STEPFINA, S. Farm.
1206330135
ANGKATAN LXXVII
STEPFINA, S. Farm.
1206330135
ANGKATAN LXXVII
ii
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,
NPM : 1206330135
Tanda Tangan : :
iv
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan Manggarai Jakarta Selatan.
Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan praktek kerja ini.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:
(1) Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt., sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan
Pembimbing I di Apotek Keselamatan Manggarai Jakarta Selatan yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan kepada penulis
selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA ini.
(2) Ibu Dra. Sabarijah Wito Eng. S.KM., Apt selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan
laporan PKPA ini.
(3) Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt. selaku Dekan Farmasi Universitas
Indonesia.
(4) Ibu Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt selaku Pj.S Dekan Farmasi
Universitas Indonesia sampai 20 Desember 2013.
(5) Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
(6) Seluruh tenaga kerja Apotek Keselamatan yang telah memberikan bantuan
dan kerja sama yang baik selama penulis melaksanakan PKPA.
(7) Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
atas segala ilmu dan bantuannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya serta dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.
Penulis
2013
vi
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 16 Januari 2014
Yang menyatakan
(Stepfina, S. Farm)
ix Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
4. PEMBAHASAN ........................................................................................... 42
x Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 52
DAFTAR GAMBAR
xi Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas ............................................................... 13
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas ................................................ 14
Gambar 2.3. Tanda Peringatan ........................................................................ 14
Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras ............................................................... 15
Gambar 2.5. Penandaan Obat Narkotika ......................................................... 16
Gambar 2.6. Diagram Model Pengendalian Persediaan.................................. 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
2
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Keselamatan sebagai berikut :
a. Mengetahui dan memahami peran seorang apoteker dalam pengelolaan
apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan,
pengadaan, penyimpanan, dan penjualan perbekalan farmasi.
b. Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap
pasien di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di
Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
3
BAB 2
TINJAUAN UMUM
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
lingkungan luar yang tidak dapat dipastikan seperti pertumbuhan pasar, pesaing,
pemasok dan perubahan peraturan.
Pembuatan studi kelayakan terbagi dalam 5 tahapan proses yaitu penemuan
gagasan (ide), penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan perencanaan dan
pelaksanaan kerja.
a. Tahap Penemuan Gagasan
Gagasan yang baik adalah gagasan yang sesuai dengan visi organisasi, dapat
menguntungkan organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki
organisasi, tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan aman untuk
jangka panjang. Apabila gagasan tersebut dapat memberikan gambaran yang baik
bagi organisasi, maka dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
b. Tahap Penelitian Lapangan
Penelitian di lapangan membutuhkan data-data antara lain, (1) data ilmiah
seperti data nilai strategis sebuah lokasi, kelas konsumen, peraturan yang berlaku
di daerah tersebut dan tingkat persaingan yang ada. (2) data non ilmiah yang
merupakan suatu intuisi atau perasaan yang diperoleh melihat lokasi dan kondisi
lingkungan disekitarnya.
c. Tahap Evaluasi
Setelah selesai dilakukan penelitian lapangan, maka dilakukan evauasi
terhadap data-data yang didapatkan dengan cara :
1. Memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh yaitu faktor eksternal (tipe
konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi keamanan, dan
peraturan yang berlaku) dan faktor internal (kemampuan keuangan
organisasi, ketersediaan produk dan kemampuan manajemen)
2. Membuat usulan proyek yang meliputi : (1) pendahuluan, terdiri dari latar
belakang dan tujuan, (2) analisa teknis, meliputi lokasi, lingkungan sekitar,
desain eksterior dan interior serta produk yang akan dijual, (3) analisa pasar,
meliputi potensi dan target pasar, (4) analisa manajemen, meliputi struktur
organisasi, jenis pekerjaan, jumlah kebutuhan tenaga kerja dan program
kerja, (5) analisa keuangan, meliputi meliputi jumlah biaya investasi dan
modal kerja, sumber pendanaan serta aliran kas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi
yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar
sediaan farmasi.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah
apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja
apotek dan perbekalan farmasi (Umar, 2011).
1. Tempat/Lokasi
Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, namun
ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masing-
masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan
pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana pelayanan
kesehatan lain, sanitasi, dan faktor-faktor lainnya.
2. Bangunan
Bangunan apotek tidak memiliki ketentuan ukuran tertentu, tetapi menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 Apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman
bagi pasien; tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi; ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang
dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi
pasien; ruang peracikan; dan tempat pencucian alat.
Sebaiknya bangunan apotek juga dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik, serta papan nama apotek.
Apotek sebaiknya mempunyai papan nama yang berukuran panjang
minimal 60 cm dan lebar minimal 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih,
tinggi huruf minimal 3 cm dan lebar minimal 5 cm, serta tertulis jelas kata Apotek
sehingga mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Universitas Indonesia
3. Perlengkapan Apotek
Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan
apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya.
Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain:
a. Peralatan pembuatan, pengolahan, dan peracikan seperti timbangan,
lumpang, alu, gelas ukur dan lain-lain.
b. Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari
obat, lemari pendingin, dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika.
c. Wadah pengemas dan pembungkus.
d. Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku
catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi.
e. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan
peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek.
4. Tenaga Kerja Apotek
Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu:
a. Apoteker pengelola apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi Surat
Izin Apotek (SIA).
b. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani pekerjaan kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari
sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah
farmasi/asisten apoteker.
d. Tenaga non kefarmasian, seperti tata usaha, office boy, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
dipimpinnya dan kepada pemilik modal apabila apoteker bekerja sama dengan
pemilik modal.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009, yaitu :
a. Memiliki keahlian dan kewenangan
b. Menerapkan Standar Profesi
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Surat ini merupakan
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan.
Cara untuk memperoleh STRA Apoteker harus memenuhi persyaratan
(Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 Pasal 40) :
1. Memiliki ijazah Apoteker.
2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek.
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
f. Wajib memiliki Surat Izin Praktek Apotek (SIPA) bagi APA dan Apoteker
Pendamping di Apotek. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan dan dapat
dibatalkan apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak
sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.
Cara untuk mendapatkan SIPA, Apoteker harus memiliki (Peraturan
Pemerintah No.51 Tahun 2009 Pasal 55) :
1. STRA.
2. Tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau fasilitas kesehatan
yang memiliki izin.
3. Rekomendasi dari organisasi profesi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pada golongan obat bebas terbatas terdapat tanda peringatan yang berbentuk
kotak hitam dengan huruf berwarna putih di dalamnya. Tanda peringatan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA, sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
c. Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di
dalam resep dengan obat paten.
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih
tepat.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat,
aman, dan rasional.
f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis resep. Apabila karena pertimbangan tertentu dokter
penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara
tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
g. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun.
i. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep, penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku.
j. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diijinkan untuk
menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek
tanpa resep yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA
dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker
pendamping berhalangan melakukan tugasnya, maka APA dapat menunjuk
apoteker pengganti. Penunjukkan ini harus dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Penyiapan obat.
1) Peracikan
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan
obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2) Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3) Kemasan obat yang diserahkan.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
4) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan
tenaga kesehatan.
5) Informasi Obat
Informasi obat pada pasien minimal meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
6) Konseling
Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling,
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya.
7) Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
cardiovascular, diabetes , TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang
harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan.
Keterangan :
SS = Safety stock (persediaan pengaman)
LT = Lead Time (waktu tunggu)
CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata)
Universitas Indonesia
f. Perputaran persediaan
Perputaran persediaan menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang
dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka
perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai
barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang
terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving (Quick, 1997).
Keterangan :
So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata
P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan Akhir
Universitas Indonesia
Keterangan:
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
P = Harga barang / unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
I = % Harga persediaan rata-rata
Universitas Indonesia
ROP
Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat pada
Gambar 2.6. Idealnya kuantitas persediaan rata-rata dari suatu produk di apotek
perlu mempertimbangkan dua komponen, yaitu stok kerja (working stock) dan
stok pengaman (safety stock). Jika tingkat persediaan sudah semakin menurun dan
berada dalam level persediaan minimum, maka diperlukan pemesanan kembali
terhadap produk tersebut dan harus memperhitungkan waktu tunggu (LT)
kedatangan obat agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu
obat yang dipesan datang. Saat obat yang dipesan datang (Qo), maka tingkat
persediaan meningkat kembali pada level persediaan maksimum SS+Qo. Dengan
berjalannya waktu, persediaan akan kembali turun dan perlu dilakukan pemesanan
kembali dan begitu seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin
ketersediaan obat.
Universitas Indonesia
dapat ditentukan prioritas pengadaan obat yang dapat diadakan dan obat yang
ditiadakan.
1. V (Vital)
Obat yang tergolong dalam kategori vital adalah obat untuk menyelamatkan
hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan
kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan.
2. E (Esensial)
Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk
digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat.
Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving.
3. N (Non-esensial)
Kategori non-esensial untuk obat-obat yang sifatnya tidak esensial, tidak
digunakan untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyakit terbanyak,
tetapi untuk melengkapi pengobatan, contohnya suplemen vitamin.
Universitas Indonesia
c. Analisis VEN-ABC
Metode analisis ini mengkombinasi kedua metode sebelumnya. Dalam
metode ini pengelompokan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu. Analisa VEN-ABC menggabungkan analisa pareto
dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam (Quick,
1997). Berdasarkan matriks VEN-ABC, pengadaan persediaan diprioritaskan pada
obat-obat golongan VA (Vital dan Kelas A) karena merupakan obat-obat
penyelamat jiwa dan menunjang 70% dari pendapatan apotek. Jika keuangan
apotek tidak mencukupi untuk pengadaan obat-obatan, maka golongan obat yang
diprioritaskan untuk ditiadakan adalah obat-obat golongan NC karena obat-obat
tersebut hanya sebagai penunjang pengobatan. Adapun matriks dari analisis VEN-
ABC adalah sebagai berikut :
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Tabel 2.1 Matriks Analisis VEN-ABC
Keterangan :
1. VA = Vital dan Kelas A 6. EC = Essensial dan Kelas C
2. VB = Vital dan Kelas B 7. NA = Non essensial dan Kelas A
3. VC = Vital dan Kelas C 8. NB = Non essensial dan Kelas B
4. EA = Essensial dan Kelas A 9. NC = Non essensial dan Kelas C
5. EB = Essensial dan Kelas B
Universitas Indonesia
2.14.1 Attention
Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian
pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan:
a. Membuat desain eksterior apotek yang menarik, seperti papan nama yang
besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat.
b.Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi
ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek.
c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior
apotek dapat terlihat dari luar.
2.14.2 Interest
Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung untuk
masuk ke dalam apotek, dapat dilakukan dengan cara menyusun obat yang dijual
dengan menarik seperti memperhatikan warna kemasan, tata letak obat disusun
berdasarkan abjad atau efek farmakologis, ruang tunggu yang bersih dan nyaman.
Hal tersebut dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek.
2.14.3 Desire
Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah
menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan
adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan
pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, memberikan harga yang bersaing,
dan memberi informasi obat.
2.14.4 Action
Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek tersebut
memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek. Pada tahap
ini pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek. Pelayanan
yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan pelayanan dan
pemberian informasi yang diperlukan.
Universitas Indonesia
3.1 Pendahuluan
Apotek Keselamatan didirikan pada bulan April tahun 2004. Apotek ini
dikelola oleh seorang APA (Apoteker Pengelola Apotek) bernama Ibu Dra.
Azizahwati, Apt., MS dengan SIK Nomor 2621/B dan SIA Nomor
87.SIA.0/04./YANKES/04. Nama Apotek Keselamatan diambil dari nama jalan
tempat apotek tersebut berada.
29 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
dan pemberian harga resep, penulisan etiket (Lampiran 15), penyiapan obat,
peracikan, pengemasan, sampai dengan penyerahan obat.
e. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
f. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep,
nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, dan jumlah obat, kemudian
menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat
untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
g. Membuat salinan resep (Lampiran 16) dan kuitansi (Lampiran 17) bila
dibutuhkan.
h. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.5.2 Penerimaan
Barang yang dipesan ke apotek diantarkan oleh petugas PBF beserta faktur
pembelian. Barang diterima oleh apoteker pendamping kemudian dilakukan
pengecekan kesesuaian nama, bentuk sediaan, dan jumlah obat dengan faktur
yang dibawa dan surat pesanan/buku pembelian. Selain itu, tanggal daluwarsa
dan kondisi fisik barang yang diterima juga dicek oleh apoteker pendamping.
Apabila barang sesuai, maka faktur tersebut ditandatangani apoteker pendamping
yang menerima barang disertai dengan nama jelas, tanggal penerimaan dan
stempel apotek. Jika ada barang yang tidak sesuai dengan surat pesanan/buku
pembelian atau karena barang yang diterima mendekati tanggal daluwarsa, maka
barang tersebut akan dikembalikan ke PBF. Faktur yang telah ditandatangani, satu
lembar dibawa kembali oleh petugas PBF dan dua lembar disimpan di apotek
sebagai arsip.
Barang yang telah diterima kemudian diberi harga sesuai dengan rumus
perhitungan harga jual yang telah ditetapkan oleh apotek. Faktur yang diterima
Universitas Indonesia
3.5.3 Penyimpanan
Barang yang sudah diberi harga ditempatkan di etalase/rak obat.
Penyimpanan barang dilakukan berdasarkan barang OTC – etikal, generik – non
generik, bentuk sediaan, dan abjad (alfabetis). Penyusunan barang dilakukan
secara First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Pada sistem
FEFO, barang yang mempunyai tanggal daluwarsa lebih cepat akan dikeluarkan
lebih cepat, sedangkan pada sistem FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah
barang yang lebih dahulu masuk.
Di Apotek Keselamatan, etalase depan apotek digunakan untuk penempatan
obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas, serta perbekalan kesehatan lainnya
seperti perban, thermometer, dan lain-lain. Produk obat bebas/bebas terbatas dan
perbekalan kesehatan lainnya disusunan sedemikian rupa sehingga dapat menarik
perhatian pasien yang datang ke apotek dan memudahkan pengambilan barang.
Di bagian dalam apotek terdapat rak-rak obat yang digunakan untuk penyimpanan
obat-obat keras. Selain itu, di bagian dalam apotek juga tersedia rak obat yang
berfungsi sebagai gudang kecil dan lemari pendingin untuk menyimpan obat-obat
yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin. Narkotika dan psikotropika
disimpan di dalam lemari khusus yang ada di bagian dalam apotek.
3.5.4 Dokumentasi
Apotek Keselamatan menerapkan pencatatan di kartu stok untuk obat dan
perbekalan kesehatan lainnya. Pencatan meliputi tanggal, jumlah barang masuk
beserta sumbernya, jumlah barang keluar, saldo, dan keterangan (Lampiran 19).
Pencatatan dilakukan setiap ada kejadian mutasi barang. Untuk barang-barang
yang terletak di etalase depan, kartu stok tersimpan terpisah dan dikelompokkan
berdasarkan penyusunan obatnya sehingga memudahkan pencarian. Kartu stok
untuk obat-obat yang terletak di rak obat bagian dalam apotek ditempatkan
masing-masing tepat di samping obat tersebut. Hal tersebut memudahkan
pencatatan serta pengecekan kesesuaian catatan dengan kondisi fisik obat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Pasien diberi tahu tentang harga obat, jika pasien setuju maka pasien
dipersilahkan langsung membayar pada kasir dan diminta menunggu untuk
disiapkan obatnya. Bila pasien merasa keberatan dengan harga obat, maka
apoteker dapat menawarkan obat generik.
c. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan juru resep. Lembaran
resep diberi kertas penanda, yang berisi nomor resep, tanggal resep, harga,
dan nama pasien. Obat yang telah selesai disiapkan kemudian diberi etiket
dan diperiksa oleh apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket, dan
kesesuaian jumlah obat dengan resep.
d. Penyerahan obat diberikan kepada pasien dengan pemberian informasi
kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga
resep ke dalam buku resep.
e. Salinan resep atau kuitansi dapat dibuat atas permintaan pasien.
f. Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika, tidak diperbolehkan
menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter dan resep tersebut
disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang dapat diisi secara online oleh apotek dan hasil data dikirim ke Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan dengan tembusan ke balai besar POM.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
42 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
berbentuk cair, solid, dan semisolid diletakkan di etalase depan dan disusun
berdasarkan efek farmakologi dengan memperhatikan estetika agar tampak
menarik dari luar. Penempatan obat yang tepat penting agar obat mudah dikenali
seperti suplemen herbal yang di tempatkan di etalase khusus di dekat kasir
pembayaran agar mudah dikenal pengunjung.
Obat etikal yang terdiri dari obat generik dan obat merek dagang disimpan
di bagian dalam apotek dan disusun berdasarkan alfabet dengan kartu stok yang
disisipkan di sebelah kiri obat. Penempatan obat generik dan obat merek dagang
dipisahkan. Di ruang tengah apotek, obat etikal yang berbentuk sediaan cair
disusun berdasarkan alfabet. Selain itu, di ruang tengah juga terdapat etalase
tempat menyimpan obat OTC yang sengaja disimpan sebagai persediaan.
Penempatan obat sesuai alfabet, sesuai farmakologi, dan pemisahan penempatan
obat generik dan merek dagang memudahkan petugas dalam pengambilan obat
dalam melaksanakan pelayanan kepada pengunjung sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan dengan cepat.
Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari khusus
dengan 3 pintu yang terkunci dan tersusun ke atas. Lemari bagian atas diisi
dengan obat golongan narkotika dan lemari kedua dari atas diisi dengan obat
golongan psikotropika dimana didalamnya terdapat kartu stok yang diletakkan di
samping obat-obat tersebut. Lemari ketiga (paling bawah) merupakan tempat
persediaan narkotika dan psikotropika. Obat-obat di dalamnya sudah dibagi-bagi
sedemikian rupa, sehingga tiap pengeluaran obat dari persediaannya dapat
dihitung dengan mudah.
Penyimpanan obat juga perlu memperhatikan stabilitas obat agar kualitas
obat terjaga. Untuk tujuan tersebut, Apotek Keselamatan memiliki sebuah lemari
pendingin yang digunakan untuk menjaga stabilitas obat – obat tertentu. Lemari
pendingin digunakan untuk menyimpan obat-obat yang membutuhkan suhu
khusus dalam penyimpanannya seperti suppositoria, ovula, kapsul lunak, dan
vitamin.
Penyimpanan dan penyusunan obat yang rapi juga dilakukan dengan
memperhatikan kemudahan dalam pengambilan obat sehingga mempercepat
pelayanan resep. Penyusunan obat di Apotek Keselamatan berdasarkan jenis obat
Universitas Indonesia
(OTC atau etikal), bentuk sediaan, efek farmakologi, dan kerawanan dicuri. Obat
racikan juga diletakkan di tempat tertentu yang terpisah dengan jenis obat etikal
lain agar proses peracikan lebih mudah. Obat seperti salep, krim, dan obat tetes
mata diletakkan di etalase tertentu agar mempermudah karyawan dalam melayani
pengunjung. Beberapa obat yang memiliki efek farmakologi serupa diletakkan
berdekatan. Selain itu, obat – obat yang memiliki harga cukup tinggi tidak
diletakkan di etalase yang dekat dengan pengunjung. Pemisahan tersebut juga
berguna untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat dan medication
error. Berbeda dengan obat etikal yang disusun di rak, kartu stok obat cair dan
semisolid yang tersimpan di etalase dan obat OTC tidak diletakkan di samping
obat, melainkan disimpan terpisah agar susunan obat terjaga kerapihannya.
Sarana dan prasarana di Apotek Keselamatan terdiri dari ruang apoteker,
ruang istirahat karyawan, ruang praktek dokter yang terpisah, ruang racik, ruang
tunggu, kasir, kamar mandi, ruang sholat, wastafel, halaman parkir, dan keranjang
sampah. Secara umum sarana dan prasarana di Apotek Keselamatan sudah sesuai
dengan Keputusan Menkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu apotek harus memiliki ruang tunggu,
ruang racikan, keranjang sampah, dan tempat menampilkan informasi.
Salah satu sarana di dalam apotek yakni terdapat ruang peracikan. Di dalam
ruang peracikan ini terdapat meja racik, perlengkapan meracik seperti alu, mortar,
sudip, timbangan, kertas perkamen, kapsul dan pot. Selain itu, terdapat sebuah
meja besar yang digunakan untuk berdiskusi dan melakukan pembukuan.
Terdapat pula telepon dan faksimili yang sengaja disediakan bagi karyawan untuk
memesan obat serta menerima pesan dari instansi lain.
APA dibantu oleh apoteker pendamping dan karyawan dalam melaksakan
pelayanan kefarmasian. APA bertugas mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran
uang dan barang serta memberikan masukan kepada karyawan akan hal tersebut.
Terkadang, karyawan dan apoteker pendamping berdiskusi dengan APA untuk
menambah pengetahuan terutama dalam hal swamedikasi sehingga dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada pengunjung walaupun APA sedang
tidak berada di tempat. Dengan suasana kerja yang mendukung, karyawan, APA,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Apabila suatu obat termasuk obat yang laku terjual (fast moving) dan PBF
menawarkan adanya diskon, maka pemesanan obat tersebut dapat diperbanyak
jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan stok satu bulan. Setiap pemesanan obat ke
PBF harus memenuhi batas kredit yang ditetapkan PBF yang bersangkutan
sehingga obat dapat dikirim. Setiap PBF menetapkan jumlah minimal pemesanan
yang berbeda.
Obat yang datang selanjutnya diterima oleh karyawan apotek dan diperiksa
kesesuaiannya dengan daftar obat yang ada di buku pemesanan. Pengecekan juga
dilakukan antara barang yang datang dengan faktur pembelian yang meliputi jenis
barang, merek, ukuran sediaan, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis
barang, dan jumlah harga keseluruhan obat yang tertera di dalam faktur. Jika obat
yang datang tersebut sudah sesuai, maka faktur ditandatangani dan dicap oleh
karyawan apotek. Jika terdapat obat yang tidak sesuai pesanan, rusak, atau tanggal
daluwarsanya terlalu dekat, maka obat tersebut dikembalikan kepada PBF yang
bersangkutan. Faktur pembelian obat terdiri dari satu lembar faktur asli dan tiga
lembar salinan faktur. Satu lembar faktur asli dan satu lembar salinan faktur
dikembalikan kepada karyawan PBF, sedangkan dua lembar salinan faktur
diambil dan disimpan oleh karyawan apotek sebagai arsip. Obat yang telah
diterima selanjutnya dihitung harga jualnya sesuai dengan besarnya pajak dan
persentase keuntungan yang ingin diperoleh. Obat tersebut kemudian diberi label
harga dan dicatat di kartu stok sebagai obat yang masuk. Catatan yang dimuat di
kartu stok berupa tanggal obat masuk, jumlah obat, PBF asal, dan sisa obat.
Pembayaran obat yang dipesan dilakukan setelah karyawan PBF dan apotek
melakukan tukar faktur, yaitu menetapkan waktu pembayaran obat berdasarkan
periode pembayaran dan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati. Karyawan
PBF biasanya datang kembali ke apotek 1 minggu setelah pengiriman obat untuk
melakukan tukar faktur. Tanggal jatuh tempo pembayaran umumnya 21 hari atau
30 hari setelah pemesanan obat. Pada tanggal jatuh tempo, apotek melakukan
pembayaran. Karyawan PBF akan menandatangani faktur asli dan menyatakan
lunas, serta mengembalikan faktur asli kepada apotek.
Pengadaan obat juga dapat dilakukan dengan cara pembelian langsung di
apotek lain. Hal ini dilakukan jika obat yang diminta dalam resep tidak tersedia di
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
setuju berikut dengan harga yang sudah dikonfirmasikan, maka obat akan
disiapkan.
Kemudian pasien diberikan informasi mengenai indikasi dan efek samping
obat, cara penggunaan obat, jangka waktu pemakaian, makanan dan minuman
yang dianjurkan atau dihindari ataupun saran terapi nonfarmakologi lainnya pada
saat penyerahan obat. Hal tersebut penting dilakukan agar terapi farmakologi
pasien berjalan dengan optimal dan menghindari terjadinya medication error.
Pada pelayanan resep, apoteker meminta alamat dan nomor telepon pasien,
khususnya pada resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah apotek melakukan pemantauan jika ada penyalah
gunaan obat, dan untuk kepentingan pengarsipan. Resep-resep yang masuk
disimpan, dikelompokkan setiap bulan, dan diberi keterangan berupa nomor resep,
tanggal resep, nama pasien, dan harga obat pada resep. Khusus untuk resep
narkotika, penomoran resep dipisahkan dengan resep biasa untuk mempermudah
pelaporan narkotika ke Kementerian Kesehatan secara online melalui situs
sipnap.binfar.depkes.go.id setiap bulannya.
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh
masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-
obat yang dijual bebas di pasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep
dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Biasanya penyakit yang sering
dilakukan swamedikasi seperti penyakit gatal-gatal/penyakit kulit, diare, demam,
batuk, pilek, asma, dan lain-lain. Pelayanan swamedikasi sebagian besar
dilakukan pada obat OTC dan/atau obat DOWA. DOWA (Daftar Obat Wajib
Apotek) adalah daftar obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter, namun
harus diserahkan oleh apoteker di apotek.
Terdapat 2 jenis pelanggan dalam hal ini, yaitu pelanggan yang sudah
mengetahui obat yang akan dibeli dan pelanggan yang datang dengan keluhan
penyakit tertentu tanpa mengetahui obat yang akan dibeli. Pada jenis pelanggan
yang kedua apoteker atau karyawan apotek membantu memilihkan obat dengan
mempertimbangkan usia, berat badan pasien, penyakit yang diderita, dan harga
yang disanggupi pasien. Pasien juga diberi informasi mengenai obat yang
diberikan pada saat penyerahan obat oleh apoteker. Pelayanan swamedikasi di
Universitas Indonesia
apotek sudah berjalan cukup baik, hal ini terlihat dari kepercayaan masyarakat
yang tinggi terhadap apoteker dalam melakukan swamedikasi.
Apotek Keselamatan telah menjalankan aktivitasnya sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Apotek Keselamatan telah melaksanakan fungsi apoteknya sebagai sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker,
seperti pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, dan pelayanan obat atas resep dokter serta memberikan
pelayanan informasi obat. Selain itu, Apotek Keselamatan juga telah menerapkan
sebagian besar standar pelayanan kefarmasian sesuai Keputusan Menkes RI
Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 yang meliputi pelayanan resep serta promosi
dan edukasi, sedangkan pelayanan home care belum dilaksanakan oleh Apotek
Keselamatan.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
1. Apoteker pengelola apotek (APA) memiliki peran yang sangat penting
dalam keberlangsungan pengelolaan apotek meliputi kegiatan
administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, pelayanan
kefarmasian di apotek dan pemusnahan obat yang rusak atau kadarluarsa.
2. Pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen
keuangan, pengadaan, penyimpanan, penjualan dan pemusnahan
perbekalan farmasi telah dilakukan dengan baik, teratur, serta sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
5.2 Saran
1. Perlu disediakan tempat khusus bagi pasien untuk melakukan konseling
sebagai sarana penunjang pelayanan kefarmasian yang berorientasi
pasien.
2. Perlu disediakan brosur serta poster kesehatan di ruang tunggu sebagai
sarana edukasi pelanggan.
51 Universitas Indonesia
52 Universitas Indonesia
Seto, Soerjono, Nita, Yunita, dan Triana, Lily. (2004). Manajemen Farmasi:
Lingkup Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri
Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. (Ed. ke-4). Jakarta: Wira Putra
Kencana.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
No Kode Nama Nama Narkotika Satuan Stok Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
UL UL awal pemasukan pemasukan pengeluaran pengeluaran
PBF sarana resep sarana
1 Codein pulvis Mg
Universitas Indonesia
(Hydromorphone HCl )
16 mg
21 Jurnista Tablet
(Hydromorphone HCl )
32 mg
22 Methadone sirup 50 Botol
mg/5ml
23 Morfin tablet 10 mg Tablet
24 Morfin injeksi 10 Ampul
mg/ml 1 ml
25 MST Continus tablet Tablet
10 mg
26 MST Continus tablet Tablet
15 mg
27 MST Continus tablet Tablet
30 mg
28 Oxycontin tablet Tablet
Tablet
5 mg
29 Suboxone sublingual Tablet
tab 2 mg
30 Suboxone sublingual Tablet
tablet 8 mg
31 Subutex sublingual Tablet
tablet 2 mg
32 Subutex sublingual Tablet
tablet 28mg
33 Sufenta 0,005 mg/ml Ampul
10 ml injeksi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
STEPFINA, S. Farm.
1206330135
ANGKATAN LXXVII
STEPFINA, S. Farm.
1206330135
ANGKATAN LXXVII
ii
4. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.3 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.4 Tujuan...................................................................................................... 2
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Beberapa Tipe Infeksi Jamur yang Sering Timbul ................... 5
vi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas dengan lancar dan mengurangi tingkat
pravelensi penyakit Tinea Korporisyang tinggi di negara Indonesia.
1.4 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan swamedikasi
kepada pasien yang di diagnosa mengalami penyakit kulit, Tinea Korporis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3 Universitas Indonesia
TIDAK
TIDAK
Lakukan pemeriksaan lebih
Apakah penyebab infeksi tidak YA
lanjut dan berikan terapi
jelas atau tidak diketahui?
yang sesuai.
TIDAK
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Korporisadalah sebuah nama dari infeksi kulit yang disebabkan oleh sebuah jamur
bukan disebabkan oleh cacing (Nationwide Children’s Hospital, 2005).
Golongan jamur dermatofita dapat mencerna keratin kulit karena
mempunyai daya tarik kepadakeratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini
dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai daristratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Mahmoudabadi, A. Z. dan Yaghoobi, R., 2008). Istilah Tinea
dipakai untuk semua infeksi yang disebabkan infeksi jamur golongan dermatofita,
tetapi yang membedakan antara Tinea Korporisdan tinea yang lainnya adalah
tempat bagian tubuh yang terkena infeksi.
2.2.3 Etiologi
Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari tiga
genus yaitu genus Mikcosporon, genus Trichophyton, dan genus Epidermophyton.
Penyebab terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah Trichophyton rubrum,
sedangkan penyebab utama Tinea Korporisadalah Trichophyton rubrumdan
Trichophytonmentagrophytes(Maraki, S., Nioti, E., Mantadakis, E., dan Tselentis,
Y., 2007; Chadegani, M., Momeni A., dan Shadzi, S., 1987; dan Omidynia, E.,
Farshchian, M., Sadjjadi, M., Zamanian, A., dan Rashidpouraei, R. A., 1996).
2.2.4 Gejala
Gejala yang ditimbulkan apabila pasien terkena Tinea Korporisadalah area
tubuh yang terkena infeksi jamur golongan dermatofita terasa gatal dan meningkat
apabila pasien berkeringat.
papul di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang, sementara daerah tepi lebih
aktif (perkembangan ke arah luar sehingga bercak melebar) yang sering disebut
dengansentral healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.
Lesi pada umumnya merupakan bercak – bercak terpisah satu dengan yang
lain.Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang
polisiklik karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Pada Tinea Korporis yang
menahun, tanda-tanda aktif radang biasanya tidak terlihat lagi dan hanya
meninggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi (Nationwide Children’s
Hospital, 2005).
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan
penunjang, seperti
1. Pemeriksaan sediaan langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan KOH 10-20%, bila pasien menderita Tinea
korporis, maka pemeriksaan ini memperlihatkanelemen jamur berupa hifa
panjang dan artrospora di bawah mikroskop Fransiska, dr.,2000).
2. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan dengan pembiakan memberikan hasil lebih lengkap, diperlukan
untuk menyokong pemeriksaanlangsung sediaan basah dan menentukan
spesies jamur. Pemeriksaan inidilakukan dengan cara menanamkan bahan
klinis pada media buatan, yaitu medium agar dekstrosa Sabouraud.Pada
pemeriksaan dengan pembiakan terdapat kekurangan, yaitu pemeriksaan
Universitas Indonesia
2.2.7 Pengobatan
Pengobatan pada pasienTinea Korporisdapat diberikan secara topikal dan
sistemik.
a. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal meliputi :
Salep Whitfield (Fransiska, dr.,2000).
Salep Whitfield ini merupakan kombinasi asam salisilat (3%) dan asam
benzoat (6%) dalam bentuk salep. Salep tidak boleh diberikan untuk
daerah wajah.
Salep 2-4 (Fransiska, dr.,2000).
Salep ini merupakan kombinasi asam salisilat 2% dan sulfur
presipitatum 4% dalam bentuk salep.
Turunan azol topikal (Katzung, B. G.,2006).
Imidazol, yang termasuk saat ini adalah klotrimazol, ekonazol,
ketokonazol, mikonazol, oksikonazol, dan sulkonazol, mempunyai
aktivitas luas terhadap dermatofit (Epidermophyton, Microsporum, dan
Tricophyton) dan ragi, termasuk Candida albicans dan Pityrosporum
orbiculare yang menyebabkan tinea versikolor. Sediaan dalam bentuk
krim atau cairan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.1 Kasus
3.1.1 Identitas Diri
Nama : Andrianus Dirja
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Flores, 2 Juni 1980
Status perkawinan : Belum menikah
Alamat : Jatibening, Bekasi
Bangsa : Indonesia
Agama : Katolik
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta
3.1.2 Pemeriksaan
Tanggal pemeriksaan : 26 September 2012
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan KOH 20%
3.1.3 Keluhan
Badan dan sekitar kelamin terasa gatal sejak 1 tahun sebelum berkunjung ke
rumah sakit.
13 Universitas Indonesia
berobat ke dokter dan diberikan obat injeksi serta obat oles. Namun, keadaan
pasien masih belum membaik.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga
Pada anggota keluarga tidak ditemukan ada yang mengalami gejala yang
sama dengan pasien serta tidak ada riwayat alergi.
Universitas Indonesia
4.1 Penatalaksanaan
4.1.1 Penatalaksanaan Non Farmakologi
Berdasarkan kasus di atas, pasien mendapatkan pengobatan non
farmakologi berupa pasien dianjurkan untuk memakai pakaian yang dapat
menyerap keringat, mengganti pakaian dalam apabila sudah basah terutama pada
siang hari. Pasien juga dianjurkan untuk mengganti sabun mandi yang dipakai
sekarang dengan sabun mandi yang mengandung sulfur.
15 Universitas Indonesia
tinea pada daerah tengkorak kepala dan kulit yang tidak berambut. Infeksi pada
daerah tak berambut selama 3-4 minggu.
Griseofulvin ialah suatu zat yang diisolasi dari Penicillium griseofulvum.
Efek samping terapi griseofulvin yang terlihat meliputi sakit kepala, mual,
muntah, diare, fotosensitivitas, neuritis perifer, dan kadang kebingungan mental.
Obat ini dikontraindikasikan pada penderita gagal hati atau mempunyai reaksi
hipersensitivitas terhadap obat ini pada masa lalu.
2. Loratadin 10mg
Dosis sehari 1x pada pagi atau siang atau malam hari. Obat diminum setelah
makan. Penggunaan loratadin diberikan kepada pasien karena pasien
mengeluhkan rasa gatal yang mengganggu aktivitas kerja pasien. Apoteker
memilih obat loratadin dibandingkan CTM (Chlorfeniramin Maleat) karena pasien
masih bekerja, efek samping yang dihasilkan CTM adalah mengantuk sedangkan
loratadin memiliki efek samping tidak mengantuk. Efek samping loratadin
(Inclarin) adalah sedasi, lelah, mual, dan sakit kepala.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Tinea Korporis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi jamur
golongan dermatofita pada kulit halus seperti di daerah wajah, leher, anggota
gerak atas, dada, punggung, dan anggota gerak bawah. Tinea Korporismemiliki
nama lain, yaitu Tinea sirsinata, Tinea glabrosa, Scherende flechte, kurap, herpes
sircinetrichophytique, atau ringworm. Jamur golongan dermatofita penyebab
utama Tinea Korporisadalah Trichophyton rubrumdan
Trichophytonmentagrophytes. Gejala yang ditimbulkan apabila pasien terkena
Tinea Korporisadalah area tubuh yang terkena infeksi jamur golongan dermatofita
terasa gatal dan meningkat apabila pasien berkeringat.
Pada kasus Tinea Korporis di atas, pengobatan dilakukan dengan cara non
farmakologi berupa pasien dianjurkan untuk memakai pakaian yang dapat
menyerap keringat, mengganti pakaian dalam apabila sudah basah terutama pada
siang hari serta mengganti sabun mandi yang dipakai sekarang dengan sabun
mandi yang mengandung sulfur dan farmakologi berupa pengobatan topikal yaitu
mikonazol krim 2% sehari 2x serta pengobatan sistemik yaitu griseofulvin 500mg
sehari 1x dan loratadin 10 mg sehari 1x.
5.2 Saran
Pada kasus infeksi kulit khususnya Tinea Korporis, seorang apoteker harus
menjelaskan cara pencegahan agar tidak tertular dan bagi yang sudah terkena tinea
korporis juga dijelaskan cara pencegahan agar tidak semakin parah. Selain dari
itu, seorang apoteker harus memberitahukan kepada pasien mengenai pengobatan
non farmakologi dan cara penggunaan obat farmakologi.
17 Universitas Indonesia
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. (2002). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
edisi III. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, halaman 92-93.
Hay, R.I. dan Moore, M.K. (2004). Mycology dalam: Burns, T., Breathnach, S.,
Cox, N., Grifiiths, C. Rook's textbook of derrnitology, edisi ke-7. New
York: Blackweil PublishingCompany, halaman l407-l507.
Karakoca, Y., Endogru, E., Erdemir, A.T., Kiremitci, U., Gurel, M.S., dan Gucin,
Z. (2010). Generalized Inflammatory Tinea Korporis. Journal of the
Turkish Academy of Dermatology.
Maraki, S., Nioti, E., Mantadakis, E., dan Tselentis, Y. (2007). Mycoses. A 7-year
survey of dermatopytoses in Crete, Greece, 50, 481-484.
18 Universitas Indonesia
Siregar, R.S. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi II. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Suyoso, S. (2004). Pedoman Diagnosis dan terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Surabaya : RSUD dr. Soetomo, halaman 82-91.