Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) adalah program nasional yang telah diresmikan
oleh pemerintah sejak tanggal 1 Januari 2014 yang lalu. Jaminan kesehatan berdasarkan
Peraturan mentreri kesehatan (PMK) nomor 71 tahun 2013 didefinisikan sebagai jaminan
berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN ini
untuk pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas
Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Pelayanan kefarmasian yang dapat dilakukan oleh sarana kefarmasian dalam rangka
menunjang Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama digolongkan kedalam kategori pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai. Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang diberikan kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri yang dituangkan dalam Formularium
Nasional dan Kompendium Alat Kesehatan.
Konsep pembelian jasa pelayanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan dari Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama dengan menggunakan tarif kapitasi menyebabkan fasilitas
kesehatan tingkat pertama menyesuaikan pola manajemennya sehingga operasional fasilitas
kesehatan tersebut dapat lebih efektif dan efisien tanpa mengenyampingkan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Konsep kapitasi ini sangat
mempengaruhi konsep manajemen pada fasilitas kesehatan, salah satunya adalah konsep
laba/profit.
Terdapat konsep yang sangat berbeda terkait laba/profit pada saat sebelum dan
sesudah dilaksanakannya jaminan kesehatan nasinal pada tanggal 1 januari 2014 yang lalu.
Sebelum era JKN profit yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan di tingkat pertama untuk
pelayanan kesehatan rawat jalan akan berbanding lurus dengan jumlah kunjungan pasien,
lamanya pasien dirawat, volume penjualan obat dan bahan habis pakai dan beberapa faktor
lainnya. Sedangkan pada pasca JKN, konsep profit diatas berubah terbalik. Dimana pada era
JKN diharapkan fasilitas kesehatan dapat merawat pasien dengan baik akan tetapi
menggunakan sumberdaya yang seefisien mungkin. Jumlah kunjungan pasienpun diharapkan
dapat dikurangi, dengan cara meningkatkan upaya pelayanan kesehatan promotif dan
prefentif oleh fasilitas kesehatan.
Terlepas dari hal diatas, pertanyaan kemudian bagaimana nasib sarana kefarmasian
atau tenaga kefarmasian pada era JKN ini? Sarana kefarmasian tidak berhubungan secara
langsung dengan BPJS Kesehatan. Besar kecilnya penerimaan sarana kefarmasian sangat
tergantung dengan perjanjian antara sarana kefarmasian dengan fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Konsep profit pada sarana kefarmasian secara otomatis mengikuti konsep profit pada
fasilitas pelayanan kesehatan pada era JKN ini. Konsep profit pada sarana kefarmasian saat
ini tidak lagi tergantung pada volume penjualan obat dan bahan habis pakai untuk pasien
peserta JKN, melainkan tergantung kepada kemampuan manajemen farmasi,
farmakoekonomi dan farmakoterapi apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian baik
dalam proses manajemen sarana kefarmasian ataupun pelayanan farmasi klinik kepada
pasien.
Berdasarkan beberapa hal diatas, menurut saya peran Apoteker dan Apotek pada masa
JKN ini menjadi sangat strategis dalam system pelayanan kesehatan maupun system
adminitrasi kesehatan. Pada era JKN ini paling tidak ada 2 kompetensi Apoteker yang tidak
dapat tergantikan dalam menjalankan praktek kefarmasian di Apotek yaitu kompetensi
apoteker dalam pengendalian persediaan ( perencanaan, pengadaan dan pengelolaan ) obat
serta kemampuan apoteker dalam pengendalian biaya obat peresep dimana apoteker berperan
sebagi verifikator resep dengan dasar farmakoekonomi dan farmakoterapi yang baik. Oleh
karena itu, Apoteker diharapkan dapat mengubah maindsetnya dari seorang pekerja menjadi
seorang Apoteker professional. Perubahan maindset Apoteker tersebut harus dimulai dengan
tidak lagi berorientasi pada gaji dan tambahan uang R/ yang dihitung dari bersaran omset
apotek. Era JKN ini adalah momentum bagi para Apoteker untuk berubah.
Berdasarkan kebijakan yang telah dikeluakan oleh kementerian kesehatan, posisi atau
kedudukan Apoteker dalam system JKN adalah sebagai berikut:
1. Merupakan bagian dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan
kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Disini Apoteker berkedudukan sebagai
penanggungjawab ruang farmasi atau apoteker pendamping pada PUSKESMAS
maupun Klinik pertama atau yang setara, dan juga sebagai penaggung jawab instalasi
farmasi atau Apoteker pendamping pada Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang
setara.
2. Merupakan bagian dari sarana penunjang fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
melaksanakan kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Disini Apoteker berkedudukan
sebagai penanggungjawab Apotek atau Apoteker pendamping pada Apotek yang
bekerjasama dengan praktik dokter atau praktik dokter gigi maupun PUSKESMAS
atau Klinik pertama yang tidak memiliki Apoteker.
Dalam PMK no. 59/2014 pemerintah tidak secara eksplisit mengatur komponen
penyusun kapitasi yang dibayarkan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama selain
PUSKESMAS, sehingga membuka peluang bagi setiap professional kesehatan yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan kepada peserta JKN mendapatkan jasa pelayanan secara
proporsional sesuai dengan jenis dan besarnya tanggung jawab yang diterima karena
melaksakan Pelayanan professional sebagai resiko pekerjaan yang disesuaikan dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Jasa pelayanan kesehatan adalah jasa atau imbalan yang diperoleh tenaga kesehatan
yang terkait dengan proses pelaksanaan pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh tenaga
kesehatan tersebut kepada pasien baik secara langsung maupun tak langsung selama proses
terapi. Berdasarkan Peraturan pemerintah no. 32/1996 tentang tenaga kesehatan, Apoteker
bersama Asisten Apoteker dalam kelompok tenaga kefarmasian diakui sebagai salah satu dari
tenaga kesehatan yang diakui pemerintah bersama dengan tenaga medis ( dokter dan dokter
gigi), tenaga keperawatan ( perawat dan bidan ), tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi,
tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medik. Sehingga sangatlah wajar jika Apoteker
dapat memperoleh haknya berupa bagian dari komponen kapitasi dari unsur jasa pelayanan
kesehatan.
Untuk jasa pelayanan kefarmasian oleh Apoteker dihitung berdasarkan posisi atau
kedudukan apoteker dalam system JKN seperti yang saya jelaskan diatas yaitu apoteker
sebagai bagian dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan kerjasama dengan
BPJS Kesehatan atau apoteker sebagai bagian dari sarana penunjang fasilitas kesehatan
tingkat pertama yang melaksanakan kerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Komponen sarana dan prasarana dalam tarif kapitasi termasuk obat, bahan habis pakai
dan reagen untuk pemeriksaan laboratorium sederhana. Begitu juga komponen untuk sewa
ruangan ataupun alat kesehatan yang digunakan selama proses terapi pasien di fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Besaran unit cost dari dua komponen ini bervariasi, tergantung
pada kebijakan tiap fasilitas kesehatan dan posisi fasilitas kesehatan dalam system JKN.
Besaran angka kapitasi untuk jasa pelayanan dipengaruhi oleh persentase angka
morbiditas dan besaran standar jasa pelayanan oleh tenaga kesehatan. Untuk jasa pelayanan
kefarmasian besaran persentase angka morbiditas dihitung berdasarkan estimasi persentase
jumlah peserta yang akan menebus resep disarana kefarmasian tempat Apoteker berpraktek
dibagi dengan seluruh jumlah peserta JKN yang terdaftar sebagai member dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang menjadi mitra sarana kefarmasian tempat Apoteker
berpraktek.
Besaran angka kapitasi untuk jasa pelayanan kefarmasian yang diperoleh seorang
Apoteker selama beliau berpraktek tiap bulannya dihitung dengan cara mengalikan besaran
real jasa pelayanan apoteker dengan estimasi besaran persentase angka morbiditas dengan
seluruh jumlah peserta JKN yang terdaftar sebagai member dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang menjadi mitra sarana kefarmasian tempat Apoteker berpraktek.
Maka jumlah total jasa pelayanan kefarmasian yang diperoleh oleh seorang apoteker
pada tiap bulannya adalah merupakan perkalian antara Besaran angka kapitasi untuk jasa
pelayanan kefarmasian dengan seluruh jumlah peserta JKN yang terdaftar sebagai member
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menjadi mitra sarana kefarmasian tempat
Apoteker berpraktek.
Untuk pendapatan atau take home pay per-bulan yang dapat diperoleh seorang apoteker
yang berpraktek adalah besaran jasa pelayanan kefarmasian yang diperoleh oleh seorang
apoteker setelah dikurangi dengan komponen gaji berikut tunjangan lainnya untuk membayar
Apoteker pendamping atau Asisten Apoteker/Tenaga teknis kefarmasian yang oleh beberapa
orang sejawat Apoteker kemungkinan dibutuhkan untuk membantunya menjalankan praktek
kefarmasian. Jika sarana untuk sarana kefarmasiannya bekerja sama dengan pemilik sarana
maka pendapatan apoteker diatas masih akan dikurangi dengan jumlah nominal obat yang
hilang atau kadaluarsa sebagai tanggungjawab professional seorang apoteker kepada pemilik
sarana dan juga dikurangi dengan komponen biaya lainnya yang harus dibayarkan kepada
pemilik sarana apotek sesuai dengan yang telah disepakati oleh apoteker dan PSA dalam
perjanjian tertulis yang dibuat didepan notaris pada saat akan mendirikan apotek atau
berpraktek bersama pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Sehingga dengan konsep seperti ini maka setiap apoteker akan memperoleh
pendapatan yang berbeda sesuai dengan kemampuan atau kompetensi yang dimiliknya dan
jumlah peserta JKN yang terdaftar sebagai penerima pelayanan kefarmasian diapoteknya,
sehingga konsep standar gaji untuk seorang apoteker disuatu tempat menjadi tidak relevan
lagi.
B. Penghitungan besaran angka kapitasi untuk obat dan bahan habis pakai
Untuk sarana kefarmasian yang merupakan bagian dari sarana penunjang fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan kerjasama dengan BPJS Kesehatan seperti
Apotek yang bekerjasama dengan praktik dokter atau praktik dokter gigi maupun
PUSKESMAS atau Klinik pertama yang tidak memiliki Apoteker. Maka dalam melakukan
kesepakatan dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan kerjasama
dengan BPJS Kesehatan, seorang Apoteker dalam menentukan besaran angka kapitasi
pelayanan kefarmasian harus memasukkan komponen besaran angka kapitasi untuk
perbekalan farmasi ( obat dan BHP ) selain jasa pelayanan kefarmasian oleh Apoteker.
Dengan posisi atau kedudukan sarana kefarmasian (apotek) dalam system JKN seperti
ini, maka pendapatan Apoteker akan lebih besar jika dibandingkan dengan apoteker yang
berpraktek pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan kerjasama dengan
BPJS Kesehatan karena adanya tambahan komponen sisa besaran angka kapitasi untuk sarana
(obat) yang mampu dihemat sebagai akses dari praktek kefarmasian yang baik oleh apoteker.
Sekali lagi untuk besarannya sangat tergantung pada kompetensi dan kemampuan tiap
apoteker yang berpraktek.
Untuk perhitungannya secara umum hampir sama dengan perhitungan jasa pelayanan
kefarmasian oleh apoteker. Hanya saja untuk besaran komponen sarana seorang apoteker
harus menetukan atau bersepakat dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
melaksanakan kerjasama dengan BPJS Kesehatan terkait dengan harga dasar obat peresep
yang menjadi acuan maksimal besaran nominal atau besaran unit cost dari tiap resep (
prescription cost ) yang akan dilayani oleh apoteker di apotek.
Besaran angka kapitasi untuk sarana ( obat dan BHP ) dihitung dengan mengalikan
estimasi angka persentase morbiditas dengan besaran nilai prescription cost yang telah
disepakati oleh apoteker dan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan
kerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Maka besaran dana yang akan diperoleh apotek untuk dikelola apoteker dalam rangka
menjamin ketersediaan obat bagi seluruh jumlah peserta JKN yang terdaftar sebagai member
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menjadi mitra sarana kefarmasian tempat
Apoteker berpraktek adalah sebesar Besaran angka kapitasi untuk sarana ( obat dan BHP)
yang diperoleh dari perhitungan diatas dengan seluruh jumlah peserta JKN yang terdaftar
sebagai member dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menjadi mitra sarana
kefarmasian tempat Apoteker berpraktek.
Demikian tulisan ini saya buat dengan harapan dapat memperkaya informasi terkait
konsep perhitungan jasa pelayanan kefarmasian oleh Apoteker pada sarana kesehatan tingkat
pertama (primer). Tentu sebagai manusia banyaklah kekurangan pengetahuan dari saya,
kurang lebihnya saya mohon maaf.
Kontak person:
Sudarsono.,S.Si.,Apt / 081367040769 / apotekersudarsono@gmail.com
Norma Kapitasi untuk PUSKESMAS atau FASKES yang setara
Kapitasi Maksimal ( Rp )
No. NORMA KAPITASI PUSKESMAS atau FASKES yang setara
6.000 5.500 5.000 4.500 3.500 3.000
Ketersediaan:
1. Dokter umum
a. 1 orang V V
b. Minimal 2 org V V
2. Dokter gigi V V V
3. Bidan/ perawat V V V V V V
4. Lab sederhana V V V V V V
5. Apotek/pelayanan obat V V V V V V
HARGA KEEKONOMIAN ANGKA KAPITASI UNTUK PUSKESMAS BLUD/KLINIK SWASTA
TABEL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN JASA PELAYANAN KESEHATAN RJTP (PUSKESMAS/KLINIK SWASTA) JKN
4. Jasa pelayanan laboratorium Jasa Pelayanan petugas lab 3,00% Rp 2.000,00 Rp 60,00
5. Jasa pelayanan Administrasi kesehatan Jasa Pelayanan Staf Frontoffice 20% Rp 500,00 Rp 100,00
TOTAL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN JASA PELAYANAN KESEHATAN Rp 3.010,00
TABEL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN SARANA PELAYANAN KESEHATAN RJTP
(PUSKESMAS/KLINIK SWASTA) JKN
Angka
Besar Unit Cost Besaran Angka
No Harga Dasar Sarana Perpelayanan Persentase
Komponen Sarana Kapitasi
Morbilitas
1 2 3 4 5=3*4
1. Harga Dasar Obat Per Resep 20% Rp 12.500,00 Rp 2.500,00
2. Harga Dasar Reagen Untuk Tiap Pemeriksaan 3,00% Rp 13.000,00 Rp 390,00
TOTAL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN SARANA Rp 2.890,00
HARGA KEEKONOMIAN ANGKA KAPITASI UNTUK PUSKESMAS YANG TIDAK SEBAGAI BLUD/PRAKTEK DOKTER
SWASTA YANG BERMITRA DENGAN APOTEK
TABEL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN JASA PELAYANAN KESEHATAN RJTP (PUSKESMAS/PRAKTEK DOKTER SWASTA YANG
BERMITRA DG APOTEK ) JKN
3. Jasa pelayanan laboratorium Jasa Pelayanan petugas lab 3,00% Rp 2.000,00 Rp 60,00
4. Jasa pelayanan Administrasi kesehatanJasa Pelayanan Staf Frontoffice 20% Rp 500,00 Rp 100,00
TOTAL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN JASA PELAYANAN KESEHATAN Rp 1.960,00
TABEL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN PELAYANAN OBAT DAN SARANA LAB SEDERHANA RJTP (PUSKESMAS/PRAKTEK
DOKTER SWASTA ) JKN YANG AKAN DIBAYARKAN KE MITRA PUSKESMAS ( APOTEK )
Angka
Besar Unit Cost Besaran Unit
No Harga Dasar Pelayanan Obat dan Sarana Laboratorium Sederhana Persentase
Komponen Sarana Cost Kapitasi
Morbilitas
1 2 3 4 5 6=4*5
1. Harga Dasar Obat Per Resep 20% Rp 12.500,00 Rp 2.500,00
TOTAL BESARAN ANGKA KAPITASI UNTUK KOMPONEN PELAYANAN OBAT DAN SARANA LAB SEDERHANA Rp 3.940,00