ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
Universitas Indonesia
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
NPM : 1306343486
Tanda Tangan :
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : :
Penguji I : ( )
Penguji II : ( )
Penguji III : ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal :
ii
Segala puji dan syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis mampu
menyusun dan menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Apotek SamMarie Basra yang berlokasi di Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta
Timur pada tanggal 10-29 Maret 2014 dan 21 April-12 Mei 2014. Penulisan
laporan PKPA ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
Kegiatan PKPA ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia;
2. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia;
3. Dr. Harmita, Apt., selaku pembimbing akademis dan pembimbing II yang
telah memberikan waktu, bimbingan, saran, tenaga, pikiran, bantuan, dan
dukungan selama pelaksanaan kegiatan PKPA dan penyusunan laporan
PKPA;
4. T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS., selaku Wakil Direktur Operasional
RSIA SamMarie Basra dan pembimbing I yang telah memberikan waktu,
kesempatan, bimbingan, pengarahan, dan nasehat selama pelaksanaan
kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA;
5. Widia, S.Si., Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek SamMarie Basra dan
pembimbing lapangan yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan
bantuan selama pelaksanaan kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA;
6. Seluruh staf karyawan dan karyawati Apotek SamMarie Basra yang telah
memberikan perhatian, bantuan, dan kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan
PKPA;
iii
Penulis
2014
iv
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 28 Juni 2014
Yang menyatakan
iii
iii
vi Universitas Indonesia
LAMPIRAN .......................................................................................................... 57
vi Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
SamMarie Basra yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia adalah :
a. Memahami tugas pokok, peran dan fungsi apoteker di apotek; dan
b. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon apoteker untuk beradaptasi
langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek dan
memahami sistem manajemen dan administrasi di Apotek SamMarie Basra,
serta memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek baik secara teknis
kefarmasian maupun non teknis kefarmasian.
Universitas Indonesia
TINJAUAN UMUM
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.5.1 Lokasi
Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanankomoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Persyaratan jarak minimum
antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, akan tetapi ketentuan ini dapat berbeda,
sesuai dengan kebijakan atau peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek
dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan
kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana dan pelayanan
kesehatan lain, sanitasi dan factor-faktor lainnya (Said, 2012).
2.5.2 Bangunan
Suatu apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup sehingga
dapatmenjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Bangunan
apotekyang baik hendaknya memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan
danpenyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, tempat pencucian
alat, dan kamar kecil. Bangunan apotek sebaiknya juga memiliki sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang dapat memberikan
penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, serta ventilasi dan sanitasi
yang baik. Papan nama apotek dipasang di depan bangunan dengan ketentuan
memenuhi ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di
atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, umumnya terbuat dari papan seng
yang pada bagian mukanya memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat
apotek, dan nomor telepon (Said, 2012).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
P. No. 1 P. No. 2
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Baca aturan Hanya untuk kumur,
memakainya Jangan ditelan
P. No. 3 P. No. 4
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian Hanya untuk dibakar
luar dari badan
P. No. 5 P. No. 6
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Tidak boleh ditelan Obat wasir, jangan
ditelan
Universitas Indonesia
Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep
dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya
“boleh diulang“. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung, obat diabetes,
hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, semua obat suntik, dan
psikotropika.
4. Psikotropika
Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku disbut
psikotropika. Penggolongan dari psikotropika adalah (Presiden RI, 1997a):
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
Universitas Indonesia
5. Narkotika
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, disebut narkotika (Presiden RI, 2009b).
Universitas Indonesia
yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan
APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Seorang
APA bertanggung jawab akan kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, dan
juga bertanggung jawab kepada pemilik modal apabila bekerja sama dengan
pemilik sarana apotek (PSA).
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Presiden RI, 2009a):
a. Memiliki keahlian dan kewenangan;
b. Menerapkan Standar Profesi;
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional;
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
f. Wajib memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) bagi Apoteker Pengelola
Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping di Apotek; dan
g. Apoteker Pengelola Apotek (APA) hanya dapat melaksanakan praktek di satu
apotek sedangkan Apoteker Pendamping hanya dapat melaksanakan praktek
paling banyak di tiga Apotek.
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi (Menteri Kesehatan RI,
2011). STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA,
Apoteker harus memenuhi persyaratan (Presiden RI, 2009a):
a. Memiliki ijazah Apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etikaprofesi
Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker dan Apoteker Pendamping untuk dapat melaksanakan praktik
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, yaitu Apotek atau
Universitas Indonesia
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) (Menteri Kesehatan RI, 2011). SIPA
dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila pekerjaan
kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam surat izin.
Untuk mendapatkan SIPA, apoteker harus memiliki (Presiden RI, 2009a):
a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau
fasilitaskesehatan yang memiliki izin; dan
c. Rekomendasi dari organisasi profesi.
Tugas dan kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut:
a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku;
b. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi;
c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin;
dan
d. Melakukan pengembangan usaha apotek.
Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi (Said, 2012):
a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan;
b. Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan;
c. Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan; dan
d. Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.
e. Kerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak
berhak dalam jumlah besar; dan
f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu
APA keluar daerah selama tiga bulan berturut-turut.
Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran ringan apotek, yaitu sebagai
berikut:
a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir
pada jam buka apotek;
b. Mengubah denah apotek tanpa izin;
c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak;
d. Melayani resep yang tidak jelas dokternya;
e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum
dimusnahkan;
f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada;
g. Salinan resep yang tidak ditanda tangani oleh apoteker;
h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain;
i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat;
j. Resep narkotika tidak dipisahkan;
k. Buku harian narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa; dan
l. Tidak mempunyai atau tidak mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui
dengan jelas asal-usul obat tersebut.
Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila
terdapat pelanggaran terhadap:
a. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541);
b. Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009;
c. Undang-Undang Narkotika No. 22 tahun 1997; dan
e. Undang-Undang Psikotropika No. 5 tahun 1997.
melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin
apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri Kesehatan dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila:
a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu
baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan,
seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Menteri;
b. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih
dari 2 (dua) tahun secara terus menerus;
c. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 9 tahun 1976 tentang
Narkotika, Undang-Undang Obat Keras No. St. 1973 No. 541, Undang-
Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;
d. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut;
e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat; dan
f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan
Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan
dengan menggunakan contoh Formulir APT-12; dan
b. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir APT-13.
Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam poin (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Secara garis besar
pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
b. Pengadaan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), menyebutkan bahwa pabrik farmasi dapat
menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah
sakit, dan sarana kesehatan lain. Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan
dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen
atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap,
yaitu:
1) Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang
yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan
pemasok; dan
2) Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), minimal
dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh
APA dengan mencantumkan nomor SIK.
Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara
antara lain (Anief, 2001):
1) Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini
dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari
apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat
yang dipesan;
2) Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan
pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan
penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal
ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan
pembeliansesuai dengan kebutuhan; dan
3) Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah
yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga
dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan
pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan
permintaan. Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan
besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluarsa.
Universitas Indonesia
c. Penyimpanan
Obat dengan bentuk sediaan padat, sediaan cair, atau setengah padat
disimpan secara terpisah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang
bersifat higroskopis. Serum, vaksin, dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh
pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat
dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan
obat saat diperlukan. Pengaturan pemakaian barang di apotek sebaiknya
menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
Out) sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat
disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.
b. Neraca
Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada
waktu tertentu disebut laporan neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan
jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang
disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan
dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut.
Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar
dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap.
Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva
tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan
modal.
Universitas Indonesia
c. Laporan Hutang-Piutang
Laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu
dalam satu tahun disebut laporan hutang, sedangkan laporan piutang berisikan
piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain
kepada pihak apotek.
2.11.3 Administrasi
Kegiatan yang biasa dilakukan dalam proses administrasi apotek meliputi:
a. Administrasi umum, kegiatannya meliputi, membuat agenda atau
mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan
seperti, laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan
harganya, pendapatan, alat dan obat KB, obat generik, dan lain-lain;
b. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-
bukti pengeluaran dan pemasukan;
c. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas,
dan pembayaran secara tunai atau kredit;
d. Administrasi pergudangan meliputi, pencatatan penerimaan barang, masing-
masing barang diberi kartu stok, dan membuat defekta;
e. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai
atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain
itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya
hutang apotek;
f. Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan
piutang, dan penagihan sisa piutang; dan
g. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan,
mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari karyawan.
penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster,
penyuluhan, dan lain-lain.
e. Dosis
Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen
(sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat
menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
f. Waktu pemakaian
Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien,
misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
g. Lama penggunaan
Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien
tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum
hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter.
h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu
bersamaan.
i. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa meminum obat.
j. Cara penyimpanan obat yang baik.
k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.
Selain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang
obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini
penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek
farmakoekonomi dan hak pasien. Selain konseling dalam farmakoterapi, apoteker
juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam
pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical
Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi
yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai
berikut:
a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat
daninformasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua
produk yang tersedia untuk swamedikasi.
Universitas Indonesia
1. Pemesanan Narkotika
Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan
narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP)
khusus narkotika, yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas,
stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan terdiri dari empat rangkap.
Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, nomor
Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel
apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika.
2. Penyimpanan Narkotika
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan
harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 1978):
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat;
b. Harus mempunyai kunci yang kuat;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Penyiapan Resep
1) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep;
2) Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang
mengandung narkotika atau menimbang bahan baku narkotika;
3) Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya;
4) Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep; dan
5) Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan
jumlah obat sesuai permintaan dalam resep.
c. Penyerahan Obat
1) Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket
dengan resep sebelum dilakukan penyerahan;
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3) Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima;
4) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
5) Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik
resep; dan
6) Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya.
Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung
narkotika antara lain:
a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu
pengetahuan;
b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter;
c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep
dokter;
d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama
sekali;
e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali,
apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli; dan
Universitas Indonesia
f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani
sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada
resep-resep yang mengandung narkotika.
4. Pelaporan Narkotika
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa
apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam
bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur
pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan
(Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kotadengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes
Provinsi dan Dit jen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang
menggunakan fasilitas internet. Namun, penerapan undang-undang ini belum
dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia.
5. Pemusnahan Narkotika
APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker
Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita
Acara Pemusnahan Narkotika yang sekurang-kurangnya memuat (Menteri
Kesehatan RI, 1978):
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan;
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan
pemusnahan;
c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan; dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap
bulan. Laporan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat, Dinas
Kesehatan Provinsi setempat, dan 1 salinan untuk arsip.
d. Pemusnahan Psikotropika
Kegiatan ini dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi
tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk
digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan psikotropika wajib dibuat Berita Acara dan dikirim kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai POM.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dapat berlangsung dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal, suatu
apotek harus mempunyai struktur organisasi serta pembagian tugas dan tanggung
jawab yang jelas. Apotek mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut (dapat dilihat pada Lampiran 10.).
Tenaga Teknis Farmasi yang terdapat di dalam Apotek SamMarie Basra
yaitu terdiri dari :
a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
b. Asisten Apoteker : 5 orang
Tenaga kerja di Apotek SamMarie Basra secara bergantian bekerja
berdasarkan shift-shift yang telah dibagi, yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00
s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00 s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul
21.00 s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan: shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00
WIB) dan shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30 WIB). Adapun tugas dan fungsi tiap
karyawan yang ada di apotek SamMarie Basra adalah sebagai berikut:
a. APA (Apoteker Pengelola Apotek)
Tugas dan tanggung jawab APA sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala keperluan
perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
2) Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja Asisten Apoteker (AA) antara lain mengatur daftar
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab
masing-masing karyawan.
3) Bertanggung jawab terhadap kelancaran administrasi dan penyimpanan
dokumen penting.
4) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk
mendukung penggunaan obat yang rasional.
5) Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
6) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi
Universitas Indonesia
3.4.3 Penjualan
Kegiatan penjualan yang dilakukan meliputi pelayanan resep, penjualan
obat bebas dan alat kesehatan. Pelayanan resep dokter terdiri dari resep yang
dibayar tunai dan resep yang dibayar kredit melalui kasir RSIA.
a. Penjualan Resep yang dibayar tunai.
Permintaaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar secara tunai
disebut sebagai penjualan resep yang dibayar tunai.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tunggu juga selalu dijaga agar tetap bersih agar menambah kenyamanan
pelanggan. Halaman parkir pada apotek ini juga cukup luas karena juga
merupakan halaman parkir untuk rumah sakit dan sebagian besar pasien
menggunakan kendaraan pribadi.
Ruang bagian dalam apotek dibagi menjadi dua, yaitu ruang racik dan
ruang penyimpanan alat-alat kesehatan. Pada ruang racik terdapat lemari tempat
menyimpan obat ethical dan obat generik, serta meja untuk melakukan peracikan
dan penyiapan obat. Terdapat dua meja untuk penyiapan obat, satu meja yang
dilengkapi dengan lemari kecil di bawahnya digunakan untuk meracik obat
dimana pada meja tersebut telah tertata mortir dan alu serta alat pembungkus
puyer dan pada lemari bawahnya tersedia gelas ukur dan zat aktif obat yang
biasanya digunakan untuk meracik sediaan krim atau salep. Meja lainnya
diletakkan di samping meja racik yang biasa digunakan sebagai meja kerja. Meja
kerja tersebut merupakan tempat meletakkan etiket, plastik obat, kertas perkamen
serta timbangan dan merupakan tempat untuk menulis etiket serta pemeriksaan
kembali obat sebelum diserahkan pada konsumen. Kedua meja tersebut diletakkan
di sudut kanan ruang racik. Pada ruang racik juga dilengkapi dengan wastafel
untuk mencuci peralatan racik. Di belakang ruang racik, terdapat satu ruangan lagi
yang merupakan ruang penyimpanan alat-alat kesehatan yang diperlukan untuk
kebutuhan rawat inap rumah sakit.
Apoteker sebagai penanggung jawab kegiatan manajerial di apotek harus
melakukan pengelolaan terhadap sediaan farmasi di apotek dengan baik. Sistem
manajemen dan administrasi di apotek harus diatur seefektif mungkin sehingga
kegiatan apotek dapat berlangsung dengan baik dan lancar serta meminimalisasi
kesalahan. Pada Apotek SamMarie Basra, sistem manajemen dan administrasi
sudah terlaksana cukup baik. Struktur organisasi cukup sederhana dengan SDM
yang terdiri dari PSA, APA, dan Asisten Apoteker (AA) dengan pembagian shift,
yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00 s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00
s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul 21.00 s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan:
shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00 WIB) dan shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30
WIB). Pada apotek ini tidak terdapat Apoteker Pendamping sehingga jika APA
tidak berada di tempat pelayanan dilakukan oleh AA.
Universitas Indonesia
Dalam satu surat pesanan hanya boleh digunakan untuk satu jenis
narkotika dengan mencantumkan pula jumlah sisa stok yang masih tersedia di
apotek. Sedangkan untuk psikotropika, SP dibuat tiga rangkap yang akan
diserahkan pada PBF, Balai POM, dan arsip. Dalam satu SP psikotropika dapat
digunakan untuk beberapa jenis obat untuk PBF yang sama dan tidak perlu
mencantumkan sisa stok di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus
diserahkan terlebih dahulu pada distributor sebelum barang diantarkan.
Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh APA atau
AA.
Penyimpanan obat di apotek SamMarie Basra dilakukan secara alfabetis
berdasarkan bentuk sediaan (padat, cair, semi padat, dan injeksi) serta dibedakan
antara obat generik dan nama dagang. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), dimana obat dengan
tanggal kadaluarsa yang lebih cepat diletakkan paling luar atau paling atas agar
dapat keluar lebih dahulu.
Obat disimpan pada lemari kaca sehingga memudahkan untuk
pengambilan obat saat diperlukan serta menghindari obat dari debu, kelembapan,
dan cahaya yang berlebihan. Ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari
pendingin selalu diatur kondisi temperaturnya. Untuk ruang racik dan ruang
penyimpanan obat diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 25 oC, sementara
untuk lemari pendingin juga diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 10 oC.
Pengecekan kondisi temperatur ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari
pendingin selalu dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada jam 07.00 WIB, 14.00
WIB, dan 21.00 WIB. Pemantauan temperatur pada tempat penyimpanan ini
penting untuk dapat menjaga kestabilan obat sehingga obat yang diterima
konsumen tetap terjaga mutunya. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan
khusus dengan temperatur dingin, seperti suppossitoria dan vaksin disimpan pada
lemari pendingin dimana di Apotek SamMarie Basra ini terdapat dua lemari
pendingin.
Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu
disimpan dalam lemari khusus terkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain,
dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Penyimpanan dan
Universitas Indonesia
pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep asli). Resep yang
mengandung narkotika diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat
non-narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan
resep asli dokter atau salinan resep. Resep ini dapat diulang jika perlu.
Apotek SamMarie Basra melakukan pelaporan penggunaan obat golongan
narkotika dan psikotropika kepada Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur
setiap periode, yatu setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan tiga bulan
sekali untuk psikotropika. Untuk obat-bat golongan ini yang rusak atau sudah
kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan yang disaksikan oleh APA, AA, dan
petugas dinas kesehatan serta dibuat berita acara pemusnahannya.
Pengelolaan resep di Apotek SamMarie Basra sudah cukup baik. Semua
resep yang sudah dilayani disimpan setiap harinya dan dipisahkan setiap bulan.
Resep-resep tersebut masih disimpan hingga saat ini dan belum dilakukan
pemusnahan resep.
Dari segi kewirausahaan, Apotek SamMarie Basra selalu berusaha
meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Stok obat diusahakan
sebisa mungkin untuk tidak pernah kosong ataupun over stock. Namun, terkadang
stok obat kosong masih sering terjadi di apotek ini sehingga pemesanan CITO
perlu dilakukan dan mengakibatkan pasien harus menunggu lebih lama dari waktu
yang seharusnya.
Dari segi pelayanan kefarmasian di apotek ini dapat dikatakan cukup baik.
Hal ini terlihat dari pelayanan resep yang diusahakan cepat dan tepat serta
didukung pemberian informasi obat yang sejelas mungkin pada pasien. Namun,
konseling penggunaan obat di apotek ini masih jarang dilakukan.
Fungsi promosi dan edukasi juga belum terlalu terlihat pada apotek ini
karena pada bagian depan apotek tidak terdapat penyebaran leaflet, brosur,
ataupun poster mengenai penggunaan obat.
Selain itu, kegiatan monitoring penggunaan obat dan efek penggunaan
obat yang tidak diinginkan pada apotek ini juga belum terlaksana. Kedua kegiatan
tersebut sebenarnya merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang perlu
dilakukan apoteker di apotek secara profesional dalam melakukan pelayanan
kesehatan guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilakukan di
Apotek SamMarie Basra dapat disimpulkan bahwa:
5.2 Saran
5.2.1 Apotek SamMarie Basra perlu meningkatkan penerapan pelayanan
kefarmasian dalam hal komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada para
pelanggannya sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan praktik
kefarmasian. Fungsi KIE dapat ditingkatkan dengan penyediaan brosur, leaflet,
poster atau majalah kesehatan yang berisi informasi guna meningkatkan
53 Universitas Indonesia
5.2.3 Perlu seorang Apoteker Pendamping yang selalu ada di apotek agar
pelayanan kefarmasian dapat berjalan setiap saat dan pengendalian obat narkotika
dan psikotropika lebih terkontrol.
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia
Said, M. U. (2012). Manajemen Apotek Praktis. (Cetakan ke-4 Ed. rev). Jakarta:
PD Wira Putra Kencana.
Universitas Indonesia
A B A B
A B
Pemilik
Sarana Apotek
Apoteker
Pengelola
Apotek
(lanjutan)
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
ii Universitas Indonesia
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek SamMarie
Basra yang telah dilaksanakan pada tanggal 10 Maret – 29 Maret 2014 dan 21
April – 12 Mei 2014 .
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi (PBF)
sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang paling dalam kepada:
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia. .
2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Pembimbing dari Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.
4. Bapak T. Nebrisa Zagladin Jacoeb, S.Farm., Apt., MARS sebagai Wakil
Direktur Operasional RSIA SamMarie Basra serta sebagai pembimbing
yang telah memberikan bimbingan selama pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker dan dalam penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
5. Ibu Widia, S.Si., Apt, Mba Novi, Mba Evi, Mba Suci, Irma, Zia dan
seluruh karyawan di RSIA SamMarie Basra yang telah banyak
memberikan bantuan selama penulis melaksakan Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
iii Universitas Indonesia
Penulis
2014
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
vi Universitas Indonesia
41 Universitas Indonesia
Oleh karena itu, manajemen apotek harus pandai melihat kebutuhan konsumen
sehingga konsumen akan merasa puas karena mendapatkan apa yang
dibutuhkannya. Untuk melihat dan mendapatkan jumlah stok obat yang tepat serta
bisa melihat kebutuhan konsumen, maka manajemen apotek harus sering
mengadakan kajian terhadap masalah tersebut. Seperti melakukan survei pasar,
menganalisa data penjualan, mengamati pola pembeli, dan mengamati keterkaitan
obat yang dibeli oleh konsumen. Salah satu kajian yang bisa dilakukan untuk
mengetahui keinginan konsumen adalah dengan mengamati transaksi penjualan,
melihat stok obat yang kosong dan stok obat yang sering diminta oleh pasien atau
konsumen.
Dalam melakukan pengendalian kebutuhan obat sebaiknya dilakukan dari
tahap perencanaan sampai penggunaan obat. Pengendalian dilakukan pada bagian
perencanaan yaitu dalam penentuan jumlah kebutuhan, rekapitulasi kebutuhan dan
dana. Pengendalian juga diperlukan pada bagian pengadaan yaitu dalam pemilihan
metode pengadaan, dan pemantauan status pemesanan. Di bagian penyimpanan,
pengendalian diperlukan dalam penerimaan dan pemeriksaan obat. Sedangkan
pengendalian di bagian distribusi diperlukan dalam hal pengumpulan informasi
pemakaian dan review seleksi obat.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui persentase obat yang kosong dan atau obat yang tidak tersedia
yang diminta oleh pasien di Apotek SamMarie Basra serta saran yang
diberikan oleh pegawai apotek kepada pasien periode 10-29 Maret 2014.
b. Mengetahui alasan kenapa obat/resep sampai ditolak (stok obat kosong).
c. Mengetahui cara mengatasi kekosongan obat saat pasien menebus resep.
Universitas Indonesia
43 Universitas Indonesia
meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan risiko efek samping
yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat
dengan indikasi yangsama dalam jumlah yang banyak, maka kita memilih
berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang
lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai
efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.
Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang
digunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu :
a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit.
b. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah.
c. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan risiko yang minimal.
d. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas
maupun bioavailabilitasnya.
e. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik.
f. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa
maka pilihan diberikan kepada obat yang :
1) Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.
2) Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan.
3) Stabilitas yang paling baik.
4) Paling mudah diperoleh.
g. Harga terjangkau.
h. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.
Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan
kebutuhan obat adalah dengan cara :
a. Analisis ABC
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling
banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif
sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat
dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan,
10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar
90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%.
Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan
kebutuhan dananya yaitu :
Kelompok A : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Kelompok B : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Kelompok C : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B, dan C :
1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat
dengan cara kuantum obat x harga obat.
2) Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
3) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4) Hitung kumulasi persennya.
5) Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
6) Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% - 90%
7) Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi >90% - 100%.
Universitas Indonesia
b. Analisa VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang
terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak
tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu :
Kelompok V : Kelompok obat yang vital, antara lain : obat penyelamat,
obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk
mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
Kelompok E : Kelompok obat esensial, dimana obat yang bekerja kausal
yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
Kelompok N : Kelompok obat non-esensial, dimana kelompok obat
penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa
digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk :
1) Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang
tersedia. Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat
didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN.
2) Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok
V (Vital) agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk
menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria
penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam
menentukan kriteria, perlu dipertimbangkan kondisi dan
kebutuhan.
Universitas Indonesia
swakelola.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 bahwa pekerjaan
pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka
menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan dimasukkan ke dalam kriteria barang/jasa khusus. Pelaksanaan
pengadaan barang/jasa khusus dapat dilakukan dengan metode penunjukkan
langsung.
Universitas Indonesia
Ada empat strategi dalam melakukan pengadaan obat yang baik adalah
(WHO 1999) :
a. Pengadaan yang paling hemat biaya tetapi jumlahnya tepat.
b. Memilih pemasok yang dapat diandalkan dengan produk bermutu tinggi.
c. Memastikan pengiriman yang tepat waktu.
d. Total biaya yang dikeluarkan haruslah serendah mungkin.
diterimanya barang.
c. Frekuensi dan Volume Pembelian
Makin kecil volume barang yang dibeli, maka makin tinggi frekuensinya
dalam melakukan pembelian. Sebaliknya bila volume pembelian barang
besar maka frekuensi pembelian jadi rendah. Bila frekuensi pembelian
tinggi akan menyebabkan makin banyak volume pekerjaan seperti :
1). Menerima barang yang datang
2). Memeriksa barang yang datang
3). Pencatatan perincian barang atau pembelian
4). Mengatur barang dilemari gudang
5). Mencatat dalam kartu stok
6). Peningkatan pekerjaan administrasi
7). Peningkatan frekuensi pembayaran tagihan
Sebaliknya bila volume pembelian besar akan menurunkan pekerjaan,
tetapi besarnya volume pembelian akan menimbulkan masalah seperti :
1). Diperlukan ruangan penyimpanan barang yang besar
2). Risiko barang yang rusak, kadaluarsa obat menjadi lebih tinggi
3). Pengaruh pada keuangan cukup besar karena banyak tagihan
hutang.
Besarnya volume pembelian ditetapkan berdasarkan kebutuhan dalam
satuan waktu dan unit masing-masing obat. Berhasil tidaknya tujuan usaha
tergantung pada kebijaksanaan dalam pembelian.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
13
4 Universitas Indonesia
4
14 Universitas Indonesia
35
30
25
20
15
10
Rhinos Junior
Na. Diklofenak
Cortidex
Vitamin C
Cefat
Amoksan
Lapimuc
Lapicef Kapsul
Spiradan
Ardium
Fluimucyl
Triaminic
Tribestan
Carnico
Sanmol Syr
Nifural Syr
Salbutamol
Theragran
Flagyl Tab
Cefixime Tab
Sanmol Tab
Rhinofed Tablet
Ezerra Body Cleanser
Methyl Prednisolone
Nama Obat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
®
Ziffin 2 0,88
®
Ondansentron 3 1,32
®
Fluimucyl 7 3,07
®
Mycostatin 2 0,88
®
Terbinafin 1 0,44
®
Physiogel 1 0,44
®
Dermovel 1 0,44
®
Salborn 1 0,44
®
Estrin 1 0,44
®
Proferti l 1 0,44
®
Encephabol 1 0,44
®
Promag 1 0,44
Tissue Kering 1 0,44
®
Antasida Tab 1 0,44
®
Sagestan Cream 2 0,88
®
Evion 1 0,44
®
Folaplus 1 0,44
®
Cohistan 1 0,44
®
Prolecta 1 0,44
®
Ciproxin 3 1,32
®
Desirol 1 0,44
®
G.G Tab 1 0,44
®
Bricasma 1 0,44
®
Decubal 1 0,44
®
Betasone Cream 1 0,44
®
Monuril 1 0,44
®
dexamethasone Inj 1 0,44
®
Cortidex 1 0,44
®
Proveta 1 0,44
®
Vagistatin 1 0,44
®
Fusicon 1 0,44
®
Isoprinol Tab 1 0,44
Universitas Indonesia
10
15
20
25
30
35
40
45
0
5
Acran
Tramenza
Eflagen
Sanmol Tab
Bactroban cr
Spirasin
Vometa
Kalmetason
Transamin
Rantin
Klaneksi
Ossoral
Metronidazol
Medrol
Cetrizine
Ziffin
Fluimucyl
Terbinafin
Dermovel
Nama Obat
Estrin
Encephabol
Tissue Kering
Sagestan Cream
Folaplus
Gambar 4.2 Diagram Obat yang Tidak Tersedia yang Diminta Pasien
Prolecta
Desirol
Bricasma
Diagram Obat yang Tidak Tersedia yang
Betasone Cream
dexamethason…
Universitas Indonesia
18
Proveta
Fusicon
BAB 5
PEMBAHASAN
19
4 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap barang yang kosong dan
tidak tersedia yang diminta pasien di Apotek SamMarie Basra pada tanggal 10
Maret – 29 Maret 2014, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Permintaan barang yang kosong yang paling sering diminta pasien adalah
obat saluran nafas seperti Lapimuc® dengan jumlah sebanyak 44 permintaan,
dan obat yang tidak tersedia adalah obat saluran nafas seperti Tramenza®
dengan jumlah sebanyak 41 permintaan.
b. Permintaan barang kosong dan barang yang tidak tersedia di Apotek
SamMarie Basra yaitu salah satunya obat untuk nyeri tungkai seperti
Ardium® dan obat untuk Osteoporosis seperti Ossoral® dengan masing-
masing jumlah sebanyak 1 (satu) permintaan.
c. Beberapa alasan yang menyebabkan permintaan pasien tidak terpenuhi, yaitu
stok barang habis, adanya kekosongan stok dari Tramedifa sebagai distributor
dari Apotek SamMarie, kekurangan pada saat pemesanan, atau adanya sistem
manajemen pengendalian persediaan yang tidak stabil.
6.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah :
a. Sebaiknya melakukan pengecekan secara teliti terhadap perbekalan
farmasi yang telah habis sehingga kekosongan persediaan dapat dihindari.
b. Setiap barang yang ada harus mempunyai buffer stock/safety stock dan
dijalankan oleh Apoteker atau Asisten Apoteker yang bertugas dalam
melakukan pengadaan obat.
c. Sebaiknya ditujuk 1 orang Asisten Apoteker khusus untuk penanggung
jawab bagian pengadaan sehingga ia dapat memverifikasi kegiatan yang
berlangsung,
22 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Pedoman Teknis
Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia