Anda di halaman 1dari 127

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA 1 JL. GARUDA NO. 47
KEMAYORAN JAKARTA PUSAT
PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DYAH AYUWATI WALUYO, S. Farm.


1306343536

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA 1 JL. GARUDA NO. 47
KEMAYORAN JAKARTA PUSAT
PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

DYAH AYUWATI WALUYO, S. Farm.


1306343536

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

ii

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan karunia


dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 1 Kemayoran Jakarta
Pusat. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu
syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu
juga PKPA ini dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
memahami peran dan tugas Apoteker di Apotek. Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 1 Kemayoran Jakarta Pusat berlangsung
pada periode 01 April 10 Mei 2014.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak
dapat menyelesaikan Laporan PKPA ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan terima kasih atas bantuan dan bimbingan kepada:
1. Asep Dasuki, S.Si., Apt yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis selama melaksanakan PKPA di Apotek Kimia Farma No. 1
Kemayoran-Jakarta Pusat.
2. Sutriyo, M.Si., Apt. sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis
melaksanakan PKPA serta dalam penulisan laporan ini.
3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
4. Dr. Hayun, M.Si., Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis selama perkuliahan dan ketika PKPAberlangsung.
5. Bapak Handono selaku supervisor di Apotek Kimia Farma No.1 yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan saat melalukan PKPA di Apotek
6. Seluruh staf di Apotek Kimia Farma No. 1.

vi

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


7. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
8. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, doa, semangat dan
kasih sayang yang tiada henti.
9. Teman-teman seperjuangan di Apotek Kimia Farma periode 1 April 10 Mei
2014 (Kak mastin, Mutia, Vina, Toha, Farhan) atas kerjasama selama
pelaksanaan PKPA.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan
kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya.

Penulis

2014

vii

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Dyah Ayuwati Waluyo, S. Farm


NPM : 1306343536
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia
Farma 1 Jl. Garuda No. 47 Kemayoran Jakarta Pusat
Periode 01 April 10 Mei 2014

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma bertujuan untuk


mengetahui gambaran umum kegiatan rutin di Apotek dan menerapkannya saat
bekerja dan memahami peran dan fungsi apoteker di Apotek. Tugas khusus yang
diberikan berjudul Analisa Pola Penyakit Berdasarkan Resep Dokter Bulan
Februari 2014 di Apotek Kimia Farma No. 1 untuk Membantu Menetukan Pola
Pengadaan Barang di Apotek. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisa pola penyakit di Apotek Kimia Farma No 1 pada
bulan Februari 2012 dan mengetahui dan merencanakan pengelolaan obat-obatan
berdasarkan pola penyakit.

Kata kunci : Apotek Kimia Farma, Apotek, Pengelolaan obat, Perencanaan


obat, Resep
Tugas umum : xvi + 83 halaman; 2 gambar; 25 lampiran
Tugas khusus : vii + 20 halaman; 2 gambar; 1 tabel; 1 rumus; 1 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (1978-2011)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 2 (2002-2009)

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


ABSTRACT

Name : Dyah Ayuwati Waluyo, S.Farm


NPM : 1306343536
Program Study : Apothecary profession
Title : Report of Apothecry Profession Internship at Apotek
Kimia Farma No. 1 at Garuda Street No. 47 Kemayoran-
Central Jakarta on 1st April - 10th Mei 2014

Pharmacist Professional Practice (PKPA) at Pharmacy Kimia Farma aims to find


a general description of routine activities in the pharmacy and apply it at work and
understand the role and function of the pharmacist in the pharmacy. Given a
special assignment titled Analysis of Disease Patterns Based on Prescription
Pharmacy Month in February 2014 at No. Kimia Farma 1 to Help Determine
Procurement Patterns in Pharmacy. The purpose of this particular task is to
identify and analyze disease patterns in Kimia Farma Pharmacy No. 1 in February
2014 and determine the plan of medicines management based on the pattern of
disease.

Keywords : Apotek Kimia Farma, Pharmacy, medication management,


medication Planning, Prescriptions
General Assignment : xvi + 83 pages; 2 images; 25 appendices
Specific Assignment : vii + 20 pages; 2 images; 1 table; 1 equation; 1 appendice
Bibliography of General Assignment: 10 (1978-2011)
Bibliography of Specific Assignment: 2 (2002-2009)

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACK .......................................................................................................... x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3


2.1 Pengertian Apotek ....................................................................... 3
2.2 Landasan Hukum Apotek................................................................. 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ............................................................... 4
2.4 Persyaratan Apotek ...................................................................... 4
2.5 Tata Cara Pemberian Izin Apotek ............................................... 6
2.6 Personalia Apotek ........................................................................ 8
2.7 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek .................................... 10
2.8 Pengelolaan Apotek .................................................................... 11
2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek ..................................................... 16
2.10 Pengelolaan Narkotika................................................................. 17
2.11 Pengelolaan Psikotropika ............................................................ 20
2.12 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ................................................. 22
2.13 Pelayanan Swamedikasi .............................................................. 22

BAB 3. TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (PERSERO), Tbk ........ 27


3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk........................................ 27
3.2 Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ........................................... 28
3.3 PT. Kimia Farma Apotek ................................................................ 29
3.4 Tinjauan Khusus Apotek Kimia Farma 1 ......................................... 31
3.5 Lokasi dan tata Ruang ..................................................................... 31
3.6 Struktur Organisasi dan Personalia ................................................. 34
3.7 Tugas dan Tanggung Jawab Personil Apotek ................................. 34
3.8 Kegiatan Apotek Kimia Farma No. 1 ............................................. 37

BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................... 50

xi

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


BAB 5. PENUTUP............................................................................................. 61
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 61
5.2 Saran.............................................................................................................. 62

DAFTAR ACUAN............................................................................................. 63
LAMPIRAN ....................................................................................................... 64

xii

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Matriks Kombinasi VEN-ABC ...................................................... 15


Gambar3.1. Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ........................................... 28

xiii

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1. Struktur OrganisasiApotek Kimia Farma No. 1 .......................... 65


Lampiran2. Alur Pengadaan Barang di Apotek Kimia Farma No. 1 .............. 66
Lampiran3. Alur Penerimaan Resep ............................................................... 67
Lampiran 4. Bon Permintaan Barang Apotek .................................................. 68
Lampiran 5. Form DroppingBarangdari BM keApotek .................................. 68
Lampiran 6. Surat Pemesanan Narkotika ......................................................... 69
Lampiran 7. Surat Pemesanan Psikotropika .................................................... 69
Lampiran 8. SuratPesanaanPrekursor .............................................................. 70
Lampiran 9. Kartu Stok.................................................................................... 71
Lampiran 10. Form Skrining Resep ................................................................... 72
Lampiran 11. Contoh Kuitansi ........................................................................... 73
Lampiran 12. Copy Resep .................................................................................. 74
Lampiran 13. Skrining untuk Resep Kredit ....................................................... 75
Lampiran 14. Contoh Etiket dan Label .............................................................. 76
Lampiran 15. Bungkus Obat .............................................................................. 78
Lampiran 16 Bungkus Puyer............................................................................. 78
Lampiran 17 Sistem Pelaporan Narkotika Psikotropika (SIPNAP) .................. 79
Lampiran 18 Lemari Narkotika dan Psikotropika ............................................. 79
Lampiran 19 Denah lokasi Apotek Kimia Farma No. 1 .................................. 80
Lampiran 20 Tampak Depan Apotek Kimia Farma No.1 dan Parkir ............... 80
Lampiran 21 Swalayan Apotek Kimia Farma No.1 ........................................... 81
Lampiran 22 Kasir, Tempat Penyerahan Resep dan
Tempat Pengambilan Obat ........................................................... 81
Lampiran 23 Lemari Obat Berdasarkan Alfabetis, Farmakologis dan Kondisi
Penyimpanan ............................................................................... 82
Lampiran 24 Penyimpanan Stok Obat dan Barang Swalayan .......................... 82
Lampiran 25 Ruang Peracikan .......................................................................... 83

xiv

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan dari pembangunan nasional salah satunya adalah tercapainya
kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan
kesehatan yang sesuai dengan dasar-dasar negara Republik Indonesia diperlukan
sumber daya di bidang kesehatan untuk menunjang hal tersebut. Sumber daya ini
terkait dengan sarana, prasarana, dan infrastruktur yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat (Presiden RI, 2009).
Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta,
dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan kesehatan
masyarakat. Peningkatan kesejahteraan di bidang kesehatan dapat diupayakan
diantaranya melalui penyediaan obat-obatan yang bermutu, terjangkau oleh
masyarakat, dan dengan jumlah yang cukup, serta aman untuk digunakan. Oleh
karena itu, diperlukan adanya sarana penunjang pelayanan kesehatan, salah
satunya adalah Apotek. Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat dan menjadi tempat pengabdian profesi Apoteker dalam
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
2004 dinyatakan bahwa pelayanan kefarmasian pada saat ini talah mengacu pada
pelayanan yang semula hanya berfokus kepada pengolahan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang komprehensif (product oriented ke patient oriented) yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi
perubahan tersebut diperlukan sarana dan prasarana Apotek. Apotek wajib
menyediakan obat-obatan dan perbekalan farmasi serta seorang Apoteker yang
dapat memberikan informasi, konsultasi, dan evaluasi mengenai obat yang

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


2

dibutuhkan oleh masyarakat sehingga tujuan pembangunan kesehatan dapat


terwujud.
Dampak dari perubahan kegiatan pelayanan kefarmasian adalah Apoteker
dituntut untuk meningkatkan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk-bentuk
interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi,
monitoring penggunaan obat, dan mengetahui tujuan akhir terapi sesuai harapan
dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker sebagai pengelola Apotek tidak hanya
berbekal ilmu kefarmasian saja tetapi juga harus memiliki keahlian manajemen
karena mengola sebuah Apotek sama halnya mengola perusahaan. Apoteker
Pengelola Apotek dituntut pengetahuannya untuk dapat menguasai produk yang
dijual dan teknis pelayanan kefarmasian serta harus dapat merencanakan,
melaksanakan dan menganalisis hasil kinerja operasional. Untuk membiasakan
diri dengan kegiatan pelayanan kefarmasian ini, para calon Apoteker memerlukan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek. Selain sebagai tempat yang
memberikan perbekalan bagi para Apoteker untuk dapat menjadi Apoteker
profesional, praktek kerja di Apotek dapat dipakai sebagai tempat untuk
menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama masa kuliah. Dengan
dilatarbelakangi hal tersebut, maka diadakan kerjasama antara Program
Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dengan
Apotek Kimia Farma 1 yang dilaksanakan pada tanggal 01 April - 10 Mei 2014.

1.2 Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma
No. 1 adalah:
a. Agar mahasiswa mampu mengetahui gambaran umum kegiatan rutin
pelayanan kefarmasian di apotek dan dapat menerapkannya saat bekerja.
b. Agar mahasiswa mampu memahami peran dan fungsi apoteker di apotek
terutama dalam hal pelayanan kefarmasian.
c. Agar mahasiswa mampu memahami peran dan fungsi apoteker di apotek
terutama dalam aspek manajerial yang mencakup pengelolaan sumber daya
manusia kesehatan, pengelolaan perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan,
pengelolaan administrasi keuangan apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Pengertian Apotek


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek, yang dimaksud dengan Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat (Menteri Kesehatan, 2002).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009,
pekerjaan kefarmasian adalah perbuatan meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional (Presiden Republik Indonesia, 2009).

2.2 Landasan Hukum Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
berlandaskan pada :
a. Undang - Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang - Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Undang - Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. Undang - Undang Obat Keras.
e. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan
atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
f. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker dan
Izin Kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 184/Menkes/Per/II/1995.
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


4

Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara


Pemberian Izin Apotek.
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
i. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek


Tugas dan fungsi Apotek menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun
2009 adalah :
a. Sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker.
b. Sarana penyelenggaraan pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care)
dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian
yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung
penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk
mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error).

2.4. Persyaratan Apotek


Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin suatu
Apotek adalah sebagai berikut :
a. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat dan perlengkapan yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi lain di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lain di luar sediaan
farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


5

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah


Apotek adalah :
a. Lokasi dan Tempat.
Persyaratan jarak antara Apotek tidak lagi dipermasalahkan tetapi tetap
mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk, Dokter praktek, dan sarana pelayanan kesehatan lain.
b. Bangunan dan Kelengkapan.
Bangunan Apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Apotek serta memelihara
mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat
dari bahan yang memadai dan memuat nama Apotek, nama Apoteker
Pengelola Apotek (APA), nomor SIPA, dan alamat Apotek. Luas bangunan
Apotek tidak dipermasalahkan, bangunan Apotek terdiri dari ruang tunggu,
ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet.
Bangunan Apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat
kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi
dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik.
1) Ruang tunggu
Ruang ini seyogyanya dibuat senyaman mungkin, bersih, segar, terang, dan
tidak terdapat nyamuk atau serangga sehingga pasien atau konsumen merasa
betah dan nyaman menunggu. Beberapa Apotek bahkan menyediakan majalah,
minuman mineral atau dispenser dan majalah kesehatan ilmiah. Bagian
penerimaan resep haruslah dibuat sebaik mungkin, karena berhubungan
langsung dengan pelanggan
2) Ruang peracikan
Penataan ruang sebaiknya diatur agar persediaan dapat dijangkau dengan
mudah pada saat persiapan, peracikan, dan pengemasan.
3) Bagian penyerahan obat
Untuk pelayanan profesional di Apotek, seyogyanya Apotek menyediakan
ruang/tempat khusus untuk menyerahkan obat dan dapat juga digabung dengan
ruang konsultasi atau pemberian informasi. Jika tidak bisa dibuat ruang
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


6

terpisah, dapat juga dilakukan pembatasan dengan menggunakan dinding


penyekat, sehingga dapat memberikan atau menyediakan kesempatan berbicara
secara pribadi dengan pelanggan atau pasien.
4) Ruang administrasi.
Ruangan ini terpisah dari ruang pelayanan ataupun ruang lainnya. Walaupun
tidak terlalu besar, namun disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan manajerial
dan juga digunakan untuk menerima tamu dari supplier atau industri/pabrik
farmasi.
c. Perlengkapan Apotek
Semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan
Apotek dan perlengkapan Apotek adalah:
1) Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan,seperti timbangan, mortar, dan
gelas ukur.
2) Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan
lemari pendingin.
3) Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas.
4) Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropik, dan bahan beracun.
5) Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana seperti
erlenmeyer, dan gelas ukur.
6) Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, dan salinan
resep.
7) Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru.

2.5. Tata Cara Pemberian Izin Apotek


Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI
kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek
(PSA) untuk membuka Apotek di tempat tertentu. Izin Apotek diberikan oleh
Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin,
dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan
kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


7

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993, mengenai Tata Cara
Pemberian Izin Apotek dinyatakan bahwa :
a. Permohonan izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan Apotek melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir model APT-4.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan
menggunakan contoh formulir model APT-5.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model
APT-6.
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


8

h. Terhadap permohonan izin Apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan


APA dan atau persyaratan Apotek atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan
permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib
mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan
menggunakan formulir model APT-7.

2.6. Personalia Apotek


Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu
Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002
Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggungjawab
pengelola Apotek :
a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada
jam buka Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker
Pendamping. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang telah bekerja di
Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikan pada
jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal
tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek
menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pengganti yaitu Apoteker yang
menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga
bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja (SIK) dan tidak
bertindak sebagai APA di Apotek lain.
c. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat dengan menggunakan formulir model APT-9.
d. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


9

e. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih


dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apoteker atas nama Apoteker
yang bersangkutan dapat dicabut.
Untuk mendukung kegiatan di Apotek apabila Apotek yang dikelola
cukup besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti Asisten Apoteker yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian sebagai Asisten Apoteker di bawah pengawasan Apoteker, juru resep
yaitu petugas yang membantu pekerjaan asisten Apoteker, kasir yaitu orang yang
bertugas mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan
kwitansi dan nota, pegawai tata usaha yaitu petugas yang melaksanakan
administrasi Apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, dan keuangan
Apotek.
Berdasarkan Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 Pasal 20-23
dijelaskan bahwa Apoteker Pengelola Apotek bertanggungjawab atas pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti,
dalam pengelolaan Apotek. Apoteker Pendamping bertanggungjawab atas
pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas
menggantikan APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti
dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-
kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus
diikuti dengan pembuatan berita acara.
Pada Pasal 24, dijelaskan apabila APA meninggal dunia, maka ahli waris
APA wajib melaporkan kejadian tersebut dalam waktu 2 x 24 jam kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada Apotek tersebut tidak terdapat
Apoteker Pendamping, maka laporan wajib disertai penyerahan resep, narkotika,
psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan
psikotropika. Penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana
dimaksud Pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan formulir model APT-11 dengan tembusan kepada Kepala
Balai POM setempat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


10

2.7. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek


Pelayanan Kefarmasian di Apotek dilakukan oleh Apoteker, yang wajib
memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker). STRA merupakan bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada Apoteker yang telah
diregistrasi. Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh surat
registrasi apoteker dan sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah
melakukan registrasi. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan (PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pasal 40 ayat 1) :
a. Memiliki ijazah Apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik;
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian
di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
Bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, apoteker
tersebut harus mempunyai SIPA. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah surat
izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit. SIPA juga harus
dimiliki bagi apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker
pendamping. Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian Apoteker dapat
dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK (Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian).
Dalam PP 51 pasal 54 diatur batasan tempat praktek apoteker. Apoteker
yang telah memiliki SIPA hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik,
atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Apoteker pendamping hanya
dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas
atau instalasi farmasi rumah sakit.
Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA)
wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku selama Apotek masih aktif
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


11

melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melakukan


pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI
No. 1332/MENKES/SK/2002, persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi SIPA
b. Fotokopi KTP Apoteker
c. Fotokopi denah bangunan apotek (dibuat sendiri)
d. Surat keterangan (sertifikat) status bangunan
e. Daftar rincian perlengkapan apotek
f. Daftar tenaga asisten apoteker, mencantumkan nama/alamat, tanggal lulus,
No.STRTTK
g. Surat pernyataan APA tentang : tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau
APA di apotek lain
h. Surat izin dari atasan langsung (untuk pegawai negeri atau ABRI)
i. Fotokopi akte perjanjian dengan PSA (bila kerjasama dengan PSA)
j. Surat pernyataan PSA tentang : tidak pernah melanggar peraturan perundang
undangan di bidang obat (bila kerjasama dengan PSA).

2.8. Pengelolaan Apotek


Pengelolaan dan pengarahan seluruh kegiatan Apotek dilakukan oleh
Apoteker Pengelola Apotek secara lebih efektif untuk memenuhi tugas dan fungsi
utamanya. Pada dasarnya pengelolaan Apotek dapat dibedakan menjadi
pengelolaan kefarmasian, managerial, dan administrasi.
2.8.1 Pengelolaan Pelayanan Kefarmasian
Pengelolaan pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi pelayanan atas
resep, pelayanan OTR, OWA, Obat Keras, Psikotropika dan Narkotika, dan
perbekalan farmasi lainnya, pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi
terhadap masyarakat serta monitoring penggunaan obat.
Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 yang meliputi :
a. Apotek wajib melayani resep Dokter, Dokter spesialis, Dokter gigi, dan Dokter
hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


12

Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada


kepentingan masyarakat.
b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang
bermutu baik dan absah.
c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat paten, namun resep dengan obat paten boleh diganti dengan obat
generik.
d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat
mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan
ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain
yang ditetapkan oleh Balai Besar POM.
e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker wajib
berkonsultasi dengan Dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih
tepat.
f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat
secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.
g. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada
Dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu Dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, Dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
h. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.
i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotek dengan baik dalam jangka
waktu 3 tahun.
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada Dokter penulis resep
atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan
atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.
k. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti
diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat
Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


13

2.8.2 Pengelolaan Managerial


Pengelolaan managerial di Apotek meliputi administrasi, pengelolaan
perbekalan farmasi dan pengelolaan sumber daya manusia. Aspek administrasi
merupakan aspek yang menangani pengelolaan pembukuan, laporan dan resep.
Sedangkan pengelolaan perbekalan farmasi meliputi aspek-aspek berikut, mulai
dari perencanaan pengadaan obat, cara pemesanan obat, cara penyimpanan obat,
penjualan obat dan pengelolaan obat rusak dan daluwarsa.
Pengaturan penyediaan obat (managing drug supply) merupakan hal
yang sangat penting di Apotek. Persediaan obat yang lengkap di Apotek
merupakan salah satu cara untuk menarik kepercayaan (pasien), namun
banyaknya obat yang tidak laku, rusak, dan kadaluarsa dapat menyebabkan
kerugian Apotek. Untuk mencegah hal tersebut, diperlukan keseimbangan antara
besar persediaan dan besarnya permintaan dari suatu barang yang disebut
pengendalian persediaan barang (inventory control).
Untuk mengendalikan persediaan obat diperlukan pencatatan mengenai
arus keluar masuk barang sehingga ada keseimbangan antara obat yang terjual
dengan obat yang harus dipesan kembali oleh Apotek. Pemesanan barang
disesuaikan dengan besarnya omset penjualan pada waktu yang lalu. Perencanaan
pembelian harus sesuai dengan kebutuhan Apotek yang dapat dilihat dari buku
defekta, bagian penerimaan resep dan penjualan obat bebas. Pembelian dapat
dilakukan secara tunai, kredit, dan konsinyasi.
Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan cara menyusun
prioritas berdasarkan analisis VEN dan PARETO :
a. Analisis VEN
Umumnya disusun dengan memperlihatkan kepentingan dan vitalitas
persediaan farmasi yang harus tersedia untuk melayani permintaan untuk
pengobatan yaitu :
V (Vital), maksudnya persediaan tersebut penting karena merupakan obat
penyelamat hidup manusia atau obat penyakit yang dapat mengakibatkan
kematian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


14

E (Esensial), maksudnya perbekalan yang banyak diminta untuk digunakan


dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak yang ada pada suatu
daerah atau rumah sakit.
N (Non esensial), maksudnya perbekalan pelengkap agar pengobatan menjadi
lebih baik.
b. Analisis PARETO (ABC)
Analisis ini disusun berdasarkan atas penggolongan persediaan yang
mempunyai volume dan harga obat. Kriteria dalam klasifikasi ABC yaitu:
Kelas A yaitu persediaaan yang memiliki nilai paling tinggi. Kelas ini menyita
sampai 80% dari total jumlah pengeluaran apotek meskipun jumlahnya hanya
20% dari seluruh item.
Kelas B yaitu persediaan yang memiliki nilai menengah. Kelas ini menyita
15%-20% dari total jumlah pengeluaran apotek dan jumlahnya sekitar 30% dari
seluruh item.
Kelas C yaitu persediaan yang memiliki nilai rendah. Kelas ini mewakili
sekitar 5%-10% dari total jumlah pengeluaran apotek, dan jumlahnya sekitar
50% dari seluruh item.
c. Kombinasi VEN-ABC
Analisis ABC mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai
penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis
VEN-ABC menggabungkan analisis PARETO dan VEN dalam suatu matrik
sehingga analisisnya menjadi lebih tajam. Matrik dapat dijadikan dasar dalam
menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam
pengelolaan persediaan. Jenis barang yang bersifat vital (VA, VB, VC)
merupakan pilihan utama untuk dibeli. Demikian pula dengan barang yang non
essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA, NB) juga dijadikan prioritas
untuk dibelanjakan, sedangkan barang Non Esensial dan bernilai kecil (NC)
dibelanjakan bila ada sisa anggaran.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


15

V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC

Gambar 2.1 Matriks Kombinasi VEN-ABC

Parameter pengendalian persediaan yang pertama yaitu persediaan rata-


rata yang dihitung dengan menjumlahkan stok awal dan stok akhir kemudian
dibagi dua. Berdasarkan data persediaan rata-rata dapat dihitung tingkat
perputaran persediaan. Parameter kedua adalah perputaran persediaan yang
dihitung dengan membagi jumlah penjualan dengan persediaan rata-rata. Data
perputaran persediaan ini dapat mengetahui lamanya obat disimpan di Apotek
hingga barang tersebut terjual. Barang-barang yang perputaran persediaannya
cepat, dengan arti barang tersebut telah dijual sebelum pembayaran jatuh tempo
(fast moving) harus tersedia lebih banyak dibanding barang yang perputaran
persediaannya lambat, yang berarti barang tersebut belum berhasil dijual sebelum
jatuh tempo pembayaran (slow moving).
Parameter yang ketiga adalah persediaan pengaman (safety stock) yaitu
persediaaan barang yang ada untuk menghadapi keadaan tidak menentu
disebabkan oleh perubahan pada permintaan atau kemungkinan perubahan pada
pengisian kembali. Parameter yang keempat adalah persediaan maksimum.
Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang tersedia. Jika
telah mencapai nilai persediaan maksimum maka tidak perlu lagi melakukan
pemesanan untuk menghindari terjadinya penimbunan barang yang dapat
menyebabkan kerugian.
Parameter kelima adalah persediaan minimum yang merupakan jumlah
persediaan terkecil yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai
persediaan minimum maka langsung dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha
dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah
persediaan minimum, maka dapat terjadi kekosongan barang. Parameter keenam

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


16

yaitu reorder point (titik pemesanan) merupakan titik dimana harus diadakan
pemesanan kembali untuk menghindari terjadinya kekosongan barang.
2.8.3 Pengelolaan Administrasi dan Perundang-undangan
Pengelolaan Administrasi dan Perundang-undangan di Apotek berupa
aspek legal pendirian apotek, administrasi pembelian, administrasi penjualan,
administrasi pajak, serta administrasi pelayanan di Apotek.

2.9. Pencabutan Surat Izin Apotek


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut
Surat Izin Apotek apabila:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apoteker Pengelola
Apotek, dan atau
b. Apoteker tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan, menyimpan, dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin dan melakukan penggantian obat generik dalam resep dengan obat
paten, dan atau
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dan dua tahun secara
terusmenerus, dan atau
d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Obat Keras Nomor.St. 1937 No.
541, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-undang
No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan, dan atau
e. Surat Izin Kerja APA dicabut dan atau Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat
dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat, dan atau
f. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan


pencabutan harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan
pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara
tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


17

tenggang waktumasing-masing 2 bulan dengan menggunakan contoh Formulir


Model APT-12. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6
bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-13. Pembekuan SIA dapat dicairkan
kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan.
APA atau Apoteker Pengganti, wajib mengamankan perbekalan
farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara sebagai berikut yaitu dilakukan
inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotik, obat keras tertentu, dan obat
lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotek. Narkotika, psikotropika, dan
resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker
Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan
inventarisasi yang dimaksud di atas.

2.10 Pengelolaan Narkotika


MenurutUndang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentangNarkotika, dalam
Bab I Pasal 1, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan. Dalam Bab III Pasal 6 disebutkan bahwa
narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu narkotika golongan I, yaitu narkotika
yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan; narkotika golongan II, yaitu narkotika yang
berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan; narkotika golongan III,
yaitu narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


18

Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di


bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, namun di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat
merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat
dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol,
baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan,
mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan
ketat. Tujuan pengaturan narkotika tersebut adalah menjamin ketersediaan
narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika, dan memberantas
peredaran obat gelap.
Di Indonesia, pengendalian dan pengawasan narkotika merupakan
wewenang Badan POM RI. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan
narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan
mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan
mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat
disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan,
penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.
2.10.1 Pemesanan Narkotika
Berdasarkan Undang-undang No. 9 Tahun 1976, Apotek hanya dapat
memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk memudahkan pengawasan maka
Apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan
menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi
dengan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, dan stempel Apotek. Satu SP hanya
boleh memesan satu jenis narkotika. Surat Pesanan terdiri dari 4 rangkap, 3
rangkap termasuk aslinya diserahkan ke pihak distributor (Kimia Farma)
sementara sisanya disimpan oleh pihak Apotek sebagai arsip.
2.10.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika
Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA yang dapat diwakilkan oleh
AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


19

jelas, nomor Surat Izin Apotek, dan stempel Apotek. Segala zat atau bahan yang
termasuk narkotika di Apotek wajib disimpan khusus sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Pasal 14 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009.
Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.28/MENKES/Per/V/1978. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat
penyimpanan narkotika di Apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama
digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika
yang digunakan sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari
40x80x100 cm maka lemari tersebut harus dilekatkan pada tembok atau lantai.
e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa.
g. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
2.10.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Ketentuan-ketentuan peresepan obat narkotika sebagai berikut:
a. Hanya dapat diserahkan dengan resep Dokter.
b. Resep tidak boleh diulang, tiap kali harus ada resep baru.
c. Resep yang mengandung narkotika diberi garis merah.
d. Nama dan alamat pasien dicatat di belakang resep.
e. Penyimpanan resep dipisahkan dari resep-resep yang lain.
Selain itu berdasarkan atas Surat Edaran Direktrorat Jenderal POM RI
(sekarang Badan POM RI) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :
a. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali,
Apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani oleh Apotek yang menyimpan resep asli.
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


20

b. Salinan resep dan resep narkotika dengan iter tidak boleh dilayani sama sekali.
Oleh karena itu, Dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep
yang mengandung narkotika.
2.10.4 Pelaporan Narkotika
Dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) disebutkan
bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, Apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, Dokter
dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan
laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada
dalam penguasaannya. Laporan narkotika diberikan kepada instansi yang
berwenang dibidangnya. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirim laporan
bulanan yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek.
2.10.5 Pemusnahan Narkotika
Apoteker Pengelola Apotek yang memusnahkan narkotika harus
membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika, yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. Nama, jenis dan jumlah.
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan
c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan.
d. Berita acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan dengan tembusan kepada Balai Besar POM.

2.11 Pengelolaan Psikotropika


Pengertian psikotropika dalam UU No. 5 Tahun 1997 adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika
dalam UU No. 5 Tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan
psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan
psikotropika sama dengan narkotika, yaitu menjamin ketersediaan psikotropika
guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


21

terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan memberantas peredaran gelap


nakotika.
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan
bahwa Psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi Narkotika
golongan I sehingga Lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU
No. 5 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Secara garis besar pengelolaan
psikotropika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, dan pemusnahan.
2.11.1 Pemesanan Psikotropika
Pemesanan Psikotropika memerlukan SP, dimana satu SP bisa digunakan
untuk beberapa jenis obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU No.
5 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2). Dalam Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa
penyerahan psikotropika oleh Apotek hanya dapat dilakukan kepada Apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, Dokter, dan pasien dengan
resep Dokter. Tata cara pemesanan dengan menggunakan SP yang ditandatangani
oleh APA. Surat Pesanan terdiri dari 2 rangkap, aslinya diserahkan ke pihak
distributor sementara salinannya disimpan oleh pihak Apotek sebagai arsip.
2.11.2 Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan psikotropika sampai saat ini belum diatur oleh
perundangundangan. Namun mengingat obat-obat tersebut cenderung
disalahgunakan maka disarankan agar penyimpanan obat-obat golongan
psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.
2.11.3 Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan
dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala
sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 33 ayat 1 dan Pasal 34 tentang
pelaporan psikotropika. Laporan dikirim setahun sekali ke Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan setempat selambat-lambatnya tanggal 10 tahun berikutnya, dengan
tembusan kepada Balai Besar POM.
2.11.4 Pemusnahan Psikotropika
Pemusnahan psikotropika berdasarkan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1997
tentang psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana,
diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku, dan atau tidak
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


22

dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa atau tidak


memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita
acara dalam waktu tujuh hari setelah mendapatkan kepastian.

2.12 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pekerjaan kefarmasian di Apotek tidak hanya pada pembuatan,
pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada
pelayanan informasi obat (PIO). Tujuan diselenggarakannya PIO di Apotek
adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat
pasien, tepat regimen (dosis, cara, waktu, dan lama pemberian), tepat obat, dan
waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang
Apoteker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang
dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
b. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai
suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan.
c. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut
pandang yang mungkin berlawanan.
d. Ilmiah, artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat
dipercaya.
e. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup
informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus
mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
Oleh karena itu, peran Apoteker di Apotek dalam pemberian informasi
obat kepada pasien, Dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting.

2.13. Pelayanan Swamedikasi


Berdasarkan Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas terbatas tahun
2006, pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat
secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi
yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


23

keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat
sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien.
Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian,
Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan dan
petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi. Apoteker harus
dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep
Dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat
menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan
secara tidak semestinya.
Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker
memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang
sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi
yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar
obat digunakan secara aman, tepat dan rasional, terutama dalam hal :
a. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
b. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta
c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Satu hal yang sangat penting dalam swamedikasi adalah meyakinkan
agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk
yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu Apoteker juga
diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor
penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus
berkonsultasi kepada Dokter.
Informasi tentang obat dan penggunaannya pada pasien saat swamedikasi
pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan
dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu antara lain:
a. Khasiat obat.
Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan,
sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami
pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


24

b. Kontraindikasi.
Pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang
diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.

c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada).


Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul,
serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
d. Cara pemakaian.
Kepada pasien harus diberikan informasi yang jelas cara pemakaian obat,
untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan,
dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
e. Dosis.
Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh
produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat
menyarankan dosis lain sesuai dengan kondisi kesehatan pasien.
f. Waktu pemakaian.
Harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, kapan waktunya pemakaian
obat, misalnya sebelum atau sesudah makan, saat akan tidur dan atau
bersamaan makanan. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat
tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu
dalam waktu bersamaan.
g. Lama penggunaan.
Kepada pasien harus diinformasikan berapa lama obat tersebut digunakan, agar
pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan.
h. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
i. Cara penyimpanan obat yang baik.
j. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
k. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


25

Di samping itu, Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien


tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini
penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek
farmakoekonomi dan hak pasien.
Di samping konseling dalam farmakoterapi, Apoteker juga memiliki
tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan
bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation)
dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang
bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut :
a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat
dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan
semua produk yang tersedia untuk swamedikasi.
b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan
kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila
dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan
kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk
menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai
efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang
menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota
masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus
dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan
tanpa indikasi yang jelas. Selain melayani konsumen secara bertatap muka di
Apotek, Apoteker juga dapat melayani konsumen jarak jauh yang ingin
mendapatkan informasi atau berkonsultasi mengenai pengobatan sendiri.
Suatu cara yang paling praktis dan mengikuti kemajuan jaman adalah dengan
membuka layanan informasi obat melalui internet atau melalui telepon.
Slogan Kenali Obat Anda. Tanyakan Kepada Apoteker kini semakin
memasyarakat. Para Apoteker sudah semestinya memberikan respons yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


26

baik dan memuaskan dengan memberikan pelayanan kefarmasian yang


profesional dan berkualitas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA APOTEK

3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk


Sejarah Kimia Farma (KF) dimulai sekitar tahun 1957, pada saat
pengambilalihan perusahaan milik Belanda yang bergerak di bidang farmasi oleh
Pemerintah Republik Indonesia (Pengenalan Perusahaan PT. Kimia Farma
(Persero), Tbk., 2010). Perusahaan- perusahaan yang mengalami nasionalisasi
antara lain N.V. Pharmaceutische Hendel vereneging J. Van Gorkom (Jakarta),
N.V. Chemicalier Handle Rathcamp & Co., (Jakarta), N.V. Bavosta (Jakarta), N.V.
Bandoengsche Kinine Fabriek (Bandung) dan N.V Jodium Onderneming
Watoedakon (Mojokerto).
Berdasarkan Undang-Undang No. 19/Prp/tahun 1960 tentang Perusahaan
Negara dan PP No. 69 tahun 1961 Kementerian Kesehatan mengganti Bapphar
menjadi BPU (Badan Pimpinan Umum) Farmasi Negara dan membentuk
Perusahaan Negara Farmasi (PNF). Perusahaan Negara Farmasi tersebut adalah
PNF Radja Farma, PNF Nurani Farma, PNF Nakula Farma, PNF Bio Farma, PNF
Bhinneka Kimia Farma, PNF Kasa Husada dan PNF Sari Husada.
Pada tanggal 23 Januari 1969, berdasarkan PP No. 3 Tahun 1969
perusahaan-perusahaan negara tersebut digabung menjadi PNF Bhinneka Kimia
Farma dengan tujuan penertiban dan penyederhanaan perusahaan-perusahaan
negara. Selanjutnya pada tanggal 16 agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi
Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik
Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut
PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi di ASEAN yang mengakibatkan
APBN mengalami defisit anggaran, dan hutang negara semakin besar. Untuk
mengurangi beban hutang, Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi
BUMN. Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan

27 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


28

BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma
(Persero), Tbk., diprivatisasi. Pada tanggal 4 Juli tahun 2000 PT. Kimia Farma
(Persero), Tbk. resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek
Surabaya (BES) sebagai perusahaan publik. Pada tanggal 4 Januari 2002 didirikan
2 anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading
& Distribution untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang
dengan cepat.

3.2 Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk

Gambar 3.1 Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk

PT. Kimia Farma (Persero), Tbk memiliki simbol yaittu matahari terbit
berwarna orange dan tulisan Kimia Farma dengan jenis huruf italic berwarna biru
di bawahnya (Gambar 3.1). Maksud dari simbol tersebut adalah:
a. Paradigma baru
Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru dalam kehidupan yanglebih
baik.
b. Optimis
Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut
adalahpenggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya.
c. Komitmen
Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam di barat secara teratur dan terus
menerus, memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam
menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang
farmasi dan kesehatan.
d. Sumber energi

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


29

Matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma


barumemposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat.
e. Semangat yang abadi
Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian.Harmonisasi
antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitusemangat yang abadi.

3.3 PT. Kimia Farma Apotek


PT. Kimia Farma Apotek (KFA) merupakan anak perusahaan dari PT.
Kimia Farma (Persero), Tbk. yang didirikan pada tanggal 4 Januari 2002. PT.
Kimia Farma Apotek adalah bagian dari bidang usaha farmasi yang bergerak di
bidang ritel produk-produk farmasi. PT. Kimia Farma Apotek telah memiliki
kurang ratusan apotek atas puluhan unit bisnis yang tersebar di seluruhIndonesia.

3.3.1. Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek


3.3.1.1. Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan
mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
3.3.1.2. Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui :
a. Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,klinik
laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
c. Pengambangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee-
Based Income).

3.3.2. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek


PT. Kimia Farma Apotek dimpimpin oleh seorang Direktur Utama yang
membawahi 3 direktur (Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan Direktur
SDM & Umum) dan 1 manajer (Manajer Pengembangan). Direktur Operasional
membawahi Manajer Controller, Compliance &Risk Management dan Manajer
Principal &Merchandise. Direktur Operasional juga mengoordinasi PT. Kimia

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


30

Farma Distribusi, Kimia Farma Klinik dan Kimia Farma Optik. Direktur
Keuangan membawahi Manajer Akuntansi, Keuangan dan IT dan Manajer Apotek
Bisnis (Unit Bisnis). Direktur SDM & Umum membawahi Manajer Human
Capital &General Affair.
Ada 2 (dua) jenis Apotek Kimia Farma, yaitu apotekadministrator yang
sekarang disebuat Business Manager (BM) dan apotek pelayanan. Business
Manager membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam suatu
wilayah. Business Manager bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang
dan administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya
konsep unit BM, diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam
suatu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam
pengambilan keputusan- keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian
masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah:
a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah.
b. Apotek pelayanan akan lebih fokus kepada kualitas pelayanan, sehinggamutu
pelayanan akan meningkat dan diharapkan akan berdampak pada peningkatan
penjualan.
c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang
diharapkanberimbas pada efisiensi biaya administrasi.
d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumberbarang
dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapatmemperbesar range
margin atau HPP rendah.
Untuk wilayah Jadebotabek terdapat 5 Unit BM, yakni:
a. Business Manager Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan
JakartaBarat dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru.
b. Business Manager Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Pusat, JakartaUtara
dan Jakarta Timur dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, di Matraman.
c. Business Manager Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok dan Sukabumi
dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor.
d. Business Manager Tanggerang, membawahi wilayah Provinsi Banten dengan
BM di Apotek Kimia Farma No. 78, Tanggerang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


31

e. Business Manager Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

3.4 Tinjauan Khusus Apotek Kimia Farma 1


Apotek Kimia Farma No.1 merupakan salah satu apotek pelayanan yang
tergabung dalam unit Business Manager (BM) Jaya II. Terletak di Jalan Garuda
No. 47, Kemayoran, Jakarta Pusat (Lampiran 19). Selain perbekalan farmasi dan
alat kesehatan, Apotek Kimia Farma No. 1 juga dilengkapi dengan fasilitas medis
lainnya seperti tersedianya jasa praktek dokter umum dan dokter gigi juga
laboratorium klinik.

3.5 Lokasi dan Tata Ruang


3.5.1. Lokasi
Ditinjau dari lokasinya, apotek ini cukup strategis dan ramai dilalui baik
oleh kendaraan umum maupun pribadi. Apotek terletak di tepi jalan raya dua arah
yang dekat dengan pemukiman, sekolah, rumah makan, perkantoran dan
pertokoan. Di depan apotek terdapat area parkir yang dikhususkan untuk
pelanggan apotek. Bagian depan apotek dilengkapi dengan papan iklan Kimia
Farma dengan warna biru tua dan logo berwarna jingga dengan tulisan Kimia
Farma dengan tujuan agar masyarakat dapat dengan mudah menemukan Apotek
Kimia Farma (Lampiran 20).

3.5.2. Tata Ruang


Apotek terdiri atas 2 Lantai. Lantai 1 merupakan Apotek Pelayanan dan
ruang praktek dokter umum dan dokter gigi sedangkan lantar 2 merupakan
laboratorium klinik. Tata ruang apotek memiliki konsep semi terbuka sehingga
pasien dapat melihat langsung apa yang sedang dilakukan oleh pegawai apotek,
kecuali ruangan peracikan dan administrasi. Desain bangunan apotek yang
menggunakan kaca di bagian depan apotik dimaksudkan agar menarik perhatian
pengguna jalan yang melewati apotek untuk berkunjung. Selain itu, bertujuan agar
mempermudah masyarakat untuk melihat kondisi di dalam apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


32

Pembagian ruangan yang terdapat di dalam apotek Kimia Farma no.1


antara lain:
3.5.2.1. Aula Swalayan Farmasi
Swalayan farmasi terdiri dari perbekalan kesehatan yang dapat dibeli
secara bebas tanpa resep dokter. Area swalayan farmasi terletak di sebelah kiri
dari pintu masuk, sehingga mudah dilihat oleh pengunjung, baik pengunjung yang
bertujuan langsung membeli obat swalayan, maupun pengunjung yang sedang
menunggu pelayanan resep. Swalayan farmasi menyediakan berbagai jenis
makanan, minuman, kosmetika, food supplement, obat herbal dan perlengkapan
kesehatan lainnya. Obat-obat OTC diletakkan berdasarkan bentuk sediaan dan
fungsi farmakologisnya misalnya obat demam, obat batuk dan obat saluran
pencernaan (Lampiran 21).

3.5.2.2. Ruang Tunggu


Ruang tunggu terdapat di sebelah kanan arah masuk pintu. Ruang tunggu
dilengkapi koran, brosur, tabloid dan majalah kesehatan yang disediakan oleh
apotek yang dapat dibaca oleh pasien/pelanggan ketika menunggu penyerahan
obat. Selain bahan bacaan, terdapat juga televisi dan AC untuk membuat pasien
merasa nyaman menunggu, selain itu juga terdapat lemari pendingin berisi
minuman ringan yang dapat dibeli oleh pelanggan.

3.5.2.3. Area Pelayanan


Area pelayanan terdiri dari tempat penerimaan resep sekaligus kasir,
tempat penyiapan obat, tempat penyerahan obat, dan tempat pembelian HV (hand
verkoop) atau obat-obat OTC (over the counter). Antara pelanggan dengan bagian
dalam area pelayanan dibatasi oleh meja berbentuk huruf L dengan tinggi setara
dada orang dewasa. Terdapat 2 counter untuk penerimaan resep maupun
pelanggan yang membeli obat-obat HV, masing-masing counter memiliki
komputer yang berfungsi untuk memeriksa ketersediaan barang
danmenginformasikan harga obat kepada pasien sehingga memudahkan pelayanan
dan menghindari antrian yang panjang (Lampiran 22).

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


33

3.5.2.4. Tempat Penyimpanan dan Peracikan Obat


Di bagian dalam area pelayanan apotek terdapat lemari obat sebagai
tempat penyimpanan obat yang disusun di rak obat (Lampiran 24). Di ruangan ini
dilakukan proses pembacaan resep, penyiapan obat, dan pembuatan etiket.
Ruangan ini dilengkapi dengan lemari obatobat ethical, meja serta kursi untuk
menulis, etiket, kemasan, label, lembar copy resep, kuitansi, dan bukubuku
panduan yang diperlukan seperti ISO, MIMS, dan buku yang berisi daftar obat
untuk resep resep kredit.
Penempatan obat ethical di rak disusun berdasarkan abjad, antibiotik,
bentuk sediaan, dan stabilitasnya (Lampiran 23). Hal ini dilakukan untuk
mempermudah saatpengambilan obat. Obat ethical dengan bentuk solid (tablet
dan kapsul dalam stripatau blister) disusun di rak yang dapat diputar sehingga
dapat menghemat tempatuntuk meletakan obat. Untuk obat-obat yang tidak stabil
pada suhu ruangan,penyimpanannya diletakkan di dalam lemari pendingin yang
memiliki pengatursuhu. Lemari pendingin tersebut terletak di ruang peracikan.
Obat-obat golongannarkotika dan psikotropika disimpan terpisah pada lemari
yang tidak dapat digeser, tertempel di lantai dan dinding, terbuat dari kayu,
memiliki dua bagian, dan masing-masing memiliki kunci yang berbeda (Lampiran
18).
Tempat peracikan obat berada di bagian belakang. Di dalam ruangan ini
dilakukan penimbangan, peracikan, dan pengemasan obatobat racikan. Ruangan
ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperti timbangan, lumpang dan alu, bahan
baku, cangkang kapsul, kertas puyer berlogo Kimia Farma, kertas perkamen,
mesin press untuk kertas puyer, dan mesin penggerus (pulverizer). Untuk lebih
jelas mengenai ruang peracikan dapat dilihat pada Lampiran 25.

3.5.2.5. Ruang Apoteker Pengelola Apotek


Ruangan ini digunakan oleh Apoteker Pengelola Apotek untuk
melakukan tugas dan tanggung jawabnya, baik dalam hal teknis kefarmasian
(fungsi kontrol) dan nonteknis kefarmasian. Ruangan ini terletak di belakang

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


34

kasir. Terdapat satu perangkat komputer yang terletak di meja Apoteker dan
monitor yang menampilkan gambar yang diambil dari kamera pengawas di
apotek. Ruangan ini juga digunakan untuk keperluan administrasi apotek.

3.5.2.6. Ruang Penunjang Lainnya


Terdapat ruang ATM yang berada di samping pintu masuk apotek. Selain
itu juga terdapat 2 buah toilet dan mushola juga terdapat dapur untuk kebutuhan
para petugas apotek.
3.5.2.7. Halaman Depan Apotek
Di halaman depan apotek terdapat tempat parker kendaraan yang cukup
luas dan memadai untuk kendaraan roda dua maupun roda empat (Lampiran 20).

3.6 Struktur Organisasi dan Personalia


Apotek Kimia Farma No. 1 dikepalai oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) yang juga merangkap sebagai Manager Apotek Pelayanan (MAP).
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, APA dibantu oleh Apoteker
Pendamping. APA membawahi supervisor (Asisten Apoteker Senior) yang
mengawasi bagian layanan farmasi dan swalayan farmasi. Bagian layanan farmasi
ditangani oleh asisten apoteker yang membawahi juru resep sedangkan bagian
swalayan farmasi ditangani oleh asisten apoteker yang membawahi petugas
HV/OTC. Untuk lebih jelasnya struktur organisasi Apotek Kimia Farma No. 1
dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.7 Tugas dan Tanggung Jawab Personil Apotek


Untuk kemudahan dan keefektifan dalam pekerjaan, diterapkan
pembagian tugas dan tanggung jawab pada setiap bagian berikut:
3.7.1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apotek Kimia Farma No. 1 dipimpin oleh seorang APA yang telah
memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yakni telah memiliki
surat izin kerja dan telah mengucap sumpah. APA beranggung jawab penuh
terhadap semua kegiatan yang terjadi di apotek, baik di bidang teknis kefarmasian

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


35

(seperti kegiatan pelayanan kefarmasian) maupun non-teknis kefarmasian (bidang


administrasi dan ketenagakerjaan). APA sebagai manajer pelayanan di Apotek
bertanggung awab secara langsung kepada BM Jaya II. Tugas dan tanggung jawab
APA antara lain yaitu:
a. Kepemimpinan, penentukan kebijaksanaan, pelaksanakan pengawasan dan
pengendalian apotek sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
b. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sesuai dengan
pedoman yang telah ditentukan oleh perusahaan antara lainmenentukan target
yang akan dicapai, kebutuhan sarana, personalia dan anggaran dana yang
dibutuhkan.
c. Penyusunan program kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.
d. Pemberian pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi kepadapasien,
dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
e. Pengelolaan dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi di apotek untuk
memastikan ketersediaan barang atau obat sesuai dengan kebutuhandan
rencana yang telah ditetapkan.
f. Penguasaan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan farmasi
yangberlaku, seperti pelaporan bulanan narkotika.
g. Pemberian laporan berkala tentang kegiatan apotek secara keseluruhan kepada
BM Jaya II.

3.7.2. Apoteker Pendamping


Apoteker pendamping adalah apoteker yang bertugas memberikan
pelayanan farmasi pada saat APA tidak berada di apotek. Kegiatan yang
dilakukan oleh apoteker pendamping adalah penyerahan obat dan perbekalan
farmasi kepada pasien, pemberian informasi obat, dan konseling.

3.7.3. Supervisor Layanan Farmasi


Supervisor adalah seorang asisten apoteker yang bertanggung jawab
langsung kepada APA. Tugas supervisor di apotek adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


36

a. Pengkoordinasian dan pengawasan kerja para pegawai apotek,


termasuk,pengaturan jadwal kerja, pembagian tugas dan tanggung jawab
terhadappersediaan obat.
b. Pertanggungjawaban atas kelancaran pada setiap shift dinas.
c. Pengaturan dan pengawasan penyediaan dan pengeluaran obat-obatan.
d. Menandatangani dan mengetahui bukti setoran kas apotek.
3.7.4. Asisten Apoteker (AA)
Tugas dan tanggung jawab asisten apoteker secara garis besar terbagi
menjadi 2 (dua), yakni:
1) Pelayanan (Penjualan)
Tugas pokok pelayanan (penjualan) adalah:
a) Pelayanan resep tunai dan kredit serta pemasukkan data pasien dan resep ke
dalam computer.
b) Pemeriksaan ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya berdasarkan
resep yang diterima.
c) Pengaturan dan penyusunan penyimpanan obat dan perbekalan
farmasilainnya di ruang peracikan berdasarkan jenis dan sifar barang yang
disusun secara alfabetis dan berurutan serta mencatat keluar masuknya
barang dikartu stok.
d) Penyiapan dan peracikan obat sesuai dengan resep dokter, yaitu
perhitungan dosis, penimbangan bahan, penyiapan obat, pengemasan
danpemberian etiket.
e) Pembuatan kwitansi dan/atau salinan resep untuk obat yang hanya sebagian
ditebus atau bila pasien membutuhkannya.
f) Pemeriksaan kebenaran obat yang akan diserahkan pada pasien,
meliputietiket (nama pasien, nomor urut, tanggal resep, tanggal daluwarsa),
nama dan jumlah obat, bentuk sediaan, aturan pakai dan/atau salinan resep.
g) Penyerahan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta pemberianinformasi
yang harus diberikan kepada pasien.

2) Pengadaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


37

Tugas pokok pengadaan adalah:


a) Pencatatan dan perencanaan barang yang akan dipesan berdasarkan defekta
dari bagian peracikan maupun penjualan bebeas. Jenis barang yang akan
dipesan disusun dalam Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA).Pemesanan
barang yang telah direncanakan dilakukan ke BM menggunakan BPBA
secara online. Untuk form BPBA dapat dilihat pada Lampiran 4.
b) Pemeriksaan kesesuaian antara faktur pembelian asli, salinannya, jumlah
barang, harga dan potongan.
c) Penerimaan barang dari administrator maupun distributor langsung
danpemeriksaan kesesuaian barang yang diterima.
d) Pencatatan barang yang sudah diterima dan pencocokannya dengan BPBA.

3.7.5. Juru Resep


Juru resep bertugas membantu asisten apoteker dalam menyiapkan obat
dan perbekalan farmasi lainnya. Tugas juru resep adalah sebagai berikut:
a) Membantu asisten apoteker dalam meyiapkan obat, mengerjakan obat-obat
racikan yang telah disiapkan dan dicek oleh asisten apoteker.
b) Membuat obat racikan standar dibawah pengawasan asisten apoteker.
c) Menjaga kebersihan apotek.

3.7.6. Petugas HV/OTC


Tanggung jawab petugas HV/OTC adalah:
a) Pelayanan penjualan obat bebas, obat bebas terbatas serta barang-barang lain
yang dijual bebas dengan menggunakan bon penjualan bebas.
b) Penerimaan pembayaran tunai dari semua transaksi yang terjadi dari
penjualan bebas dan alat kesehatan.
c) Penjagaan kebersihan dan penataan ruangan penjualan obat bebas.

3.8 Kegiatan Apotek Kimia Farma No. 1


Kegiatan pelayanan dilaksanakan dari hari Senin hingga Minggu selama
24 jam yang terbagi dalam 3 shift yaitu shift pagi pukul 08.00-14.30 WIB, shift

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


38

siang pukul 14.30-21.00 WIB dan shift malam pukul 21.00-08.00. Kegiatan utama
yang dilakukan meliputi kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan nonteknis
kefarmasian.

3.8.1. Kegiatan Teknis Kefarmasian


Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi
pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi
lainnya serta pengelolaan narkotika dan psikotropika.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


39

3.8.1.1. Pengadaan barang


Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 1 dilakukan berdasarkan
buku defekta yang berisi data persediaan barang yang sudah hampir atau sudah
habis. Bagian pembelian dan pengadaan melakukan pemeriksaan kembali
kekesuaian antara data pada buku defekta dengan persediaan barang yang ada
untuk menentukan jumlah barang yang akan dipesan. Untuk lebih jelas mengenai
alur pengadaan barang di Apotek Kimia Farma dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selain itu diperhatikan juga tingkat keterjualan barang agar tidak terjadi
kekosongan persediaan maupun penumpukan barang di apotek. Pemesanan
dilakukan setiap minggu ke bagian pengadaan BM Jaya II untuk digabung dengan
pesanan Apotek Kimia Farma lainnya dan kemudian dilanjutkan ke Pedagang
Besar Farmasi (PBF) yang resmi sebagai jaminan mutu dan keabsahan barang.
Pemesanan barang ke BM Jaya II dilakukan secara online menggunakan Bon
permintaan Barang Apotek (BPBA). Format BPBA dapat dilihat pada Lampiran
4. BM Jaya II akan membuat Surat Pesanan (SP) kepada PBF yang ditunjuk. PBF
melalui distributornya akan mengirimkan barang-barang yang telah dipesan
sebelumnya ke BM berdasarkan SP. Pengadaan barang dengan sistem satu pintu
yang dilakukan secara terpusat oleh BM Jaya II ini memiliki beberapa keuntungan
yaitu: apotek tidak perlu membeli barang dalam kemasan utuh (box), dan apotek
juga mendapatkan tambahan potongan harga dari jumlah yang dibeli. Barang yang
dipesan kemudian akan diantarkan ke apotek bersama dengan dokumen dropping
barang (Lampiran 5).
Pembelian dikelompokan menjadi:
a) Pembelian rutin
Pembelian rutin biasa dilakukan melalui BM berdasarkan SP atau BPBA.
Keuntungan dari sistem ini adalah tercapainya efisiensi baik dari segi waktu
dan biaya. Selain itu, apotek tidak pelu memikirkan diskon dan pemilihan PBF
tertentu.
b) Pembelian mendesak (by pass)
Bila ada perbekalan farmasi yang dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan
di apotek (cito), apotek dapat mengadakan by pass atau pembelian mendesak

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


40

ke BM Jaya II. Perbekalan farmasi yang akan di by pass tidak boleh terdapat
pada daftar BPBA minggu tersebut karena jumlah perminyaan akan menjadi
ganda. Selain itu, apotek dapat juga melakukan dropping antar apotek, yaitu
permintaan barang antar apotek (pembelian intern antar Apotek Kimia Farma).
Permintaan barang antar Apotek Kimia Farma duajukan dengan menggunakan
BPBA, sehingga apotek yang meminta akan menambah pembelian dan apotek
yang memberikan barang akan menambah penjualan.
c) Pembelian tunai
Pembelian tunai dilakukan berdasarkan kebutuhan dengan persetujuan ke
apoteker, kemudian faktur atau nota yang ada di-entry dan dilaporkan ke BM.
d) Konsinyasi
Konsinyasi merupakan bentuk kerjasama yang biasanya dilakukan untuk
produk atau obat-obat baru, barang promosi, alat kesehatan, food supplement.
Konsinyasi dilakukan dengan cara menitipkan produk dari perusahaan kepada
Kimia Farma, kemudian setiap bulannya dilakukan pengecekan dari pihak
perusahaan untuk mengetahui jumlah produk yang terjual. Barang konsinyasi
ini apabila tidak laku, dapat diretur dan yang difakturkan untuk dibayar adalah
yang terjual saja. Pemilihan pemasok dilakukan oleh BM dengan
mempertimbangkan mutu barang yang ditawarkan, ketepatan waktu
pengiriman, masa kredit yang panjang, harga yang bersaing serta potongan
harga yang diberikan, serta pemasok tersebut merupakan agen resmi yang
ditunjuk oleh industri farmasi. Pemesanan barang hanya dilakukan kepada
pemasok yang telah mempunyai ikatan kerjasama dengan Kimia Farma
sehingga masuknya obat palsu dapat dicegah. Penggantian produk yang sudah
tidak kompeten harus melalui BM Kimia Farma. Alur pengadaan barang di
Apotek Kimia Farma No. 1 dapat dilihat di Lampiran 3.

3.8.1.2. Penerimaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi


Perbekalan farmasi yang telah dipesan akan dikirim ke Apotek Kimia
Farma No. 1 disertai dengan faktur dan diterima oleh petugas pembelian. Petugas
kemudian melakukan pengecekan kesesuaian terhadap barang yang diterima

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


41

dengan SP dan faktur. Jika barang telah sesuai maka faktur diberi nomor unit
penerimaan, ditandatangani dan distempel, kemudian didokumentasikan ke dalam
buku penerimaan barang.
Jika barang datang tidak sesuai dengan SP atau terdapat kerusakan fisik
maka bagian pembelian akan membuat nota pengembalian barang atau retur dan
mengembalikan barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan
barang yang sesuai.
Perbekalan farmasi yang telah diterima disimpang dalam rak-rak obat di
ruang peracikan secara alfabetis dan kartu stok langsung diisi. Penyimpanan obat
dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan kecepatan keluar masuknya obat.
Lemari tempat penyimpanan obat-obat ethical merupakan rak yang dapat diputar,
yang dimaksudkan agar dapat menampung lebih banyak jenis obat, sehingga
pemakaian space menjadi efisien dan mempermudah proses penyiapan dan
pembuatan obat. Hal tersebut dikarenakan obat-obat ethical memiliki merek yang
jumlahnya sangat banyak. Untuk mencegah obat kadaluarsa yang tidak terkontrol,
selain diterapkan sistem FEFO, di apotek juga dibuat stiker kertas berwarna yang
ditempelkan di kotak obat yang menandakan tahun kadaluarsa obat.
Penempatan obat generik dipisahkan dengan obat-obat paten. Obat-obat
psikotropika dan narkotika dipisah tempat penyimpanannya yaitu dalam lemari
khusus. Obat-obat lain yang tidak stabil pada suhu kamar disimpan di lemari
pendingin. Masing-masing kotak penyimpanan obat dilengkapi dengan kartu stok
obat yang berfugsi sebagai dokumentasi keluar masuknya obat dan berfungsi
sebagai control. Penulisan kartu stok dilakukan berdasaran nomor transaksi dan
nomor tersebut berbeda antara jenis penjualannya, yaitu resep dokter, resep kredit,
obat OTC dan UPDS.
Obat-obat OTC diletakkan pada rak yang diatur sedemikian rupa agar
memudahkan pelanggan untuk memilih produk yang diinginkan. Produk yang
dijual antara lain obat bebas terbatas, obat bebas, alat kesehatan, vitamin, susu,
produk bayi, kosmetika, jamu, makanan dan minuman kesehatan. Obat OTC yang
diletakan secukupnya pada rak untuk menghindari barang terlalu penuh di rak.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


42

Sisa obat OTC diletakan dalam lemari penyimpanan di ruang peracikan. Untuk
melakukan pengawasan dan kontrol terhadap persediaan barang maka tiap 3 bulan
dilakukan stock opname yaitu dengan mencocokan jumlah barang yang ada
dengan catatan kartu stok. Format kartu stok dapat dilihat pada Lampiran 9.

3.8.1.3. Pelayanan (Penjualan)


Penjualan yang dilakukan oleh meliputi penjualan secara tunai dan kredit
obat dengan resep dokter, serta pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri
(UPDS). Penjualan tunai obat dengan resep merupakan pelayanan yang paling
banyak dilakukan. Resep sebagian besar berasal dari praktek in house praktek
dokter umum maupun dokter gigi di apotek juga dari dokter serta rumah sakit di
sekitar wilayah apotek. Petugas yang melayani resep diatur sedemikian rupa
sehingga dapat dilakuakn cross-check terhadap obat yang akan diberikan. Pada
setiap tahapannya petugas apotek wajib membubuhkan paraf atas kegiatan yang
dikerjakan pada resep tersebut. Bila terjadi sesuat maka dapat ditelusuri kembali
tahap dimana terdapat kesalahan dan siapa yang bertanggung jawab terhadap
tahap tersebut. Alur pelayanan resep tunai adalah sebagai berikut:
a) Penerimaan resep atau salinan resep
Pembeli datang menyerahkan resep kepada bagian pelayanan, kemudian resep
atau salinan resep diperiksa keabsahannya/dilakukan skring resep. Form
skrining resep dapat dilihat pada Lampiran 10. Setelah diperiksa keabsahannya
kemudian diperiksa apakah obat yang tertera dalam resep terdapat dalam
persediaan atau tidak. Bila ada maka kemudian dihitung harga obat dan
diberitahuan kepada pasien jumlah harga yang harus dibayar. Bila pasien
menyetujui harga maka dilakukan pencetakan struk penjualan. Bila pasien
tidak sanggup membayar, maka dapat ditawarkan pasien untuk menebus obat
dengan jumlah sebagiannya ataupun mengganti dengan produk obat lain yang
lebih murah. Apabila obat tidak tersedia, dapat dilakukan negosiasi dengan
pasien atau dokter penulis resep untuk mengganti obat dengan obat yang setara.
Cara lain yang dapat ditawarkan yaitu apotek melakukan pembelian yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


43

mendesak kemudian menawarkan kepada pasien bahwa obat dapat diantar


apabila alamat dapat terjangkau.
b) Perjanjian dan pembayaran
Fase ini terdiri dari pengambilan obat, ada tidaknya penggantian obat,
pembayaran dengan uang tunai atau kredit, validasi dan penyerahan nomor
resep, pembuatan kwitansi dan/atau salinan resep (Lampiran 12). Setelah itu,
resep dan/atau salinan resep beserta uang dan/atau alat pembayaran sah lainnya
diterima. Untuk pasien yang meminta kwitansi dibubuhkan tanda KW.
Untuk form kuitansi dapat dilihat pada Lampiran 11.

c) Peracikan dan penyiapan obat


Resep yang diterima, dibaca dan diberi tanda merah bila menandung sediaan
narkotika. Obat yang diresepkan dapat berupa obat jadi ataupun obat racikan.
Untuk obat jadi, maka saat pengambilan obat dilakukan pencatatan dalam kartu
stok kemudian diberi etiket sesuai dengan perintah yang tertera pada resep.
Bila obat berupa obat racikan maka dilakukan pembuatan etiket terlebih
dahulu, yang sebelumnya dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara dosis
dengan kondisi pasien. Kemudian dilakukan pengambilan obat dan pencatatan
di kartu stok kecuali untuk bahan obat. Perhitungan dan/atau penimbangan
dilakukan bila obat berbentuk serbuk atau salep, dan pengukuran dengan gelas
ukur apabila obat berbentuk cair.Untuk obat berbentuk puyer harus
dimasukkan dalam kertas perkamen seperti yang tertera pada Lampiran 16.
Selanjutnya obat-obat ini diberi etiket/label sesuai dengan jenisnya dan untuk
obat yang digunakan untuk oral maka obat dimasukkan dalam bungkus obat
seperti yang tertera pada Lampiran 15. Untuk obat dalam diberikan etiket
warna putih dan untuk obat luar diberikan label warna biru. Selain itu obat-
obat tertentu juga diberikan label khusus seperti antibiotik diberi label
Habiskan dan untuk obat batuk biasanya diberi label Kocok Dahulu. Untuk
lebih jelas menyenai label dan etiket dapat dilihat pada Lampiran 14.

d) Pemeriksaan obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


44

Pemeriksaan kebenaran obat dengan resep meliputi nomor resep, nama obat
dan dosis, jumlah obat, aturan pakai, waktu kadaluarsa dan harga. Obat
dikemas, dan resep disatukan dengan obat yang dimita dan diserahkan ke
petugas penyerahan obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


45

e) Penyerahan obat
Sebelum menyerahkan obat, dilakukan pemeriksaan kembali antara resep, struk
harga, dan obat yang telah dipersiapkan, untuk memastikan obat akan diberikan
kepada orang yang tepat, kemudian struk pada pasien diberi paraf. Pada saat
penyerahan, pasien perlu diberi informasi mengenai obat dan cara pemakaian
terutama untuk obat yang memerlukan perhatian khusus.
Penjualan dengan cara kredit obat dengan resep dokter adalah penjualan
obat dengan resep berdasarkan perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh
suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang sering disebut Ikatan Kerja Sama
(IKS). Instansi yang bekerja sama dengan Apotek Kimia Farma No. 1 antara lain
PLN (Perusahaan Listrik Negara), PT. Persero Gas Negara, PT. Indosat, dan PT.
Angkasa Pura I.
Pelayanan resep kredit dapat dilakukan melalui faksimili ataupun telepon
dan selanjutnya asisten apoteker akan membuat salinan resep atau pasien yang
akan datang dengan membawa resep yang telah diberikan oleh dokter perusahaan.
Pembayaran dilakukan secara menurut kontrak kerjasama dengan instansi tempat
pasien atau keluarga pasien tersebut bekerja.
Prosedur pelayanan resep kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan
resep tunai, hanya saja pada pelayanan resep kredit terdapat beberapa perbedaan
yaitu:
a) Setelah penerimaan dan pemeriksaan resep maka tidak dilakukan penetapan
harga dan pembayaran oleh pasien tetapi langung dikerjakan oleh petugas
apotek.
b) Perbedaan penomoran resep kredit dengan resep tunai. Resep diberi nomor urut
resep dalam lembar pemeriksaan proses resep/ lembar skrining resep
(Lampiran 13).
c) Pada saat peyerahan obat, petugas akan meminta tanda tangan pasien pada
lembar terima tanda obat.
d) Penyusunan dan penyimpanan resep kredit dipisah dari resep tunai yang akan
dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan tiapinstansinya dan
dibuatkan lebnar atau surat penagihan sesuai dengan format yang diminta.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


46

Penagihan dilakukan saat jatuh tempo sesuai kesepakatan yang dilakukan


sebelumnya.
Alur pelayanan baik untuk resep tunai maupun untuk resep kredit dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Penjualan bebas dilakukan untuk produk OTC yang terletak di swalayan
farmasi, yaitu produk-produk yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti
obat bebas, obat bebas terbatas, alat kesehatan, kosmetik, perlengkapan
danmakanan bayi, makanan dan minuman ringan. Adapun prosedur penjualan
produk OTC adalah sebagai berikut:
a) Penerimaan barang oleh petugas OTC dari pembeli kemudian dihitung harga
yang akan dibayarkan.
b) Setelah harga disetujui, pembeli akan membayar ke kasir. Kasir akan menerima
pembayaran dan membuat struk pembayaran penjualan bebas.
c) Barang beserta struk pembayaran diserahakn kepada pembeli dengan informasi
secukupnya.
d) Pengumpulan bukti penjualan obat bebas dan diurut berdasarkan nomor. Alur
pelayanan penjualan bebas dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) adalah penjualan obat
bebas atau perbekalan farmasi yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti
OTC baik obat bebas maupun obat bebas terbatas. Pelayanan UPDS mengikuti
alur sebagai berikut:
a) Petugas menerima permintaan barang dari pasien dan langsung
menginformasikan ketersediaan obat.
b) Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir.
c) Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti penyerahannota
penjualan bebas.
d) Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepadapasien.

3.8.1.4. Pengelolaan Narkotika


Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai
pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


47

tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 1


meliputi :
a) Pemesanan narkotika.
Pemesanan sediaan narkotika dilakukan oleh apotek Kimia Farma No. 1yang
dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan
dilakukan ke Pedagang Besar Farmasi Kimia Farma selaku distributor tunggal
dengan membuat surat pesanan khusus narkotika (Lampiran 6) yang
dibuatrangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis obat
narkotika, yang masing-masing diserahkan kepada PBF (Surat Pesanan asli dan
2 Lembar copySurat Pesanan), dan satu lembar sebagai arsip di apotek. SP
narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas,
nomor SIK, SIA dan stempel apotek.

b) Penerimaan narkotika
Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh Manager Apotek
Pelayanan atau dilakukan dengan sepengetahuan Manager Apotek Pelayanan.
Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan
dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi
jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.

c) Penyimpanan narkotika
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika disimpan dalam lemari
yangterbuat dari kayu yang kuat dan mempunyai kunci yang dipegang oleh
Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh Apoteker.

d) Pelayanan narkotika
Apotek hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang
dibuat sendiri oleh apotek tersebut yang obatnya belum diambil sama
sekaliatau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat
narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


48

e) Pelaporan narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan selambat-
lambatnyatanggal 10 setiap bulannya. Laporan narkotika dibuat rangkap empat
dan ditandatangani oleh Manajer Apotek Pelayanan dengan mencantumkan
nama jelas, alamat apotek, dan stempel apotek. Form pelaporan narkotika
(SIPNAP) di apotek dapat dilihat pada Lampiran 17. Laporan yang kemudian
dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada:
a. Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta
b. Penanggung Jawab Narkotika PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
c. Arsip apotek

f) Pemusnahan narkotika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut:
a. Manager Apotek Pelayanan membuat dan menandatangani
suratpermohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisiantara lain, jenis
dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak memenuhisyarat.
b. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh Manager
ApotekPelayanan dikirimkan ke Balai Besar POM DKI Jakarta. Balai
Besar POMDKI Jakarta akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.
c. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari Manajer
Apotekpelayanan, Asisten Apoteker, Petugas Balai POM, dan Kepala
KantorDepkes Kota Madya Jakarta Pusat.
d. Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita
AcaraPemusnahan yang berisi:
(1) Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan.
(2) Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek atau
dokterpemilik narkotika.
(3) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
(4) Cara pemusnahan.
(5) Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter
pemilik narkotika dan saksi-saksi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


49

Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Suku DInas Pelayanan


Kesehatan, dengan tembusan:
(1) Balai Besar POM DKI Jakarta
(2) Penanggung jawab PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
(3) Arsip Apotek

3.8.1.5. Pengelolaan Psikotropika


Pengelolaan psikotropika di apotek meliputi :
a) Pemesanan psikotropika
Obat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat
PesananPsikotropika (Lampiran 7) yang ditandatangani oleh MAP dengan
mencantumkan nomor SIK. SP tersebut dibuat rangkap dua dan setiap surat
dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. Selain itu juga di
Apotek Kimia Farma 1 juga terdapat beberapa pesanan preskursor. Untuk form
surat pesanan prekursor dapat dilihat pada Lampiran 8.

b) Penyimpanan psikotropika
Penyimpanan obat psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 1 ada dalamlemari
narkotika tetapi terpisah dengan obat narkotika. Pemasukan dan pengeluaran
psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika.

c) Pelayanan psikotropika
Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli atau salinanresep
yang dibuat sendiri yang obatnya belum diambil sama sekali atau baru diambil
sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat psikotropika tanpa resep atau
pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain.

d) Pelaporan psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika (Lampiran 17) dikirimkan melaluiperangkat
lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika(SIPNAP)
setiap bulannya. Laporan psikotropika memuat nama apotek, nama obat, nama

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


50

distributor, jumlah penerimaan, jumlah pengeluaran, tujuan pemakaian, dan


stok akhir. Laporan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek,
dilengkapi dengan nama dan nomor Surat Ijin Praktek, serta stempel apotek
dengan tembusan kepada:
(a) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.
(b) Penanggung Jawab Psikotropika PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
(c) Arsip apotek.

e) Pemusnahan psikotropika
Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan
narkotika. Dalam pelaksanaannya pemusnahan psikotropika dapat dilakukan
bersamaan dengan pemusnahan narkotika. Pemusnahan psikotropika wajib
dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7
hari setelahmendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut memuat:
(a) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan
(b) Nama pemegang izin khusus atau APA
(c) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek
tersebut.
(d) Nama dan jumlah psikotropika yang akan dimusnahkan.
(e) Cara pemusnahan.
(f) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.

3.8.1.6. Pengelolaan Resep


Resep harus diarsipkan dan disimpan dengan baik dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun dan dimusnahkan dengan cara yang benar. Pengarsipan resep di
Apotek Kimia Farma No. 1 dilakukan setiap hari dengan cara mengelompokan
resep menurut cara pembayaran, yakni resep kredit dan resep tunai. Untuk resep
kredit akan dikelompokan lagi menurut instasi asal resep. Resep yangmengandung
narkotika dan psikotropika akan dipisahkan tersendiri. Kumpulan resep akan
diberi tanda berupa tanggal pada setiap kelompoknya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


51

3.8.1.7. Pemusnahan Resep


Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam Keputusan
MenteriKesehatan Republik Indonesia No. 280/MenKes/V/1981 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek disebutkan tentang resep sebagai
berikut :
a) Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan tanggal dannomor
urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya 3tahun.
b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan.
c) Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara lain
olehApoteker Pengelola Apotek bersama-sama dengan sekurang-kurangnya
petugas apotek. Berita acara pemusnahan dikirimkan keDinas Kesehatan Kota
dengan tembusan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di DKI Jakarta dan
arsip Apotek. Sediaan farmasi dan komoditi non farmasi yang rusak dan telah
lewat masa kadaluarsanya harus juga dimusnahkan. Pemusnahan sediaan
farmasi dapatdilakukan dengan cara ditanam, dibakar atau cara lain yang
ditetapkan dan dilaporkan dalam berita acara pemusnahan. Komoditi non
farmasi seperti makanan dan minuman yang rusak atau kadaluarsa dapat
langsung dibuang.

3.8.2. Kegiatan Non Teknis Kefarmasian


Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan Apotek Kimia Farma
No.1 berupa administrasi harian dalam bentuk pembuatan Laporan
IkhtisarPenerimaan Harian (LIPH), baik tunai maupun kredit, serta memasukkan
data resep tunai dan resep kredit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Apotek merupakan tempat dilakukannya pelayanan kefarmasian yang


disertai dengan unit bisnis yang melakukan pengelolaan perbekalan kefarmasian
dengan tetap menjalankan standar pelayanan kefarmasian.Dalam pelaksanaanya,
diperlukan suatu sistem pengaturan agar bisnis dapat berjalan dengan lancar tetapi
tetap mampu melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien
(patient oriented).
Apotek Kimia Farma No. 1, terletak di Jalan Garuda no 47, Kemayoran,
Jakarta Pusatini memiliki lokasi yang strategis.Lokasinya mudah diakses oleh
masyarakat karena berada pada dua jalan besar yang mudah dilalui kendaraan dan
sering dilalui dengan kendaraan umum. Apotek juga dikelilingi area yang ramai,
seperti area perkantoran, sekolah, rumah sakit serta memiliki jarak yang dekat
dengan stasiun kereta api. Hal ini memberikan keuntungan yang besar dan
menjadi faktor penunjang keberhasilan dari apotek.Apotek Kimia Farma ini juga
memenuhi hukum yang berlaku pada Keputusan Menteri no
1027/MenKes/SK/IX/2004 tentang sarana dan prasarana menurut standar
pelayanan kefarmasian di apotek yang menyebutkan bahwa Apotek berlokasi di
daerah yang mudah dikenali dan diakses oleh masyarakat.
Apotek Kimia Farma no 1 ini memiliki waktu operasi selama 24 jam dan 7
hari dalam seminggu.Selain itu, apotek ini juga memiliki sarana seperti klinik
yang terdiri dari tempat praktek dokter umum, dokter gigi dan dokter THT serta
adanya laboratorium klinik.Apotek Kimia Farma no 1 juga melayani pemeriksaan
tekanan darah gratis dan juga pemieriksaan gula darahsebagai bentuk layanan
kepada masyarakat yang berkunjung ke Apotek tersebut.Hal ini memberikan nilai
lebih bagi Kimia Farma no 1 di mata masyarakat.
Apotek ini mudah ditemukan oleh masyarakat karena memiliki papan
nama Apotek yang terlihat jelas dari jalan raya dan logo Kimia Farma yang sudah
cukup dikenali memudahkan apotek ini ditemukan oleh pelanggan. Selain itu,
papan nama Apotek yang terletak di dalam apotek juga memilikinama Apoteker,
nomor SIA, alamat apotek, praktek dokter, serta nomor telepon apotek yang telah

50 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


51

memenuhi peraturan KepMenKes RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 mengenai


apotek yang harus memasang papan nama. Apotek Kimia Farma no 1 ini memiliki
beberapa fasilitas yang membuat pelanggan nyaman untuk membeli di apotek ini.
Pertama, apotek ini mempunyai lapangan parkir yang luas sehingga memudahkan
untuk pelanggan yang membawa kendaraan, berdekatan dengan ATM dimana hal
ini akan memudahkan pelanggan ketika uang yang dibawa tidak cukup. Kedua,
apotek ini juga menyediakan ruangan tunggu yang cukup nyaman dengan
diberinya tempat duduk yang cukup memadai dan memiliki fasilitas seperti
pendingin ruangan, televisi dan Koran.
Selain itu, Apotek juga memiliki beberapa fasilitas lain seperti swalayan
farmasi, tempat penerimaanresep dan kasir, ruang penyimpanan obat, ruang
peracikan, dan ruang apoteker.Apotek jugatelah dilengkapi dengan sarana
penunjang seperti toilet dan mushola yang dapatdigunakan oleh pelanggan apotek.
Akan tetapi, ada beberapa kekurangan dalam pengaturan ruang tunggu dari
Apotek, yaitu ruang tunggu Apotek digabung dengan ruang tunggu dari klinik
akibatnya beberapa pasien yang sedang menunggu obat tidak mendapatkan tempat
duduk karena tempat duduknya dipakai oleh pasien yang akan berobat di klinik.
Ketika kondisi Apotek sedang ramai, maka ini akan menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pelanggan karena mereka akan bertumpuk di sekitar kasir
dan mengganggu pasien lain yang sedang bertransaksi.
Penataan swalayan farmasi sudah sangat baik dan tertata rapih dan
letaknya berada di samping tempat tunggu pasien untuk memudahkan konsumen
untuk membeli secara langsung. Swalayan farmasi di Apotek Kimia Farma No.1
sudah cukup lengkap dengan penataan obat danbarang diletakkan berdasarkan
jenisnya seperti baby care, topical, paperproduct, milk and nutrition, oral care,
haircare, skin care, medicine, dan vitamin.Dengan adanya swalayan farmasi
diharapkan dapat menaikkan omset dari apotek.Akantetapi, beberapa kali
pelanggan merasa kesulitan dalam memperoleh informasiterkait harga barang-
barang swalayan karena ada sebagian produk yang tidak dicantumkan harga atau
harga yang tercantum di label belum di update.Akibatnya, pasien harus mengecek
harga di kasir terlebih dahulu. Hal ini akan sangat merepotkan pelanggan jika
Apotek sedang dalam keadaan ramai dan dia harus mengentri terlebih dahulu
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


52

sebelum dapat melakukan pengecekan harga. Oleh karena itu,perlu adanya


penambahan label harga di masing masing kotak barang atau obat yang dipajang
di swalayan.
Untuk obat-obatan ethical, obat-obatan tersebut disusun berdasarkan kelas
terapinya, bentuk sediaan, suhu penyimpanan obat tersebut dan secara
alfabetis.Obat dengan suhu penyimpanan khusus, seperti sediaan suppositoria dan
ovula, disimpan di lemari pendingin dengan suhu yang telah disesuaikan
sebelumnya.Kemudian, tempat penyimpanan untuk obat-obatan dengan bentuk
sediaan berbeda juga dipisahkan.Antara sediaan setengah padat, seperti salep dan
krim, sediaan cair non steril dan sediaan cair dan setengah padat steril, seperti
salep mata, ditata sedemikian rupa sehingga tata letaknya dipisah. Di Apotek
Kimia Farma no 1, obat juga dibagi berdasarkan kelas terapi, antara laingolongan
antibiotik, anti alergi, analgesik dan antiinflamasi, hormone, obat saluran cerna,
obat saluran napas, obat jantung dan hipertensi, antidiabetes, obat generik dan
obat-obatan lainnya yang dikelompokkan dalam golongan obat lainnya.Obat-
obatan yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan khusus ini diletakkan
ditempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung.
Penyusunan obat berdasarkan kelas terpainya ini akanmemudahkan asisten
apotekerdan tenaga kefarmasian lainnya untuk mengetahui obat-obat yang
termasuk kedalam efek farmakologis.Selain itu, hal tersebut jugamemudahkan
tenaga kefarmasian untuk menginformasikan kepada pasien tentangobat
tersebut.Halyang harus diperhatikan dalam penyusunan posisi dari lemari obat
adalah penyusunan tersebut harus ergonomis untuk memudahkan pengambilan
obat yang dilakukan oleh personil yangbekerja.
Untuk memudahkan pengawasan obat, setiap kotak memiliki satu kartu
stok yang dilakukan pencatatan secara langsung ketika barang disimpan atau
dikeluarkan. Untuk pengawasan obat kadaluarsa dilakukan stock opname selama 3
bulan sekali. Hal ini juga berfungi sebagai pencocokan barang fisik dengan stok
komputer serta mengetahui obat-obatan yang slow moving atau fast moving agar
dapat diatasi untuk kekurangan barang ataupun stok barang yang berlebihan.
Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari obat-
obat lain di dalam lemari khusus. Lemarikhusus tersebut dilengkapi dengan kunci
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


53

dan dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab narkotika dan psikotropika.
Lemari khusus ini sudah memenuhi syarat dari perundang-undangan pemerintah
dimana terdapat dua daun pintu dengan kunci ganda. Hanya saja, kedua daun
pintu dibuka saat pengambilan obat yang seharusnya hanya boleh satu daun pintu
yang terbuka.Hal ini membuat pengawasan obat menjadi lebih renggang. Lemari
narkotika juga belum sepenuhnya dikunci setiap selesai digunakan. Hal tersebut
disebabkan oleh salah satu faktor yaitu adanya kesulitan petugas untuk mengunci
dan menutup lemari saat harus menyiapkan resep ketika pasien ramai dan karena
letak lemari berada jauh darijangkauan petugas sehingga butuh waktu untuk
mengambil obat tersebut.
Apotek Kimia Farma No.1 memiliki personalia yang cukup banyak, yaitu
1 orang APA, 1 orang Apoteker pendamping, 1 orang supervisor, 4 orang juru
racik, 5 asisten apoteker, dan 2 orang kasir. Dalam melaksanakan fungsi apoteker,
beberapa kali jadwal apoteker pendamping yang tidak terpenuhi sehingga
adamasa dimana tidak ada apoteker pendamping melakukan kegiatan
penyerahanobat, PIO, serta konseling.Oleh karena itu, tugas tersebut digantikan
olehbeberapa asisten apoteker yang sudah senior. Setiap AA mendapatkan
tanggung jawabdalam menjalankan tugas administrasi seperti laporan narkotika,
laporanpsikotropika, laporan barang rusak dan kadaluarsa, laporan penjualan
bebas, danrekapitulasi tagihan resep kredit ke beberapa instalasi. Hal ini
memudahkan dalam pengawasan pengelolaan obat yang ada.
Kegiatan yang terjadi di Kimia Farma No.1 meliputi proses kegiatan
perencanaan perbekalan farmasi yang akan dibeli, pengadaan, pembelian, dan
penyaluran obat. Kegiatan perencanaan dilakukan untuk mencegah terjadinya
kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama serta untuk meningkatkan
penggunaan perbekalan farmasi secara efektif dan efisien. Perencanaan di Apotek
Kimia Farma No.1 dilakukan berdasarkan analisa pareto pada periode sebelumnya
dan berdasarkan buku defekta yang dipegang oleh masing-masing pegawai.
Perencanaan dengan cara kombinasi ini dilakukan dengan harapan perencanaan
yang dilakukan lebih valid. Selain itu, ada beberapa kelemahan jika menggunakan
satu metode saja. Pada metode analisis pareto, sistem komputerisasi yang
diterapkan di Apotek Kimia Farma no 1 untuk melakukan analisa pareto ini belum
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


54

menggambarkan keadaan sebenarnya, ini dapat terlihat dari terdapatnya perbedaan


jumlah stok barang yang ada di stok dengan yang sebenarnya. Kemudian, jika
menggunakan defekta saja, iniakan sangat tergantung dari kemampuan personil
dari Kimia Farma no 1 untuk melihat dan menilai kebutuhan akan obat apa yang
dibutuhkan pada satu periode tertentu.
Setelah dilakukan proses perencanaan, selanjutnya adalah melakukan
pengadaan barang. Pada proses pengadaan Apotek Kimia Farma no 1
menggunakkan sistem sentralisasi atau Distribution Center (DC) yang berada di
Business Manager (BM) Jaya II. Pemesanan barang tertuju pusat pada BM Jaya II
melalui formulir Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) yang terintegrasi dalam
layanan komputer secara online baik sediaan OTC maupun ethical.Dengan adanya
sistem ini, semua kebutuhan barang apotek terfokus pada DC, pembelian barang
lebih ekonomis karena dilakukan dalam jumlah besar sehingga potongan harga
yang diperoleh lebih besar.Namun, ada beberapa kekurangan dari sistem DC
ini.Salah satunya adalah terkadang terjadi ketidakcocokan anatara data persediaan
di computer dengan stok fisik. Akibatnya, terjadi kekosongan barang di apotek
sehingga pelayanan obat di apotek dapat terganggu. Selain itu, pihak gudang di
BM juga masih belum bisa menafsirkan BPBA dengan baik. Terkadang ada
barang yang tidak tersedia di gudang sehingga barang tersebut tidak dikirim ke
Apotek dan Apotek akan membuat BPBA lagi untuk barang tersebut di bulan
selanjutnya. Seharusnya pihak gudang mengetahui bahwa BPBA itu dibuat karena
barang belum di dropping akan tetapi, karena pihak gudang tidak membaca ini
dengan baik akibatnya barang yang dikirim ke apotek menjadi terlalu banyak. Ini
akan menyebabkan terjadinya over stock di apotek.
Jika persediaan barang di BM mencukupi, maka barang akan dikirim pada
hari yang sama ke apotek, tetapi jika persediaan barang di BM tidak mencukupi,
maka bagian pengadaan BM akan membuat surat pemesanan ke distributor dan
barang kemudian dikirim ke bagian gudang BM beserta faktur, dan pihak gudang
akan mengirimkannya ke apotek bersama surat dropping.
Terkadang terjadi out of stock dimaman stok barang habis.Penyebab yang
juga menyebabkan kekosongan/kelebihan persediaan, yaitu perencanaan
persediaan yang tidak akurat dan kurangnya disiplin dari petugas dalam menjaga
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


55

stok obat dilemari penyimpanan (penyimpanan yang tidak rapi, tercecer ditempat
lain atau persediaan rusak atau hilang). Perencanaan yang baik dapat mencegah
kekosongan maupun kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jumlah stok barang di
komputer diharapkan dapat sama dengan stok fisik.
Khusus untuk obat dalam golongan narkotika dan psikotropika, pengadaan
dilakukan dengan cara melakukan pemesanan langsung dengan lembar Surat
Pemesanan (SP) khusus. SP Narkotika dan SP psikotropika yang telah dibuat
harus dibuat dengan mencantumkan nama dan SIPA Apoteker Pengelola Apotek
(APA). SP narkotika dengan SP psikotropika sedikit berbeda dengan pemesanan
narkotika hanya boleh satu obat satu SP sedangkan pada psikotropika
diperbolehkan satu SP dengan beberapa obat, maksimal 3 obat untuk 1 PBF yang
sama.Untukpemesanan narkotika, pemesanan dilakukan ke PBF Kimia Farma
selaku distributor tunggal tetapi tidak untuk psikotropik dimana dapat dipesan
melalui BM.
Perbekalan farmasi yang telah diterima bersama dropping, dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara barang yang diterima dengan dropping lalu
disesuaikan antara dropping dengan BPBA yang dibuat.Ketika melakukan
pemeriksaan, barang-barang yang diterima juga diperiksa jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, tanggal kadaluarsa, dan harga yang tertera. Apabila ditemukan
ketidaksesuaian, maka petugas apotekdapat langsung mengkonfirmasikan kepada
petugas DC.Pendistribusian barang dari gudang DC ke apotek dilakukan 10 hari
sekali setelah dilakukan defekta terlebih dahulu.
Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan
penyimpanan yang untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun
komputerisasi. Prinsip FIFO dilakukan secara baik di Apotek ini dikarenakan
perputaran obat di Apotek sangat cepat.Namum pada saat dilakukan stock
opname, jika ditemukan barang yang mendekati kadaluarsa, barang tersebut akan
dipisahkan dengan memasukkannya ke kantong plastic dan memberi label
kadaluarsanya agar barang tersebut menjadi paling cepat dikeluarkan.Setiap
petugas apotek yang diberi tanggung jawab untuk mengontrol stok obat yang ada
di lemari penyimpanan sebaiknya lebihdapat mengoptimalisasi kerjanya agar
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


56

dapat mencegah ketidaksesuaian stok dan kadaluarsa obat. Untuk memudahkan


pengotrolan terhadap barang yang akan kadaluarsa, maka disetiap kotak obat
diberi label berwarna yang menggambarkan tahun kadaluarsa dari obat tersebut.
Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 1
adalahmelakukan pelayanan resep dokter secara tunai maupun kredit, penjualan
obat bebas dan bebas terbatas/OTC(Over the Counter) dan perbekalan farmasi
lainnya yang dikenal sebagaipelayanan HV (Hand Verkoop), serta penjualan obat
OWA (Obat Wajib Apotek)yang dikenal sebagai pelayanan swamedikasi/UPDS
(Upaya Pengobatan Diri Sendiri). Untuk layanan kredit, dapat juga berupa
pelayanan engross (penjualan dalam partai besar). Pelayanan resep kredit berasal
dari instalasi atau perusahaan yang menjalin kerjasama dengan Apotek Kimia
Farma No.1 dan untuk proses pembayarannya berdasarkan perjanjian yang
disepakati oleh kedua belah pihak.
Dalam pelayanan resep, terdapat tiga titik kritis yang penting, yaitu
skrinning awal, dispensing obat dan penyerahan obat. Ketika pertama kali
menerima resep, petugas memeriksa kelengkapan resep tersebut
(skrinning).Petugas kasir sangat berperan dalam penerimaan pertama kali resep
dari pasienkarena sebagai kasir harus memiliki kecermatan dan ketelitian, serta
kemampuanyang baik dalam membaca resep. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kesalahandalam dispensing dan pemberian harga. Petugas kasir dan apoteker juga
memiliki peranan dalam melakukan skrining resep mulai dari memeriksa
kelengkapan persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan
klinis.Setelah semua pengecekan dilakukan, dilakukan kegiatan pemeriksaan
ketersediaan barang secara komputer ataupun secara fisik apakah tersedia secara
lengkap. Jika obat yang dibutuhkan tidak tersedia maka dilakukan konfirmasi
kepada dokter atau pasien apakah bersedia diganti dengan obat lain yang memiliki
khasiat yang sama. Apabila pasien menolak pergantian obat, maka resep yang
belum ditebusakan dibuatkan salinan resep. Kemudian, dilakukan transaksi
apakah pasien mau membayar dengan harga yang diberikan atau tidak. Jika tidak,
maka transaksi dibatalkan. Jika pasien menerima harga yang diberikan, dilakukan
proses pembayaran oleh pasien. Kimia Farma no 1 ini mempunyai fasilitas untuk
melayani pembayaran dengan kredit dan debit disamping dengan uang tunai.
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


57

Setelah pasien membayar, maka resep dapat disiapkan oleh petugas yang
berbeda. Petugas yang berbeda diharapkan terjadibeberapa kali pengecekan dari
awal resep diterima sampai obat akan diserahkan kepada pasien sehingga dapat
menghindari kesalahan dalam dispensing obat.Ketika melakukan dispensing obat,
salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pengambilan obat yang tepat dan
pembuatan etiket obat.Etiket obat harus mencantumkan nama pasien, tanggal
pemberian resep, nama obat,jumlah obat, dan tanggal kadaluarsa disamping aturan
pakai obat. Hal ini sesuai dengan GPP dan bertujuan untukmenjamin keamanan
pasien dalam menggunakan obat. Dalam penulisan etiket,terkadang dokter tidak
menulis waktu pemakaian obat (sebelum/ sesudah makan,pagi/ siang/ sore/
malam), sehingga apoteker tidak mencantumkannya dalam etiket. Namun,
sebaiknya apoteker dapat mengetahui dan memberikan informasiwaktu pemakaian
obat yang lebih efektif dan menuliskannya di etiket. Untuk pemakaian obat
antibiotik, apotek telah menyediakan stiker khusus yang berisi perhatian untuk
meminum habis obat antibiotik tersebut serta peringatan untuk sirup kering
antibiotik penggunaannya maksimal 7 hari setelah direkontitusi.
Penyerahan obat kepada pasien dilakukan oleh Apoteker yang sedang
bertugas saat itu. Penyerahan obat kepada pasien disertai dengan pemberian
informasi obat yang meliputi nama obat dan indikasi atau kegunaannya, cara
penggunaan obat, aturan pakai dari obat dan menunjukkan waktu kadaluarsa obat
ke pasien (jika pasien bertanya). Selain itu, pasien juga diberikan beberapa
informasi penting lainnya seperti jika obat berupa antibiotik maka obat tersebut
harus dihabiskan, untuk beberapa obat-obatan yang harus diminum saat perut
kosong maka pasien harus duberitahu waktu minum obatnya dapat 1 jam sebelum
makan atau 2 jam sesudah makan dan jika obat-obatan menyebabkan kantuk maka
pasien harus menghindari berkendara sesudah mengkonsumsi obat tersebut. Di
Apotek Kimia Farma no 1, penjelasan mengenai informasi seperti ini selain
diberitahukan secara lisan juga di kantong obat diberikan stiker mengenai
penjelasan ini (Lampiran 15). Informasi yang diberikan kepada pasien ini harus
dipastikan tersampaikan dengan jelas kepada pasien dan pasien memahami apa
yang disampaikan oleh Apoteker.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


58

Pengawasan juga dilakukan dalam penyiapan obat, yaitu dengan


dilakukannya mengisi kolom EATRPS pada lembar struk resep.EATRPS
adalah singkatan dariEtiket, Ambil, Timbang, Racik, Periksa, dan Serah.Setiap
petugas yangmelaksanakan masing-masing pekerjaan tersebut menandatangani
ataumemberikan paraf pada kolom yang tersedia.Hal ini untuk memudahkan
dalammonitoring kerja petugas dan untuk menghindari kesalahan dalam
melakukanpenyiapan obat.Namun, terkadang beberapa petugas tidak melakukan
hal ini karena kurangnya sosialisasi serta banyaknya resep yang diterima.
Pada pelayanan obat OTC dan swamedikasi, petugas dari Apotek akan
memberikan rekomendasi obat untuk pasien. Rekomendasi ini didasarkan dari
informasi yang diterima dari pasien.Informasi dari pasien tersebut harus
menjawab konsep WWHAM (Who, What, How, Action, Medicine) agar petugas
Apotek mampu memberikan rekomendasi obat. Hal ini perlu dilakukan agar obat
yang direkomendasikan ke pasien sudah tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi,
tepat cara pakai dan tepat dosis. Dengan demikian, diharapkan agar dalam
perekomendasian obat ini terhindar dari medication error.
Dalam pelayanan swamedikasi, apotek menjual obat-obat yang telah
diizinkanoleh pemerintah untuk digunakan pasien tanpa resep dokter, yaitu obat
yang telahmasuk dalam DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek). Dalam proses
pelayanan,petugas akan menanyakan pasien mengenai tujuan penggunaan obat
yang akandibeli dan apakah pasien telah sering menggunakan obat tersebut.
Apabila pasienbelum pernah mendapatkan obat sebelumnya, dan obat tersebut
tidak terdapat didaftar OWA, pasien akandirekomendasikan untuk memeriksakan
diri ke dokterterlebih dahulu.Hal ini dilakukan dengan baik di Apotek Kimia
Farma No.1 karena, petugas dilatih untuk mengutamakan pengobatan yang
optimal kepada pasien.
Pengelolaan resep di Apotek Kimia Farma No.1dilakukan dengan
mengumpulkan resep asli berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan
sesuainomor resep kecuali resep dengan pembayaran kredit. Resep yang berisi
narkotikadan psikotropika dipisahkan dan nama narkotika digarisbawahi dengan
tintamerah. Resep dikumpulkan sesuai dengan kelompoknya. Kumpulan resep
ditulis keterangan kelompok resep (umum atau narkotika & psikotropika),
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


59

tanggal, bulan, dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan ditempat yang telah
ditentukan. Penyimpanan resep secara berurutan danteratur dimaksudkan untuk
memudahkan petugas jika sewaktu-waktu diperlukan dalam penelusuran
resep.Resep narkotika dan psikotropika disimpan terpisah untuk memudahkan
penyusunan laporan ke Dinas Kesehatan wilayah setempat. Penyimpanan
disatukan bersama dengan arsip laporan bulanan narkotika dan psikotropika.
Semua resep disimpan selama 3 tahun sebelum dimusnahkan. Pelaporan
penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan sebulan sekali dengan
menyerahkan Laporan Penggunaan Sediaan jadi Narkotika dan Laporan
Penggunaan Sediaan Jadi Psikotropika ke Kepala Dinas Kesehatan Jakarta, Balai
POM, danarsip untuk apotek. Penyusunan laporan dilakukan oleh asisten apoteker
yang diberikan tanggung jawab olehAPA.
Untuk pengelolaan kegiatan administrasi dan keuangan di Kimia Farma,
digunakanKomputer Informasi Sistem (KIS) untuk seluruh Apotek Kimia Farma
yang ada di Indonesia.Denganadanya KIS maka kegiatan yang berhubungan
dengan administrasi apotek dapat dilakukan dengan cepat dan terkontrol. Petugas
kasir kecil (kasir di apotek) dapat menyetorkan uang hasil penjualan setiap shift
dengan menyertakan bukti setorankasir.Bukti setoran kasir akan dicocokkan
terlebih dahulu jumlahnya denganLaporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH) oleh
supervisorsebelum diserahkan kepada kasir besar di BM. Jumlah fisik uang
dengan jumlah penjualan yangada di LIPH harus sama, jika terjadi
ketidakcocokan maka harus dicaripenyebabnya apakah ada transaksi yang belum
dimasukkan atau ada penyebablainnya. Untuk menghindari kemungkinan
terjadinya penyimpangan uang, kasir kecil tidak bisa membuka LIPH. LIPH
hanya dapat dibuka oleh petugas-petugas tertentu seperti supervisor dan petugas
administrasi kas bank sehingga mekanisme pengontrolan uang dapat dilakukan
dengan baik untuk mencegah kehilangan uang. Secara umum, fungsi keuangan di
apotek ini telah berjalan dengan baiksesuai dengan standar prosedur operasional
yang ditetapkan.
Penilaian terhadap pelayanan apotek dapat dilihat dari dua indikator, yaitu
omset penjualan dan tingkat keluhan pasien.Jika omset tahun ini lebih besar dari
pada tahun sebelumnya dan tingkat keluhan pasien 0%, maka fungsi pelayanan
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


60

berfungsi dengan baik.Secara keseluruhan pelayanan di Apotek Kimia Farma


No.1 sudah berjalan dengan baik, dimana setiap pengunjung disapa dan dibantu
keperluannya.Kecepatan pelayanan sudah cukup baik tetapi untuk resep racikan
masih menjadi kendala. Hal ini dapat diatasi dengan pemberitahuan kepada pasien
bahwa resep racikan akan memakan waktu yang lama. Pemasukan omset Apotek
Kimia Farma No.1 juga cukup memuaskan setiap harinya. Pemasukan omset juga
dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan pelayanan jemput resep ke rumah
pasien atau menerima pemesanan obat melalui fax. Dapat juga diterapkan sistem
homecare dimana pelayanan ditingkatkan untuk mengundang konsumen dalam
berkunjung.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang berjalan rutin di Apotek Kimia
Farma no. 1 meliputi pelayanan resep kredit, pelayanan resep tunai,
pelayanan swamedikasi, pelayanan swalayan obat, pelayanan alat
kesehatan dan menajemen perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan.
b. Peran dan fungsi apoteker di apotek, terutama dalam aspek profesional
yang mencakup ilmu kefarmasian dan pelayanan kefarmasian di Apotek
adalah memberikan pelayanan informasi obat, konseling mengenai
pengobatan kepada pasien dan memberikan rekomendasi atas obat kepada
pasien swamedikasi.
c. Peran dan fungsi apoteker dalam aspek manajerial adalah melakukan
proses pengelolaan barang di Apotek mulai dari perencanaan dan
pengadaan barang di Apotek, penerimaan barang di Apotek, penyimpanan
barang dan penyalurannya hingga penanganannya ketika terjadi
pemusnahanan barang dan resep. Selain itu, Apoteker juga harus tetap
melakukan pengawasan agar kegiatan pelayanan kefarmasian di Apotek
tetap berjalan dengan standar. Apoteker juga berperan dalam pengelolaan
keuangan di Apotek.

5.2 Saran
a. Apotek Kimia Farma no 1 harus mulai disiplin dalam melaksanakan kartu
stok ketika mengambil barang agar stok barang dapat dipantau dengan
menggunakan kartu stok manual atau stok di komputer.
b. Penataan barang-barang di gudang stok harus mulai ditata dengan baik
karena ada beberapa kejadian dimana petugas tidak menemukan barang
yang dicari karena penataan gudang yang kurang rapi. Barang harus mulai
dipikirkan ditata menurut abjad atau menurut kelas terapi seperti yang
dilakukan pada barang yang didisplay.

61 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


62

c. Perlu dilakukan evaluasi secara internal dan eksternal untuk mengetahui


apakah pelayanan di Kimia Farma no 1 sudah dapat memberikan kepuasan
pada pelanggan atau tidak. Evaluasi secara internal dapat didapat dari
evaluasi dari para pegawai Kimia Farma no 1. Evaluasi eksternal dapat
didapat dari pasien dengan cara memberikan kuisioner, kotak saran dan
kritik ataupun mencatat dan memperhatikanapa yang disampaikan pasien
ketika proses pelayanan berjalan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No.


28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 889/MENKES/PER/X/2011 tentang Registrasi Izin Prakik
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia
Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

63 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


LAMPIRAN

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


65

Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No.1

Manajer Apotek
pelayanan

(APA)

Apoteker
Pendamping

Supervisor

Non teknis Asisten Apoteker

Juru Racik
Kasir Cleaning
Service

Satpam

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


66

Lampiran 2. Alur Pengadaan Barang di Apotek Kimia Farma No. 1

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


67

Lampiran 3. Alur Penerimaan Resep

Penerimaan Resep

Resep Kredit Resep Tunai

Pemeriksaan kelengkapan adm Pemeriksaan kelengkapan adm

Pemberian Harga Pemberian Harga

Pemberian No. urut Pasien membayar di kasir dan


diberi struk

Dispensing obat

Pemberian etiket

Pemeriksaan kesesuaian obat

Penyerahan obat

Obat diterima oleh pasien dan


resep disimpan oleh petugas

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


68

Lampiran 4. Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA)

PT. Kimia Farma Apotek


APOTEK KF 1 KEMAYORAN
BON PERMINTAAN BARANG APOTEK
Ke Apotik : Bisnis Manager Jaya 2

Nomor BPBA :
Tanggal :

Jml.
No Nama Obat Ktgr Stock Avg. Jual Jumlah Kemasan Jml Beri Hrg. Satuan Permintaan

Lampiran 5. Form Droping Barang dari BM (DCs) ke Apotek

DROPPING KE : APT. KF 1 KEMAYORAN


TAHUN DROPPING : 2014 TAHUN BPBA : 2014
NOMOR DROPPING : NOMOR BPBA:
TANGGAL DROPPING :

No Lokasi Nama Obat QTY DROP BONUS Kms Hrg Satuan Hrg Utuh Disc 1 Disc 2 Total

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


69

Lampiran 6. Surat Pemesanan Narkotika

Lampiran 7. Surat Pemesanan Psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


70

Lampiran 8. Surat Pesanan Prekusor

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


71

Lampiran 9. Kartu Stok

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


72

Lampiran 10. Form Skrining Resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


73

Lampiran 11.(a) Contoh Kuitansi Resep/Tunai;

(b) Contoh Kuitansi OTC/Barang Umum Apotek

(a)

(b)

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


74

Lampiran 12. Copy Resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


75

Lampiran 13. Skrining untuk Resep Kredit

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


76

Lampiran 14. Contoh Etiket dan Label

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


77

Lampiran 14. (Lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


78

Lampiran 15. Bungkus Obat

Lampiran 16. Bungkus Puyer

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


79

Lampiran 17. Sistem Pelaporan Narkotika psikotropika (SIPNAP)

Lampiran 18. Lemari Narkotika dan Psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


80

Lampiran 19. Denah Lokasi Apotek Kimia Farma No.1 Kemayoran

Lampiran 20. Tampak Depan Kimia Farma No.1 dan Parkir

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


81

Lampiran 21. Swalayan Apotek Kimia Farma No.1 Kemayoran

Lampiran 22. Kasir, Tempat Penyerahan Resep dan Tempat Pengambilan Obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


82

Lampiran 23. Lemari Obat Berdasarkan Alfabetis, Farmakologis dan Kondisi Penyimpanan

Lampiran 24. Penyimpanan Stok Obat dan Barang Swalayan

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


83

Lampiran 25. Ruang Peracikan

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA POLA PENYAKIT BERDASARKAN RESEP


DOKTER BULAN FEBRUARI 2014 DI APOTEK KIMIA
FARMA NO 1 UNTUK MEMBANTU MENENTUKAN POLA
PENGADAAN BARANG DI APOTEK

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DYAH AYUWATI WALUYO, S. Farm.


1306343536

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA POLA PENYAKIT BERDASARKAN RESEP


DOKTER BULAN FEBRUARI 2014 DI APOTEK KIMIA
FARMA NO 1 UNTUK MEMBANTU MENENTUKAN POLA
PENGADAAN BARANG DI APOTEK

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

DYAH AYUWATI WALUYO, S. Farm.


1306343536

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

ii
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR RUMUS ................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1. 1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1. 2 Tujuan ................................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3


2. 1 Pengertian Apotek ................................................................................... 3
2. 2 Landasan Hukum Apotek ........................................................................ 3
2. 3 Tugas dan Fungsi Apotek ........................................................................ 4
2. 4 Pengelolaan Apotek ................................................................................. 4
2. 5 Pengadaan obat di Apotek ....................................................................... 9
2. 6

BAB 3. DESKRIPSI KEGIATAN ....................................................................... 10


3. 1 Waktu dan Pelaksanaan Tugas Khusus .............................................. 10
3. 2 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 10
3. 3 Cara Kerja .......................................................................................... 11

BAB 4. PEMBAHASAN ........................................................................................ 12

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 17


5. 1 Kesimpulan ........................................................................................ 17
5. 2 Saran .................................................................................................. 17

DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 18

iii
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Matriks Kombinasi Analisis VEN-ABC ............................................. 8


Gambar 4.1 Grafik Pola Penyakit Berdasarkan Resep di Kimia Farma No 1
pada Bulan Februari 2014 ........................................................................................ 14

iv
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Sepuluh Besar Pola Penyakit Berdasarkan Resep di Kimia
Farma No 1 pada bulan Februari 2014 ..................................................................... 14

v
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
DAFTAR RUMUS

Persamaan 3.1 Rumus Slovin .................................................................................. 10

vi
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Pola Penyakit Berdasarkan Resep di Kimia Farma No 1 pada


bulan Februari 2014 ................................................................................................. 18

vii
Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Berdasarkan Kepmenkes RI 1027 tahun 2014, Apotek adalah tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Berdasarkan PP 51 tahun 2009,
pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengelolaan, penyimpanan, dan distribusi obat atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atau resep dokter, pemberian informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian, baik ketika melakukan pelayanan resep maupun
menyediakan perbekalan yang bermutu, apotek sebagai tempat pelayanan
kesehatan memerlukan suatu perencanaan yang baik dalam melakukan
pengelolaan barang di apotek.

Apoteker yang bertugas dalam perencanaan dan pengelolaan perbekalan


farmasi di apotek harus dapat memprediksi apa saja yang diperlukan oleh apotek
dalam melakukan pelayanan kesehatan sehari-harinya. Prediksi perencanaan obat
dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti analisa kebutuhan nyata akan obat
di sekitar Apotek Kimia Farma No.1, analisa pola penyakit yang ada di daerah
tersebut dan publikasi media, seperti obat-obatan apa yang sedang marak pada
waktu tertentu karena adanya publikasi media yang sedang gencar saat itu.
Penyebaran pola penyakit merupakan salah satu cara yang lebih mudah dan lebih
akurat dibandingkan dengan analisa aspek lainnya. Hal ini dikarenakan pola
penyebaran penyakit dapat diketahui dengan cara menganalisa resep yang
diterima setiap harinya.

Oleh karena itu, mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


diberikan tugas khusus untuk melakukan analisa terhadap pola penyakit
berdasarkan resep cash yang diterima oleh Apotek Kimia Farma no. 1. Analisa
pola penyakit ini diharapkan mampu untuk membantu perencanaan pengelolaan
obat di Apotek Kimia Farma no. 1.
1 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


2

1. 2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universtas Indonesia di Apotek Kimia Farma No. 1 adalah :
a. Mengetahui dan menganalisa pola penyakit di Apotek Kimia Farma No.
1 pada bulan Februari 2014
b. Mengetahui dan merencanakan pengelolaan obat-obatan berdasarkan
pola penyakit

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Apotek


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan Apotek adalah suatu tempat
tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Menteri Kesehatan,
2002).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009,
pekerjaan kefarmasian adalah perbuatan meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep Dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat,
dan obat tradisional (Presiden Republik Indonesia, 2009).

2.2 Landasan Hukum Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang berlandaskan pada :
a. Undang - Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang - Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Undang - Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. Undang - Undang Obat Keras (St 1937 No. 541).
e. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan dan
Tambahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang
Apotek.
f. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker
dan Izin Kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 184/Menkes/Per/II/1995.
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


4

No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri


Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek.
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
i. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek


Tugas dan fungsi Apotek menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun
2009 adalah :
a. Sebagai sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker.
b. Sebagai sarana penyelenggaraan pelayanan yang komprehensif
(pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola
obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan
pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar
dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan
akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error).

2.4 Pengelolaan Apotek


Pengelolaan dan pengarahan seluruh kegiatan Apotek dilakukan oleh
Apoteker Pengelola Apotek secara lebih efektif untuk memenuhi tugas dan
fungsi utamanya. Pada dasarnya pengelolaan Apotek dapat dibedakan menjadi
pengelolaan kefarmasian, managerial, dan administrasi.
2.4.1 Pengelolaan Pelayanan Kefarmasian
Pengelolaan pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi pelayanan atas
resep, pelayanan OTR, OWA, Obat Keras, Psikotropika dan Narkotika, dan
perbekalan farmasi lainnya, pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi
terhadap masyarakat serta monitoring penggunaan obat.
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


5

Berikut adalah pelayanan yang ada di apotek meliputi:


a. Apotek wajib melayani resep Dokter, Dokter spesialis, Dokter gigi, dan
Dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung
jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya
yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan
yang bermutu baik dan absah.
c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat paten, namun resep dengan obat paten boleh diganti dengan
obat generik.
d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi
syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara.
Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam
atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Balai Besar POM.
e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan,
Apoteker wajib berkonsultasi dengan Dokter penulis resep untuk
pemilihan obat yang lebih tepat.
f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan
penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan
masyarakat.
g. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan
atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan
kepada Dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu Dokter
penulis resep tetap pada pendiriannya, Dokter wajib melaksanakan
secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas
resep.
h. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.
i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotek dengan baik dalam
jangka waktu 3 tahun.
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada Dokter
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


6

penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang


bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku.
k. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker
Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan
sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

2.4.2 Pengelolaan Managerial


Pengelolaan managerial di Apotek meliputi administrasi, pengelolaan
perbekalan farmasi dan pengelolaan sumber daya manusia. Aspek administrasi
merupakan aspek yang menangani pengelolaan pembukuan, laporan dan resep.
Sedangkan pengelolaan perbekalan farmasi meliputi aspek-aspek berikut, mulai
dari perencanaan pengadaan obat, cara pemesanan obat, cara penyimpanan
obat, penjualan obat dan pengelolaan obat rusak dan daluwarsa.
Pengaturan penyediaan obat (managing drug supply) merupakan hal
yang sangat penting di Apotek. Persediaan obat yang lengkap di Apotek
merupakan salah satu cara untuk menarik kepercayaan (pasien), namun
banyaknya obat yang tidak laku, rusak, dan kadaluarsa dapat menyebabkan
kerugian Apotek. Untuk mencegah hal tersebut, diperlukan keseimbangan
antara besar persediaan dan besarnya permintaan dari suatu barang yang
disebut pengendalian persediaan barang (inventory control).
Untuk mengendalikan persediaan obat diperlukan pencatatan mengenai
arus keluar masuk barang sehingga ada keseimbangan antara obat yang terjual
dengan obat yang harus dipesan kembali oleh Apotek. Pemesanan barang
disesuaikan dengan besarnya omset penjualan pada waktu yang lalu.
Perencanaan pembelian harus sesuai dengan kebutuhan Apotek yang dapat
dilihat dari buku defekta, bagian penerimaan resep dan penjualan obat bebas.
Pembelian dapat dilakukan secara tunai, kredit, dan konsinyasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


7

Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan cara menyusun


prioritas berdasarkan analisis VEN dan PARETO :
a) Analisis VEN
Umumnya disusun dengan memperlihatkan kepentingan dan vitalitas
persediaan farmasi yang harus tersedia untuk melayani permintaan untuk
pengobatan yaitu :
V (Vital), maksudnya persediaan tersebut penting karena merupakan
obat penyelamat hidup manusia atau obat penyakit yang dapat mengakibatkan
kematian.
E (Esensial), maksudnya perbekalan yang banyak diminta untuk
digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak yang ada pada
suatu daerah atau rumah sakit.
N (Non esensial), maksudnya perbekalan pelengkap agar pengobatan
menjadi lebih baik.

b) Analisis PARETO (ABC)


Analisis ini disusun berdasarkan atas penggolongan persediaan yang
mempunyai volume dan harga obat. Kriteria dalam klasifikasi ABC yaitu:
1) Kelas A yaitu persediaaan yang memiliki nilai paling tinggi.
Kelas ini menyita sampai 80% dari total jumlah pengeluaran
apotek meskipun jumlahnya hanya 20% dari seluruh item.
2) Kelas B yaitu persediaan yang memiliki nilai menengah. Kelas
ini menyita 15%-20% dari total jumlah pengeluaran apotek dan
jumlahnya sekitar 30% dari seluruh item.
3) Kelas C yaitu persediaan yang memiliki nilai rendah. Kelas ini
mewakili sekitar 5%-10% dari total jumlah pengeluaran apotek,
dan jumlahnya sekitar 50% dari seluruh item.

c) Kombinasi VEN-ABC
Analisis ABC mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai
penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis
VEN-ABC menggabungkan analisis PARETO dan VEN dalam suatu matrik
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


8

sehingga analisisnya menjadi lebih tajam. Matrik dapat dijadikan dasar dalam
menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam
pengelolaan persediaan. Jenis barang yang bersifat vital (VA, VB, VC)
merupakan pilihan utama untuk dibeli. Demikian pula dengan barang yang non
essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA, NB) juga dijadikan prioritas
untuk dibelanjakan, sedangkan barang Non Esensial dan bernilai kecil (NC)
dibelanjakan bila ada sisa anggaran.

V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC

Gambar 2.1 Matriks Kombinasi Analisis VEN-ABC

Parameter pengendalian persediaan yang pertama yaitu persediaan rata-


rata yang dihitung dengan menjumlahkan stok awal dan stok akhir kemudian
dibagi dua. Berdasarkan data persediaan rata-rata dapat dihitung tingkat
perputaran persediaan. Parameter kedua adalah perputaran persediaan yang
dihitung dengan membagi jumlah penjualan dengan persediaan rata-rata. Data
perputaran persediaan ini dapat mengetahui lamanya obat disimpan di Apotek
hingga barang tersebut terjual. Barang-barang yang perputaran persediaannya
cepat, dengan arti barang tersebut telah dijual sebelum pembayaran jatuh tempo
(fast moving) harus tersedia lebih banyak dibanding barang yang perputaran
persediaannya lambat, yang berarti barang tersebut belum berhasil dijual
sebelum jatuh tempo pembayaran (slow moving).
Parameter yang ketiga adalah persediaan pengaman (safety stock) yaitu
persediaaan barang yang ada untuk menghadapi keadaan tidak menentu
disebabkan oleh perubahan pada permintaan atau kemungkinan perubahan pada
pengisian kembali. Parameter yang keempat adalah persediaan maksimum.
Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang tersedia.
Jika telah mencapai nilai persediaan maksimum maka tidak perlu lagi
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


9

melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya penimbunan barang yang


dapat menyebabkan kerugian.
Parameter kelima adalah persediaan minimum yang merupakan jumlah
persediaan terkecil yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai
persediaan minimum maka langsung dilakukan pemesanan agar kontinuitas
usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari
jumlah persediaan minimum, maka dapat terjadi kekosongan barang. Parameter
keenam yaitu reorder point (titik pemesanan) merupakan titik dimana harus
diadakan pemesanan kembali untuk menghindari terjadinya kekosongan
barang.
2.4.3 Pengelolaan Administrasi dan Perundang-undangan
Pengelolaan Administrasi dan Perundang-undangan di Apotek berupa
aspek legal pendirian apotek, administrasi pembelian, administrasi penjualan,
administrasi pajak, serta administrasi pelayanan di Apotek.

2.5 Pengadaan Obat Di Apotek


Pengadaan obat/perbekalan farmasi di apotek merupakan salah satu
fungsi yang sangat penting bagi apotek. Apabila apotek mampu menyediakan
obat-obatan yag dibutuhkan oleh dokter dan pasien/costumer maka apotek
tersebut memiliki perencanaan yang baik dalam hal penyediaan obat/perbekalan
farmasi.
Untuk menentukan obat-obat apa saja yang harus disediakan oleh apotek
dapat dilihat dari berbagai cara yaitu berdasarkan daya beli masyarakat sekitar,
bedasarkan penyakit musiman dan pola penyakit yang terjadi berdasarkan
resep-resep yang sering ditulis oleh dokter yang praktek disekitar apotek.
Pada makalah ini penulis akan menetukan pengadaan obat/perbekalan
farmasi di apotek berdasarkan analisa pola penyakit. Pola penyakit ini
ditentukan berdasarkan resep-resep yang masuk ke apotek Kimia Farma 1. Dari
resep-resep tersebut kemudian dilakukan sampling kemudian dianalisis pola
penyakitnya. Selanjutnya pola penyakit tersebut dapat dijadikan dasar untuk
menentukan obat-obat apa saja yang harus tersedia di apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


10

BAB 3
DESKRIPSI KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus


Tugas khusus ini dilaksanakan selama praktek kerja profesi apoteker di
Apotek Kimia Farma 1, Kamayoran-Jakarta Pusat selama periode 01 April 10
Mei 2014.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Data yang terdapat pada tugas khusus ini diambil berdasarkan analisa
resep pada bulan Februari 2014 di Apotek Kimia Farma 1 Kemayoran. Resep
yang ada pada bulan Februari 2014 di sampling berdasarkan metode sampling
menggunakan rumus Slovin. Selanjutkan sampel inilah yang akan dianalisis.
Metode sampling menggunakan rumus Slovin dapat dilihat pada
persamaan 1 dibawah ini:

(3.1)

Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
= Tingkat Kepercayaan ( = 0,05)

Berdasarkan rumus solvin maka jumlah sampel yang diambil untuk


analisis pola penyakit adalah sebagai berikut:

10 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


11

3.3 Cara Kerja

Pengumpulan data di Apotek dilakukan dengan melakukan


pengklasifikasian resep resep yang diterima oleh Apotek Kimia Farma No 1
berdasarkan tanggal. Akan tetapi, resep resep yang mengandung narkotika dan
psikotropika dipisahkan dan diklasifikasikan di kelompok tersendiri. Setelah itu,
resep diambil secara acak sebanyak 10 11 resep tiap harinya, termasuk di
dalamnya resep narkotika dan psikotropika. Setelah itu, setiap resep dianalisa
berdasarkan kegunaan dari masing-masing obat yang diresepkan dan disimpulkan
penyakit yang diderita oleh pasien. Kemudian, data diolah secara statistik
sederhana dan dibahas untuk menentukan pengadaan obat-obat apa saja yang
dibutuhkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


12

BAB 4
PEMBAHASAN

Pengelolaan manajemen obat di apotek merupakan salah satu unsur


penting dalam fungsi manajerial apotek secara keseluruhan, karena
ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap apotek baik
kelancaran proses terapi maupun secara ekonomis. Ada banyak alasan mengapa
obat perlu dikelola dengan baik dimana agar obat tersedia saat diperlukan,
kuantitas mencukupi, mutu menjamin, mendukung good quality care di apotek,
serta menambah pendapatan apotek. Dari sisi manjemen dan keuangan
diantaranya pengurangan beban manajemen dan administrasi, mengurangi
pemborosan, menurunkan biaya pengelolaan dan investasi obat, menghindari
kekurangan obat dan menambah pendapatan apotek.Manajemen obat yang
merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang
saling terkait harus terkoordinasi dengan baik agar masing-masing dapat berfungsi
secara optimal. Ketidakterkaitan antara satu dengan yang lainnya akan
menyebabkan tidak efisiennya system suplai dan penggunaan obat yang ada.
Tujuan manajemen obat di apotek adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap
saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang
terjangkau untuk mendukung pelayanan obat yang bermutu.
Dalam pengelolaan obat yang baik perencanaan idealnya dilakukan
dengan berdasarkan atas data yang diperoleh dari tahap akhir pengelolaan, yaitu
penggunaan obat periode yang lalu. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan
kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan
sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara
optimal sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan
efisien.Beberapa tujuan perencanaan dalam farmasi adalah untuk menyusun
kebutuhan obat yang tepat mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan
kebutuhan untuk mencegah/menghindari terjadinya kekurangan/kekosongan
obat (stock out) atau kelebihan persediaan obat (over stock) serta meningkatkan
penggunaan persediaan obat secara efektif dan efisien (rasional).

12 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


13

Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat,


apabila lemah dalam perencanaan maka akan mengakibatkan kekacauan dalam
suatu siklus manajemen secara keseluruhan, mulai dari pemborosan dalam
penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak
tersalurkannya obat sehingga obat bisa rusak atau kadaluarsa. Badan Pengawas
Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah
satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan
kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat
di unit pelayanan kesehatan. Perencanaan merupakan tahap awal pada siklus
pengelolaan obat.
Pengelolaan obat tentunya perlu mengikuti perkembangan musim dan
disesuaikan dengan kondisi atau keadaan tertentu agar tercapai tujuan yaitu
tersedianya stok obat stok tidak habis (stock out) maupun menumpuk berlebihan
(over stock) sehingga apotek dapat melakukan pelayanan kepada pasien sesuai
kebutuhan pasien. Hal ini menjadi tantangan bagi pengelola apotek terutama
apoteker bagaimana mengelola apotek baik persediaan obat maupun sumber daya
yang ada dan sebagainya agar apotek tetap dapat melayani kebutuhan pasien
dalam suatu momen atau even tertentu. Momen atau even tertentu ini tentunya
perlu diprediksikan oleh apoteker agar apoteker dapat menyediakan perbekalan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien tersebut. Perlu diingat ketika kebutuhan
vital pasien dalam mendapatkan obat maupun resep dokter banyak yang tidak
terlayani hal ini sama artinya dengan melepaskan pendapatan yang kemudian
dapat menurunkan omset apotek bahkan khawatir menjadi image bagi pasien
maupun dokter apotek yang kita kelola persediaannya tidak lengkap dan apoteker
dicap tidak mampu memprediksi momen.
Pada survei atau analisis yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.1,
data diambil sebanyak 305 resep yang mewakili 1299 resep pada bulan Februari
2014. Sampling secara acak ini mengambil resep tertulis secara acak dari resep
tanggal 1-28 Februari 2014. Setiap resep dianalisis atau di skrinning untuk
mengetahui penyakit utama si pasien. Terlihat terdapat 36 penyakit yang terdata
dari sampling yang dilakukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


14

Tabel 4.1 Data Sepuluh Besar Pola Penyakit Berdasarkan Resep di Kimia
Farma No 1 pada Bulan Februari 2014
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
Gangguan
1 saluran cerna 54 17.70%
2 ISPA, asma 48 15.74%
Flu, demam,
3 pilek 23 7.54%
4 Alergi 19 6.23%
Hipertensi dan
penyakit
5 jantung lainnya 17 5.57%
6 OA/RA 14 4.59%
7 Infeksi 13 4.26%
8 Kolesterol 13 4.26%
9 Nyeri 12 3.93%
10 Ibu hamil 10 3.28%

Pola Penyakit Berdasarkan Resep di Kimia


Farma No 1 pada Bulan Februari 2014
60
50
40
30
20
10
0

Gambar 4.1. Grafik Pola Penyakit Berdasarkan Resep di Kimia Farma No 1


pada Bulan Februari 2014

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


15

Proses seleksi dan perencanaan obat di apotek untuk bulan selanjutnya


yaitu berdasarkan pada pola penyakit (epidemiologi/morbiditas) dan
data konsumsi obat periode Februari 2014. Pada bulan ini, penyakit yang sering
terjadi yaitu Gangguan saluran cerna (17.70%), Infeksi saluran pernapasan atas
(15.74%), Flu (7.54%), Alergi (6.23%) dan Hipertensi dan penyakit jantung
lainnya (5.57%). Data ini dapat dilihat dari tabel 4.1. Dari gamber 4.1, gangguan
saluran pencernaan merupakan penyakit yang paling banyak diterima resepnya di
Apotek Kimia Farma No.1 pada bulan Februari 2014. Hal ini dapat dikarenakan
pada bulan Februari 2014 kemarin sedang mengalami musim hujan hingga terjadi
kebanjiran di beberapa titik di Jakarta sehingga kebersihan lingkungan maupun
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat sekitar kurang terjaga. Akibatnya,
banyak masyarakat yang terserang gangguan saluran cerna dimana sebagian besar
penyakitnya adalah diare. Selain gangguan saluran pencernaan, penyakit yang
cukup banyak terjadi di bulan Februari 2014 adalah infeksi saluran pernapasan
atas. Hal ini dapat diakibatkan karena pergantian cuaca dari yang biasanya kering
menjadi lembab mengakibatkan beberapa orang mengalami flu yang disertai
batuk dan demam hingga terjadi infeksi saluran pernapasan atas. Pada peresepan
kedua penyakit ini banyak digunakan tambahan berupa obat anti nyeri, anti
inflamasi dan beberapa multivitamin untuk mengurangi nyeri yang terjadi dan
untuk menambah daya tahan tubuh dari pasien.
Metode perencanaan yang digunakan adalah metode kombinasi konsumsi
dan epidemiologi. Metode kombinasi ini digunakan untuk menutupi masing-
masing kelemahan dari metode konsumsi maupun epidemiologi. Metode
kombinasi berupa perhitungan kebutuhan obat atau alkes yang mana telah
mempunyai data konsumsi yang mantap namun kasus penyakit cenderung
berubah (naik atau turun) dalam hal ini karena adanya perubahan konsumsi obat
tiap bulannya. Metode kombinasi digunakan untuk mengikuti perkembangan
perubahan pola penyakit dan perubahan-perubahan terkait dan secara terus
menerus melakukan analisis data. Proses seleksi dan perencanaan harus
diperhatikan, agar pengadaan obat bisa dilakukan secara efektif dan efisien
sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi dan apotek memperoleh keuntungan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pola penyakit tadi dapat disimpulkan bahwa
Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


16

obat-obatan yang dapat disediakan pada bulan selanjutnya atau bulan lain dengan
kondisi sama adalah obat-obat gangguan saluran pencernaan, obat untuk saluran
napas, antibiotik, obat-obat antihipertensi, obat anti alergi, analgesik dan beberapa
multivitamin yang sering diresepkan. Akan tetapi, data dari analisa pola penyakit
pada bulan Februari ini belum dapat menggambarkan kebutuhan dari Apotek
Kimia Farma No 1. Untuk itu Apotek Kimia Farma No 1 perlu melakukan analisa
pola penyakit ini setiap bulannya selama 1 tahun untuk dapat menggmbarkan pola
kebutuhan obat di apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


17

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Pada Bulan Februari 2014, penyakit yang sering terjadi di Kimia Farma
No.1 yaitu Gangguan saluran cerna (17.70%), Infeksi saluran pernapasan
atas (15.74%), Flu (7.54%), Alergi (6.23%) dan Hipertensi dan penyakit
jantung lainnya (5.57%).
b. Pengadaan barang untuk bulan selanjutnya dapat berdasarkan penyakit
yang sering muncul tadi, seperti obat-obat gangguan saluran pencernaan,
obat untuk saluran napas, antibiotik, obat-obat antihipertensi, obat anti
alergi, analgesik dan beberapa multivitamin yang sering diresepkan.
Selain pola pengadaan berdasarkan data penyakit tadi dapat digunakan
untuk bulan berikutnya, pengadaan seperti disebutkan sebelumnya juga
dapat digunakan pada bulan-bulan yang memiliki kondisi cuaca sama
atau mirip dengan bulan Februari tahun 2014 ini.
5.2 Saran
a. Pelaksanaan analisa pola penyakit berdasarkan resep di Apotek Kimia
Farma No. 1 ini harus dilaksanakan tiap bulannya dan direkapitulasi
selama setahun atau dilaksanakan tiap tahun untuk lebih menggambarkan
penggunaan obat-obatan yang diperlukan di Apotek Kimia Farma No 1
sehingga data dari analisa pola penyakit selama 1 tahun tersebut dapat
dijadikan dasar perencanaan obat di tahun selanutnya.

17 Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


18

DAFTAR ACUAN

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan No.


1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Universitas Indonesia
18

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


19

Lampiran 1. Data Pola Penyakit Berdasarkan Resep di Kimia Farma No 1


pada Bulan Februari 2014
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
Gangguan
1 saluran cerna 54 17.70%
2 ISPA, asma 48 15.74%
Flu, demam,
3 pilek 23 7.54%
4 Alergi 19 6.23%
Hipertensi dan
penyakit
5 jantung lainnya 17 5.57%
6 OA/RA 14 4.59%
7 Infeksi 13 4.26%
8 Kolesterol 13 4.26%
9 Nyeri 12 3.93%
10 Ibu hamil 10 3.28%
11 Infeksi jamur 8 2.62%
12 Sakit gigi 8 2.62%
Gangguan
13 menstruasi 7 2.30%
Kekurangan
14 vitamin 7 2.30%
15 Sakit mata 7 2.30%
16 Depresi 7 2.30%
Pusing dan
17 vertigo 6 1.97%
18 Radang 5 1.64%
19 ISK 4 1.31%
20 Sakit telinga 2 0.66%
21 Herpes 2 0.66%
22 Kejang 2 0.66%
23 Neuropati 2 0.66%
24 Wasir 2 0.66%
25 Diabetes 2 0.66%
26 Hepatitis 1 0.33%
27 Kontrasepsi 1 0.33%
Terapi
28 kesuburan 1 0.33%
Terapi pasca
29 stroke 1 0.33%
30 Obesitas 1 0.33%
31 Patah tulang 1 0.33%
32 Asam urat 1 0.33%

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014


20

33 Hiperlipidemia 1 0.33%
34 Batu empedu 1 0.33%
Terapi pasca
35 operasi 1 0.33%
36 TBC 1 0.33%
Jumlah 305 100.00%

Universitas Indonesia

Laporan praktek, Dyah Ayuwati Waluyo, FFar UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai