LAPORAN PRAKTIK
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 17 MARET – 28 MARET 2014
NURFADILAH JAMALUDDIN
1306434206
ANGKATAN LXXVIII
LAPORAN PRAKTIK
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 17 MARET – 28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTIK
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
NURFADILAH JAMALUDDIN
1306434206
ANGKATAN LXXVII
ii
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada periode 17 Maret - 28 Maret 2014. Kegiatan PKPA bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang
telah diperoleh selama perkuliahan.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh
ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi UI. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini, yaitu kepada :
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada umumnya.
4. Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt., selaku Direktur Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian.
5. Anwar Wahyudi, SE., S.Farm., Apt., MKM, selaku Kepala Subbagian Tata
Usaha.
6. Drs. Riza Sultoni, M.M., Apt., selaku Kepala Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Narkotik, Psikotropik, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus
dan pembimbing I dalam penulisan tugas umum yang selalu memberi saran
dan mendukung penulis
7. Bapak Catur Jatmika, M.Si., Apt., selaku pembimbing II dalam penulisan
tugas umum yang selalu memberi saran dan mendukung penulis
8. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas
segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan
vi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
9. PKPA.
10. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran dalam
perkuliahan dan penyusunan laporan ini.
11. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat, dan doa yang tak pernah putus mengiringi setiap
langkah perjalanan hidup penulis.
12. Seluruh teman-teman Apoteker angkatan 78 Universitas Indonesia atas
kebersamaan, kerjasama dan kesediaan berbagi suka dan duka, dukungan
dan semangat yang diberkan kepada penulis.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis
Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini jauh dari sempurna. Semoga
pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama kegiatan PKPA ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
2014
vii
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
ABSTRAK
ix
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
ABSTRACT
x
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
xi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
Kesehatan ................................................................................................ 17
2.2.6.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ..................... 18
2.2.6.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan .................................................................... 19
2.2.6.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian................................................................. 20
xii
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
3.15.2 Sarana dan Prasarana ................................................................... 34
DAFTAR ACUAN............................................................................................... 48
LAMPIRAN ......................................................................................................... 49
xiii
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
xiv
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Pegawai Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
............................................................................................................ 33
Tabel 4.1 Rekapitulasi Perizinan di Bidang Obat dan Obat Tradisional Tahun
2013 .................................................................................................... 36
Tabel 4.2 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Tahun 2013
yang diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi
Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi dan Sediaan Farmasi
Khusus ................................................................................................ 42
Tabel 4.3 Target, Realisasi dan capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku
Obat dan Obat Tradisional Produksi dalam Negeri Tahun 2013 ....... 44
Tabel 4.4 Perbandingan Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat
dan Obat Tradisional Produksi dalam Negeri Tahun 2013 ................ 45
xv
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
Indonesia berhak memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau (Kementerian Kesehatan RI,2009).
Kesehatan merupakan hak yang fundamental, oleh karena itu untuk
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus berupaya agar pelayanan
kesehatan memiliki kualitas yang semakin baik. Salah satu upaya untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan adalah dengan pelayanan kefarmasian yang
profesional. Terwujudnya pelayanan kefarmasian yang mumpuni merupakan
tanggung jawab dari berbagai pihak, salah satunya adalah apoteker. Apoteker
selaku tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian
dituntut untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui
pembinaan pelayanan kefarmasian. Untuk menunjang hal tersebut, maka
pemerintah melalui Keputusan Menteri KesehatanNo. 1277/MENKES/SK/2001
membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(Ditjen Yanfar dan Alkes) yang selanjutnya berganti nama menjadi Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar danAlkes)
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/PER/XI/2005.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi
menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian. Direktorat ini bertugas melaksanakan penyiapan,
perumusan, dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
Peran apoteker di pemerintahan berkaitan dalam penanganan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, hal ini merupakan hal yang sangat penting, oleh
karena itu diperlukan adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai
tugas dan fungsi apoteker dalam bidang kefarmasian yang bertujuan
memperkenalkan program pemerintah dalam meningkatkan peran apoteker di
masyarakat. Oleh karena itu, diselenggarakan Praktk Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Kementerian Kesehatan, dengan harapan calon apoteker dapat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
3
1.2 Tujuan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker :
a. Mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
b. Memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan
pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
4 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
6
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen
masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan
masyarakat akar rumput.
c. Responsif
Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi
dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target
yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5 Tujuan
Sebagai penjabaran dari Visi Kementrian Kesehatan, maka tujuan yang
akan dicapai adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-
guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya (Kementrian Kesehatan repuplik Indonesia, 2011)
Tujuan tersebut dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan
pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang
didukung oleh system informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan, serta hukum kesehatan.
2.1.6 Sasaran Strategis
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
13
2.1.10 Kedudukan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 1, kedudukan dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia adalah (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a) :
1. Kementrian Kesehatan berada di bawah dan beranggung jawab kepada
Presiden.
2. Kementrian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan.
2.1.11 Tugas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
Negara (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
2.1.12 Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 3 Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a) :
a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.13 Kewenangan
Dalam menyelenggarakan fungsinya, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia mempunyai kewenangan, berikut adalah kewenangan Kementrian
Kesehatan RI :
a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
22
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
23
Produksi dan Distribusi Kefarmasian beradasarkan Visi dan Misi sebagai berikut :
1. Visi
Industri farmasi dan Makanan yang mampu memenuhi kebutuhan dalam
negeri dan bersaing di era globalisasi.
2. Misi
a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan.
b. Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan
distribusi kefarmasian dan makanan.
c. Membentuk aliansi strategis dalam bidang obat, obat tradisonal, sediaan
farmasi khusus, kosmetik dan makanan.
d. Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan
makanan.
3.4 Sasaran
Guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka, Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah menetapkan beberapa sasaran, berikut
adalah sasarannya : (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
a. Menciptakan iklim industri yang kondusif melalui penyusunan regulsi,
standar dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di bidang
farmasi dan makanan.
b. Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan
dsitribusi kefarmasian dan makanan
c. Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan
makanan
d. Menciptakan kemandirian di bidang kefarmasian
3.5 Indikator
Kegiatan Peningkatan produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki
luaran sebagai berikut :
a. Meningkatnya produks bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi
dan distribusi kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
33
Tabel 3.1 Jumlah pegawai di lingkungan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian Tahun 2013
No Jabatan Jumlah
Menurut Jabatan
1 Jabatan Struktural 14 orang
Jabatan Fungsional Umum/Staf 20 orang
Menurut Golongan
Golongan II 4 orang
2
Golongan III 23 orang
Golongan IV 7 orang
Menurut Pendidikan
S2 24 orang
S1 4 orang
3
D3 2 orang
SLTA 2 orang
SLTP 1 orang
Menurut Jenis Kelamin
4 Pria 9 orang
Wanita 25 orang
Menurut Kelompok Usia
5 < 30 tahun 9 orang
31 – 40 tahun 12 orang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
34
41 – 50 tahun 5 orang
51 – 58 tahun 8 orang
Total SDM 34
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
35
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
36
Tabel 4.1 Daftar Perizinan Bidang Obat dan Obat Tradisional Tahun 2013
1. Izin IF 90
2. Persetujuan Prinsip IF 6
3. Izin IOT 15
4. Persetujuan Prinsip IOT 1
5. Izin IEBA 2
6. Izin PBF 420
7. Izin PBF Bahan Obat 43
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
37
300
200
100
0
IF Prinsip IF IOT Prinsip IOT IEBA PBF PBFBO
JENIS IZIN
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
39
tujuan penggunaannya. Izin produksi diberikan sesuai bentuk dan jenis kosmetik
yang akan dibuat. Izin produksi dibedakan atas dua golongan sebagai berikut,
industri kosmetik golongan A yaitu izin produksi yang dapat membuat semua
bentuk dan jenis sediaan kosmetik dan wajib menerapkan seluruh aspek CPKB.
Pada industri kosmetik golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetik
yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetik tertentu dengan
menggunakan teknologi sederhana, namun harus mampu menerapkan hygiene
sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan CPKB. Hal ini bertujuan untuk menjamin
mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat.
Di Indonesia peraturan kosmetik disesuaikan dengan harmonisasi ASEAN
tahun 1998. Penerapkan harmonisasi ASEAN di Indonesia pada tahun 2011 dalam
bentuk notifikasi kosmetika. Tujuan perubahan alur registrasi menjadi notifikasi
ialah agar masyarakat dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, klaim manfaat produk serta
mempermudah perolehan izin edar kosmetik. Notifikasi kosmetik, menetapkan
aturan mengenai tata cara untuk memperoleh notifikasi dari suatu produk
kosmetik sebelum diedarkan kemasyarakat yang diatur dalam Permenkes RI No.
1175Menkes/Per/VIII/2010 dan di bawah kewenangan Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM).
Penerapan sistem online dalam melakukan notifikasi mempermudah
industri kosmetik dalam mendaftarkan produknya melalui website
http://notifkos.pom.go.id/bpom-notifikasi/. Notifikasi memiliki kelemahan, yaitu
konsumen sulit untuk mengetahui apakah produk yang beredar tersebut telah
ternotifikasi atau belum ternotifikasi. Hal ini disebabkan karena dalam notifikasi
tidak wajib mencantumkan nomor notifikasi di dalam kemasan produk kosmetik.
Pada subdit ini juga dilakukan standarisasi kosmetik yang beredar dengan
menyusun Formularium Kosmetik Indonesia.
Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain
melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada
di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan
tambahan dalam pangan yang diatur dalam Permenkes RI No. 033 tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), serta pembinaan terhadap Industri
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
40
83
JUMLAH IZIN
100
80
60 16
40 4 3
20
0
JENIS IZIN
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
41
4%
≤ 14 HK (Sesuai
Permenkes 1175)
≥ 14 HK (Tidak Sesuai
Permenkes 1175)
96%
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
42
No Jumlah
SPI SPE IP EP IT
1. Narkotika 63 1 1 0 0
2. Psikotropika 175 149 22 0 0
3. Prekursor 245 76 41 0 0
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
43
pengadaan obat dan bahan baku obat karena hampir 96% kebutuhan produk obat
tersebut tergantung pada bahan baku obat (BBO) impor. Ada beberapa faktor
yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri
diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di
industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan
baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri
menjadi lebih tinggi daripada harga bahan baku impor.
Kemandirian yang dimaksud adalah industri farmasi mudah mendapatkan
bahan baku obat hasil produksi dalam negeri sehingga tidak terpengaruh dengan
kondisi pasar global. Keadaan ini akan menjaga kestabilan harga obat dalam
negeri. Untuk mencapai tujuan kemandirian obat dan dan ketersediaan bahan baku
obat, pemerintah melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana
riset bekerjasama dengan lembaga terkait dan industri farmasi, menstimulasi
berdirinya industri bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama distribusi
bahan baku obat produksi dalam negeri ke pasar internasional.
Definisi operasional dari bahan baku obat dan obat tradisional yang
diproduksi di dalam negeri yaitu : “bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat
dan obat tradisional) dapat berupa bahan berkhasiat maupun bahan tambahan yang
merupakan hasil penerapan teknologi maupun bahan alam yang siap diproduksi”.
Untuk memenuhi bahan baku obat dalam negeri, pemerintah menyusun
roadmap pengembangan bahan baku. Dengan roadmap ini diharapkan terjalin
kerjasama antara instansi/lembaga terkait dengan industri farmasi. Dalam
roadmap tersebut telah ditetapkan strategi yaitu mengembangkan kebijakan yang
berpihak pada pengembangan bahan baku obat; meningkatkan sinergitas
Academic Business Goverment (ABG); menguatkan riset di bidang bahan baku
obat yang berorientasi pada kebutuhan; meningkatkan kemampuan iptek; dan
meningkatkan produksi bahan kimia sederhana, pemanfaatan sumber daya alam,
dan bioteknologi. Untuk pengembangan bahan baku obat yang lebih efektif, saat
ini telah dibentuk POKJANAS pengembangan bahan baku yang terdiri dari
beberapa lembaga, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perdagangan, Badan POM, Kemenkokesra, BPPT, LIPI, universitas,
dan industri farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
44
Pada tahun 2013, jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di
dalam negeri yang tersedia mencapai 39 jenis dari target yang telah ditetapkan,
seperti yang tertera pada tabel 4.4
Tabel 4.3. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku
Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negeri Tahun 2013
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
45
Tiga puluh sembilan jenis bahan baku obat dan obat tradisional yang telah
siap diproduksi di dalam negeri (kumulatif 2011-2013) dapat terlihat pada
Lampiran 8.
Kinerja pemerintah untuk meningkatkan jumlah bahan baku obat dan obat
tradisional produksi di dalam negri guna meningkatkan kemandirian bahan baku
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persentase peningkatannya dapat
dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.4.
Tabel 4.4. Perbandingan capaian indikator kinerja jumlah bahan baku obat dan
obat tradisional produksi di dalam negeri tahun 2011 - 2013
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
46
40
30
20 Target
10 Realisasi
0
2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Jika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam negeri,
maka pemerintah akan turut serta membantu dalam hal pemasaran bahan baku
dengan menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku
obat di luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan
baku obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran
bahan baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan
mendapatkan profit yang lebih besar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,
Kementerian Kesehatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas
melaksanakan penyimpanan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis
dan evaluasi dibidang Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
2. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat
bagi apoteker untuk menjalankan fungsi profesinya berkaitan dengan
pembuatan regulasi, pembinaan, serta mengawasi produsen dan distributor
di bidang farmasi, kosmetika, dan makanan yang bertujuan untuk
memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan
serta terjamin mutu dan keamanannya.
5.2 Saran
1. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai
agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri
farmas, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang
bahan baku obat.
2. Menjalin kerja sama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi,
pihak negeri maupun swasta berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan
kemandirian bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika, dan makanan.
3. Memperbaiki program Aplikasi sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIP-NAP).
4. Melakukan pengembangan sistem e-registration terhadap semua perizinan
yang ditangani oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
sehingga dapat mempermudah proses pengajuan, penelusuran tahapan
proses, dan percepatan proses sesuai janji hari kerja.
47
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
48
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Lampiran 8. Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional
Siap Produksi dalam Negeri
Nama Tahun
1. Fraksi bioaktif kayu manis (Cinamomum burmani) 2011
2. Fraksi bioaktif bungur (Lagerstroemia speciosa)
3. Fraksi bioaktif mahkota dewa (Phaleria macrocara)
4. Fraksi protein bioaktif cacing tanah (Lumbricus Rubellus)
5. Ekstrak herba sambiloto ( Andrographis paniculata) 2012
6. Ekstrak herba sambiloto terfraksinasi
7. Ekstrak pegagan (Centella asiatica)
8. Ekstrak pegagan terfraksinasi
9. Ekstrak herba meniran (Phylanthus niruri)
10. Ekstrak herba meniran tefraksinasi
11. Ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza)
12. Ekstrak rimapng jahe (Zingiber officinale)
13. Ekstrak Rimpang Kencur (Kaemferia galanga)
14. Difruktosa anhidra III
15. Pati ter-pragelatinasi 2013
16. Ekstrak terstandar legundi (Vitex trifolia Linn.)
17. Ekstrak terstandar palisa (Kleinhovia hospita Linn.)
18. Ekstrak rumput laut (Eucheuma cottoni)
19. Karaginan rumput laut
20. Ekstrak terstandar pugun lano (Curanga fel-terrae)
21. Ekstrak terstandar daun jati belanda (Guazuma ulmifolia)
22. Ekstrak terstandar herba sidaguri (Sida rhombifolia)
23. Ekstrak terstandar daun sirsak (Annona muricata L.)
24. Ekstrak terstandar biji buah kedaung (Parkia timoriana)
25. Ekstrak tersandar daun salam (Syzygium polyanthum)
26. Tetrasiklin
27. Albumin
28. Ekstrak terstandar pegagan (Centella asiatica L.)
29. Fraksi triterpen Pegagan
30. Isolat pegagan (asiatikosida)
ANGKATAN LXXVIII
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah tugas
khusus ” Pedoman Pembinaan Sarana Produksi Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi ” ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat
denga tujuan untuk memenuhi persyaratan Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi
Apoteker di DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia. Makalah ini menjelaskan mengenai pembinaan industri farmasi
mengenai pengelolaan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh karyawan yang
ada di DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN khususnya kepada staff subdirektorat Produksi dan
Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus
yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian tugas khusus
ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya
dalam pelaksanaan kegiatan Pembinaan Sarana Produksi Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi sebagai salah satu bentuk pengawasan
pemerintah dalam penggunaan narkotika, psikotropika dan prekursor.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
oleh karena itu, demi penyempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pihak pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat.
Penulis
ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Dasar Hukum .................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................. 3
1.4 Sasaran ............................................................................................ 3
1.5 Pengertian ....................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN UMUM............................................................................ 6
2.1 Perizinan Industri Farmasi .............................................................. 6
2.2 Izin Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi ........... 6
2.2.1 Izin Impor Narkotika ............................................................. 7
2.2.2 Izin Importir Produsen (IP) Psikotropika dan Prekursor ...... 7
2.2.3 Surat Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor ................................................................................ 7
2.2.4 Izin Importir Terdaftar (IT) Psikotropika dan Prekursor ..... 8
2.3 Izin Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi ......... 9
2.3.1 Izin Ekspor Psikotropika dan Prekursor Farmasi .................. 9
2.3.2 Surat Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi ................................................................ 10
2.4 Pengelolaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor di Industri
Farmasi .......................................................................................... 11
2.4.1 Perencanaan ......................................................................... 11
2.4.2 Pengadaan ............................................................................ 15
2.4.3 Produksi ............................................................................... 11
2.4.4 Pencatatan dan Pelaporan .....................................................12
iii
iv
v
Laporan praktek…., Nurfadilah Jamaluddin, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.3. Tujuan
Membina Sarana Produksi Narkotika, Psikotropika dan Prekursor agar
dapat menghasilkan narkotika, psikotropika dan prekursor yang memenuhi
persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu untuk melindungi masyarakat
dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor.
1.4. Sasaran
Sasaran dari Pedoman ini adalah Industri Farmasi di Pusat dan Provinsi.
1.5. Pengertian
Dalam Pedoman ini digunakan beberapa istilah dengan batasan pengertian
sebagai berikut :
a. Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan ke dalam tiga golongan.
b. Psikotropika merupakan zat atau obat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku seseorang.
c. Prekursor merupakan bahan pemula yang digunakan dalam pembuatan
narkotika maupun psikotropika
d. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat,
menghasilkan dan mengemas dan/ atau mengubah bentuk Prekursor.
e. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
Universitas Indonesia
f. Cara Pembuatan Obat yang Baik selanjutnya disebut CPOB adalah cara
pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan
g. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
h. Surat Persetujuan Impor yang selanjutnya disingkat SPI adalah surat
persetujuan untuk mengimpor narkotika, psikotropika dan/atau
prekursor farmasi.
i. Surat Persetujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat SPE adalah surat
persetujuan untuk mengekspor narkotika, psikotropika dan/atau
prekursor farmasi.
j. Importir Produsen Psikotropika yang selanjutnya disebut IP
Psikotropika adalah industri farmasi yang menggunakan psikotropika
sebagai bahan baku proses produksi yang mendapat izin untuk
mengimpor sendiri psikotropika. Importir Produsen Prekursor Farmasi
yang selanjutnya disebut IP Prekursor Farmasi adalah industri farmasi
yang menggunakan prekursor farmasi sebagai bahan baku atau bahan
penolong proses produksi yang mendapat izin untuk mengimpor sendiri
prekursor farmasi.
k. Importir Terdaftar Psikotropika yang selanjutnya disebut IT
Psikotropika adalah pedagang besar farmasi yang mendapat izin untuk
mengimpor psikotropika guna didistribusikan kepada industri farmasi
dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir psikotropika.
l. Importir Terdaftar Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut IT
Prekursor Farmasi adalah pedagang besar farmasi yang mendapat izin
untuk mengimpor prekursor farmasi guna didistribusikan kepada
industri farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir
prekursor farmasi.
m. Eksportir Produsen Psikotropika yang selanjutnya disebut EP
Psikotropika adalah industri farmasi yang mendapat izin sebagai
eksportir psikotropika.
n. Eksportir Produsen Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut EP
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
meliputi:
a. surat pernyataan belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika,
atau Prekursor Farmasi atau fotokopi SPI terakhir;
b. laporan realisasi Impor terakhir;
c. laporan realisasi penggunaan untuk produksi
d. fotokopi rencana kebutuhan tahunan (ditandatangani oleh Apoteker
Penanggung Jawab)
e. fotokopi surat pesanan (purchasing order) dari industri farmasi, jika
pemohon adalah IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi.
f. fotokopi surat pesanan (purchasing order) dari industri farmasi, jika
pemohon adalah PBF milik negara yang memiliki izin khusus sebagai
importir Narkotika;
g. fotokopi surat persetujuan izin edar untuk Narkotika, Psikotropika, atau
Prekursor Farmasi yang akan diimpor;
h. fotokopi surat izin khusus importir Narkotika atau izin IP Psikotropika/IP
Prekursor Farmasi atau Izin IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi;
i. fotokopi kartu kendali; dan
j. Analisa Hasil Pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2. Penyerahan fotokopi dokumen pendukung kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan paling lama tiga hari kerja sejak permohonan
on line diterima.
3. Penerbitan atau penolakan SPI (Surat Persetujuan Impor) oleh Direktur
Jenderal disertai dengan alasan penolakan yang jelas.
2.2.4 Izin Importir Terdaftar Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Izin Importir Terdaftar (IT Psikotropika atau IT Prekursor Farmasi) dapat
mengajukan permohonan SPI Psikotropika atau SPI Prekursor Farmasi untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostik
dan reagensia laboratorium berdasarkan pesanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
dengan cara :
1. Permohonan SPI Psikotropika atau SPI Prekursor Farmasi diajukan kepada
Direktur Jenderal secara online melalui http://e-pharm.kemkes.go.id dengan
dokumen pendukung, meliputi :
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Pembinaan terhadap sarana produksi narkotika, psikotropika maupun
prekursor Farmasi dilakukan oleh tim khusus yang telah ditunjuk untuk
memberikan materi terkait pengelolaan narkotika, psikotropika dan prekursor di
industri farmasi. Pembinaan juga disertai dengan evaluasi akhir untuk
mengumpulkan informasi yang akan digunakan dalam penyusunan sebagai acuan
untuk kegiatan pembinaan selanjutnya. Hasil yang diperoleh dianalisis dan
didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis.
5.2 Saran
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor
dan Sediaan Farmasi Khusus Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian perlu untuk melakukan pembinaan yang intensif terhadap industri
farmasi maupun pedagang besar farmasi dalam hal pengelolaan narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi untuk mencegah terjadinya kemungkinan
dalam pengelolaan narkotika di industri farmasi sebagai sarana produksi obat
termasuk produk jadi yang menggunakan narkotika, psikotropika maupun
prekursor sebagai bahan baku.
18
Universitas Indonesia
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012
Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat yang Mengandung Prekursor
Farmasi. Jakarta.
19
Universitas Indonesia