Anda di halaman 1dari 77

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16 – 27 JANUARI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ARIF ARRAHMAN, S.Farm.


1106046710

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16 – 27 JANUARI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

ARIF ARRAHMAN, S.Farm.


1106046710

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIV Universitas Indonesia, yang diselenggarakan
pada tanggal 16 – 27 Januari 2012 di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kegiatan PKP dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah
mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat
pada saat memasuki dunia kerja. Dalam pelaknsanaan kegiatan PKPA ini penulis
tak luput mendapat bajyak bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari bberbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD selaku Direktur Jenderal Bina
kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2. Dr. Setiawan Soeparan, MPH. selaku Direktur Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan dan pembimbing di Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas bimbingan dan pengarahan
selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
3. Drs. M. Taufik S., MS, Apt. selaku pembimbing di Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt. selaku Ketua Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
6. Prof. Dr. Endang Hanani, M.S., Apt. selaku pembimbing dari
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
7. Seluruh staf Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia dan
iii

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


Seluruh staf Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
8. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang
telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat


banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan
dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini dapat memberikan manfat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.

Depok, Januari 2012

Penulis

iv

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ................................................................... 3


2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan ..................................... 3
2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan ................................................................................. 6

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT


PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN .................................... 13
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi ............................................................... 13
3.2 Tujuan ........................................................................................... 14
3.3 Sasaran .......................................................................................... 14
3.4 Strategi Intervensi ........................................................................ 14
3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan ................................................................... 15
3.5 Sumber Daya Manusia .................................................................. 21

BAB 4 PEMBAHASAN ......................................................................... 22


4.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi harga Obat .................... 22
4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 24
4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan25
4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan ................................................................... 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 28


5.1 Kesimpulan ................................................................................... 28
5.2 Saran .............................................................................................. 38

DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 29

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Struktur Organisasi Kementarian Kesehatan ......................................... 30
2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan ....................................................................................... 31
3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan ................................................................................. 31
4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ............................................................................................... 32
5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ................ 32
6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan ............................................................................................... 33
7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian

vi

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap
hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma
agama (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, 2009). Seperti yang dikutip dari Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan
diselenggarakan oleh pemerintah dan seluruh rakyat indonesia dan
diselenggarakan dengan berdasar kepada kesamaan akan hak asasi manusia yakni
setiap orang berhak atas kesehatan. Pembangunan kesehatan dibangun dengan
asas perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan
terhadap hak, keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Oleh karena itu, setiap orang
memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, 2009). Pembangunan kesehatan tidak akan sempurna tanpa
pembangunan dalam bidang pelayanan kefarmasian karena sejatinya pelayanan
kefarmasian adalah bagian yang menjadi satu kesatuan dengan bidang kesehatan.
Pembangunan kesehatan yang berasaskan keadilan mewajibkan penyediaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang aman, berkhasiat, bermanfaat,
bermutu, dan terjangkau. Guna memenuhi kewajiban tersebut dibentuklah
Direktorat Jenderal dan Bina Kefarmasian yang berada dalam naungan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


2

Tata Kerja Kementrian Kesehatan, 2010). Untuk menjamin tersedia dan


terjangkaunya sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan maka diperlukan sarana
dan prasarana serta sumber daya manusia yang profesional dalam penanganan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Sumber daya manusia profesional yang
berhak untuk mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan
mengedarkan sediaan farmasi dalam hal ini obat dan bahan yang berkhasiat obat
serta perbekalan kesehatan adalah apoteker (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, 2009). Apoteker merupakan profesi
yang diperkenankan dalam melakukan pengelolaan sediaan farmasi karena
memiliki kompetensi dan pengetahuan pada bidang yang bersangkutan.
Mengingat pentingnya peran apoteker dalam pengelolaan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan maka apoteker harus meningkatkan kompetensinya
seiring dengan perkembangan pembangunan kesehatan nasional. Oleh karena itu,
calon apoteker perlu melakukan orientasi dan pengenalan peran serta fungsi
apoteker pada regulator berupa Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sehingga calon apoteker dapat
memperoleh gambaran tentang peran apoteker khususnya di Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker :
1. Memahami mekanisme kerja, tugas pokok, dan fungsi dari Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2. Memahami ruang lingkup kerja, tugas pokok, dan fungsi Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2010).

2.1.1 Visi dan Misi (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-
2014, 2010)
Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan. Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dam pemerataan sumberdaya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia no. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan, 2010)
Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian
Kesehatan mempunyai tugas membantu menyelenggarakan urusan di bidang
kesehayan dalam pemerinyahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan;
2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan;
3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan;

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


4

4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervise atas pelaksanaan urusan


Kementerian Kesehatan di daerah; dan
5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

2.1.3 Nilai-Nilai (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014,


2010)
Kementerian kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satu
keseluruhan dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh
Kementerian Kesehatan. Nilai-nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif,
efektif, dan bersih.

2.1.4 Rencana Strategis (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun


2010-2014, 2010)
Kementerian Kesehatan mempunyai Rencana Strategis 2010 – 2014
sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global;
2. Meningkatkan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, pelayanan, dan
berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif
dan preventif;
3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional;
4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia
kesehatan yang merata dan bermutu;
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan; dan
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan,
berdayaguna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan
yang bertanggung jawab.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


5

2.1.5 Struktur Organisasi (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


no. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan, 2010)
Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas
(Lampiran 1) :
1. Sekretariat Jenderal;
2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;
3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
4. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;
5. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
6. Inspektorat Jenderal;
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
8. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan;
9. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;
10. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat;
11. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;
12. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi;
13. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;
14. Pusat Data dan Informasi;
15. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;
16. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
17. Pusat pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
18. Pusat Komunikasi Publik;
19. Pusat Promosi Kesehatan;
20. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan
21. Pusat Kesehatan Haji.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


6

2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan
2.2.1 Tugas dan Fungsi (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010, 2010)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan; dan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.

2.2.2 Tujuan (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014,


2010)
1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan
kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan
3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit
dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga
farmasi yang profesional.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


7

2.2.3 Sasaran dan Indikator (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun


2010-2014, 2010)
Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014
adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%.

2.2.4 Kegiatan (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014,


2010)
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan
meliputi:
1. Peningkatan ketersediaan obat public dan perbekalan kesehatan;
2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan
4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.

2.2.5 Struktur Organisasi (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


no. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan, 2010)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2):

2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal


1. Tugas dan Fungsi
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat
Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi :
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran;
b. Pengelolaan data dan informasi;
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


8

c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan


hubungan masyarakat;
d. Pengelolaan urusan keuangan;
2. Struktur Organisasi
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 3) :
a. Bagian program dan informasi;
b. Bagian hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat;
c. Bagian keuangan;
d. Bagian kepegawaian dan umum; dan
e. Kelompok jabatan fungsional.

2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


1. Tugas dan Fungsi
Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standarisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


9

serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan,
dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari
(Lampiran 4) :
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian


1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi
komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik dan penggunaan obat rasional;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


10

rasional;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat
rasional; dan Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 5) :
a. Subdirektorat Standardisasi;
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c. Subdirektorat Farmasi Klinik;
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan


1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


11

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,


standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari
(Lampiran 6):
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian


1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan criteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian;
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


12

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di


bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari
(Lampiran 7):
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan
Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


14

BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

3.1 Tugas Pokok dan Fungsi


Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standarisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan,
dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

13 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


14

3.2 Tujuan
Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap jenis,
jumlah cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan
kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan
obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan
suatu pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan
dasar, sesuai peraturan yang berlaku.

3.3 Sasaran
Sasaran akhir Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014
adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%.

3.4 Strategi Intervensi


Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara
lain :
a. Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang
dijalankan, antara lain:
1. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah
cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas
terjamin; dan
2. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan.
b. Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sektor
dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal :
1. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di
unit pelayanan kesehatan dasar.
2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


15

3. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau


proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.

3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan terdiri dari :
1. Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat;
2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan;
5. Subbagian Tata Usaha; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.5.1 Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.

3.5.1.1 Tugas dan Fungsi


Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga
Obat menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standarisasi harga obat;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standarisasi harga obat;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga
obat; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


16

3.5.1.2 Struktur Organisasi Subdit Analisis dan Standarisasi Harga Obat


Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat terdiri atas :
a. Seksi Analisis Harga Obat
Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahaN
perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b. Seksi Standarisasi Harga Obat
Seksi Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria harga obat.

3.5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan
teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di
bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.2.1 Tugas dan Fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


17

3.5.2.2 Struktur Organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri
atas :
a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan.
b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang
ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan
teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan.

3.5.3.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


18

4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan


kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.3.2 Struktur Organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri
atas :
a. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan


Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.4.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi
Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat
publik dan perbekalan kesehatan; dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


19

b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat


publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.4.2 Struktur Organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat


Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan terdiri atas :
a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan
program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik
dan perbekalan kesehatan.

3.5.5 Subbagian Tata Usaha


Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan Tata
Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian tugas sub bagian ini adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha
berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program
dan referensi terkait;
2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian
Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan;
3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan
memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan
dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna;
4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan
cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di
lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar
pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana;
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


20

5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan


diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari
unit kerja di lingkungan Direktorat;
6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan
peralatan/perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan
kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan
Direktorat;
7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar
Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di
lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara
menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari
pegawai yang bersangkutan;
8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan
kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai
dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan
9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran
pelaksanaan tugas

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


21

3.6 Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 38 orang dengan perincian sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
Jumlah
Organisasi
SDM

Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1

Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat 7

Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan


8
Kesehatan

Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan


7
Kesehatan

Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat


7
Publik dan Perbekalan Kesehatan

Sub Bagian Tata Usaha 8

Total 38

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 4
PEMBAHASAN

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berupa Sistem


Kebijakan Nasional (SKN) 2009 yang menetapkan bahwa tujuan dari pelayanan
kefarmasian adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu,
bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tinggnya.
Hal tersebut diwujudkan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan dalam sebuah misi yaitu terjaminnya ketersediaan, kemerataan,
keterjangkauan obat perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan (Departemen
Kesehatan RI, 2010). Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusah dan pelaksanaan kebijakan
dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas
tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1144/MENKES/PER/III/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian
Kesehatan.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas empat
subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat,
subdirektorat penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut
dilakukan untuk dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal agar tujuan
tercapai.

4.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat


Obat yang dikelola oleh pemerintah adalah obat generik. Obat generik
sendiri adalah obat yang telah habis masa patennya sehingga produsen lain selain
penemu obat tersebut berhak untuk membuat obat yang serupa. Obat generik
dalam masyarakat beragam jenisnya meliputi obat generik berlogo dan obat
generik bermerek. Untuk obat generik berlogo harga eceran tertingginya diatur

22 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


23

oleh pemerintah sedangkan obat generik bermerek harganya diatur secara mandiri
oleh produsen pembuat obat. Obat generik yang palingn sering digunakan dan
bersifat vital juga berkorelasi positif dengan jenis penyakit terbanyak yang
diderita masyarakat indonesia dikelompokkan ke dalam obat essensial dan
didaftarkan oleh pemerintah sebagai daftar obat essensial nasional (DOEN).
Obat yang bersifat essensial dalam segi harga harus diatur oleh pemerintah
agar semua lapisan masyarakat indonesia dapat menjangkaunya. Sejatinya bidang
kesehatan yang merupakan bidang yang menyangkut hajat hidup orang banyak
sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi pengelolaannya diatur oleh pemerintah.
Dalam pengelolaan terhadap harga obat generik, terutama yang termasuk dalam
DOEN, pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan mengeluarkan daftar
harga eceran tertinggi (HET) nasional.
Dalam pengelolaan harga eceran tertinggi nasional, pemerintah membagi
wilayah berdasaarkan regional geografis yakni regional I meliputi Banten,
Lampung, Jawa Tengah, Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa
Timur. Regional II meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau,
Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Nusa Tenggara Barat. Regional
III meliputi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Makassar, Gorontalo dan Sulawesi Barat.
Regional IV meliputi Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Terjadi
perbedaan harga antar regional hal tersebut berkorelasi positif dengan besarnya
biaya distribusi obat. Harga eceran tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang
boleh dijual oleh pengecer (retailer) dimana harga tersebut ditentukan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan. Selanjutnya Menteri Kesehatan
menerbitkan himbauan agar produsen obat mencantumkan HET pada setiap
kemasan obat guna terlaksananya pengendalian harga obat. Dalam merencanakan
harga obat generik nasional kementerian kesehatan khususnya Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan membentuk tim independen yang terdiri
atas tujuh anggota yang merupakan perwakilan dari lembaga Ikatan Apoteker
Indonesia, Lembaga Swadaya Masyarakat, Universitas (akademisi), Yayasan
Lindungan Konsumen Indonesia, dan praktisi. Dalam melaksanakan tugasnya tim
independen akan didukung oleh kementerian kesehatan termasuk
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


24

penyediaansemua data yang dibutuhkan dalam merumuskan harga obat nasional


meliputi daftar harga bahan baku aktif obat, bahan pembantu penyusun obat, bea
masuk, jenis dan jumlah penyakit terbanyak di indonesia, panduan
penatalaksanaan penyakit, data konsumsi obat nasional dan sebagainya. Dalam
mengumpulkan data konsumsi obat, jumlah dan jenis penyakit Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibantu oleh jajaran di bawahnya meliputi
dinas kesehatan Provinsi dan dinas kesehatan Kabupaten/Kota seluruh indonesia.

4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi
yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan
perencanaan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar.
Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan dengan metode bottom-up,
yaitu data kebutuhan diperoleh dari data pemakaian oleh puskesmas kemudian
digabungkan di tingkat Kabupaten/Kota. Perencanaan penyediaan obat publik dan
perbekalan kesehatan dilakukan dengan saksama agar mengefektifkan persediaan
obat di lapangan. Perencanaan yang baik dapat menghindarkan kecenderungan
obat tertumpuk sehingga menyebabkan kelebihan stok yang berisiko kedaluarsa.
Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dilakukan
oleh Tim Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu di
Kabupaten/Kota yang dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota.
Pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan
perencanaan obat di setiap Kabupaten/Kota (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Dokumen yang digunakan adalah laporan pemakaian dan permintaan obat
(LPLPO). Kemudian di tingkat kabupaten kota dilakukan analisis terhadap
kebutuhan obat di tiap puskesmas dengan metode rata-rata pemakaian dan metode
morbiditas. Data hasil analisis dikirimkan ke tingkat Provinsi dan ditingkat
Provinsi data tersebut dikompilasi dan dikirimkan ke tingkat pusat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


25

Terdapat dua metode dalam melakukan perencaaan pengadaan obat dan


perbekalan kesehatan yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metode
konsumsi didasarkan atas data pemakaian obat tahun sebelumnya. Untuk
memperoleh data pemakaian yang mendekati ketepatan maka dilakukan analisis
trend pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih. Metode morbiditas
didasarkan atas pola penyakit dan memperhatikan perkembangan pola penyakit
dan lead time.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk sarana pelayanan
kesehatan dasar dibiayai melalui berbagai sumber anggaran antara lain adalah
dana alokasi umum (DAU) dana alokasi khusus (DAK), APBD II, Askes,
Program Kesehatan.
Pemantauan ketersediaan dilakukan berdasarkan obat indikator. Obat
indikator tersebut dipilih berdasarkan kesepakatan dari pertemuan nasional dan
biasanya merupakan obat dari sepuluh penyakit terbanyak atau obat yang banyak
digunakan. Pengumpulan data pemakaian dilakukan dengan laporan pemakaian
yang dikirimkan ke pusat setiap tiga bulan sehingga dalam rentang waktu tersebut
perlu dilakukan perhitungan yang baik agar tidak terjadi kekosongan obat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mulai mengembangkan
sistem aplikasi berbasis teknologi informasi jaringan (internet) untuk memantau
ketersediaan obat secara realtime. Namun hal tersebut masih terkendala beberapa
hal yakni adalah infrastruktur jaringan internet komputer dan SDM yang terlatih
untuk menggunakan dan mengelola aplikasi tersebut.

4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan peyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010).
Tahapan pengelolaan antara lain perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
distribusi, hingga penggunaan. Salah satu tujuan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


26

sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat


yang berobat ke unit pelayanan kesehatan dasar.
Pemerintah dalam melakukan pembangunan dan pemerataan di bidang
kesehatan melakukan pula upaya penanggulangan penyakit menular seperti TBC,
Malaria dan sebagainya dalam bentuk obat program. Dalam pengelolaannya
terdapat jenis obat yang sama antara obat program dan obat pelayanan kesehatan
dasar oleh karena itu perlu dilakukan harmonisasi atas kedua program tersebut
agar tidak terjadi duplikasi pengadaan obat. Pengelolaan yang dilakukan
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mencakup pengelolaan
obat program dan pengeloaan obat pelayanan kesehatan dasar.
Dalam menentukan standar kegiatan di unit pelayanan kesehatan dasar,
Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan membuat pedoman yang terkait
dengan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan
kesehatan dasar. Tujuan dibuatnya pedoman adalah untuk menstandarisasi
pelayanan dan pengelolaan obat publik di sarana milik pemerintah untuk
menjamin kualitas dari obat tetap baik sampai ke tangan konsumen. Pedoman
yang telah dibuat kemudian disosialisasikan secara berjenjang sampai ke tingkat
pelayanan kesehatan dasar.
Program yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah memperbaiki
pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan
pedoman instalasi farmasi yang lebih efektif. Terdapat beberapa tantangan yang
dapat menghambat terlaksananya pedoman tersebut di tahun 2012 antara lain
tidak semua pihak menyetujui konsep yang dibuat, kemudahan diaplikasikan dan
proses pelaporan. Pedoman-pedoman yang disusun bersifat mengharuskan namun
jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam pelaksanaannya, instansi
pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan teguran tetapi diberikan
bimbingan teknis agar pedoman yang ditetapkan secara keseluruhan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


27

4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan


Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan adalah memantau dan mengevaluasi kegiatan program atau
obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan dapat mendukung
pencapaian hasil yaitu meningkatnya ketersediaan obat dan vaksin. Indikator
pencapaian sasaran tersebut pada tahun 2012 adalah 90%. Berdasarkan
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan akan
diperoleh keluaran berupa profil pencapaian indikator. Profil tersebut dapat
dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah-langkah kedepan
dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan
data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor
diatasnya. Pemantauan dilakukan setiap satu tahun sekali. Idealnya ketersediaan
obat dipantau setiap tiga bulan untuk mengetahui dinamikan logistik di instalasi
farmasi. Minimnya anggaran untuk pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
menjadikan hanya tiga Kabupaten/Kota yang dilakukan pemantauan di tiap
provinsi (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Setelah
dilakukan pemanatauan dan evaluasi, maka pemerintah pusat akan memberikan
bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu dinas
kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun puskesmas. Agar pihak tersebut
dapat mengetahui kekurangannya selama melakukan kegiatan atau program obat
publik dan perbekalan kesehatan dan dapat meningkatkan kinerjanya. Untuk
menjaga konsistensi pelaksanaan kegiatan/program perlu adanya dukungan dari
berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan obat publik di tingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kota.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada bagian Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
1. Fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
adalah merumuskan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma,
standard, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, serta pelaksanaan
administrasi
3. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan
kesehatan.

5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari kesimpulan di atas adalah sebagai berikut:
1. Pedoman-pedoman yang telah direncanakan sebaiknya segera disahkan,
disosialisasikan, dan dilaksanakan pada tahun 2012 agar dapat
meningkatkan pemenuhan terhadap kesehatan masyarakat
2. Kerjasama dengan Institusi pendidikan penting untuk ditingkatkan salah
satunya adalah program pengenalan tugas pokok dan fungsi apoteker di
pemerintahan.

28 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


29

DAFTAR ACUAN

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2006. Pedoman Supervisi
dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang
Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Ppelayanan
Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia
No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2010. PP Menteri Kesehatan RI No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan
Tahun Anggaran 2011. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2010. Laporan hasil
anajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn di Instansi
pemerintah Tahun 2010. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


30

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


31

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan

Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


32

Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan

Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


33

Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat


Kesehatan

Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan distribusi


kefarmasian

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


34

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

RANCANGAN PEDOMAN PEMUSNAHAN SEDIAAN


FARMASI CAIR DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ARIF ARRAHMAN, S. Farm.


1106046710

ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Pemusnahan Sediaan Farmasi ............................................... . 3
2.2 Tim Pengelolaan Limbah Sediaan Farmasi ........................... . 4
2.3 Pengelolaan Limbah Sediaan Farmasi ................................... . 5
2.4 Pemusnahan Sediaan Farmasi ............................................... . 14
2.5 Pemusnahan Sediaan Farmasi Cair ....................................... . 22
2.6 Pencatatan dan Pelaporan ...................................................... . 24
BAB 3. PEMBAHASAN ............................................................................. 27
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... . 32
4.1 Kesimpulan ............................................................................ . 32
4.2 Saran ...................................................................................... . 32
DAFTAR ACUAN ...................................................................................... . 33

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16-27 JANUARI 2012

RANCANGAN PEDOMAN PEMUSNAHAN SEDIAAN


FARMASI CAIR DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA

ARIF ARRAHMAN, S.Farm.

1106046710

ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah
indonesia baik ditingkat pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota maupun di pelayanan
kesehatan dasar (Puskesmas), terkadang mengalami kerusakan seperti kedaluarsa
atau rusak akibat dari pengiriman maupun penyimpanan yang tidak benar. Dalam
penanganan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan tersebut, sering ditemui
beberapa kendala, baik dari segi prosedur pemusnahan, peraturan perundangan
yang berlaku, penandaan, maupun teknik pemusnahannya (Departemen Kesehatan
RI, 2007). Adapun keadaan obat yang sudah tidak layak pakai antara lain: (1)
Obat yang datang dalam keadaan sudah rusak atau rusak kemasan atau labelnya,
(2) obat yang datang sudah kedaluarsa atau masa kedaluarsanya sudah dekat.
Pemusnahan yang tidak baik dapat menyebabkan terpapar secara inhalasi
(terhirup), tertelan, melalui kulit. Akibat dari paparan ini dapat mempengaruhi
kesehatan (menyebabkan infeksi, kanker, menggangu kesehatan). Juga dapat
mempengaruhi ekosistem, hewan dan tumbuhan (Departemen Kesehatan RI,
2007). Sejumlah metode untuk pembuangan perbekalan farmasi secara aman telah
diteliti. Pilihan yang paling ramah lingkungan adalah pemusnahan perbekalan
farmasi dengan menggunankan insinerator bersuhu tinggi khusus yang dilengkapi
dengan sistem pembersihan gas cerobong yang adekuat. Namun, metode ini bukan
satu-satunya yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembuangan yang
adekuat (Widyastuti, 2005).
Cukup banyak negara yang tidak memiliki fasilitas tersebut. Untuk alasan
itu panduan disarankan sebagai alternatif praktis sementara untuk membantu
mereka yang ditugaskan dalam pembuangan perbekalan farmasi tak diinginkan
secara aman. Panduan terbaru mengajukan sejumlah metode pengolahan dan
pembuangan yang sebenarnya samapi tingkat tertentu kurang aman, tetapi yang
dapat diterima dari segi risikonya, jika dibandingkan dengan risiko yang berkaitan
dengan pembuangan yang tidak tepat atau bahkan tidak dibuang (Widyastuti,

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


2

2005). Oleh karena itu, perlu disusun suatu pedoman pemusnahan limbah sediaan
farmasi yang baik dan benar serta aman.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara dan proses
pemusnahan sediaan cair farmasi yang baik, benar, dan aman.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemusnahan Sediaan Farmasi


Pemusnahan sediaan farmasi telah diatur dalam peraturan pemerintah (PP)
Republik Indonesia nomor 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi
dan alat kesehatan pada bab X. Selain sediaan farmasi, dalam PP tersebut juga
diatur mengenai pemusnahan alat kesehatan. Pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dilaksanakan terhadap sediaan yang: (1) diproduksi tanpa memenuhi
persyaratan yang berlaku; (2) telah kedaluarsa; (3) tidak memenuhi syarat untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; (4)
dicabut izin edaranya; (5) berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
Pemusnahan dilaksanakan oleh badan usaha yang memproduksi dan/atau
mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan/atau orang yang
bertanggung jawab atas sarana kesehatan dan/atau Pemerintah. Sedangkan untuk
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang berhubungan dengan tindak
pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh pihak yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya, pemusnahan harus memerhatikan dampak terhadap
kesehatan manusia serta upaya pelestarian lingkungan hidup.
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilaporkan kepada
Menteri dan ditandatangani oleh penanggung jawab dan saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Laporan yang akan diserahkan
sekurang-kurangnya memuat keterangan: (1) waktu dan tempat pelaksanaan
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan; (2) jumlah dan jenis sediaan
farmasi dan alat kesehatan; (3) nama penanggung jawab pelaksana pemusnahan
sediaan farmasi dan alat kesehatan; (4) nama satu orang saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


4

2.2 Tim pengelolaan limbah sediaan farmasi (Departemen Kesehatan RI


RI, 2007)
Dalam pengelolaan limbah sediaan farmasi yang menjadi bagian dari
pengelolaan limbah medis adalah adanya tim yang dibentuk untuk menangani
limbah tersebut. Tim ini melibatkan antar lintas program dan sektoral yang terdiri
atas personalia yang kompeten dalam bidangnya dan memiliki komitmen terhadap
pekerjaan tersebut. Tim ini dibentuk melalui surat keputusan yang ditandatangani
oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
kejelasan tugas dan fungsi serta mendapatkan dukungan baik dari pemegang
kebijakan maupun pihak luar sehingga proses pemusnahan limbah sediaan farmasi
dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan. Adapun tim pengelolaan limbah
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di tingkat kabupaten/kota adalah
sebagai berikut:
ketua : kepala bidang farmasi
wakil ketua : kepala instalasi farmasi
sekretaris : kepala seksi farmasi
anggota : 1. Unsur instalasi farmasi
2. Unsur instalasi farmasi rumah sakit
3. Unsur penyehatan lingkungan
4. Unsur pelayanan kesehatan masyarakat
5. Unsur P2P
6. Unsur Bapedalda

2.3 Pengelolaan limbah sediaan farmasi (Departemen Kesehatan RI,


2007)
Limbah farmasi merupakan limbah yang mengandung bahan farmasi
mencakup produk farmasi, obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kedaluarsa,
tidak digunakan, tumpah dan terkontaminasi yang tidak diperlukan lagi dan harus
dibuang dengan tepat. Cakupan limbah farmasi adalah: (1) obat yang sudah
kedaluarsa; (2) sediaan sirup, krim, salep, dan tetes mata/ telinga yang sudah tidak
tersegel lagi; (3) obat yang rusak karena terjadi perubahan warna, bentuk, atau
bau; (4) obat yang tidak dibutuhkan di tempat lokasi bencana; (5) obat yang rusak

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


5

karena terputusnya rantai dingin (misalnya vaksin, insulin, hormon lainnya); (6)
tablet yang gompal, jika belum kedaluarsa, maka obat tersebut dapat digunakan
hanya bila wadahnya masih tersegel, masih ada label yang jelas maupun masih di
dalam kemasan blister. Katagori ini mencakup barang yang akan dibuang setelah
digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang
berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung, dan ampul obat.

2.3.1 Kebutuhan pengelolaan limbah sediaan farmasi (Departemen


Kesehatan RI RI, 2007)
Kebutuhan pengelolaan limbah sediaan farmasi mencakup kebutuhan
teknis dan kebutuhan manajerial. Kebutuhan teknis terdiri atas: (1)
mempersiapkan perencanaan, pemilahan, identifikasi, pengelompokan, dan
penandaan limbah farmasi. (2) menentukan cara pemilihan obat yang rusak,
pengumpulan, penempatan limbah, penanganan, transportasi, dan pemusnahan
limbah yang baik dan benar berdasarkan katagori limbah. Sedangkan kebutuhan
managerial terdiri atas tenaga terlatih yang terlibat dan bertanggungjawab untuk
mengelola limbah secara efektif dan efisien.

2.3.2 Pemilahan
Pemilahan limbah sediaan farmasi merupakan langkah penanganan awal
dari suatu pengelolaan limbah sediaan farmasi. Pemilahan dilakukan untuk
mengelompokan jenis limbah sediaan farmasi yang dihasilkan untuk selanjutnya
ditampung dalam wadah kemudian diberi label khusus. Wadah yang digunakan
untuk limbah sediaan farmasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi dampak yang akan ditimbulkan terhadap kesehatan manusia dan
kesehatan lingkungan. Pemilahan limbah sediaan farmasi dilakukan dengan cara
menempatkan limbah tersebut kedalam suatu wadah dapat berupa kantong plastik
atau kontainer yang terbuat dari kaleng. Warna yang digunakan untuk setiap
kontainer harus berbeda sesuai dengan jenis limbahnya dan diberi label
(Departemen Kesehatan RI, 2007)
Penandaan obat dan perbekalan kesehatan dapat dilakukan dengan cara
memberikan label pada semua kantong atau kontainer. Obat dan perbekalan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


6

kesehatan yang akan dipasangkan label harus memuat informasi dasar. Informasi
dasar yang tercantum dalam label tersebut antara lain memuat: (1) nama
obat/perbekalan kesehatan, (2) kekuatan obat/perbekalan kesehatan, (3) jenis
satuan obat/perbekalan kesehatan, (4) tanggal kedaluarsa obat/perbekalan
kesehatan (5), kode obat/perbekalan kesehatan, (6) jumlah berat obat/perbekalan
kesehatan (kg/cm3) (Departemen Kesehatan RI RI, 2007).
Katagorisasi dapat dilakukan pada pemilahan limbah sediaan farmasi.
Pemilahan berdasarkan katagori berupa: (1) katagori obat khusus meliputi: anti
infeksi, narkotik dan psikotropik, neoplastik, anti kanker dan sitotoksik, antiseptik
dan desinfektan. (2) katagori obat biasa meliputi: analgetik antipiretik, vitamin,
pengganti cairan tubuh, cardioterapi, dan sebagainya. (3) katagori alat kesehatan
habis pakai (disposable) meliputi: benda tajam (spuit, infus set, surgical blade,
abbocath, nedle), bukan benda tajam (kapas, kasa, perban, plester). (4) kategori
bentuk sediaan meliputi: padat (tablet, kaplet, kapsul, serbuk), setengah padat
(salep, krim, suppositoria), cair (syrup, suspensi, cairan infus), cairan injeksi
(ampul, vial, vaksin), aerosol (Departemen Kesehatan RI, 2007)
Tujuan katagorisasi adalah memisahkan limbah farmasi ke dalam kategori-
kategori yang memerlukan metode pembuangan berbeda. Metode pembuangan
secara aman yang direkomendasikan akan bergantung terutama pada label dosis
sediaan farmasi dalam obat-obatan. Lokasi atau wadah penyimpanan sementara
yang berlainan harus disediakan untuk setiap kategori pemilihan (Widyastuti,
2003).
Perbekalan yang masih dapat digunakan harus tetap ada dalam
kemasannya. Perbekalan yang akan dibuang harus, jika perlu, dikeluarkan dari
kemasannya seakhir mungkin di dalam proses. Proses pemilihan meliputi:
a. Identifikasi masing-masing item;
b. Buat keputusan apakah perbekalan farmasi masih dapat digunakan;
c. Jika dapat digunakan, biarkan dalam kemasannya;
d. Jika tidak dapat digunakan, buat keputusan mengenai metode optimal
pembuangan dan pemilahan yang sesuai;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


7

e. Biarkan kemasan dan kotak tetap utuh sampai mencapai ke lokasi, sebelum
pembuangan akhir atau pengangkutan ke institusi yang akan menggunakannya
(Widyastuti, 2003).
Pemilahan harus dilakukan di tempat terbuka atau ditempat yang
ventilasinya baik dan, jika perlu, yang tahan panas sesuai ketentuan pemerintah
setempat. Pemilahan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tumpukan
persediaan farmasi dengan cara yang baik, dan semua barang yang telah dipilah
langsung diberi label yang jelas dan dipisahkan. Staf dibekali dengan
perlengkapan pelindung (sarung tangan, sepatu boot, pakaian panjang/overall,
masker debu, dan sebagainnya) dan harus bekerja di bawah pengawasan langsung
seorang apoteker. Mereka harus menerima pelatihan mengenai kriteria pemilahan
dan risiko kesehatan serta keselamatan kerja berkaitan dengan penanganan materi
semacam itu. Setelah dipilah, perbekalan farmasi harus dikemas secara hati-hati
ke dalam drum baja atau ke dalam kontainer seperti kotak kayu yang kokoh,
dengan label isi yang jelas di bagian luar kontainer. Materi pilahan itu harus
disimpan di ruang yang aman dan sebaliknya terpisah agar tidak tertukar dengan
perbekalan yang masih terpakai, sampai akhirnya pembuangan dilakukan
(Widyastuti, 2003).
Pemilahan limbah sediaan farmasi pada situasi rutin dilakukan dengan cara
menempatkan limbah tersbut ke dalam suatu wadah dapat berupa kantong plastik
atau kontainer dari plastik/kaleng. Warna yang dapat digunakan untuk setiap
kontainer harus berbeda sesuai dengan jenis limbahnya dan diberi label. Kantong
dan kontainer harus diganti segera dengan kantong dan kontainer baru dari jenis
yang sama begitu kantong sudah terisi tiga per empatnya. Untuk instalasi farmasi
kabupaten/kota, limbah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dalam jumlah
besar dikelompokan dan diberi label sesuai jenis limbah yang dihasilkan
kemudian ditempatkan di ruangan khusus dan dikunci (Departemen Kesehatan RI
RI, 2007).
Prioritas utama dalam proses pemilahan adalah memisahkan perbekalan
farmasi yang dikelompokan sebagai zat yang diawasi misalnya narkotika, obat
antineoplastik misalnya sitotoksik antikanker, dan semua produk non-farmasi lain
yang berbahaya yang mungkin tercampur dengan perbekalan farmasi. Semuanya

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


8

harus disimpan di ruang khusus yang terpisah dan aman sebelum pembuangan
masing-masing secara aman. Sisa perbekalan farmasi tak diinginkan lebih lanjut
harus dipilah ke dalam beberapa kategori berdasarkan kandungan dosisnya
(kapsul, bubuk, larutan, supositoria, sirup, tablet). Berikut kategori dan sub
kategori pemilihan yang direkomendasikan (Widyastuti, 2003).

2.3.2.1 Bahan Kimia (Widyastuti, 2003)


Bahan kimia seperti asam, basa, reagen, bahan kimia mengandung fenol
yang digunakan untuk membersihkan lantai, disenfektan, dan sebagainya jika
terdapat dalam jumlah yang besar, maka sebuah daftar harus disiapkan dan
dibagikan ke pengguna potensial, misalnya rumah sakit, universitas, atau
laboratorium sekolah dan sebagainya.

2.3.2.2 Perbekalan Farmasi Kedaluarsa atau Tidak Diinginkan (Widyastuti,


2003)
Perbekalan farmasi yang tidak boleh digunakan dan harus selalu
dipandang sebagai limbah farmasi adalah (1) semua perbekalan farmasi yang
kedaluarsa; (2) semua sirup atau tetes mata yang segelnya terbuka (kedaluarsa
maupun tidak); (3) semua perbekalan farmasi dingin yang belum kedaluarsa yang
harus disimpan dalam kondisi dingin tetapi ternyata tidak demikian (misal,
insulin, polipeptida, hormon, gamma globulin, dan vaksin); (4) semua tablet
maupun kapsul yang masih terbungkus atau lepasan; (5) semua tube krim, salep,
dan sebagainya yang segelnya terbuka (kedaluarsa maupun tidak).
Beberapa obat yang memerulukan perhatian khusus dalam
pembuangannya antara lain (1) zat-zat yang diawasi seperti narkotika dan zat
psikotropika; (2) obat-obatan antiinfeksi; (3) antineoplastik; (4) obat-obatan
sitotoksik antikanker, obat-obatan toksik; (5) antiseptik dan desinfektan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


9

2.3.2.3Materi Non-perbekalan Farmasi Berbahaya atau Kemungkinan


Berbahaya (Widyastuti, 2003)
Semua item yang termasuk non-perbekalan farmasi, limbah yang
kemungkinan berbahaya seperti bahan kimia, larutan pembersih, baterai, dan
minyak bekas harus ditangani secara terpisah oleh tenaga ahli limbah berbahaya.
Limbah tersebut tidak boleh ditangani oleh tim perbekalan farmasi kecuali
diinstruksikan demikian dan memerlukan pelabelan dan penyimpanan yang
terpisah dan jelas sampai pembuangannya.

2.3.2.4 Materi Terdaur-ulangkan (Widyastuti, 2003)


Limbah kertas, kain, materi kemasan, pakaian, pembalut, dan barang dari
kayu, misalnya palet, dapat didaur ulang, dibakar, atau dibuang layaknya limbah
biasa ke landfill. Benda plastik, logam, maupun kaca dapat digunakan kembali
(perangkat gelas dapat diberikan ke laboratorium, benda mekanis diberikan ke
penjual barang bekas), didaur ulang (jika fasilitas tersedia), atau dibuang ke
landfill. Bergantung pada tipe materi dan tujuan penggunaan kembali, penanganan
yang tepat seperti pembersihan atau desinfeksi mungkin akan dibutuhkan. Sampah
umum lain dapat dibuang ke landfill. Jika program daur ulang memang ada untuk
penggunaan kembali materi semacam itu, materi itu dapat langsung dipisahkan
dari perbekalan farmasi sebelum pembuangan limbah perbekalan ke landfill.

2.3.3 Pengumpulan
Pengumpulan limbah sediaan farmasi merupakan suatu kegiatan untuk
menempatkan hasil limbah yang sudah ditampung ke dalam kantong atau
kontainer yang berasal dari tempat penghasil limbah ke dalam suatu ruangan atau
tempat khusus. Ruang atau tempat harus berada di dalam wilayah instansi layanan
kesehatan atau unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan dan terpisah
dari ruang pelayanan yang ukurannya disesuaikan dengan kuantitas limbah yang
dihasilkan. Ruang atau tempat pengumpulan harus memiliki lantai yang kokoh,
ventilasi yang cukup, mudah dijangkau oleh petugas yang menangani limbah dan
mudah untuk dibersihkan atau didesinfeksi. Ruangan tersebut harus terkunci dan
ditangani oleh satu orang tenaga yang terlatih untuk menangani limbah sediaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


10

farmasi sehingga tidak ada orang yang dengan mudah dapat keluar atau masuk
ruangan (Departemen Kesehatan RI RI, 2007).
Agar proses pengumpulan limbah sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan dapat berjalan dengan baik perlu suatu mekanisme pengumpulan.
Mekanisme ini perlu dibuat agar proses pengumpulan limbah lebih terkoordinasi
sehingga dapat mengurangi terpaparnya limbah tersebut dengan manusia dan
lingkungan (Departemen Kesehatan RI, 2007).

PUSKESMAS POS
PEMBANTU KESEHATAN

PENGUMPULAN PENGUMPULAN
OBAT/ OBAT/
PERBEKKES PERBEKKES

PUSKESMAS

PENGUMPULAN

INSTALASI
FARMASI KAB/ PEMILAHAN PEMUSNAHAN
KOTA

PELAPORAN

DINKES
PROVINSI

Gambar 2.1 Skema mekanisme pengumpulan limbah sediaan farmasi dan


perbekalan kesehatan pada situasi rutin di kabupaten/ kota

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


11

2.4 Pemusnahan Sediaan Farmasi


Kendala dalam pendanaan untuk pembuangan limbah perbekalan farmasi
mendesak dibentuknya metode dan manajemen yang cost-effective. Cara utama
untuk mencapainya adalah dengan melakukan pemilahan materi untuk
meminimalkan kebutuhan akan metode pembuangan yang rumit atau mahal
(Widyastuti, 2003).

2.4.1 Pengembalian kepada Donatur atau Pabrik Pembuat (Widyastuti,


2003)
Bila memungkinkan secara praktis maka limbah sediaan farmasi seperti
obat-obatan dan perbekalan kesehatan yang sudah tidak layak digunakan karena
sudah kedaluarsa atau rusak baik dalam proses pengiriman maupun penyimpanan,
memungkinkan untuk dikembalikan secara langsung baik kepada distributor atau
pabrikan. Pengembalian kepada pabrik pembuat dapat dipertimbangkan terutama
obat yang menimbulkan masalah untuk pembuangannya misalnya antineoplastik.

2.4.2 Pemendaman di dalam Tanah/landfill (Widyastuti, 2003)


Cara ini dilakukan dengan menempatkan limbah langsung ke lokasi
pembuangan di tanah tanpa pengolahan atau persiapan sebelumnya. Cara ini juga
merupakan metode paling lama dan paling banyak dipraktikkan untuk jenis obat
padat (tablet, kaplet serbuk dan kapsul). Ada tiga cara yang diketahui:

2.4.2.1 Tempat Pembuangan Terbuka Tidak Terencana dan Tidak


Terkendali (Widyastuti, 2003)
Tempat pembuangan terbuka tidak terencana merupakan metode
pembuangan di tanah yang lazim dijumpai di negara berkembang. Limbah yang
tidak diolah dan dibuang ke tempat pembuangan terbuka yang tidak terencana dan
tidak terkendali tidak boleh dilakukan karena tidak dapat melindungi lingkungan
setempat. Metode pembuangan ini tidak direkomendasikan kecuali sebagai pilihan
terakhir. Limbah dibuang setelah diimobilisasi melalui enkapsulasi dan inerisasi.
Sebgai pilihan terkahir, jika tidak dapat diimobilisasikan, limbah farmasi yang
tidak diolah harus segera ditutup dengan lapisan tebal limbah perkotaan guna

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


12

mencegah pemulungan. Perlu diperhatikan bahwa pembuangan di lokasi tidak


terkendali yang jaraknya cukup dekat dari lingkungan aquifer atau badan air
lainnya dapat menyebabkan pencemaran, dengan kemungkinan terburuk adalah
risiko terkontaminasinya air minum.

2.4.2.2 Landfill Terencana (Widyastuti, 2003)


Landfill terencana memiliki beberapa karakteristik yang dapat mencegah
bocornya zat kimia ke lingkungan aquifer. Pembuangan limbah farmasi
terimobilisasi ke landfill semacam itu lebih baik daripada pembuangan langsung.

2.4.2.3 Sanitary Landfill Sangat Terencana (Widyastuti, 2003)


Lokasi landfill yang dibangun dan digunakan dengan benar memberikan
cara pembuangan yang relatif aman untuk limbah padat perkotaan, termasuk
limbah farmasi. Prioritas utama adalah melindungi lingkungan aquifer. Landfill
yang benar terdiri atas lubang kosong yang jauh dari badan-badan air dan
lokasinya berada di atas permukaan air. Limbah yang dihasilkan setiap hari
dipadatkan dan ditutup dengan lapisan tanah untuk mempertahankan kondisi
saniter. Istilah “sanitary landfill yang aman” mengacu pada lokasi dengan letak,
konstruksi dan pengelolaan yang adekuat. Peningkatan mutu lokasi pembuangan
limbah yang terkendali agar sesuai dengan standar yang berlaku harus
diperhitungkan, dan hal ini juga direkomendasikan oleh WHO.

2.4.3 Enkapsulasi (Widyastuti, 2003)


Enkapsulasi (penyegelan limbah) merupakan cara pembuangan dengan
menjadikan limbah farmasi ke dalam bentuk padat dalam drum plasik atau baja.
Sebelum digunakan drum harus dibersihkan dan tidak berisi materi berbahaya
atau yang mudah meledak. Sekitar 75% kapasitas drum berisi limbah farmasi
padat atau semipadat dan ruang yang tersisa diisi dengan semen atau campuran
semen/batu kapur, foam plastik, atau pasir aspal. Jika 75% kapasitas drum telah
terisi, campuran batu kapur, semen dan air dengan perbandingan 15: 15: 5
dimasukkan sampai drum terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya. Terkadang
diperlukan air dalam jumlah banyak untuk mendapatkan konsistensi cairan yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


13

tepat. Penutup drum kemudian dikembalikan ke posisi semula dan dirapatkan,


biasanya melalui pengelasan. Drum tersegel tersebut harus diletakkan di lapisan
dasar landfill dan ditutup dengan limbah padat baru perkotaan. Untuk
memudahkan perpindahan, drum-drum dapat diletakkan pada palet yang
kemudian akan diangkat dengan alat angkut palet.

2.4.4 Inertisasi
Inertisasi adalah bentuk lain enkapsulasi dan metode ini memerlukan
pelepasan materi, kertas, kardus, dan plastik kemasan dari limbah farmasi
(Widyastuti, 2003). Selain itu limbah dicampur dengan semen dan substansi lain
sebelum dibuang guna meminimalkan risiko berpindahnya substansi yang
terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah. Cara ini sangat sesuai
untuk sediaan farmasi dan untuk abu insenerasi yang mengandung logam berkadar
tinggi (Departemen Kesehatan RI, 2007). Pil-pil harus dikeluarkan dari kemasan
blister-nya. Limbah tersebut kemudian dihancurkan atau digiling dan campuran
air, semen, dan batu kapur ditambahkan dalam hancuran limbah itu untuk
membentuk pasta yang homogen. Pasta kemudian diangkut dalam bentuk cair
dengan truk pencampur beton menuju kota lokasi landfill dan kemudian dituang
perlahan-lahan ke dalam limbah perkotaan biasa sampai menyisakan residu padat.
Residu pasta yang berbentuk massa padat kemudian dicampurkan ke dalam
limbah padat perkotaan. Proses ini relatif murah dan dapat dilakukan dengan
peralatan sederhana. Perlindungan pekerja dalam bentuk pakaian dan masker
pelindung diperlukan karena adanya risiko debu berbahaya. Syarat utama adalah
adanya alat penggiling atau mesin giling berjalan untuk menghancurkan limbah
farmasi, alat pencampur beton dan semen; batu kapur dan air. Perkiraan rasio
berdasarkan berat, yaitu limbah farmasi (65%), batu kapur (15%), semen (15%),
dan air (5% atau lebih untuk membentuk konsistensi cairan yang tepat)
(Widyastuti, 2003).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


14

2.4.5 Pembuangan ke Saluran Air


Obat sebelum dibuang ke saluran air terlebih dahulu dicampur dengan
sejumlah air untuk mengurangi konsentrasinya (Departemen Kesehatan RI RI,
2007). Sebgai contoh, beberapa limbah farmasi cair seperti sirup dan cairan
intravena (IV), dapat diencerkan dengan air dan dibuang ke dalam saluran
pembuangan air kotor dalam jumlah kecil selama periode waktu tertentu tanpa
menimbulkan dampak yang serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Badan air berarus deras juga dapat digunakan untuk membuang sejumlah kecil
limbah farmasi atau antiseptik yang telah diencerkan. Bantuan ahli hidrogeologi
atau ahli perencanaan kebersihan mungkin diperlukan dalam situasi dengan
saluran pembuangan air limbah yang buruk (Widyastuti, 2003). Namun cara ini
tidak berlaku untuk zat-zat yang bersifat sitotoksik, serum, vaksin dan hormon
(Departemen Kesehatan RI RI, 2007).

2.4.6 Pembakaran dalam Kontainer Terbuka (Widyastuti, 2003)


Limbah farmasi tidak boleh dihancurkan melalui pembakaran bersuhu
rendah dalam kontainer terbuka karena polutan toksik dapat terlepas ke udara.
Kemasan kertas dan kardus, jika tidak didaur ulang, dapat dibakar. Namun plastik
polivinyl chlorida (PVC) tidak boleh dibakar. Walau pembakaran limbah farmasi
bukan metode yang dianjurkan, diakui bahwa metode ini sering digunakan.
Dengan begitu, sangat ditekankan bahwa hanya limbah farmasi dalam jumlah
yang sedikit yang boleh dihancurkan dengan cara ini.

2.4.7 Insinerasi Suhu Sedang (Widyastuti, 2003)


Pada banyak negara, belum ada insinerator bilik ganda bersuhu tinggi yang
didesain untuk menangani lebih dari 1% senyawa terhalogenasi. Insinerator
semacam itu harus memenuhi standar ketat pengendalian emisi, seperti yang
ditetapkan oleh Uni Eropa. Namun, yang tersedia kemungkinan hanya tungku dan
insinerator bersuhu sedang. Dalam keadaan darurat, otoritas yang bertanggung
jawab mungkin memandang tepat untuk mengolah limbah farmasi padat
kedaluarsa dengan menggunakan insinerator bilik ganda yang beroperasi pada
suhu minimum 850oC, dengan waktu tunggu pembakaran sedikitnya dua detik

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


15

pada bilik kedua. Banyak insinerator tua untuk limbah padat perkotaan merupakan
insinerator bersuhu sedang dan pemanfaatan fasilitas ini dianjurkan sebagai
langkah sementara, dibandingkan pilihan lain yang kurang aman, misalnya
pembungan yang tidak adekuat ke landfill. Jika yang dipilih adalah insinerasi
dengan suhu sedang, limbah farmasi harus diencerkan dengan limbah perkotaan
dalam jumlah besar (sekitar 1:1000). Insinerator semacam ini tidak didesain untuk
membakar senyawa terhalogenasi dengan aman. Kandungan halogen yang sangat
rendah pada kebanyakan limbah farmasi kemungkinan menyebabkan adanya
pengabaian terhadap kandungan halogen dalam gas pembakaran.

2.4.8 Insinerasi Suhu Tinggi oleh Pabrik Industri (Widyastuti, 2003)


Industri yang menggunakan teknologi suhu tinggi, misalnya pabrik semen,
pembangkit listrik bertenaga batubara, atau pabrik peleburan logam biasanya
mempunyai tungku yang beroperasi pada suhu di atas 850oC, memiliki waktu
tunggu pembakaran yang lama, dan membuang gas pembakaran melalui cerobong
yang tinggi, terkadang pada ketinggian yang sangat tinggi. Banyak negara tidak
memiliki dan tidak dapat membenarkan secara ekonomi fasilitas pembuangan
limbah kimia yang canggih dan mahal seperti itu. Dengan demikian, pemanfaatan
pabrik industri memberikan alternatif yang murah dan terjangkau. Pabrik semen
memang sangat sesuai untuk penghancuran limbah farmasi kedaluarsa, limbah
kimia, minyak bekas, ban bekas, dan sebagainya. Beberapa karakteristik pabrik
semen merupakan media yang tepat untuk penghancuran limbah farmasi. Selama
pembakaran, suhu bahan mentah semen akan mencapai 1450oC, sementara suhu
gas pembakaran mencapai 2000oC. Waktu tunggu gas pada suhu tinggi itu adalah
beberapa detik. Dalam kondisi seperti itu, semua komponen organik limbah secara
efektif terurai. Beberapa produk pembakaran yang kemungkinan berbahaya dan
beracun diserap ke dalam produk arang atau dialirkan ke dalam peralatan penukar
panas.
Produsen semen di banyak negara cenderung menggunkan bahan bakar
alternatif karena penggunaannya dapat mengurangi tagihan bahan bakar tanpa
menimbulkan dampak yang buruk pada mutu semen yang dihasilkan. Dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


16

menerapkan mekanisme pengendalian dampak lingkungan yang tepat, dampak


pada lingkungan sekitar akan lebih berkurang.
Limbah farmasi yang dimasukkan ke dalam tungku sebaiknya hanya
sebagian kecil dari volume bahan bakar yang dibutuhkan. Berdasarkan aturan
yang berlaku, limbah farmasi yang dimasukkan sebaiknya tidak lebih dari 5%
bahan bakar dalam setiap kali pengisian bahan bakar. Pabrik semen biasanya
menghasilkan 1500-800 meterik ton semen per hari sehingga limbah farmasi
dalam jumlah cukup besar dapat dihancurkan dalam waktu yang singkat. Kemasan
perbekalan farmasi mungkin perlu dibuka atau perbekalan itu harus digiling untuk
menghindari penyumbatan saat pengisian bahan bakar.

2.4.9 Dekomposisi Kimia (Widyastuti, 2003)


Jika insinerator yang tepat tidak tersedia, teknik penguraian kimia dapat
digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuatnya yang dilanjutkan
dengan pembuangan ke landfill. Metode ini tidak dianjurkan kecuali terdapat
tenaga ahli kimia. Upaya menonaktifkan bahan kimia memang membutuhkan
waktu yang lama dan simpanan bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan ini
harus tersedia sepanjang waktu. Metode ini praktis untuk menghancurkan
sejumlah kecil obat antineoplastik. Namun, untuk skala besar, misalnya, lebih dari
50 kg antineoplastik, metode penguraian kimia ini tidak praktis karena dalam
metode ini, jumlah yang kecil sekalipun memerlukan proses yang berulang kali.

Tabel 2.1 Metode pembuagan limbah sediaan farmasi


Metode pembuangan Tipe perbekalan farmasi Keterangan
Pengembalian ke Semua sisa perbekalan farmasi Biasanya tidak praktis
donatur atau terutama antineoplastik – prosedur lintas
perusahaan negara biasanya
pengiriman lintas menghabiskan waktu
negara untuk
pembuangan
Insinerasi suhu tinggi Limbah padat, semi-padat, Mahal terutama untuk
dengan jumlah suhu bubuk, antineoplastik, zat yang insinerator dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


17

jauh di atas 1200oC diawasi tujuan khusus.


Pemanfaatan pabrik
yang ada mungkin
lebih praktis.
Insinerasi suhu sedang Jika tidak ada insinerator suhu Antineoplastik paling
dengan insinerator tinggi, limbah padat, semi baik dibakar pada suhu
bilik ganda pada suhu padat, bubuk. Zat yang diawasi tinggi.
minimum 850oC.
Insinerasi pabrik
semen
Imobilisasi Limbah semi padat, semi-
Encapsulation padat, bubuk, cairan,
(penyegelan) limbah antineoplastik, zat yang
diawasi.
Inertization Limbah padat, semi-padat,
bubuk, cairan, antineoplastik,
zat yang diawasi.
Landfill
Sanitary landfill Limbah padat, semi-padat, dan
sangat terencana bubuk tak diolah dalam jumlah
terbatas. Pembuangan limbah
farmasi dianjurkan melalui
imobilisasi. Plastik PVC.
Landfill terencana Limbah padat, semi-padat, dan
bubuk, sebaiknya setelah
imobolisasi. Plastik PVC.
Tempat pembuangan Sebagai pilihan terakhir Tidak untuk mengolah
terbuka tak terencana pembuangan limbah padat, zat yang diawasi.
dan tak terkendali semi padat, tak diolah-harus
segera ditutupi dengan limbah
perkotaan. Lebih baik
dilakukan imobilisasi limbah

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


18

padat, semi-padat, bubuk.


Saluran pembuangan Cairan encer, sirup, cairan Tidak dianjurkan untuk
air limbah intravena; sejumlah kecil aneopastik, berikut
desinfektan (dibawah desinfektan dan
penyeliaan) antiseptik tak
diencerkan.
Badan air berarus Cairan encer, sirup, cairan Tidak dianjurkan untuk
deras intravena; sejumlah kecil antineoplastik, berikut
desinfektan (di bawah desinfektan dan
penyeliaan). antiseptik tak
diencerkan.
Pembakaran dalam Sebagai pilihan terakhir, Tidak sesuai untuk
kontainer terbuka kemasan, kertas, kardus. plastik PVC atau
perbekalan farmasi.
Penguraian kimia Tidak dianjurkan kecuali Tidak praktis untuk
tenaga ahli kimia dan bahan jumlah diatas 50 kg.
kimianya tersedia.

2.5 Pemusnahan Sediaan Cair Farmasi (WHO, 1999)

2.5.1 Sediaan Farmasi dengan Toksisitas Rendah atau Tidak Toksis


Sediaan farmasi yang dapat diklasifikasikan sebagai material organik cair
biodegradable adalah vitamin yang dicencerkan dan dibuang pada saluran
pembuangan. Larutan yang tidak berbahaya dengan konsentrasi beragam yang
mengandung garam, asam amino, lipid atau glukosa yang dibuang pada saluran
pembuangan.

2.5.2 Sediaan Cair Obat Selain Obat yang Dikontrol, Antineoplastik atau
Obat Antiinfeksi
Sediaan farmasi cair dalam jumlah kecil, diamana bukan substansi yang
dikontrol, obat antiinfeksi, atau antineoplastik dapat dibuang pada saluran
pembuangan. Jika tidak ada saluran pembuangan atau fasilitas penanganan limbah

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


19

cair, sediaan cair farmasi dapat diencerkan terlebih dahulu dengan sejumlah
volume besar air dan dituangkan kedalam tempat penampungan air pada sungai
dan segera diencerkan oleh air sungai yang mengalir. Sediaan cari farmasi dapat
dibuang setelah dilakukan enkapsulasi dengan semen, insinerasi pada suhu tinggi
atau dalam kilns semen. Tidak dapat diterima untuk membuang sediaan farmasi
cair, atau yang sudah diencerkan, atau tidak pada aliran air yang tenang dan
lambat.

2.5.3 Pemusnahan Sediaan Ampul


Ampul dapat dihancurkan pada permukaan yang inert contohnya beton
atau didalam drum metal, atau wadah yang mengandung tuas penghancur yang
terbuat dari metal. Pekerja yang melakukan hal tersebut harus menggunakan alat
perlinduangan diri yang baik seperti pelindung mata, boots, baju khusus dan
sarung tangan. Pecahan gelas yang tercecer harus disapu dan dipisahkan, disimpan
dalam kontainer yang sesuai untuk benda tajam, disegel, dan dibuang pada
landfill. Cairan yang sebelumnya berada di dalam ampul harus diencerkan terlebih
dahulu dan dibuang dengan cara dimasukkan kedalam wadah yang sesuai dan
disegel kemudian dibuang pada landfill.
Ampul tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena akan meledak,
kemungkinan dapat menyebabkan luka pada operator dan merusak
pembakar/insinerator. Lelehan gelas juga dapat menyumbat kisi dari alat
pembakar atau insinerator jika dioperasikan diatas titik lebur gelas. Gas yang
berasal dari uap air pada konsentrasi yang rendah dapat dibuang pada udara bebas.
Untuk ampul yang berisi obat antineoplastik atau antiinfeksi tidak boleh
dihancurkan dan cairannya dibuang ke saluran pembuangan. Harus diolah dengan
cara pembuangan enkapsulasi atau inertisasi seperti dijelaskan di atas.

2.5.4 Pemusnahan Obat Antiinfeksi


Obat antiinfeksi tidak boleh dibuang dalam bentuk yang belum diolah.
Pada umumnya senyawa antiinfeksi tidak stabil dan baik dimusnahkan dengan
cara insinerasi dan jika memungkinkan dilakukan enkapsulasi atau inertisasi. Obat
antiinfeksi cair dapat diencerkan terlebih dahulu dengan air, ditambahkan asam

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


20

disimpan sampai dengan dua minggu dan dinetralkan kembali dengan basa
kemudian dapat dibuang pada saluran pembuangan air.

2.5.5 Pemusnahan Senyawa yang Dikontrol


Senyawa yang dikontrol harus dibuang dibawah supervisi dari apoteker
atau pihak yang berwenang tergantung dari regulasi nasional. Senyawa semacam
ini tidak dapat dibuang ke tempat yang berdekatan dengan sarana umum karena
ada potensi disalahgunakan. Senyawa semacam ini harus dibuang dalam bentuk
yang tidak dapat dipakai, dengan cara enkapsulasi atau inertisasi, dan
dicampurkan pada sampah perkotaan padat dalam landfill, atau insinerasi.

2.5.6 Pemusnahan Obat Antineoplastik


Obat antineoplastik, sebelumnya disebut sitotoksik atau obat antikanker,
memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghentikan pertumbuhan sel
hidup. Obat ini digunakan pada kemoterapi pada penyakit kanker yang biasa
digunakan pada pusat pengobatan kanker. Obat-obat semacam ini jarang terdapat
pada obat sumbangan. Namun, jika obat tersebut harus dimusnahkan pembuangan
begitu saja dapat membahayakan lingkungan seperti mempengaruhi sistem
reproduksi dari berbagai jenis bentuk kehidupan. Pembuangan dari obat
antineoplastik harus ditangani dengan baik. Antineoplastik harus disegregasi dari
sediaan farmasi lainnya dan ditempatkan pada kontainer yang diberi label dan
ditempatkan pada ruangan dengan dinding yang kaku/keras. Sebaiknya obat
semacam ini harus dibungkus dengan aman dan dikembalikan kepada produsen
untuk pemusnahannya. Jika hal tersebut tidak dimungkinkan obat antineoplastik
harus dimusnahkan pada insinerator dengan dua bagian dan disesuaikan dengan
komponen pembersih udara. Setelah dilakukan pembakaran penting untuk
memusnahkan limbah sitotoksik, jika dimungkinkan larutan obat antineoplastik
dibuat dalam bentuk aerosol dan dibakar pada tempat pembakaran.
Hasilnya, material hasil degradasi dari senyawa antineoplastik dapat
dibakar kembali dengan suhu yang lebih rendah atau dikeluarkan dari tempat
pembakaran. Proses pembakaran kedua dapat dilakukan jika senyawa
membutuhkan insinerasi dengan sempurna. Obat antineoplastik tidak boleh

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


21

dibuang pada landfill tanpa dienkapsulasi atau inertisasi. Untuk durm penampung
obat antineoplastik harus diisikan 50% dari kapasitas, setelah itu, diaduk dengan
campuran batu kapur, air dan semen sampai dengan kapasitas drum.

2.6 Pencatatan dan pelaporan (Departemen Kesehatan RI, 2007)


Pencatatan dan pelaporan data obat dan perbekalan kesehatan merupakan
rangkaian kegiatan dari pengelolaan limbah sediaan farmasi. Tujuan dari
pencatatan dan pelaporan adalah agar tersedia data mengenai jenis, jumlah,
sumber obat, dan lain-lain. Pencatatan dan pelaporan dilakukan juga untuk
menjaga ketertiban dalam penatausahaan obat dan perbekalan kesehatan dan
sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan.
Kegiatan pencatatan dan pekaporan adalah sebagai berikut: (1) menyusun
daftar obat dan perbekalan kesehatan yang akan dimusnahkan beserta alasan; (2)
melaporkan kepada atasan mengenai obat dan perbekalan kesehatan yang akan
dimusnahkan; (3) membentuk panitia pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan
(Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota); (4)
membuat berita acara hasil pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan obat dan
perbekalan kesehatan oleh panitia pemeriksa; (5) melaporkan hasil pemeriksaan
kepada yang berwenang; (6) melaksanakan pemusnahan setelah ada keputusan
dari yang berwenang.

2.6.1 Pencatatan (Departemen Kesehatan RI, 2007)


Pencatatan limbah sediaan farmasi dilakukan dengan cara
menginventarisir obat dan perbekalan kesehatan yang masih tersisa. Inventarisasi
dilakukan untuk melihat berapa banyak/volume limbah yang dihasilkan. Dengan
melakukan inventarisasi, kita juga dapat menghitung berapa besar jumlah obat
yang akan dimusnahkan dan memperkirakan berapa biaya yang diperlukan untuk
melakukan pemusnahan. Inventarisasi dilakukan dengan menggunakan suatu
formulir yang didalamnya memuat: (1) nama obat/perbekalan kesehatan; (2) nama
generik; (3) satuan obat/perbekalan kesehatan; (4) jumlah obat/perbekalan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


22

kesehatan; (5) pabrikan obat/perbekalan kesehatan; (6) kelas terapi; (7) tanggal
kedaluarsa; dan (8) kondisi obat/perbekalan kesehatan.
Setelah melakukan inventarisasi obat dan perbekalan kesehatan yang akan
dimusnahkan, Kepala Instalasi Farmasi melaporkan hasilnya ke Kepala Dinas
Kesehatan setempat. Pada formulir berita acara pemusnahan memuat (1) bagian
judul formulir berita acara pemeriksaan); dan (2) kolom-kolom formulir berisi
informasi yang dibutuhkan. Pada bagian judul formulir berita acara pemeriksaan
diisi dengan: (1) nama, tempat instansi pengelola obat kabupaten/kota; (2) hari,
tanggal, bulan dan tahun pelaksanaan pemeriksaan; (3) nama anggota panitia; (4)
jabatan anggota panitia; (5) nomor dan tanggal surat penunjukkan panitia
pemeriksaan. Sedangkan pada kolom-kolom formulir berisi: (1) nama/jenis obat
dan perbekalan kesehatan; (2) satuan kemasan obat dan perbekalan kesehatan; (3)
harga satuan kemasan obat dan perbekalan kesehatan; (4) jumlah obat dan
perbekalan kesehatan dengan angka; (5) jumlah obat dan perbekalan kesehatan
dengan huruf (6) kondisi obat dan perbekalan kesehatan; (7) kepala instalasi
farmasi propinsi/kabupaten/kota; (8) nama panitia pemusnahan obat dan
perbekalan kesehatan; (9) pejabat dinas kesehatan propinsi/kabupaten/kota
sebagai mengetahui.

2.6.2 Pelaporan (Departemen Kesehatan RI, 2007)


Pelaporan dari hasil pencatatan dilakukan sebagai bentuk
pertanggungjawaban panitia terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Kegiatan
ini ditujukan kepada penentu kebijakan untuk dilakukan segera langkah-langkah
pemusnahan.
Panitia pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan membuat laporan
rangkap empat untuk: (1) asli dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan
propinsi/kabupaten/kota; (2) tindasan 1 dikirim kepada Kepala Pemerintah
Daerah; (3) tindasan 2 dikirim kepada Badan Pengawas Daerah Setempat; (4)
tindasan 3 dikirim kepada Kepala Instalasi Farmasi propinsi/kabupaten/kota.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 3
PEMBAHASAN

Pada prinsipnya proses pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan harus


segera dilaksanakan karena resiko yang besar akan penyalahgunaan. Pemusnahan
obat dan perbekalan kesehatan harus ditangani oleh tenaga kesehatan yang
mengerti prinsip penanganan obat yakni apoteker. Pemusnahan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan dilaksanakan terhadap sediaan yang: (1) diproduksi
tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku; (2) telah kedaluarsa; (3) tidak
memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan
ilmu pengetahuan; (4) dicabut izin edaranya; (5) berhubungan dengan tindak
pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pemusnahan sediaan farmasi dilakukan dengan tujuan untuk menjaga
mutu dari obat dan menghindarkan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
memenuhi syarat ataupun obat yang sudah kedaluarsa. Lebih jauh pemusnahan
sediaan farmasi memerlukan penanganan khusus dimana pemusnahannya harus
baik benar serta aman. Pemusnahan sediaan farmasi akan menghasilkan limbah
farmasi dimana penanganan terhadap limbahnya harus sesuai prosedur yang benar
agar tidak mencemari lingkungan. Penanganan limbah sediaan farmasi
memerlukan panduan atau pedoman yang dibuat oleh regulator dan mencakup
lintas sektoral.
Dalam pelaksanaannya pemusnahan sediaan farmasi mencakup berbagai
instansi terkait dan dibentuk lah sebuah tim pengelolaan limbah farmasi untuk
tingkat provinsi dan tingkat kabupaten kota. Dalam pengelolaan limbah sediaan
farmasi yang menjadi bagian dari pengelolaan limbah medis adalah adanya tim
yang dibentuk untuk menangani limbah tersebut. Tim ini melibatkan antar lintas
program dan sektoral yang terdiri atas personalia yang kompeten dalam bidangnya
dan memiliki komitmen terhadap pekerjaan tersebut. Tim ini dibentuk melalui
surat keputusan yang ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan/provinsi/
kabupaten/ kota.

27 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


28

Sebelum dilakukan pemusnahan dilakukan terlebih dahulu proses


pengumpulan dan pemilahan. Proses pemusnahan dilakukan pada tingkat
kabupaten/kota atau tingkat provinsi karena sektor – sektor yang terkait baru
dapat berkoordinasi pada tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Pada tingkat desa
yakni puskesmas, puskesmas pembantu, atau pos kesehatan dilakukan proses
pengumpulan, pencatatan, dan pelaporan saja. Pada tingkat
kabupaten/kota/provinsi proses pemilahan dan pemusnahan dibuat prosedur
rutinnya ataupun dalam keadaan bencana. Perlu dibedakan penanganan limbah
farmasi pada saat bencana karena keterbatasan sumber daya manusia atau
infrastruktur yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Pada tingkat kabupaten/kota
dalam situasi rutin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang akan dimusnahkan
dikumpulkan pada instalasi farmasi kabupaten/kota, dilakukan pemilahan dan
dilakukan pemusnahan. Dalam melakukan pemusnahan dibuat laporan untuk
dinkes provinsi. Untuk tingkat provinsi, setelah dilakukan pengumpulan oleh
instalasi farmasi kabupaten/kota, sediaan farmasi yang akan dimusnahkan
dikumpulkan di instalasi farmasi provinsi. Dilakukan pemusnahan di tingkat
provinsi bila instalasi farmasi di tingkat kabupaten/kota tidak mampu mengolah
limbah tersebut karena keterbatasan sumber daya manusia atau keterbatasan
infrastruktur penunjang. Pada instalasi farmasi provinsi proses pemusnahan
dilaporkan pada dinas kesehatan provinsi dan kemenkes RI. Pada keadaan
bencana proses pemusnahan dilakukan oleh rumah sakit umum daerah atau rumah
sakit swasta yang berada pada tingkat kabupaten/kota. Instalasi farmasi di tingkat
kabupaten/kota hanya melakukan pengumpulan dan pelaporan kepada dinkes
provinsi. Proses pemusnahan diserahkan kepada pihak rumah sakit karena
instalasi farmasi kabupaten/kota tugasnya berfokus pada penyediaan obat-obatan
yang dibutuhkan masyarakat agar tidak terjadi kehabisan stok.
Limbah farmasi merupakan limbah yang mengandung bahan farmasi
mencakup produk farmasi, obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kedaluarsa,
tidak digunakan, tumpah dan terkontaminasi yang tidak diperlukan lagi dan harus
dibuang dengan tepat. Cakupan limbah farmasi adalah: (1) obat yang sudah
kedaluarsa; (2) sediaan sirup, krim, salep, dan tetes mata/ telinga yang sudah tidak
tersegel lagi; (3) obat yang rusak karena terjadi perubahan warna, bentuk, atau

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


29

bau; (4) obat yang tidak dibutuhkan di tempat lokasi bencana; (5) obat yang rusak
karena terputusnya rantai dingin (misalnya vaksin, insulin, hormon lainnya); (6)
tablet yang gompal, jika belum kedaluarsa, maka obat tersebut dapat digunakan
hanya bila wadahnya masih tersegel, masih ada label yang jelas maupun masih di
dalam kemasan blister.
Secara umum penanganan limbah farmasi dapat disimpulkan dalam bagan
berikut:

Tabel 3.1 tabel penanganan limbah farmasi berdasarkan golongan obat


Golongan Obat Cara Pemusnahan
Obat dengan toksisitas
rendah atau tidak Diencerkan  saluran pembuangan/Landfill
toksik
Diencerkan  Saluran pembuangan/sungai
dengan arus deras
Enkapsulasi/inertisa
Obat selain obat yang
si (komposisi: 75%
dikontrol,
obat + 25% Landfill
antineoplastik, atau
campuran kapur,
antiinfeksi
semen dan air) 
Insinerasi pada
suhu tinggi 
Enkapsulasi/inertisasi
(komposisi: 75% obat
Dekomposisi kimia
Obat-obat yang + 25% campuran Landfill

dikontrol (narkotika kapur, semen dan air)
dan 
psikotropika/prekursor) Insinerasi pada
suhu Landfill
sedang/tinggi
Insinerasi pada
suhu Landfill
sedang/tinggi
Obat antiinfeksi Enkapsulasi/inertisasi
(antibiotika, antiviral) (komposisi: 75% obat
Dekomposisi kimia
+ 25% campuran Landfill

kapur, semen dan air)

Dikembalikan pada Dimusnahkan oleh
Obat antineoplastik produsen produsen
(sitostatik/obat kanker) Insinerasi Enkapsulasi/inertisasi Landfill yang
pada suhu (komposisi: 50% obat telah dilapisi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


30

tinggi  + 50% campuran dengan lapisan


kapur, semen dan air) impermeable
 tanah liat

Setiap golongan obat memerlukan penanganan khusus dalam


pemusnahannya, sesuai dengan tingkat toksisitas dari senyawa tersebut. Untuk
senyawa-senyawa yang tidak toksis misalnya adalah vitamin, asam amino, garam-
garam mineral, dan lipid dapat dibuang bersamaan dengan limbah perkotaan atau
saluran pembuangan karena bersifat biodegradable (dapat diurai oleh mikroba).
Untuk obat-obatan yang tidak termasuk obat yang dikontrol, obat antineoplastik
atau obat antiinfeksi dapat dilakukan pemusnahan dengan pengenceran dan dapat
dibuang langsung pada saluran pembuangan namun, apabila diperlukan dapat
dilakukan dekomposisi kimia terlebih dahulu atau dienkapsulasi dengan semen,
atau insinerasi pada suhu tinggi. Untuk obat yang dikontrol misalnya narkotika,
psikotropika, dan prekursornya, senaywa semacam ini tidak boleh dibuang dalam
keadaan yang masih dapat digunakan karena rawan akan penyalahgunaan. Dapat
dilakukan dekomposisi kimia terlebih dahulu lalu dicampurkan dengan sampah
perkotaan atau dilakukan insinerasi. Untuk obat antiinfeksi tidak boleh dibuang
dalam keadaan yang belum diolah karena dapat menyebkan resistensi pada
mikroba dan menambah bahaya dari mikroba patogen. Pemusnahan obat
antiinfeksi dengan dekomposisi kimia terlebih dahulu atau dengan enkapsulasi
dan inertisasi. Untuk obat antineoplastik, pengembalian kepada produsen adalah
cara yang paling praktis karena produsen akan lebih mengetahui bagaimana cara
memusnahkan produknya dengan aman sampai menjadi limbah yang tidak
berbahaya. Apabila hal tersebut tidak dimungkinkan maka proses insinerasi pada
suhu tinggi adalah pilihan yang baik diikuti dengan enkapsulasi dan inertisasi.
Adapun untuk kemasan penanganannya sebagai berikut:

Tabel 3.2 tabel penanganan dan cara pemusnahan kemasan sediaan farmasi
Jensi kemasan Cara pemusnahan
Kemasan PVC Pembakaran pada kontainer tertutup landfill
Kemasan gelas/ampul Dilakukan daur ulang jika Dipakai
selain yang digunakan memungkinkan kembali
untuk obat antiinfeksi Digerus dan dilakukan inertisasi Landfill

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


31

dan antineoplastik
Kemasan ampul obat
Bersama obat didalamnya dilakukan
antiinfeksi atau Landfill
enkapsulasi/inertisasi
antineoplasyik
Dilakukan daur ulang jika Dipakai
Kemasan kardus/
memungkinkan kembali
kemasan sekunder
Dibakar pada kontainer terbuka Landfill

Penanganan kemasan penting dilakukan karena kemasan sekunder yang terbuat


dari kardus maupun kertas dapat dilakukan daur ulang sehingga mengurangi
jumlah sampah perkotaan. Untuk kemasan dalam bentuk ampul yang berisi
senyawa antineoplastik isinya tidak boleh dikeluarkan dari kemasannya oleh
karena itu, kemasan sekaligus dengan isinya diproses dengan cara enkapsulasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustakan dan pembahasan, yang merupakan hasil
dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan terutama Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemusnahan obat merupakan bagian penting dalam pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan dengan tujuan melindungi masyarakat
dari penggunaan obat yang tidak memenuhi persyaratan.
2. Setiap golongan obat memiliki karakteristiknya tersendiri sehingga proses
pemusnahannya harus disesuaikan dengan karakteristik golongan obat
tersebut dan penanganannya harus dilakukan oleh tenaga yang memahami
prinsip penanganan terhadap obat.
3. Tindakan pemusnahan obat perlu dibuat pedoman agar proses pemusnahan
dilakukan dengan baik, benar dan aman bagi pelaksana maupun aman bagi
lingkungan.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah:
1. Perlu dilakukan pemantauan terhadap implementasi pedoman pemusnahan
obat dan perbekalan kesehatan agar sesuai dengan arahan yang telah
ditetapkan.
2. Dalam kurun waktu lima tahun perlu dilakukan penyesuaian kembali
terhadap pedoman yang telah disusun dan diimplementasikan.

32 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


DAFTAR REFERENSI

Departemen Kesehatan RI. (2007). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di


Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 72 Tahun 1998 (72/98)
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. (1998).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 72 Tahun 1998
(72/98) tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Jakarta
Widyastuti, Palupi (Ed.) .(2003). Panduan Pembuangan Limbah Perbekalan
Farmasi. Jakara: EGC
World Health Organization. (1999). Guidlines for Safe Disposal of Unwanted
Pharmaceuticals in and after Emergencies. Geneva

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


Formulir Permohonan Pemusnahan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
Kepada: Kepala Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota
Telepon: Fax:
Nomor Permohonan: (diisi oleh penerima)

Dari : Puskesmas:
Alamat:

Kota: Propinsi: Kode pos:


Telephone: Fax:
Nama kepala puskesmas:
Tanda tangan kepala puskesmas:
Tanggal:

Alasan
Nama Obat/ Tanggal
No Kekuatan Jumlah Dimusnahkan
Alat Kesehatan Kedaluarsa
(*)isi dengan kode

(*) Keterangan:
(1) diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku
(2) telah kedaluarsa
(3) tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan
(4) dicabut izin edaranya
(5) berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


Formulir Laporan Penerimaan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan

Kepada: Kepala Instansi Pelayanan Farmasi


Telepon: Fax:

Dari : Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota


Alamat:

Kota: Propinsi: Kode pos:


Telephone: Fax:

Menyatakan telah menerima sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah
terlampir di dalam formulir permohonan pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dengan nomor permohonan seperti yang terlampir.

Jumlah
No Nomor Permohonan Tanggal dibuat Keterangan
Item

Mengetahui,
Pemeriksa
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota
Nama Nama

Tanda tangan Tanda tangan

Tanggal Tanggal

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


Berita Acara Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
Kepada: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Telepon: Fax:

Dari : Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota


Alamat:

Kota: Propinsi: Kode pos:


Telephone: Fax:

Daftar sediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tertulis berikut
dijadwalkan akan dimusnahkan pada tanggal (MM/DD/YY) pada jam
(waktu) di (nama instansi)
(alamat) (kota) (propinsi) (kode pos) dengan
cara (metode pemusnahan)

Nama Obat/
No Kekuatan Jumlah Jenis Limbah
Alat Kesehatan

Daftar sediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tertulis di atas telah
dimusnahkan pada tanggal (MM/DD/YY) pada jam
(waktu) di (nama instansi)
(alamat) (kota) (propinsi) (kode pos)

Penanggung Jawab Pelaksana Saksi


Nama Nama

Jabatan Jabatan

Tanda tangan Tanda tangan

Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012


Laporan praktek..., Arif Arrahman, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai