Anda di halaman 1dari 130

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KESELAMATAN JL. KESELAMATAN NO. 27,
JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 11 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

STEPFINA, S. Farm.
1206330135

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2014

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KESELAMATAN JL. KESELAMATAN NO. 27,
JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 11 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

STEPFINA, S. Farm.
1206330135

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2014

ii

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


iii

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah

saya nyatakan dengan benar.

Nama : Stepfina, S. Farm.

NPM : 1206330135

Tanda Tangan : :

Tanggal : 16 Januari 2014

iv

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan Manggarai Jakarta Selatan.
Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan praktek kerja ini.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:
(1) Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt., sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan
Pembimbing I di Apotek Keselamatan Manggarai Jakarta Selatan yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan kepada penulis
selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA ini.
(2) Ibu Dra. Sabarijah Wito Eng. S.KM., Apt selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan
laporan PKPA ini.
(3) Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt. selaku Dekan Farmasi Universitas
Indonesia.
(4) Ibu Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt selaku Pj.S Dekan Farmasi
Universitas Indonesia sampai 20 Desember 2013.
(5) Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
(6) Seluruh tenaga kerja Apotek Keselamatan yang telah memberikan bantuan
dan kerja sama yang baik selama penulis melaksanakan PKPA.
(7) Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
atas segala ilmu dan bantuannya selama ini.

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


(8) Keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan moral serta
materi sehingga program PKPA dan penyusunan laporan ini dapat
dilaksanakan dengan lancar.
(9) Rekan-rekan PKPA di Apotek Keselamatan Jakarta Selatan yang telah
berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.
(10) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas segala
bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis
selama Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya serta dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.

Penulis

2013

vi

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Stepfina, S. Farm.


NPM : 1206330135
Program Studi : Profesi Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan Jl. Keselamatan


No. 27, Jakarta Selatan Periode 2 September – 11 Oktober 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 16 Januari 2014
Yang menyatakan

(Stepfina, S. Farm)

vii Universitas Indonesia


Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Stepfina, S. Farm


Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek
Keselamatan Jl. Keselamatan No. 27, Jakarta Selatan
Periode 2 September - 11 Oktober 2013

Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan


farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek menjadi
salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk mewujudkan tercapainya derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Saat ini, pelayanan kefarmasian yang
dilakukan dalam Apotek telah mengalami pergeseran orientasi dari obat ke pasien
yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Sebagai konsekuensi nya, Apoteker
dituntut meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat
melaksanakan interaksi langsung baik kepada pasien maupun kepada tenaga
kesehatan lain. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 2
September – 11 Oktober 2013 di Apotek Keselamatan guna memberikan
perbekalan bagi para calon Apoteker untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari
selama masa kuliah secara praktis dan langsung kepada pasien di Apotek.
Kegiatan PKPA tersebut memberikan pengetahuan langsung mengenai peran dan
fungsi Apoteker dalam pelayanan kefarmasian dan pengelolaan Apotek.

Kata kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Keselamatan,


pelayanan kefarmasian, Pharmaceutical Care
xiii+90 halaman : 23 lampiran
Daftar Pustaka : 21 (1978-2010)

viii Universitas Indonesia


Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
ABSTRACT

Name : Stepfina, S. Farm


Study Program : Apothecary Profession
Judul : Pharmacist Internship Program in Apotek Keselamatan at Jl.
Keselamatan No. 27, South Jakarta Period September 2nd -
October 11th, 2013

Pharmacy is a place where do pharmacy work and distribution of pharmaceutical


and other medical supplies to the public. Pharmacy became one of health care
facility to realize the achievement of optimal health status for the community.
Currently, pharmaceutical services are performed in the pharmacy has undergone
a shift in the orientation of the drug to patients who are referred to the
Pharmaceutical Care. As a consequence, Pharmacist required to increase the
knowledge, skills, and behaviors in order to carry out the direct interaction to
patients either to other health professionals. Pharmacists Internship Program (PIP)
conducted on September 2nd - October 11th, 2013 at the Apotek Keselamatan to
provide supplies for prospective pharmacists to apply the knowledge they have
learned during the course in a practical and direct to patients in pharmacies. The
PIP activities provide direct knowledge of the role and functions of pharmacists in
pharmaceutical care and pharmacy management.

Kata kunci : Pharmacist Internship Program, Apotek Keselamatan,


pharmaceutical services, Pharmaceutical Care
xiii+90 pages : 23 appendixes
Bibliography : 21 (1978-2010)

ix Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
HALAMAN PUBLIKASI ................................................................................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
ABSTARCT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii

1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2

2. TINJAUAN UMUM .................................................................................... 3


2.1 Definisi Apotek ...................................................................................... 3
2.2 Landasan Hukum Apotek ....................................................................... 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ....................................................................... 4
2.4 Studi Kelayakan ..................................................................................... 4
2.5 Tata Cara Perizinan Apotek ................................................................... 6
2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek ............................................. 8
2.7 Apoteker Pengelola Apotek .................................................................... 10
2.8 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ................................. 12
2.9 Pengelolaan Apotek ................................................................................ 13
2.10Sediaan Farmasi ..................................................................................... 13
2.11Pelayanan Apotek ................................................................................... 16
2.12Pengadaan Persediaan Apotek ............................................................... 20
2.13Pengendalian Persediaan Apotek ........................................................... 21
2.14Strategi Pemasaran Apotek .................................................................... 27

3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN ............................... 29


3.1 Pendahuluan ........................................................................................... 29
3.2 Lokasi dan Tata Ruang ........................................................................... 29
3.3 Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi .................................... 30
3.4 Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan .............................................................. 30
3.5 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya .......................... 32
3.6 Pelayanan Apotek ................................................................................... 36
3.7 Pengelolaan Narkotika ........................................................................... 39
3.8 Pengelolaan Psikotropika ....................................................................... 39
3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan .................................................... 40

4. PEMBAHASAN ........................................................................................... 42

5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 51


5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 51
5.2 Saran............................................................................................. ........... 51

x Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 52

DAFTAR GAMBAR

xi Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas ............................................................... 13
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas ................................................ 14
Gambar 2.3. Tanda Peringatan ........................................................................ 14
Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras ............................................................... 15
Gambar 2.5. Penandaan Obat Narkotika ......................................................... 16
Gambar 2.6. Diagram Model Pengendalian Persediaan.................................. 25

xii Universitas Indonesia


Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Matriks Analisis VEN-ABC .......................................................... 27

DAFTAR LAMPIRAN

xiii Universitas Indonesia


Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
Lampiran 1. Contoh Formulir Model APT-1 ................................................ 54
Lampiran 2. Contoh Formulir Model APT-2 ................................................ 56
Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3 ................................................ 57
Lampiran 4. Contoh Formulir Model APT-4 ................................................ 63
Lampiran 5. Contoh Formulir Model APT-5 ................................................ 64
Lampiran 6. Contoh Formulir Model APT-6 ................................................ 67
Lampiran 7. Contoh Formulir Model APT-7 ................................................ 68
Lampiran 8. Contoh Formulir Model APT-8 ................................................ 69
Lampiran 9. Surat Pesanan Narkotika ........................................................... 70
Lampiran 10. Laporan Psikotropika SIPNAP ................................................. 71
Lampiran 11. Surat Pesanan Psikotropika ....................................................... 73
Lampiran 12. Laporan Psikotropika SIPNAP ................................................. 74
Lampiran 13. Lokasi Apotek Keselamatan ..................................................... 75
Lampiran 14. Desain Eksterior Apotek Keselamatan...................................... 76
Lampiran 15. Denah Ruangan Apotek Keselamatan ....................................... 77
Lampiran 16. Etiket Apotek Keselamatan ....................................................... 78
Lampiran 17. Salinan Resep Apotek Keselamatan.......................................... 79
Lampiran 18. Kuitansi Apotek Keselamatan ................................................... 80
Lampiran 19. Surat Pesanan Apotek Keselamatan .......................................... 81
Lampiran 20. Kartu Stok Apotek Keselamatan ............................................... 82
Lampiran 21. Daftar Obat Wajib Apotik No. 1 ............................................... 83
Lampiran 22. Daftar Obat Wajib Apotik No. 2 ............................................... 87
Lampiran 23. Daftar Obat Wajib Apotik No. 3 ............................................... 89

xiv Universitas Indonesia


Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apotek sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tempat
dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Keberadaan apotek di
lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya sediaan farmasi
yang cukup bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, maka apoteker perlu
mengetahui bagaimana cara melakukan pengelolaan yang tepat sehingga selalu
tersedia di apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan.
Pengelolaan sediaan farmasi oleh apoteker merupakan suatu siklus yang
berkesinambungan, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, distribusi, pemantauan, evaluasi, dan kembali lagi pada tahap
perencanaan. Keterampilan seorang apoteker dalam mengendalikan siklus
pengelolaan ini akan menentukan keberhasilan suatu apotek dalam menjalankan
fungsinya bagi masyarakat.
Hal penting yang harus diketahui adalah terjadinya pergeseran orientasi
pelayanan kefarmasian dari orientasi obat ke orientasi pada pasien. Dengan
demikian, fokus apoteker dalam pelayananannya di apotek tidak lagi hanya
pada manajemen persediaan obat, melainkan juga pada pelayanan pasien.
Apoteker selain menyiapkan dan menyerahkan obat, saat ini apoteker juga
harus memberikan pelayanan informasi terkait dengan obat yang diterima pasien.
Adanya dua peran yang harus dijalankan oleh seorang apoteker secara
bersamaan dalam pelayanannya di apotek membuat calon-calon apoteker perlu
dilatih agar siap melakukan dua peran tersebut dengan tepat. Berdasarkan hal
tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek bagi para calon
apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan para calon apoteker.
Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA tersebut ialah
Apotek Keselamatan. Melalui PKPA di Apotek Keselamatan yang
dilaksanakan mulai tanggal 2 September – 11 Oktober 2013, diharapkan calon
apoteker dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam

1 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
2

melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.

1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Keselamatan sebagai berikut :
a. Mengetahui dan memahami peran seorang apoteker dalam pengelolaan
apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan,
pengadaan, penyimpanan, dan penjualan perbekalan farmasi.
b. Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap
pasien di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di
Indonesia.

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
3

BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi Apotek


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional, sedangkan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
untuk mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien.
Apotek merupakan bagian dari sarana pelayanan kesehatan tempat
dilakukannya praktek kefarmasian, sehingga harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan memiliki kewajiban untuk menyediakan, menyimpan, dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin.

2.2 Landasan Hukum Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
berlandaskan pada :
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika.
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
c. Keputusan Pemerintah Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


4

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika.
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesua Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang
Apotek, tugas dan fungsi apotek sebagai berikut :
a. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

2.4 Studi Kelayakan (Umar, 2011)


Studi kelayakan (Feasibility Study) adalah metode penjajagan gagasan suatu
proyek mengenai kemungkinan layak atau tidaknya proyek tersebut untuk
dilaksanakan. Studi kelayakan berfungsi sebagai pedoman atau landasan
pelaksanaan pekerjaan, karena dibuat berdasarkan data-data dari berbagai sumber
yang dianalisis dari banyak aspek.
Tingkat keberhasilan studi kelayakan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal merupakan kemampuan sumber daya
internal yang meliputi kecakapan manajemen, kualitas pelayanan, produk yang
dijual, dan kualitas karyawan, sedangkan faktor eksternal merupakan kondisi

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


5

lingkungan luar yang tidak dapat dipastikan seperti pertumbuhan pasar, pesaing,
pemasok dan perubahan peraturan.
Pembuatan studi kelayakan terbagi dalam 5 tahapan proses yaitu penemuan
gagasan (ide), penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan perencanaan dan
pelaksanaan kerja.
a. Tahap Penemuan Gagasan
Gagasan yang baik adalah gagasan yang sesuai dengan visi organisasi, dapat
menguntungkan organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki
organisasi, tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan aman untuk
jangka panjang. Apabila gagasan tersebut dapat memberikan gambaran yang baik
bagi organisasi, maka dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
b. Tahap Penelitian Lapangan
Penelitian di lapangan membutuhkan data-data antara lain, (1) data ilmiah
seperti data nilai strategis sebuah lokasi, kelas konsumen, peraturan yang berlaku
di daerah tersebut dan tingkat persaingan yang ada. (2) data non ilmiah yang
merupakan suatu intuisi atau perasaan yang diperoleh melihat lokasi dan kondisi
lingkungan disekitarnya.
c. Tahap Evaluasi
Setelah selesai dilakukan penelitian lapangan, maka dilakukan evauasi
terhadap data-data yang didapatkan dengan cara :
1. Memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh yaitu faktor eksternal (tipe
konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi keamanan, dan
peraturan yang berlaku) dan faktor internal (kemampuan keuangan
organisasi, ketersediaan produk dan kemampuan manajemen)
2. Membuat usulan proyek yang meliputi : (1) pendahuluan, terdiri dari latar
belakang dan tujuan, (2) analisa teknis, meliputi lokasi, lingkungan sekitar,
desain eksterior dan interior serta produk yang akan dijual, (3) analisa pasar,
meliputi potensi dan target pasar, (4) analisa manajemen, meliputi struktur
organisasi, jenis pekerjaan, jumlah kebutuhan tenaga kerja dan program
kerja, (5) analisa keuangan, meliputi meliputi jumlah biaya investasi dan
modal kerja, sumber pendanaan serta aliran kas

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


6

d. Tahap Rencana Pelaksanaan


Setelah usulan proyek disetujui, kemudian dilakukan penetapan waktu (time
schedule) untuk memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas untuk
menyediakan dana biaya investasi dan modal kerja, mnegurus izin, membangun
dan merehabilitasi gedung, merekrut karyawan, menyiapkan barang dagangan dan
sarana pendukung dilanjutkan dengan memulai operasional.
e. Tahap Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan setiap pekerjaan dibutuhkan jadwal pelaksanaan setiap
jenis pekerjaan, pencatatan setiap penyimpangan yang terjadi dan hasil evaluasi
serta solusi penyelesaiannya.

2.5 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002)
Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh menteri
kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian izin
apotek dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan
pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Untuk mendapatkan izin apotek,
apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah
memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak
lain. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
Sebelum mengajukan prosedur, Apoteker harus melengkapi persyaratan
yang tercantum pada Formulir Model APT-1, antara lain:
1. Salinan / Foto copy Surat Izin Kerja Apoteker
2. Salinan / Foto copy Kartu Tanda Penduduk
3. Salinan / Foto copy denah bangunan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


7

4. Surat yang mengatakan status bangunan dalam bentuk akta hak


milik/sewa/kontrak
5. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal
lulus, dan nomor surat izin kerja
6. Asli dan salinan / foto copy daftar terperinci alat perlengkapan Apotik
7. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja
tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker Pengelola
Apotek di Apotek lain
8. Asli dan salinan / foto copy surt izin atasan bagi pemohon Pegawai
Negeri, Anggota ABRI, Dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya
9. Akte perjanjian kerja sama Apoteker Pengelola Apotek dengan Pemilik
Sarana Apotik
10. Surat Pernyataan Pemilik Sarana tidak terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang obat
Adapun prosedur untuk mendapatkan SIA menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 adalah sebagai
berikut:
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1
(Lampiran 1).
2. Dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-2 (Lampiran 2), Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah
menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai
POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan
kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-3 (Lampiran 3).
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, maka apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


8

setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan


menggunakan contoh Formulir Model APT-4 (Lampiran 4).
5. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada nomor (3) atau pernyataan nomor (4), Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5).
6. Apabila hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada nomor (3) masih belum
memenuhi syarat, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6).
7. Terhadap surat penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1
bulan sejak tanggal surat penundaan.
8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan, atau lokasi yang tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya
12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya
dengan menggunakan contoh formulir model APT-7 (Lampiran 7).
Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek,
dengan mengadakan kerja sama dengan pemilik sarana apotek, maka harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian
kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.
2. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah
terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat
sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.

2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/MENKES/SK/X/1993 pasal 6 disebutkan persyaratan-persyaratan pendirian
apotek sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


9

a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi
yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar
sediaan farmasi.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah
apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja
apotek dan perbekalan farmasi (Umar, 2011).
1. Tempat/Lokasi
Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, namun
ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masing-
masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan
pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana pelayanan
kesehatan lain, sanitasi, dan faktor-faktor lainnya.
2. Bangunan
Bangunan apotek tidak memiliki ketentuan ukuran tertentu, tetapi menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 Apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman
bagi pasien; tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi; ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang
dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi
pasien; ruang peracikan; dan tempat pencucian alat.
Sebaiknya bangunan apotek juga dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik, serta papan nama apotek.
Apotek sebaiknya mempunyai papan nama yang berukuran panjang
minimal 60 cm dan lebar minimal 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih,
tinggi huruf minimal 3 cm dan lebar minimal 5 cm, serta tertulis jelas kata Apotek
sehingga mudah diakses oleh anggota masyarakat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


10

3. Perlengkapan Apotek
Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan
apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya.
Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain:
a. Peralatan pembuatan, pengolahan, dan peracikan seperti timbangan,
lumpang, alu, gelas ukur dan lain-lain.
b. Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari
obat, lemari pendingin, dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika.
c. Wadah pengemas dan pembungkus.
d. Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku
catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi.
e. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan
peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek.
4. Tenaga Kerja Apotek
Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu:
a. Apoteker pengelola apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi Surat
Izin Apotek (SIA).
b. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani pekerjaan kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari
sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah
farmasi/asisten apoteker.
d. Tenaga non kefarmasian, seperti tata usaha, office boy, dan lain-lain.

2.7 Apoteker Pengelola Apotek


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang, Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, bahwa yang dimaksud dengan
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin
Apotek (SIA). Seorang APA bertanggung jawab akan kelangsungan apotek yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


11

dipimpinnya dan kepada pemilik modal apabila apoteker bekerja sama dengan
pemilik modal.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009, yaitu :
a. Memiliki keahlian dan kewenangan
b. Menerapkan Standar Profesi
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Surat ini merupakan
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan.
Cara untuk memperoleh STRA Apoteker harus memenuhi persyaratan
(Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 Pasal 40) :
1. Memiliki ijazah Apoteker.
2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek.
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
f. Wajib memiliki Surat Izin Praktek Apotek (SIPA) bagi APA dan Apoteker
Pendamping di Apotek. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan dan dapat
dibatalkan apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak
sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.
Cara untuk mendapatkan SIPA, Apoteker harus memiliki (Peraturan
Pemerintah No.51 Tahun 2009 Pasal 55) :
1. STRA.
2. Tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau fasilitas kesehatan
yang memiliki izin.
3. Rekomendasi dari organisasi profesi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


12

g. Apoteker Pengelola Apotek (APA) hanya dapat melaksanakan praktek di


satu apotek sedangkan Apoteker Pendamping hanya dapat melaksanakan
praktik paling banyak di tiga apotek.
Tugas dan kewajiban APA adalah sebagai berikut :
a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku
b. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omzet,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
d. Melaksanakan pengembangan usaha apotek.
e. Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi (Umar,2011)
 Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan,
 Menentukan system (peraturan) terhadap seluruh kegiatan,
 Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan, dan
 Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.

2.8 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek (Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002)
Tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan dalam kondisi berikut:
1. Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada
jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker
pendamping.
2. Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping berhalangan
melakukan tugasnya, apoteker pengelola apotek menunjuk apoteker
pengganti.
3. Penunjukkan apoteker pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat.
4. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh
empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara
tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


13

apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, maka pelaporan


kejadian wajib mengikutsertakan penyerahan resep, narkotika, psikotropika,
obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.
Kejadian penyerahan tersebut dibuat Berita Acara Serah Terimadengan
Kepala Dinas KesehatanKabupaten/Kota setempat,dengan tembusan Kepala
Balai POM setempat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotik, setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian APA wajib dilakukan serah terima resep,
narkotika, obat, dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat
penyimpanan narkotika dan psikotropika.

2.9 Pengelolaan Apotek


Kegiatan pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Kegiatan
pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,
keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang
lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.

2.10 Sediaan Farmasi


Sediaan farmasi berupa obat dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Obat Bebas (Departemen Kesehatan, 2006)
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat
berwarna hijau dengan garis tepi hitam.

[Sumber : Susanto, 2012]


Gambar 2.1. Penandaan obat bebas

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


14

2. Obat Bebas Terbatas (Departemen Kesehatan, 2006)


Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah
lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam

[Sumber : Susanto, 2012]


Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas

Pada golongan obat bebas terbatas terdapat tanda peringatan yang berbentuk
kotak hitam dengan huruf berwarna putih di dalamnya. Tanda peringatan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.3.

[Sumber : Wibowo, 2012, telah diolah kembali]


Keterangan : A. Contoh obat : CTM, B. Contoh obat : Gargarisma, C. Contoh obat : tinctura oidii,
D. Contoh obat : serbuk yang mengandung scopolamin, E. Contoh obat : antispetik, F. Contoh
obat : Tramal supositoria.
Gambar 2.3. Tanda Peringatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


15

3. Obat Keras Daftar G (Departemen Kesehatan, 2006)


Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda
pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat
“Harus dengan resep dokter”.

[Sumber : Susanto, 2012]


Gambar 2.4. Penandaan obat keras

4. Narkotika (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009)


Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penururnan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi kedalam tiga
golongan yaitu :
a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
c. Narkotika Golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


16

[Sumber : Susanto, 2012]


Gambar 2.5. Penandaan obat narkotika

5. Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)


Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan :
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan isndroma ketergantungan.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat khas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
seta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

2.11 Pelayanan Apotek


Pelayanan Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002, meliputi :
a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


17

b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA, sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
c. Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di
dalam resep dengan obat paten.
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih
tepat.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat,
aman, dan rasional.
f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis resep. Apabila karena pertimbangan tertentu dokter
penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara
tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
g. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun.
i. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep, penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku.
j. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diijinkan untuk
menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek
tanpa resep yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA
dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker
pendamping berhalangan melakukan tugasnya, maka APA dapat menunjuk
apoteker pengganti. Penunjukkan ini harus dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


18

Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model


Apt - 9.
l. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh apoteker pendamping dan apoteker pengganti di dalam pengelolaan
Apotek.
m. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA..
n. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh asisten
apoteker di bawah pengawasan apoteker.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, Pelayanan kefarmasian terdiri dari pelayanan resep,
promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (Home Care).

2.11.1 Pelayanan Resep.


a. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
1) Persyaratan administratif :
a) Nama, SIP dan alamat dokter.
b) Tanggal penulisan resep.
c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
e) Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.
f) Cara pemakaian yang jelas.
g) Informasi lainnya.
2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).Jika ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


19

b. Penyiapan obat.
1) Peracikan
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan
obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2) Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3) Kemasan obat yang diserahkan.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
4) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan
tenaga kesehatan.
5) Informasi Obat
Informasi obat pada pasien minimal meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
6) Konseling
Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling,
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya.
7) Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
cardiovascular, diabetes , TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


20

2.11.2 Promosi dan Edukasi


Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet, brosur, poster, penyuluhan, dan
lain-lain.

2.11.3 Pelayan Residensial (Home Care)


Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini
apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.12 Pengadaan Persediaan Apotek


Pengadaan farmasi merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan
pengadaan adalah memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah
yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan
ketentuan yang berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa
syarat, yaitu (Seto, Nita, dan Triana, 2004):
a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
ketentuan yang berlaku.
Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari (Quick,
1997):
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun.
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam
waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


21

d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual


purchasing.
Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti cara ini
dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya, obat impor
dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah utama atau obat
berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali dalam setahun saja.
Obat-obat yang relatif slow moving, tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan
secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing). Obat-obat yang banyak
diminati serta harganya sangat mahal, maka pemesanannya dilakukan secara
perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan
berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek
dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Nita, dan Triana, 2004):
1. Pembelian kontan
Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang
dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena
untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya
dalam menjual.
2. Pembelian kredit
Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada
waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima
apotek.
3. Konsinyasi (titipan obat)
Konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek
bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut
terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kedaluwarsa atau
waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut dapat dikembalikan pada
pemiliknya.

2.13 Pengendalian Persediaan Apotek


Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan
persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek
secara efektif dan efisien. Pengendalian persediaan mencakup penentuan cara

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


22

pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang
harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan.

2.13.1 Parameter – parameter dalam pengadaan persediaan


a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand) merupakan
permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel
kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick,
1997).

b. Waktu tunggu/waktu tenggang (Lead Time/LT)


Merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai
dengan penerimaan barang. Waktu tunggu ini dapat berbeda beda untuk setiap
pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak
antara pemasok dengan apotek, jumlah pesanan, dan kondisi pemasok (Quick,
1997).
= LT

Keterangan :
SS = Safety stock (persediaan pengaman)
LT = Lead Time (waktu tunggu)
CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata)

c. Persediaan Pengaman (Safety Stock)


Persediaan pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk
kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan
barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan
karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang
yang meningkat secara tiba-tiba karena adanya wabah penyakit (Quick, 1997).
Persediaan pengaman dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997):
SS = LT x CA
Keterangan :
SS = Safety stock (persediaan pengaman)
LT = Lead Time (waktu tunggu)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


23

CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata)

d. Persediaan Minimum (Minimum Stock)


Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih
tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka
pemesanan harus langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika
barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum
maka dapat terjadi stok kosong (Quick, 1997).

e. Persediaan Maksimum (Maximum Stock)


Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah
tersedia. Jika jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak
perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang
dapat menyebabkan kerugian (Quick, 1997).

f. Perputaran persediaan
Perputaran persediaan menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang
dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka
perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai
barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang
terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving (Quick, 1997).

Keterangan :
So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata
P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan Akhir

g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity/EOQ)


Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk
mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas,
waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal, dan
sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan berkaitan
dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya pemeliharaan
(Quick, 1997).

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


24

Keterangan:
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
P = Harga barang / unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
I = % Harga persediaan rata-rata

h. Titik Pemesanan (Reorder Point/ROP)


Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan
kembali sedemikian rupa sehingga penerimaan barang yang dipesan tepat waktu,
dimana persediaan di atas stok pengaman sama dengan nol atau saat mencapai
nilai persediaan minimum. Pada keadaan mendesak, dapat dilakukan pemesanan
langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama
antar apotek dan pemasok (Quick, 1997).
ROP = SS + LT
Keterangan :
ROP = titik pemesanan kembali (Reorder point)
SS = stok pengaman (Safety stock)
LT = waktu tunggu (Lead time)
Berbagai parameter pengendalian persediaan tersebut saling
berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan
perbekalan kesehatan. Jika produk berada dalam kuantitas persediaan rata-rata,
kebutuhan permintaan produk oleh konsumen akan terpenuhi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


25

ROP

Gambar 2.6. Diagram model pengendalian persediaan

Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat pada
Gambar 2.6. Idealnya kuantitas persediaan rata-rata dari suatu produk di apotek
perlu mempertimbangkan dua komponen, yaitu stok kerja (working stock) dan
stok pengaman (safety stock). Jika tingkat persediaan sudah semakin menurun dan
berada dalam level persediaan minimum, maka diperlukan pemesanan kembali
terhadap produk tersebut dan harus memperhitungkan waktu tunggu (LT)
kedatangan obat agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu
obat yang dipesan datang. Saat obat yang dipesan datang (Qo), maka tingkat
persediaan meningkat kembali pada level persediaan maksimum SS+Qo. Dengan
berjalannya waktu, persediaan akan kembali turun dan perlu dilakukan pemesanan
kembali dan begitu seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin
ketersediaan obat.

2.13.2 Penentuan Prioritas Pengadaan


Pemilihan prioritas pengadaan dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai
berikut (Quick, 1997):
a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)
Analisis VEN adalah analisis persediaan yang dikategorikan berdasarkan
volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Analisis ini dapat
disesuaikan dengan dana yang tersedia. Dengan menggunakan diagram VEN

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


26

dapat ditentukan prioritas pengadaan obat yang dapat diadakan dan obat yang
ditiadakan.
1. V (Vital)
Obat yang tergolong dalam kategori vital adalah obat untuk menyelamatkan
hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan
kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan.
2. E (Esensial)
Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk
digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat.
Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving.
3. N (Non-esensial)
Kategori non-esensial untuk obat-obat yang sifatnya tidak esensial, tidak
digunakan untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyakit terbanyak,
tetapi untuk melengkapi pengobatan, contohnya suplemen vitamin.

b. Analisis ABC (Pareto)


Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume
persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria
kelas dalam klasifikasi ABC adalah:
1. Kelas A
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili
sekitar 75-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-
20% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap
biaya pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif (Quick, 1997).
2. Kelas B
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini
mewakili sekitar 15-20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya
sekitar 10 20% dari seluruh item (Quick, 1997).
3. Kelas C
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili
sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 60-80% dari seluruh

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


27

barang (Quick, 1997). Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai


investasi dari tiap sediaan obat dengan cara :
a) Menghitung total investasi tiap jenis obat.
b) Pengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari
nilai investasi terbesar hingga terkecil.

c. Analisis VEN-ABC
Metode analisis ini mengkombinasi kedua metode sebelumnya. Dalam
metode ini pengelompokan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu. Analisa VEN-ABC menggabungkan analisa pareto
dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam (Quick,
1997). Berdasarkan matriks VEN-ABC, pengadaan persediaan diprioritaskan pada
obat-obat golongan VA (Vital dan Kelas A) karena merupakan obat-obat
penyelamat jiwa dan menunjang 70% dari pendapatan apotek. Jika keuangan
apotek tidak mencukupi untuk pengadaan obat-obatan, maka golongan obat yang
diprioritaskan untuk ditiadakan adalah obat-obat golongan NC karena obat-obat
tersebut hanya sebagai penunjang pengobatan. Adapun matriks dari analisis VEN-
ABC adalah sebagai berikut :
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Tabel 2.1 Matriks Analisis VEN-ABC
Keterangan :
1. VA = Vital dan Kelas A 6. EC = Essensial dan Kelas C
2. VB = Vital dan Kelas B 7. NA = Non essensial dan Kelas A
3. VC = Vital dan Kelas C 8. NB = Non essensial dan Kelas B
4. EA = Essensial dan Kelas A 9. NC = Non essensial dan Kelas C
5. EB = Essensial dan Kelas B

2.14 Strategi Pemasaran Apotek


Analisis AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) merupakan suatu
rangkaian proses dimulai dari menarik perhatian calon pembeli hingga pembeli
memutuskan untuk membeli di apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


28

2.14.1 Attention
Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian
pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan:
a. Membuat desain eksterior apotek yang menarik, seperti papan nama yang
besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat.
b.Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi
ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek.
c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior
apotek dapat terlihat dari luar.

2.14.2 Interest
Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung untuk
masuk ke dalam apotek, dapat dilakukan dengan cara menyusun obat yang dijual
dengan menarik seperti memperhatikan warna kemasan, tata letak obat disusun
berdasarkan abjad atau efek farmakologis, ruang tunggu yang bersih dan nyaman.
Hal tersebut dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek.

2.14.3 Desire
Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah
menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan
adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan
pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, memberikan harga yang bersaing,
dan memberi informasi obat.

2.14.4 Action
Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek tersebut
memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek. Pada tahap
ini pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek. Pelayanan
yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan pelayanan dan
pemberian informasi yang diperlukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
APOTEK KESELAMATAN

3.1 Pendahuluan
Apotek Keselamatan didirikan pada bulan April tahun 2004. Apotek ini
dikelola oleh seorang APA (Apoteker Pengelola Apotek) bernama Ibu Dra.
Azizahwati, Apt., MS dengan SIK Nomor 2621/B dan SIA Nomor
87.SIA.0/04./YANKES/04. Nama Apotek Keselamatan diambil dari nama jalan
tempat apotek tersebut berada.

3.2 Lokasi dan Tata Ruang


3.2.1 Lokasi
Apotek Keselamatan berlokasi di Jalan Keselamatan Nomor 27, Jakarta
Selatan. Letak apotek sekitar 200 m dari Jalan Raya Abdullah Syafie arah
Kampung Melayu dan berada di pusat pertigaan jalan sehingga apotek cukup
ramai dilalui oleh pengendara. Selain itu, posisi apotek terletak di tengah
pemukiman penduduk yang padat dan terdapat cukup banyak fasilitas kesehatan
di sekitar apotek, contohnya klinik dokter dan puskesmas, sehingga dapat
memperluas sasaran pasar apotek. Apotek pesaing yang berada di sekitar apotek
tersebut adalah Apotek Barkah, Apotek K-24, Apotek Amani, dan Apotek La
Rose berada cukup jauh dari Apotek Keselamatan, yaitu terletak di sepanjang
Jalan Raya Lapangan Ros. Lokasi Apotek Keselamatan dapat dilihat pada
Lampiran 12.

3.2.2 Tata Ruang


Bangunan Apotek Keselamatan dengan ukuran 3,5 x 25 m terdiri dari
halaman parkir, ruang tunggu pasien, etalase obat OTC (Over The Counter), meja
kasir dan tempat penerimaan resep, ruang peracikan, meja kerja apoteker, ruang
istirahat karyawan, dan tempat pencucian atau wastafel. Desain eksterior Apotek
Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 13. Ruang untuk obat OTC dibuat lebih

29 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


30

lebar dari ruang peracikan karena Apotek Keselamatan berorientasi pada


pengobatan sendiri/swamedikasi. Denah ruangan apotek Keselamatan dapat
dilihat pada lampiran 14.

3.3. Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi


Organisasi apotek dapat hanya terdiri dari seorang APA ditambah juru racik.
Tambahan personil lain diperlukan jika APA tidak dapat berada di apotek. Oleh
karena itu, dibutuhkan peran apoteker pendamping untuk menggantikan APA
pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Hal ini terjadi di Apotek
Keselamatan dengan komposisi personil apotek sebagai berikut:
a. Tenaga kefarmasian
APA : 1 orang
Apoteker Pendamping : 1 orang
b. Tenaga non kefarmasian
Juru resep : 1 orang
Tenaga pembantu : 1 orang

3.4. Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan


3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah:
a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang
perapotekan yang berlaku.
b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek, termasuk mengoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya, antara lain mengatur daftar
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja dan tanggung jawab
masing-masing karyawan.
c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan
pelayanan dan kemajuan apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


31

d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
dan pemberian harga resep, penulisan etiket (Lampiran 15), penyiapan obat,
peracikan, pengemasan, sampai dengan penyerahan obat.
e. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
f. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep,
nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, dan jumlah obat, kemudian
menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat
untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
g. Membuat salinan resep (Lampiran 16) dan kuitansi (Lampiran 17) bila
dibutuhkan.
h. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.

3.4.2 Apoteker Pendamping


Tugas dan fungsi apoteker pendamping adalah:
a. Mendata kebutuhan barang.
b. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
c. Mengatur, mengontrol dan menyusun obat pada tempat penyimpanan
obat.
d. Mencatat setiap kejadian mutasi barang.
e. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
dan pemberian harga resep, penulisan etiket, penyiapan obat, peracikan,
pengemasan, sampai dengan penyerahan obat.
f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep,
nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, dan jumlah obat, kemudian
menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat
untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
i. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai batas
daluwarsa.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


32

j. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga


dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota, dan tanda
setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.

3.4.3 Juru Resep


Sebagai tenaga yang membantu apoteker dalam meracik obat di apotek, juru
resep memiliki tugas dan kewajiban sebagai berikut:
a. Membantu tugas APA dan apoteker pendamping dalam penyediaan atau
pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan
hasil sediaan yang sudah jadi kepada apoteker.
c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan apoteker.
d. Menjaga kebersihan apotek.

3.4.4 Tenaga Pembantu


Tenaga pembantu di Apotek Keselamatan mempunyai tanggung jawab
untuk menjaga kebersihan dan kerapihan di apotek beserta sarana di dalamnya
seperti etalase, rak obat, dan lain-lain.

3.5 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya


3.5.1 Pengadaan
Untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, apoteker
pendamping memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan lain, kecuali narkotika dan psikotropika yang menjadi
tanggung jawab APA. Pengadaan dilakukan di pagi hari dengan surat pesanan
(Lampiran 18). Adapun prinsip pengadaan barang di Apotek Keselamatan adalah:
a. Barang berasal dari sumber yang jelas.
b. Macam dan jumlah barang yang akan diadakan disesuaikan dengan
kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow
moving.
c. Untuk barang-barang tertentu, pengadaan didasarkan pada data
epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


33

d. Untuk barang-barang yang tersedia dengan berbagai nama dagang,


pengadaan didasarkan pada pertimbangan produk yang sedang digemari
masyarakat.
e. Kondisi yang paling menguntungkan (pertimbangan harga, diskon,
syarat pembayaran, dan ketepatan barang datang).
Pengadaan barang dapat dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (Cash
Order Delivery), atau kredit. Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana
pihak yang memiliki barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak
apotek untuk dijualkan dengan memberikan komisi. COD (Cash On Delivery)
adalah pembayaran yang dilakukan secara tunai pada saat barang diterima,
sedangkan kredit adalah menjual barang dengan pembayaran tidak secara
tunai (pembayaran ditangguhkan atau diangsur).
Pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
pembelian secara terbatas, spekulasi, dan berencana. Pembelian secara terbatas
adalah pembelian yang disesuaikan dengan kebutuhan pengadaan di apotek.
Spekulasi merupakan dugaan atau pendapat yang tidak berdasarkan kenyataan,
artinya pembelian barang akan disesuaikan dengan kondisi saat pembelian,
sedangkan berencana adalah proses yang dilakukan secara terprogram baik dari
segi periode pembelian, jumlah, dan tempat pemesanan obat (distributor). Dari
ketiga cara tersebut, Apotek Keselamatan lebih menggunakan pembelian secara
terbatas untuk menghindari penumpukan barang yang menyebabkan modal
terhenti.
Langkah-langkah pengadaan barang di Apotek Keselamatan adalah :
1. Pemeriksaan dan pencatatan barang
Pemeriksaan barang di Apotek Keselamatan dilakukan setiap hari.
Pencatatan nama barang di buku defekta dilakukan oleh apoteker
pendamping untuk barang yang akan habis (untuk barang fast moving) atau
barang yang sudah habis (untuk barang slow moving). Selain itu, obat- obat yang
belum tersedia di apotek tapi sudah mulai diresepkan atau cukup tinggi
permintaannya juga dapat dicatat di buku defekta. Setelah apoteker pendamping
mencatat semua nama barang yang akan dipesan, APA akan menentukan jumlah
barang untuk tiap nama barang yang tercatat di buku defekta. Selanjutnya,

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


34

apoteker pendamping akan melakukan pemesanan barang berdasarkan data


yang ada di dalam buku defekta. Pemesanan dilakukan dua kali seminggu
yaitu pada hari Senin dan Kamis.
2. Pemesanan barang
Pemesanan dilakukan berdasarkan buku defekta kepada Pedagang Besar
Farmasi (PBF) melalui telepon atau salesman dengan menggunakan surat
pesanan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama
dengan PBF adalah :
a. Ketepatan dan kecepatan PBF dalam pelayanan
b. Kualitas dan kuantitas barang harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap
barang pesanan apabila terjadi kerusakan
c. Jaminan yang diberikan PBF terhadap barang pesanan
d. Kepastian memperoleh barang yang dipesan dari PBF
e. Diskon yang diberikan PBF
f. Lama waktu kredit
Barang-barang yang sudah dipesan kemudian dicatat di buku pembelian.

3.5.2 Penerimaan
Barang yang dipesan ke apotek diantarkan oleh petugas PBF beserta faktur
pembelian. Barang diterima oleh apoteker pendamping kemudian dilakukan
pengecekan kesesuaian nama, bentuk sediaan, dan jumlah obat dengan faktur
yang dibawa dan surat pesanan/buku pembelian. Selain itu, tanggal daluwarsa
dan kondisi fisik barang yang diterima juga dicek oleh apoteker pendamping.
Apabila barang sesuai, maka faktur tersebut ditandatangani apoteker pendamping
yang menerima barang disertai dengan nama jelas, tanggal penerimaan dan
stempel apotek. Jika ada barang yang tidak sesuai dengan surat pesanan/buku
pembelian atau karena barang yang diterima mendekati tanggal daluwarsa, maka
barang tersebut akan dikembalikan ke PBF. Faktur yang telah ditandatangani, satu
lembar dibawa kembali oleh petugas PBF dan dua lembar disimpan di apotek
sebagai arsip.
Barang yang telah diterima kemudian diberi harga sesuai dengan rumus
perhitungan harga jual yang telah ditetapkan oleh apotek. Faktur yang diterima

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


35

dicatat pada buku pencatatatan untuk menginventaris barang yang diterima


dan jumlah nilai yang akan dibayarkan ketika jatuh tempo.

3.5.3 Penyimpanan
Barang yang sudah diberi harga ditempatkan di etalase/rak obat.
Penyimpanan barang dilakukan berdasarkan barang OTC – etikal, generik – non
generik, bentuk sediaan, dan abjad (alfabetis). Penyusunan barang dilakukan
secara First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Pada sistem
FEFO, barang yang mempunyai tanggal daluwarsa lebih cepat akan dikeluarkan
lebih cepat, sedangkan pada sistem FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah
barang yang lebih dahulu masuk.
Di Apotek Keselamatan, etalase depan apotek digunakan untuk penempatan
obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas, serta perbekalan kesehatan lainnya
seperti perban, thermometer, dan lain-lain. Produk obat bebas/bebas terbatas dan
perbekalan kesehatan lainnya disusunan sedemikian rupa sehingga dapat menarik
perhatian pasien yang datang ke apotek dan memudahkan pengambilan barang.
Di bagian dalam apotek terdapat rak-rak obat yang digunakan untuk penyimpanan
obat-obat keras. Selain itu, di bagian dalam apotek juga tersedia rak obat yang
berfungsi sebagai gudang kecil dan lemari pendingin untuk menyimpan obat-obat
yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin. Narkotika dan psikotropika
disimpan di dalam lemari khusus yang ada di bagian dalam apotek.

3.5.4 Dokumentasi
Apotek Keselamatan menerapkan pencatatan di kartu stok untuk obat dan
perbekalan kesehatan lainnya. Pencatan meliputi tanggal, jumlah barang masuk
beserta sumbernya, jumlah barang keluar, saldo, dan keterangan (Lampiran 19).
Pencatatan dilakukan setiap ada kejadian mutasi barang. Untuk barang-barang
yang terletak di etalase depan, kartu stok tersimpan terpisah dan dikelompokkan
berdasarkan penyusunan obatnya sehingga memudahkan pencarian. Kartu stok
untuk obat-obat yang terletak di rak obat bagian dalam apotek ditempatkan
masing-masing tepat di samping obat tersebut. Hal tersebut memudahkan
pencatatan serta pengecekan kesesuaian catatan dengan kondisi fisik obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


36

3.6 Pelayanan Apotek


3.6.1 Pelayanan Obat Bebas
Pelayanan obat bebas adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa resep
dokter. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar
obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika dan alat kesehatan tertentu.
Pembayaran dilakukan di kasir, setelah lunas obat diserahkan kepada konsumen
atau pembeli disertai pemberian informasi obat.

3.6.2 Pelayanan Swamedikasi


Swamedikasi adalah penggunaan obat non resep oleh seseorang atas inisiatif
sendiri. Untuk melakukan swamedikasi secara aman, efektif dan terjangkau,
konsumen memerlukan informasi yang jelas dan terpercaya dari apoteker agar
penentuan kebutuhan jenis atau jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan
yang rasional. Pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh Apotek Keselamatan
telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu hanya dilakukan untuk kondisi-
kondisi penyakit ringan tertentu dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas
dan obat wajib apotek.
Penyakit ringan pasien yang diberikan pelayanan swamedikasi di Apotek
Keselamatan meliputi penyakit-penyakit kulit, diare, demam, batuk, dan nyeri
persendian. Apabila keadaan pasien perlu untuk dirujuk ke dokter, maka APA
atau apoteker pendamping akan merujuknya, baik pada dokter yang berpraktek di
apotek ataupun dokter lainnya. Dalam melakukan swamedikasi di Apotek
Keselamatan, peran apoteker sangat terlihat dalam memilih obat yang efektif,
aman, dan ekonomis, serta dosis obat yang diberikan.

3.6.2 Pelayanan Obat dengan Resep


Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang
membeli obat dengan resep dokter secara tunai. Proses pelayanan resep adalah
sebagai berikut :
a. Resep diserahkan oleh pasien kepada apoteker, kemudian dilakukan
skrining resep, pemeriksaan ketersediaan obat di apotek, dan diberi harga.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


37

b. Pasien diberi tahu tentang harga obat, jika pasien setuju maka pasien
dipersilahkan langsung membayar pada kasir dan diminta menunggu untuk
disiapkan obatnya. Bila pasien merasa keberatan dengan harga obat, maka
apoteker dapat menawarkan obat generik.
c. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan juru resep. Lembaran
resep diberi kertas penanda, yang berisi nomor resep, tanggal resep, harga,
dan nama pasien. Obat yang telah selesai disiapkan kemudian diberi etiket
dan diperiksa oleh apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket, dan
kesesuaian jumlah obat dengan resep.
d. Penyerahan obat diberikan kepada pasien dengan pemberian informasi
kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga
resep ke dalam buku resep.
e. Salinan resep atau kuitansi dapat dibuat atas permintaan pasien.
f. Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika, tidak diperbolehkan
menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter dan resep tersebut
disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika.

3.6.3 Pelayanan Obat Wajib Apotek


Pelayanan obat wajib apotek adalah pelayanan obat-obat keras oleh
apoteker yang dapat diberikan kepada pasien tanpa menggunakan resep dokter.
Pelayanan obat wajib apotek (OWA) dilakukan disertai dengan pemberian
informasi obat.

3.6.4 Pelayanan Informasi Obat


Di Apotek Keselamatan setiap penyerahan obat disertai dengan pemberian
informasi obat (PIO) kepada pasien. Pelayanan ini terutama diberikan oleh
apoteker. PIO dilakukan bukan hanya apabila pasien membeli obat, namun juga
saat pasien tidak membeli dan sekedar bertanya. Pertanyaan mengenai informasi
obat yang biasa ditanyakan di Apotek Keselamatan meliputi indikasi, cara
pemakaian, efek samping obat, interaksi dengan obat lain dan makanan, hal yang
harus dihindari selama menggunakan obat, dan sebagainya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


38

3.7 Pengelolaan Narkotika


Pengelolaan narkotika terdiri dari pemesanan, penerimaan, penyimpanan,
dan pelaporan keluar masuknya obat narkotika di apotek.

3.7.1 Pemesanan Narkotika


Narkotika dipesan melalui PBF Kimia Farma dan wajib menggunakan surat
pesanan khusus narkotika. Pemesanan narkotika yang dilakukan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam satu lembar surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika.
b. Mencantumkan nama dan alamat apotek, Surat Izin Apotek, nama APA, dan
SIPA.
c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel
apotek pemesan.
d. Surat pesanan dibuat empat rangkap, satu untuk arsip di apotek
sedangkan sisanya diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi Kimia
Farma yang bersangkutan.

3.7.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika


Narkotika yang dating diterima oleh APA. Bukti penerimaan ditandatangani
oleh APA. Narkotika disimpan pada lemari khusus yang terkunci, terjamin
keamanannya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Lemari tersebut terdiri dari tiga
bagian untuk narkotika sehari-hari maupun untuk persediaan. Satu lemari
digunakan sebagai tempat persediaan dan dua lemari untuk kebutuhan sehari- hari,
untuk menyimpan narkotika dan psikotropika. Di lemari penyimpanan terdapat
kartu stok untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran narkotika, serta
mengetahui stok akhir narkotika.

3.7.3 Laporan Pemasukan dan Pengeluaran Narkotika


Setiap bulan apotek wajib membuat laporan narkotika berdasarkan
pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian penggunaan
narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika dimasukkan ke dalam
sebuah software aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


39

yang dapat diisi secara online oleh apotek dan hasil data dikirim ke Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan dengan tembusan ke balai besar POM.

3.8 Pengelolaan Psikotropika


Pengelolaan sediaan psikotropika meliputi pemesanan, penerimaan,
penyimpanan, dan pelaporan penggunaan sediaan psikotropika.

3.8.1 Pemesanan Psikotropika


Pemesanan psikotropika di Apotek Keselamatan memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Dalam satu lembar surat pesanan boleh terdapat lebih dari satu jenis
psikotropika.
b. Dalam surat pesanan mencantumkan nama apotek, alamat apotek, nomor
Surat Izin Apotek (SIA), nama APA, dan nomor SIPA.
c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel
apotek.
d. Surat pesanan dibuat tiga rangkap, dua surat salinannya digunakan untuk
pengarsipan di apotek, sedangkan lembar yang asli diserahkan ke PBF yang
bersangkutan. Pemesanan psikotropika tidak harus dilakukan di PBF
Kimia Farma.

3.8.2 Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika


Penerimaan psikotropika dapat dilakukan oleh APA ataupun apoteker
pendamping. Bukti penerimaan obat diterima dan ditandatangi oleh APA. Obat
psikotropika di Apotek Keselamatan disimpan di lemari khusus yang terkunci dan
terjamin keamanannya.

3.8.3 Pelaporan Penggunaan Psikotropika


Laporan pemakaian psikotropika dilakukan secara berkala melalui aplikasi
SIPNAP secara online ke suku dinas kesehatan dengan tembusan ke balai besar
POM.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


40

3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan


3.9.1 Kegiatan Administrasi
Apotek selain menjalankan fungsi kefarmasiannya juga melakukan
kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja
yang ada di apotek tersebut. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek
Keselamatan meliputi:
a. Administrasi penjualan
Administrasi penjualan pada Apotek Keselamatan meliputi kegiatan
pencatatan obat-obat yang terjual (obat etikal dan obat bebas) di apotek.
b. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang
Apotek Keselamatan melakukan pembelian produk dari pedagang besar
farmasi dengan cara kredit dan kontan. PBF memberikan diskon, kebijakan
harga, serta jatuh tempo pembayaran yang berbeda. Pencatatan terhadap
pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari PBF ke
apotek. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan terhadap
pembayaran sehingga pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan waktunya.
c. Administrasi pembukuan
Administrasi pembukuan dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi
penjualan yang telah dilaksanakan oleh Apotek Keselamatan, baik
pengeluaran maupun pemasukan.

3.9.2 Sistem Administrasi


Apotek Keselamatan memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan
baik. Sistem administrasi tersebut meliputi perencanaan, pengadaan, pengelolaan,
dan pelaporan barang yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh
apoteker pendamping yang dibantu oleh karyawan. Kelengkapan administrasi di
Apotek Keselamatan meliputi:
a. Buku defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
habis atau yang harus segera dipesan untuk dapat memenuhi kebutuhan di apotek.
Buku defekta di Apotek Keselamatan terdiri dari dua jenis, yaitu buku defekta
obat dalam yang terdiri dari obat etikal dan obat luar yang terdiri dari obat OTC.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


41

Dengan adanya buku defekta, karyawan ataupun apoteker dapat mengetahui


dengan pasti perbekalan farmasi yang harus dipesan dan menghindari pemesanan
ganda di apotek sehingga pemesanan dapat dikontrol dengan baik.
b. Surat Pesanan (SP)
Surat pesanan diberikan kepada PBF untuk melakukan pemesanan
perbekalan farmasi. Surat pesanan terdiri dari 4 lembar yang harus ditandatangani
oleh apoteker. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang
ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan,
tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.

3.9.3 Kegiatan Keuangan


Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang meliputi aliran uang masuk
yang berasal dari setiap transaksi penjualan produk dan jasa di apotek, serta aliran
uang keluar yang berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan
hutang dagang dan biaya operasional apotek lainnya. Setiap tahun, Apotek
Keselamatan melakukan stock opname untuk mengetahui jumlah aset obat yang
tersisa akhir tahun. Administrasi kegiatan keuangan meliputi :
a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas
apotek setiap bulannya.
b. Laporan laba rugi untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang
dialami apotek selama satu tahun.
c. Neraca tahunan untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar,
maupun harta tetap.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Pelayanan kefarmasian yang meliputi pengelolaan distribusi obat serta


pelayanan yang berorientasi kepada pasien menjadi bagian penting untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
yang dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas adalah apotek yang memiliki
fungsi unik, tidak hanya memiliki fungsi bisnis yang berorientasi profit tetapi juga
fungsi sosialnya dalam mendistribusikan obat dan pelayanan kefarmasian lainnya
agar tercipta penggunaan obat yang rasional di masyarakat.
Apotek Keselamatan adalah salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian di
Jakarta Selatan yang letaknya strategis di pertigaan jalan, tepatnya di Jalan
Keselamatan Nomor 27. Walaupun tidak berada di tepi jalan raya, jalan menuju
apotek ramai oleh pengendara yang menjadikan jalan tersebut sebagai jalan
alternatif dari jalan utama seperti Jalan KH. Abdullah Syafi’i dan Jalan Dr.
Saharjo. Hal ini menjadi peluang apotek untuk menambah jumlah drop in
customer. Keberadaan apotek bisa dikenali dengan adanya 2 papan nama yang
terpasang di apotek dan neon box di depan halaman apotek. Pada siku jalan
menuju apotek terdapat papan penunjuk apotek yang di pasang di tiang listrik
sehingga memudahkan masyarakat mengetahui lokasi apotek.
Lingkungan sekitar apotek merupakan lingkungan yang padat penduduk,
yang dihuni oleh penduduk asli maupun pendatang yang menyewa kos. Tingkat
kepadatan penduduk tersebut mempengaruhi jumlah domestic customer apotek. Di
sekitar apotek juga terdapat beberapa fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti
praktek dokter, praktek dokter gigi, Klinik Yakin, Klinik Yashika, dan puskesmas
kecamatan. Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut menguntungkan apotek karena
dapat menambah jumlah resep yang masuk. Sekitar lingkungan apotek juga
terdapat apotek kompetitor seperti Apotek Amani, Apotek LaRose, Apotek
Barkah, dan Apotek K24. Keberadaan apotek kompetitor menyebabkan
masyarakat memiliki banyak alternatif dalam memilih apotek.

42 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


43

Pengelolaan apotek juga membutuhkan desain yang baik untuk pemasaran


yang optimal. Apotek Keselamatan memiliki desain eksterior yang sederhana
sehingga tidak menimbulkan kesan mahal terhadap produk yang dijual, mengingat
masyarakat sekitar merupakan masyarakat kalangan ekonomi menengah ke
bawah. Obat yang disusun rapi dan tampak penuh di lemari serta etalase juga
tampak jelas terlihat dari luar sehingga memberi kesan lengkap akan ketersediaan
obat. Ruang tunggu juga dilengkapi kursi dengan jumlah yang cukup agar
memberi kenyamanan pengujung. Tanaman hias dan pohon di halaman sekitar
apotek juga memberi kesan bersih, teduh, dan asri pada apotek. Apotek
Keselamatan dilengkapi dengan fasilitas halaman yang cukup luas, sehingga
memudahkan pengunjung untuk parkir secara aman dan gratis.
Di ruang depan apotek tidak ada penghalang yang menghalangi apoteker
atau karyawan dalam melayani pengunjung, baik saat menyerahkan atau
memberikan informasi obat. Pengunjung dan apoteker/karyawan hanya dibatasi
etalase kaca yang ketinggiannya disesuaikan dengan kenyamanan pengunjung dan
karyawan. Kegiatan pelayanan kepada pengunjung yang dilakukan oleh apoteker
dan karyawannya dilaksanakan sebaik mungkin dengan sambutan yang ramah dan
pelayanan yang cepat disertai dengan pemberian informasi obat dengan jelas
kepada pengunjung sehingga pengunjung merasa diperhatikan dan merasa puas
yang akhirnya banyak di antara pengunjung yang kembali lagi ke apotek dan
menjadi regular customer.
Desain interior Apotek Keselamatan cukup baik, kondisi bersih dan rapi
sehingga memberikan kenyamanan bagi karyawan dan pengunjung. Kerapihan
apotek dapat dilihat dari penyusunan obatnya. Penyusunan obat di Apotek
Keselamatan dikelompokkan berdasarkan obat OTC (Over The Counter), obat
etikal, obat narkotika dan psikotropik, obat racikan, obat topikal, dan obat yang
membutuhkan penyimpanan khusus di lemari pendingin. Obat OTC disusun di
bagian depan apotek agar tampak dari luar. Obat tersebut juga disusun dengan
memperhatikan estetika bentuk dan warna agar tampak menarik dari luar.
Sebagian besar obat OTC sediaan cair disusun berdasarkan efek farmakologi di
rak tanpa kaca dibagian depan apotek. Produk kosmetik dan produk bayi juga
disusun di etalase depan agar mudah terlihat pengunjung. Obat bebas lainnya yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


44

berbentuk cair, solid, dan semisolid diletakkan di etalase depan dan disusun
berdasarkan efek farmakologi dengan memperhatikan estetika agar tampak
menarik dari luar. Penempatan obat yang tepat penting agar obat mudah dikenali
seperti suplemen herbal yang di tempatkan di etalase khusus di dekat kasir
pembayaran agar mudah dikenal pengunjung.
Obat etikal yang terdiri dari obat generik dan obat merek dagang disimpan
di bagian dalam apotek dan disusun berdasarkan alfabet dengan kartu stok yang
disisipkan di sebelah kiri obat. Penempatan obat generik dan obat merek dagang
dipisahkan. Di ruang tengah apotek, obat etikal yang berbentuk sediaan cair
disusun berdasarkan alfabet. Selain itu, di ruang tengah juga terdapat etalase
tempat menyimpan obat OTC yang sengaja disimpan sebagai persediaan.
Penempatan obat sesuai alfabet, sesuai farmakologi, dan pemisahan penempatan
obat generik dan merek dagang memudahkan petugas dalam pengambilan obat
dalam melaksanakan pelayanan kepada pengunjung sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan dengan cepat.
Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari khusus
dengan 3 pintu yang terkunci dan tersusun ke atas. Lemari bagian atas diisi
dengan obat golongan narkotika dan lemari kedua dari atas diisi dengan obat
golongan psikotropika dimana didalamnya terdapat kartu stok yang diletakkan di
samping obat-obat tersebut. Lemari ketiga (paling bawah) merupakan tempat
persediaan narkotika dan psikotropika. Obat-obat di dalamnya sudah dibagi-bagi
sedemikian rupa, sehingga tiap pengeluaran obat dari persediaannya dapat
dihitung dengan mudah.
Penyimpanan obat juga perlu memperhatikan stabilitas obat agar kualitas
obat terjaga. Untuk tujuan tersebut, Apotek Keselamatan memiliki sebuah lemari
pendingin yang digunakan untuk menjaga stabilitas obat – obat tertentu. Lemari
pendingin digunakan untuk menyimpan obat-obat yang membutuhkan suhu
khusus dalam penyimpanannya seperti suppositoria, ovula, kapsul lunak, dan
vitamin.
Penyimpanan dan penyusunan obat yang rapi juga dilakukan dengan
memperhatikan kemudahan dalam pengambilan obat sehingga mempercepat
pelayanan resep. Penyusunan obat di Apotek Keselamatan berdasarkan jenis obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


45

(OTC atau etikal), bentuk sediaan, efek farmakologi, dan kerawanan dicuri. Obat
racikan juga diletakkan di tempat tertentu yang terpisah dengan jenis obat etikal
lain agar proses peracikan lebih mudah. Obat seperti salep, krim, dan obat tetes
mata diletakkan di etalase tertentu agar mempermudah karyawan dalam melayani
pengunjung. Beberapa obat yang memiliki efek farmakologi serupa diletakkan
berdekatan. Selain itu, obat – obat yang memiliki harga cukup tinggi tidak
diletakkan di etalase yang dekat dengan pengunjung. Pemisahan tersebut juga
berguna untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat dan medication
error. Berbeda dengan obat etikal yang disusun di rak, kartu stok obat cair dan
semisolid yang tersimpan di etalase dan obat OTC tidak diletakkan di samping
obat, melainkan disimpan terpisah agar susunan obat terjaga kerapihannya.
Sarana dan prasarana di Apotek Keselamatan terdiri dari ruang apoteker,
ruang istirahat karyawan, ruang praktek dokter yang terpisah, ruang racik, ruang
tunggu, kasir, kamar mandi, ruang sholat, wastafel, halaman parkir, dan keranjang
sampah. Secara umum sarana dan prasarana di Apotek Keselamatan sudah sesuai
dengan Keputusan Menkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu apotek harus memiliki ruang tunggu,
ruang racikan, keranjang sampah, dan tempat menampilkan informasi.
Salah satu sarana di dalam apotek yakni terdapat ruang peracikan. Di dalam
ruang peracikan ini terdapat meja racik, perlengkapan meracik seperti alu, mortar,
sudip, timbangan, kertas perkamen, kapsul dan pot. Selain itu, terdapat sebuah
meja besar yang digunakan untuk berdiskusi dan melakukan pembukuan.
Terdapat pula telepon dan faksimili yang sengaja disediakan bagi karyawan untuk
memesan obat serta menerima pesan dari instansi lain.
APA dibantu oleh apoteker pendamping dan karyawan dalam melaksakan
pelayanan kefarmasian. APA bertugas mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran
uang dan barang serta memberikan masukan kepada karyawan akan hal tersebut.
Terkadang, karyawan dan apoteker pendamping berdiskusi dengan APA untuk
menambah pengetahuan terutama dalam hal swamedikasi sehingga dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada pengunjung walaupun APA sedang
tidak berada di tempat. Dengan suasana kerja yang mendukung, karyawan, APA,

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


46

dan apoteker pendamping dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada


pengunjung sehingga memberi kepuasan dan memberi nilai lebih bagi apotek.
Pengelolaan obat yang optimal menjadi salah satu hal yang penting agar
ketersediaan obat terjaga dengan baik. Untuk itu, apoteker dan karyawan
melakukan pengelolaan obat yang terdapat di apotek. Pengelolaan obat di Apotek
Keselamatan berjalan dengan baik dan diikuti dengan administrasi yang baik.
Pengelolaan diawali dengan perencanaan obat berdasarkan data yang terdapat
pada buku defekta. Buku defekta di Apotek Keselamatan terdiri dari dua jenis,
yaitu buku defekta obat etikal dan buku defekta obat OTC. Stok obat yang hampir
habis dan permintaan obat tertentu dari masyarakat yang belum tersedia di apotek
ditulis di buku defekta. Pertimbangan jenis dan jumlah obat yang akan dipesan
untuk pengadaan obat juga dipengaruhi dengan anggaran yang ada, harga, pola
peresepan dokter, dan jumlah persediaan minimum obat di apotek. Hal tersebut
dilakukan agar apotek dapat melaksanakan pelayanan apotek dengan baik dan
mendapat kepercayaan dari masyarakat bahwa apotek memiliki ketersediaan obat
yang lengkap.
Dalam pengelolaan sediaan obat di apotek, pengadaan merupakan hal yang
sangat penting. Pengadaan obat dilakukan dengan pemesanan obat ke PBF melalui
pemesanan langsung lewat karyawan PBF (sales) yang secara rutin berkunjung ke
apotek ataupun melalui telepon. Pemesanan obat secara langsung melalui sales
yang datang ke apotek dilakukan dengan menggunakan surat pesanan, sedangkan
pemesanan melalui telepon dilakukan dengan menelepon ke PBF dan surat
pesanan baru diberikan kepada sales ketika obat diantar ke apotek.
Pemesanan obat dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Senin
dan Kamis. Pemesanan ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan penjualan
harian apotek, baik penjualan obat OTC maupun penjualan obat ethical. Pada
umumnya, pemesanan obat dilakukan apabila stok obat telah mencapai stok
persediaan minimum dan telah didata di dalam buku defekta. Obat-obatan yang
dipesan ke PBF disesuaikan jumlah dan jenisnya dengan kebutuhan apotek.
Jumlah obat yang dipesan juga dipengaruhi tingkat penjualan obat dan adanya
diskon dari PBF.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


47

Apabila suatu obat termasuk obat yang laku terjual (fast moving) dan PBF
menawarkan adanya diskon, maka pemesanan obat tersebut dapat diperbanyak
jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan stok satu bulan. Setiap pemesanan obat ke
PBF harus memenuhi batas kredit yang ditetapkan PBF yang bersangkutan
sehingga obat dapat dikirim. Setiap PBF menetapkan jumlah minimal pemesanan
yang berbeda.
Obat yang datang selanjutnya diterima oleh karyawan apotek dan diperiksa
kesesuaiannya dengan daftar obat yang ada di buku pemesanan. Pengecekan juga
dilakukan antara barang yang datang dengan faktur pembelian yang meliputi jenis
barang, merek, ukuran sediaan, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis
barang, dan jumlah harga keseluruhan obat yang tertera di dalam faktur. Jika obat
yang datang tersebut sudah sesuai, maka faktur ditandatangani dan dicap oleh
karyawan apotek. Jika terdapat obat yang tidak sesuai pesanan, rusak, atau tanggal
daluwarsanya terlalu dekat, maka obat tersebut dikembalikan kepada PBF yang
bersangkutan. Faktur pembelian obat terdiri dari satu lembar faktur asli dan tiga
lembar salinan faktur. Satu lembar faktur asli dan satu lembar salinan faktur
dikembalikan kepada karyawan PBF, sedangkan dua lembar salinan faktur
diambil dan disimpan oleh karyawan apotek sebagai arsip. Obat yang telah
diterima selanjutnya dihitung harga jualnya sesuai dengan besarnya pajak dan
persentase keuntungan yang ingin diperoleh. Obat tersebut kemudian diberi label
harga dan dicatat di kartu stok sebagai obat yang masuk. Catatan yang dimuat di
kartu stok berupa tanggal obat masuk, jumlah obat, PBF asal, dan sisa obat.
Pembayaran obat yang dipesan dilakukan setelah karyawan PBF dan apotek
melakukan tukar faktur, yaitu menetapkan waktu pembayaran obat berdasarkan
periode pembayaran dan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati. Karyawan
PBF biasanya datang kembali ke apotek 1 minggu setelah pengiriman obat untuk
melakukan tukar faktur. Tanggal jatuh tempo pembayaran umumnya 21 hari atau
30 hari setelah pemesanan obat. Pada tanggal jatuh tempo, apotek melakukan
pembayaran. Karyawan PBF akan menandatangani faktur asli dan menyatakan
lunas, serta mengembalikan faktur asli kepada apotek.
Pengadaan obat juga dapat dilakukan dengan cara pembelian langsung di
apotek lain. Hal ini dilakukan jika obat yang diminta dalam resep tidak tersedia di

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


48

Apotek Keselamatan. Pembelian dapat dilakukan melalui apotek lain yang


memberikan diskon agar apotek tetap memperoleh keuntungan. Pembelian
langsung melalui apotek lain ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
pengunjung agar pengunjung tidak kecewa atas ketidaktersediaan obat di apotek
yang dapat membuat apotek kehilangan pembelian dan kehilangan pelanggan.
Administrasi pencatatan penjualan di Apotek Keselamatan dilakukan
dengan baik dan rapi oleh karyawan apotek. Setiap penjualan obat selalu dicatat di
kartu stok obat dan catatan harian penjualan. Catatan harian penjualan merupakan
catatan hasil penjualan setiap hari di Apotek Keselamatan yang berisi nama dan
jenis obat, jumlah obat, serta harga jualnya. Catatan harian penjualan tersebut
dipisahkan antara obat luar (OTC) dan obat dalam atau obat resep (etikal)
sehingga dapat diketahui rincian pemasukan apotek dari kedua golongan obat
tersebut.
Data dari catatan harian dirapikan kembali dalam buku pemasukan dan
pengeluaran harian. Melalui buku tersebut, pemasukan dan pengeluaran dapat
dievaluasi setiap harinya. Data pada buku tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam buku kas untuk mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran setiap bulan.
Selain itu, evaluasi keuangan juga dilakukan setiap tahun dengan membuat
laporan neraca dan laporan laba rugi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat
perkembangan apotek setiap tahunnya. Evaluasi terhadap pergerakan obat juga
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui obat mana saja yang masih
tersedia dalam jumlah banyak, banyaknya obat yang sudah kedaluwarsa, dan jenis
obat yang tergolong bergerak cepat (fast moving) dan bergerak lambat (slow
moving).
Terdapat tiga jenis pelayanan yang dilakukan di Apotek Keselamatan, yaitu
pelayanan resep, pelayanan swamedikasi oleh apoteker, dan pelayanan
pengecekan darah. Setelah resep diterima, resep diskrining secara administrasi,
farmasetik dan klinis oleh apoteker. Bila terdapat ketidakrasionalan resep maka
dokter yang meresepkan segera dihubungi. Obat yang ada di resep kemudian
diperiksa ketersediaannya di apotek. Jika obat yang diminta tidak ada, pasien akan
ditawarkan obat dengan komposisi sama dengan merek yang berbeda. Jika pasien

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


49

setuju berikut dengan harga yang sudah dikonfirmasikan, maka obat akan
disiapkan.
Kemudian pasien diberikan informasi mengenai indikasi dan efek samping
obat, cara penggunaan obat, jangka waktu pemakaian, makanan dan minuman
yang dianjurkan atau dihindari ataupun saran terapi nonfarmakologi lainnya pada
saat penyerahan obat. Hal tersebut penting dilakukan agar terapi farmakologi
pasien berjalan dengan optimal dan menghindari terjadinya medication error.
Pada pelayanan resep, apoteker meminta alamat dan nomor telepon pasien,
khususnya pada resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah apotek melakukan pemantauan jika ada penyalah
gunaan obat, dan untuk kepentingan pengarsipan. Resep-resep yang masuk
disimpan, dikelompokkan setiap bulan, dan diberi keterangan berupa nomor resep,
tanggal resep, nama pasien, dan harga obat pada resep. Khusus untuk resep
narkotika, penomoran resep dipisahkan dengan resep biasa untuk mempermudah
pelaporan narkotika ke Kementerian Kesehatan secara online melalui situs
sipnap.binfar.depkes.go.id setiap bulannya.
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh
masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-
obat yang dijual bebas di pasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep
dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Biasanya penyakit yang sering
dilakukan swamedikasi seperti penyakit gatal-gatal/penyakit kulit, diare, demam,
batuk, pilek, asma, dan lain-lain. Pelayanan swamedikasi sebagian besar
dilakukan pada obat OTC dan/atau obat DOWA. DOWA (Daftar Obat Wajib
Apotek) adalah daftar obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter, namun
harus diserahkan oleh apoteker di apotek.
Terdapat 2 jenis pelanggan dalam hal ini, yaitu pelanggan yang sudah
mengetahui obat yang akan dibeli dan pelanggan yang datang dengan keluhan
penyakit tertentu tanpa mengetahui obat yang akan dibeli. Pada jenis pelanggan
yang kedua apoteker atau karyawan apotek membantu memilihkan obat dengan
mempertimbangkan usia, berat badan pasien, penyakit yang diderita, dan harga
yang disanggupi pasien. Pasien juga diberi informasi mengenai obat yang
diberikan pada saat penyerahan obat oleh apoteker. Pelayanan swamedikasi di

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


50

apotek sudah berjalan cukup baik, hal ini terlihat dari kepercayaan masyarakat
yang tinggi terhadap apoteker dalam melakukan swamedikasi.
Apotek Keselamatan telah menjalankan aktivitasnya sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Apotek Keselamatan telah melaksanakan fungsi apoteknya sebagai sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker,
seperti pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, dan pelayanan obat atas resep dokter serta memberikan
pelayanan informasi obat. Selain itu, Apotek Keselamatan juga telah menerapkan
sebagian besar standar pelayanan kefarmasian sesuai Keputusan Menkes RI
Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 yang meliputi pelayanan resep serta promosi
dan edukasi, sedangkan pelayanan home care belum dilaksanakan oleh Apotek
Keselamatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Apoteker pengelola apotek (APA) memiliki peran yang sangat penting
dalam keberlangsungan pengelolaan apotek meliputi kegiatan
administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, pelayanan
kefarmasian di apotek dan pemusnahan obat yang rusak atau kadarluarsa.
2. Pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen
keuangan, pengadaan, penyimpanan, penjualan dan pemusnahan
perbekalan farmasi telah dilakukan dengan baik, teratur, serta sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

5.2 Saran
1. Perlu disediakan tempat khusus bagi pasien untuk melakukan konseling
sebagai sarana penunjang pelayanan kefarmasian yang berorientasi
pasien.
2. Perlu disediakan brosur serta poster kesehatan di ruang tunggu sebagai
sarana edukasi pelanggan.

51 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2010). Buku Pedoman Pengelolaan


Narkotika dan Psikotropika di Apotek. Jawa Timur.

Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika
dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF
Regional I, II dan III Tahun 2010. 20 September 2013.
http://binfar.depkes.go.id/index.php/berita/view/178

Menteri Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1983). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 2380/A/SK/VI/83 Tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat
Bebas Terbatas. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 2396/A/SK/VII/86 Tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.
Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


347/MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


924/MENKES/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Jakarta.

52 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


53

Presiden Republik Indonesia. (1976). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotik. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Seto, Soerjono, Nita, Yunita, dan Triana, Lily. (2004). Manajemen Farmasi:
Lingkup Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri
Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press.

Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. (Ed. ke-4). Jakarta: Wira Putra
Kencana.

Quick, Jonathan D. (1997). Managing drug supply: The selection, procurement,


distribution, and use of pharmaceuticals. (Ed. ke-2). Connecticut:
Kumarian Press.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


LAMPIRAN

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


54

Lampiran 1. Contoh Formulir Model APT-1

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


55

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


56

Lampiran 2. Contoh Formulir Model APT-2

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


57

Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


58

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


59

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


60

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


61

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


62

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


63

Lampiran 4. Contoh Formulir Model APT-4

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


64

Lampiran 5. Contoh Formulir Model APT-5

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


65

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


66

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


67

Lampiran 6. Contoh Formulir Model APT-6

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


68

Lampiran 7. Contoh formulir model APT-7

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


69

Lampiran 8. Contoh Formuluir Model APT - 8

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


70

Lampiran 9. Surat pesanan narkotika

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


71

Lampiran 10. Laporan narkotika SIPNAP

No Kode Nama Nama Narkotika Satuan Stok Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
UL UL awal pemasukan pemasukan pengeluaran pengeluaran
PBF sarana resep sarana

1 Codein pulvis Mg

2 Codein tablet 10 mg Tablet


3 Codein tablet 15 mg Tablet
4 Codein tablet 20 mg Tablet
5 Codipront cum Kapsul
expectoran kapsul
6 Codipront kapsul Kapsul
7 Codipront cum Botol
expectoran sirup
8 Codipront sirup Botol
9 Coditam 30 mg botol Tablet
100 tablet
10 Doveri 100 mg tablet Tablet
11 Doveri 150 mg tablet Tablet
12 Doveri 200 mg tablet Tablet
13 Doveri pulvis Mg
14 Durogesic matrix 25 Tablet
MU
15 Durogesic matrix 12 Tablet
MU
16 Durogesic matrix 50 Tablet
MU
17 Fentanyl 0,05 mg/ml Ampul
10 ml injeksi
18 Jurnista Tablet
(Hydromorphone HCl )
4 mg
19 Jurnista Tablet
(Hydromorphone HCl )
8m
20 Jurnista Tablet

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


72

(Hydromorphone HCl )
16 mg
21 Jurnista Tablet
(Hydromorphone HCl )
32 mg
22 Methadone sirup 50 Botol
mg/5ml
23 Morfin tablet 10 mg Tablet
24 Morfin injeksi 10 Ampul
mg/ml 1 ml
25 MST Continus tablet Tablet
10 mg
26 MST Continus tablet Tablet
15 mg
27 MST Continus tablet Tablet
30 mg
28 Oxycontin tablet Tablet
Tablet
5 mg
29 Suboxone sublingual Tablet
tab 2 mg
30 Suboxone sublingual Tablet
tablet 8 mg
31 Subutex sublingual Tablet
tablet 2 mg
32 Subutex sublingual Tablet
tablet 28mg
33 Sufenta 0,005 mg/ml Ampul
10 ml injeksi

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


73

Lampiran 11. Surat pesanan psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


74

Lampiran 12. Laporan psikotropiska SIPNAP


No Kode Nama Nama Psikotropika Satuan Stok Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
UL UL awal pemasukan pemasukan pengeluaran pengeluaran
PBF sarana resep sarana
1 ALPRAZOLAM 0,5 Tablet
mg
2 AlPRAZOLAM 1 mg Tablet
3 ANALSIK Tablet
4 AMITRIPTILYLINE Tablet
25
5 BELLAPHEN Tablet
6 BRAXIDIN Tablet
7 CHLORPROMAZINE Tablet
100 mg
8 CLOBAZAM 10 mg Tablet
9 DANALGIN Tablet
10 DIAZEPAM 2 mg Tablet
11 EPHEDRIN 25 mg Tablet
12 ESILGAN 1 mg Tablet
13 ESILGAN 2 mg Tablet
14 EXTRACK Tablet
BELLADONNAE 10
MG
15 FRISIUM Tablet
16 HALOPERIDOL 5 mg Tablet
17 LIBRAX Tablet
18 SANMAG Tablet
19 SPASMIUM Tablet
20 STESOLID RECTAL Tube
5 mg
21 STESOLID RECTAL Tube
10 mg
22 STESOLID SIRUP Fls
23 VALISANBE 2 mg Tablet
24 VALISANBE 5 mg Tablet
25 XANAX 0.25 mg Tablet
26 XANAX 0.5 mg Tablet
27 XANAX 1 mg Tablet

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


75

Lampiran 13. Lokasi Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


76

Lampiran 14. Desain eksterior Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


77

Lampiran 15. Denah ruangan Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


78

Lampiran 16. Etiket Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


79

Lampiran 17. Salinan resep Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


80

Lampiran 18. Kuitansi Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


81

Lampiran 19. Surat pesanan Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


82

Lampiran 20. Kartu stok Apotek Keselamatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


83

Lampiran 21. Daftar Obat Wajib Apotik No.1

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


84

(Lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


85

(Lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


86

(Lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


87

Lampiran 22. Daftar Obat Wajib Apotik No.2

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


88

(Lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


89

Lampiran 23. Daftar Obat Wajib Apotik No. 3

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


90

(Lanjutan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KESELAMATAN
JL. KESELAMATAN NO. 27, MANGGARAI, JAKARTA
SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 11OKTOBER 2013

PENATALAKSANAAN KASUS TINEA KORPORIS

STEPFINA, S. Farm.
1206330135

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2014

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KESELAMATAN
JL. KESELAMATAN NO. 27, MANGGARAI, JAKARTA
SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 11OKTOBER 2013

PENATALAKSANAAN KASUS TINEA KORPORIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

STEPFINA, S. Farm.
1206330135

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2014

ii

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi

4. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.3 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.4 Tujuan...................................................................................................... 2

5. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3


2.15Infeksi Jamur .......................................................................................... 3
2.1.1 Penyebab Infeksi Jamur ................................................................ 3
2.1.2 Gambaran Klinis ........................................................................... 3
2.1.3 Penatalaksanaan ............................................................................ 4
2.1.4 Algoritma Infeksi Jamur ............................................................... 4
2.1.5 Anjuran untuk Pasien .................................................................... 6
2.1.6 Tips ............................................................................................... 6
2.16Tinea Korporis ......................................................................................... 6
2.2.1 Definisi .......................................................................................... 6
2.2.2 Sinonim .......................................................................................... 7
2.2.3 Etiologi........................................................................................... 7
2.2.4 Gejala ............................................................................................ 7
2.2.5 Manifestasi Klinis ......................................................................... 7
2.2.6 Diagnosis ....................................................................................... 8
2.2.7 Pengobatan .................................................................................... 9
2.2.8 Pencegahan ...................................................................................11

6. METODE PENGKAJIAN ........................................................................... 13


3.10Kasus ....................................................................................................... 13
3.1.1 Identitas Diri ................................................................................. 13
3.1.2 Pemeriksaan .................................................................................. 13
3.1.3 Keluhan ......................................................................................... 13
3.1.4 Riwayat Penyakit .......................................................................... 13
3.11Waktu dan TempatPengkajian ................................................................. 14
3.12Metode Pengumpulan Data dan Pengkajian............................................ 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 15


4.1 Penatalaksanaan ......................................................................................... 15
4.2 Penjabaran Pengobatan .............................................................................. 15
4.2.1 Pengobatan Topikal ......................................................................... 15
4.2.2 Pengobatan Sistemik ........................................................................ 15

5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 17


5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 17
5.2 Saran ....................................................................................................... 17

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


DAFTAR ACUAN.............................................................................................18

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lesi pada Tinea Korporis .............................................................8


Gambar 2.2 Cara Penggunaan Krim Antifungi yang Benar ............................10
Gambar 2.3 Penggunaan Pakaian Bersih Setiap Hari .....................................11

v Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa Tipe Infeksi Jamur yang Sering Timbul ................... 5

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang


Dermatofitosis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh dermatofit.
Dermatofit merupakan kelompok jamur yang memiliki kemampuan untuk melekat
pada keratin dan menggunakan keratin tersebut untuk sumber nutrisi sehingga
memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni, seperti korneum epidermis
(Verma S. dan Heffernan M.P., 2008 dan Sobefa J.O. dan Elewski B.E.,2008).
Dermatofit berkembang pada suhu 25-28OC. Infeksi jamur superfisial ini
sering terjadi pada negara tropis, pada populasi dengan status ekonomi dan tingkat
kebersihan yang rendah (Havlickova, B., Czaika, V.A., dan Friedrich, M., 2008).
Dermatofit menjadi masalah terutama di negara berkembang. Negara Indonesia
merupakan negara berkembang yang memiliki iklim tropis dan kelembapan yang
tinggi menyebabkan perkembangan jamur menjadi lebih pesat. Hal ini
mengakibatkan penyakit infeksi jamur masih memiliki prevalensi tinggi di
Indonesiadan Tinea Korporis merupakan dermatofitosis terbanyak (Nasution,
M.A., Muis K., dan Juwono, 1992).
Tinea Korporis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi jamur
golongan dermatofita pada kulit halus seperti di daerah wajah, leher, anggota
gerak atas, dada, punggung, dan anggota gerak bawah (Karakoca, Y., Endogru, E.,
Erdemir, A.T., Kiremitci, U., Gurel, M.S., dan Gucin, Z., 2010). Penyebab utama
Tinea Korporis adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes
(Maraki, S., Nioti, E., Mantadakis, E., dan Tselentis, Y., 2007; Chadegani, M.,
Momeni A., dan Shadzi, S., 1987; dan Omidynia, E., Farshchian, M., Sadjjadi,
M., Zamanian, A., dan Rashidpouraei, R. A., 1996). Semua jamur ini menyukai
daerah yang hangat dan lembab. Gejala Tinea Korporis yang khas adalah gatal
dan semakin bertambah apalabila pasien berkeringat. Infeksi jamur ini apabila
tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat dapat mengakibatkan penyebaran
penyakit yang luas. Di sinilah peran seorang apoteker untuk memberikan
swamedikasi yang tepat pada pasien yang mengalami diagnosis Tinea Korporis

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


2

sehingga pasien dapat melakukan aktivitas dengan lancar dan mengurangi tingkat
pravelensi penyakit Tinea Korporisyang tinggi di negara Indonesia.

1.4 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan swamedikasi
kepada pasien yang di diagnosa mengalami penyakit kulit, Tinea Korporis.

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Jamur


Infeksi jamur di kulit dianggap sebagai infeksi superfisial. Infeksi jamur
superfisial ini sering terjadi pada negara tropis, pada populasi dengan status
ekonomi, dan tingkat kebersihan yang rendah (Havlickova, B., Czaika, V.A., dan
Friedrich, M., 2008). Infeksi jamur biasanya digambarkan berdasarkan tempat
infeksi. Infeksi di kulit disebut tinea (yang dahulu secara salah dianggap sebagai
cacing). Tinea pedis adalah infeksi di kaki, misalnya kutu air. Tinea korporis
adalah infeksi di badan, tinea barbe adalah infeksi di janggut, dan tinea kapitis
adalah infeksi di kulit kepala.Infeksi jamur di mulut (thrush), saluran cerna, dan
vagina biasanya disebabkan oleh jamur mirip ragi, yaitu spesies Candida albicans
dan nama penyakitnya adalah kandidiasis(Corwin, E. J., 2000).

2.1.1 Penyebab Infeksi Jamur


Jamur dapat berkembang biak secara berlebihan pada orang-orang yang
mengalami penurunan fungsi imun, misalnya pasien diabetes, wanita hamil, dan
bayi. Mereka yang menderita imunodefisiensi berat, termasuk pengidap AIDS,
beresiko mengalami infeksi jamur yang kronik dan berat(Corwin, E. J., 2000).
Infeksi jamur juga dapat disebabkan oleh negara yang beriklim tropis, lembab,
dan panas (Havlickova, B., Czaika, V.A., dan Friedrich, M., 2008).

2.1.2 Gambaran Klinis (Corwin, E. J., 2000)


Gambaran klinis yang dialami pasien jika terkena infeksi jamur, yaitu
a. Infeksi kulit menyebabkan peradangan disertai eritema dan gatal.
b. Ringworm dapat memperlihatkan gambaran lesi seperti cincin.
c. Infeksi ragi dapat muncul sebagai pustul-pustul yang meradang, terasa
sangat gatal dan nyeri. Infeksi di vagina menimbulkan rabas yang berwarna
putih seperti keju. Infeksi di mulut menimbulkan ulkus-ulkus putih yang
dikelilingi oleh eritema, yang mungkin terasa sangat nyeri.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


4

2.1.3 Penatalaksanaan (Corwin, E. J., 2000)


Secara umum penatalaksanaannya adalah infeksi kulit dapat diobati dengan
obat jamur type-spesific yang diberikan secara topikal atau kadang-kadang
sistemik. Infeksi dalam mungkin memerlukan terapi antijamur spesifik yang kuat
dan perawatan rumah sakit.

2.1.4 Algoritma Infeksi Jamur (Pramudianto, A. dan Evaria. 2012)

Periksa tanda dan gejala yang timbul


pada pasien berdasarkan tabel 2.1

Apakah infeksi berbats tegas Pasien dianjurkan menggunakan


YA
pada pangkal paha, kaki, atau antijamur topikal. Lihat anjuran
daerah kecil pada tubuh? untuk pasien.

TIDAK

Apakah infeksi termasuk kepala


YA Berikan terapi yang sesuai
atau kuku dan tidak berespon
atau terapi oral
terhadap terapi topikal/lokal?

TIDAK
Lakukan pemeriksaan lebih
Apakah penyebab infeksi tidak YA
lanjut dan berikan terapi
jelas atau tidak diketahui?
yang sesuai.
TIDAK

Rujuk pasien ke Dokter Spesialis Kulit jika didiagnosis


belum dapat ditegakkan dengan skema ini.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


5

Tabel 2.1 Beberapa Tipe Infeksi Jamur yang Sering Timbul


Tipe Nama Umum Karakteristik
a. Terjadi pada daerah yang lembab dan hangat
pada kaki, sebagian di antara kaki di bagian
bawah.
Tinea pedis Kutu air b. Kulit melunak dan keputihan dan pecah-pecah
serta adanya erupsi kemerahan.
c. Biasanya disertai gatal, warna yang tidak
lazim, seperti terbakar atau tersengat.
Jamur pada a. Bentuk kuku tidak normal, menebal, berwarna
Tinea unguium
kuku (putih atau kekuningan) dan rapuh.
a. Gatal, kemerahan pada daerah yang terinfeksi
Tinea cruris Kurap
atau pangkal paha dan sekitarnya.
a. Terdapat pada daerah tubuh yang terbuka.
Kurap atau
Tinea korporis b. Bercak kemerahan, dengan tepi bersisik,
kadas
sedangkan bagian tengah kulit normal.
Tinea capitis Jangat kepala a. Kerontokan rambut pada aera yang terinfeksi.
a. Kelainan terutama berupa bercak putih bersisik
pada kulit.
Tinea versicolor Panu
b. Biasanya timbul pada wajah, leher, dan bahu.
c. Gatal dan berkeringat.
a. Bercak kecil putih dan kemerahan saat digosok
dengan handuk.
b. Umumnya berlokasi di bawah pakaian dalam
(BH).
Candidiasis Thrush
Biasanya tampak di bawah payudara, lipat
lengan, pada daerah genital, dan mulut.
c. Kandidiasis Vagina menghasilkan lendir putih
kekuningan seperti keju pada vagina
(sumber : Pramudianto, A. dan Evaria. 2012)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


6

2.1.5 Anjuran untuk Pasien (Pramudianto, A. dan Evaria. 2012)


a. Terapkan kebersihan personal
b. Mandilah setidaknya sekali sehari. Cuci kaki dua kali sehari dan keringkan
dengan gerakan menumpuk. Jangan menggosok.
c. Setelah mandi, keringkan kulit hingga benar-benar kering.
d. Dapat digunakan antiperspirant untuk mengurangi keringat dan membuat
kulit lebih kering dan tidak memudahkan pertumbuhan jamur.
e. Simpan dan gunakan handuk dan lap wajah tersendiri untuk mencegah
penularan infeksi jamur.
f. Gunakan kaos kaki dan pakaian dalam katun, gantilah dengan teratur
(setidaknya sekali sehari).
g. Gunakan bedak antijamur pada sepatu atau kaos kaki untuk mencegah
proliferasi spora jamur yang tersisa.
h. Umumnya produk antijamur dianjurkan untuk digunakan hingga dua
minggu sesudah kulit bebas dari infeksi jamur.
i. Bagi pasien diabetes dianjurkan untuk tetap memeriksa kadar gula darahnya
secara rutin dan mengendalikannya dalam batas normal.

2.1.6 Tips (Pramudianto, A. dan Evaria. 2012)


a. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat-obatan yang sesuai, seperti
nama obat, dosis, frekuensi pemberian, dan cara penggunaan obat.
b. Bila infeksi jamur tidak membaik atau kambuh, konsultasikan pasien pada
dokter spesialis kulit.
c. Diskusikan dengan pasien mengenai cara-cara pencegahan dan pengobatan
infeksi jamur.

2.2 Tinea Korporis


2.2.1 Definisi
Tinea Korporis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi jamur
golongan dermatofita pada kulit halus seperti di daerah wajah, leher, anggota
gerak atas, dada, punggung, dan anggota gerak bawah (Karakoca, Y., Endogru, E.,
Erdemir, A.T., Kiremitci, U., Gurel, M.S., dan Gucin, Z., 2010). Tinea
Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


7

Korporisadalah sebuah nama dari infeksi kulit yang disebabkan oleh sebuah jamur
bukan disebabkan oleh cacing (Nationwide Children’s Hospital, 2005).
Golongan jamur dermatofita dapat mencerna keratin kulit karena
mempunyai daya tarik kepadakeratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini
dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai daristratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Mahmoudabadi, A. Z. dan Yaghoobi, R., 2008). Istilah Tinea
dipakai untuk semua infeksi yang disebabkan infeksi jamur golongan dermatofita,
tetapi yang membedakan antara Tinea Korporisdan tinea yang lainnya adalah
tempat bagian tubuh yang terkena infeksi.

2.2.2 Sinonim (Fransiska, dr.,2000 dan Nationwide Children’s Hospital, 2005)


Tinea Korporismemiliki nama lain, yaitu Tinea sirsinata, Tinea glabrosa,
Scherende flechte, kurap, herpes sircinetrichophytique, atau ringworm.

2.2.3 Etiologi
Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari tiga
genus yaitu genus Mikcosporon, genus Trichophyton, dan genus Epidermophyton.
Penyebab terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah Trichophyton rubrum,
sedangkan penyebab utama Tinea Korporisadalah Trichophyton rubrumdan
Trichophytonmentagrophytes(Maraki, S., Nioti, E., Mantadakis, E., dan Tselentis,
Y., 2007; Chadegani, M., Momeni A., dan Shadzi, S., 1987; dan Omidynia, E.,
Farshchian, M., Sadjjadi, M., Zamanian, A., dan Rashidpouraei, R. A., 1996).

2.2.4 Gejala
Gejala yang ditimbulkan apabila pasien terkena Tinea Korporisadalah area
tubuh yang terkena infeksi jamur golongan dermatofita terasa gatal dan meningkat
apabila pasien berkeringat.

2.2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari Tinea Korporis dalam klinik berupa rash yang
dimulai dari sebuah lesi kecil kemerahan, lesi berbentuk bulat atau lonjong,
berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang denganvesikel dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


8

papul di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang, sementara daerah tepi lebih
aktif (perkembangan ke arah luar sehingga bercak melebar) yang sering disebut
dengansentral healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.
Lesi pada umumnya merupakan bercak – bercak terpisah satu dengan yang
lain.Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang
polisiklik karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Pada Tinea Korporis yang
menahun, tanda-tanda aktif radang biasanya tidak terlihat lagi dan hanya
meninggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi (Nationwide Children’s
Hospital, 2005).

Gambar 2.1 Lesi pada Tinea Korporis

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan
penunjang, seperti
1. Pemeriksaan sediaan langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan KOH 10-20%, bila pasien menderita Tinea
korporis, maka pemeriksaan ini memperlihatkanelemen jamur berupa hifa
panjang dan artrospora di bawah mikroskop Fransiska, dr.,2000).
2. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan dengan pembiakan memberikan hasil lebih lengkap, diperlukan
untuk menyokong pemeriksaanlangsung sediaan basah dan menentukan
spesies jamur. Pemeriksaan inidilakukan dengan cara menanamkan bahan
klinis pada media buatan, yaitu medium agar dekstrosa Sabouraud.Pada
pemeriksaan dengan pembiakan terdapat kekurangan, yaitu pemeriksaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


9

lebih sulit dikerjakan, lebihmahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu


lebih lama, dan sensitivitasnya kurang(± 60%) bila dibandingkan dengan
cara pemeriksaan sediaan langsung
3. Pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar UVλ 365 nm.

2.2.7 Pengobatan
Pengobatan pada pasienTinea Korporisdapat diberikan secara topikal dan
sistemik.
a. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal meliputi :
 Salep Whitfield (Fransiska, dr.,2000).
Salep Whitfield ini merupakan kombinasi asam salisilat (3%) dan asam
benzoat (6%) dalam bentuk salep. Salep tidak boleh diberikan untuk
daerah wajah.
 Salep 2-4 (Fransiska, dr.,2000).
Salep ini merupakan kombinasi asam salisilat 2% dan sulfur
presipitatum 4% dalam bentuk salep.
 Turunan azol topikal (Katzung, B. G.,2006).
Imidazol, yang termasuk saat ini adalah klotrimazol, ekonazol,
ketokonazol, mikonazol, oksikonazol, dan sulkonazol, mempunyai
aktivitas luas terhadap dermatofit (Epidermophyton, Microsporum, dan
Tricophyton) dan ragi, termasuk Candida albicans dan Pityrosporum
orbiculare yang menyebabkan tinea versikolor. Sediaan dalam bentuk
krim atau cairan.

Cara penggunaan krim antifungi (Nationwide Children’s Hospital, 2005):


1. Cuci dan keringkan tangan yang akan digunakan untuk mengoleskan
krim antifungi pada bagian tubuh yang terkena infeksi.
2. Cuci rash dengan sabun dan air.
3. Keringkan rash dengan sempurna menggunakan sebuah handuk kertas
atau handuk kain. Jangan menyentuh atau menggunakan handuk ini

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


10

untuk membersihkan kulit yang sehat. (Sebuah handuk kain harus


dibersihkan sebelum akan digunakan kembali).
4. Membaca label cara penggunaan krim yang dituliskan oleh dokter atau
apoteker.
5. Oleskan krim setipis mungkin di rash tersebut. Pertama kali, tebarkan
krim di area luar yang terkena rash lalu tebarkan krim arah ke tengah dari
rash. Penjelasan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Cara penggunaan krim antifungi yang benar

6. Cuci dan keringkan tangan yang digunakan dengan baik.

b. Pengobatan sistemik (Katzung, B. G.,2006)


Pengobatan sistemik meliputi :
 Griseofulvin
Griseofulvin mikronisasi tersedia dalam bentuk tablet 250mg dan
500mg, dan obat ultramikronisasi tersedia dalam bentuk tablet 125mg,
165mg, dan 330mg serta kapsul 250mg.
Dosis obat bentuk mikronisasi untuk orang dewasa biasanya
500mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi dengan makanan.
Sedangkan dosis anak-anak : dosis 10mg/kg BB/hari dalam dosis
tunggal atau terbagi dengan makanan. Suspensi oral juga tersedia untuk
anak-anak.
 Turunan azol oral

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


11

Akhir-akhir ini, turunan azol tersedia untuk pengobatan oral mikosis


sistemik termasuk flukonazol, itrakonazol, dan ketokonazol.
Penggunaan obat ini digunakan pada kasus pasien yang resisten
terhadap griseofulvin.

2.2.8 Pencegahan(Nationwide Children’s Hospital, 2005)


Penyakit kulit Tinea Korporisini dapat dilakukan pencegahan, antara lain :
1. Pastikan kulit tetap bersih dan kering.
2. Keringkan kulit dengan bak setelah mandi.
3. Menggunakan pakaian yang bersih setiap hari, lihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Penggunaan pakaian bersih setiap hari

4. Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian


yangpanas dan pakaian yang tidak menyerap keringat. Kelembapan juga
dapat dikurangi dengan memperhatiakan ventilasi rumah.
5. Menghindari sumber penularan yaitu binatang, seperti kuda, sapi, kucing,
anjing, atau kontak langsung dengan penderita Tinea korporis.
Membersihkan tangan dengan baik apalabila bersentuhan langsung dengan
rash penderita Tinea Korporisatau bersentuhan langsung dengan tangan dari
seseorang yang menderita penyakit Tinea Korporis.
6. Menghindari penggunaan bersama handuk.
Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


12

7. Meningkatkan kebersihan tubuh, seperti mengganti pakaian apabila


berkeringat; mengganti pakaian dalam jika sudah basah terutama pada siang
hari; tidak menggunakan pakaian, pakaian dalam, kaos kaki berkali-kali;
membersihkan tubuh minimal dua kali sehari.
8. Mengurangi bahkan menghindar terlalu lama di tempat yang panas dan
berair.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


BAB 3
METODE PENGKAJIAN

3.1 Kasus
3.1.1 Identitas Diri
Nama : Andrianus Dirja
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Flores, 2 Juni 1980
Status perkawinan : Belum menikah
Alamat : Jatibening, Bekasi
Bangsa : Indonesia
Agama : Katolik
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta

3.1.2 Pemeriksaan
Tanggal pemeriksaan : 26 September 2012
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan KOH 20%

3.1.3 Keluhan
Badan dan sekitar kelamin terasa gatal sejak 1 tahun sebelum berkunjung ke
rumah sakit.

3.1.4 Riwayat Penyakit


1. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, pasien merasa ada lesi
yang berukuran kecil di badan dan disertai rasa gatal pada lesi tersebut. Lesi
tersebut semakin meluas dan rasa gatal yang dialami pasien dirasakan cukup
mengganggu pekerjaan pasien. Sekitar 1 minggu yang lalu, pasien sudah pernah

13 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


14

berobat ke dokter dan diberikan obat injeksi serta obat oles. Namun, keadaan
pasien masih belum membaik.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga
Pada anggota keluarga tidak ditemukan ada yang mengalami gejala yang
sama dengan pasien serta tidak ada riwayat alergi.

3.2 Waktu dan Tempat Pengkajian


Pengkajian tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan pada
tanggal 2 September – 11 Oktober 2013 bertempat di Apotek Keselamatan jalan
Keselamatan No. 27, Manggarai, Jakarta Selatan.

3.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengkajian


Metode yang digunakan dalam penulisan dan pengkajian kasus Tinea
Korporisdengan melakukan studi literatur berupa buku, jurnal, artikel, dan
literatur lainnya untuk mendapatkan informasi mengenai kasus Tinea Korporisdan
penatalaksanaannya. Tahapan pengkajiannya adalah sebagai berikut :
a. Pengambilan data kasus yang dilakukan pada tanggal 24 - 25 September
2013, yaitu data pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 26 September
2012.
b. Pengumpulan literatur teori mengenai Tinea Korporisyang dilakukan pada
bulan September – Oktober 2013.
c. Pemahaman kasus melalui penyusunan laporan Penatalaksanaan Kasus
Tinea Korporis yang dilakukan pada bulan September - Oktober 2013.
d. Penulisan Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek
Keselamatan jalan Keselamatan No. 27, Manggarai, Jakarta Selatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penatalaksanaan
4.1.1 Penatalaksanaan Non Farmakologi
Berdasarkan kasus di atas, pasien mendapatkan pengobatan non
farmakologi berupa pasien dianjurkan untuk memakai pakaian yang dapat
menyerap keringat, mengganti pakaian dalam apabila sudah basah terutama pada
siang hari. Pasien juga dianjurkan untuk mengganti sabun mandi yang dipakai
sekarang dengan sabun mandi yang mengandung sulfur.

4.1.2 Penatalaksanaan Farmakologi


Berdasarkan kasus di atas, pasien dengan umur 33 tahun mendapatlan
pengobatan topikal berupa mikonazol krim 2%serta pengobatan sistemik berupa
griseofulvin 500mg dan loratadin 10 mg

4.2 Penjabaran Pengobatan


4.2.1 Pengobatan Topikal
Pemberian krim mikonazol 2% dengan dosis sehari 2x pada pagi dan siang
hari atau siang dan malam hari. Pengobatan tinea korporis dengan menggunakan
krim mikonazol 2% dilakukan selama 7-14 hari dioleskan tipis pada area luar kulit
yang gatal dan terdapat lesi. Efek samping yang ditimbulkan dari krim mikonazol
biasanya ringan seperti reaksi iritasi lokal pada kulit, maserasi atau perasaan
terbakar.

4.2.2 Pengobatan Sistemik


1. Griseofulvin 500mg
Dosis sehari 1x pada pagi atau siang atau malam hari. Obat diminum setelah
makan. Penggunaan obat sistemik dikarenakan penyakit tinea korporis yang
dialami pasien tidak kunjung membaik, lesi luas, dan penggunaan obat topikal
juga tidak ada perbaikan. Griseofulvin paling efektif pada pengobatan infeksi

15 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


16

tinea pada daerah tengkorak kepala dan kulit yang tidak berambut. Infeksi pada
daerah tak berambut selama 3-4 minggu.
Griseofulvin ialah suatu zat yang diisolasi dari Penicillium griseofulvum.
Efek samping terapi griseofulvin yang terlihat meliputi sakit kepala, mual,
muntah, diare, fotosensitivitas, neuritis perifer, dan kadang kebingungan mental.
Obat ini dikontraindikasikan pada penderita gagal hati atau mempunyai reaksi
hipersensitivitas terhadap obat ini pada masa lalu.
2. Loratadin 10mg
Dosis sehari 1x pada pagi atau siang atau malam hari. Obat diminum setelah
makan. Penggunaan loratadin diberikan kepada pasien karena pasien
mengeluhkan rasa gatal yang mengganggu aktivitas kerja pasien. Apoteker
memilih obat loratadin dibandingkan CTM (Chlorfeniramin Maleat) karena pasien
masih bekerja, efek samping yang dihasilkan CTM adalah mengantuk sedangkan
loratadin memiliki efek samping tidak mengantuk. Efek samping loratadin
(Inclarin) adalah sedasi, lelah, mual, dan sakit kepala.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Tinea Korporis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi jamur
golongan dermatofita pada kulit halus seperti di daerah wajah, leher, anggota
gerak atas, dada, punggung, dan anggota gerak bawah. Tinea Korporismemiliki
nama lain, yaitu Tinea sirsinata, Tinea glabrosa, Scherende flechte, kurap, herpes
sircinetrichophytique, atau ringworm. Jamur golongan dermatofita penyebab
utama Tinea Korporisadalah Trichophyton rubrumdan
Trichophytonmentagrophytes. Gejala yang ditimbulkan apabila pasien terkena
Tinea Korporisadalah area tubuh yang terkena infeksi jamur golongan dermatofita
terasa gatal dan meningkat apabila pasien berkeringat.
Pada kasus Tinea Korporis di atas, pengobatan dilakukan dengan cara non
farmakologi berupa pasien dianjurkan untuk memakai pakaian yang dapat
menyerap keringat, mengganti pakaian dalam apabila sudah basah terutama pada
siang hari serta mengganti sabun mandi yang dipakai sekarang dengan sabun
mandi yang mengandung sulfur dan farmakologi berupa pengobatan topikal yaitu
mikonazol krim 2% sehari 2x serta pengobatan sistemik yaitu griseofulvin 500mg
sehari 1x dan loratadin 10 mg sehari 1x.

5.2 Saran
Pada kasus infeksi kulit khususnya Tinea Korporis, seorang apoteker harus
menjelaskan cara pencegahan agar tidak tertular dan bagi yang sudah terkena tinea
korporis juga dijelaskan cara pencegahan agar tidak semakin parah. Selain dari
itu, seorang apoteker harus memberitahukan kepada pasien mengenai pengobatan
non farmakologi dan cara penggunaan obat farmakologi.

17 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Chadegani, M., Momeni A., dan Shadzi, S. (1987). Mycopathologia. A study of


dermatophytoses in Esfahan, 98, 101-104.

Corwin, Elizabeth. J., 2000. Handbook of Pathophysiology. Jakarta : EGC.

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. (2002). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
edisi III. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, halaman 92-93.

Fransiska, dr. (2000). Tinea. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya


Kusuma.

Hay, R.I. dan Moore, M.K. (2004). Mycology dalam: Burns, T., Breathnach, S.,
Cox, N., Grifiiths, C. Rook's textbook of derrnitology, edisi ke-7. New
York: Blackweil PublishingCompany, halaman l407-l507.

Havlickova, B., Czaika, V.A., dan Friedrich, M. (2008). Epidemiological trends in


skin mycoses worldwide. Mycoses, 51, 4, 2-15.

Karakoca, Y., Endogru, E., Erdemir, A.T., Kiremitci, U., Gurel, M.S., dan Gucin,
Z. (2010). Generalized Inflammatory Tinea Korporis. Journal of the
Turkish Academy of Dermatology.

Katzung, B. G. (2006). Basic and Clinical Pharmacology (10th ed.). San


Francisco: McGraw-Hill.

Mahmoudabadi, A. Z. dan Yaghoobi, R. (2008). Extensive Tinea Korporis due to


Trichophyton rubrum on The Trunk. Jundishapur Journal of
Microbiology, 1, 1, 35-37.

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W. (2000). Kapita


Seleksta Kedokteran edisi III jilid II. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, halaman 98-99.

Maraki, S., Nioti, E., Mantadakis, E., dan Tselentis, Y. (2007). Mycoses. A 7-year
survey of dermatopytoses in Crete, Greece, 50, 481-484.

Nasution, M.A., Muis K., Juwono. (1992). Diagnosis dan Penatalaksanaan


Dermatofitosis. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran,80:116-118.

Nationwide Children’s Hospital. (2005). Helping Hand-Ringworm (Tinea


Korporis). Columbus, Ohlo : Nationwide Children’s Hospital, halaman 1-
2, nationawidechildrens.org.

18 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014


Omidynia, E., Farshchian, M., Sadjjadi, M., Zamanian, A., dan Rashidpouraei, R. A.
(1996). Mycopathologia. A study of dermatophytoses in Hamadan, the
governmentship of West Iran, 133, 9-13.

Pramudianto, A. dan Evaria. 2012. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed 12 tahun


2012/2013. Singapura: UBM Medica Asia Pte Ltd.

Siregar, R.S. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi II. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

Sobefa J.O. dan Elewski B.E. (2008).Superficial mycoses dalam: J. L. Bologniq, J.


L.Jonzzo, and R. P. Rapini, ed. Dermatology, edisi ke-2. New York; McGraw
Hill, halaman l135-64.

Suyoso, S. (2004). Pedoman Diagnosis dan terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Surabaya : RSUD dr. Soetomo, halaman 82-91.

Verma S. danHeffernan M.P. (2008). Superficial Fungal Infection: Dermalophgosis,


Onychomycosis, Tinea Nigra Piedra dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI,Gilehrest BA, Pallef AS, Leffell DJ, ed. Fitzpabick'S Dermatology in
generalmedicine, edisi ke-7. New York; McGraw Hill, halaman 1807-21..

Laporan praktek….., Stepfina, FF UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai