestarian LH.
Riau 1. Pencapaian sasaran Millenium 1. Pemantapan ekonomi daerah melalui pengembangan
Development Goals; sektor jasa dan industri, penguatan ketahanan pangan,
2. Percepatan pelaksanaan Master koperasi dan UMKM, pembangunan perdesaan, serta
Plan Percepatan dan Perluasan pembangunan daerah perbatasan dan daerah terisolir
Pembangunan Ekonomi dengan tetap fokus untuk menurunkan angka kemiskinan,
Indonesia (MP3EI) ; menekan angka pengangguran dan memperluas
3. Pembangunan infrastruktur, kesempatan kerja;
energi dan lingkungan hidup; 2. Peningkatan sumber daya manusia yang sehat, terdidik
4. Penyelenggaraan Islamic dan terlatih dengan mengedepankan nilai-nilai moral;
Solidarity Games 2013; 3. Percepatan penyediaan infrastruktur dan energi untuk
5. Revitalisasi pertanian; mendukung pemantapan ekonomi daerah,
6. Pembangunan daerah tertinggal pengembangan investasi dan pariwisata serta
dan kawasan. keseimbangan antar wilayah;
4. Reformasi birokrasi, penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi;
5. Pengembangan kebudayaan dan potensi pariwisata
berlandaskan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal;
6. Pembangunan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan
penanganan masalah regional dan global;
7. Fungsionalisasi sarana prasarana Paska PON XVIII 2012
dan sarana prasarana strategis lainnya, serta
mensukseskan penyelenggaraan Islamic Solidarity Games
Tahun 2013.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
49
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

Jambi 1. Pembangunan sistem dan 1. Peningkatan infrastruktur wilayah dan pelayanan umum,
peningkatan jaringan dengan fokus pada infrastruktur jalan dan jembatan,
transportasi wilayah; listrik, jaringan irigasi, air bersih, pendidikan, kesehatan
2. Peningkatan kesejahteraan dan perumahan;
petani; 2. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan serta
3. Pembangunan kawasan pantai sosial budaya, dengan fokus pada pemerataan akses serta
timur Jambi sebagai kawasan peningkatan peran budaya dan agama, peran pemuda dan
ekonomi ; prestasi olahraga, perlindungan dan kesejahteraan sosial
4. Peningkatan kualitas sumber dan kualitas pelayanan;
daya manusia; 3. Pengembangan ekonomi rakyat, investasi dan
5. Peningkatan pelayanan kepariwisataan, dengan fokus pada peningkatan
kesehatan sampai ke tingkat perekonomian dan kepariwisataan daerah;
desa. 4. Ketahanan pangan dan sumber daya alam serta
lingkungan hidup, dengan fokus pada peningkatan
pembangunan pertanian dan ketahanan pangan,
peningkatan kualitas dan kelestarian sumber daya
mineral, air, lahan dan energi yang dapat diperbarukan,
serta peningkatan kualitas pengelolaan mitigasi
perubahan iklim dan kelestarian lingkungan hidup;
5. Penataan tata pemerintahan yang baik, dengan fokus
pada tata pemerintahan, jaminan kepastian dan
perlindungan hukum, serta kesetaraan gender.
Sumatera 1. Peningkatan pembangunan 1. Tata kelola pemerintahan, dengan sasaran meningkatnya
Selatan industri di Koridor Ekonomi; kapasitas dan kapabilitas aparatur, meningkatnya
2. Percepatan pembangunan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan meningkatnya
infrastruktur domestic pelayanan publik berbasis teknologi informasi;
connectivity; 2. Pengembangan SDM, penanggulangan kemiskinan dan
3. Percepatan pengurangan pengangguran, dengan sasaran meningkatnya perluasan
kemiskinan; dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan,
4. Peningkatan pembangunan meningkatnya mutu serta relevansinya dengan kebutuhan
sumber daya manusia. pasar kerja dan meningkatnya penyediaan layanan
kesehatan yang terjangkau dan bermutu;
3. Pengembangan agribisnis, dengan sasaran penguatan
ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan mendorong
pertumbuhan industri hilir;
4. Pengembangan sumber daya energi, dengan sasaran
meningkatnya pemanfaatan dan produksi batubara,
geothermal, CBM dan energi terbarukan;
5. Percepatan penyediaan infrastruktur strategis, dengan
sasaran percepatan realisasi pembangunan dan
berfungsinya pelabuhan penyeberangan Tanjung Api-Api,
jaringan rel kereta api, monorel, jalan dan jembatan,
bandara perintis, jaringan air bersih, persampahan dan
kegiatan pendukung pelaksanaan MP3EI;
6. Pengembangan pusat olahraga nasional, dengan sasaran
pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan fasilitas
olahraga, Jakabaring Sport City dan Sekolah Tinggi
Olahraga;
7. Keberlanjutan lingkungan hidup dan penanggulangan
bencana.

Buku Pegangan
50 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

Bengkulu 1. Peningkatan akses dan mutu 1. Perekonomian rakyat dan iklim investasi;
pendidikan; 2. Sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan, pemuda
2. Peningkatan jumlah dan olahraga, pemberdayaan perempuan-KB);
perbaikan distribusi tenaga 3. Kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan;
medis, paramedis, dan dokter; 4. Revitalisasi pertanian, ketahanan pangan serta
3. Percepatan pengurangan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan yang
kemiskinan; berkelanjutan;
4. Peningkatan prasarana dan 5. Infrastruktur dasar (bina marga, cipta karya, irigasi,
sarana perhubungan; perhubungan, telekomunikasi dan energi);
5. Peningkatan cadangan pangan. 6. Sumber daya alam, lingkungan hidup dan penanggulangan
bencana;
7. Pariwisata, kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi;
8. Pemerintahan, hukum dan ketertiban umum.
Lampung 1. Perkuatan domestic connectivity 1. Memperkuat daya dukung infrastruktur dan pengelolaan
dalam rangka percepatan energi;
pertumbuhan dan pemerataan 2. Revitalisasi pertanian melalui sinergi perkuatan sistem
ekonomi daerah; dari hulu sampai dengan hilir;
2. Percepatan pencapaian sasaran 3. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan
Millenium Development Goals; serta kesehatan;
3. Pengembangan Lampung 4. Pemantapan penyiapan dan pengelolaan serta
sebagai Center of Excellence di pengawasan ketenagakerjaan;
bidang pendidikan dan riset; 5. Pengembangan industri, perdagangan, jasa dan
4. Pengembangan kawasan, tata pariwisata;
ruang, dan konservasi; 6. Pemantapan pengelolaan sumber daya alam, lingkungan
5. Pembangunan ekonomi wilayah dan penanggulangan bencana;
terpadu. 7. Pemantapan kerjasama dan reformasi birokrasi.
Kep. 1. Pemulihan daya dukung 1. Pembangunan ekonomi melalui optimalisasi sektor
Bangka lingkungan; unggulan;
Belitung 2. Percepatan pembangunan 2. Peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur wilayah; kesejahteraan masyarakat;
3. Pengembangan Bangka Belitung 3. Peningkatan infrastruktur, penataan ruang dan
sebagai tujuan wisata; pengelolaan LH;
4. Pengembangan industri 4. Keseimbangan pembangunan desa dan kota;
unggulan daerah; 5. Tata kelola pemerintahan.
5. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia.
Kep. Riau 1. Percepatan pertumbuhan 1. Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan pendidikan
ekonomi daerah; dan kesehatan;
2. Peningkatan pendidikan dan 2. Pengembangan infrastruktur dan percepatan penyelesaian
kesehatan dalam rangka RTRW;
percepatan pencapaian target 3. Pengentasan kemiskinan dan pengembangan potensi
Millenium Development Goals; pulau terluar;
3. Penanganan pulau-pulau terluar 4. Percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi daerah
dan daerah tertinggal; melalui kekuatan ekonomi kelautan, pertanian dan
4. Percepatan penetapan Rencana industri pengolahan serta pariwisata yang berwawasan
Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan lingkungan;
percepatan pembangunan 5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan
infrastruktur konektivitas bersih.
antarpulau;

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
51
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

5. Percepatan penurunan
kemiskinan.
DKI Jakarta 1. Penanganan masalah kemacetan 1. Peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan yang
kota, melalui pengembangan transparan dan akuntabel;
angkutan umum darat dan 2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar yang
pengembangan angkutan umum berkeadilan utamanya untuk layanan pendidikan,
laut ke gugusan Pulau Seribu; kesehatan dan sosial;
2. Penanggulangan banjir 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat serta penataan
(penataan waduk, serta sarana kelembagaan dan pelaksanaan sistem pemenuhan
dan prasarana pengendalian kebutuhan masyarakat berbasis pemberdayaan;
banjir); 4. Pemantapan pembangunan infrastruktur dalam rangka
3. Penambahan air baku. mewujudkan pertumbuhan perekonomian yang
berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Jawa Barat 1. Ketersediaan dan kualitas 1. Peningkatan kualitas pendidikan;
infrastruktur wilayah secara 2. Peningkatan kualitas kesehatan;
merata serta percepatan 3. Peningkatan daya beli masyarakat;
penyelesaian pembangunan 4. Kemandirian pangan;
infrastruktur strategis, 5. Peningkatan kinerja aparatur;
ketahanan energi dan 6. Pengembangan infrastruktur wilayah;
diversifikasi sumber energi serta 7. Kemandirian energi dan kecukupan air baku;
pemanfaatan energi baru dan 8. Penanganan bencana dan pengendalian lingkungan hidup;
terbaharukan serta 9. Pembangunan perdesaan;
perlindungan dan pengelolaan 10. Pengembangan budaya lokal dan destinasi wisata.
lingkungan hidup serta mitigasi
bencana;
2. Aksesibilitas dan mutu
pelayanan kesehatan serta
perilaku hidup bersih dan sehat;
3. Pengelolaan dan ketahanan
pangan masyarakat;
4. Aksesibilitas, peningkatan mutu
pendidikan dan tata kelola
sekolah;
5. Penurunan tingkat kemiskinan
dan pengangguran.
Jawa 1. Stabilisasi produksi pangan 1. Menurunkan angka kemiskinan;
Tengah untuk keberlanjutan ketahanan 2. Memantapkan ketahanan pangan;
pangan; 3. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat;
2. Peningkatan daya saing daerah 4. Meningkatkan potensi dan daya saing daerah yang
melalui peningkatan kualitas dan didukung oleh peningkatan infrastruktur;
kapasitas infrastruktur wilayah; 5. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pengendalian
3. Pemerataan akses dan lingkungan hidup serta pengurangan risiko bencana;
peningkatan kualitas 6. Memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik;
penyelenggaraan pendidikan; 7. Memantapkan demokratisasi dan kondusifitas wilayah.
4. Penurunan jumlah penduduk
miskin dan tingkat
pengangguran terbuka.

Buku Pegangan
52 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

DI 1. Pengembangan kawasan Baron, 1. Reformasi birokrasi dan tata kelola;


Yogyakarta Sadeng, termasuk Baron 2. Pendidikan;
Technopark; 3. Kesehatan;
2. Pembangunan Pantai Selatan 4. Penanggulangan kemiskinan;
(Pansela)/Jalur Jalan Lintas 5. Ketahanan pangan;
Selatan (JJLS); 6. Infratruktur
3. Penataan kawasan cagar budaya 7. Iklim investasi dan usaha;
Kotagede; 8. Energi;
4. Pemberdayaan UMKM dan 9. Lingkungan hidup dan bencana;
pengembangan pasar 10. Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pascakonflik;
tradisional. 11. Kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi.
Jawa Timur 1. Peningkatan pelayanan 1. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan
kesehatan; pendidikan;
2. Pembangunan infrastruktur 2. Peningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan
sebagai penunjang kawasan kesehatan;
(jalan, pelabuhan laut, kereta 3. Perluasan lapangan kerja;
api); 4. Peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan;
3. Peningkatan produktivitas padi 5. Peningkatan kesejahteraan sosial rakyat;
dan penyediaan air baku; 6. Revitalisasi pertanian dan pengembangan agroindustri/
4. Penurunan tingkat kemiskinan agrobisnis;
dan pengangguran. 7. Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
8. Peningkatan investasi, ekspor non-migas, dan pariwisata;
9. Peningkatan daya saing industri manufaktur;
10. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur;
11. Pemeliharaan kualitas dan fungsi lingkungan hidup, serta
perbaikan pengelolaan sumber daya alam, dan penataan
ruang;
12. Percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi dan
peningkatan pelayanan publik;
13. Peningkatan kualitas kesalehan sosial demi terjaganya
harmoni sosial;
14. Peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan di
semua bidang dan terjaminnya pengarusutamaan gender;
15. Peningkatan peran pemuda dan pengembangan olahraga;
16. Penghormatan, pengakuan dan penegakan hukum dan
hak asasi manusia;
17. Peningkatan keamanan dan ketertiban dan
penanggulangan kriminalitas;
18. Percepatan penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi
sosial ekonomi dampak lumpur panas Lapindo.
Banten 1. Peningkatan investasi kawasan- 1. Infrastruktur wilayah dan kawasan;
kawasan industri; 2. Ketahanan pangan, kemiskinan dan pengangguran;
2. Pembangunan infrastruktur 3. Iklim investasi dan unggulan daerah;
wilayah/kawasan (jalan dan 4. Peningkatan kualitas SDM dan penguatan sinergitas antar
bandara, bendungan, kereta pelaku pembangunan;
api), sumber daya alam dan 5. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan daerah.
lingkungan hidup;
3. Peningkatan ketahanan pangan,

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
53
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

serta pengurangan kemiskinan


dan pengangguran;
4. Pengembangan sumber daya
manusia (pendidikan dan
kesehatan) dan inovasi
teknologi.
Bali 1. Pengembangan infrastruktur 1. Penanggulangan kemiskinan dan pengurangan
pendukung pariwisata dan pengangguran;
MP3EI; 2. Pendidikan;
2. Peningkatan ketersediaan 3. Kesehatan;
kapasitas listrik terpasang,; 4. Infrastruktur wilayah;
3. Peningkatan produksi beras 5. Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana;
dalam rangka mendukung 6. Kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi;
surplus beras nasional 10 juta 7. Pertanian dan ketahanan pangan;
ton tahun 2014; 8. Industri kecil, pariwisata, investasi, UMKM dan Koperasi;
4. Peningkatan pelayanan dan 9. Ketentraman dan ketertiban, pengamanan terpadu
kualitas pendidikan (terutama berstandar Internasional;
rehabilitasi sekolah yang rusak 10. Reformasi birokrasi dan tata kelola.
berat dan sedang);
5. Peningkatan pelayanan
kesehatan untuk mendukung
pencapaian MDGs.
Nusa 1. Prevalensi Balita Gizi dan Kasus 1. Pembangunan masyarakat madani berakhlak mulia,
Tenggara Kematian Ibu Melahirkan; berbudaya, menghormati pluralitas dan kesetaraan
Barat 2. Penyediaan Infrastruktur gender;
Wilayah Yang Memadai; 2. Angka kematian ibu melahirkan menuju nol;
3. Peningkatan Pelayanan 3. Gerakan buang air sembarangan nol;
Pendidikan; 4. Angka drop out menuju nol;
4. Pengembangan Kawasan 5. Angka buta aksara menuju nol;
Pariwisata; 6. Supremasi hukum dan good governance;
5. Pengembangan Ekonomi 7. Visit Lombok Sumbawa 2012;
Kerakyatan. 8. Ruang hunian yang ideal, jalan mantap, air lestari dan
utilitas memadai;
9. NTB hijau;
10. Perlindungan mata air;
11. Desa mandiri energi;
12. Agribisnis jagung;
13. Desa mandiri pangan;
14. Agribisnis rumput laut;
15. NTB bumi sejuta sapi;
16. Percepatan penanggulangan kemiskinan;
17. Wirausaha baru;
18. Koperasi berkualitas;
19. Pengembangan industri olahan.
Nusa 1. Peningkatan jangkauan dan 1. Pendidikan;
Tenggara kualitas pendidikan, penyediaan 2. Kesehatan;
Timur sarana dan prasarana belajar 3. Ekonomi;
yang terstandar dan persoalan 4. Infrastruktur;
mutu pendidik dan peserta 5. Reformasi birokrasi;

Buku Pegangan
54 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

didik; 6. Tata ruang dan lingkungan hidup;


2. Peningkatan jangkauan 7. Pemberdayaan perempuan, pemuda dan anak;
pelayanan dan kualitas 8. Agenda khusus, yang mencakup: kemiskinan, kawasan
kesehatan; perbatasan dan daerah terluar dan rawan bencana.
3. Penigkatan Konektifitas Wilayah;
4. Pengembangan Sektor Unggulan
Daerah;
5. Pembangunan daerah tertinggal,
terluar dan terdepan.
Kalimantan 1. Peningkatan Ketahanan Pangan; 1. Peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat;
Barat 2. Peningkatan Infrastruktur yang 2. Peningkatan kecerdasan sumber daya manusia;
memadai; 3. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat;
3. Peningkatan akses dan kualitas 4. Peningkatan kapasitas sumber daya aparatur, manajemen
pendidikan; pemerintahan dan pelayanan publik;
4. Peningkatan Rasio Elektrifikasi. 5. Peningkatan pembangunan infrastruktur dasar;
6. Peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan;
7. Peningkatan pemerataan pembangunan, keadilan,
keamanan, kedamaian, serta ketahanan budaya.
Kalimantan 1. Peningkatan Akses dan kualitas 1. Infrastruktur dan energi;
Tengah pendidikan; 2. Ekonomi kerakyatan ;
2. Peningkatan Ketersediaan 3. Pendidikan;
infrastruktur dasar 4. Kesehatan;
pembangunan; 5. Percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengentasan
3. Peningkatan Akses dan kualitas desa/kelurahan tertinggal;
pelayanan kesehatan; 6. Peningkatan investasi dan dunia usaha;
4. Pengembangan perekonomian 7. Tata ruang, sumber daya alam, lingkungan hidup dan
rakyat. pengelolaan bencana;
8. Pemberdayaan masyarakat dan aparatur;
9. Peningkatan kerukunan dan kedamaian serta kebudayaan;
10. Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Kalimantan 1. Peningkatan Infrastruktur 1. Membangun kehidupan sosial dan budaya;
Selatan sebagai peningkatan Local 2. Membanguun sumberdaya manusia;
Connectivity; 3. Peningkatan perekonomian;
2. Pengembangan bidang Ekonomi 4. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur;
berkelanjutan untuk menekan 5. Pengelolaan lingkungan hidup;
tingginya ketergantungan 6. Melaksanakan pemerintahan yang baik.
Pertumbuhan Ekonomi dari
sektor pertambangan;
3. Penguatan Ketahanan Pangan;
4. Peningkatan kualitas SDM
Provinsi Kalimantan Selatan;
5. Penanggulangan Kemiskinan.
Kalimantan 1. Peningkatan jumlah daerah 1. Ketahanan dan kemandirian pangan;
Timur pedalaman dan perbatasan yang 2. Pengentasan kemiskinan;
dialiri listrik; 3. Peningkatan dan perluasan kesempatan kerja;
2. Peningkatan Jumlah Dan Mutu 4. Pemberdayaan ekonomi rakyat/ kewirausahaan/
Infrastruktur Untuk Membuka pengembangan sektor riil/UMKM;
Jalur Lintas Kalimantan Dan 5. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan;
Kawasan Terisolir (Pedalaman 6. Peningkatan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
55
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

Dan Perbatasan); 7. Peningkatan daya saing dan investasi serta legalisasi


3. Pencapaian sasaran Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan
swasembada beras; Timur dan peraturan zonasi;
4. Pemenuhan kebutuhan tenaga 8. Peningkatan mutu/kualitas pendidikan serta peningkatan
terampil siap pakai melalui mutu pelayanan kesehatan;
pendidikan. 9. Pembangunan infrastruktur dan revitalisasi/ peningkatan
daya listrik/pengembangan energi alternatif;
10. Pembangunan kawasan perbatasan, pedalaman dan
daerah tertinggal.
Sulawesi 1. Pemantapan sebagai Global Hub 1. Pembangunan dan pengembangan infrastruktur dasar;
Utara di Kawasan Timur Indonesia; 2. Pencapaian MDGs;
2. Peningkatan konektivitas 3. Pengendalian antisipasi dampak perubahan iklim,
Manado-Bitung; pelestarian hutan, dan lingkungan hidup;
3. Pembangunan Jalur Rel Kereta 4. Peningkatan iklim investasi, perdagangan dan UMKM;
Api Bitung Gorontalo; 5. Peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan
4. Pencapaian Millenium industri berbasis agribisnis;
Development Goals; 6. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang
5. Pengembangan Kawasan baik;
Ekonomi Khusus Bitung. 7. Pengembangan kawasan kepulauan dan perbatasan;
8. Pengembangan industri wisata bahari, MICE dan
pelestarian budaya lokal.
Sulawesi 1. Peningkatan kualitas Industri 1. Pendidikan dan kesehatan;
Tengah dan Lapangan Kerja Berkualitas; 2. Pengentasan kemiskinan;
2. Peningkatan Investasi di Daerah; 3. Revitalisasi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan;
3. Peningkatan Kualitas 4. Iklim investasi dan iklim usaha;
Infrastruktur Jalan dan Suply 5. Peningktan infrastruktur dan energi;
Kelistrikan Pembangunan 6. Reformasi birokrasi dan tata kelola;
Lapangan Terbang Morowa; 7. Pembangunan hukum dan ketertiban;
4. Peningkatan Kualitas Sumber 8. Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana.
Daya Manusia;
5. Peningkatan Produktivitas
Sektor Pertanian.
Sulawesi 1. Peningkatakan Produksi dan 1. Peningkatan kualitas akses layanan pendidikan dan
Selatan Kualitas Hasil Produksi Padi; kesehatan;
2. Pembangunan Industri 2. Peningkatan produksi dan pemasaran hasil pertanian;
3. Pengembangan industri pengolahan dan pariwisata
Pengolahan;
unggulan;
3. Pembangunan Infrastruktur 4. Perluasan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas
Wilayah untuk Perkuatan tenaga kerja;
Konektifitas Regional dan 5. Peningkatan kualitas infrastruktur wilayah dan lingkungan
Nasional; hidup;
4. Pemenuhan kebutuhan energi; 6. Pembinaan serta pengembangan Koperasi dan Usaha
5. Peningkatkan akses dan kualitas Mikro Kecil dan Menengah.
layanan pendidikan dan
kesehatan.
Sulawesi 1. Pengelolaan dan Peningkatan 1. Peningkatan sumber daya manusia;
Tenggara Nilai Tambah Sumberdaya Alam; 2. Revitalisasi pemerintahan;
2. Peningkatan Indeks 3. Pembangunan ekonomi;
Pembangunan Manusia dan 4. Memantapkan kebudayaan daerah;
Pencapaian (IPM) target 5. Mempercepat pembangunan infrastruktur.

Buku Pegangan
56 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

Millennium Development Goals


(MDGs);
3. Peningkatan Kualitas dan
Kuantitas Sarana Prasarana
Wilayah;
4. Peningkatan Kuantitas dan
Kualitas Sumberdaya Manusia
pada beberapa Bidang Keahlian
serta perlu ditingkatkannya
Kompetensi, Profesional dan
Disiplin Pengelolaan
Pemerintah.
Gorontalo 1. Peningkatan Infrstruktur 1. Peningkatan sumber daya manusia, yang difokuskan pada
Pembangunan Jalan, Pelabuhan pendidikan dan kesehatan;
dan Sarana Transportasi Dalam 2. Percepatan pembangunan infrastruktur yang difokuskan
Mendukung Konektivitas pada pembangunan infrastruktur dasar, dukungan
Terhadap Sentra Ekonomi pelayanan transportasi terpadu, energi, penataan
Rakyat dan Produksi Pertanian, permukiman, air bersih dan sanitasi;
Perkebunan, Peternakan; 3. Pembangunan ekonomi kerakyatan, yang difokuskan pada
2. Kualitas Sumber Daya Manusia; pengembangan kelompok usaha petani, peternak,
3. Pengembangan Energi Untuk nelayan, perdagangan, serta usaha mikro dan kecil untuk
Mendukung Industrialisasi; melembagakan kegiatan produktif dan meningkatkan
4. Pengembangan Wilayah pendapatan warga di tingkat Desa.
Strategis;
5. Peningkatan Produktivitas
Sektor Pertanian dan Ketahanan
Pangan.
Sulawesi 1. Optimalisasi akses dan kualitas 1. Reformasi birokrasi, dengan menitikberatkan pada
Barat pelayanan kesehatan; peningkatkan profesionalisme aparatur pemerintahan
2. Optimalisasi akses dan kualitas daerah;
pelayanan pendidikan; 2. Sarana dan prasarana, dengan menitikberatkan pada
3. Pembangunan Kawasan perluasan dan peningkatkan kualitas sarana dan prasarana
Ekonomi Khusus Belang-belang, ekonomi;
Kabupaten Mamuju; 3. Promosi dan kerjasama, dengan menitikberatkan pada
4. Pembukaan jalan menuju pusat- peningkatkan promosi dan kerjasama dengan pihak ketiga
pusat produksi pertanian, baik dalam maupun luar negeri;
perkebunan dan perikanan; 4. Sumber daya manusia dan kualitas hidup, dengan
5. Pengurangan Angka Kemiskinan, menitikberatkan pada peningkatkan kualitas sumber daya
khususnya yang terkait dengan manusia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat;
program klaster 4 (Program Pro 5. Sumber daya alam dan lingkungan hidup, dengan
Rakyat). menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya alam
dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Maluku 1. Perluasan Sentra-sentra 1. Penanggulangan kemiskinan;
Produksi Perkebunan, Beras dan 2. Peningkatan kualitas kesehatan;
Pangan Lokal; 3. Peningkatan kualitas pendidikan;
2. Perluasan Pelayanan Kesehatan 4. Peningkatan ketahanan pangan;
Berbasis Gugus Pulau; 5. Peningkatan iklim investasi dan pengembangan Usaha
3. Percepatan Pembangunan Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi;
Maluku Sebagai lumbung ikan 6. Pengembangan infrastruktur;

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
57
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

nasional; 7. Peningkatan ketersediaan energi;


4. Percepatan Pembangunan 8. Percepatan daerah tertinggal, terdepan, terluar dan
Infrastruktur; penanganan pasca konflik;
5. Pengembangan Pariwisata 9. Reformasi birokrasi dan tata kelola serta peningkatan
Bahari. kinerja aparatur;
10. Pengendalian lingkungan hidup dan pengelolaan bencana;
11. Pengembangan kebudayaan, kreatifitas dan inovasi
teknologi.
Maluku 1. Peningkatan Produktivitas 1. Infrastruktur dan sarana prasarana pemerintahan;
Utara Sektor Pertanian; 2. Pendidikan dan kesehatan;
2. Peningkatan Investasi dan 3. Ketahanan pangan;
Pengelolaan Potensi Lokal; 4. Penanggulangan kemiskinan, pengangguran,
3. Peningkatan Infrastruktur dan pemberdayaan dan perlindungan sosial;
Suplai Kelistrikan; 5. Sumber daya energi, air dan mineral;
4. Peningkatan Pengelolaan Pulau 6. Bencana alam, tata ruang dan lingkungan hidup;
Terluar, Terpencil, Perbatasan 7. Pariwisata dan kebudayaan;
dan Tertinggal; 8. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan;
5. Peningkatan kualitas sumber 9. Wilayah perbatasan, terluar, terpencil dan tertinggal.
daya manusia.
Papua 1. Peningkatan Infrastruktur Dasar 1. Sosial budaya;
Barat Pembangunan, Terutama Akses 2. Infrastruktur;
Transportasi di Kawasan Terisolir 3. Ekonomi;
di Papua Barat; 4. Pemerintahan;
2. Peningkatan Kualitas Sumber 5. Lingkungan hidup.
Daya Manusia;
3. Peningkatan upaya pengurangan Catatan:
kemiskinan di kawasan terisolir; Rencana pembangunan daerah Provinsi Papua Barat
4. Pemerataan terhadap akses yangtiga
menggunakan jenjang atau tingkat prioritas menjadi dibagi menjadi tiga
layanan kesehatan yang prioritas yaitu:
berkualitas, terjangkau dan Prioritas I: merupakan prioritas paling utama yang
berkesimbungan. berhubungan langsung dengan kinerja Gubernur pada
aspek kebijakan. Prioritas 1 langsung diturunkan dari isu
strategis pembangunan Provinsi Papua Barat.
Prioritas II: merupakan prioritas program ditingkat SKPD
yang berhubungan dengan pencapaian prioritas dan
sasaran pembangunan daerah yang didalamnya
terkandung penghitungan alokasi pagu kewilayahan.
Prioritas III: merupakan prioritas yang dimaksudkan untuk
alokasi belanja tidak langsung seperti tambahan
penghasilan PNS, belanja hibah serta belanja bantuan
sosial.
Papua 1. Peningkatan Sarana Prasarana 1. Peningkatan pelayanan kesehatan;
Infrastruktur Daerah Dalam 2. Peningkatan pelayanan pendidikan dasar;
Mendukung Peningkatan 3. Peningkatan perekonomian tingkat kampung;
Ekonomi Daerah; 4. Pengembangan infrastruktur transportasi terpadu yang
2. Peningkatan Aksesibilitas dan menghubungkan kawasan-kawasan terisolir, kawasan
Kualitas Pelayanan Pendidikan pedesaan, maupun kawasan strategis;
dan Kesehatan; 5. Penyediaan infrastruktur dasar.
3. Pengurangan Persentase

Buku Pegangan
58 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Provinsi Isu Strategis Prioritas Pembangunan Provinsi

Penduduk Miskin dan


Kesenjangan Pembangunan;
4. Peningkatan Ketahanan Pangan
dalam mendukung Kemajuan
Ekonomi Daerah;
5. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik serta Sistem Pengawasan
dan Akuntabilitas.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
59
Boks 3.1
Hasil Survei PTSP di Daerah

Survei penyelenggaraan PTSP telah dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Desember 2012.
Kuesioner disampaikan ke 100 (seratus) daerah melalui surat, email dan dibawa langsung
bersamaan dengan peninjauan ke lapangan. Dari 100 daerah tersebut, ada 7 daerah yang tidak
menanggapi sehingga terdapat 93 kuesioner yang masuk. Dari 93 kuesioner yang masuk, terdapat 3
daerah yang menyatakan belum membangun PTSP. Selanjutnya pengolahan survei dilakukan
terhadap 90 penyelenggara PTSP, yang terdiri dari 21 provinsi, 29 kota dan 40 kabupaten.

Dari hasil survei diperoleh informasi bahwa terdapat 3 jenis PTSP berdasarkan 3 jenis pelayanan
yang diberikan, yakni:

1. PTSP terpadu yang melayani sebagian besar dan/atau seluruh perijinan daerah/lokal yang
terkait dengan daerah sendiri dan perijinan yang dilimpahkan dari pusat termasuk
penanaman modal (79 persen).
2. PTSP yang hanya melayani perijinan penanaman modal dan yang terkait dengan penanaman
modal (13 persen).
3. PTSP yang hanya melayani perijinan daerah/lokal (8 persen).

Dari 90 PTSP yang disurvei, 70 persen menyatakan tetap bergabung dan 13 persen ingin digabung,
hanya 10 persen yang ingin memisahkan diri.

Jenis Pelayanan PTSP di Daerah Kecenderungan Perijinan untuk Disatukan

Perijinan Ingin Tidak


PM pisah menjawab
12 (13%) 9 (10%) 6 (7%)
Perijinan
daerah
7 (8%)

Tetap
Terpadu
terpadu
71 (79%)
63 (70%)
Ingin
digabung
12 (13%)

Berdasarkan struktur organisasi, dari 90 PTSP yang disurvei, 64 persen sudah berupa badan, 31
persen berupa kantor, 3 persen berupa dinas dan 2 persen berupa unit.

Kelembagaan PTSP di Daerah


57
60
50
40
28
30
20
10 3 2
0
Badan Kantor Dinas Unit

Buku Pegangan
60 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.1 (lanjutan)
Hasil Survei PTSP di Daerah

SDM yang bekerja pada PTSP di provinsi dan kabupaten/kota secara umum menunjukkan
kecenderungan yang sama yakni didominasi oleh sarjana strata 1 dan 2 yang rata-rata mencapai 55
persen. Selanjutnya yang berpendidikan SMA rata-rata mencapai 29 persen, D3 11 persen dan
dibawah SMA sangat sedikit (2 persen), kemungkinan berperan sebagai tenaga pendukung.

Komposisi SDM di PTSP Berdasarkan Tingkat Pendidikan


70%
60%
50%
40% Provinsi
30% Kabupaten
20%
10% Kota
0%
S1/S2 D3 SMA <SMA

PTSP provinsi meskipun tidak menunjukkan keseragaman proporsi, namun secara umum didominasi
oleh SDM dengan pendidikan S1 dan S2. PTSP di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan,
Kepulauan Babel dan Kalimantan Barat memiliki tenaga SDM yang 100 persen berpendidikan
sarjana. Hanya 4 provinsi (DI Yogyakarta, Jambi, Bengkulu dan Nusa Tenggara Timur) yang tidak
didominasi oleh S1 dan S2. SDM di PTSP Yogyakarta dan NTT sebagian besar berpendidikan SMA,
sedangkan Jambi dan Bengkulu oleh D3.

Komposisi Tingkat Pendidikan SDM di PTSP Provinsi

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Kep. Bangka Belitung

Maluku
Bengkulu

Riau

Papua
DKI Jakarta

Bali

Sumatera Utara
Jawa Timur
Aceh

Sulawesi Utara
Sumatera Selatan

Nusa Tenggara Barat


Jambi

Sumatera Barat

Kalimantan Barat

Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah
DI Yogyakarta

Nusa Tenggara Timur


Sulawesi Tengah

S1/S2 D3 SMA <SMA

Memantapkan Perekonomian Nasional 61


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
Boks 3.1 (lanjutan)
Hasil Survei PTSP di Daerah

PTSP kota pada umumnya juga dioperasikan oleh SDM dengan jenjang pendidikan sarjana, yang
mencapai 43 persen atau 12 kota dari 28 kota yang disurvei. Sementara tenaga SDM yang
berjenjang pendidikan S1 dan S2 mencapai rata-rata di atas 60 persen dari total pegawai.

Komposisi Tingkat Pendidikan SDM di PTSP Kota


100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Magelang

Palu
Banjar

Blitar

Malang
Yogyakarta

Pare-Pare
Banjar Baru

Tegal
Bontang

Balikpapan
Surakarta
Banjarmasin

Denpasar
Palembang

Pasuruan

Probolinggo

Pasuruan
Pontianak

Cirebon
Pekalongan

Kediri
Singkawang

Sukabumi
Payakumbuh

Serang
Banda Aceh

Bandar Lampung

S1/S2 D3 SMA <SMA

Tidak berbeda dengan SDM di provinsi dan kota, untuk tingkat pendidikan di PTSP kabupaten rata-
rata juga didominasi oleh sarjana S1 dan S2. Hanya kabupaten Banda Aceh yang 100 persen SDM-
nya berpendidikan D3 dan hanya dioperasikan oleh 1 orang.

Komposisi Tingkat Pendidikan SDM di PTSP Kabupaten


100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Kulon Progo

Purbalingga
Cilacap

Probolinggo
Sleman
Trenggalek

Kuningan
Lumajang

Ciamis

Boyolali

Gresik

Pontianak
Sidoarjo

Batang

Sumedang

Lamongan

Jombang

Malang

Sragen
Banjarnegara

Samosir

Indramayu

Kendal
Kutai Barat

Temanggung

Banda Aceh
Semarang

Majalengka
Ngawi

Tulangbawang

Karanganyar
Demak

Pemalang

Rembang
Bantul
Sukabumi

Magelang
Pandeglang
Kubu Raya

Pidie Jaya
Aceh Besar

S1/S2 D3 SMA <SMA

Buku Pegangan
62 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.2
Pemenang Penyelenggara PTSP Penanaman Modal 2012

BKPM pada tanggal 12 November 2012 telah menetapkan pemenang penyelenggara PTSP
penanaman modal dan implementasi SPIPISE terbaik se-Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya
memonitor penyelenggaraan pelayanan perijinan penanaman modal serta sebagai tindak lanjut
atas Perpres 27 tahun 2009 dan Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2011.

Pemenang tingkat provinsi yaitu:


1. Pelayanan Perijinan Terpadu (P2T) Jawa Timur.
2. Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Sumatera Selatan.
3. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Jawa Barat.

Pemenang tingkat Kabupaten yaitu:


1. Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Sragen.
2. Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu Purwakarta.
3. Kantor Perizinan dan Penanaman Modal Trenggalek.

Untuk 3 pemenang tingkat kota yaitu:


1. Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu kota Palembang.
2. Badan Pelayan Perijinan Terpadu kota Semarang.
3. Badan Pelayan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal kota Salatiga.

Penyelenggaraan penilaian pelayanan perijinan dan non perijinan penanaman modal tersebut
sudah dimulai sejak tahun 2011. Untuk tahun 2012, penilaian dilakukan terhadap 268
penyelenggaran PTSP penanaman modal di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kawasan perdagangan
bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) melalui beberapa pentahapan penyaringan. Masing-masing
PTSP mengisi sistem yang telah disediakan oleh BKPM. Dari sejumlah PTSP tersebut terpilih 38 PTSP
nominee yang terdiri dari 10 provinsi, 20 kabupaten dan 8 kota. Selanjutnya 38 PTSP nominee
tersebut diminta untuk memaparkan penyelenggaraan PTSP-nya dan dinilai oleh juri yang terdiri
dari BKPM dengan melibatkan beberapa instansi pemerintah lainnya yakni: Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, BPKP dan
Kementerian Perindustrian, serta KPPOD.

Hasil penilaian juri atas paparan kepala PTSP selanjutnya dilakukan pemeringkatan dan diseleksi
menjadi 5 PTSP provinsi, 5 kota dan 5 kabupaten terbaik. Selain itu, dilakukan pula uji petik di
lapangan atas 15 PTSP tersebut untuk memperoleh verifikasi hasil seleksi. Keputusan 9 pemenang
berdasarkan hasil seluruh rangkaian penilaian tersbut.

Pembelajaran atas pemenang penyelenggaraan PTSP

Dari 9 pemenang PTSP yang telah ditetapkan untuk tahun 2012, terdapat hal yang menarik dan
dapat diambil pembelajaran antar lain sebagai berikut:

Memantapkan Perekonomian Nasional 63


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
Boks 3.2 (lanjutan)
Pemenang PTSP Terbaik Tahun 2012

1. Berdasarkan hasil paparan dan uji petik di lapangan terlihat bahwa perijinan yang
dikeluarkan suatu PTSP tidak dapat hanya mengkhususkan diri pada pelayanan perijinan
tertentu, karena pada kenyataannya sulit memisahkan perijinan satu dengan yang lainnya
dan perijinan dari pusat dengan perijinan-perijinan lain di daerah yang bersangkutan.
2. PTSP yang berfungsi memberikan pelayanan terhadap berbagai macam perijinan yang lebih
terpadu terbukti lebih memiliki inovasi yang beragam dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat antara lain berupa jemput bola kepada masyarakat yang memerlukan, memiliki
SDM yang lebih siap melayani, memiliki infrastruktur berupa gedung/kantor yang memadai,
mengembangkan teknologi informasi yang cukup handal sehingga lebih efisien dengan
kualitas legalitas perijinan yang berstandar tinggi sehingga mampu mencapai IKM yang
tinggi karena sedikit menerima keluhan masyarakat, serta menjadi rujukan bagi daerah lain.
3. PTSP yang melayani berbagai perijinan dan diselenggarakan dengan baik terbukti lebih
mampu meningkatkan perekonomian daerahnya.
4. Dari hasil seleksi menunjukkan bahwa daerah pemenang biasanya memiliki IKM yang tinggi
bahkan beberapa diantaranya sudah mencapai standar pelayanan yang ditetapkan dalam
ISO, sehingga mendorong daerah lainnya untuk mencapai standar yang sama.

Dengan diselenggarakannya seleksi atas penyelenggaraan PTSP penanaman modal, maka kenyataan
di lapangan menunjukkan adanya upaya daerah yang semakin serius dalam memperbaiki berbagai
pelayanan perijinan. Daerah semakin menyadari manfaat memperbaiki iklim investasi melalui
pemberian pelayanan perijinan dengan belajar dari daerah lain yang sudah maju
penyelenggaraannya.

Investment Award Investment Award

PTSP Palembang PTSP Jawa Timur

Buku Pegangan
64 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.3
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) sebagai Unit Pelayanan Publik Satu Pintu yang
Efisien dan Handal

INA-TRADE diresmikan pada tanggal 10 Agustus 2010 oleh Menteri Perdagangan dalam rangka
pelaksanaan perizinan secara elektronik di lingkungan Kementerian Perdagangan guna mendukung
kelancaran dan kecepatan arus barang dalam kegiatan ekspor dan impor, dan juga mendukung
pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW) yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2008.

INA-TRADE sebagai pendukung pelaksanaan INSW terhubung antara layanan perijinan di bidang
perdagangan secara online dan elektronik dengan sistem INSW bersama-sama dengan instansi
penerbit perijinan di bidang ekspor dan impor lainnya.

Sumber: Kementerian Perdagangan

Sebagai suatu sistem pelayanan perijinan di bidang perdagangan, INA-TRADE terdiri dari 3 (tiga) unit
kerja, yaitu (i) unit pelayanan perdagangan; (ii) unit pengelola (INA-Trade Centre); dan (iii) unit
pemroses perijinan. Dalam rangka meningkatkan pelayanan perijinan di bidang perdagangan, sejak
9 April 2012 Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Kemendag memasuki era baru, yaitu menuju
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP Tahap I Kemendag merupakan komitmen pelayanan
yang prima, dimana untuk jenis-jenis perijinan tertentu telah dapat diproses dan diterbitkan oleh
UPP.

Dengan adanya layanan PTSP maka sebagian wewenang penerbitan perijinan yang ada di Unit
Eselon II Kemendag pada tahap awal sudah didelegasikan kepada Koordinator Pelaksana Unit
Pelayanan Perdagangan (sudah terdapat 45 jenis perijinan yang diproses sampai diterbitkan di UPP-
PTSP).

Memantapkan Perekonomian Nasional 65


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
Boks 3.3 (lanjutan)
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Sebagai Unit Pelayanan Publik Satu Pintu yang
Efisien dan Handal

Atas pengembangan yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan pada sistem INA-TRADE dan
upaya menjadikan proses pelayana perijinan bidang perdagangan menjadi lebih sederhana pada 10
Agustus 2012, INA-TRADE dinobatkan sebagai Juara I (Satu) Pelayanan Publik yang paling progresif
perkembangannya. Penilaian atas prestasi ini dilakukan oleh Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), diikuti oleh 62 layanan publik dari 34
Kementerian dan Lembaga. INA-TRADE juga meraih posisi 5 besar untuk peserta terpopuler/
terfavorit dalam kompetisi ini.

Kementerian Perdagangan pada saat ini terus berupaya mengembangkan sistem INA-Trade agar
menjadi lebih baik. Pada bulan Juni tahun 2012 Kementerian Perdagangan telah
mengimplementasikan Single Sign On (SSO) bagi layanan INA-TRADE yang terhubung dengan INSW.
SSO sendiri adalah fasilitas pada INSW yang menyediakan penggunanya dengan satu kunci akses,
namun dapat mengakses tidak hanya portal INSW, melainkan juga sistem pada aplikasi
Kementerian/Lembaga lainnya, dalam hal ini dengan INA-TRADE.

Dengan adanya INA-TRADE sejak tahun 2010 seluruh perijinan impor (53 perijinan) sudah dapat
diajukan secara online. Pada saat ini Kementerian Perdagangan secara bertahap juga tengah
melakukan upaya agar seluruh perijinan ekspor dapat diajukan secara online.

Buku Pegangan
66 Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
Boks 3.3 (lanjutan)
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Sebagai Unit Pelayanan Publik Satu Pintu yang
Efisien dan Handal

Perijinan yang Diajukan dan Diproses di UPP-PTSP Kementerian Perdagangan


Importir Produsen 4 Chloro-3,5- Persetujuan Impor Intan Kasar. Pedagang Kayu Antar Pulau Terdaftar
Dimethylphenol (PCMX). (PKAPT).
Importir Terdaftar Produk Tertentu Persetujuan Ekspor Intan Kasar. Pedagang Gula Antar Pulau Terdaftar
Elektronika. (PGAPT).
Importir Terdaftar Produk Tertentu Nomor Pengenal Importir Khusus Surat Persetujuan Perdagangan Gula
Pakaian Jadi. Beras. Rafinasi Antar Pulau (SPPGRAP)
Importir Terdaftar Produk Tertentu Nomor Pengenal Importir Khusus Surat Persetujuan Perdagangan Gula
Mainan Anak-Anak. Jagung. Antar Pulau (SPPGAP).
Importir Terdaftar Produk Tertentu Nomor Pengenal Importir Khusus Persetujuan Penyelenggaraan
Alas Kaki. Kedelai. Pameran Dagang, Konvensi dan atau
Seminar Dagang Internasional.
Importir Terdaftar Produk Tertentu Nomor Pengenal Importir Khusus Surat Izin Usaha Perdagangan
Produk Makanan dan Minuman Gula. Minuman Beralkohol (SIUP MB)
Distributor untuk IT MB.
Importir Terdaftar Produk Tertentu Nomor Pengenal Importir Khusus Surat Izin Usaha Perdagangan
Obat Tradisional dan Herbal. Tekstil dan Produk Tekstil. Minuman Beralkohol (SIUP MB)
Distributor.
Importir Terdaftar Produk Tertentu Nomor Pengenal Importir Khusus Surat Izin Usaha Perdagangan
Kosmetik. Sepatu. Minuman Beralkohol (SIUP MB) Sub
Distributor.
Impor - Barang yang telah diekspor Nomor Pengenal Importir Khusus Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan
untuk keperluan perbaikan, Elektronika dan Komponennya. Berbahaya (SIUP B2) sebagai
pengerjaan dan pengujian. Distributor Terdaftar B2.
Impor Tanpa API - Barang yang telah Nomor Pengenal Importir Khusus Surat Tanda Pendaftaran Usaha
diekspor untuk keperluan perbaikan, Mainan Anak - Anak. Waralaba (STPW).
pengerjaan dan pengujian.
Impor - Barang ekspor yang ditolak Angka Pengenal Importir Produsen Surat Tanda Pendaftaran Agen atau
oleh pembeli di luar negeri. (Khusus yang diterbitkan oleh Distributor Barang atau Jasa Dalam
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar atau Luar Negeri.
Negeri).
Impor Tanpa API - Barang Pindahan. Importir Terdaftar Sakarin dan Pendaftaran Petunjuk Penggunaan &
Garamnya. Kartu Jaminan Purna Jual Bahasa
Indonesia Barang Dalam Negeri dan
Luar Negeri.
Persetujuan Impor Tabung LPG 3 Kg. Importir Terdaftar Intan Kasar. Surat Pengecualian Keterangan
Pencantuman Label Dalam Bahasa
Indonesia.
Persetujuan Impor Sakarin dan Eksportir Terdaftar Intan Kasar. Izin Wakil Pialang Berjangka.
garamnya.
Persetujuan Impor Siklamat. Eksportir Terdaftar Produk Industri Sertifikat Pendaftaran Pedagang
Kehutanan. Berjangka untuk Komoditi Primer.
Sumber: Kementerian Perdagangan

Memantapkan Perekonomian Nasional 67


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
KERANGKA PEMANTAPAN
PEREKONOMIAN NASIONAL BAGI
BAB IV PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT YANG BERKEADILAN
BAB IV
Kerangka Pemantapan Nasional Bagi
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
yang Berkeadilan

4.1 Pemantapan Perekonomian Nasional

Pemantapan Salah satu kunci untuk memantapkan perekonomian nasional demi


Perekonomian peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan adalah
Nasional memastikan agar perekonomian nasional dapat tumbuh secara
berkelanjutan. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional
ini tentunya perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi di setiap
daerah, yang tidak hanya tinggi tetapi juga perlu berkualitas.
Pertumbuhan ekonomi perlu ditopang oleh pertumbuhan dari sisi
permintaan dan sisi penawaran yang seimbang, agar peningkatan
jumlah permintaan tidak diikuti oleh tekanan inflasi yang tinggi.
Sementara itu, tumbuhnya sisi penawaran menjadi sangat penting
bagi pemantapan ekonomi nasional, jika ditopang oleh
pertumbuhan sektor-sektor produktif yang dapat mendorong
perluasan kesempatan kerja dan pada akhirnya dapat
meningkatkan daya beli masyarakat.

Adapun kerangka pemantapan perekonomian nasional dituangkan


dalam Gambar 4.1.

Sisi Pengeluaran Dalam rangka pemantapan perekonomian nasional dari sisi


pengeluaran, aspek pertama yang perlu didorong adalah
meningkatkan daya beli masyarakat, dimana kekuatan permintaan
domestik ternyata sangat penting terutama saat kondisi ekonomi
global yang tidak kondusif. Di tahun 2011 dan 2012, di saat ekspor
tidak dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
karena kondisi eksternal yang sedang lesu, konsumsi masyarakat
menjadi faktor penting yang menopang pertumbuhan ekonomi
Indonesia sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terjaga pada
tingkat yang cukup tinggi.

Buku Pegangan
70 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 4.1
Kerangka Pertumbuhan Ekonomi dari Sisi Pengeluaran dan Sisi Produksi

Aspek kedua yang diperlukan untuk memantapkan perekonomian


nasional adalah peningkatan iklim investasi yang perlu terus
ditingkatkan agar tetap menjadi sumber utama pertumbuhan
ekonomi di sisi pengeluaran. Peningkatan kegiatan investasi, baik
dalam bentuk akumulasi kapital domestik maupun asing, akan
menjadi faktor pengungkit ekonomi yang sangat dibutuhkan;
terutama karena pertumbuhan investasi akan memberikan efek
ganda terhadap perekonomian dalam perluasan kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan dan akhirnya dapat membantu dalam
penanggulangan kemiskinan. Di lain pihak, peningkatan investasi
diharapkan akan berperan sebagai medium transfer teknologi yang
akan berkonstribusi terhadap meningkatnya produktivitas, yang
kemudian akan meningkatkan daya saing ekonomi suatu bangsa.
Aspek ketiga adalah mendorong belanja yang lebih berkualitas di
tingkat pusat dan daerah, melalui kebijakan alokasi anggaran yang
mencerminkan upaya peningkatan efisiensi namun masih
memberikan ruang fleksibilitas bagi pemerintah atau pemerintah
daerah untuk merespon dinamika internal maupun eksternal.
Kriteria belanja yang berkualitas adalah memenuhi tiga unsur
efisiensi, yaitu: (i) efisiensi alokasi, (ii) efisiensi teknis dan (iii)
efisiensi ekonomi. Efisiensi alokasi menekankan pada perlunya
alokasi anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan riilnya serta
diarahkan untuk kegiatan produktif yang mampu memberikan nilai
tambah dan manfaat yang luas bagi masyarakat. Dalam hal ini kata

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
71
kuncinya adalah akurasi menentukan besaran alokasi dan akurasi
alokasi pada sektor-sektor yang mempunyai efek multiplier yang
kuat bagi perekonomian. Jadi esensi dari efisiensi alokasi adalah
tepat jumlah dan tepat alokasi. Efisiensi teknis lebih menekankan
pada proses pelaksanaan anggaran yang dapat direalisasikan sesuai
dengan rencana dan dapat menghasilkan output atau outcome
yang berkualitas. Sedangkan efisiensi ekonomi lebih menekankan
pada pentingnya menjaga output dan outcome yang dihasilkan
sesuai dengan besaran anggaran yang dikeluarkan, serta menjamin
bahwa besaran anggaran yang dikeluarkan akan memberikan
kontribusi yang optimal bagi perekonomian baik dalam jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Dengan
demikian, esensi dari efisiensi ekonomi adalah mampu
menciptakan efek pengganda yang optimal bagi perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat (Sumber: Keynote Speech Menteri
Keuangan RI, 2012).
Aspek keempat adalah daya saing ekspor yang perlu ditingkatkan
agar barang ekspor Indonesia dapat bersaing di pasar internasional,
sehingga volume ekspor Indonesia dapat meningkat lebih tinggi.
Daya saing ekspor dapat didorong dan ditingkatkan melalui
peningkatan efisiensi produksi, inovasi dan penciptaan sistem
logistik yang lebih efisien. Sementara itu, untuk mengurangi
kerentanan ekspor Indonesia terhadap pasar ekspor tertentu,
pemanfaatan peluang pasar ekspor, terutama di pasar-pasar ekspor
baru, akan menjadi sangat penting. Faktor lain yang menjadi
penentu daya saing ekspor adalah kemudahan dalam proses ekspor
dan impor, baik secara prosedur maupun transparansi biaya; serta
peningkatan mutu dan standar produk ekspor.

Sisi Produksi Dari sisi produksi, aspek pertama untuk mendorong pemantapan
ekonomi nasional adalah meningkatkan nilai tambah di sepanjang
rantai nilai industri. Pembangunan industri merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi, karena sektor
industri diharapkan menjadi sektor utama yang dapat mendorong
percepatan pertumbuhan ekonomi di sisi produksi. Peningkatan
nilai tambah dalam rantai nilai industri sangat penting untuk
mendorong daya saing industri, sehingga industri dapat
berkembang dan memberikan dampak yang lebih besar bagi
peningkatkan kesejahteraan rakyat.
Aspek kedua dari sisi produksi yang penting adalah peningkatan

Buku Pegangan
72 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
perdagangan antar wilayah. Sektor perdagangan merupakan salah
satu komponen utama pendorong ekonomi dari sisi produksi.
Namun demikian, hal yang penting untuk diperhatikan ke depan
adalah bagaimana mengurangi ketimpangan perdagangan antar
wilayah Indonesia, karena saat ini sebagian besar perdagangan
masih terpusat di pulau Jawa. Perdagangan antar wilayah yang
lebih seimbang akan mendorong aktivitas ekonomi yang lebih
merata di wilayah Indonesia, sehingga dapat membantu untuk
menurunkan kesenjangan antar wilayah dan antar kelompok
masyarakat. Hal ini tentunya sangat penting dalam menciptakan
pemantapan ekonomi nasional yang lebih berkeadilan.
Berikutnya, aspek ketiga adalah pembangunan infrastruktur
terutama untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah melalui
program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI). Hal ini penting karena ketersediaan
infrastruktur adalah salah satu faktor utama yang menentukan
daya saing suatu bangsa. Pembangunan infrastruktur yang dapat
menghubungkan antara domestik dengan dunia luar merupakan
salah satu daya tarik utama untuk menarik investor. Oleh karena
itu, pembangunan infrastruktur bukan saja diarahkan untuk
memperkuat konektivitas domestik tetapi juga memperkuat
hubungan antara Indonesia dengan negara lain. Pengembangan
infrastruktur di Indonesia Bagian Timur perlu untuk terus mendapat
perhatian, karena berperan dalam mengurangi ketimpangan antar
wilayah Indonesia. Untuk itu, infrastruktur yang menghubungkan
antara Kawasan Perhatian Investasi yang menjadi bagian utama
MP3EI dengan pusat ekonomi yang telah ditetapkan di dalam
koridor menjadi prioritas utama sehingga mampu menurunkan
biaya logistik yang sekarang ini masih sangat tinggi. Pembangunan
jalan diutamakan untuk membuka ketertutupan daerah yang
berpotensi dan meningkatkan keterhubungan daerah perbatasan
dengan Negara tetangga, dalam hal ini Koridor di Nusa Tenggara
dan Papua.
Selain itu juga, untuk meningkatkan daya saing dan memperlancar
hubungannya dengan koridor lain terutama koridor di Indonesia
Bagian Barat, peningkatan kapasitas angkut armada kapal perintis
dan nasional untuk transportasi penumpang dan kargo telah
menjadi salah satu Big Win untuk mendorong Sistem Logistik yang
lebih kuat.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
73
4.2 Peningkatan Stabilitas

Stabilitas Ekonomi Peningkatan stabilitas terdiri dari tiga aspek, yaitu: (i) stabilitas
ekonomi; (ii) stabilitas sosial; dan (iii) stabilitas politik. Untuk
menjaga stabilitas ekonomi, maka faktor penting yang perlu
dilakukan adalah menjaga stabilitas harga (terutama harga
kebutuhan pokok) karena hal ini sangat penting untuk menjaga
inflasi pada tingkat yang rendah. Tekanan inflasi dapat berasal dari
dua sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Tekanan sisi
permintaan biasanya terjadi jika ada kelebihan likuiditas ataupun
dorongan permintaan masyarakat yang tiba-tiba meningkat.
Sementara itu, tekanan inflasi di sisi penawaran terjadi pada saat
adanya kelangkaan produksi ataupun distribusi, yang biasanya
disebabkan oleh masalah teknis di sumber produksi, bencana alam,
faktor cuaca, kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi,
serta aksi spekulasi.

Gambar 4.2
Kerangka Stabilitas Nasional

Tingkat inflasi juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah, yang


mempengaruhi inflasi melalui jalur harga barang-barang impor.
Sementara itu, kestabilan nilai tukar rupiah menjadi faktor penting
bagi pengusaha dalam memutuskan untuk berinvestasi dan
mengembangkan usaha. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang
dilakukan oleh Bappenas (2008) kepada 200 responden pelaku
bisnis, dimana pelaku bisnis menilai stabilitas nilai tukar adalah
lebih penting dibandingkan tingkat nilai tukar. Kestabilan nilai tukar

Buku Pegangan
74 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha
dalam melakukan berbagai aktivitas ekonominya, baik konsumsi
maupun investasi, sehingga perekonomian nasional dapat berjalan
dengan baik. Selanjutnya, nilai tukar rupiah yang stabil akan
meningkatkan kepastian dalam proses pembayaran kontrak bisnis
(seperti ekspor dan impor) dan proses pengembangan usaha.
Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi
yang rendah dan stabil serta nilai tukar yang tidak berfluktuasi,
diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku
ekonomi, baik pemerintah pusat dan daerah maupun swasta.

Stabilitas Sosial Aspek berikutnya adalah stabilitas sosial yang merupakan faktor
penunjang stabilitas secara keseluruhan. Stabilitas sosial dapat
diupayakan dengan pendekatan pencegahan konflik dan
pembangunan perdamaian dalam jangka panjang, yaitu dengan
cara perencanaan sensitif konflik (conflict sensitive planning) atau
Perencanaan Peka Perdamaian. Melalui forum perencanaan
pembangunan, masyarakat berkesempatan untuk bertemu dan
berdiskusi sehingga bisa mengurangi potensi konflik di antara
masyarakat.

Stabilitas sosial dapat juga dilakukan dengan menjalankan mitigasi


bencana yang tepat dan komprehensif, sehingga potensi
ketidakstabilan sosial akibat bencana dapat dikurangi. Seperti telah
diketahui bersama, Indonesia merupakan daerah rawan bencana
dengan rata-rata kejadian bencana mencapai 1.100 kejadian setiap
tahunnya berupa bencana geologi (gempa bumi, letusan gunung
api, longsor) maupun bencana hidrometeorologi (banjir, angin
puting beliung, cuaca ekstrim, abrasi). Guna meminimalkan risiko
dan dampak bencana di masa mendatang, upaya peningkatan
pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana diterapkan
melalui: (i) perumusan strategi dan kebijakan program
penanggulangan bencana, termasuk perencanaan dan
penganggarannya; (ii) peningkatan kapasitas dan penguatan
kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana terutama di
kawasan rawan bencana tinggi; (iii) pengendalian pemanfaatan
ruang yang memuat aspek pengurangan risiko bencana; dan (iv)
peningkatan pemahaman masyarakat mengenai upaya-upaya
pengurangan risiko dan mitigasi bencana melalui pendidikan dan
pelatihan yang intensif dan berkesinambungan.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
75
Stabilitas Politik Aspek ketiga dalam kerangka stabilitas adalah stabilitas politik.
Situasi politik yang kondusif merupakan hal yang sangat penting
untuk mendorong pemantapan perekonomian nasional dan
mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Dengan kata lain,
stabilitas politik menjadi prasyarat utama dalam proses pemulihan
ekonomi dan pembangunan ekonomi secara menyeluruh dan
berkelanjutan.
Pada era demokrasi, stabilitas politik dapat dibangun dengan
penguatan kapasitas lembaga politik dan masyarakat sipil. Lembaga
politik seperti partai politik harus melakukan fungsi-fungsi
politiknya secara baik, dan masyarakat sipil harus mampu
menuntut hak-hak mereka atas kesejahteraan dan keadilan.
Amartya Sen menyebutkan bahwa pada sebuah demokrasi, para
pejabat yang dipilih hanya bekerja baik untuk masyarakat apabila
1
kepentingan mereka menjadi taruhannya . Oleh karena itu,
demokrasi memerlukan masyarakat yang kuat agar ada jaminan
bahwa kontrol masyarakat berjalan baik, mekanisme pergantian
kekuasaan terjaga, dan pemimpin memelihara amanahnya.
Dalam menghadapi Pemilu 2014, stabilitas politik sangat
tergantung antara lain pada kemampuan lembaga penyelenggara
pemilu untuk melakukan amanat konstitusi dan perundangan yang
berlaku. Pada saat ini, isu strategis politik yang perlu mendapatkan
perhatian semua pihak adalah suksesnya pemilu 2014, karena
berkaitan dengan dua hal penting lain sebagai implikasinya.
Pertama, untuk memastikan legitimasi dari pemerintah yang akan
datang, sehingga mendapat dukungan penuh dari rakyat dalam
memenuhi kepentingan mereka pada kesejahteraan ekonomi dan
keadilan. Kedua, untuk mengurangi sebesar mungkin potensi
konflik karena proses pemilu yang tidak memenuhi harapan
masyarakat.
Pemilu yang jurdil dan adalah syarat mutlak dalam menjaga proses
berlanjutnya stabilitas politik dalam sistem demokrasi, tapi tentu
tidak cukup hanya pemilu saja bagi proses pemerataan yang
berkeadilan. Stabilitas dalam politik juga akan banyak ditentukan
oleh besar kecilnya akses masyarakat pada proses pengambilan
kebijakan perencanaan pembangunan, menyangkut prioritas-
prioritas pembangunan yang mendesak dilaksanakan. Kerangka
kebijakan yang pro rakyat dalam jangka panjang merupakan faktor

1
Lihat antara lain artikel Jeffrey Sachs, The Real Causes of Famine: A Nobel Laureate Blames Authoritarian
Rulers, Majalah TIME, October 26, 1998.

Buku Pegangan
76 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
terpenting bagi peningkatan stabilitas politik. Oleh karena itu,
terlihat nyata bahwa kesejahteraan dan keadilan itu mempunyai
kaitan yang bersifat resiprokal sangat erat, baik proses maupun
2
substansi demokrasi.
Selanjutnya, dalam rangka untuk mendukung stabilitas politik,
maka stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat di seluruh
daerah merupakan hal yang sangat penting. Keamanan merupakan
syarat mutlak bagi berlangsungnya aktivitas perekonomian dengan
baik. Keamanan pun menjadi landasan penting dalam menciptakan
ketahanan ekonomi nasional, agar perekonomian Indonesia
mampu menghadapi segala macam ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari
luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang
mengancam dan membahayakan integritas, identitas, maupun
kelangsungan hidup bangsa dan Negara.

4.3 Pemerataan yang Berkeadilan

Pemerataan yang Momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik pada


Berkeadilan tahun 2012, yaitu sebesar 6,2 persen, perlu terus diarahkan dalam
mewujudkan pemerataan yang berkeadilan dengan memberikan
kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat untuk berperan
serta dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan
(inclusiveness).

Salah satu upaya yang perlu untuk terus dilakukan oleh Pemerintah
untuk mewujudkan pemerataan yang berkeadilan adalah dengan
menerapkan strategi pertumbuhan yang berpihak pada penduduk
miskin. Kebijakan afirmatif dan perluasan jangkauan manfaat
menjadi kunci utama dalam mendorong proses pemerataan yang
berkeadilan yaitu antara lain dengan memperluas baik cakupan
target maupun manfaat program secara keseluruhan.

2
Prof.Dr.Ing. B.J Habibie, mantan Presiden ke-3 Indonesia, dalam ceramahnya di Bappenas (pada Sarasehan
Pembangunan Bidang Poliitik Hukum dan Pertahanan Keamanan 8 Maret 2013) menyebutkan bahwa Indonesia
membutuhkan sebuah evolusi yang dipercepat dan dapat diramalkan, berdasarkan demokrasi Pancasila dan UUD
1945.Sebuah revolusi hanya akan mengorbankan rakyat kecil dan tidak akan membawa Indonesia pada
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Berbagai kelemahan yang terjadi pada masa lalu hendaknya menjadi
pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk membangun Indonesia yang lebih baik lagi.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
77
Gambar 4.3
Kerangka Pemerataan yang Berkeadilan

Namun demikian, pemerataan pembangunan harus


memperhatikan keseimbangan antara penyediaan dan tuntutan
kebutuhan pembangunan dan masyarakat. Terwujudnya
pemerataan yang berkeadilan dapat ditunjukkan oleh: (i)
peningkatan akses masyarakat miskin dan non miskin terhadap
pendidikan, kesehatan dan layanan dasar lainnya di wilayah
perkotaan dan perdesaan; (ii) meningkatnya penciptaan lapangan
kerja baik di sektor formal maupun informal untuk mendukung
penurunan tingkat pengangguran; (iii) meningkatnya pemerataan
pendapatan yang diindikasikan dengan menurunnya nilai gini ratio;
serta (iv) tingginya partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan.

Program pembangunan nasional sudah lebih banyak diarahkan


dalam menanggulangi penduduk miskin melalui perencanaan
pembangunan berpihak kepada rakyat miskin (pro-poor). Untuk itu,
berbagai program telah dilaksanakan di hampir seluruh sektor
pembangunan. Namun demikian, harus diupayakan sinergi dan
sinkronisasi berbagai program secara lebih optimal. Di sisi lain
penajaman target sasaran terus dilakukan antara lain dengan
menyiapkan basis data terpadu (unified database). Dalam jangka
panjang, program penanggulangan kemiskinan akan lebih
difokuskan pada pengembangan penghidupan yang berkelanjutan
(sustainable livelihood). Hal ini akan sangat terkait dengan
pemanfaatan secara optimal sumber daya lokal. Dalam upaya
pengembangan penghidupan (sustainable livelihood), diperlukan

Buku Pegangan
78 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
adanya pemikiran lebih jauh mengenai perencanaan
penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh dimana partisipasi
semua pihak sangat diperlukan. Menjawab kebutuhan tersebut,
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan
Indonesia (MP3KI) telah disusun dengan tujuan untuk menjabarkan
berbagai strategi, kebijakan dan program akseleratif/percepatan
dalam penanggulangan kemiskinan dengan pelaku yang sinergi
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta dan
masyarakat (public-people-private partnerships). Sinergi pusat dan
daerah serta partispasi aktif daerah dalam menanggulangi
kemiskinan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan,
sebagai contoh Boks 4.1 menunjukkan Partisipasi Pemerintah
Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan Tingkat Kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau.
Peningkatan akses dan kualitas kesehatan memiliki keterkaitan
yang erat dengan pembangunan ekonomi. Meningkatnya status
kesehatan masyarakat akan membentuk sumber daya manusia
yang sehat, produktif dan cerdas, yang merupakan komponen
penting dalam memberikan kontribusi pada pertumbuhan
ekonomi.
Peningkatan akses dan kualitas kesehatan yang berkualitas, merata,
terjangkau dan terlindungi bagi penduduk Indonesia, dapat dicapai
melalui upaya: (i) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB); (ii) Peningkatan perbaikan gizi, (iii)
Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, melalui
penanggulangan faktor risiko penyakit, peningkatan pencegahan
penyakit tidak menular, peningkatan layanan konseling, testing dan
pengetahuan tentang penyakit (iv) Pelaksanaan jaminan kesehatan
dalam rangka SJSN Kesehatan; dan (v) Peningkatan efektifitas
pengawasan obat dan makanan.
Sementara itu, pembangunan pendidikan memberi sumbangan
signifikan terhadap pembangunan ekonomi. Sampai saat ini, akses
dan pemerataan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi sudah bisa ditingkatkan dengan baik.
Melalui pendidikan, tenaga kerja terdidik dapat mengembangkan
visi dan wawasan yang lebih maju, menanamkan etos kerja tinggi,
serta menumbuhkan sikap adaptif dan inovatif. Bahkan, tenaga
kerja terdidik yang juga dibekali dengan penguasaan teknologi yang
memadai akan dapat menciptakan tenaga kerja yang

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
79
berkeunggulan kompetitif (competitive advantage), karena dapat
mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi kerja.
Gambar 4.4
Kerangka Peningkatan Kualitas SDM Melalui Pembangunan Pendidikan yang Berkualitas

Pembangunan Pendidikan yang Berkualitas

Peningkatan Kualitas SDM


Tenaga kerja terampil, profesional dengan penguasaan IPTEK, tenaga ahli dengan
kemahiran khusus, etos kerja tinggi, adaptif-inovatif, keunggulan kompetitif

Peningkatan Produktivitas Nasional/Daerah serta Peningkatan dan


Penguatan Daya Saing Nasional/Daerah

Pemantapan Perekonomian Nasional

Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Buku Pegangan
80 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Boks 4.1
Partisipasi Pemerintah Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan Tingkat Kemiskinan
(Success Story dari Provinsi Kepulauan Riau)

Berdasarkan evaluasi karakteristik dan program penanggulangan kemiskinan di daerah pada tahun
2011, hanya 9 provinsi yang memiliki program khusus untuk mempercepat penurunan tingkat
kemiskinan yang dibiayai melalui APBD. Program tersebut ternyata terlihat jauh lebih ampuh dari
program-program lainnya, terutama dalam hal penentuan target. Provinsi Kepulauan Riau
merupakan salah satu dari 9 provinsi tersebut yang terlihat secara nyata dapat mengurangi tingkat
kemiskinan. Laju penurunan kemiskinan di provinsi ini dalam 7 tahun terakhir terhitung tinggi yaitu
sebesar 5,05 persen. Pada Bulan Maret 2012 Provinsi Kepulauan Riau menempati urutan ke-8
nasional untuk tingkat kemiskinan terendah yaitu sebesar 7,11 persen (131,2 ribu jiwa) dan
peringkat ke-2 di Pulau Sumatera seperti tertera dalam Gambar di bawah ini.

Grafik Penurunan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau


180 163,0 14
160 148,4
136,4 12
140 12,16 128,2 129,7 129,56 131,2
10

Persentase ( % )
Jiwa ( ribu )

120 10,30
9,18 8
100 8,27 8,05
80 7,40 7,11 6
60
4
40
20 2

0 0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin

Keberhasilan dalam menurunkan tingkat kemiskinan selain didukung oleh bantuan dari Pemerintah
Pusat dan juga didukung secara penuh oleh Pemerintah Daerah dengan memberikan komitmennya
melalui program-program yang bersumber dari dana APBD seperti terlihat dalam Tabel di bawah ini.

Program-Program Penanggulangan Kemiskinan yang Bersumber Dari APBD


Provinsi Kepulauan Riau
Level Program Program Penanggulangan Kemiskinan
Provinsi Program Pemenuhan Hak-Hak Dasar Penduduk Miskin /Desa tertinggal
Provinsi Program Rumah Layak Huni
Provinsi Program Pembinaan Unit Usaha Penduduk Miskin/Desa Tertinggal
Kabupaten/Kota Program SEHATI (Sehat Tambah Iman)

Sumber : Evaluasi Karakteristik dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Daerah, Direktorat


Penanggulangan Kemiskinan, 2011

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
81
Boks 4.1 (lanjutan)
Partisipasi Pemerintah Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan Tingkat Kemiskinan
(Success Story dari Provinsi Kepulauan Riau)

Program yang dilaksanakan oleh Provinsi Kepulauan Riau ini merupakan integrasi dari beberapa
sektor yang menjadi unsur utama penunjang kehidupan yang layak, yaitu kesehatan, pendidikan,
perumahan, sanitasi dan pemberdayaan.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia penduduk miskin merupakan salah satu faktor utama
pengentasan kemiskinan. Untuk itu, Pemerintah Daerah Kepulauan Riau menyadari betul akan isu
strategis ini. Program Pemenuhan Hak-hak Dasar Penduduk Miskin/Desa Tertinggal merupakan
program kerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi di Kepulauan Riau, dengan
komitmen kerjasama satu banding dua atau disesuaikan dengan kemampuan APBD Provinsi
Kepulauan Riau. Kegiatan Program Pemenuhan Hak-Hak Dasar Penduduk Miskin/ Desa Tertinggal
lebih banyak ditekankan kepada peningkatan status kesehatan penduduk miskin melalui pemberian
makanan tambahan balita/anak sekolah dan perawatan kasus gizi buruk. Selain itu, peningkatan
fasilitas dasar kesehatan menjadi salah satu bagian program ini yaitu pembangunan atau
rehabilitasi posyandu dan puskemas pembantu. Penduduk miskin di Kepulauan Riau dibebaskan
dari bea pengobatan atau pelayanan kesehatan melalui pemberian Jaminan Kesehatan Daerah.
Selain bidang kesehatan, program ini juga melengkapi program nasional dalam memperluas akses
pendidikan melalui pemberian beasiswa bagi siswa SLTA dari keluarga miskin atau desa tertinggal.

Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak, Kabupaten Bintan
sebagai bagian dari Provinsi Kepulauan Riau, telah melaksanakan program penyuluhan dan
peningkatan fasilitas kesehatan melalui Program SEHATI. Program SEHATI dilaksanakan di dua
wilayah intervensi yaitu wilayah Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara dan Kelurahan
Tanjung Uban Timur, Kecamatan Bintan Utara dimana kesadaran masyarakat dalam hal kesehatan
ibu dan anak masih lemah selain juga pelayanan kesehatan yang belum memadai. Daerah Tanjung
Uban Timur khususnya merupakan kelurahan baru yang berasal dari hasil pemekaran Kelurahan
Tanjung Uban Selatan, di sisi lain Desa Lancang Kuning merupakan satu-satunya wilayah terjauh dari
Kecamatan Bintan Utara dengan kondisi geografis yang terpencar (terpisah dengan sungai) sehingga
untuk mengakses pelayanan masih kurang. Kegiatan terdiri dari pelatihan kesehatan reproduksi
untuk kader masyarakat dan guru sekolah, penjangkauan dan pendampingan terhadap ibu hamil,
bayi dan balita melalui Home Visit dan diskusi kelompok serta pelatihan dasar untuk personel
gerakan sehat ibu dan anak (Appreciative Community Participatory Training). Hasil dari kegiatan
yang dilaksanakan adalah timbulnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya Kesehatan dengan
terbentuknya Forum Desaku Sehat di tiap desa.

Buku Pegangan
82 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Boks 4.1 (lanjutan)
Partisipasi Pemerintah Daerah Memegang Kunci Dalam Penurunan Tingkat Kemiskinan
(Success Story dari Provinsi Kepulauan Riau)

Selain peningkatan kualitas sumber daya manusia, perbaikan taraf penghidupan melalui perbaikan
rumah penduduk miskin merupakan sasaran yang terintegrasi. Pemerintah Daerah bahu membahu
dengan pemerintah pusat dalam pelaksanaan pengadaan rumah layak huni bagi penduduk miskin.
Pada tahun Anggaran 2011, Pemerintah Daerah telah mengeluarkan sebesar 119,35 miliar Rupiah
untuk program ini; dengan rincian APBD Provinsi sebesar 79,57 miliar Rupiah dan dana APBD
kabupaten/kota sebesar 39,78 miliar Rupiah. Kegiatan program rumah layak huni ini terdiri dari
rehabilitasi rumah tidak layak huni termasuk fasilitas jamban keluarga, penyediaan sarana/sumber
air bersih penduduk miskin/desa tertinggal, serta penyediaan listrik rumah penduduk miskin/desa
tertinggal. Program rumah layak huni telah berhasil merehab sebanyak sekitar 8.000 rumah tidak
layak huni dari kurun waktu 2010 sampai 2012. Dan pada 2013, APBD Provinsi Kepulauan Riau
dianggarkan sebesar 185 miliar Rupiah untuk merehab sekitar 2.867 RTLH.

Selain program subsidi dan bantuan, upaya pengentasan kemiskinan perlu didorong melalui
kegiatan pemberdayaan kelompok usaha penduduk miskin. Program ini terus mencoba
membangkitkan kelompok usaha bersama, koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah khusus
untuk perempuan dari keluarga miskin atau desa tertinggal. Program Pembinaan Unit Usaha
Penduduk Miskin/Desa Tertinggal ini mendapat alokasi anggaran untuk tahun 2011 sebesar 49,76
miliar Rupiah, yang terdiri dari 33,03 miliar Rupiah dari dana APBD Provinsi dan 16,73 miliar Rupiah
dari dana APBD Kabupaten/Kota. Pengembangan usaha yang menjadi fokus kegiatan ini adalah
pertanian dan perikanan. Program Pemerintah Daerah tersebut melengkapi apa yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Pusat yaitu PNPM Mandiri.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
83
Foto: Humas Bappenas
LANGKAH-LANGKAH DAERAH
BAGI PEMANTAPAN
BAB V PEREKONOMIAN DAN
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT YANG BERKEADILAN
BAB V
Langkah-Langkah Daerah Bagi
Pemantapan Perekonomian dan
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
yang Berkeadilan

5.1 Pengantar

Pengantar Dalam rangka mencapai Pemantapan Perekonomian dan


Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan, pemerintah
pusat dan pemerintah daerah perlu bersama-sama melakukan
langkah-langkah konkret dan sinergi kebijakan antara pusat dan
daerah.
Untuk itu, Bab ini menuangkan secara rinci langkah-langkah yang
perlu dilakukan oleh daerah di setiap komponen pembangunan. Hal
ini sangat penting karena efektivitas pembangunan akan tercipta
jika ada harmonisasi kebijakan dan program antara pusat dan
daerah serta antar daerah. Sinergi kebijakan pembangunan antara
pusat dan daerah dapat dilakukan sejak proses perencanaan
sampai dengan proses implementasinya. Oleh sebab itu, kesamaan
langkah dan sinergi kebijakan ini perlu dituangkan dalam:
1. Sinergi antara dokumen perencanaan pembangunan pusat
dan daerah (RPJPN dan RPJPD, RPJMN dan RPJMD, RKP dan
RKPD), terutama tahun 2014 merupakan tahun terakhir
pelaksanaan RPJMN 2010-2014;
2. Sinergi dalam penetapan target pembangunan daerah, yang
tentunya harus mempertimbangkan kontribusi daerah
dalam mencapai target pembangunan nasional;
3. Perkuatan koordinasi antar pelaku pembangunan di pusat
dan daerah pada saat implementasi kebijakan dan program
untuk mencapai target pembangunan nasional dan daerah
yang diinginkan.

Buku Pegangan
86 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
5.2 Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan Daerah

5.2.1 Mendorong Peningkatan Daya Beli


Pertumbuhan
Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, arah kebijakan yang
Ekonomi Daerah
perlu dilakukan pemerintah daerah lebih diarahkan pada upaya
untuk mempertahankan dan meningkatkan pendapatan riil
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha-usaha
produktif dan mengurangi beban biaya hidup masyarakat.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat di antaranya adalah:
1. Mendorong berkembangnya ekonomi lokal, yaitu usaha
yang memanfaatkan potensi dan sumber daya lokal serta
melibatkan pelaku usaha lokal, melalui kegiatan-kegiatan
pelatihan kewirausahaan, difusi teknologi tepat guna dan
penyuluhan;
2. Memberikan fasilitasi dan penyuluhan kepada kalangan
dunia usaha dan wirausahawan yang membuka kesempatan
kerja;
3. Mendorong promosi produk unggulan daerah;
4. Membantu pengembangan sistem resi gudang dan
perdagangan berjangka komoditi untuk menjaga stabilitas
harga yang diterima petani produsen;
5. Menggerakkan perekonomian daerah dengan
memanfaatkan karakter dan potensi wisata daerah,
misalnya dengan mengadakan festival budaya.

Sementara itu langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi


biaya hidup masyarakat di antaranya adalah:
1. Memperluas penerapan jaminan kesehatan daerah;
2. Memperluas program pendidikan gratis untuk pendidikan
tingkat dasar dan menengah;
3. Mengkoordinasikan implementasi program-program
penanggulangan kemiskinan untuk meningkatkan ketepatan
sasaran;
4. Meningkatkan ketersediaan angkutan publik yang murah
dan efektif.

Peningkatan Iklim Investasi


Pada kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu dan
rentan, maka perkuatan perekonomian domestik melalui

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
87
peningkatan investasi merupakan salah satu solusi yang terbaik.
Investasi yang semakin menyebar ke seluruh Indonesia dengan
berkembangnya berbagai bidang usaha akan semakin memperkuat
perekonomian nasional. Di samping itu, investasi yang masuk ke
daerah juga akan membawa teknologi baru yang membuat proses
produksi berlangsung lebih efisien dan lebih produktif. Saat ini,
banyak investor asing yang berminat untuk investasi di Indonesia,
karena Indonesia memiliki faktor produksi yang kompetitif, pasar
domestik yang besar, serta sumber daya alam yang cukup banyak.

Dalam upaya meningkatkan dan memperkuat investasi daerah


maka diperlukan suatu penataan yang terencana dan
komprehensif. Pemerintah daerah perlu menyusun rencana dan
langkah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui:
1. Peningkatan kemudahan perijinan. Penerbitan ijin usaha di
seluruh Indonesia masih belum seragam, mulai dari
prosedur, dokumen pendukung yang menyertai, lamanya
proses, sampai dengan biaya yang dikeluarkan. Pemberian
perijinan usaha yang transparan, cepat, serta pelayanan
yang baik merupakan cerminan dari penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance) dan akan
menjadi pintu gerbang masuknya investor. Dengan
kejelasan prosedur, jenis dokumen dan waktu, serta
proporsional biaya, maka dunia usaha akan berkembang.

2. Peningkatan pelayanan melalui PTSP (Pelayanan Terpadu


Satu Pintu). Untuk mempermudah proses perijinan serta
menciptakan transparansi, maka diperlukan penyatuan dan
penyederhanaan prosedur perizinan pada satu tempat,
yaitu seluruh proses dan penerbitan atas berbagai ijin usaha
dan ijin lain yang mendukungnya. Oleh karena itu,
pembangunan dan pemberdayaan PTSP perlu mengacu
kepada standar pelayanan prima, sehingga mencapai Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) yang tinggi, serta mencapai
standar ISO yang sangat diperlukan di seluruh daerah.
Dengan adanya PTSP maka investor hanya cukup datang
pada satu tempat untuk mengurus berbagai perijinan dan
non perijinan, mengadukan permasalahan yang dihadapi
dan mendapatkan solusi.
3. Penyederhanaan dan harmonisasi peraturan daerah.
Perlunya daerah kembali meninjau dan menata peraturan
daerah (perda) yang telah diterbitkan untuk menghindari

Buku Pegangan
88 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
timbulnya hal-hal yang bersifat kontra produktif bagi dunia
usaha dan masyarakat. Untuk itu, beberapa hal yang penting
untuk dilakukan adalah:
a. Perda yang tidak mendukung penciptaan iklim
investasi sebaiknya dihapuskan dan diubah dengan
penyediaan fasilitas bagi dunia usaha;
b. Peraturan daerah terkait investasi perlu diselaraskan
dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi (tingkat
nasional).

4. Pemberian fasilitas. Perlunya perubahan pola pikir


(mindset) pemerintah daerah untuk menciptakan iklim yang
kondusif bagi dunia usaha, dengan salah satu cara adalah
menyediakan fasilitas. Dunia usaha memerlukan fasilitas
antara lain kemudahan penerbitan usaha melalui jemput
bola, pendampingan pengembangan keahlian khusus,
promosi produk, bantuan pemasaran dan kepastian
ketersediaan lahan. Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat
mendorong peningkatan peran Badan Koordinasi
Penanaman Modal Daerah untuk secara aktif menjemput
calon investor potensial, menyediakan data dan informasi
postensi daerah dan menjadi clearing house masalah
investasi di daerah.
Fasilitasi ini tentunya akan berbeda setiap sektornya. Sektor
primer membutuhkan fasilitas berupa kemudahan
memperoleh hak atas penguasaan tanah, keterbukaan
masyarakat terhadap dunia usaha, keamanan usaha,
keamanan masyarakat, rendahnya angka unjuk rasa dan
etos kerja masyarakat lokal yang tinggi. Sektor
pengolahan/sekunder membutuhkan ketersediaan energi,
infrastruktur fisik, fasilitas penundaan pembayaran pajak
sampai dengan berproduksinya usaha. Dukungan
infrastruktur yang memadai dan baik juga akan membantu
meningkatkan produktivitas faktor-faktor penentu
berinvestasi lainnya. Sektor tersier membutuhkan keamanan
usaha yang tinggi baik di tempat usaha, di masyarakat
sekitar tempat usaha dan selama proses pengiriman barang
menuju daerah tujuan.
Selain itu, pemerintah daerah perlu juga untuk memfasilitasi
penyediaan lahan untuk industri dan memastikannya
terakomodasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
89
Sementara itu, fasilitasi lain yang diperlukan untuk
menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif adalah
mengelola hubungan industrial yang harmonis antara
pengusaha dan buruh.
5. Pemilihan fokus bidang usaha. Pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota perlu mulai memilih dan fokus pada bidang
usaha yang berbasis kemampuan/potensi lokal dan
selanjutnya didorong menuju produk yang berdaya saing.
Bidang usaha yang dipilih hendaknya difasilitasi sehingga
lebih cepat dalam pengembangannya. Dengan demikian
akan memberi manfaat bagi pengembangan potensi
masyarakat, menciptakan lapangan kerja, menyerap tenaga
kerja dan akhirnya meningkatkan perekonomian lokal yang
berdaya saing.
6. Peningkatan kerjasama dengan daerah lain. Beberapa jenis
usaha tentunya akan bersifat lintas kabupaten/kota bahkan
lintas provinsi. Terkait dengan hal ini, kerjasama antar
daerah perlu ditingkatkan untuk mengurangi
ketidakharmonisan kebijakan yang bersifat lintas wilayah,
mengurangi inkonsistensi kebijakan antar wilayah, serta
mendorong dunia usaha untuk lebih meningkatkan usaha
yang bersifat lintas wilayah karena hal ini akan sangat
bermanfaat untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah.
Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat
memberikan fasilitasi kepada masyarakat. Dalam upaya
meningkatkan peran masyarakat untuk berinvestasi dan berusaha,
maka pemerintah daerah dapat melakukan:
1. Penyediaan pelatihan ketrampilan, dengan membangun
pusat pelatihan ketrampilan berbasis potensi lokal dan
peluang untuk mengembangkannya ke bidang lain.
Penyediaan pelatihan keterampilan dapat dilakukan melalui
kerjasama dengan perusahaan dan/atau memanfaatkan
dana yang bersumber dari CSR (Corporate Social
Responsibility).

2. Penyediaan pendidikan. Membangun dan mempersiapkan


sumber daya manusia merupakan investasi jangka panjang,
namun harus dimulai sedini mungkin agar masyarakat
menyadari pentingnya pendidikan yang tinggi untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Dengan pendidikan yang

Buku Pegangan
90 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
memadai seseorang akan memiliki peluang lapangan kerja
yang lebih baik dan pendapatan yang lebih baik, serta
memberi pengaruh yang lebih baik bagi lingkungannya.

3. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap perlunya etos


kerja yang tinggi dan berkualitas. Selain kemampuan berupa
ketrampilan dan intelegensia, perlu pula dibangun etos
kerja yang tinggi sehingga berdaya saing dan memiliki
kualitas moral yang baik. Role model pemimpin daerah
sangat mempengaruhi perilaku pegawai yang tercermin dari
etos kerja pegawai kantor pemerintah daerahnya dan
menjadi panutan bagi masyarakat.

Peningkatan Belanja Modal, Penyerapan dan Kualitas Belanja


Saat ini porsi dana transfer ke daerah telah mencapai sekitar 31
persen dalam belanja APBN, hampir sama dengan porsi belanja
seluruh kementerian/lembaga. Dana yang ditransfer ke daerah ini
mengikuti prinsip money follows function seiring dengan
kewenangan-kewenangan yang telah didelegasikan ke pemerintah
daerah. Dengan demikian, kualitas belanja pemerintah daerah
sangat menentukan kualitas belanja pemerintah secara
keseluruhan. Kualitas belanja pemerintah selanjutnya ikut
menentukan kinerja pertumbuhan ekonomi, baik melalui
komponen konsumsi pemerintah (belanja barang dan jasa) maupun
melalui investasi pemerintah (belanja modal).

Langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah untuk


meningkatkan kualitas belanja di antaranya adalah:
1. Menyusun skala prioritas dan mengalokasikan anggaran
belanja pemerintah daerah pada kegiatan-kegiatan yang
strategis, berdampak besar, terkait langsung dengan
permasalahan daerah dan menjangkau sebanyak mungkin
masyarakat miskin;
2. Meningkatkan porsi belanja modal untuk infrastruktur
wilayah yang menjadi kewenangan daerah, seperti jalan
provinsi/kabupaten serta jaringan irigasi sekunder/tersier;
3. Meningkatkan ketepatan waktu penyusunan dan
pengesahan APBD;
4. Meningkatkan kesiapan teknis pelaksana kegiatan untuk
mencegah keterlambatan pelaksanaan kegiatan;
5. Meningkatkan pemantauan pelaksanaan kegiatan dan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
91
penyerapan belanja pemerintah.

Peningkatan Daya Saing Ekspor


Pada tahun 2012 ekspor Indonesia mencapai 190,04 miliar USD
atau turun sebesar 6,61 persen dibanding tahun sebelumnya. Pada
periode Januari-September 2012, sumbangan terhadap nilai ekspor
nasional masih didominasi oleh tiga provinsi yang memberikan
kontribusi total sebesar 46,6 persen, yaitu Kalimantan Timur (17,7
persen), Jawa Barat (14,6 persen) dan Riau (14,3 persen).
Komposisi kontribusi ini nampaknya tidak banyak berubah hingga
akhir tahun 2012.
Tingginya disparitas kontribusi ekspor provinsi ini menunjukkan
bahwa masih terdapat potensi untuk meningkatkan nilai ekspor
melalui peningkatan daya saing produk ekspor terutama oleh
provinsi yang masih rendah kontribusinya. Sejalan dengan arah
kebijakan ekspor nasional yang memfokuskan pada peningkatan
ekspor non-migas dan peningkatan kualitas serta keberagaman
produk, maka pemerintah daerah perlu meningkatkan
perhatiannya pada pengembangan potensi dan daya saing ekspor
daerah masing-masing. Langkah-langkah umum yang dapat
ditempuh oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan
daya saing ekspor provinsi antara lain dapat berupa:
1. Melakukan identifikasi komoditas unggulan daerah dengan
orientasi ekspor untuk menetapkan fokus pembinaan
kepada pelaku usaha dan eksportir lokal;
2. Menggiatkan diseminasi informasi kepada pelaku usaha dan
eksportir terkait potensi pasar termasuk pasar ekspor non-
tradisional, tingkat kualitas dan diversifikasi produk yang
dibutuhkan, serta peningkatan pemahaman mengenai
prosedur ekspor;
3. Menciptakan iklim usaha yang kondusif antara lain melalui
koordinasi dan harmonisasi kebijakan dengan
sektor/instansi lain yang mempengaruhi kelancaran ekspor
seperti infrastruktur, logistik, penanaman modal,
pendanaan dan perizinan;
4. Meningkatkan nilai tambah produk ekspor;
5. Mengembangkan insentif bagi industri berorientasi ekspor
yang menggunakan input lokal dalam porsi besar;
6. Mengembangkan sistem logistik yang lebih efisien, untuk
mempermudah perolehan bahan baku dan memperlancar
distribusi hasil produksi;

Buku Pegangan
92 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
7. Menghapus beban pungutan (baik pungutan resmi maupun
tidak resmi) yang membebani proses produksi dan distribusi
barang, terutama barang-barang yang akan diekspor.

Langkah-langkah tersebut tentunya dapat dikembangkan dan perlu


disesuaikan dengan kondisi sumber daya di masing-masing daerah.
Peningkatan daya saing produk ekspor daerah ini hendaknya
menjadi perhatian serius pemerintah daerah mengingat pada
tahun 2015 akan diimplementasikan pasar bersama ASEAN (ASEAN
Economic Community). Dengan dibukanya pasar bersama regional
tersebut maka tidak tertutup kemungkinan pasar lokal akan
dibanjiri dengan produk impor dari negara tetangga yang
berpotensi menciptakan defisit neraca perdagangan. Peningkatan
daya saing produk ini diharapkan akan meningkatkan nilai ekspor
sehingga dapat mengimbangi masuknya barang impor dan bahkan
dapat memberikan surplus dalam neraca perdagangan. Salah satu
contoh keberhasilan eksportir meningkatkan daya saing ekspor
dengan menerobos pasar non tradisional disampaikan dalam Boks
5.1.

Peningkatan Nilai Tambah Industri

Secara umum pengembangan industri hilir nasional masih terbatas,


khususnya di daerah, dan secara spasial terkonsentrasi di
Jabodetabek, Banten, wilayah Pantura Jawa dan Batam. Melalui
MP3EI, pemerintah telah menetapkan sektor-sektor strategis untuk
dikembangkan rantai industri hilirnya. Pengembangan industri hilir
berbasis sumber daya alam lokal ini akan memberikan efek ganda
yang besar bagi perekonomian daerah, karena dapat menyerap
tenaga kerja yang lebih besar, meningkatkan pendapatan
masyarakat dan mendorong proses transformasi ekonomi nasional.
Untuk itu, sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah
sangat diperlukan.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah untuk
meningkatkan dan mendorong nilai tambah industri di antaranya
adalah:
1. Mendorong berkembangnya klaster industri unggulan
daerah;
2. Menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, terutama
dalam hal pemberian insentif bagi investasi yang
menghasilkan produk hilir;
3. Mengembangkan kawasan industri terpadu (industrial park)

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
93
untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi industri,
mengefisienkan pembangunan infrastruktur industri dan
meningkatkan linkages antar industri terkait.

Peningkatan Perdagangan Antar Wilayah


Perdagangan antar wilayah berperan strategis dalam mengurangi
kesenjangan antar wilayah dan meningkatkan integrasi
perekonomian nasional. Perdagangan antar pulau yang intensif
akan menguntungkan semua wilayah yang terlibat, terlebih bila
masing-masing wilayah dapat mengembangkan spesialisasinya.
Namun demikian hingga saat ini pola perdagangan antar wilayah
nasional masih didominasi perdagangan intrapulau.

Untuk itu, langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah


daerah dalam mendukung peningkatan perdagangan antar wilayah
antara lain:
1. Meningkatkan kerjasama antar daerah untuk
pengembangan pasar regional;
2. Meningkatkan akses informasi pasar bagi produsen/petani
lokal;
3. Mengurangi pungutan arus barang antar wilayah;
4. Memantau dan menjaga kelancaran arus angkutan barang
dari dan ke pelabuhan;
5. Meningkatkan kualitas jaringan infrastruktur wilayah untuk
mengefisienkan biaya transportasi.

Peningkatan Infrastruktur
Infrastruktur berrperan sangat strategis bagi peningkatan daya
saing wilayah dan daerah. Jaringan infrastruktur yang memadai
merupakan faktor penting untuk dapat memfasilitasi distribusi
barang dan orang secara efisien, dan efisiensi menjadi kunci bagi
pelaku usaha untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing di
pasar nasional dan internasional.
Percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur dalam
kerangka penguatan konektivitas nasional telah ditetapkan menjadi
salah satu strategi utama dalam pelaksanaan MP3EI. Tujuan utama
penguatan konektivitas nasional tersebut adalah: (i) meningkatkan
kelancaran arus barang, jasa dan informasi; (ii) menurunkan biaya
logistik; (iii) mengurangi ekonomi biaya tinggi; (iv) mewujudkan
sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; dan (v)

Buku Pegangan
94 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah.

Untuk mempercepat pencapaian tujuan tersebut, dalam jangka


pendek Pemerintah telah memprioritaskan percepatan dan
perluasan pembangunan infrastruktur disetiap koridor ekonomi.
Akan tetapi, untuk mengoptimalkan pelaksanaan MP3EI ini perlu
upaya sinergitas nasional dan daerah dalam pembangunan
infrastruktur.
Untuk mewujudkan hal itu diperlukan penguatan konektivitas
secara terintegrasi antara pusat-pusat pertumbuhan dalam koridor
ekonomi dan juga antar koridor ekonomi, serta keterhubungan
secara internasional terutama untuk memperlancar perdagangan
internasional maupun sebagai pintu masuk bagi para wisatawan
mancanegara seperti terlihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1
Kerangka Kerja Penguatan Konektivitas Nasional

Sumber: MP3EI

Dalam rangka mengoptimalkan dukungan pembiayaan


infrastruktur, diperlukan kerja sama yang sinergi dan terintegrasi
antar semua pelaku sesuai dengan peran dan fungsi masing-
masing, yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Memberikan fokus pada pembangunan prasarana dasar
yang menjadi wewenang pemerintah pusat;
b. Mempertajam prioritas pembangunan infrastruktur,

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
95
terutama jenis infrastruktur yang memiliki multiplier effect
tinggi terhadap peningkatan kegiatan perekonomian;
c. Meningkatkan efisiensi dengan melakukan penghematan
belanja pegawai dan barang untuk menaikkan porsi belanja
modal bagi pembangunan infrastruktur.
2. Pemerintah Daerah
a. Meningkatkan komitmen pembangunan infrastruktur yang
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah;
b. Melakukan sinkronisasi pembangunan infrastruktur sesuai
dengan yang telah direncanakan yaitu dalam upaya
memperkuat konektivitas antar pusat ekonomi dan/atau
pusat produksi, baik di dalam provinsi maupun dengan
pusat ekonomi di luar provinsi;
c. Melakukan koordinasi dengan pelaku pembangunan lainnya
dan memberikan fasilitasi kebijakan yang mendukung
investasi baik infrastruktur maupun investasi sektor riil;
d. Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur strategis
dengan menuntaskan pembebasan lahan sesuai dengan
peraturan yang berlaku (UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum);
e. Mendorong partisipasi swasta dalam penyediaan
infrastruktur jalan, listrik berbasis sumber daya lokal
(mikrohidro, geothermal) dan penyediaan air bersih.

5.2.2 Mendorong Stabilitas Ekonomi: Menjaga Stabilitas Harga dan Nilai Tukar
Stabilitas
Menjaga stabilitas harga pada hakikatnya adalah untuk menjaga
kestabilan inflasi, yang merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan dan pada akhirnya memberikan
manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi
yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi
akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun
sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya
menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah
miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan
ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam
mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa
inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat

Buku Pegangan
96 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada
akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat
inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di
negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi
tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai
rupiah.
Untuk menjaga kestabilian harga, tentunya perlu dukungan penuh
dari pemerintah daerah. Adapun langkah-langkah yang perlu
dilakukan oleh daerah adalah:
1. Meningkatkan ketersediaan bahan pokok kebutuhan
masyarakat, melalui: (i) peningkatan produksi yang seiring
dengan upaya-upaya percepatan dan perluasan
pertumbuhan ekonomi, (ii) peningkatan kelancaran sistem
distribusi yang merupakan bagian dari pelaksanaan Cetak
Biru Sistem Logistik Nasional, serta (iii) harmonisasi
peraturan yang terkait dengan produksi dan distribusi
barang;
2. Memantau dan mengevaluasi ketersediaan barang
(terutama bahan pokok) dan perkembangan harga secara
cepat dan seksama;
3. Memantapkan sistem distribusi yang tersebar di berbagai
daerah serta intervensi (operasi pasar) yang tepat waktu
dan terukur, terutama agar dapat menjangkau daerah-
daerah terpencil;
4. Mengelola harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
daerah (administered prices) secara hati-hati, tepat sasaran
(well targetted) dan tepat waktu (time consistent) agar tidak
menimbulkan gejolak inflasi yang berarti;
5. Meningkatkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk
mengendalikan inflasi daerah;
6. Melakukan pembenahan struktur pasar bahan pokok di
daerah yang bersifat oligopoli agar tercipta keseimbangan
harga yang wajar dan tidak mengganggu daya beli
masyarakat, terutama kelompok miskin.

Stabilitas Sosial: Mencegah Konflik Sosial


Upaya pencegahan konflik mensyaratkan keterlibatan semua pihak,
yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga
perlu dukungan pemerintah daerah. Hal ini tidak akan berhasil
secara optimal jika tidak didukung oleh pemahaman yang
komprehensif dari para pelaku perencana pembangunan di semua

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
97
tingkatan, khususnya di tingkat daerah.

Peran pemerintah daerah dalam pencegahan konflik sosial adalah


sebagai berikut:
1. Melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan
aspek pemerataan dan keadilan;
2. Mengembangkan upaya pencegahan konflik melalui
mekanisme perencanaan pembangunan partisipatif yang
peka perdamaian;
3. Mengawal dan mendorong pelaksanaan Perda-Perda
perencanaan pembangunan yang peka perdamaian dan
Perda pencegahan dini konflik sosial di daerah;
4. Mendorong pelaksanaan program dan kegiatan yang
bernuansa damai dan membangun harmoni sosial;
5. Memperkuat dan mendorong sebanyak mungkin partisipasi
berbagai pemangku kepentingan khususnya masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan.

Stabilitas Sosial: Mitigasi Bencana


Besarnya korban jiwa, dampak kerusakan, dan kerugian yang
diakibatkan bencana menjadi pertimbangan mendasar pentingnya
upaya pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana untuk
meminimalkan dampak kejadian di masa mendatang. Berdasarkan
hasil kompilasi dari berbagai data kerusakan dan kerugian, sejak
gempa bumi dan tsunami di Aceh tahun 2004 hingga tahun 2010
saja, total kerusakan dan kerugian akibat bencana di Indonesia
diperkirakan mencapai 150 triliun rupiah. Namun demikian,
dampak negatif terhadap perekonomian nasional lebih ke arah
pembiayaan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang berimplikasi
terhadap keuangan pemerintah pusat.
Bencana juga berkorelasi terhadap meningkatnya jumlah penduduk
miskin, terutama jika terjadi di wilayah miskin atau wilayah yang
sebagian besar masyarakatnya miskin. Oleh sebab itu, upaya
mitigasi bencana menjadi sangat penting untuk dilakukan, agar
dapat mencegah masyarakat menjadi miskin atau masyarakat
miskin menjadi lebih miskin lagi.

Sesuai amanat UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana, bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan kewajiban semua pihak, baik Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, masyarakat maupun swasta. Adapun peranan
pemerintah daerah dalam penyiapan penanggulangan dan

Buku Pegangan
98 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pengurangan risiko bencana adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan strategi dan kebijakan Program
Penanggulangan Bencana, termasuk perencanaan dan
penganggarannya;
2. Meningkatkan komitmen untuk pelaksanaan dan
pengalokasian anggaran penanggulangan bencana di
daerah;
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur
pemerintah dalam upaya penanggulangan bencana,
melalui: (i) sosialisasi pengurangan risiko bencana, (ii)
penguatan kelembagaan penanggulangan bencana yang
didukung dengan peralatan dan logistik kebencanaan yang
memadai terutama di kawasan rawan bencana tinggi, (iii)
penyusunan rencana kontinjensi dalam menghadapi
bencana, serta (iv) simulasi dan gladi penanggulangan
bencana yang dilengkapi dengan protap yang jelas dalam
menghadapi bencana;
4. Menyediakan infrastruktur kesiapsiagaan, sistem peringatan
dini dalam rangka meningkatkan antisipasi ancaman
bencana alam, yang didukung dengan peningkatan
kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat.
5. Mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam
upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko
bencana, melalui: (i) kegiatan pemberdayaan masyarakat di
wilayah rawan bencana tinggi dan pasca bencana, (ii)
pengembangan dan peningkatan kapasitas relawan
penanggulangan bencana, (iii) pendidikan dan pelatihan
penanggulangan bencana yang berkesinambungan, serta
(iv) pembentukan dan penguatan forum-forum masyarakat
pengurangan risiko bencana dengan memperhatikan
kearifan lokal setempat;
6. Meningkatkan koordinasi dan kemampuan penanganan
kedaruratan (evakuasi, penyelamatan dan bantuan
kemanusiaan), melalui pemenuhan kebutuhan hak dasar
masyarakat yang terkena bencana sesuai dengan standar
pelayanan minumun.;
7. Melaksanakan pemulihan wilayah pasca bencana dengan
memperhatikan aspek pengurangan risiko bencana dan
mitigasi bencana (build back better) serta meningkatkan
daya lenting masyarakat (community resilient) di wilayah
pasca bencana melalui penguatan perekonomian dan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
99
pemulihan mata pencaharian (livelihood) masyarakat yang
terkena dampak bencana.

Stabilitas Politik: Memantapkan Pertahanan dan Keamanan

Jenis gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang


berpotensi terjadi pada tahun 2013 dan 2014 tidak jauh berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya, hanya eskalasinya mungkin akan
lebih meningkat. Secara umum potensi gangguan yang terjadi
adalah gangguan kamtibmas dari aspek politik, tindak kejahatan
konvensional, tindak kejahatan transnasional dan kejahatan yang
berimplikasi kontijensi.
Gangguan kamtibmas dari aspek politik diperkirakan masih akan
berlangsung terkait dengan proses Pemilukada di beberapa daerah
dan juga menjelang Pemilu 2014 berupa konflik komunal/
horisontal. Harapan kita semua, proses politik yang terjadi di Jawa
Barat atau DKI Jakarta yang berlangsung demokratis tanpa ada
konflik yang berarti, dapat dijadikan contoh bagi provinsi-provinsi
lain yang akan melakukan Pemilukada.

Tindak kejahatan yang secara tradisional dan konvensional cukup


meresahkan masyarakat dengan latar belakang motif
perekonomian diprediksi masih berpotensi menjadi gangguan,
seperti: (i) pencurian dengan kekerasan dan pemberatan; (ii)
pencurian kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda
empat; (iii) pemalsuan dan sengketa tanah yang berakhir dengan
bentrok antar warga dan antar desa; (iv) premanisme/kejahatan
jalanan; dan (v) penyalahgunaan senjata api.

Tindak kejahatan transnasional yang merupakan kejahatan tanpa


batas dan wilayah bahkan antar lintas negara ini masih diperkirakan
akan semakin marak serta meningkat seiring dengan meningkatnya
kemampuan sarana mobilitas warga antar negara yang akan
berdampak pada meningkatnya mobilitas maupun variasi modus
kejahatan lintas negara. Beberapa kejahatan transnasional yang
diprediksikan masih akan terjadi, diantaranya yaitu: (i) kejahatan
terorisme, masih adanya beberapa catatan DPO teroris yang belum
tertangkap dan diduga sangat berpotensi untuk melakukan
kejahatan teror dibeberapa wilayah tertentu di Indonesia; (ii)
kejahatan narkoba, hasil penggalian informasi dari para pelaku
kejahatan narkoba internasional yang berhasil ditangkap,
menunjukkan bahwa organisasi sindikat kejahatan narkoba
internasional masih melihat Indonesia sebagai salah satu sasaran

Buku Pegangan
100 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
atau potensi peredaran narkoba internasional; (iii) perdagangan
manusia dan imigran gelap, jalur pelayaran Indonesia marak
dipergunakan sebagai perlintasan mobilitas manusia antar negara
dan dengan berbagai alasan mereka menjadikan wilayah Indonesia
sebagai lokasi transit pergeseran manusia antar negara; dan (iv)
penyelundupan senjata api, maraknya kejahatan yang
menggunakan senjata api mengindikasikan masih banyak
peredaran senjata api illegal di tengah masyarakat.
Selanjutnya untuk kejahatan yang berimplikasi kontijensi di wilayah
tertentu kemungkinan masih akan terjadi diantaranya yaitu: (i) aksi
separatis di wilayah Papua, meskipun dalam skala kecil masih
diprediksikan menimbulkan potensi masalah yang jika dibiarkan
terus menerus dikhawatirkan akan semakin membesar; (ii) konflik
sosial, masih adanya permasalahan tapal batas/wilayah yang belum
terselesaikan dan masalah SARA sangat berpotensi menimbulkan
konflik bentrok antar warga dan masalah sosial; (iii) aksi unjuk rasa,
sebagai konsekuensi belum selesainya berbagai masalah
perburuhan dan sengkarutnya permasalahan pidana yang terbalut
masalah politik, diprediksikan ditahun 2013 dan tahun 2014 masih
akan sering muncul; dan (iv) gangguan kamtibmas non pidana,
situasi kontijensi yang disebabkan perubahan iklim dan keadaan
alam yang diprediksikan menjadi ancaman, seperti bencana alam
banjir dan tanah longsor, bencana gunung meletus, bencana angin
puting beliung dan bencana gempa bumi.
Untuk mengantisipasi potensi gangguan kamtibmas sebagaimana
diuraikan di atas yang diprediksi akan terjadi ditahun 2013 dan
2014, Polri akan melaksanakan langkah-langkah kebijakan guna
mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah untuk
memantapkan perekonomian nasional bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
Adapun langkah-langkah yang diperlukan oleh pemerintah daerah
untuk mendukung pemantapan pertahanan dan keamanan
nasional adalah:
1. Meningkatkan kemampuan aparat keamanan secara
proporsional dan profesional, baik dalam rangka pembinaan
maupun operasional sehingga mampu menghadapi
tantangan keamanan;
2. Membangun kerjasama keamanan dengan berbagai instansi
maupun lembaga baik secara formal maupun informal
untuk mempermudah penanganan berbagai permasalahan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
101
yang semakin komplek;
3. Melembagakan kerjasama dan koordinasi dengan unsur
Polri di daerah dalam menjaga situasi Kamtibmas di
wilayahnya masing-masing;
4. Meningkatkan peran dan partisipasi aktif masyarakat
dalam: (i) mengkritisi, mengingatkan dan mengawasi Polri;
(ii) menangani kamtibmas, khususnya dilingkungannya
masing-masing mengingat aparat keamanan tidak mungkin
selalu hadir setiap saat; (iii) meningkatkan kewaspadaan
lingkungan atas berbagai kemungkinan terjadinya aksi
kejahatan, terutama kemungkinan terjadinya aksi
terorisme.

Stabilitas Politik: Memantapkan Pelaksanaan Pemilu

Stabilitas sosial politik di daerah sangat tergantung pada


pengembangan kelembagaan lembaga-lembaga dialog dan
komunikasi yang ada, disamping perbaikan kinerja lembaga
penyelenggara negara, sehingga dapat terus menerus menjaga
kondisi yang kondusif bagi pemantapan perekonomian daerah
secara berkelanjutan.

Untuk itu, langkah-langkah yang perlu dilakukan daerah dalam


memantapkan pelaksanaan pemilu adalah:
1. Mendukung penyelenggaraan Pemilu 2014 agar dapat
berjalan dengan aman, damai, serta dapat dilaksanakan
dengan luber dan jurdil. Keberhasilan pelaksanaan pemilu
akan menjadi tahap yang menentukan untuk dapat
dilakukannya pemantapan perekonomian daerah.
Dukungan untuk memperoleh Daftar Pemilih Tetap (DPT)
yang akurat menjadi suatu keniscayaan mendukung
kesuksesan penyelenggaraan Pemilu 2014;
2. Memelihara kebebasan sipil dan hak-hak politik warga di
daerah masing-masing dengan memperhatikan dan
menindaklanjuti secara seksama Inpres No 2 Tahun 2013
tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri,
yang merupakan penjabaran UU No 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial. Setiap langkah pimpinan di
daerah, apakah Gubernur, Bupati dan walikota beserta
aparat keamanan daerah dan seluruh jajarannya diharapkan
berada dalam koridor pengarahan Presiden ini. Para
pemimpin di daerah diharapkan berkoordinasi secara
proaktif dengan pemerintah pusat dalam mengeluarkan

Buku Pegangan
102 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
kebijakan dan melakukan tindakan apapun dalam
menghadapi konflik, serta tidak melakukan tindakan-
tindakan yang justru dapat berdampak lebih buruk dan
bersifat kontraproduktif bagi situasi politik dan keamanan di
daerah;
3. Memfasilitasi peningkatan peran dan kapasitas forum-
forum komunikasi (FKDM, FKUB, FPK, Kominda) yang sudah
berjalan, sehingga diharapkan lebih aktif melakukan
pertemuan-pertemuan untuk mendeteksi potensi konflik
dan kekerasan yang merusak kebebasan sipil serta hak-hak
politik warga di daerah, sehingga dapat merusak proses
pemantapan perekonomian daerah, merusak pertumbuhan
ekonomi rakyat dan kesejahteraan yang berkeadilan;
4. Mendukung dan memfasilitasi berfungsinya secara optimal
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah.
BNPT sudah bekerja sama dengan semua provinsi bagi
terbantuknya 15 FKPT di provinsi masing-masing pada tahun
2012, serta akan terus memprioritaskan penguatan FKPT
yang sudah terbentuk ini pada 2013 dan 2014, selain
mempersiapkan pembentukan FKPT di luar 15 provinsi yang
berpotensi menghadapi tindakan terorisme paling tinggi di
Indonesia ini;
5. Mengupayakan lebih cepat tanggap dalam menghadapi
keluhan dan protes masyarakat daerah berkenaan dengan
berbagai persoalan yang muncul secara aktif, sebelum
berkembang menjadi tidak terkendali. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan koordinasi yang seluas
mungkin dengan semua jajaran kepemerintahan di daerah
maupun melakukan komunikasi politik dengan organisasi
masyarakat sipil, partai politik, maupun dengan pimpinan di
provinsi yang bertetangga apabila diperlukan untuk
mengatasi dan mencegah konflik yang bersifat lintas
daerah.

5.2.3 Mendorong Pemberdayaan Melalui Peningkatan Partisipasi dan Perluasan


Pemerataan yang Manfaat
Berkeadilan Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh
komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan,
mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
103
konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan
adil. Untuk itu, Pemerintah senantiasa mengembangkan program-
program yang mensasar dan melibatkan partisipasi masyarakat,
termasuk yang miskin, rentan dan termarjinalkan.
Dalam perkembangannya, program-program tersebut
dikategorikan ke dalam empat kelompok program (klaster)
penanggulangan kemiskinan, yang terdiri atas perlindungan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro-kecil dan
program-program pro-rakyat. Keberhasilan program-program
tersebut tidak hanya diukur dari meningkatnya kesejahteraan
masyarakat yang ditandai dengan turunnya angka kemiskinan atau
berkurangnya populasi penyandang masalah kesejahteraan sosial,
namun juga diperhitungkan dengan meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam berbagai kegiatan produktif maupun promotif
dan meluasnya manfaat yang diterima baik secara langsung
maupun tidak langsung oleh masyarakat.
Gambar 5.2
Komposisi Anggota Keluarga PKH

1.600.000
Anggota Rumah Tangga

1.400.000
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Anak SD 413.965 631.198 722.982 785.265 1.106.570 1.491.049
Jumlah Anak SMP 158.163 207.926 243.732 291.133 425.349 609.396
Jumlah Ibu Hamil 21.707 22.511 25.356 23.275 33.827 41.337
Jumlah Anak Balita 240.285 431.370 498.354 459.212 598.586 837.403

Pelaksanaan berbagai program pembangunan di atas didasarkan


pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dirancang
untuk membangkitkan rasa tanggung jawab dan kemandirian baik
dalam tingkat individu, keluarga, maupun kelompok. Melalui
pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) misalnya, dipupuk
kesadaran keluarga sangat miskin untuk menyekolahkan anak-
anaknya, serta senantiasa memperhatikan perkembangan
kesehatan anak balita, ibu hamil dan melahirkan. Misi utamanya

Buku Pegangan
104 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
selain meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kelompok
masyarakat sangat miskin, diharapkan dalam jangka menengah-
panjang dapat mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat
sehingga rantai kemiskinan antar generasi dapat diputus.
Mengingat kepesertaan PKH yang tidak permanen, telah dirancang
strategi transformasi kepesertaan PKH agar peningkatan
kesejahteraan keluarga sangat miskin dapat terus
berkesinambungan. Peran dan tanggung jawab berbagai sektor dan
pemerintah daerah dalam mendukung keberhasilan transformasi
kepesertaan ini sangat besar terutama dalam memastikan
keberlanjutan peserta dalam menerima program lain dan
meningkatkan kapasitas dirinya sesuai dengan potensi yang
dimiliki.
Gambar 5.3
Partisipasi Masyarakat Dalam PNPM Mandiri

PNPM Perkotaan PNPM Perdesaan

20.000.000 10.000.000

15.000.000 7.500.000

10.000.000 5.000.000

5.000.000 2.500.000

0 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Sumber: Simpadu PNPM (data sampai dengan tahun 2012, diakses pada 7 Maret 2013)

Lebih lanjut, pemberdayaan dalam tingkat kelompok dilakukan


melalui partisipasi masyarakat dalam kegiatan perancangan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan. Penguatan
partisipasi perempuan dalam PNPM Mandiri misalnya, memainkan
peran yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan dasar yang
terkait langsung pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain itu, kebijakan ini juga difokuskan pada upaya mewujudkan
tata kelola yang akuntabel dan transparan, serta menghilangkan
hambatan-hambatan yang bersifat formal maupun informal yang
dinilai tidak adil dan menghambat partisipasi kelompok miskin,
rentan dan marjinal dalam pembangunan.
Perluasan manfaat merupakan salah satu faktor kunci dalam

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
105
mendorong proses pemerataan yang berkeadilan. Khususnya bagi
kelompok rentan dan termarjinalkan seperti anak, lanjut usia dan
penyandang disabilitas, masih diperlukan upaya khusus dan
penciptaan lapangan pekerjaan melalui berbagai kebijakan afirmatif
untuk memperluas jangkauan pelayanan publik. Hasil Survei
Disabilitas Indonesia (Lembaga Demografi UI) pada tahun 2011
menunjukkan bahwa kelompok disabilitas produktif berpartisipasi
dalam berbagai lapangan pekerjaan dan umumnya bekerja secara
mandiri (terdiri dari 63 persen pada penyandang disabilitas ringan
dan 49 pada persen penyandang disabilitas berat).
Pengembangan program-program perlindungan sosial juga
dilaksanakan melalui penguatan pemberdayaan yang berbasis
keluarga dan komunitas (family and community based support),
untuk itu diperlukan kerja sama lintas sektor dan peran para pihak
di berbagai tingkatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
menyempurnakan sistem penetapan sasaran melalui pembangunan
basis data terpadu bagi program-program perlindungan sosial.
Penyiapan mekanisme dan kapasitas pendampingan bagi
masyarakat juga terus diupayakan karena pendamping merupakan
ujung tombak perubahan agar peningkatan kesejahteraan
masyarakat, khususnya yang miskin, rentan dan marjinal, di
berbagai pelosok daerah dapat terlaksana.
Perluasan cakupan penerima manfaat juga dilaksanakan sejalan
dengan penguatan lembaga jaminan sosial. Sejumlah persiapan
telah dilakukan dalam rangka pembentukan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang dimulai oleh pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional mulai awal tahun 2014 dan Jaminan
Ketenagakerjaan mulai pertengahan tahun 2015. Sejalan dengan
sejumlah persiapan yang harus dilakukan, telah disusun Peta Jalan
Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2014-2019. Pembenahan
secara menyeluruh tidak hanya dilakukan dalam tataran regulasi,
namun juga dalam transformasi kelembagaan, perluasan
kepesertaan, perbaikan layanan yang terintegrasi dan
pengembangan tata kelola agar Sistem Jaminan Sosial Nasional
sebagaimana diamanatkan oleh amandemen UUD 1945 dapat
berjalan dilaksanakan. Upaya ini memerlukan kerja sama dari
seluruh pihak terkait sejalan dengan rencana operasional yang telah
disusun dalam Peta Jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional
2014-2019. Pembenahan secara menyeluruh diharapkan tidak
hanya terjadi di dalam institusi BPJS namun juga pada berbagai lini

Buku Pegangan
106 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pendukung misalnya peran dan tanggung jawab pemerintah daerah
dalam penyediaan dan distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga
kesehatan pendukung serta pemenuhan standar operasional
pelayanan minimum.

Peningkatan Akses dan Kualitas Kesehatan


Peran konkret yang perlu dikoordinasikan antara Pemerintah Pusat
dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah :
1. Mendorong pencapaian target-target MDGs, penurunan
jumlah kematian ibu melahirkan dan jumlah kematian bayi,
penurunan prevalensi kekurangan gizi, peningkatan upaya
pencegahan terjadinya penyakit menular dan penyakit tidak
menular (PTM) serta perbaikan kesehatan lingkungan;
2. Koordinasi pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Milenium
Development Goals (RAD MDGs) dan Rencana Aksi Daerah
Pangan dan Gizi (RAD PG) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hingga saat ini, 33 Provinsi telah menyusun dokumen RAD
MDGs dan RAD PG. Dokumen RAD MDGs dan RAD PG yang
telah tersusun dijadikan acuan pemerintah daerah dalam
menyusun dokumen perencanaan dan penganggaran di
daerah sehingga dapat mendorong dan mempercepat
pencapaian target-target MDGs pada tahun 2015;
3. Peningkatan pencegahan penyakit khususnya terkait
zoonosis, HIV dan AIDS, malaria dan penyakit-penyakit
akibat perubahan iklim. Dengan tersusunnya Rencana
Strategis Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017 dan
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan
AIDS 2010-2014, daerah telah membentuk forum atau
komisi tingkat daerah yang melaksanakan fungsi dalam
pengendalian khususnya penyakit zoonosis, HIV dan AIDs;
4. Mempersiapkan sarana dan prasarana serta tenaga
kesehatan dalam pelaksanaan SJSN bidang kesehatan.
Pemerintah daerah berperan dalam upaya peningkatan
jumlah sarana dan prasarana kesehatan, klinik, dokter serta
perbaikan puskemas juga pelibatan peran pihak swasta.

Peningkatan Akses dan Kualitas Pendidikan


Dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pendidikan sebagai
upaya untuk memantapkan perekonomian nasional bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, pemerintah
pusat dan pemerintah daerah harus memastikan bahwa layanan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
107
pendidikan tersedia secara memadai, merata, dapat diakses oleh
seluruh masyarakat, serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap masyarakat tanpa diskriminasi.
Pemerintah pusat dan daerah harus mampu menyediakan satuan
pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi yang dapat mengakomodasi setiap anak usia sekolah yang
memerlukan layanan pendidikan (penyediaan satuan pendidikan
tinggi murni merupakan urusan pemerintah pusat) tanpa terkecuali
termasuk untuk anak sekolah yang bermukim di daerah tertinggal,
kepulauan, terpencil dan perbatasan. Selain itu pemerintah pusat
dan pemerintah daerah wajib membangun infrastruktur pendidikan
untuk mendukung peningkatan layanan pendidikan yang bermutu
bagi masyarakat di wilayah tersebut. Untuk itu, pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus
bersinergi dalam memberikan layanan pendidikan agar kinerja
pendidikan di setiap daerah makin meningkat.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara bersama-sama
perlu melakukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan
kinerja pendidikan sebagai berikut:
1. Menetapkan kebijakan pendidikan di tingkat nasional dan
provinsi;
2. Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana
pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh provinsi
dan kabupaten/kota untuk meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan pendidikan;
3. Menyediakan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
yang berkualitas dan merata di seluruh provinsi dan
kabupaten/kota;
4. Melakukan sosialisasi kurikulum tahun 2013 serta
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kurikulum
tersebut;
5. Memperjelas wewenang, tugas dan tanggung jawab antara
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam
penyediaan layanan pendidikan untuk mendukung
efektivitas pelaksanaan desentralisasi pendidikan;
6. Mengupayakan pembangunan kapasitas kelembagaan di
pemerintahan lokal dan melakukan supervisi untuk
meningkatkan tata kelola satuan pendidikan di seluruh
provinsi dan kabupaten/kota, agar pelayanan pendidikan
dapat berjalan efektif;
7. Meningkatkan koordinasi di antara lembaga pemerintahan

Buku Pegangan
108 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pada semua tingkatan untuk memperlancar proses
pembuatan kebijakan pendidikan, yang didukung oleh
sistem informasi, kualitas dan validitas data, serta kondisi
empiris di lapangan (evidence-based decision making);
8. Melakukan pengendalian mutu pendidikan antara lain
dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan pelayanan pendidikan;
9. Menata dan memantapkan sistem pembelajaran yang
efektif di setiap satuan pendidikan sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan (SPM), serta memperkuat sistem
evaluasi, akreditasi dan sertifikasi satuan pendidikan untuk
menjaga dan mengendalikan mutu pendidikan;
10. Menghitung proporsi anggaran yang harus disediakan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah berdasarkan
kapasitas fiskal, yang disesuaikan dengan tugas dan
tanggung jawab setiap tingkatan pemerintahan. Untuk itu,
pemerintah daerah perlu menghitung kemampuan
keuangannya untuk membiayai pendidikan;
11. Menyusun mekanisme yang tepat terkait penggunaan
anggaran pendidikan dari pusat dan daerah agar tidak
terjadi misalokasi dan inefisiensi. Untuk itu, perlu
peningkatkan efektivitas pemanfaatan anggaran pemerintah
pusat yang dialokasikan melalui dana dekonsentrasi dan
tugas perbantuan;
12. Menyediakan subsidi dan berbagai skema blockgrant untuk
meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan yang
berkualitas dan merata di seluruh provinsi dan kabupaten/
kota;
13. Mendorong partisipasi masyarakat, para pemangku
kepentingan dan dunia usaha dalam mendukung
penyelenggaraan pendidikan melalui pengembangan
program kemitraan yang saling menguntungkan dalam
upaya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
Kemudian, agar pelayanan pendidikan lebih optimal dan
pelaksanaan desentralisasi pendidikan lebih efektif, pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota perlu meningkatkan kerjasama yang
harmonis dengan memperhatikan peran, tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten/
kota perlu fokus dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Memperbaiki kesenjangan capaian pendidikan dan
disparitas partisipasi pendidikan antar daerah dengan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
109
memanfaatkan sumber daya potensial yang tersedia,
sehingga masing-masing daerah tetap dapat meningkatkan
kemajuan pendidikannya;
2. Memperbaiki ketimpangan kualitas pendidikan antar daerah
melalui: (i) penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
yang memadai dan bermutu sesuai dengan standar
pelayanan minimal, (ii) memperbaiki manajemen guru
dengan menata persebaran pendidik yang lebih merata di
seluruh daerah, termasuk memenuhi kebutuhan guru di
daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan, (iii)
memfasilitasi dan memberi kemudahan perpindahan guru
antar kabupaten/kota dan antar satuan pendidikan dalam
konteks penerapan best practices dan knowledge sharing
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan;
3. Memastikan dan memperkuat institusi-institusi
penyelenggara pendidikan (Dinas Pendidikan, Kanwil
Kemenag) dan satuan pendidikan agar dapat menjalankan
tugas dan fungsi pelayanan pendidikan dengan baik;
4. Menyediakan data dan informasi yang akurat untuk
dijadikan dasar dan pertimbangan dalam perumusan dan
pembuatan kebijakan pembangunan pendidikan nasional
untuk dilaksanakan di daerah;
5. Menghitung kebutuhan nyata anggaran pendidikan dengan
menyusun satuan biaya pendidikan per siswa pada setiap
jenjang pendidikan sesuai dengan SPM. Selain itu,
menghitung pula proyeksi kebutuhan anggaran per jenjang
pendidikan yang disertai dengan perhitungan proyeksi
perkembangan jumlah siswa dari tahun ke tahun
berdasarkan perkembangan jumlah penduduk di setiap
daerah;
6. Mendorong peningkatan peran masyarakat dalam rangka
pemberian beasiswa bagi siswa miskin dan meningkatkan
kapasitas pengelolaan pemberian beasiswa dalam hal
pendataan, sasaran dan mekanisme penyaluran.
Melalui langkah-langkah konkret yang dapat dilaksanakan secara
nyata diharapkan layanan pendidikan yang bermutu makin
meningkat, yang berkontribusi langsung pada peningkatan
kesejahteraan rakyat di seluruh daerah di Indonesia.

Peningkatan Lapangan Kerja


Permasalahan ketenagakerjaan yang akhir-akhir ini muncul adalah

Buku Pegangan
110 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
mengenai tuntutan upah dan penghapusan outsourcing. Upah
memang merupakan faktor penting bagi pekerja/buruh, karena
merupakan sumber untuk membiayai diri sendiri maupun
keluarganya. Bagi pengusaha, upah beserta komponen-komponen
dan keseluruhan biaya tenaga kerja (labor cost) merupakan biaya
yang sangat menentukan kelancaran dan kelangsungan hidup
perusahaan dan menjadi variabel yang mempengaruhi tercapai atau
tidaknya target dari R.o.I (Return of Investment), yang pada
ujungnya ikut menentukan tingkat pendapatan perusahaan dan
rencana pengembangan investasi dan penyerapan tenaga kerja di
masa datang.

Peraturan pemerintah daerah tentang upah diharapkan dapat lebih


luwes, misalnya dengan mengupayakan terwujudnya perundingan
bersama di tingkat perusahaan. Keterlibatan serikat pekerja dan
pemberi kerja dalam proses negosiasi penentuan upah akan lebih
memberikan keuntungan bagi keduanya. Pemerintah dapat
memfasilitasi mekanisme dalam perundingan tersebut, dan
meningkatkan para pihak yang berunding dalam hal teknik-teknik
bernegosiasi. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
merupakan langkah penting ke depan untuk mendorong
keseimbangan yang lebih adil.
Disamping itu, peran Pemerintah daerah dalam meningkatkan
kualitas dan keterampilan tenaga kerja adalah sangat strategis.
Penyiapan tenaga kerja memasuki angkatan kerja ini amat penting,
mengingat terbatasnya keterampilan yang dimiliki tenaga kerja.
Menurut Sakernas tahun 2011, hanya 5 persen tenaga kerja
Indonesia yang memperoleh pelatihan kerja, sedangkan sebagian
besar yaitu 95 persen tidak memperoleh pelatihan. Keadaan ini
memperkuat hasil survei Bappenas bahwa keahlian yang diperoleh
melalui jenjang pendidikan formal kurang relevan dengan
kebutuhan perusahaan.

Langkah-langkah utama yang diperlukan dan sangat mendesak


untuk dilaksanakan adalah membangun infrastruktur
pengembangan kompetensi kerja, sebagai tahap awal dalam
mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten agar dapat bersaing
dalam pasar global. Pemerintah pusat dan daerah dapat bekerja
sama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat)
profesi, baik milik pemerintah, swasta, maupun perusahaan yang
menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi. Penyiapan
sarana/prasarana, instruktur, pembiayaan dan pengelolaan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
111
lembaga pelatihan yang memenuhi aspek standar mutu
kelembagaan menjadi prioritas.
Keberadaan lembaga pelatihan yang semula diharapkan mampu
berperan sebagai jembatan (bridging) diantara institusi pendidikan
dan sektor industri diharapkan dapat berjalan secara optimal.
Masih banyak lembaga pelatihan cenderung berorientasi supply
driven karena didalam penyusunan kurikulumnya belum
mengakomodasi kebutuhan sektor industri.
Langkah-langkah konkrit untuk peningkatan kesempatan kerja
khususnya bagi tenaga kerja muda adalah:
1. Menyusun perencanaan pelatihan kerja pada tingkat
provinsi. Perencanaan pelatihan ini meliputi rencana
kebutuhan pelatihan, baik bidang, jenis, kualifikasi maupun
jumlahnya, serta rencana pemenuhannya melalui
optimalisasi seluruh sumber daya pelatihan pada tingkat
provinsi yang bersangkutan. Rencana pelatihan kerja
provinsi ini menjadi dasar untuk penyusunan program dan
kegiatan pembinaan lembaga pelatihan, termasuk pendirian
lembaga pelatihan baru;
2. Merencanakan dan melaksanakan program fasilitasi
peningkatan kinerja lembaga pelatihan. Fasilitasi
peningkatan kinerja lembaga pelatihan dilaksanakan dengan
mengacu pada pedoman pembinaan lembaga pelatihan
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, di antaranya
melalui penyelenggaraan pelatihan, bimbingan dan
konsultasi penerapan pedoman, terutama kepada pembina
pelatihan di tingkat kabupaten/kota. Selain itu juga
melaksanakan fungsi pengembangan program insentif
pembinaan pelatihan di tingkat kabupaten/kota, serta
program insentif bagi lembaga pelatihan;
3. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pengawasan
pelaksanaan program peningkatan kinerja lembaga
pelatihan di tingkat provinsi. Fungsi ini di samping untuk
keperluan pengendalian juga untuk keperluan perbaikan dan
pengembangan program fasilitasi peningkatan kinerja
lembaga pelatihan tahun berikutnya.
4. Melaksanakan pelaporan kondisi pelatihan dan lembaga
pelatihan di provinsi yang bersangkutan kepada Pemerintah
Pusat.
5. Mengkoordinasikan pelaksanaan program/kegiatan

Buku Pegangan
112 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pengembangan kewirausahaan dan pemagangan di tingkat
kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan
mengintegrasikan kelompok/individu sasaran pemanfaat
program sesuai dengan kebutuhan lokal.
6. Memverifikasi kelompok sasaran pemanfaat program, serta
meningkatkan kualitas dan kemutakhiran data informasi
pasar kerja di tingkat provinsi.

Sebagai ilustrasi, cerita sukses tentang daerah yang telah berhasil


menurunkan tingkat penganggurannya disampaikan dalam Boks
5.2.

Pengentasan Kemiskinan dan MP3KI


Penanggulangan kemiskinan di Indonesia dalam beberapa tahun ini
semakin beragam dilaksanakan melalui program/kegiatan di hampir
seluruh sektor pembangunan. Ragam dan intensitas program dalam
upaya menjangkau masyarakat miskin telah banyak
diimplementasikan melalui pendanaan pemerintah. Namun
demikian, perlu upaya optimalisasi sumber pendanaan lain,
sehingga program penanggulangan kemiskinan, mulai dari yang
sifatnya melindungi (bantuan dan jaminan sosial), pemberdayaan,
sampai dengan preventif melalui kebijakan memihak ekonomi
lemah dapat dilakukan secara lebih integratif, saling melengkapi
dan merata di seluruh pelosok tanah air, selain juga untuk
mendorong empati dan tanggung jawab sosial yang semakin besar
dari seluruh pihak.
Seiring dengan beragamnya program penanggulangan kemiskinan,
angka kemiskinan dari tahun ke tahun terus menurun. Namun
demikian, upaya ini dihadapkan pada semakin sulitnya penurunan
angka kemiskinan secara lebih signifikan dikarenakan oleh beberapa
faktor: (i) persoalan kultural masyarakat yang membuat mereka
sulit keluar dari lingkaran kemiskinan, (ii) belum optimalnya
program-program penanggulangan kemiskinan dalam menjangkau
seluruh wilayah nusantara terutama yang kondisi geografisnya sulit,
(iii) kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya memihak
masyarakat miskin, (iv) kondisi ekonomi yang berpengaruh besar
terhadap kerentanan masyarakat terutama faktor pertumbuhan
ekonomi dan inflasi, serta (v) berbagai akar persoalan kemiskinan
yang tidak cukup menjadi perhatian dan prioritas bersama sebelum
kemiskinan terlanjur mendera masyarakat. Penanganan dari sebab-
sebab tersebut, dapat dilakukan melalui upaya jangka pendek

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
113
maupun jangka menengah-panjang.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Masterplan Percepatan dan


Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) berupaya
untuk menjabarkan berbagai strategi, kebijakan dan program
akseleratif/percepatan dalam penanggulangan kemiskinan. MP3KI
menjadi pelengkap dari dokumen rencana pembangunan yang ada
dengan memetakan persoalan-persoalan yang menjadi penyebab
kemiskinan dan arahan/strategi yang dibutuhkan dalam menangani
persoalan-persoalan tersebut. Percepatan dan perluasan
pengurangan kemiskinan yang diarahkan melalui MP3KI didorong
sebagai upaya kerjasama dan sinergi dari seluruh pihak, termasuk di
dalamnya adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN,
swasta dan masyarakat (public-people-private partnetships).
Prinsip public-people-private partnerships yang menjadi dasar
pemikiran MP3KI memberikan amanat kepada semua pihak untuk
bekerja sama dalam menyukseskan pengurangan kemiskinan.
Pemerintah pusat melalui Kementerian/Lembaga akan melakukan
sinergi dalam penganggarannya baik dari bentuk program, sasaran
target kecamatan, masyarakat, maupun individu dan pelaksanaan.
Pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi secara
komprehensif akar masalah kemiskinan, hal-hal yang masih
menimbulkan ketimpangan dalam pencapaian target
penanggulangan kemiskinan, program-program kemiskinan yang
sedang dan akan berlangsung di wilayahnya. Sementara itu, BUMN
dan Swasta dengan program Corporate Social Responsibility (CSR)
perlu melakukan sinkronisasi program yang dapat
diimplementasikan di kantong-kantong kemiskinan. Untuk itu,
secara keseluruhan, beberapa hal yang perlu dilakukan oleh
pemerintah daerah sehingga program MP3KI dapat dilaksanakan
secara lebih terintegrasi yaitu:
1. Memberikan dukungan terhadap program Kementerian/
Lembaga yang diimplementasikan di kantong-kantong
kemiskinan pada kecamatan terpilih dalam bentuk fasilitasi
kebijakan daerah yang mendukung pelaksanaan program;
2. Memberikan dukungan penganggaran terhadap program
penanggulangan kemiskinan yang menjadi wewenang
Pemerintah Daerah dan diarahkan pada lokasi-lokasi
kantong kemiskinan;
3. Menyempurnakan Sistem Informasi penduduk miskin
berbasis masyarakat yang terintegrasi dengan sistem

Buku Pegangan
114 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
informasi penduduk miskin yang telah ada (PPLS, Susenas,
Sakernas, PODES, dsb) sehingga dapat memperkuat
perencanaan berbasis data di tingkat daerah maupun pusat.
4. Melakukan sinkronisasi program penanggulangan
kemiskinan yang akan dilakukan oleh BUMD dan pihak
swasta lokal lainnya sehingga menjadi lebih tepat sasaran
dan tidak terjadi tumpang tindih.
5. Memperkuat peranan Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Daerah sebagai unsur daerah dalam
memperkuat koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan di daerah, baik
program pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun
pihak lain yaitu BUMN, swasta dan lainnya.
6. Mengembangkan sistem database pembangunan yang
terpadu sebagai basis untuk memonitor pelaksanaan
program maupun untuk perencanaan dan penganggaran
program/kegiatan.

Tahun 2013 dan 2014 merupakan dua tahun tahap persiapan


pelaksanaan MP3KI. Upaya rekonsolidasi awal dilakukan dengan
melanjutkan program yang sedang berjalan dan melakukan
langkah-langkah persiapan menuju transformasi strategi
penanggulangan kemiskinan termasuk melakukan optimalisasi
pelaksanaan penanggulangan kemiskinan secara terpadu (quick
wins) di beberapa daerah.
Lokasi-lokasi quick wins dipilih per koridor (tahun 2013) dan per
provinsi (2014) dengan menggunakan kriteria: (i) jumlah penduduk
miskin, (ii) tingkat kemiskinan, (iii) pelaksanaan program kemiskinan
yang sedang berjalan, (iv) karakter infrastruktur dasar atau
pelayanan dasar di kecamatan, serta (v) penurunan tingkat
kemiskinan selama lima tahun ke belakang. Beberapa langkah yang
perlu dilakukan dalam pemilihan Quick Wins dan setelah pemilihan
Quick Wins, antara lain adalah :
1. Melakukan penggalian dan penemukenalan akar persoalan
kemiskinan di lokasi-lokasi terpilih;
2. Melakukan identifikasi penanganan konkret yang perlu
dilakukan oleh berbagai pihak untuk melengkapi berbagai
bantuan penanggulangan kemiskinan yang saat ini telah
diterima;
3. Melakukan penajaman target penerima atau program
penanggulangan kemiskinan yang telah ada dengan melihat

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
115
evaluasi pelaksanaan program tersebut;
4. Melakukan koordinasi dan identifikasi sumber pendanaan
dengan BUMN, Swasta, maupun pihak lainnya.

Pengurangan Kesenjangan Antar Daerah

Percepatan pembangunan daerah tertinggal sangat membutuhkan


dukungan semua pemangku kepentingan, baik lintas sektor maupun
pemerintah pusat dan daerah. Semua pemangku kepentingan harus
bisa berkerja sama untuk bisa melakukan upaya-upaya yang konkret
untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal. Walaupun
sudah ada Kementerian pembangunan Daerah Tertinggal, masih
diperlukan pula dukungan banyak pihak.
Upaya-upaya pembangunan masyarakat oleh pemerintah daerah
untuk mendukung pengurangan kesenjangan antar daerah antara
lain adalah:
1. Mengembangkan ekonomi lokal, melalui: (i) penciptaan
iklim usaha yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang, (ii) peningkatan akses masyarakat terhadap
sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,
teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar, (iii)
perkuatan kerja sama antar daerah, (iv) pembentukan jaring
ekonomi yang berbasis pada kapasitas lokal dengan
mengkaitkan peluang pasar yang ada di tingkat lokal,
regional dan internasional, (v) pengembangan kegiatan
ekonomi yang bertumpu pada kelompok, termasuk
pembangunan prasarana berbasis komunitas, dan (vi)
perkuatan keterkaitan produksi-pemasaran dan jaringan
kerja usaha kecil-menengah dan besar yang mengutamakan
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah;
2. Memperkuat kelembagaan masyarakat dan pemerintah
daerah dalam pengelolaan sumber daya lokal, dilakukan
melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah
daerah, kelembagaan sosial masyarakat dan lembaga
perekonomian lokal di daerah tertinggal;
3. Meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, pendidikan dan pelayanan dasar lainnya yang
berkualitas (lihat Boks 5.3 mengenai daerah yang berhasil
meningkatkan kualitas layanan kesehatan);
4. Meningkatkan konsolidasi dan harmonisasi seluruh sumber

Buku Pegangan
116 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
pendanaan ke daerah (Bantuan Sosial, Tugas pembantuan,
Dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus, APBD), dengan
melakukan refocussing terhadap penggunaan dana
pembangunan;
5. Membangun database kebutuhan daerah sebagai road map
pembangunan daerah tertinggal.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
117
Boks 5.1
Penghargaan Primaniyarta Kepada Eksportir Pelopor Pasar Baru

Pemerintah memberikan penghargaan


Primaniyarta 2012 kepada 33 eksportir yang
berhasil meraih kinerja baik dan
menyumbangkan devisa yang cukup besar
kepada negara. Penghargaan diberikan kepada
4 (empat) kategori eksportir, yaitu kelompok
eksportir berkinerja, kelompok eksportir
pembangun merek global, kelompok usaha
kecil dan menengah (UKM) ekspor, serta
kelompok eksportir pelopor pasar baru.

Adapun persyaratan pemenang eksportir


pelopor pasar baru adalah :

 Memiliki perijinan yang lengkap seperti


SIUP, NPWP, IU Industri dan TDP.
 Melakukan ekspor selama 3 (tiga) tahun
terakhir berturut-turut ke negara non
tradisional
 Ekspor ke negara tujuan yang
mengandung risiko (risiko politik atau
risiko ekonomi/pembayaran atau
transportasi yang sulit atau sulit
mendapatkan mitra importir yang
dipercaya atau ketentuan impor yang
tidak jelas) atau negara lainnya yang
belum pernah dijamah oleh eksportir
Indonesia yang mengekspor produk
tertentu.
 Produk yang diekspor merupakan satu-
satunya yang berasal dari Indonesia
Lima perusahaan pemenang kelompok ini
adalah:
1. PT Basuki Pratama Engineering (alat-alat
broiler dan teknik lainnya)
2. PT Gading Dampar Kencana (furnitur)
3. PT Kinema Systrans Multimedia (animasi)
4. PT Latransa Citra (rempah-rempah)
5. PT Megasurya Mas (minyak sawit dan
produk turunannya) Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah)

Buku Pegangan
118 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Boks 5.2
Daerah yang Berhasil Mengurangi Tingkat Pengangguran

Provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) terbesar pada tahun 2012 adalah Banten,
disusul oleh DKI Jakarta, Aceh, Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Antara tahun 2011-2012, lima
provinsi dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka terbesar adalah Papua Barat (turun
3,45%), Banten (turun 2,93%), Kepulauan Riau (turun 2,43%), Riau (turun 1,02%) dan Kalimantan
Timur (turun 0,94%).

Banten, meskipun TPT-nya masih tertinggi di Indonesia, selama dua tahun terakhir mengalami
penurunan tertinggi. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh tingginya penanaman modal
yang masuk di wilayah ini. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Provinsi
Banten mencatat bahwa realisasi investasi di daerah ini pada 2012 melebihi target yang ditetapkan,
yaitu mencapai 29 triliun rupiah dari target 11 triliun rupiah. Untuk penanaman modal asing, selama
2012 realisasi nilai investasi provinsi ini ketiga tertinggi setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat,
sedangkan untuk penanaman modal dalam negeri berada pada posisi ketujuh. Tingginya investasi
ini didorong oleh upaya Pemerintah Provinsi Banten untuk memaksimalkan pelayanan yang
diberikan bagi para investor yang akan menanamkan modalnya, antara lain dengan pembentukan
kantor pelayanan terpadu satu atap (PTSP) dan promosi yang intensif kepada calon investor.
Dengan demikian, dalam kurun waktu tersebut pekerja formal di provinsi ini berhasil meningkat
lebih dari 193,7 ribu orang, sedangkan pekerja informal menurun 117,5 ribu orang. Penambahan
kesempatan kerja terbesar terjadi di sektor jasa dan disusul oleh sektor industri, sedangkan tenaga
kerja pertanian menurun. Selain upaya mendorong investasi, Pemerintah Provinsi Banten
menggelar operasi yustisi untuk menangani kaum pendatang yang mengadu nasib tanpa dilengkapi
dengan dokumen yang dipersyaratkan.

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
119
Boks 5.3
Daerah yang Berhasil Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan

Upaya meningkatkan umur harapan hidup terletak pada rendahnya kematian ibu melahirkan,
rendahnya kematian kematian neonatus, bayi dan balita. Namun dalam pertengahan RPJMN ini
masalah tersebut masih tetap belum dapat diatasi sepenuhnya.

Beberapa Provinsi telah berhasil melakukan terobosan dalam mengatasi kesulitan penurunan angka
kematian ibu dan bayi. Adapun daerah yang telah berhasil membangun status kesehatan
masyarakatnya yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
dengan score tertinggi di Indonesia adalah Kota Magelang.

Dalam rangka menurunkan angka kematian bayi dan balita di NTT, telah dilaksanakan program
Sister Hospital yang merupakan program kemitraan antara RS besar di luar NTT dengan RSUD
Kabupaten di NTT. Salah satunya dilakukan di RSUD Kabupaten Soe bermitra dengan RSUD Dr.
Sutomo Surabaya. Kegiatan yang dilakukan meliputi: (i) Pengiriman dokter spesialis obstetri-
ginekologi, dokter spesialis kesehatan kesehatan anak dan tenaga paramedis pendukung untuk
melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak; (ii) Peningkatan keterampilan teknis staf di rumah
sakit melalui pelatihan dan pembudayaan teknis kerja dalam kegiatan sehari-hari; dan (iii) Pelatihan
tim tenaga di Puskesmas dalam rangka penguatan sistem rujukan kesehatan ibu dan anak
(mengembangkan hubungan PONED dan PONEK).

RS Hasan Sadikin Bandung sebagai Top refferral Hospital di Provinsi Jawa Barat telah berhasil dalam
menjalankan penerapan sistem rujukan pelayanan kesehatan dengan pendekatan Rujukan
Regional. Hal ini terlihat dari menurunnya jumlah pasien askes dari sebesar 16.399 jiwa pada
tahun 2011 menjadi 7.048 pada tahun 2012, serta menurunnya jumlah pasien yang berasal dari
Puskesmas dan RS tingkat Kabupaten/Kota sebesar 19.172 pasien pada tahun 2011 menjadi 1.283
pasien pada tahun 2012. Hasil tersebut menunjukan bahwa sistem rujukan dari pelayanan
kesehatan primer (Puskesmas) dan RS tingakt Kabupaten/Kota berjalan dengan baik.

Buku Pegangan
120 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Foto: Pras Widjojo
BAB VI PENUTUP
BAB VI
Penutup

Walaupun kondisi perekonomian dunia sepanjang tahun 2010-2012 dalam tekanan yang
cukup berat, kinerja perekonomian nasional terlihat masih terjaga baik dengan pertumbuhan
ekonomi berada pada tingkat yang cukup tinggi. Momentum pertumbuhan ekonomi ini perlu
terus dijaga dan dimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini tidak
menimbulkan kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus mendorong
kesejahteraan yang lebih berkeadilan.

Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh pemerintah
pusat dan daerah perlu untuk dilakukan secara lebih terarah, karena pencapaian
pembangunan nasional merupakan agregasi dari upaya dan pencapaian yang dilakukan
daerah. Oleh sebab itu, dalam rangka menyamakan langkah untuk memantapkan
perekonomian nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, Pemerintah
Pusat dan Daerah perlu berpijak pada kerangka pikir yang sama, yaitu: (i) Pertumbuhan
(growth) yang menyeimbangkan komponen di sisi pengeluaran dan sisi produksi untuk lebih
berkualitas dan memberikan efek pengganda yang lebih besar; (ii) Stabilitas (stability) yang
mencakup stabilitas ekonomi, sosial, dan politik; yang perlu di jaga di setiap daerah agar
upaya-upaya pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan tanpa gangguan;
(iii) Pemerataan yang Berkeadilan (equity) yang memastikan keikutsertaan seluruh
masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan
(inclusiveness).
Selanjutnya, langkah-langkah yang diperlukan oleh daerah untuk mendukung pembangunan
nasional telah dijabarkan dalam Buku Pegangan ini. Langkah-langkah tersebut dapat dijadikan
sebagai referensi oleh seluruh pemangku kepentingan di daerah untuk memberikan
kontribusi dan merumuskan strategi pembangunan daerah; sehingga Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dapat bersinergi dalam mencapai target dan sasaran pembangunan
nasional tahun 2014, sesuai dengan tema pembangunan nasional yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan langkah-langkah tersebut, masing-masing daerah tentunya dapat memilih
langkah-langkah prioritas yang perlu segera didahulukan, sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas daerah masing-masing.

Buku Pegangan
124 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Foto: Dit. Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
FFoto:
oto: D
Dit.
it. P
Penanggulangan
en
naan
anggu
gulan
angaan
n Kemiskinan
Kemiisskina
n n Bappenas
Bappenas
Desa Panglipuran Bali, penerima PNPM
DAFTAR
PUSTAKA

Benny dan Kamarulnizam (2011), Indonesian Perceptions and Attitudes towards the ASEAN
Community, Journal of Current Southeast Asian Affairs, 30,1, 39-67.

Sugiarto, Eddy Cahyono (2012), Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi, diunduh dari
http://www.setkab.go.id/artikel-6616-.html

----------- (2013). Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014, Kementerian


Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.

----------- (2013). Laporan Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan IV-2012, Bank Indonesia,
Jakarta.

----------- (2013). Gradual Upturn in Global Growth During 2013, World Economic Outlook
Update, IMF, Washington DC.

----------- (2012). Tata Kelola Ekonomi Daerah di 20 Kabupaten/Kota Partisipan KINERJA,


KPPOD dan USAID, Jakarta

----------- (2012). Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013, Kementerian Perencanaan


Pembangunan Nasional, Jakarta.

----------- (2012). Doing Business in a More Transparent World: Comparing Regulation for
Domestic Firms in 183 Economies, IFC, World Bank.

----------- (2012). APBN 2013: Mendorong Peningkatan Kualitas Belanja, Keynote Speech
Menteri Keuangan RI

----------- (2011). Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
2011-2025, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.

----------- (2011). Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012, Kementerian Perencanaan


Pembangunan Nasional, Jakarta.

Buku Pegangan
126 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
DATA KONDISI TERKINI
LAMPIRAN
DAERAH
L.1 Kondisi Ekonomi Nasional

L.1.1 Pertumbuhan Ekonomi


Tabel 1
Gambaran Ekonomi Makro Tahun 2010 2013
2010 2011 2012 2013 (Sasaran)
PERTUMBUHAN EKONOMI ( persen) 6,2 6,5 6,2 6,8
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Masyarakat 4,7 4,7 5,3 4,9
Konsumsi Pemerintah 0,3 3,2 1,2 6,7
PMTB 8,5 8,8 9,8 11,9
Ekspor Barang dan Jasa 15,3 13,6 2,0 11,7
Impor Barang dan Jasa 17,3 13,3 6,6 13,5
Sisi Produksi
Pertanian 3,0 3,4 4,0 3,7
Pertambangan 3,9 1,4 1,5 2,8
Industri Pengolahan 4,7 6,1 5,7 6,5
Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,3 4,8 6,4 6,6
Konstruksi 7,0 6,6 7,5 7,5
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,7 9,2 8,1 8,9
Pengangkutan dan Komunikasi 13,4 10,7 10,0 12,1
Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha 5,7 6,8 7,1 6,1
Jasa-jasa 6,0 6,7 5,2 6,0
Sumber: Bappenas (RKP 2013)

L.1.2 Tingkat Kemiskinan


Gambar 1
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin, 2006-2012
45 20 (%)
39,30
40 37,17 18
34,96
35 17,75 32,53 16
16,58 31,02 30,02
15,42 29,13 14
30
14,15
Jiwa (Juta)

13,33 12
25 12,49
12,36 11,96 11,66 10
20
8
15
6
10 4
5 2

0 0
2006 2007 2008 2009 2010 Sep Sep
2011 2012
2011 2012
Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin

Sumber: BPS, berbagai tahun (diolah)


Catatan: angka dari Maret ke Maret kecuali disebutkan lain

Buku Pegangan
128 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Tabel 2
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kawasan
Kawasan Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin (%)
Perkotaan
Maret 2011 11,05 9,23
September 2011 10,95 9,09
Maret 2012 10,65 8,78
Perdesaan
Maret 2011 18,97 15,72
September 2011 18,94 15,59
Maret 2012 18,48 15,12
Perkotaan+Perdesaan
Maret 2011 30,02 12,49
September 2011 29,89 12,36
Maret 2012 29,13 11,96
Sumber: BPS

Tabel 3
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah (September 2012)
Pulau Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa


Sumatera 2.049,64 4.127,54 6.177,18 9,93 12,88 11,72
Jawa 7.119,22 8.703,35 15.822,57 8,67 15,05 11,31
Bali dan Nusa Tenggara 626,02 1.363,55 1.989,57 11,75 16,55 14,66
Kalimantan 254,6 678,33 932,93 4,17 8,18 6,48
Sulawesi 337,09 1708,5 2045,59 5,59 14,36 11,41
Maluku dan Papua 121,2 1.505,60 1.626,80 6,11 31,67 24,14
Indonesia 10.507,77 18.086,87 28.594,64 8,6 14,7 11,66

Sumber: BPS

Tabel 4
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Menurut Kawasan
Indeks Kota Desa Kota+Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)


Mar-11 1,52 2,63 2,08
Sep-11 1,48 2,61 2,05
Mar-12 1,4 2,36 1,88
Sep-12 1,38 2,42 1,90
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Mar-11 0,39 0,70 0,55
Sep-11 0,39 0,68 0,53
Mar-12 0,36 0,59 0,47
Sep-12 0,36 0,61 0,48
Sumber: BPS

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
129
L.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka
Gambar 2
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2008 2012
140 14%

120 12%
11,24%
100 10%
8,39%
Juta Orang

7,87%
80 7,14% 8%
6,56%
6,14%
60 6%

40 4%

20 2%

0 0%
2005 2008 2009 2010 2011 2012

Angkatan Kerja Bekerja Penganggur Terbuka TPT TPT

Sumber: Sakernas, BPS

L.2 Kondisi Ekonomi Daerah

L.2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Daerah


Gambar 3
PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011
27,22
1200 30 %
982,54 25
1000
20
800
15
600 10
5
400
0
200 (3,18)
-5
0 -10
Kalimantan Barat
Riau

Bali
Jambi

Banten
Aceh

Maluku
Maluku Utara
Sumatera Barat

DKI Jakarta
Bengkulu

Jawa Barat
Jawa Tengah

Kalimantan Tengah
Lampung

Nusa Tenggara Timur

Papua
Jawa Timur
Kepulauan Riau
Sumatera Utara

Gorontalo
Kepulauan Bangka Belitung

Sulawesi Tengah

Sulawesi Barat
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan

Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Nusa Tenggara Barat

Papua Barat
DI. Yogyakarta

Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara

PDRB (Trilyun Rp) Laju Pertumbuhan (%)

Sumber: BPS

Buku Pegangan
130 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.2.2 Tingkat Kemiskinan Per Provinsi
Gambar 4
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin per Provinsi (September 2012)
6000 35%

5000 30%
25%
4000
20%
3000
15%
2000 11,6%
10%
1000 5%
0 0%
Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur
Bali

Riau

Maluku
Banten

Aceh
Kep. Riau

Maluku Utara
Jambi

Jawa Barat
Kalimantan Tengah

Jawa tengah
DKI Jakarta

Kalimantan Barat
Sumatera Barat

Bengkulu
Sulawesi Utara

Lampung
DI Yogyakarta
Sumatera Utara

Gorontalo

Nusa Tenggara Timur

Papua
Sulawesi Barat

Jawa Timur
Sumatera Selatan
Sulawesi Tengah

Papua Barat
Kep. Bangka Belitung

Nusa Tenggara Barat


Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Tingkat Kemiskinan Nasional

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Tabel 5
Kabupaten/Kota Dengan Persentase Penduduk Miskin Tertinggi dan Terendah
per Provinsi Tahun 2011
Tertinggi Terendah
Provinsi Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
(%) (%)
Aceh Kab. Bener Meriah 25,50 Kota Banda Aceh 9,08
Sumatera Utara Kota Gunungsitoli 32,12 Kab. Deli Serdang 5,10
Sumatera Barat Kab. Kep. Mentawai 18,85 Kota Sawahlunto 2,34
Riau Kab. Kepulauan Meranti 34,53 Kota Pekan Baru 3,45
Jambi Kab. Tjg Jabung Timur 11,60 Kota Sungai Penuh 3,42
Sumatera Selatan Kab. Musi Banyuasin 18,99 Kab. OKU Timur 9,23
Bengkulu Kab. Bengkulu Selatan 22,55 Bengkulu Tengah 6,49
Lampung Kab. Lampung Utara 26,33 Kab. Tulangbawang Barat 7,11
Kep. Bangka Belitung Kab. Belitung Timur 7,13 Kab. Bangka Barat 3,59
Kepulauan Riau Kab. Lingga 12,98 Kab. Kepulauan Anambas 3,95
DKI Jakarta Kab. Kepulauan Seribu 11,53 Kota Jakarta Timur 3,06
Jawa Barat Kota Tasikmalaya 19,98 Kota Depok 2,75
Jawa Tengah Kab. Wonosobo 24,21 Kota Semarang 5,68
DI Yogyakarta Kab. Kulon Progo 23,62 Kota Yogyakarta 9,62
Jawa Timur Kab. Sampang 30,21 Kota Batu 4,74
Banten Kab. Pandeglang 9,80 Kota Tangerang Selatan 1,50
Bali Kab. Jembrana 6,56 Kota Denpasar 1,79
Nusa Tenggara Barat Kab. Lombok Utara 39,27 Kota Bima 11,69
Nusa Tenggara Timur Kab. Sabu Raijua 39,49 Kab. Flores Timur 9,06
Kalimantan Barat Kab. Landak 13,13 Kab. Sanggau 4,67
Kalimantan Tengah Kab. Barito Timur 9,27 Kota Palangka Raya 4,69
Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Utara 7,31 Kab. Banjar 3,17
Kalimantan Timur Kab. Malinau 12,67 Kota Balikpapan 3,39
Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow 16,57 Kota Manado 5,40
Selatan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
131
Tertinggi Terendah
Provinsi Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
(%) (%)
Sulawesi Tengah Kab. Tojo Una-Una 22,37 Kota Palu 9,24
Sulawesi Selatan Kab. Pangkajene 17,36 Kota Makassar 5,29
Kepulauan
Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Utara 18,76 Kota Kendari 7,46
Gorontalo Kab. Boalemo 21,90 Kota Gorontalo 5,97
Sulawesi Barat Kab. Polewali Mamasa 19,66 Kab. Mamuju Utara 5,77
Maluku Kab. Maluku Barat Daya 34,49 Kota Ambon 6,83
Maluku Utara Kab. Halmahera Tengah 22,68 Kota Ternate 5,16
Papua Barat Kab. Teluk Bintuni 47,44 Kota Sorong 14,04
Papua Kab. Deiyai 46,76 Kab. Merauke 13,22
Sumber : BPS, 2011

L.2.3 Tingkat Pengangguran Per Provinsi


Gambar 5
Jumlah Penganggur Berdasarkan Perkotaan dan Perdesaan (Ribu Orang)

Sulawesi Barat 9,10 2,88


Maluku Utara 14,25 7,91
Gorontalo 12,40 7,94
Papua Barat 9,15 10,71
Kep. Bangka Belitung 9,25 11,81
Kalimantan Tengah 21,49 13,57
Bengkulu 15,09 16,04
Sulawesi Tengah 28,58 19,04
Jambi 27,83 19,47
Maluku 29,90 19,69
Sulawesi Tenggara 20,65 20,43
Nusa Tenggara Timur 41,79 20,57
Bali 19,68 27,65
Kalimantan Barat 45,26 30,75
Papua 23,09 34,42
Kep. Riau 4,82 41,98
Nusa Tenggara Barat 60,78 49,17
Sulawesi Utara 30,37 50,46
Aceh 128,68 51,27
Kalimantan Selatan 45,79 55,03
DI Yogyakarta 21,22 55,94
Riau 50,88 56,90
Sumatera Barat 75,52 66,66
Sumatera Selatan 115,33 93,66
Lampung 84,92 103,67
Kalimantan Timur 47,76 110,50
Sumatera Selatan 98,32 115,12
Sumatera Utara 120,74 259,24
Banten 166,24 352,97
Jawa Timur 403,95 415,62
Jawa Tengah 475,26 486,88
DKI Jakarta 529,98
Jawa Barat 623,22 1205,77
1.000 500 00 500 1.000 1.500

Perkotaan Perdesaan Ribu Orang

Sumber: Sakernas, BPS

Buku Pegangan
132 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
%
0
2
4
8

6
10
12
14
16

10
12
14
16
18
20

0
2
4
6
8
Nusa Tenggara Timur
Aceh Sulawesi Barat

Sumber: BPS
Sumatera Utara Bali
Sumatera Barat Kep. Bangka Belitung
Riau Bengkulu
Jambi Kalimantan Tengah

Sumber: Sakernas, BPS


Sumatera Selatan Papua
Bengkulu Jambi
Lampung Jawa Timur
Bangka Belitung Sulawesi Tengah
Kepulauan Riau Sulawesi Tenggara
DKI Jakarta Gorontalo

L.3 Kondisi Daya Beli Masyarakat


Jawa Barat Kalimantan Barat
Jawa Tengah Lampung

2011
DI Yogyakarta Nusa Tenggara Barat
Jawa Timur DI Yogyakarta

2010
L.3.1 Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat
Banten Kalimantan Selatan
Bali Maluku Utara

Gambar 7
Gambar 6

Kalimantan Barat Sumatera Selatan


Kalimantan Tengah Jawa Tengah

2011
2012
Kalimantan Selatan Indonesia
Kalimantan Timur Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara Kep. Riau
Sulawesi Tengah Sumatera Barat
Sulawesi Selatan Riau
Sulawesi Tenggara Sumatera Utara
Tingkat Pengangguran Terbuka Per Provinsi (%)

Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat Per Provinsi


Gorontalo Maluku
Sulawesi Barat Aceh
Nusa Tenggara Barat Papua Barat
Nusa Tenggara Timur Sulawesi Utara
Maluku Jawa Barat
Maluku Utara Kalimantan Timur

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
Papua Barat DKI Jakarta
Papua Banten

133
%

134
10
12
14
16
18

0
2
4
6
8
0

-50
100
% 150

50

-200
-150
-100
Aceh Aceh
Sumut

5,3
Sumatera Utara
Sumbar Sumatera Barat

Sumber: BPS diolah


Riau Riau

14,3

Buku Pegangan
Kep. Riau Jambi

2010
Jambi Sumatera Selatan
Sumsel Bengkulu
Kep. Babel Lampung

2011
Bengkulu Bangka Belitung

Pelabuhan Muat Prov. Lain


Lampung Kepulauan Riau
DKI Jakarta

6,2
DKI Jakarta
Jabar Jawa Barat

14,6
Banten Jawa Tengah

5,1
L.4 Kondisi Perdagangan dan Investasi

Sumber: Berita Resmi Statistik BPS 2 Januari 2013

Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014


Jateng DI Yogyakarta
DI Yogyakarta Jawa Timur
Jatim Banten

8,1
Bali Bali

Gambar 9
Gambar 8

NTB Kalimantan Barat

L.4.1 Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional


NTT Kalimantan Tengah

Pelabuhan Muat Prov. Asal


Kalbar Kalimantan Selatan
Kalteng Kalimantan Timur
Kalsel Sulawesi Utara

5,0
Kaltim Sulawesi Tengah

17,7
Sulut Sulawesi Selatan
Gorontalo Sulawesi Tenggara
Sulteng Gorontalo
Sulsel Sulawesi Barat
Sulbar Nusa Tenggara Barat
Sultra Nusa Tenggara Timur

Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional (Januari-September 2012)


Maluku Maluku
L.3.2 Peran Konsumsi Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Ekspor Berdasarkan Provinsi


Malut Maluku Utara
Papua Papua Barat
Papua Barat Papua
Peran Konsumsi Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Tahun 2010-2011
10
15
20
25
30

0
5
10
15
20
25

0
5
NAD NAD
Sumut Sumut
Sumbar

Sumber: BKPM

Sumber: BKPM
Sumbar
Riau Riau
Jambi Jambi
Sumsel Sumsel
Bengkulu Bengkulu
Lampung Lampung
Babel Babel
Kep. Riau Kep. Riau
DKI Jakarta DKI Jakarta

24,77
Jabar Jabar
14,73
L.4.2 Investasi (PMTB) Per Provinsi

Jateng Jateng

17,14

2011
2011
DI Jogya DI Jogya
Jatim Jatim
23,35

Banten Banten
Bali Bali

Gambar 11
Gambar 10

NTB NTB
NTT NTT
Kalbar Kalbar
Kalteng Kalteng

2012
Kalsel 2012 Kalsel
Kaltim Kaltim
Sulut Sulut
Sulteng Sulteng
Sulsel Sulsel

Share Realisasi PMA per Provinsi Tahun 2011-2012 (%)


Share Realisasi PMDN per Provinsi Tahun 2011-2012 (%)

Sultra Sultra
Gorontalo Gorontalo
Sulbar Sulbar
Maluku Maluku

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
Maluku Utara Maluku Utara
Papua Papua
Papua Barat Papua Barat

135
L.5 Kondisi Infrastruktur Daerah

L.5.1 Infrastruktur Jalan


Tabel 6
Kondisi Mantap Jalan Tahun 2010
Jalan Panjang Total (km) Kondisi Mantap Kondisi Tidak Mantap
Jalan Tol 761,45 761,45 100,0% - 0,0%
Jalan Nasional 38.569,84 33.833,78 87,7% 4.736,06 12,3%
Jalan Provinsi 49.280,93 19.742,31 40,1% 29.538,62 59,9%
Jalan Kabupaten/Kota 370.215,85 171.361,68 46,3% 198.854,17 53,7%
TOTAL 458.828,07 225.699,21 49,2% 233.128,85 50,8%
Sumber: Direktorat Bina Program, Kementerian PU, 2010

Gambar 12
Rasio Kerapatan Jalan (km/km2) Tahun 2012
1,52

1,8
1,28

1,6
1,4
1,2
0,85
0,74
0,70

1,0
0,67
0,61
0,57
0,51
0,49
0,48
0,48

0,8
0,44
0,42
0,39
0,38
0,37
0,29
0,28
0,28

0,6
0,25
0,23
0,22
0,16
0,16
0,14
0,10
0,09
0,4

0,06
0,06
0,2
0,0

Kaltim
Riau
Bali

NAD
Banten

Jambi
Jatim

Jabar

NTT

Kalsel

Babel

Maluku
DIY

Sulut

Malut

Kalbar
Sumbar

NTB
Jateng

Sumut

Sulteng
Bengkulu

Sultra
Lampung

Kalteng

Papua
Gorontalo
Kepri
Sulsel

Sumsel

Sumber: Direktorat Bina Program, Kementerian PU, 2012

Gambar 13
Rasio Kapasitas Jalan (km/unit) Tahun 2011
175,64

180
160
140
92,09

120
65,86
62,07

100
47,86
46,79
43,00
41,05

80
34,13
31,23
24,10
20,37
19,78

60
18,38
17,89
15,57
14,90
12,35
11,58
11,00
9,75
7,35

40
6,66
4,85
4,72
3,42
2,63
1,76
1,08
0,45

20
0
Jatim

Riau

NTT
Maluku

Kalbar

Malut
DIY

NTB
Kaltim
Kepri

Sultra
Bali

Kalteng

Bengkulu

NAD

Papua
Gorontalo
Sumsel

Jateng

Banten
Jabar

Sulsel
Babel

Kalsel
Jambi

Sulut

Sumbar
Sumut

Sulteng
Lampung

Sumber: Direktorat Bina Program, Kementerian PU, 2011

Buku Pegangan
136 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Tabel 7
Kondisi Jalan Nasional Pada Tahun 2005 dan 2011
Pulau Panjang Jalan Jalan Tidak Mantap Jalan Tidak Mantap
(km) Tahun 2005 Tahun 2011
2005 2011 Km % Km %
Sumatera 10.429,8 11.568,1 724,85 6,9 1.370,17 11,8
Jawa+Bali 5.389,5 6.146,2 341,86 6,3 386,54 6,3
Nusa Tenggara 1.795,8 2.038,9 118,52 6,6 114,89 5,6
Kalimantan 5.538,2 6.363,6 609,83 11,0 657,90 10,3
Sulawesi 6.844,8 7.799,8 175,75 2,6 936,51 12,0
Maluku 1.255,5 1.578,6 68 5,4 267,81 17,0
Papua 1.876,5 3,074,7 260,26 13,9 1.002,28 32,60
Nasional 33.130,2 38.659,8 2.299,07 6,9 4.736,10 12,3
Sumber: Direktorat Bina Program, Kementerian PU, 2011

Tabel 8
Kondisi Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota Tahun 2010
Pulau Panjang Jalan Jalan Tidak % Panjang Jalan Jalan Tidak %
Provinsi Mantap 2010 Kabupaten/Kota Mantap 2010
Sumatera 16.046,07 7.189,51 44,8 134.097,0 65.163,31 48,6
Jawa 9.521,81 1.148,21 12,1 83.999,1 28.586,76 34,0
Kalimantan 6.888,13 2.997,30 43,5 40.929,4 18.674,02 45,6
Sulawesi 6.274,65 3.246,65 51,7 57.611,7 30.345,79 52,7
Bali-NT 4.462,77 1.615,04 36,2 26.602,5 12.622,17 47,4
Maluku 2.766,80 1.976,21 71,4 8.853,3 4.461,86 50,4
Papua 3.320,70 1.569,39 47,3 18.123,0 11.507,78 63,5
TOTAL 49.280,93 19.742,31 40,1 370.215,85 171.361,68 46,3
Sumber: Direktorat Bina Program, Kemen PU, 2010

Gambar 14
Perbandingan Kondisi Jalan Nasional dan Daerah (%)
100% 93,1% 95,5%
88,2% 89,7% 88,0%
90% 83,0%
80%
68,2% 67,4%
70%
60% 54,2% 54,7%
51,8%
47,4%
50% 44,6%
39,0%
40%
30%
20%
10%
0%
Sumatera Jawa Bali-Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
Tenggara

Jalan Nasional Kondisi Mantap Jalan Daerah Kondisi Mantap

Sumber: Kementerian PU

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
137
L.5.2 Infrastruktur Udara
Gambar 15
Jumlah Bandara per Provinsi Tahun 2010
60
51
50

40

30

18
20 15 15
14
9 10 8 9 8
10 6 6 7 7
4 4 5 5
2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2
1 1 1 1
0
SUMUT
NAD

JAMBI

BALI
SUMBAR

KAL BAR
KAL TENG
SUMSEL
BABEL

LAMPUNG
DKI JAKARTA

PAPUA BARAT
NTT
BENGKULU

PAPUA
JATIM

SULUT
JABAR

NTB
KEP RIAU

BANTEN

KALTIM

MALUKU
RIAU

JATENG

SULBAR

MAL UT
SULTENG

SULTRA
KALSEL

SULSEL
GORONTALO
DI YOGYAKARTA

Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub, 2010

Gambar 16
Jumlah Penumpang Pesawat Udara per Provinsi Tahun 2011
Sumatra Utara
6% Sumatra Selatan
2%

Bandara Lainnya
26%

Sulawesi Selatan
Banten
2%
41%
Bali
11%
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub, 2011

Jawa Timur
7%
DI Yogyakarta Jawa Tengah
3% 2%
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub, 2011

Buku Pegangan
138 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.5.3 Infrastruktur Laut
Gambar 17
Tingkat Kinerja Pelabuhan Utama Indonesia
BOR di Wilayah Pelindo I BOR di Wilayah Pelindo II

70,0 70,0

67,21

62,07

42,14

61,87

81,67
50,7

52,5

68,8

62,5

76,3
36,0
53,9
57,5

83,4
90,8

66,2
87,8

74,3
84,7

27,4
Belawan Dumai Sibolga Tanjung Pekanbaru Tanjung Palembang Panjang Pontianak Teluk
Pinang Priok Bayur

2011 2012 Standar 2011 2012 Standar

BOR di Wilayah Pelindo III BOR di Wilayah Pelindo IV

70,0 70,0
70,0

75,4
64,2

55,0
68,5

47,0
38,8

20,0

60,0
63,6

68,0
72,0
69,0

51,0
66,0

61,0
64,5

58,1
67,2

68,6
Tanjung Banjarmasin Benoa Tanjung Tenau Jayapura Ambon Samarinda Makassar Bitung
Perak Emas Kupang

2011 2012 Standar 2011 2012 Standar

Sumber: Ditjen Perhubungan Laut, Kemenhub

L.5.4 Infrastruktur Listrik


Gambar 18
Rasio Elektrifikasi Tahun 2012

Sumber: Kementerian ESDM

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
139
L.5.5 Infrastruktur Telekomunikasi
Tabel 9
Layanan Broadband dan Rencana Pembangunan Broadband

Koridor Total Kab/ Kab/Kota yang sudah Rencana Pembangunan broadband hingga 2014
Ekonomi Kota dilayani broadband PT Telkom Pemerintah
Sumatera 151 119 25 7
Jawa 118 116 2 0
Kalimantan 55 45 9 1
Sulawesi-Malut 82 54 14 14
Bali Nusra 40 27 4 9
Maluku Papua 51 0 16 35
Total Nasional 497 361 70 66
Sumber: PT Telkom dan Kementerian Komunikasi dan Informasi

L.6 Kondisi Produksi dan Konsumsi Beras

Tabel 10
Pertumbuhan Produksi Padi Menurut Kawasan (Ribu Ton) Tahun 2010-2012
No Kawasan 2010 2011 2012*
1 Sumatera 15.200,1 15.686,8 16.004,8
2 Jawa dan Bali 37.243,9 35.262,9 37.392,2
3 Kalimantan 4.425,3 4.574,1 4.695,3
4 Sulawesi 6.994,7 7.280,9 7.821,8
5 Maluku, Nusa Tenggara dan Papua 2.605,4 2.952,1 3.131.0
Total 66.469,4 65.756,9 69.045,1
Sumber: BPS (diolah), Keterangan: *) Angka Sementara

Tabel 11
Pertumbuhan Produksi Beras Menurut Kawasan (Ribu Ton) Tahun 2010-2012
No Kawasan 2010 2011 2012*
1 Sumatera 8.545,5 8.919,0 8.997,9
2 Jawa dan Bali 20.938,5 19.824,8 21.021,9
3 Kalimantan 2.487,9 2.571,6 2.639,7
4 Sulawesi 3.932,4 4.093,3 4.397,4
5 Maluku, Nusa Tenggara dan Papua 1.464,7 1.659,7 1.760,3
Total 37.369,1 36.968,4 38.817,2
Sumber: BPS (diolah), Keterangan: *) Angka Sementara

Buku Pegangan
140 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 19
Kontribusi Kawasan per Pulau Terhadap Total Produksi Beras Tahun 2012

4,5%
11,3% 23,2%
6,8%

54,2%

Sumatera Jawa & Bali Kalimantan Sulawesi Maluku,Nusa Tenggara & Papua

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 20
Produksi Padi di Indonesia Tahun 2010-2012
70000 6%
5%
69000
Ribu Ton

4%
68000
3%
67000 2%
1%
66000
0%
65000
-1%
64000 -2%
2010 2011 2012*

Produksi Pertumbuhan

Sumber : BPS diolah ; *) Keterangan: Angka Sementara

Gambar 21
Konsumsi Langsung di Rumah Tangga (Kg/Kapita/Tahun) Pada Tahun 2010-2014
140
138
Kg/Kapita/Tahun

136
134
132
130
128
126
2010 2011 2012 2013 2014
Konsumsi Beras 139,15 137,06 135,01 132,98 130,99

Sumber: Susenas BPS

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
141
Gambar 22
Produksi dan Konsumsi Beras (Ribu Ton) Tahun 2012
14000
12198,71
12000
Produksi Konsumsi
10000

8000

6000 5987,18

4000

2000

Kalimantan Timur
Riau

Bali

Maluku
Banten
Aceh

Kep. Riau

Maluku Utara
Jambi

DKI Jakarta
Jawa Barat
Sumatera Barat

Jawa Tengah

Kalimantan Barat
Bengkulu
Lampung

Kalimantan Tengah

Papua
Sulawesi tengah

Gorontalo
Sumatera Utara

DI Yogyakarta

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi Barat
Jawa Timur

Kalimantan Selatan

Sulawesi Utara
Sumatera Selatan

Kep. Bangka Belitung

Papua Barat
Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS (diolah)

L.7 Kondisi Sumber Daya Manusia

L.7.1 Pendidikan
Tabel 12
Alasan Tidak/Belum Bersekolah Tahun 2011
Alasan Tidak/Belum Perkotaan Perdesaan Kota + Desa
Pernah Bersekolah Atau
L P L+P L P L+P L P L+P
Tidak Bersekolah Lagi
Tidak Ada Biaya 49.21 52.59 50.87 47.56 47.81 47.68 48.21 49.90 49.00
Bekerja/Mencari Nafkah 14.27 17.07 15.65 11.21 6.57 9.13 12.41 11.15 11.82
Menikah/Mengurus RT 0.43 5.81 3.09 0.49 11.19 5.29 0.47 8.85 4.38
Merasa Pendidikan Cukup 5.08 4.97 5.02 4.66 5.22 4.91 4.82 5.11 4.96
Belum Cukup Umur 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Malu Karena Ekonomi 1.18 0.61 0.90 1.24 1.04 1.15 1.21 0.86 1.05
Sekolah Jauh 0.29 0.57 0.43 4.90 5.38 5.12 3.09 3.28 3.18
Cacat 3.47 2.30 2.89 2.72 2.57 2.65 3.01 2.45 2.75
Menunggu Pengumumam 1.91 2.29 2.09 0.44 0.94 0.67 1.02 1.53 1.26
Tidak Diterima 0.64 0.28 0.46 0.48 0.52 0.50 0.54 0.41 0.48
Lainnya 23.53 13.50 18.59 26.29 18.75 22.92 25.21 16.46 21.13
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber : Susenas BPS, 2011

Buku Pegangan
142 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 23
Persentase Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Oleh Penduduk
Berusia 10 Tahun ke Atas Tahun 2011
Papua
Papua Barat
Malut
Maluk
Sulbar
Gorontalo
Sultra
Sulsel
Sulteng
Sulut
Kaltim
Kalsel
Kalteng
Kalbar
NTT
NTB
Bali
Banten
Jatim
DIY
Jateng
Jabar
DKI Jakarta
Kep. Riau
Kep. Babel
Lampung
Bengkulu
Sumsel
Jambi
Riau
Sumbar
Sumut
Aceh

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Tidak/Belum Sekolah Tidak Tamat SD SD+SMP SM+PT

Sumber: Susenas, BPS, 2011

Gambar 24
Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun 2011

5,25 8,38 Tidak/Belum Pernah Sekolah


17,74
25,63 Tidak Tamat SD

SD/sederajat
16,31
SMP/sederajat
26,68 SMA/sederajat

PT/sederajat

Sumber: Susenas 2011

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
143
Gambar 25
Rata-Rata Lama Sekolah (Usia Penduduk >15 Tahun) Tahun 2011

DKI 10,4
Kep. Riau 9,7
Kaltim 9,1
DIY 9,1
Sulut 8,9
Papua Barat 8,8
Sumut 8,8
Aceh 8,8
Maluku 8,7
Riau 8,6
Banten 8,4
Sumbar 8,4
Bali 8,3
Bengkulu 8,3
Malut 8,2
Sultra 8,2
Provinsi

Sulteng 8,0
Kalteng 8,0
Jambi 8,0
INDONESIA 7,9
Jabar 7,9
Sumsel 7,8
Sulsel 7,7
Lampung 7,7
Kalsel 7,6
Kep.Babel 7,5
Gorontalo 7,3
Jatim 7,3
Jateng 7,2
Sulbar 7,0
NTB 6,9
Kalbar 6,8
NTT 6,8
Papua 5,8

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0

Tahun

Sumber: Susenas, BPS, 2011

Buku Pegangan
144 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 26
Angka Melek Aksara Penduduk (Berusia > 15 Tahun) Tahun 2011
Papua 64,08
NTB 83,24
Sulbar 87,61
NTT 87,63
Sulsel 88,07
Jatim 88,52
Bali 89,17
Kalbar 90,03
Jateng 90,34
Sultra 91,29
DIY 91,49
Papua Barat 92,41
INDONESIA 92,81
Sulteng 94,51
Gorontalo 94,69
Lampung 95,02
Bengkulu 95,13
Jambi 95,52
Kep.Babel 95,60
Kalsel 95,66
Aceh 95,84
Jabar 95,96
Malut 96,01
Sumbar 96,20
Banten 96,25
Maluku 96,63
Sumsel 96,65
Sumut 96,83
Kalteng 96,86
Kaltim 96,99
Riau 97,61
Kep. Riau 97,67
DKI 98,83
Sulut 98,85

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

Sumber: Susenas, BPS, 2011

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
145
Gambar 27
Persentase Guru Belum Berkualifikasi S1/D4 Tahun 2012

NT T 68,71%
Maluku 65,05%
Maluku Utara 58,46%
Kalimantan Barat 54,79%
Papua 54,69%
Jambi 52,51%
Kepulauan Babel 51,63%
Sulawesi Tengah 51,24%
Sulawesi Tenggara 50,89%
Sulawesi Utara 50,89%
Papua Barat 50,16%
Aceh 49,89%
Lampung 47,99%
Gorontalo 47,09%
Sumatera Selatan 46,41%
Kalimantan Selatan 44,03%
Provinsi

Kalimantan Tengah 43,93%


Sulawesi Barat 43,73%
Kepulauan Riau 43,60%
Riau 43,25%
Sumatera Utara 42,59%
Kalimantan Timur 39,83%
Sumatera Barat 39,72%
NT B 38,95%
Nasional 37,68%
Bengkulu 36,76%
Jawa Tengah 34,40%
Sulawesi Selatan 31,63%
Banten 31,48%
Jawa Barat 29,03%
DI Yogyakarta 26,92%
Jawa Timur 26,39%
Bali 25,64%
DKI Jakarta 21,15%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%


Persen

Sumber: BPSDMPK-PMP, Kemdikbud, 2012

Buku Pegangan
146 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
20
40
60
80

0
100
120

0
100
120

20
40
60
80
Papua Papua
Papua Barat Sulawesi Barat
Nusa Tenggara Timur Maluku
Sulawesi Barat Maluku Utara
L.7.2 Kesehatan

Sumber: SDKI, 2012


Maluku Utara Nusa Tenggara Timur
Maluku Papua Barat
Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara

Sumber: Profil Kesehatan, 2011


INDONESIA Kalimantan Tengah

88,27
Kalimantan Barat
Banten Gorontalo
Gorontalo Jambi
Aceh Sulawesi Selatan
Kalimantan Barat Banten
Lampung Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Barat Jawa Barat
Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat
Bengkulu
INDONESIA
83,1

Sumatera Barat

Gambar 29
Gambar 28

Jambi
Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur
Sulawesi Utara Lampung
Jawa Barat Sumatera Selatan
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan Riau
Sulawesi Tengah Bengkulu
Jawa Timur Sumatera Utara
Kepulauan Riau Cakupan Pelayanan Antenatal (K4) Tahun 2011 Kep. Bangka Belitung
Sumatera Selatan Aceh
Sumatera Utara Jawa Timur
DI Yogyakarta Sumatera Barat
Riau Jawa Tengah
Bali Kepulauan Riau
Jawa Tengah DI Yogyakarta

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
Kep. Bangka Belitung DKI Jakarta
DKI Jakarta Bali
Persentase Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih per Provinsi Tahun 2012

147
148
0
0

100
100

10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Papua Papua
Papua Barat Banten
Kalimantan Timur Sulawesi Barat
Kalimantan Tengah Maluku

Sumber: SDKI, 2012


Maluku Kalimantan Tengah

Buku Pegangan
Sumatera Selatan Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur Aceh
Riau Papua Barat

Sumber: Profil Kesehatan 2011


Kalimantan Barat Sumatera Utara
Sulawesi Barat Maluku Utara
Aceh Kalimantan Barat
DI Yogyakarta Riau
Maluku Utara Sumatera Barat
Bali Kalimantan Selatan
Kepulauan Riau Sumatera Selatan

Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014


Sulawesi Utara Kepulauan Riau
Sumatera Barat Jawa Barat
Sulawesi Selatan
INDONESIA
65,6

Bengkulu

Gambar 31
Gambar 30

INDONESIA Jambi

90,51
Nusa Tenggara Barat
Jawa Barat Bengkulu
Sumatera Utara Sulawesi Tengah
Lampung Gorontalo
Banten Lampung
Sulawesi Tengah Kep. Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Jambi DKI Jakarta
Gorontalo Kalimantan Timur
DKI Jakarta Sulawesi Utara
Jawa Timur Jawa Timur
Jawa Tengah Jawa Tengah
Persentase Bayi yang Melakukan Kunjungan Neonatus 6-48 Jam (KN1) Tahun 2011

Kep. Bangka Belitung Bali


Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap Tahun 2012

Kalimantan Selatan DI Yogyakarta


0
10
20
30
40
50
60
70

0
100
120

40
60
80

20
D.I. Yogyakarta
Papua
DKI Jakarta
Sulawesi Barat
Papua Barat Kepulauan Riau
Maluku Sulawesi Utara

Sumber: SDKI, 2012


Kalimantan Barat Papua
Kalimantan Tengah Bangka Belitung

Sumber: Riskesdas, 2010


Maluku Utara Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Timur Bali
Jambi Maluku Utara
Sulawesi Tenggara Jambi
Sumatera Utara Bengkulu
Kalimantan Selatan Riau

Sangat pendek
Sulawesi Tengah
Sumatera Barat
Gorontalo
Banten
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Sulawesi Utara
Jawa Tengah
Aceh
Kalimantan Selatan
Pendek
INDONESIA Indonesia

95,7
Gambar 33
Gambar 32

Jawa Timur
Riau Sulawesi Tengah
Sumatera Barat Lampung
Kep. Bangka Belitung Maluku
Jawa Barat Sulawesi Tenggara
Banten NAD
Bengkulu Sulawesi Selatan
Kepulauan Riau Kalimantan Tengah
Sumatera Selatan Kalimantan Barat
Pendek+ Sangat pendek

Lampung
Gorontalo
Kalimantan Timur
Prevalensi Pendek (TB/U) Pada Anak 0-59 Bulan Tahun 2010

Sumatera Selatan
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Barat
Persentase Kehamilan Diperiksa Oleh Tenaga Kesehatan Tahun 2011

DKI Jakarta
Sumatera Utara
Jawa Tengah
Jawa Timur NTB

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
DI Yogyakarta Papua Barat
Bali NTT

149
Gambar 34
Keragaman Angka Kejadian Malaria Tahun 2011

33,30
35

23,30
30
25

14,80
20
15

4,00
3,10
3,10
3,00
2,50
2,40
2,30
2,30
10

1,90
1,90
1,90
1,75
1,60
1,40
1,40
1,10
0,50
0,50

0,50
0,50
0,40
0,40
0,40
0,20
0,20
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00
0,00

5
0

Kalimantan Barat

Maluku
Riau
Jawa Timur

Bali

Bengkulu

Papua
Sumatera Utara

Kepulauan Riau

Gorontalo
Jambi
Banten

Aceh

Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan

Kalimantan Timur

INDONESIA

Sulawesi Utara
Kep. Bangka Belitung

Maluku Utara

Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Jawa Tengah

Sulawesi Selatan

Jawa Barat
Sumatera Barat

Kalimantan Tengah
DKI Jakarta

Sulawesi Tenggara
DI Yogyakarta

Lampung

Sulawesi Barat

Nusa Tenggara Timur


Sulawesi Tengah
Sumber: Profil Kesehatan , 2011

Gambar 35
Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perwatan Tahun 2012
Papua 99 282
Papua Barat 39 89
Maluku Utara 28 91
Maluku 61 117
Sulawesi Barat 35 56
Gorontalo 23 64
Sulawesi Tenggara 74 184
Sulawesi Selatan 225 200
Sulawesi Tengah 72 104
Sulawesi Utara 88 89
Kalimantan Timur 94 123
Kalimantan Selatan 49 177
Kalimantan Tengah 70 120
Kalimantan Barat 96 141
Nusa Tenggara Timur 128 221
Nusa Tenggara Barat 84 73
Bali 29 89
Banten 56 172
Jawa Timur 441 519
DI Yogyakarta 42 79
Jawa Tengah 268 605
Jawa Barat 220 826
DKI Jakarta 52 288
Kepulauan Riau 26 43
Kep. Bangka Belitung 20 40
Lampung 69 207
Bengkulu 43 135
Sumatera Selatan 106 211
Jambi 62 114
Riau 63 144
Sumatera Barat 89 171
Sumatera Utara 157 398
Aceh 144 186
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan

Sumber: Kementerian Kesehatan, 2012

Buku Pegangan
150 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 36
Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit per 100.000 Penduduk Tahun 2012

2,96
4
3

2,11
1,94
3

1,63
1,43
1,42
1,35
2

1,33
1,32
1,23
1,18
1,17
1,15
1,11
1,08
1,06
1,03
1,01
1,01
1,00
0,98
0,98
0,97
0,95
0,89
0,86
0,84
2

0,76
0,74
0,67
0,62
0,62
0,54
0,50

1
1
0

Riau

Aceh

Bali
Banten

Maluku
Maluku Utara
Jawa Barat

Jambi

DKI Jakarta
Jawa Tengah

Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah

Bengkulu

Sumatera Barat
Lampung

Gorontalo

Kepulauan Riau

Sumatera Utara

DI Yogyakarta
Sulawesi Barat

Nusa Tenggara Timur

Jawa Timur

Sulawesi Tengah
Kep. Bangka Belitung

Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan

INDONESIA

Kalimantan Timur

Papua Barat
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara

Papua
Sumber: Profil Kesehatan

L.8 Kondisi Ketenagakerjaan

L.8.1 Tenaga Kerja Per Provinsi


Gambar 37
Komposisi Pekerja Formal dan Informal di Setiap Provinsi Tahun 2008 dan 2012
NASIONAL 2009 NASIONAL 2009
NASIONAL 2012 NASIONAL 2012
NAD 2009 NTB 2009
NAD 2012 NTB 2012
SUMUT 2009 NTT 2009
SUMUT 2012
NTT 2012
SUMBAR 2009
KALBAR 2009
SUMBAR 2012
KALBAR 2012
RIAU 2009
KALTENG 2009
RIAU 2012
KEPRI 2009 KALTENG 2012
KEPRI 2012 KALSEL 2009
BABEL 2009 KALSEL 2012
BABEL 2012 KALTIM 2009
LAMPUNG 2009 KALTIM 2012
LAMPUNG 2012 SULUT 2009
BENGKULU 2009 SULUT 2012
BENGKULU 2012 SULTENG 2009
SUMSEL 2009 SULTENG 2012
SUMSEL 2012 SULSEL 2009
JAMBI 2009 SULSEL 2012
JAMBI 2012 SULTRA 2009
DKI JAKARTA 2009 SULTRA 2012
DKI JAKARTA 2012 SULBAR 2009
JABAR 2009
SULBAR 2012
JABAR 2012
GORONTALO 2009
JATENG 2009
GORONTALO 2012
JATENG 2012
MALUKU 2009
D.I.Y 2009
D.I.Y 2012 MALUKU 2012
JATIM 2009 MALUKU UTARA 2009
JATIM 2012 MALUKU UTARA 2012
BANTEN 2009 PAPUA 2009
BANTEN 2012 PAPUA 2012
BALI 2009 PAPUA BARAT 2009
BALI 2012 PAPUA BARAT 2012

0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Formal Informal Formal Informal

Sumber: Sakernas, BPS (diolah)

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
151
Gambar 38
Persentase Serta Pertumbuhan Pekerja Sektor Formal dan Informal Tahun 2005 2011
80% 0,18
70% 0,16

60% 0,14
0,12
50%
0,10
40%
0,08
30%
0,06
20% 0,04
10% 0,02
0% 0,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Persentase Formal Persentase Informal Pertumbuhan Formal Pertumbuhan Informal

Sumber: Sakernas, BPS (diolah)

L.8.2 Upah Minimum Regional Per Provinsi


Tabel 13
Peringkat Indonesia Dalam Pilar Daya Saing Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Tahun 2008-2012
No Indikator Indeks Daya saing 2008 2009 2010 2011 2012
1. Biaya redundasi 117 119 127 131 137
2. Kekakuan lapangan kerja (PHK, kontrak kerja, outsourcing) 87 82 100 104 -
3. Praktek penerimaan dan pemutusan kerja 19 34 38 51 52
4. Fleksibilitas penentuan upah 79 92 98 113 114
5. Kerjasama hubungan karyawan pengusaha 19 42 47 68 61
Sumber: IMD World Competitiveness Yearbook

Tabel 14
Persentase Perubahan UMP Dibandingkan Dengan Laju Inflasi di Provinsi Unggulan Industri
Tahun 2000-2012
Jawa DKI Jawa Jawa Sumatera Sulawesi Laju Inflasi
Tahun Banten DIY
Timur Jakarta Barat Tengah Utara Selatan Sebelumnya

2000 22.57 23.81 10.26 10.15 20.92 49.62 20.95 35.14 2.01
2001 2.56 49.04 6.52 6.52 32.43 22.11 33.86 50.00 9.35
2002 11.36 38.71 14.60 46.94 28.37 35.47 36.47 25.00 12.55
2003 11.84 6.81 13.97 31.94 8.24 11.89 8.84 10.67 10.03
2004 13.14 6.33 14.53 8.42 7.23 1.39 6.34 9.64 5.06
2005 9.68 6.00 11.39 13.59 6.85 9.59 11.73 12.09 6.40
2006 14.7 15.07 9.65 13.10 15.38 15.00 22.97 20.00 17.11
2007 15.00 -0.37 0.00 0.00 11.11 0.00 3.15 10.00 6.60
2008 11.48 19.18 26.93 26.51 9.40 27.39 8.04 10.00 6.59
2009 14.0 10.0 10.6 9.6 5.1 19.5 10.1 22.2 11.06
2010 10.5 4.5 6.9 4.1 14.8 6.5 6.6 10.5 2.78
2011 11.90 15.38 9.01 4.68 2.27 8.36 7.31 10.00 6.96

Buku Pegangan
152 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Jawa DKI Jawa Jawa Sumatera Sulawesi Laju Inflasi
Tahun Banten DIY
Timur Jakarta Barat Tengah Utara Selatan Sebelumnya

2012 18.53 4.20 10.48 15.89 9.09 3.79


2013 43,9 12,3 6,1 14,6 20,0 4.30
Sumber: BPS (diolah)
Keterangan: Angka yang berwarna merah menunjukkan angka persentase perubahan UMP yang lebih rendah dari
laju inflasi tahun sebelumnya. Sedangkan yang masih kosong, belum menetapkan UMP.

Gambar 39 Gambar 40
UMP Wilayah Sumatera UMP Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara

NAD DKI JAKARTA


SUMUT JAWA BARAT
SUMBAR
JAWA TENGAH
RIAU
DI YOGYAKARTA
KEPRI
JAWA TIMUR
BANGKA BELITUNG
BANTEN
LAMPUNG
BALI
BENGKULU
SUMSEL NTB

JAMBI NTT

0 1.000 2.000 0 1000 2000 3000

2011 2012 2013 2011 2012 2013

Sumber: BPS Sumber: BPS

Gambar 41 Gambar 42
UMP Wilayah Kalimantan-Sulawesi UMP Wilayah Gorontalo-Maluku-Papua

KALBAR
GORONTALO
KALTENG

KALSEL
MALUKU
KALTIM

SULUT MALUKU UTARA


SULTENG

SULSEL PAPUA

SULTRA

SULBAR PAPUA BARAT

0 500 1000 1500 2000


0 1000 2000

2011 2012 2013 2011 2012 2013

Sumber: BPS Sumber: BPS

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
153
L.8.3 Produktivitas Tenaga Kerja
Gambar 43
Pertumbuhan Produktivitas untuk Tiga Sektor Tahun 2006-2012
10%
Persentase Produktivitas

8%

6%

4%

2%

0%

-2%

-4%
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 6,38% 0,78% 4,51% 3,26% 3,28% 8,62% 5,62%
Industri 5,14% 0,62% 2,17% -0,10% -2,84% 1,10% -0,02%
Jasa dan Lainnya -0,22% 1,05% 2,27% 2,20% 2,56% 1,68% 5,50%

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 44
PDRB per Tenaga Kerja Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2005 dan 2011
(Juta Rupiah/Pekerja)
100

80

60

40

20

0
Sumatera Utara

Bengkulu

NTT

Maluku

Papua Barat
DIY

NTB
Riau

Bali

Gorontalo
Kepulauan Riau

Kalimantan Timur
Jawa Timur
Banten
Aceh

Sulwesi Utara
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan

Lampung

Sulawesi Selatan
Jawa Barat

Maluku Utara
Sumatera Barat

Jambi

Jawa Tengah
Bangka Belitung

DKI Jakarta

Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah

Sulawesi Tenggara

Indonesia
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah

Papua

PDRB/TK 2005 PDRB/TK 2011

Sumber: BPS (diolah)

Buku Pegangan
154 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 45 Gambar 46
Persentase Pekerja Menurut Tingkat Persentase Pekerja Profesional/Semi Skill
Pendidikan (Agustus 2012) Terhadap Jumlah Pekerja

Indonesia NASIONAL
Papua PAPUA BARAT
Papua Barat PAPUA
Maluku Utara MALUKU UTARA
Maluku MALUKU
Sulawesi Barat GORONTALO
Gorontalo SULBAR
Sulawesi Tenggara SULTRA
Sulawesi Selatan SULSEL
Sulawesi Tengah SULTENG
Sulwesi Utara SULUT
Kalimantan Timur KALTIM
Kalimantan Selatan KALSEL
Kalimantan Tengah KALTENG
Kalimantan Barat KALBAR
NTT NTT
NTB NTB
Bali BALI
Banten BANTEN
Jawa Timur JATIM
DIY DI YOGYAKARTA
Jawa Tengah JATENG
Jawa Barat JABAR
DKI Jakarta DKI JAKARTA
Kepulauan Riau JAMBI
Bangka Belitung SUMSEL
Lampung BENGKULU
Bengkulu LAMPUNG
Sumatera Selatan BABEL
Jambi KEPRI
Riau RIAU
Sumatera Barat SUMBAR
Sumatera Utara SUMUT
Aceh NAD

0% 50% 100% 0 20 40 60 80 100

SMP SMU SMK Diploma Universitas Semi Skill Profesional

Sumber: Sakernas,BPS Sumber: Sakernas, BPS

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
155
L.9 Perkembangan Reformasi Birokrasi dan Politik

L.9.1 Kualitas SDM Aparatur


Gambar 47
Persentase Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Pendidikan (per Januari 2013)

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
NANGGROE ACEH

BANGKA BELITUNG
LAMPUNG

PAPUA
SULAWESI SELATAN
RIAU

BANTEN

MALUKU
SUMATERA BARAT

JAWA BARAT
JAMBI

JAKARTA

BALI

GORONTALO
JAWA TENGAH

SULAWESI UTARA
NUSA TENGGARA BARAT

KALIMANTAN BARAT

MALUKU UTARA
KALIMANTAN TIMUR

SULAWESI BARAT
SUMATERA UTARA

BENGKULU

D I YOGYAKARTA

NUSA TENGGARA TIMUR

PAPUA BARAT
SUMATERA SELATAN

KEPULAUAN RIAU

SULAWESI TENGGARA
JAWA TIMUR

KALIMANTAN TENGAH

SULAWESI TENGAH
KALIMANTAN SELATAN SD-SMA D1-D3 D4/S1-S3

Sumber: BKN, Januari 2013

L.9.2 LPSE dan E-Procurement


Tabel 15
Peta Sebaran Daerah Dengan LPSE Tahun 2013
No Daerah Status LPSE No Daerah Status LPSE

Provinsi Kab/Kota (%) Provinsi Kab/Kota (%)

1 Prov. Aceh sudah 93,1 18 Prov. Lampung sudah 78,6


2 Prov. Bali sudah 100,0 19 Prov. Maluku sudah 9,1
3 Prov. Bangka Belitung sudah 100,0 20 Prov. Maluku Utara sudah 44,4
4 Prov. Banten sudah 100,0 21 Prov. NTB sudah 100,0
5 Prov. Bengkulu sudah 100,0 22 Prov. NTT sudah 52,4
6 Prov. D. I. Yogyakarta sudah 100,0 23 Prov, Papua sudah 10,3
7 Prov. DKI Jakarta sudah 0,0 24 Prov. Papua Barat sudah 9,1
8 Prov. Gorontalo sudah 66,6 25 Prov. Riau sudah 100,0
9 Prov. Jambi sudah 100,0 26 Prov. Sulbar sudah 80,0
10 Prov. Jawa Barat sudah 92,3 27 Prov. Sulsel sudah 75,0
11 Prov. Jawa Tengah sudah 100,0 28 Prov. Sulteng sudah 72,7
12 Prov. Jawa Timur sudah 100,0 29 Prov. Sultra sudah 75,0
13 Prov. Kalbar sudah 100,0 30 Prov. Sulut sudah 86,7
14 Prov. Kalsel sudah 100,0 31 Prov. Sumbar sudah 94,7

Buku Pegangan
156 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
No Daerah Status LPSE No Daerah Status LPSE

Provinsi Kab/Kota (%) Provinsi Kab/Kota (%)

15 Prov. Kalteng sudah 100,0 32 Prov. Sumsel sudah 100,0


16 Prov. Kaltim sudah 100,0 33 Prov. Sumut sudah 100,0
17 Prov. Kepulauan Riau sudah 100,0 Total 100% 81,7%

Sumber: LKPP data per Januari 2013

Tabel 16
Peta Sebaran Daerah yang Sudah Menerapkan E-Proc Tahun 2013
No Daerah Status E-PROC No Daerah Status E-PROC

Provinsi Kab/Kota (%) Provinsi Kab/Kota (%)

1 Prov. Aceh sudah 34,8 18 Prov. Lampung sudah 78,6


2 Prov. Bali sudah 55,5 19 Prov. Maluku sudah 0,0
3 Prov. Bangka Belitung sudah 100,0 20 Prov. Maluku Utara Belum 33,3
4 Prov. Banten sudah 100,0 21 Prov. NTB sudah 100,0
5 Prov. Bengkulu sudah 100,0 22 Prov. NTT sudah 9,5
6 Prov. D. I. Yogyakarta sudah 100,0 23 Prov, Papua sudah 3,4
7 Prov. DKI Jakarta sudah 0,0 24 Prov. Papua Barat Belum 0,0
8 Prov. Gorontalo sudah 66,6 25 Prov. Riau sudah 100,0
9 Prov. Jambi sudah 100,0 26 Prov. Sulbar sudah 60,0
10 Prov. Jawa Barat sudah 92,3 27 Prov. Sulsel sudah 45,8
11 Prov. Jawa Tengah sudah 100,0 28 Prov. Sulteng sudah 54,5
12 Prov. Jawa Timur sudah 100,0 29 Prov. Sultra sudah 75,0
13 Prov. Kalbar sudah 85,7 30 Prov. Sulut sudah 66,6
14 Prov. Kalsel sudah 100,0 31 Prov. Sumbar sudah 94,7
15 Prov. Kalteng sudah 71,4 32 Prov. Sumsel sudah 86,6
16 Prov. Kaltim sudah 85,7 33 Prov. Sumut sudah 54,5
17 Prov. Kepulauan Riau sudah 100,0 Total 94% 67,6%

Sumber: LKPP data per Januari 2013

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
157
L.9.3 Opini LKPD
Gambar 48
Peta Kepatuhan Penyampaian LKPD Tahun 2011
45

40

35

30

25

20

15

10

Kalbar
Jatim

NTT

Malut
DIY

Maluku
NTB

Kaltim
Riau

Sultra
Bengkulu

Bali

Kalteng

Gorontalo
Sulut
Kepri

Banten
Aceh

Jabar

Sulbar

Papua Barat
Sulsel
Sumbar

Babel

Kalsel
Jambi

Jateng
Sumut

Sumsel

DKI Jakarta

Sulteng
Lampung

Papua
Jumlah Kab/Kota Jumlah LKPD

Sumber: BPK, IHPS I 2012, September 2012, (diolah)

Gambar 49
Pencapaian Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemda Tahun 2012

35

30

25 27
3 28
20 4

15
2 24 1
18 1 1
17 16 2
10 19 1 12 1 6 1
4
5 2 13 11 8 9
5 8 11 6 6 11 5 9 9 10 8 10
7 8 3 7 7 7 4 7 4
4 5 4 3 3 3 4
0 2 3 2 2 2 1 3 3 1 1 1 1 1 2 1
Kaltim
Riau

Bali

Kalbar
Banten
Aceh

Jabar

DIY
Jatim

Sulbar
Sumbar

NTT

Maluku
Babel

Kalsel

Sulut

Malut
NTB
Jambi

Jateng
Sumut

DKI Jakarta

Sulteng

Sultra
Bengkulu
Lampung

Kalteng

Gorontalo
Kepri

Papua Barat
Sulsel
Sumsel

Papua

WTP WDP TMP TW

Sumber: BPK, IHPS I 2012, September 2012, (diolah)

Buku Pegangan
158 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.9.4 Implementasi SAKIP
Tabel 17
Pengkategorian Penilaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Nilai
No Predikat Interpretasi Karakteristik Instansi
Absolut

1. AA >85-100 Memuaskan Memimpin perubahan, berbudaya kinerja, berkinerja


tinggi, dan sangat akuntabel
2. A >75-85 Sangat Baik Akuntabel, berkinerja baik, memiliki sistem
manajemen kinerja yang andal.
3. B >65-75 Baik, dan perlu sedikit Akuntabilitas kinerjanya sudah baik, memiliki sistem
perbaikan yang dapat digunakan untuk manajemen kinerja,
dan perlu sedikit perbaikan.
4. CC >50-65 Cukup baik (memadai), Akuntabilitas kinerjanya cukup baik, taat kebijakan,
perlu banyak perbaikan memiliki sistem yang dapat digunakan untuk
yang tidak mendasar memproduksi informasi kinerja untuk pertanggung
jawaban, perlu beberapa perbaikan tidak mendasar.
5. C >30-50 Agak kurang, perlu Sistem dan tatanan kurang dapat diandalkan,
banyak perbaikan, memiliki sistem untuk manajemen kinerja tapi perlu
termasuk perubahan banyak perbaikan minor dan perbaikan yang
yang mendasar mendasar.
6. D 0-30 Kurang, perlu banyak Sistem dan tatanan tidak dapat diandalkan untuk
sekali perbaikan & manajemen kinerja, perlu banyak perbaikan,
perubahan yang sangat sebagian perubahan yang sangat mendasar.
mendasar.
Sumber: Kementerian PAN & RB, 2012

Tabel 18
Pencapaian Skor LAKIP di Level Provinsi Tahun 2012
No Provinsi Predikat No Provinsi Predikat
1 DIY B 18 Kalimantan Barat CC
2 Jawa Tengah B 19 Bali CC
3 Jawa Timur B 20 Nusa Tenggara Barat CC
4 Kalimantan Selatan B 21 Nusa Tenggara Timur CC
5 Kalimantan Timur B 22 Sulawesi Utara CC
6 Sumatera Selatan B 23 Sulawesi Tengah CC
7 Aceh CC 24 Sulawesi Selatan CC
8 Sumatera Utara CC 25 Maluku CC
9 Sumatera barat CC 26 Kep Bangka Belitung C
10 Riau CC 27 Kalimantan Tengah C
11 Kepulauan Riau CC 28 Gorontalo C
12 Jambi CC 29 Sulawesi Barat C
13 Bengkulu CC 30 Sulawesi tenggara C
14 Lampung CC 31 Maluku Utara C
15 DKI Jakarta CC 32 Papua C
16 Jawa Barat CC 33 Papua Barat C
17 Banten CC
Sumber: Kementerian PAN & RB, 2012

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
159
160
0
100

10
20
30
40
50
60
70
80
90

0
150
200
250
300
350

100

50
Aceh
Sumatera Utara

Sumber: BPS

Sumber: BPS
Sumatera Barat 67,30
Riau

IDI
Jambi
63,17

Buku Pegangan
Sumatera Selatan
65,48
Bengkulu

IDI
Lampung
Kep. Bangka Belitung
L.9.5 Perkembangan Politik

Kepulauan Riau
DKI Jakarta
86,97
Jawa Barat
Jawa Tengah
82,53
D.I.Yogyakarta

Kebebasan Sipil
Jawa Timur
Kebebasan Sipil

Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014


2009
80,79
Banten
Bali 2010
Nusa Tenggara Barat

Gambar 51
Gambar 50

Nusa Tenggara Timur

Hak Politik
Kalimantan Barat 54,60
2011

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan 47,87
Indeks Demokrasi Indonesia

Kalimantan Timur
Hak Politik

Sulawesi Utara 47,54


Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara

Lembaga Demokrasi
Gorontalo
Sulawesi Barat 62,72
Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Provinsi Tahun 2011

Maluku
Maluku Utara 63,11
Papua Barat
Papua 74,72
Lembaga Demokrasi

NASIONAL
Gambar 52
Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Kepulauan Tahun 2011
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
SUMATER BALI-NTB- KALIMANT MALUKU-
NASIONAL JAWA SULAWESI
A NTT AN PAPUA
IDI 65,48 67,91 67,43 67,01 71,00 64,53 62,09
Kebebasan Sipil 80,79 81,99 82,02 82,56 84,47 89,01 90,51
Hak Politik 47,54 53,89 48,05 49,08 53,36 40,90 38,04
Lembaga Demokrasi 74,72 72,47 79,89 75,94 82,07 71,28 64,56

Sumber: BPS

Gambar 53
Jumlah Kabupaten/Kota dan Jumlah Pemilih Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009
40 20 %
18
38

35
35

16
30
14
28

25
27

12
26
23

23

20 10
20
19

8
15
15

6
14
14

14
13

13

10
12
11

11

4
10

10
9

9
9

9
8

5
7

2
6

6
5

0 0
Sumatera Selatan

Maluku
Riau

Bengkulu

Bali

Papua
Sumatera Utara

Kepulauan Riau

Gorontalo
Jawa Timur
Aceh

Banten

Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
D.I. Yogyakarta

Maluku Utara

Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Jambi

Sulawesi Selatan
DKI Jakarta
Jawa Barat

Kalimantan Barat
Sumatera Barat

Jawa Tengah

Kalimantan Tengah
Bangka Belitung

Sulawesi Tenggara
Lampung

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah

Kab/kota Pemilih pemilu presiden (%) Pemilih pemilu legislatif (%)

Sumber: KPU, Pemilu dalam Angka 2010

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
161
Gambar 54
Tingkat Partisipasi Politik dalam Pemilu
100 94,02 90,57 91,23 91,3 90,91 93,3
88,93
84,07
80 70,99

60

40 77,44 72,56
20

0
1971 1977 1982 1987 1992 1997 1999 2004 2009

Tingkat Partisipasi Pemilu Legislatif Tingkat Partisipasi Pemilu Presiden

Sumber: IDEA dan KPU, 2011

Gambar 55
Tingkat Partisipasi Politik Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden
Papua Barat
Papua
Maluku Utara
Maluku
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
D.I. Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Kepulauan Riau
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Pemilih pemilu presiden (%) Pemilih pemilu legislatif (%)

Sumber: Pemilu 2009 dalam Angka, KPU

Buku Pegangan
162 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Gambar 56
Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilpres di Berbagai Wilayah
Sumatera Jawa
30.000.000 80.000.000
69,95% 72,45%
70.000.000
25.000.000
60.000.000
20.000.000
50.000.000

15.000.000 40.000.000
30,05%
30.000.000 27,55%
10.000.000
20.000.000
5.000.000
10.000.000
0 0
Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang
Menggunakan Hak Pilih Tidak Menggunakan Menggunakan Hak Tidak Menggunakan
Hak Pilih Pilih Hak Pilih

Bali - NTT - NTB Kalimantan


7.000.000 8.000.000
76,15%
6.000.000 7.000.000 70,00%
6.000.000
5.000.000
5.000.000
4.000.000
4.000.000
3.000.000 30,00%
3.000.000
23,85%
2.000.000
2.000.000
1.000.000 1.000.000
0 0
Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang
Menggunakan Hak Pilih Tidak Menggunakan Menggunakan Hak Pilih Tidak Menggunakan
Hak Pilih Hak Pilih

Sulawesi Maluku - Papua


10.000.000 4.000.000
9.000.000 75% 80%
3.500.000
8.000.000
3.000.000
7.000.000
6.000.000 2.500.000
5.000.000 2.000.000
4.000.000 1.500.000
25%
3.000.000 20%
1.000.000
2.000.000
1.000.000 500.000
0 0
Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang Pemilih di DPT yang
Menggunakan Hak Tidak Menggunakan Menggunakan Hak Pilih Tidak Menggunakan
Pilih Hak Pilih Hak Pilih

Sumber: Pemilu 2009 dalam Angka, KPU

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
163
L.10 Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI)

L.10.1 Pelaksanaan MP3EI Tahun 2011 dan 2012


Tabel 19
Rekapitulasi Kegiatan MP3EI yang Telah Groundbreaking
Sudah
Akan Groundbreaking
Groundbreaking Grand Total
2011-2012 2013 2014
Sektor
Nilai Nilai Nilai
Jumlah Investasi Jumlah Investasi Jumlah Investasi Jumlah Total
Proyek (Miliar Proyek (Miliar Proyek (Miliar Proyek (Miliar Rp)
Rp) Rp) Rp)

Sumatera
Jalan 3 5.340,5 - - - - 3 5.340,5
SDA 1 350,0 3 449,8 - - 4 799,8
Bandara 5 6.157,7 - - - - 5 6.157,7
Kereta Api 1 5.175,0 - - 1 878,0 2 6.053,0
Pelabuhan 4 7.315,0 4 1.789,1 1 6.000,0 9 15.104,1
Perhub. Darat 2 477,3 - - - - 2 477,3
Energi 14 28.517,4 14 41.669,1 1 4.172,0 29 74.358,5
ICT - - - - - - - -
Sub Total 30 53.332,9 21 43.908,1 3 11.050,0 54 108.291,1

Jawa
Jalan 8 47.358,0 3 59.025,0 - - 11 106.383,0
SDA 6 6180,0 1 1.900,0 2 6.105,0 9 14.185,0
Bandara 5 14.266,0 3 16.938,0 1 8.299,0 9 39.503,0
Kereta Api 9 23.594,6 3 43.883,0 1 2.237,0 13 69.714,5
Pelabuhan 6 16.567,8 2 443,0 - - 8 17.010,8
Perhub. Darat 1 1.253,0 - - - - 1 1.253,0
Energi 13 83.749,0 10 72.735,0 - - 23 15.6484,0
ICT 1 11.287,0 - - - - 1 11.287,0
Sub Total 49 204.255,3 22 194.924,0 4 16.641,0 75 415.820,3

Kalimantan
Jalan 4 11.329,0 - - 1 3.600,0 5 14.929,0
SDA 2 507,0 1 226,0 - - 3 733,0
Bandara 4 3.427,0 - - - - 4 3.427,0
Kereta Api - - 2 26.500,0 - - 2 26.500,0
Pelabuhan 6 11.721,0 2 702,0 1 4.800,0 9 17.223,0
Perhub. Darat - - - - - - - -
Energi 7 9.371,3 5 6.692,3 - - 12 16.063,6
ICT - - - - - - - -
Sub Total 23 36.355,3 10 34.120,3 2 8.400,0 35 78.875,6

Sulawesi
Jalan - - - - 1 3.152,0 1 3.152,0
SDA 2 1.270,0 5 747,5 - - 7 2.017,5
Bandara - - - - - - - -

Buku Pegangan
164 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
Sudah
Akan Groundbreaking
Groundbreaking Grand Total
2011-2012 2013 2014
Sektor
Nilai Nilai Nilai
Jumlah Investasi Jumlah Investasi Jumlah Investasi Jumlah Total
Proyek (Miliar Proyek (Miliar Proyek (Miliar Proyek (Miliar Rp)
Rp) Rp) Rp)
Kereta Api - - - - - - - -
Pelabuhan 4 689,7 5 3.199,4 1 3.600,0 10 7.489,2
Perhub. Darat - - 3 4.776,0
Energi 9 6.467,1 4 4.150,0 1 2.800,0 12 12.487,6
ICT - - 1 3.846,5 - - 16 15.789,9
Sub Total 15 8.426,8 15 11.943,4 3 9.552,0 49 45.712,2

Bali-Nusa Tenggara
Jalan 2 2.218,0 - - - - 2 2.218,0
SDA 3 1.069,0 1 60,0 1 1.000,0 5 2.129,0
Bandara 2 3.413,0 1 8,0 - - 3 3.421,0
Kereta Api - - - - 1 12.100,0 1 12.100,0
Pelabuhan 3 408,0 - - - - 3 408,0
Perhub. Darat 3 467,0 - - - - 3 467,0
Energi 2 140,0 5 5.660,0 - - 7 5800
ICT - - - - - - 0 0
Sub Total 15 7.715,0 7 5.728,0 2 13.100,0 24 26.543,0

Papua-Kep. Maluku
Jalan 2 5.776,0 - - - - 2 5.776,0
SDA - - - - - - - -
Bandara - - - - - - - -
Kereta Api - - - - - - - -
Pelabuhan 11 3.482,5 - - 1 1.609,0 12 5,091,5
Perhub. Darat - - - - - - - -
Energi 2 770,0 - - 1 3.500,0 3 4.270,0
ICT - - 1 3.600,0 - - 1 3.600,0
Sub Total 15 10.028,5 1 3.600,0 2 5.109,0 18 18.737,5

Grand Total 147 320.114,0 76 294.223,9 16 63.852,0 255 693.979,9

Sumber: Sekretariat KP3EI

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
165
Tabel 20
Daftar Regulasi Terkait MP3EI yang Telah Diperbaiki
No Peraturan Substansi yang telah diperbaiki PIC
1 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Percepatan pengadaan tanah dalam rangka Badan
Pengadaan Tanah untuk pembangunan kepentingan umum. Pertanahan
Pembangunan dalam rangka Nasional
Kepentingan Umum
2 PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Peningkatan pengelolaan kawasan suaka alam Kementerian
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan kawasan pelestarian alam dan pelaksanaan Kehutanan
dan Kawasan Pelestarian Alam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (sebagai pengganti PP Nomor 68
Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam)
3 PP Nomor 52 Tahun 2011 tentang Penetapan subsektor baru sesuai prioritas MP3EI Kementerian
Perubahan Kedua Atas PP Nomor 1 yang layak untuk menerima fasilitas pajak Keuangan
Tahun 2007 tentang Fasiliitas Pajak Penghasilan Badan (Pasal 31A UU PPh)
Penghasilan untuk Penanaman Modal
di Bidang Tertentu Atau di Daerah
Tertentu
4 PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang Percepatan pengembangan pariwisata dan Kementerian
Rencana Induk Pembangunan sebagao pelaksanaan amanat Pasal 9 UU No.10 Pariwasata dan
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 - Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Ekonomi Kreatif
2025
5 PP Perubahan Atas PP Nomor 23 Perlunya pengaturan mengenai pemindahan izin Kementerian
Tahun 2010 tentang Izin Usaha usaha pertambangan (IUP) dari PT. Bukit Asam ESDM
Pertambangan (IUP) kepada anak perusahaan, dalam rangka
pembangunan jalur kereta api Tj. Enim-Tarahan.
(KE Sumatera)
6. PP Nomor 26 Tahun 2012 tentang Pengaturan mengenai pelaksanaan dan Kemenko
Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung operasionalisasi KEK di Tanjung Lesung dalam Bidang
Lesung rangka mendukung MP3EI. Perekonomian
7. PP Nomor 29 Tahun 2012 tentang Pengaturan mengenai pelaksanaan dan Kemenko
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei operasionalisasi KEK di Sei Mangkei dalam rangka Bidang
mendukung MP3EI Perekonomian
8 PP Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Menyangkut keterlanjuran penggunaan Kemenko
Perubahan Atas Peraturan kawasan hutan untuk kegiatan non hutan Bidang
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Perekonomian
Tentang Tata Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan
9 PP Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Menyangkut keterlanjuran penggunaan Kemenko
Perubahan Atas Peraturan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan. Bidang
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Perekonomian
Tentang Penggunaan Kawasan Hutan
10 PP No 81 Tahun 2012 tentang Peraturan pelakasanaan dari UU Nomor 18 Tahun Kemen LH
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan mengatur
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah mengenai pengelolaan sampah untuk menjaga
Tangga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
kesehatan masyarakat serta menjadikan sampah
sebagai sumber daya
11 PP Nomor 100 Tahun 2012 tentang Pengaturan mengenai Penyelenggaraan Kawasan Kemenko
Perubahan PP Nomor 2 Tahun 2011 Ekonomi Khusus yang mendukun MP3EI Bidang
tentang Penyelenggaraan KEK Perekonomian

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
167
No Peraturan Substansi yang telah diperbaiki PIC
12 Perpres Nomor 15 Tahun 2012 Pengaturan mengenai penggunaan BBM bagi Kemenko
tentang Harga Jual Eceran dan transportasi dan sebagai revisi terhadap Perpres Bidang
Konsumen Pengguna Jenis Bahan Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Perekonomian
Bakar Tertentu dan Konsumen Pengguna Jenis BBM Tertentu.
13 Perpres Nomor 65 tahun 2011 Perlunya aturan pelaksanaan yang mempertajam Kementerian
tentang Percepatan Pembangunan rencana pembangunan insfrastruktur di Papua PPN/Bappenas
Provinsi Papua dan Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai aturan pelaksana dari
Barat Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN
Tahun 2010-2014
14 Pepres Nomor 66 Tahun 2011 tentang Perlunya aturan pelaksanaan yang mempertajam Kementerian
Unit Percepatan pembangunan rencana pembangunan insfrastruktur di Papua PPN/Bappenas
Provinsi Papua dan Provinsi Papua dan Papua Barat aturan pelaksana dari Perpres
Barat sebagaimana diubah dengan Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-
Perpres Nomor 84 Tahun 2011. 2014
15 Perpres Nomor 56 Tahun 2011 Pengaturan tata cara pengadaan, mekanisme dan Kemenko
tentang Perubahan Kedua atas persyaratan unsolicited project, jaminan Bidang
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun pemerintah, pembebasan tanah, serta Perekonomian
2005 tentang Kerjasama Pemerintah penyelenggaraan pengembangan insrastruktur
dengan Badan Usaha dalam secara business to business di dalam kawasan
Penyediaan Infrastruktur pengusahaannya.
16 Perpres No. 45 Tahun 2011 ttg RTR Percepatan petetapan Perpres tentang RTR KSN di Kementerian PU
Kawasan Perkotaan Denpasar, Bali untuk pelaksanaan pembangunan proyek-
Badung, Gianyar, dan Tabanan, proyek MP3EI
17 Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Percepatan petetapan Perpres tentang RTR KSN di Kementerian PU
Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, kawasan Makassar dan sekitarnya untuk
Sunguminasa, dan Takalar; pelaksanaan pembangunan proyek-proyek MP3EI
18 Pepres No. 62 Tahun 2011 tentang Percepatan petetapan Perpres tentang RTR KSN di Kementerian PU
Kawasan Perkotaaan Medan, Binjai, kawasan Medan dan sekitarnya untuk
Deli Serdang dan Karo. pelaksanaan pembangunan proyek-proyek MP3EI
19 Perpres No. 13 Tahun 2012 Tentang Percepatan penetapan Perpres tentang RTR Pulau Kementerian PU
RTR Pulau Sumatera. Sumatera untuk pelaksanaan pembangunan
proyek-proyek MP3EI
20 Pepres No. 88 Tahun 2011 Tentang Percepatan penetapan Perpres tentang RTR Pulau Kementerian PU
RTR Pulau Sulawesi. Sulawesi untuk pelaksanaan pembangunan
proyek-proyek MP3EI
21 Perpres No. 3 Tahun 2012 Tentang Percepatan penetapan Perpres tentang RTR Pulau Kementerian PU
RTR Pulau Kalimantan Kalimantan untuk pelaksanaan pembangunan
proyek-proyek MP3EI
22 Perpres Nomor 86 Tahun 2011 Pengaturan mengenai Pengembangan Kawasan Kemenko
tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda termasuk Bidang
Strategis dan Infrastruktur Selat tata cara pengadaan mekanisme dan persyaratan Perekonomian
Sunda. unsolicited project, jaminan pemerintah, serta
skema pengusahaan
23 Perpres Nomor 87 Tahun 2011 Percepatan penetapan Perpres tentang RTR KSN Kementerian PU
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan untuk memberi jaminan pelaksanaan
Batam, Bintan dan Karimun. pembangunan proyek-proyek MP3EI
24 Perpres Nomor 28 Tahun 2012 Percepatan penetapan Perpres tentang RTR Pulau Kementerian PU
tentang RTR Pulau Jawa-Bali Jawa dan Bali guna mendukung MP3EI

Buku Pegangan
168 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
No Peraturan Substansi yang telah diperbaiki PIC
25 Perpres Nomor 28 Tahun 2011 Perlunya aturan pelaksana yang lebih detail Kementerian
tentang Penggunaan Kawasan Hutan tentang pertambangan bawah tanah dalam Kehutanan
Lindung untuk Penambangan Bawah rangka investasi geothermal (perpres) sebagai
Tanah aturan pelaksana dari PP No.68 Tahun 1998
tentang Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan
Suaka Alam.
26 Perpres Nomor 53 Tahun 2012 Penguatan pengaturan tentang PSO, IMO dan TAC Kementerian
Kewajiban Pelayanan Publik dan Perkretaapian dalam bentuk Perpres sebagai revisi Keuangan,
Subsidi Angkutan Perintis Bidang dari SKB Tiga Menteri tentang PSO, IMO dan TAC Kementerian
Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Perkretaapian Perhubungan,
Prasarana Perkeretaapian Milik Kementerian
Negara, Serta Perawatan dan BUMN,
Pengoperasian Prasarana Bappenas.
Perkeretaapian Milik Negara
27 Perpres Nomor 71 Tahun 2012 Peraturan operasional terhadap UU Nomor 2 Kemenko
tentang Penyelenggaraan Tanah Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Bidang
untuk Pembangunan dalam rangka Pembangunan dalam rangka Kepentingan Umum Perekonomian
Kepentingan Umum
28 Perpres No 73 Tahun 2012 tentang Pengaturan mengenai pengelolaan ekosistem Kementerian
Strategi Nasional Pengelolaan mangrove berkelanjutan yang merupakan bagian Kehutanan
Ekosistem Mangrove integral dari pengelolaan wilayah pesisir yang
terpadu dengan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
diperlukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan
sinergi lintas sektor, instansi dan lembaga.
29 Perpres No 88 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Kemenko
Kebijakan Pengelolaan Sistem Hidrometeorologi, Hidrogeologi pada Tingkat Bidang
Informasi Hidrologi, Nasional sebagai arahan strategis untuk Perekonomian
Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi mendukung pengelolaan sistem Informasi Sumber
pada Tingkat Nasional Daya Air
30 Perpres No 9 Tahun 2013 tentang Sebagai pelaksanaan Keputusan MK terhadap BP Kementerian
Penyelenggaraan Pengelolaan Migas ESDM
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi
31 Keppres Nomor 22 Tahun 2011 Pelaksanaan Pasal 36 UU Nomor 10 Tahun 2009 Kementerian
tentang Badan Promosi Pariwisata tentang Kepariwisataan Pariwisata dan
Indonesia Ekonomi Kreatif
32 Inpres Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penyeimbangan dan penselarasan pembangunan Kementerian
Penundaan Pemberian Izin Baru dan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta Kehutanan
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui
Alam Primer dan Lahan Gambut penundaan pemberian izin baru hutan alam
primer dan lahan gambut yang berada di hutan
konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan
produksi terbatas, hutan produksi biasa/tetap,
hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area
penggunaan lain
33 Peraturan Menteri Keuangan Nomor Peninjauan kembali Struktur Tarif Bea Keluar yang Kementerian
128/PMK.011/2011 tentang Mendorong Industri Hilir produk CPO turunannya Keuangan
Perubahan Atas Peraturan Menteri khususnya yang terkait dengan penerapan Bea
Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 Keluar progresif untuk kelapa sawit, karet, kakao,
tentang Penetapan Barang Ekspor termasuk industri turunannya (ex: industri bio
yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif diesel) dan PPN yang terintegrasi agar tidak ada
Bea Keluar lagi pajak ganda (double taxation)

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
169
No Peraturan Substansi yang telah diperbaiki PIC
41 Peraturan Menteri Dalam Negeri Peraturan pendukung dari Peraturan Presiden Kementerian
Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Dalam Negeri
Operasional dan Biaya Pendukung Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Kepentingan Umum
Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah
42 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Peraturan pendukung dari Peraturan Presiden Badan
Nasional RI Nomor 5 Tahun 2012 Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pertanahan
Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Nasional
Pengadaan Tanah Kepentingan Umum
43 Peraturan Menteri Keuangan No Peraturan pendukung dari Peraturan Presiden Kementerian
13/PMK.02/ 2013 tentang Biaya Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Keuangan
Operasional dan Biaya Pendukung Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Kepentingan Umum yang bersumber
dari APBN
Sumber: Sekretariat KP3EI

Tabel 21
Daftar Regulasi Terkait MP3EI yang Sedang Diperbaiki
No Peraturan Substansi yang PIC Keterangan
diperbaiki
1. Perubahan UU Nomor 49 Prp.Tahun Menyangkut aset BUMN Kementerian Pembahasan di DPR
1960 tentang Panitia Urusan Piutang sebagai Kekayaan Keuangan
Negara. Negara
2. RUU tentang Percepatan Kementerian Pembahasan di DPR
Pembangunan Daerah Tertinggal PDT
3. RPP tentang Fasilitas Perlakuan PPh, Pengembangan KEK Kementerian Sedang dalam
PPN dan PPn BM serta Perlakuan dalam rangka Keuangan, pembahasan antar
Kepabeanan dan Cukai atas mendukung MP3EI dan Kemenko kermenterian/lembaga
Pemasukan dan Pengeluaran barang sebagai pelaksanaan UU Bidang
ke dan dari serta yang berada di Nomor 39 Tahun 2009 Perekonomian
Kawasan Ekonomi Khusus. tentang KEK
4. Revisi PP Nomor 38 Tahun 2003 Perlunya perluasan Kementerian Finalisasi Draft RPP di
tentang Perubahan Atas PP Nomor klasifikasi jenis barang Keuangan Kementerian
146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau jasa yang perlu Keuangan.
dan/atau Penyerahan Barang Kena mendapatkan fasilitas
Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan pembebasan PPN.
Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
5. RPP Pengelolaan B3, Limbah B3 dan Pengaturan mengenai Kementerian Pembahasan antar
Dumping pengelolaan dan limbah LH Kementerian/Lembaga
B3 sebagai Revisi PP
Nomor 18 Tahun 1999
jo. PP Nomor 85 tahun
1999 tentang
Pengelolaan Limbah B3

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
171
No Peraturan Substansi yang PIC Keterangan
diperbaiki
6. RPP tentang Reforma Agraria Penataan kembali BPN, Revisi tahap akhir di
struktur, ketimpangan Sekretariat BPN
penggunaan, Negara
pemanfaatan,
penguasaan dan
pemilikan tanah.
7 RPP tentang Perubahan PP Nomor 15 Pengaturan mengenai Kemenko Pembahasan antar
Tahun 2005 tentang Jalan Tol pengusahaan jalan tol Bidang Kementerian/Lembaga
yang dilakukan Perekonomian
Pemerintah dan BUMN

8 RPP tentang Perubahan atas Optiimalisasi Kementerian Finalisasi antar


Peraturan Pemerintah Nomor 2 penerimaan PNBP Kehutanan kementerian
Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif kehutanan
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berasal dari Penggunaan
Kawasan Hutan untuk Kepentingan
Pembangunan di Luar Kegiatan
Kehutanan yang Berlaku Pada
Departemen Kehutanan
9. RPP tentang Perubahan PP Nomor 14 Pengatiuran mengenai Kementerian Finalisasi antar
Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha penambahan kapasitas ESDM kementerian
Penyedian Tenaga Listrik pembangkit

10 RPP tentang Penyelenggaraan Pengelolaan pelabuhan Kemenko Finalisasi antar


Kegiatan di Pelabuhan Pada KPBPB di KPBPB Batam untuk Bidang kementerian
Batam menunjang percepatan Perekonomian
pengembangan Pulau
Batam
11 RPP tentang Penyelenggaraan Pengelolaan bandar Kemenko Finalisasi antar
Kegiatan di Bandar Udara Pada Udara di KPBPB Batam Bidang kementerian
KPBPB Batam untuk menunjang Perekonomian
percepatan
pengembangan Pulau
Batam
12 RPP tentang Perubahan Kedua atas Penambahan wilayah Kemenko Pembahasan antar
PP No 46 Tahun 2007 tentang KPBPB Batam Bidang kementerian
Kawasan Perdagangan Bebas dan Perekonomian
Pelabuhan Bebas Batam
13 RPerpres tentang Pelayanan Terpadu Pengaturan prosedur Kemenko Finalisasi antar
Satu Pintu dan kelembagaan Bidang kementerian
pelayanan perizinan dan Perekonomian
non periizinan secara
terpadu di tingkat pusat
dan daerah
14 RPerpres tentang Penugasan PT Untuk mendukung Kemenko Finalisasi antar
Hutama Karya untuk Membangun percepatan Bidang kementerian
Jalan Tol Trans Sumatera pengembangan Korodor Perekonomian
Sumatera dan
konektivitas
Sumber: Sekretariat KP3EI

Buku Pegangan
172 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
L.11 Postur Pendapatan dan Belanja Daerah

Gambar 59
Tren APBD Tahun Anggaran 2009-2012
700000

600000

500000
Miliar Rupiah

400000

300000

200000

100000

-100000
2009 2010 2011 2012
Pembiayaan 367268 386338 459893 551583
Belanja 415232 426857 495274 591887
Surplus/Defisit -47964 -40519 -35381 -40304
Pembiayaan 49968 40818 36119 40999

Sumber: Deskripsi dan Analisis APBD 2012, Kementerian Keuangan

L.11.1 Postur Pendapatan Daerah


Gambar 60
Komposisi Pendapatan Daerah Tahun 2007-2012
100%
4,6 6,2 7,8 5,7 9,1 10,6
90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%
75,7 71,2 69,0
78,6 76,0 74,4
20%

10%
16,8 17,8 17,8 18,6 19,7 20,4
0%
2007 2008 2009 2010 2011 2012

PAD Dana Perimbangan Lain-Lain

Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
173
Gambar 61
Rasio Ketergantungan Menurut Wilayah Tahun 2012
100 92,0
90 84,3
80,8
75,6
80 79,1
70 62,9
60
50
40 29,9
30
14,5 16,3
20 12,2
6,3 15,8
10
0
Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi NT-Maluku-Papua

PAD/Pendapatan Transfer/Pendapatan Rata-Rata PAD Rata-Rata 2 Transfer

Sumber: Deskripsi dan Analisis APBD 2012, Kementerian Keuangan

Gambar 62 Gambar 63
Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan
Pemerintah Kabupaten/Kota Tahun 2012 Pemerintah Provinsi Tahun 2012
Bali 27,3% Jawa Timur 78,7%
Jawa Barat 14,2% Banten 76,4%
Kep. Riau 13,7% Kalimantan Selatan 63,5%
Jawa Timur 13,6% DKI Jakarta 61,0%
DI Yogyakarta 13,1% Lampung 57,0%
Sumatera Utara 11,9% Jawa Barat 55,9%
Jawa Tengah 9,9% Sumatera Utara 54,9%
Nusa Tenggara Barat 8,2% Bali 53,5%
Maluku Utara 8,0% Jawa Tengah 53,5%
Riau 7,3% Sulawesi Selatan 51,0%
Sulawesi Selatan 7,3% Kalimantan Timur 47,2%
Kep. Bangka Belitung 7,2% Sumatera Barat 44,0%
Banten 7,2% DI Yogyakarta 41,3%
Sumatera Selatan 7,0% Jambi 41,1%
Sumatera Barat Kalimantan Barat 39,2%
6,9%
Kalimantan Timur Sumatera Selatan 38,5%
6,5%
Riau 33,2%
Kalimantan Barat 6,3%
Nusa Tenggara Barat 32,2%
Kalimantan Selatan 6,2%
Sulawesi Utara 32,0%
Gorontalo 6,1%
Kalimantan Tengah 31,5%
Aceh 5,4%
Bengkulu 31,1%
Jambi 5,3%
Kep. Bangka Belitung 30,4%
Nusa Tenggara Timur 5,3%
Sulawesi Tenggara 28,8%
Sulawesi Tenggara 5,1%
Kep. Riau 28,1%
Lampung 4,7% Sulawesi Tengah 26,2%
Kalimantan Tengah 4,5% Gorontalo 17,7%
Sulawesi Utara 4,5% Nusa Tenggara Timur 17,7%
Sulawesi Tengah 4,3% Maluku 17,2%
Bengkulu 4,1% Sulawesi Barat 14,2%
Papua 3,7% Aceh 9,2%
Sulawesi Barat 3,4% Maluku Utara 8,3%
Papua Barat 3,4% Papua 5,5%
Maluku 2,9% Papua Barat 3,5%
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 0,0% 50,0% 100,0%

Sumber: Kementerian Keuangan (diolah) Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)

Buku Pegangan
174 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
3.11.2 Postur Belanja Daerah
Gambar 64
Komposisi Belanja Daerah Tahun 2009-2012
300000

250000

200000
Miliar Rupiah

150000

100000

50000

0
2009 2010 2011 2012
Belanja Pegawai 180439 198562 229081 261153
Belanja Barang dan Jasa 79600 82007 104221 122225
Belanja Modal 114598 96179 113523 137438
Belanja Lain-Lain 40594 50110 48449 96155

Sumber: Deskripsi dan Analisis APBD 2012, Kementerian Keuangan

Gambar 65
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah Menurut Wilayah Tahun 2012
60%

49,9% 50,4%
50%
43,5% 43,4%

40% 37,5%
36,0%

30%

20%

10%

0%
Sumatera Jawa-Bali Sulawesi Kalimantan NT-Maluku-Papua

Sumber: Deskripsi dan Analisis APBD 2012, Kementerian Keuangan

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
175
Gambar 66 Gambar 67
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Rasio Belanja Pegawai Provinsi Terhadap
Belanja Kabupaten/Kota APBD Tahun 2012 Total Belanja APBD Tahun 2012
DI Yogyakarta 67,3% DKI Jakarta 33,7%
Aceh 61,4% Maluku 31,4%
Jawa Tengah 60,4% Bengkulu 31,3%
Nusa Tenggara Barat 59,3% Sulawesi Utara 29,8%
Gorontalo 59,0% Gorontalo 29,3%
Sulawesi Selatan 57,9% DI Yogyakarta 28,3%
Sumatera Barat 57,8% Nusa Tenggara Timur 27,2%
Bengkulu 57,7% Sulawesi Tenggara 26,4%
Lampung 57,7% Jambi 26,3%
Bali 56,0% Sulawesi Tengah 25,0%
Sulawesi Tengah 55,5% Nusa Tenggara Barat 24,5%
Sulawesi Utara 54,9% Sulawesi Barat 24,3%
Jawa Timur Lampung 23,1%
54,8%
Bali 22,8%
Sulawesi Barat 54,8%
Kalimantan Selatan 22,1%
Maluku 54,6%
Maluku Utara 21,9%
Jawa Barat 54,4%
Jawa Timur 21,5%
Sumatera Utara 54,3%
Sumatera Barat 21,2%
Sulawesi Tenggara 53,8%
Kep. Bangka Belitung 20,9%
Nusa Tenggara Timur 52,9%
Kalimantan Tengah 20,0%
Kalimantan Selatan 50,8%
Kalimantan Barat 19,1%
Banten 49,5%
Sulawesi Selatan 18,9%
Jambi 47,9%
Riay 16,8%
Kep. Bangka Belitung 46,6%
Kep. Riau 16,1%
Kalimantan Barat 45,9% Sumatera Selatan 15,4%
Sumatera Selatan 45,6% Jawa Tengah 14,1%
Kalimantan Tengah 44,0% Aceh 12,8%
Maluku Utara 42,1% Jawa Barat 12,7%
Riau 38,6% Papua 12,4%
Kep. Riau 38,6% Banten 12,3%
Papua 35,1% Kalimantan Timur 12,0%
Papua Barat 34,2% Sumatera Utara 11,6%
Kalimantan Timur 31,0% Papua Barat 9,2%
0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0% 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0%

Sumber: Kementerian Keuangan (diolah) Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)

Tabel 22
Daerah Dengan Postur APBD Tahun 2012 yang Baik
Rasio PAD Terhadap Rasio Belanja Modal Rasio Belanja Pegawai
Daerah
Pendapatan terhadap Total Belanja Terhadap Total Belanja
Provinsi Banten 76,4 25,0 12,3
Provinsi Kalimantan Timur 47,2 25,6 12,0
Rata-rata Provinsi (33 Provinsi) 37,1 13,4 20,7
Kota Tangerang Selatan 26,13 34,3 34,9
Kab. Halmahera Timur 12,81 30,6 31,9
Rata-rata Kab/Kota 7,6 24 51,1
Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)

Buku Pegangan
176 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014
0%
100%

10%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%

20%
0%
100%

10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Aceh 90%
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Utara

Pendidikan
Sumatera Barat
Sumatera Barat

Pendidikan
Bengkulu
Riau

Pelayanan Umum
Lingkungan Hidup
Lampung
Jambi

Pelayanan Umum
Lingkungan Hidup
DKI Jakarta
Sumatera Selatan
Jawa Tengah
Bengkulu
DI Jogjakarta
Lampung
Jawa Timur
Jawa Barat
Kalimantan Barat
Jawa Tengah

Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)


Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)
Kalimantan Tengah
DI Jogjakarta
Jawa Timur
Jawa Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah Kalimantan Barat

Ekonomi

Ekonomi
Sulawesi Selatan Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Barat Kalimantan Timur

Perlindungan Sosial

Perlindungan Sosial
Sulawesi Utara
Pariwisata dan Budaya

Gambar 69
Gambar 68

Nusa Tenggara Timur

Pariwisata dan Budaya


Maluku Sulawesi Tengah
Papua Sulawesi Selatan
Maluku Utara Sulawesi Tenggara
Banten Bali
Bangka Belitung Nusa Tenggara Barat
Kepulauan Riau Nusa Tenggara Timur
Papua Barat Maluku
Sulawesi Barat Papua
Kesehatan

Kesehatan
Bali Komposisi Belanja Provinsi Menurut Fungsi Tahun 2012 Maluku Utara
Kalimantan Timur Banten
Kalimantan Selatan Bangka Belitung
Jawa Barat Gorontalo
Sumatera Selatan Kepulauan Riau
Komposisi Belanja Kabupaten/Kota Menurut Fungsi dan Provinsi Tahun 2012

Ketertiban dan Ketentraman

Memantapkan Perekonomian Nasional


Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan
Ketertiban dan Ketentraman
Jambi Papua Barat
Perumahan dan Fasilitas Umum

Perumahan dan Fasilitas Umum


Riau Sulawesi Barat

177
TIM
PENYUSUN

Pengarah : Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana

Penanggung Jawab : Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA

Editor : 1. Dr. Amalia Adininggar Widyasanti, ST, Msi, M.Eng

2. Dr. Ir. Leonardo Tampubolon, MA

Penata Letak : 1. Direta Wonahausi, SE

2. Deasy Putri Pane, ST, Msi

Desain Cover : Ivan Sjafari

Kontak email : prasetijo@bappenas.go.id


winny@bappenas.go.id
leonard@bappenas.go.id

Buku Pegangan
178 Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2014

Anda mungkin juga menyukai