ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ii
Ayu Mayangsari
iii
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyusun laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia
Farma No. 202 yang dilaksanakan pada tanggal 2 Januari – 14 Februari 2014.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menambah pemahaman, pengetahuan dan
keterampilan apoteker dalam dunia kerjanya. Laporan ini disusun sebagai syarat
untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas
Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah
penulis terima, kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Gunawan Rachmat Buana, S.Si. Apt., selaku Apoteker Pengelola
Apotek Kimia Farma No. 202 sekaligus selaku pembimbing, yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis;
2. Ibu Dra. Juheini A, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis;
3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia;
4. Bapak Dr. Hayun, M.Si.,Apt selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia;
5. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan;
6. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma No. 202 atas segala
keramahan dan bantuan yang diberikan;
7. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat, dan doa;
8. Teman-teman apoteker angkatan 78 atas dukungan dan kerja samanya;
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama
penyusunan laporan ini.
vi
Penulis
2014
vii
Kata Kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Kimia Farma, Resep,
Varises
Tugas Umum : xiii + 121 halaman, 6 gambar, 26 lampiran
Tugas Khusus : iii + 19 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 14 (1978-2009)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (2008-2014)
ix
LAMPIRAN ......................................................................................................... 62
xi
xii
xiii
Kesehatan merupakan satu diatara unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan
melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.
Agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, maka perlu dilakukan
suatu upaya kesehatan misalnya dengan cara peningkatan kualitas tenaga
kesehatan, adanya sistem pelayanan yang terorganisir dengan baik dan ditunjang oleh
sarana kesehatan yang memadai.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Satu diantara sarana kesehatan
untuk melaksanakan upaya kesehatan adalah apotek, yang merupakan tempat
dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian tersebut meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat,
dan obat tradisional.
Pelayanan farmasi saat ini telah bergeser orientasinya yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai
konsekuensi perubahan tersebut, perlu dilakukan penerapan asuhan kefarmasian
yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical Practice) di apotek yang telah diatur
dalam Permenkes 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Pasal 21 ayat 2 disebutkan, bahwa yang
boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep dokter adalah Apoteker. Dimana
1.2 Tujuan
5. Kelengkapan Pustaka
a. Buku standar wajib: Farmakope edisi IV 1995 dan kumpulan peraturan/
UU;
b. Buku lainnya: MIMS, ISO, Farmakologi dan terapi
d. Surat izin dari atasan langsung (untuk pegawai negeri dan ABRI);
e. Fotokopi ijazah apoteker yang telah dilegalisir;
f. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA.
Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
Surat izin bagi apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek,
puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) disebut SIPA (Surat Izin
Praktek Apoteker). Seorang apoteker yang telah memiliki SIPA dapat
melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau IFRS. Sedangkan
untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi disebut
Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA).
SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila
pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam surat izin. Untuk mendapatkan SIPA, Apoteker harus memiliki
(Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 55):
a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau
fasilitas kesehatan yang memiliki izin;
c. Rekomendasi dari organisasi profesi.
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih
memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 40):
a. Memiliki ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
2.10.5 Narkotika
Berdasarkan UU nomor 35 tahun 2009, narkotika merupakan zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Obat
narkotika ditandai dengan palang medali berwarna merah (Gambar 2.5)
2.10.6 Psikotropika
Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sebelum tahun 2009,
psikotropika terbagi menjadi empat golongan, yaitu:
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam
proses produksi. Contohnya psilosibin, dan lisergida.
2.11.4 Swamedikasi
Selain pelayanan resep, promosi & edukasi, pelayanan di apotek juga
meliputi swamedikasi atau pengobatan sendiri. Menurut International
Pharmaceutical Federation (FIP), swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan
obat oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala penyakit tanpa resep
3. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
nomor surat, alamat lengkap, dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk
satu jenis narkotika.
Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama
dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang-Undang Nomor
9 tahun 1976 Pasal 7). Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek
boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di
apotek yang menyimpan resep asli.
atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan yang dilakukan oleh apotek
dengan membuat berita acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada
pihak-pihak yang terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan
Undang-Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, berita acara
pemusnahan memuat:
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter
pemilik narkotika;
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan
atau badan tersebut.
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/ pemegang izin khusus, dokter
pemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut
dikirimkan kepada dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai
arsip di apotek.
5. Selama tiga bulan pertama masa transisi, peserta program JPK dan anggota
keluarga yang dialihkan ke BPJS masih dapat menggunakan kartu
pemeliharaan kesehatan dari PT Jamsostek sebagai identitas dan bukti
keikutsertaan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan BPJS dapat dikelompokkan menjadi
tiga tingkatan yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PKTP)
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (PKRTL)
3. Pelayanan Kesehatan Lain yang ditetapkan Menteri
Pelayanan Kesehatan di tingkat pertama mencakup :
a. Administrasi Pelayanan
b. Pelayanan Promotif dan Preventif
c. Pemeriksaan, Pengobatan dan Konsultasi Medis
d. Tindakan Medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan Obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan meliputi :
1. Rawat Jalan
a. Administrasi Pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis
c. Tindakan Medis spesialistik sesuai indikasi medis
d. Pelayanan Obat dan bahan medis habis pakai
e. Pelayanan alat kesehatan implan
f. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai indikasi medis
g. Rehabilitasi medis
h. Pelayanan darah
i. Pelayanan Kedokteran forensik
j. Pelayanan Jenazah di Fasilitas Kesehatan
2. Rawat Inap
a. Perawatan inap non intensif
b. Perawatan inap di ruang intensif
Dalam penyelenggaran SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), setiap
peeserta BPJS Kesehatan wajib membayar sejumlah uang secara teratur untuk
mendapatkan program Jaminan Kesehatan.
1. Iuran Jaminan Keshatan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayarkan oleh
Pemerintah.
2. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah dibayarkan oleh
Pemberi Kerja dan Pekerja.
3. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta bukan Penerima Upah dan Peserta bukan
Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
29
Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara
dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT. Kimia
Farma (Persero). Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan
Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT.
Kimia Farma diprivatisasi. Sejak tanggal 4 Juli 2000, PT. Kimia Farma resmi
terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik dengan nama PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan
berkembang dengan cepat, maka pada tanggal 4 januari 2002 Direksi PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk mendirikan 2 (dua) anak perusahaannya yaitu PT Kimia
Farma Apotek yang bergerak di bidang ritel farmasi dan PT Kimia Farma Trading
& Distribution.
PT. Kimia Farma Apotek sampai saat ini telah memiliki 36 bisnis manajer
dan 412 apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan PT. Kimia Farma
Trading & Distribution saat ini memiliki 3 wilayah pasar (Sumatra, DKI & Jawa
Tengah, dan Jawa Timur & Indonesia Wilayah Timur), dan 35 kantor cabang
Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini, unit Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan merupakan
garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani kebutuhan obat
kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang
berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani administrasi
permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada di bawahnya, administrasi
pembelian/pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang
dagang dan administrasi perpajakan. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah
pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek
yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui
penjualan setinggi-tingginya.
c. Komitmen
Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat secara
teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan
konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia
Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.
d. Sumber energi
Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru
memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat.
e. Semangat yang abadi
Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi
antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang
abadi.
3.2.1.2 Jenis Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek
Jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan
dengan nilai dan citra yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip
sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada.
3.2.1.3 Sifat Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek
Sifat huruf memiliki pengertian sebagai berikut:
a. Kokoh
Memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam bidang
farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan farmasi
pertama yang dimiliki Indonesia.
b. Dinamis
Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan optimism
c. Bersahabat
Dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan keramahan Kimia
Farma dalam melayani konsumennya dalam konsep apotek jaringan.
Konsep apotek jaringan sendiri telah dicanangkan pada tahun 1998 yang
artinya sudah kurang lebih 14 tahun kebijakan itu diberlakukan untuk
menjadikan beberapa apotek bergabung ke dalam grup yang pada akhirnya
diharapkan menjadi suatu jaringan apotek yang kuat.
37
g. Gudang
Ruang ini terdapat di lantai dua dan digunakan untuk menyimpan resep-
resep yang kurang dari 3 tahun.
BM setiap hari Senin dan Kamis. Pada hari Senin dan Kamis setiap minggunya,
BM akan mengirimkan TXT BPBA ke Apotek untuk dilakukan pengeditan sesuai
dengan kebutuhan apotek. TXT BPBA akan dikirimkan kembali ke BM pada hari
Selasa dan Jumat setiap minggunya.
Pada saat dropping barang dari BM, petugas penerima barang bertanggung
jawab dalam mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan BPBA, dan
bila telah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh petugas penerima barang.
Petugas penerima barang memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan
jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kedaluwarsa.
Barang yang telah diterima kemudian disimpan sesuai ketentuan penyimpanan
barang masing-masing.
2. Penyimpanan dan Penataan Obat
Obat disusun secara alfabetis dan dikelompokkan sesuai dengan efek
farmakologis (antibiotik, analgesik antiinflamasi, susunan saraf pusat, pencernaan,
antialergi, hormon, antidiabetes, jantung dan hipertensi, asam urat dan ginjal serta
suplemen) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid, dan cairan). Selain itu,
penyimpanan obat juga dibedakan atas obat generik, narkotika, psikotropika, dan
obat yang dijamin oleh PT. Askes yang kini menjadi BPJS. Obat generik disimpan
pada bagian kiri depan ruang peracikan. Obat golongan narkotika dan
psikotropika disimpan di lemari 2 pintu tertutup di bagian atas ruang peracikan.
Obat yang dijamin oleh PT. Askes yang kini menjadi BPJS dipisahkan dengan
obat lain agar memudahkan dalam mempersiapkan obat dan tidak tercampur
dengan obat lainnya. Selain itu, terdapat tempat khusus berupa lemari pendingin
untuk menyimpan obat yang harus disimpan pada suhu rendah, seperti supositoria,
injeksi dan obat lain yang membutuhkan penyimpanan suhu rendah.
Sediaan oral dalam bentuk larutan diletakkan pada rak tersendiri. Obat
tetes dan sediaan semisolid juga diletakkan di tempat yang terpisah. Produk-
produk, seperti alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas,
obat bebas terbatas, obat topikal, produk bayi, dan kosmetik disusun pada rak
swalayan secara alfabetis agar memudahkan pelanggan dalam memilih produk
dan tertata secara rapi agar tampak menarik oleh konsumen.
3. Penyimpanan Resep
Setiap harinya resep non narkotik dan non psikotropik dikumpulkan
menjadi satu untuk nantinya disatukan dengan resep lainnya selama 1 bulan
sedangkan resep narkotik dan psikotropik dikumpulkan per bulan yang terpisah
dengan resep non nanrkotik dan non psikotropik. Pada penyimpanannya, resep
disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep per bulan untuk mempermudah
penelusuran resep apabila diperlukan. Resep asuransi kesehatan dipisahkan dari
resep lainnya. Resep disimpan sebagai arsip apotek dalam jangka waktu tiga
tahun. Setiap tiga tahun resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat
berita acara pemusnahan resep.
4. Pengelolaan Narkotika
a. Pemesanan
APA membuat pemesanan melalui Surat Pesanan (SP) narkotika N9. SP
narkotika harus ditandatangani oleh APA. Satu rangkap SP narkotika hanya
berlaku untuk satu jenis obat narkotika. Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar
Farmasi (PBF) Kimia Farma selaku distributor tunggal. Berdasarkan surat
pesanan tersebut, PBF mengirimkan narkotika beserta faktur ke apotek. Surat
Pesanan (SP) yang asli dan dua lembar salinan SP diserahkan ke PBF yang
bersangkutan, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Badan POM sedangkan satu lembar
SP disimpan sebagai arsip apotek.
b. Penerimaan
Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib melakukan penerimaan
narkotika oleh dari PBF. Kemudian APA akan menandatangani faktur tersebut
setelah diperiksa kesesuaian dengan surat pesanan, yang meliputi jenis dan jumlah
narkotika yang dipesan.
c. Penyimpanan
Obat-obat di Apotek Kimia Farma No. 202 yang termasuk golongan
narkotika disimpan dalam lemari khusus dari bahan dasar kayu yang terkunci
dengan baik. Lemari khusus narkotika di KF 202 ditempatkan dalam lemari 2
pintu yang terbuat dari bahan kayu dan tidak terlihat dari luar. Setiap obat
narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakkan dalam masing-masing rak obat
dan dicantumkan tanggal kedaluwarsanya.
d. Pelayanan
Apotek hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep
yang dibuat oleh Apotek sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru
diambil sebagian. Resep narkotika yang iter dan pembelian obat narkotika tanpa
resep dokter tidak akan dilayani oleh apotek.
e. Pelaporan
Penggunaan narkotika yang dilaporkan telah dikembangkan dalam bentuk
perangkat lunak atau program sistem pelaporan narkotika dan psikotropika
(SIPNAP) sejak tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan RI. Sistem pelaporan
narkotika dan psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan
penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah
sakit, dan apotek) ke Kementerian Kesehatan melalui mekanisme pelaporan
online yang menggunakan fasilitas internet. Setiap unit pelayanan kesehatan
memiliki username dan password agar dapat melakukan import data ke sistem.
Pelaporan ini dilakukan setiap bulan. Pada form pelaporan, ada 39 item narkotika
yang harus dilaporkan. Pelaporan ini dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 10 di
setiap bulannya.
5. Pengelolaan Psikotropika
a. Pemesanan
Obat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan
(SP) Psikotropika yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Satu SP
dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat tiga
rangkap, 2 lembar diserahkan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Badan POM, serta
1 lembar SP disimpan sebagai arsip.
b. Penyimpanan
Seperti halnya narkotika, obat golongan psikotropika juga disimpan di
lemari khusus yang terpisah dari sediaan lain. Di Apotek Kimia Farma 202
penyimpanan psikotropika dan narkotika dilakukan pada satu lemari.
c. Pelaporan
Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan narkotika yaitu dengan
import data laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem
akan dibuatkan oleh asisten apoteker. Salinan resep dibuat bila resep tersebut
perlu diulang atau iter, baru ditebus sebagian, atau atas permintaan pasien sendiri.
Obat diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat.
b. Pelayanan Resep dengan Pembayaran Kredit
Pelayanan terhadap resep obat yang berasal dari suatu instansi atau
perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan apotek disebut Pelayanan resep
dengan Pembayaran Kredit. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok mengadakan
kerjasama dengan PRB BPJS (Pelayanan Rujuk Balik Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) dan Penyakit Kronis (PPK-2 atau Rumah Sakit), PT. Inhealth,
serta jejaring klinik BPJS. Untuk menebus obat, peserta jaminan kesehatan harus
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pedoman pemberian obat peserta
jaminan kesehatan disesuaikan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh
masing-masing perusahaan jaminan kesehatan. Peserta BPJS menggunakan
Fornas (Formularium Nasional) PRB dan Faskes tingkat 2, PT. Inhealth
menggunakan Daftar Obat Inhealth (DOI), dan ex peserta PT. Jamsostek
menggunakan formularium Jamsostek. Apabila salah satu obat tidak masuk ke
dalam pedoman yang telah ditetapkan, maka dilakukan konfirmasi terlebih dahulu
kepada pasien. Selanjutnya pasien memutuskan apakah bersedia membayar tunai
obat di luar tanggungan atau mengganti obat dengan kandungan yang sama.
Pada dasarnya, prosedur pelayanan resep dengan pembayaran kredit tidak berbeda
dengan pembayaran tunai, kecuali pada pemberian harga dan cara
pembayarannya. Pencatatan pelayanan resep kredit dilakukan secara harian. Pada
saat penyerahan obat, pasien diminta menandatangani dan menuliskan nomor
telepon pada lembar resep.
8. Penjualan Produk Over The Counter (OTC)
Alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas, obat
bebas terbatas, obat topikal, produk bayi, dan kosmetik merupakan produk OTC.
Asisten apoteker berperan dalam pemberian saran atas produk dan harga yang
tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen serta memberikan
informasi penting mengenai produk kepada konsumen.
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan satu diantara Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang memiliki 2 (dua) anak perusahaan yaitu PT Kimia
Farma Apotek yang bergerak di bidang ritel farmasi dan PT Kimia Farma Trading
& Distribution. PT. Kimia Farma Apotek memiliki 36 unit bisnis dan 412 apotek
di seluruh Indonesia, salah satunya adalah Apotek Kimia Farma No. 202.
Apotek Kimia Farma No. 202 merupakan apotek pelayanan yang berada di
bawah koordinasi Unit Bisnis Manager wilayah Bogor yang terletak di Jl.
Kejayaan Raya Blok XI No. 2 Depok II Timur
46
hingga Jumat pukul 10.00-13.00 WIB dan hari Sabtu pukul 16.00-20.00, dokter
penyakit dalam hari Senin hingga Jumat pukul 10.00-12.00 WIB sedangkan
dokter syaraf dan fisioterapi berpraktek di mana sebelumnya dilakukan janji
terlebih dahulu dengan dokter bila ada pasien yang akan datang. Praktek
fisioterapi di apotek ini melayani terapi uap dan terapi stroke. Dengan adanya
praktek dokter dan fisioterapis, jumlah resep yang diterima apotek akan
meningkat ditambah dengan banyaknya resep racikan untuk pasien anak dimana
banyaknya biaya embalase dapat meningkatkan pemasukan Apotek.
Desain eksterior dan interior apotek secara umum sudah cukup baik. Logo
Kimia Farma Apotek pada bangunan bagian depan apotek dan juga terdapat papan
nama bertuliskan praktek dokter membuat apotek mudah dikenali sehingga dapat
menarik pelanggan. Desain interior Apotek dapat terlihat dari luar karena
bangunan depan dibuat dengan kaca transparan yang besar sehingga menarik
perhatian konsumen. Pintu masuk Apotek terdapat 2 pintu sehingga dapat
memisahkan antara konsumen yang masuk dan keluar.
Penataan obat dan alat kesehatan yang ada di swalayan secara umum
sudah cukup baik. Penataan di swalayan dipisahkan berdasarkan obat , vitamin,
kosmetik, obat herbal , alat kesehatan, susu dan minuman. Penataan yang eye
catching dapat menarik konsumen contohnya di bagian depan terdapat produk
kosmetik “Venus” yang tertata rapi dengan bentuk yang menarik. Obat dan
vitamin dalam bentuk kemasan strip diletakkan pada kotak-kotak pada rak yang
telah tertulis nama obat dan disusun secara alfabetis sehingga memudahkan
konsumen untuk mencari obat yang dibutuhkan. Obat dan vitamin dalam kemasan
botol hanya diletakkan saja pada rak secara alfabetis.
Penataan ruangan secara umum sudah cukup baik. Hal ini dapat terlihat
dari adanya penataan ruang yang terpisah antara swalayan, ruang dokter, ruang
tunggu pasien, penerimaan resep dan penyerahan obat, ruang penyimpanan obat,
ruang peracikan yang dilengkapi dengan bak cuci. Apotek dilengkapi dengan
tempat duduk yang cukup banyak dan nyaman dengan adanya pendingin ruangan,
pencahayaan yang baik, pengharum ruangan matic dan televisi yang juga
disediakan koran terbitan terbaru untuk dibaca, sehingga menambah kenyamanan
bagi pasien yang menunggu obat disiapkan. Selain itu disediakan juga kamar
mandi/WC yang selalu bersih. Semua fasilitas yang disediakan ini dapat
memberikan kenyamanan bagi pasien dimana dengan pelayanan yang baik dan
fasilitas yang nyaman dapat membuat pasien untuk datang kembali membeli obat
atau periksa di dokter praktek Apotek apabila sakit. Pada bagian dalam apotek,
terdapat papan nama apotek yang memuat nama apotek, nama APA dan nomor
SIPA APA. Hal ini tentu saja penting untuk meningkatkan eksistensi dari seorang
Apoteker yang bertanggung jawab atas Apotek. Selain itu, diharapkan pengunjung
yang datang akan mencari Apoteker untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian.
Penyimpanan obat-obat racikan dan obat resep dilakukan berdasarkan
kelompok tertentu seperti obat-obat generik, obat yang dijamin oleh PT. Askes
yang kini menjadi BPJS, obat di ruang peracikan yang disusun berdasarkan
farmakologis dan alfabetis, obat golongan psikotropika dan narkotika, obat yang
disusun berdasarkan bentuk sediaan (obat suntik, sediaan cair, obat tetes oral,
mata, hidung, telinga, dan inhaler), serta obat-obat yang penyimpanannya harus
suhu rendah sehingga harus disimpan di dalam lemari pendingin (suppositoria,
ovula, insulin, dan sebagainya). Semua obat disusun berdasarkan kelompoknya
masing-masing secara alfabetis untuk mempermudah pencarian sehingga dapat
menyingkat waktu pelayanan dan pasien tidak menunggu terlalu lama.
5.2 Personalia
Apotek Kimia Farma No. 202 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) yang bertanggung jawab langsung kepada Bisnis Manager yang
terletak di Bogor. Sumber daya manusia di Apotek Kimia Farma No. 202
berjumlah 10 orang yang terdiri dari 1 orang APA, 8 orang asisten Apoteker yang
merangkap sebagai kasir dan administrasi, dan 1 orang juru racik. Dalam
melaksanakan pelayanan apotek, jam kerja apotek dibagi 3 shift, yaitu shift pagi
(pukul 07.00-14.00 WIB), shift siang (pukul 14.00-21.00 WIB), shift malam
(pukul 17.00-24.00 WIB). Shift tersebut berlaku pada hari Senin hingga Sabtu.
Sedangkan untuk hari Minggu dan hari libur nasional, hanya ada 2 shift, yaitu
shift pagi (pukul 07.00-15.00 WIB) dan shift malam (pukul 15.00-23.00 WIB).
Pergantian shift di Apotek sudah berjalan dengan baik dan terjadwal. Setiap
petugas sudah mematuhi jadwal sesuai dengan shift nya, sehingga tidak terjadi
bentrok atau kelebihan maupun kekurangan petugas yang bekerja dalam satu shift.
Selain petugas Apotek juga terdapat SPG (Sales Promotion Girl) yang
bertanggungjawab pada penjualan produk tertentu. SPG juga membantu petugas
Apotek dalam penataan obat dan melayani pasien. Seharusnya ini tidak dilakukan,
karena pengetahuan seorang SPG tidak sebanyak petugas Apotek mengenai obat.
Sebaiknya pasien langsung dilayani oleh petugas Apotek khususnya dalam hal
pemilihan obat yang tepat.
Petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan secara umum
telah melayani dengan ramah, selalu dimulai dengan sapaan “Selamat datang di
Apotek Kimia Farma” dan tawaran bantuan serta diakhiri dengan ucapan “Terima
kasih, semoga sehat selalu”. Petugas juga bersikap santun dan informatif dengan
selalu berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan kepada konsumen. Petugas
selalu tanggap dan cepat menangani keluhan serta membantu mengatasi kesulitan
konsumen. Misalnya, jika konsumen tidak mampu menebus obat maka dicarikan
obat dengan zat aktif atau khasiat sama dengan harga yang lebih terjangkau atau
ditebus sebagian dulu. Keadaan tersebut perlu terus dipertahankan dan sedapat
mungkin ditingkatkan karena keramahan petugas merupakan salah satu unsur
pendorong untuk meningkatkan minat pelanggan untuk melakukan pembelian.
yang diperoleh melalui konsep BM adalah koordinasi modal kerja menjadi lebih
mudah, apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu
pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan
penjualan, merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang
diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi, serta meningkatkan
penawaran dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang
lebih murah. Disamping itu terdapat kerugian dari sistem BM yaitu distribusi
lebih lambat, bila dibutuhkan stok obat yang banyak perlu waktu untuk
mendistribusikannya serta terkadang barang yang datang tidak sesuai dengan stok
yang dibutuhkan. Perlu dilakukan perencanaan yang baik dari Apotek dan gudang
BM harus lebih teliti dalam pendistribusian sehingga jumlah dan jenis barangnya
sesuai dengan kebutuhan Apotek.
Obat yang habis dan sifatnya CITO, dapat diusahakan dengan melakukan
dropping dengan Apotek Kimia Farma terdekat ataupun langsung memesan
kepada gudang BM Bogor sebagai pilihan terakhir melalui telepon. Jika
persediaan obat habis pasien ditawarkan untuk menunggu obat atau obat
diantarkan ke rumah pasien oleh petugas apotek tanpa harus menunggu. Jika
persediaan obat membutuhkan waktu lama atau harus menunggu hingga besok
maka pasien akan diberi Bon Pengambilan Obat dan mengambil obat sesuai
waktu yang dijanjikan. Pelayanan ini dapat memuaskan pasien, karena Apotek
telah berusaha untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan pasien.
Perencanaan yang baik sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya
out of stok atau over stok. Out of stok apabila ternyata barang yang direncanakan
tidak sesuai dengan kebutuhan. Ini dapat mengakibatkan Apotek kehilangan
pelanggan karena pelanggan akan berfikir bahwa Apotek tidak menjual obat yang
lengkap. Over stok dapat terjadi apabila ternyata barang yang direncanakan
berlebih dari yang dibutuhkan. Ini dapat mengakibatkan banyak obat yang
menumpuk bahkan sampai melewati expired date sehingga dapat merugikan
Apotek itu sendiri.Keberhasilan fungsi pengadaan suatu apotek akan menentukan
keberhasilan apotek secara keseluruhan karena fungsi pengadaan yang baik dapat
menjamin persediaan barang di apotek.
lebih dosis disimpan pada kotak yang berbeda. Penyimpanan obat golongan
narkotik dan psikotropik dilakukan pada 1 lemari, seharusnya dilakukan secara
terpisah. Letak lemari sudah sesuai karena terletak di dalam dan tidak terlihat dari
luar. Lemari tersebut tidak terkunci. Seharusnya keadaan lemari harus selalu
terkunci dan kunci dipegang oleh salah satu petugas apotek untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan
penyimpanan untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun
komputerisasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Prinsip FIFO dan FEFO masih
kurang mendapat perhatian dari petugas apotek sehingga masih ditemukan obat-
obat yang kadaluarsa. Hal ini akan merugikan Apotek itu sendiri. Seharusnya
setiap barang masuk diletakkan di belakang barang yang masih tersedia. Untuk
obat yang diletakkan pada kotak obat sebaiknya petugas lebih cermat dalam
pengambilan obat, expired date yang lebih dekat sebaiknya dikeluarkan terlebih
dahulu.
Pencatatan menggunakan kartu stok sudah tidak dilakukan lagi karena
menulis di kartu stok akan memakan waktu lama dalam pelayanan, selain itu
kemungkinan kartu stok hilang akan menyulitkan petugas dalam pengontrolan
stok obat. Obat golongan narkotika dan psikotropika tetap dilakukan pencatatan
pada kartu stok, baik pada saat pengurangan jumlah obat maupun penambahan
jumlah obat walaupun juga dilakukan secara komputerisasi. Di dalam kartu stok
juga dicantumkan tanggal keluar masuk obat dan nama pasien yang menebus obat
narkotik dan psikotropik. Ketidaksesuaian antara kartu stok dan fisik obat dapat
menjadi penghambat dalam melakukan stok opname yang dilakukan setiap tiga
bulan. Stok opname berfungsi untuk mengecek barang secara fisik apakah sesuai
dengan jumlah yang ada di sistem komputer atau tidak. Untuk menghindari
ketidaksesuaian jumlah fisik obat dengan jumlah stok yang ada di komputer, perlu
adanya pemberian sanksi bagi petugas jika ada obat hilang misal dengan
pemotongan upah kerja sesuai dengan harga obat. Dengan ini, petugas akan
bekerja lebih cermat dan teliti dalam hal pencatatan jumlah obat.
dengan PRB BPJS (Pelayanan Rujuk Balik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
dan Penyakit Kronis (PPK-2 atau Rumah Sakit), PT. Inhealth, serta jejaring klinik
BPJS. Kesulitan yang ada di lapangan adalah adanya sistem baru BPJS, walaupun
BPJS merupakan pembaharuan dari PT Askes tetapi obat-obat yang di cover oleh
BPJS berbeda dengan PT Askes. Sehingga setiap melayani pasien BPJS petugas
harus melihat buku panduan obat Fornas (Formularium Nasional) PRB dan Faskes
(Fasilitas Kesehatan) tingkat 2. Ini dapat membuat pelayanan menjadi lebih lama.
Seharusnya Apotek telah membuat daftar obat yang di cover oleh BPJS maupun
PT.Inhealth yang disusun secara alfabetis sehingga mudah dalam pencarian. Ada
beberapa obat yang awalnya oleh PT Askes di cover, tetapi oleh BPJS tidak. Ini
membuat pasien menjadi kecewa sehingga harus membayar obat yang tidak di
cover tersebut. Disamping itu, ada beberapa pasien yang masih belum mengerti
mengenai alur penebusan obat peserta BPJS, sehingga banyak pasien yang tidak
bisa langsung mendapatkan obat karena kurangnya persyaratan. Seharusnya ada
pemberitahuan mengenai alur penebusan obat peserta BPJS oleh pihak BPJS.
5.3.4.2 Pelayanan Non Resep
Apoteker atau asisten Apoteker dapat melakukan pelayanan non resep
seperti OTC dan UPDS atau swamedikasi. Pemilihan obat yang tepat untuk pasien
merupakan prioritas utama. Informasi mengenai pasien harus dikumpulkan untuk
memilihkan obat yang tepat untuk pasien. Penggalian informasi mengenai pasien
meliputi untuk siapa obat ini akan diberikan, keluhan yang dirasakan, tempat
timbulnya gejala, kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya,
sudah berapa lama gejala dirasakan, dan ada tidaknya gejala penyerta, pengobatan
yang sebelumnya sudah dilakukan. Setelah informasi yang dikumpulkan dirasa
cukup, Apoteker atau Asisten Apoteker akan memilihkan obat yang tepat sesuai
dengan informasi yang diberikan pasien. Secara umum swamedikasi yang
diberikan oleh petugas sudah cukup baik. Obat yang diberikan untuk pelayanan
non resep yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan OWA. Setiap swamedikasi
pasien diinformasikan bahwa bila sakit berlanjut atau lebih dari 3 hari, pasien
segera menghubungi dokter.
Pelayanan UPDS yang dilakukan petugas juga didasarkan atas pemilihan
obat yang tepat dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas atau OWA
yaitu Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH). Fungsi keuangan dalam masing-
masing apotek diselenggarakan oleh kasir besar yang bertanggung jawab langsung
kepada Bisnis Manajer. Seorang asisten Apoteker akan menyetorkan uang ke
bank Mandiri terdekat untuk mentransfer uang ke kasir besar atas nama BM
Bogor dimana rekening tersebut bersifat pasif. Sebelum uang disetorkan, jumlah
fisik uang dengan jumlah penjualan yang ada di LIPH harus sama, jika terjadi
ketidakcocokan maka asisten Apoteker mencari penyebabnya apakah ada
transaksi yang belum dimasukkan atau ada penyebab lainnya. Secara umum
fungsi keuangan yang berjalan di Apotek sudah cukup baik dan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan.
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan perencanaan yang baik dari Apotek dan gudang BM harus
lebih teliti dalam pendistribusian sehingga jumlah dan jenis barangnya
sesuai dengan kebutuhan Apotek.
2. Obat yang memiliki dua atau lebih dosis disimpan pada kotak yang
berbeda untuk mengurangi kesalahan pengambilan dosis obat karena akan
memberikan kemungkinan salah pengambilan obat yang mengakibatkan
pemberian dosis tidak tepat sehingga dapat menyebabkan subterapi
ataupun toksisitas yang merupakan salah satu bentuk dari DRP (Drug
Related Problem)
3. Lemari narkotika dan psikotropik sebaiknya terpisah dan selalu dalam
keadaan terkunci dan kunci lemari dipegang oleh petugas apotek yang
diberi tanggung jawab tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab
4. Dalam penyimpanan obat sebaiknya lebih memperhatikan sistem FIFO
dan FEFO untuk menghindari kerugian Apotek akibat obat expired date
58
5. Perlu disediakan APD dan adanya kesadaran bagi petugas racik untuk
menggunakan APD setiap melakukan peracikan agar petugas terhindar
dari paparan obat dan produk obat tidak terkontaminasi lingkungan
6. Perlu adanya Apoteker pendamping yang berada di tempat sehingga pasien
dapat menerima KIE langsung dari Apoteker sehingga tujuan terapi
tercapai
60
LAMPIRAN
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutana)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
Lampiran 21 Copy Resep dan Bon Pengambilan Obat Apotek Kimia Farma
Lampiran 26 SIPNAP
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ii
Ayu Mayangsari
iii
Laporan ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
NPM : 1306434105
Tanda Tangan :
iv
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyusun laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia
Farma No. 202 yang dilaksanakan pada tanggal 2 Januari – 14 Februari 2014.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menambah pemahaman, pengetahuan dan
keterampilan apoteker dalam dunia kerjanya. Laporan ini disusun sebagai syarat
untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas
Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah
penulis terima, kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Gunawan Rachmat Buana, S.Si. Apt., selaku Apoteker Pengelola
Apotek Kimia Farma No. 202 sekaligus selaku pembimbing, yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis;
2. Ibu Dra. Juheini A, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis;
3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia;
4. Bapak Dr. Hayun, M.Si.,Apt selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia;
5. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan;
6. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma No. 202 atas segala
keramahan dan bantuan yang diberikan;
7. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat, dan doa;
8. Teman-teman apoteker angkatan 78 atas dukungan dan kerja samanya;
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama
penyusunan laporan ini.
vi
Penulis
2014
vii
Dibuat di : Depok
Pada tanggal 1 Juli 2014
Yang menyatakan
(Ayu Mayangsari)
viii
Kata Kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Kimia Farma, Resep,
Varises
Tugas Umum : xiii + 121 halaman, 6 gambar, 26 lampiran
Tugas Khusus : iii + 19 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 14 (1978-2009)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (2008-2014)
ix
LAMPIRAN ......................................................................................................... 62
xi
xii
xiii
Kesehatan merupakan satu diatara unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan
melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.
Agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, maka perlu dilakukan
suatu upaya kesehatan misalnya dengan cara peningkatan kualitas tenaga
kesehatan, adanya sistem pelayanan yang terorganisir dengan baik dan ditunjang oleh
sarana kesehatan yang memadai.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Satu diantara sarana kesehatan
untuk melaksanakan upaya kesehatan adalah apotek, yang merupakan tempat
dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian tersebut meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat,
dan obat tradisional.
Pelayanan farmasi saat ini telah bergeser orientasinya yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai
konsekuensi perubahan tersebut, perlu dilakukan penerapan asuhan kefarmasian
yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical Practice) di apotek yang telah diatur
dalam Permenkes 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Pasal 21 ayat 2 disebutkan, bahwa yang
boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep dokter adalah Apoteker. Dimana
1.2 Tujuan
5. Kelengkapan Pustaka
a. Buku standar wajib: Farmakope edisi IV 1995 dan kumpulan peraturan/
UU;
b. Buku lainnya: MIMS, ISO, Farmakologi dan terapi
d. Surat izin dari atasan langsung (untuk pegawai negeri dan ABRI);
e. Fotokopi ijazah apoteker yang telah dilegalisir;
f. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA.
Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
Surat izin bagi apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek,
puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) disebut SIPA (Surat Izin
Praktek Apoteker). Seorang apoteker yang telah memiliki SIPA dapat
melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau IFRS. Sedangkan
untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi disebut
Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA).
SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila
pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam surat izin. Untuk mendapatkan SIPA, Apoteker harus memiliki
(Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 55):
a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau
fasilitas kesehatan yang memiliki izin;
c. Rekomendasi dari organisasi profesi.
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih
memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 40):
a. Memiliki ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
2.10.5 Narkotika
Berdasarkan UU nomor 35 tahun 2009, narkotika merupakan zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Obat
narkotika ditandai dengan palang medali berwarna merah (Gambar 2.5)
2.10.6 Psikotropika
Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sebelum tahun 2009,
psikotropika terbagi menjadi empat golongan, yaitu:
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam
proses produksi. Contohnya psilosibin, dan lisergida.
2.11.4 Swamedikasi
Selain pelayanan resep, promosi & edukasi, pelayanan di apotek juga
meliputi swamedikasi atau pengobatan sendiri. Menurut International
Pharmaceutical Federation (FIP), swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan
obat oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala penyakit tanpa resep
3. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
nomor surat, alamat lengkap, dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk
satu jenis narkotika.
Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama
dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang-Undang Nomor
9 tahun 1976 Pasal 7). Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek
boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di
apotek yang menyimpan resep asli.
atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan yang dilakukan oleh apotek
dengan membuat berita acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada
pihak-pihak yang terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan
Undang-Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, berita acara
pemusnahan memuat:
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter
pemilik narkotika;
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan
atau badan tersebut.
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/ pemegang izin khusus, dokter
pemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut
dikirimkan kepada dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai
arsip di apotek.
5. Selama tiga bulan pertama masa transisi, peserta program JPK dan anggota
keluarga yang dialihkan ke BPJS masih dapat menggunakan kartu
pemeliharaan kesehatan dari PT Jamsostek sebagai identitas dan bukti
keikutsertaan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan BPJS dapat dikelompokkan menjadi
tiga tingkatan yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PKTP)
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (PKRTL)
3. Pelayanan Kesehatan Lain yang ditetapkan Menteri
Pelayanan Kesehatan di tingkat pertama mencakup :
a. Administrasi Pelayanan
b. Pelayanan Promotif dan Preventif
c. Pemeriksaan, Pengobatan dan Konsultasi Medis
d. Tindakan Medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan Obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan meliputi :
1. Rawat Jalan
a. Administrasi Pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis
c. Tindakan Medis spesialistik sesuai indikasi medis
d. Pelayanan Obat dan bahan medis habis pakai
e. Pelayanan alat kesehatan implan
f. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai indikasi medis
g. Rehabilitasi medis
h. Pelayanan darah
i. Pelayanan Kedokteran forensik
j. Pelayanan Jenazah di Fasilitas Kesehatan
2. Rawat Inap
a. Perawatan inap non intensif
b. Perawatan inap di ruang intensif
Dalam penyelenggaran SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), setiap
peeserta BPJS Kesehatan wajib membayar sejumlah uang secara teratur untuk
mendapatkan program Jaminan Kesehatan.
1. Iuran Jaminan Keshatan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayarkan oleh
Pemerintah.
2. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah dibayarkan oleh
Pemberi Kerja dan Pekerja.
3. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta bukan Penerima Upah dan Peserta bukan
Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
29
Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara
dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT. Kimia
Farma (Persero). Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan
Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT.
Kimia Farma diprivatisasi. Sejak tanggal 4 Juli 2000, PT. Kimia Farma resmi
terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik dengan nama PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan
berkembang dengan cepat, maka pada tanggal 4 januari 2002 Direksi PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk mendirikan 2 (dua) anak perusahaannya yaitu PT Kimia
Farma Apotek yang bergerak di bidang ritel farmasi dan PT Kimia Farma Trading
& Distribution.
PT. Kimia Farma Apotek sampai saat ini telah memiliki 36 bisnis manajer
dan 412 apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan PT. Kimia Farma
Trading & Distribution saat ini memiliki 3 wilayah pasar (Sumatra, DKI & Jawa
Tengah, dan Jawa Timur & Indonesia Wilayah Timur), dan 35 kantor cabang
Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini, unit Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan merupakan
garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani kebutuhan obat
kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang
berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani administrasi
permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada di bawahnya, administrasi
pembelian/pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang
dagang dan administrasi perpajakan. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah
pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek
yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui
penjualan setinggi-tingginya.
c. Komitmen
Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat secara
teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan
konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia
Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.
d. Sumber energi
Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru
memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat.
e. Semangat yang abadi
Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi
antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang
abadi.
3.2.1.2 Jenis Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek
Jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan
dengan nilai dan citra yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip
sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada.
3.2.1.3 Sifat Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek
Sifat huruf memiliki pengertian sebagai berikut:
a. Kokoh
Memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam bidang
farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan farmasi
pertama yang dimiliki Indonesia.
b. Dinamis
Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan optimism
c. Bersahabat
Dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan keramahan Kimia
Farma dalam melayani konsumennya dalam konsep apotek jaringan.
Konsep apotek jaringan sendiri telah dicanangkan pada tahun 1998 yang
artinya sudah kurang lebih 14 tahun kebijakan itu diberlakukan untuk
menjadikan beberapa apotek bergabung ke dalam grup yang pada akhirnya
diharapkan menjadi suatu jaringan apotek yang kuat.
37
g. Gudang
Ruang ini terdapat di lantai dua dan digunakan untuk menyimpan resep-
resep yang kurang dari 3 tahun.
BM setiap hari Senin dan Kamis. Pada hari Senin dan Kamis setiap minggunya,
BM akan mengirimkan TXT BPBA ke Apotek untuk dilakukan pengeditan sesuai
dengan kebutuhan apotek. TXT BPBA akan dikirimkan kembali ke BM pada hari
Selasa dan Jumat setiap minggunya.
Pada saat dropping barang dari BM, petugas penerima barang bertanggung
jawab dalam mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan BPBA, dan
bila telah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh petugas penerima barang.
Petugas penerima barang memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan
jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kedaluwarsa.
Barang yang telah diterima kemudian disimpan sesuai ketentuan penyimpanan
barang masing-masing.
2. Penyimpanan dan Penataan Obat
Obat disusun secara alfabetis dan dikelompokkan sesuai dengan efek
farmakologis (antibiotik, analgesik antiinflamasi, susunan saraf pusat, pencernaan,
antialergi, hormon, antidiabetes, jantung dan hipertensi, asam urat dan ginjal serta
suplemen) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid, dan cairan). Selain itu,
penyimpanan obat juga dibedakan atas obat generik, narkotika, psikotropika, dan
obat yang dijamin oleh PT. Askes yang kini menjadi BPJS. Obat generik disimpan
pada bagian kiri depan ruang peracikan. Obat golongan narkotika dan
psikotropika disimpan di lemari 2 pintu tertutup di bagian atas ruang peracikan.
Obat yang dijamin oleh PT. Askes yang kini menjadi BPJS dipisahkan dengan
obat lain agar memudahkan dalam mempersiapkan obat dan tidak tercampur
dengan obat lainnya. Selain itu, terdapat tempat khusus berupa lemari pendingin
untuk menyimpan obat yang harus disimpan pada suhu rendah, seperti supositoria,
injeksi dan obat lain yang membutuhkan penyimpanan suhu rendah.
Sediaan oral dalam bentuk larutan diletakkan pada rak tersendiri. Obat
tetes dan sediaan semisolid juga diletakkan di tempat yang terpisah. Produk-
produk, seperti alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas,
obat bebas terbatas, obat topikal, produk bayi, dan kosmetik disusun pada rak
swalayan secara alfabetis agar memudahkan pelanggan dalam memilih produk
dan tertata secara rapi agar tampak menarik oleh konsumen.
3. Penyimpanan Resep
Setiap harinya resep non narkotik dan non psikotropik dikumpulkan
menjadi satu untuk nantinya disatukan dengan resep lainnya selama 1 bulan
sedangkan resep narkotik dan psikotropik dikumpulkan per bulan yang terpisah
dengan resep non nanrkotik dan non psikotropik. Pada penyimpanannya, resep
disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep per bulan untuk mempermudah
penelusuran resep apabila diperlukan. Resep asuransi kesehatan dipisahkan dari
resep lainnya. Resep disimpan sebagai arsip apotek dalam jangka waktu tiga
tahun. Setiap tiga tahun resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat
berita acara pemusnahan resep.
4. Pengelolaan Narkotika
a. Pemesanan
APA membuat pemesanan melalui Surat Pesanan (SP) narkotika N9. SP
narkotika harus ditandatangani oleh APA. Satu rangkap SP narkotika hanya
berlaku untuk satu jenis obat narkotika. Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar
Farmasi (PBF) Kimia Farma selaku distributor tunggal. Berdasarkan surat
pesanan tersebut, PBF mengirimkan narkotika beserta faktur ke apotek. Surat
Pesanan (SP) yang asli dan dua lembar salinan SP diserahkan ke PBF yang
bersangkutan, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Badan POM sedangkan satu lembar
SP disimpan sebagai arsip apotek.
b. Penerimaan
Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib melakukan penerimaan
narkotika oleh dari PBF. Kemudian APA akan menandatangani faktur tersebut
setelah diperiksa kesesuaian dengan surat pesanan, yang meliputi jenis dan jumlah
narkotika yang dipesan.
c. Penyimpanan
Obat-obat di Apotek Kimia Farma No. 202 yang termasuk golongan
narkotika disimpan dalam lemari khusus dari bahan dasar kayu yang terkunci
dengan baik. Lemari khusus narkotika di KF 202 ditempatkan dalam lemari 2
pintu yang terbuat dari bahan kayu dan tidak terlihat dari luar. Setiap obat
narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakkan dalam masing-masing rak obat
dan dicantumkan tanggal kedaluwarsanya.
d. Pelayanan
Apotek hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep
yang dibuat oleh Apotek sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru
diambil sebagian. Resep narkotika yang iter dan pembelian obat narkotika tanpa
resep dokter tidak akan dilayani oleh apotek.
e. Pelaporan
Penggunaan narkotika yang dilaporkan telah dikembangkan dalam bentuk
perangkat lunak atau program sistem pelaporan narkotika dan psikotropika
(SIPNAP) sejak tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan RI. Sistem pelaporan
narkotika dan psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan
penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah
sakit, dan apotek) ke Kementerian Kesehatan melalui mekanisme pelaporan
online yang menggunakan fasilitas internet. Setiap unit pelayanan kesehatan
memiliki username dan password agar dapat melakukan import data ke sistem.
Pelaporan ini dilakukan setiap bulan. Pada form pelaporan, ada 39 item narkotika
yang harus dilaporkan. Pelaporan ini dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 10 di
setiap bulannya.
5. Pengelolaan Psikotropika
a. Pemesanan
Obat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan
(SP) Psikotropika yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Satu SP
dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat tiga
rangkap, 2 lembar diserahkan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Badan POM, serta
1 lembar SP disimpan sebagai arsip.
b. Penyimpanan
Seperti halnya narkotika, obat golongan psikotropika juga disimpan di
lemari khusus yang terpisah dari sediaan lain. Di Apotek Kimia Farma 202
penyimpanan psikotropika dan narkotika dilakukan pada satu lemari.
c. Pelaporan
Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan narkotika yaitu dengan
import data laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem
akan dibuatkan oleh asisten apoteker. Salinan resep dibuat bila resep tersebut
perlu diulang atau iter, baru ditebus sebagian, atau atas permintaan pasien sendiri.
Obat diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat.
b. Pelayanan Resep dengan Pembayaran Kredit
Pelayanan terhadap resep obat yang berasal dari suatu instansi atau
perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan apotek disebut Pelayanan resep
dengan Pembayaran Kredit. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok mengadakan
kerjasama dengan PRB BPJS (Pelayanan Rujuk Balik Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) dan Penyakit Kronis (PPK-2 atau Rumah Sakit), PT. Inhealth,
serta jejaring klinik BPJS. Untuk menebus obat, peserta jaminan kesehatan harus
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pedoman pemberian obat peserta
jaminan kesehatan disesuaikan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh
masing-masing perusahaan jaminan kesehatan. Peserta BPJS menggunakan
Fornas (Formularium Nasional) PRB dan Faskes tingkat 2, PT. Inhealth
menggunakan Daftar Obat Inhealth (DOI), dan ex peserta PT. Jamsostek
menggunakan formularium Jamsostek. Apabila salah satu obat tidak masuk ke
dalam pedoman yang telah ditetapkan, maka dilakukan konfirmasi terlebih dahulu
kepada pasien. Selanjutnya pasien memutuskan apakah bersedia membayar tunai
obat di luar tanggungan atau mengganti obat dengan kandungan yang sama.
Pada dasarnya, prosedur pelayanan resep dengan pembayaran kredit tidak berbeda
dengan pembayaran tunai, kecuali pada pemberian harga dan cara
pembayarannya. Pencatatan pelayanan resep kredit dilakukan secara harian. Pada
saat penyerahan obat, pasien diminta menandatangani dan menuliskan nomor
telepon pada lembar resep.
8. Penjualan Produk Over The Counter (OTC)
Alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas, obat
bebas terbatas, obat topikal, produk bayi, dan kosmetik merupakan produk OTC.
Asisten apoteker berperan dalam pemberian saran atas produk dan harga yang
tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen serta memberikan
informasi penting mengenai produk kepada konsumen.
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan satu diantara Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang memiliki 2 (dua) anak perusahaan yaitu PT Kimia
Farma Apotek yang bergerak di bidang ritel farmasi dan PT Kimia Farma Trading
& Distribution. PT. Kimia Farma Apotek memiliki 36 unit bisnis dan 412 apotek
di seluruh Indonesia, salah satunya adalah Apotek Kimia Farma No. 202.
Apotek Kimia Farma No. 202 merupakan apotek pelayanan yang berada di
bawah koordinasi Unit Bisnis Manager wilayah Bogor yang terletak di Jl.
Kejayaan Raya Blok XI No. 2 Depok II Timur
46
hingga Jumat pukul 10.00-13.00 WIB dan hari Sabtu pukul 16.00-20.00, dokter
penyakit dalam hari Senin hingga Jumat pukul 10.00-12.00 WIB sedangkan
dokter syaraf dan fisioterapi berpraktek di mana sebelumnya dilakukan janji
terlebih dahulu dengan dokter bila ada pasien yang akan datang. Praktek
fisioterapi di apotek ini melayani terapi uap dan terapi stroke. Dengan adanya
praktek dokter dan fisioterapis, jumlah resep yang diterima apotek akan
meningkat ditambah dengan banyaknya resep racikan untuk pasien anak dimana
banyaknya biaya embalase dapat meningkatkan pemasukan Apotek.
Desain eksterior dan interior apotek secara umum sudah cukup baik. Logo
Kimia Farma Apotek pada bangunan bagian depan apotek dan juga terdapat papan
nama bertuliskan praktek dokter membuat apotek mudah dikenali sehingga dapat
menarik pelanggan. Desain interior Apotek dapat terlihat dari luar karena
bangunan depan dibuat dengan kaca transparan yang besar sehingga menarik
perhatian konsumen. Pintu masuk Apotek terdapat 2 pintu sehingga dapat
memisahkan antara konsumen yang masuk dan keluar.
Penataan obat dan alat kesehatan yang ada di swalayan secara umum
sudah cukup baik. Penataan di swalayan dipisahkan berdasarkan obat , vitamin,
kosmetik, obat herbal , alat kesehatan, susu dan minuman. Penataan yang eye
catching dapat menarik konsumen contohnya di bagian depan terdapat produk
kosmetik “Venus” yang tertata rapi dengan bentuk yang menarik. Obat dan
vitamin dalam bentuk kemasan strip diletakkan pada kotak-kotak pada rak yang
telah tertulis nama obat dan disusun secara alfabetis sehingga memudahkan
konsumen untuk mencari obat yang dibutuhkan. Obat dan vitamin dalam kemasan
botol hanya diletakkan saja pada rak secara alfabetis.
Penataan ruangan secara umum sudah cukup baik. Hal ini dapat terlihat
dari adanya penataan ruang yang terpisah antara swalayan, ruang dokter, ruang
tunggu pasien, penerimaan resep dan penyerahan obat, ruang penyimpanan obat,
ruang peracikan yang dilengkapi dengan bak cuci. Apotek dilengkapi dengan
tempat duduk yang cukup banyak dan nyaman dengan adanya pendingin ruangan,
pencahayaan yang baik, pengharum ruangan matic dan televisi yang juga
disediakan koran terbitan terbaru untuk dibaca, sehingga menambah kenyamanan
bagi pasien yang menunggu obat disiapkan. Selain itu disediakan juga kamar
mandi/WC yang selalu bersih. Semua fasilitas yang disediakan ini dapat
memberikan kenyamanan bagi pasien dimana dengan pelayanan yang baik dan
fasilitas yang nyaman dapat membuat pasien untuk datang kembali membeli obat
atau periksa di dokter praktek Apotek apabila sakit. Pada bagian dalam apotek,
terdapat papan nama apotek yang memuat nama apotek, nama APA dan nomor
SIPA APA. Hal ini tentu saja penting untuk meningkatkan eksistensi dari seorang
Apoteker yang bertanggung jawab atas Apotek. Selain itu, diharapkan pengunjung
yang datang akan mencari Apoteker untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian.
Penyimpanan obat-obat racikan dan obat resep dilakukan berdasarkan
kelompok tertentu seperti obat-obat generik, obat yang dijamin oleh PT. Askes
yang kini menjadi BPJS, obat di ruang peracikan yang disusun berdasarkan
farmakologis dan alfabetis, obat golongan psikotropika dan narkotika, obat yang
disusun berdasarkan bentuk sediaan (obat suntik, sediaan cair, obat tetes oral,
mata, hidung, telinga, dan inhaler), serta obat-obat yang penyimpanannya harus
suhu rendah sehingga harus disimpan di dalam lemari pendingin (suppositoria,
ovula, insulin, dan sebagainya). Semua obat disusun berdasarkan kelompoknya
masing-masing secara alfabetis untuk mempermudah pencarian sehingga dapat
menyingkat waktu pelayanan dan pasien tidak menunggu terlalu lama.
5.2 Personalia
Apotek Kimia Farma No. 202 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) yang bertanggung jawab langsung kepada Bisnis Manager yang
terletak di Bogor. Sumber daya manusia di Apotek Kimia Farma No. 202
berjumlah 10 orang yang terdiri dari 1 orang APA, 8 orang asisten Apoteker yang
merangkap sebagai kasir dan administrasi, dan 1 orang juru racik. Dalam
melaksanakan pelayanan apotek, jam kerja apotek dibagi 3 shift, yaitu shift pagi
(pukul 07.00-14.00 WIB), shift siang (pukul 14.00-21.00 WIB), shift malam
(pukul 17.00-24.00 WIB). Shift tersebut berlaku pada hari Senin hingga Sabtu.
Sedangkan untuk hari Minggu dan hari libur nasional, hanya ada 2 shift, yaitu
shift pagi (pukul 07.00-15.00 WIB) dan shift malam (pukul 15.00-23.00 WIB).
Pergantian shift di Apotek sudah berjalan dengan baik dan terjadwal. Setiap
petugas sudah mematuhi jadwal sesuai dengan shift nya, sehingga tidak terjadi
bentrok atau kelebihan maupun kekurangan petugas yang bekerja dalam satu shift.
Selain petugas Apotek juga terdapat SPG (Sales Promotion Girl) yang
bertanggungjawab pada penjualan produk tertentu. SPG juga membantu petugas
Apotek dalam penataan obat dan melayani pasien. Seharusnya ini tidak dilakukan,
karena pengetahuan seorang SPG tidak sebanyak petugas Apotek mengenai obat.
Sebaiknya pasien langsung dilayani oleh petugas Apotek khususnya dalam hal
pemilihan obat yang tepat.
Petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan secara umum
telah melayani dengan ramah, selalu dimulai dengan sapaan “Selamat datang di
Apotek Kimia Farma” dan tawaran bantuan serta diakhiri dengan ucapan “Terima
kasih, semoga sehat selalu”. Petugas juga bersikap santun dan informatif dengan
selalu berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan kepada konsumen. Petugas
selalu tanggap dan cepat menangani keluhan serta membantu mengatasi kesulitan
konsumen. Misalnya, jika konsumen tidak mampu menebus obat maka dicarikan
obat dengan zat aktif atau khasiat sama dengan harga yang lebih terjangkau atau
ditebus sebagian dulu. Keadaan tersebut perlu terus dipertahankan dan sedapat
mungkin ditingkatkan karena keramahan petugas merupakan salah satu unsur
pendorong untuk meningkatkan minat pelanggan untuk melakukan pembelian.
yang diperoleh melalui konsep BM adalah koordinasi modal kerja menjadi lebih
mudah, apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu
pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan
penjualan, merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang
diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi, serta meningkatkan
penawaran dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang
lebih murah. Disamping itu terdapat kerugian dari sistem BM yaitu distribusi
lebih lambat, bila dibutuhkan stok obat yang banyak perlu waktu untuk
mendistribusikannya serta terkadang barang yang datang tidak sesuai dengan stok
yang dibutuhkan. Perlu dilakukan perencanaan yang baik dari Apotek dan gudang
BM harus lebih teliti dalam pendistribusian sehingga jumlah dan jenis barangnya
sesuai dengan kebutuhan Apotek.
Obat yang habis dan sifatnya CITO, dapat diusahakan dengan melakukan
dropping dengan Apotek Kimia Farma terdekat ataupun langsung memesan
kepada gudang BM Bogor sebagai pilihan terakhir melalui telepon. Jika
persediaan obat habis pasien ditawarkan untuk menunggu obat atau obat
diantarkan ke rumah pasien oleh petugas apotek tanpa harus menunggu. Jika
persediaan obat membutuhkan waktu lama atau harus menunggu hingga besok
maka pasien akan diberi Bon Pengambilan Obat dan mengambil obat sesuai
waktu yang dijanjikan. Pelayanan ini dapat memuaskan pasien, karena Apotek
telah berusaha untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan pasien.
Perencanaan yang baik sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya
out of stok atau over stok. Out of stok apabila ternyata barang yang direncanakan
tidak sesuai dengan kebutuhan. Ini dapat mengakibatkan Apotek kehilangan
pelanggan karena pelanggan akan berfikir bahwa Apotek tidak menjual obat yang
lengkap. Over stok dapat terjadi apabila ternyata barang yang direncanakan
berlebih dari yang dibutuhkan. Ini dapat mengakibatkan banyak obat yang
menumpuk bahkan sampai melewati expired date sehingga dapat merugikan
Apotek itu sendiri.Keberhasilan fungsi pengadaan suatu apotek akan menentukan
keberhasilan apotek secara keseluruhan karena fungsi pengadaan yang baik dapat
menjamin persediaan barang di apotek.
lebih dosis disimpan pada kotak yang berbeda. Penyimpanan obat golongan
narkotik dan psikotropik dilakukan pada 1 lemari, seharusnya dilakukan secara
terpisah. Letak lemari sudah sesuai karena terletak di dalam dan tidak terlihat dari
luar. Lemari tersebut tidak terkunci. Seharusnya keadaan lemari harus selalu
terkunci dan kunci dipegang oleh salah satu petugas apotek untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan
penyimpanan untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun
komputerisasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Prinsip FIFO dan FEFO masih
kurang mendapat perhatian dari petugas apotek sehingga masih ditemukan obat-
obat yang kadaluarsa. Hal ini akan merugikan Apotek itu sendiri. Seharusnya
setiap barang masuk diletakkan di belakang barang yang masih tersedia. Untuk
obat yang diletakkan pada kotak obat sebaiknya petugas lebih cermat dalam
pengambilan obat, expired date yang lebih dekat sebaiknya dikeluarkan terlebih
dahulu.
Pencatatan menggunakan kartu stok sudah tidak dilakukan lagi karena
menulis di kartu stok akan memakan waktu lama dalam pelayanan, selain itu
kemungkinan kartu stok hilang akan menyulitkan petugas dalam pengontrolan
stok obat. Obat golongan narkotika dan psikotropika tetap dilakukan pencatatan
pada kartu stok, baik pada saat pengurangan jumlah obat maupun penambahan
jumlah obat walaupun juga dilakukan secara komputerisasi. Di dalam kartu stok
juga dicantumkan tanggal keluar masuk obat dan nama pasien yang menebus obat
narkotik dan psikotropik. Ketidaksesuaian antara kartu stok dan fisik obat dapat
menjadi penghambat dalam melakukan stok opname yang dilakukan setiap tiga
bulan. Stok opname berfungsi untuk mengecek barang secara fisik apakah sesuai
dengan jumlah yang ada di sistem komputer atau tidak. Untuk menghindari
ketidaksesuaian jumlah fisik obat dengan jumlah stok yang ada di komputer, perlu
adanya pemberian sanksi bagi petugas jika ada obat hilang misal dengan
pemotongan upah kerja sesuai dengan harga obat. Dengan ini, petugas akan
bekerja lebih cermat dan teliti dalam hal pencatatan jumlah obat.
dengan PRB BPJS (Pelayanan Rujuk Balik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
dan Penyakit Kronis (PPK-2 atau Rumah Sakit), PT. Inhealth, serta jejaring klinik
BPJS. Kesulitan yang ada di lapangan adalah adanya sistem baru BPJS, walaupun
BPJS merupakan pembaharuan dari PT Askes tetapi obat-obat yang di cover oleh
BPJS berbeda dengan PT Askes. Sehingga setiap melayani pasien BPJS petugas
harus melihat buku panduan obat Fornas (Formularium Nasional) PRB dan Faskes
(Fasilitas Kesehatan) tingkat 2. Ini dapat membuat pelayanan menjadi lebih lama.
Seharusnya Apotek telah membuat daftar obat yang di cover oleh BPJS maupun
PT.Inhealth yang disusun secara alfabetis sehingga mudah dalam pencarian. Ada
beberapa obat yang awalnya oleh PT Askes di cover, tetapi oleh BPJS tidak. Ini
membuat pasien menjadi kecewa sehingga harus membayar obat yang tidak di
cover tersebut. Disamping itu, ada beberapa pasien yang masih belum mengerti
mengenai alur penebusan obat peserta BPJS, sehingga banyak pasien yang tidak
bisa langsung mendapatkan obat karena kurangnya persyaratan. Seharusnya ada
pemberitahuan mengenai alur penebusan obat peserta BPJS oleh pihak BPJS.
5.3.4.2 Pelayanan Non Resep
Apoteker atau asisten Apoteker dapat melakukan pelayanan non resep
seperti OTC dan UPDS atau swamedikasi. Pemilihan obat yang tepat untuk pasien
merupakan prioritas utama. Informasi mengenai pasien harus dikumpulkan untuk
memilihkan obat yang tepat untuk pasien. Penggalian informasi mengenai pasien
meliputi untuk siapa obat ini akan diberikan, keluhan yang dirasakan, tempat
timbulnya gejala, kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya,
sudah berapa lama gejala dirasakan, dan ada tidaknya gejala penyerta, pengobatan
yang sebelumnya sudah dilakukan. Setelah informasi yang dikumpulkan dirasa
cukup, Apoteker atau Asisten Apoteker akan memilihkan obat yang tepat sesuai
dengan informasi yang diberikan pasien. Secara umum swamedikasi yang
diberikan oleh petugas sudah cukup baik. Obat yang diberikan untuk pelayanan
non resep yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan OWA. Setiap swamedikasi
pasien diinformasikan bahwa bila sakit berlanjut atau lebih dari 3 hari, pasien
segera menghubungi dokter.
Pelayanan UPDS yang dilakukan petugas juga didasarkan atas pemilihan
obat yang tepat dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas atau OWA
yaitu Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH). Fungsi keuangan dalam masing-
masing apotek diselenggarakan oleh kasir besar yang bertanggung jawab langsung
kepada Bisnis Manajer. Seorang asisten Apoteker akan menyetorkan uang ke
bank Mandiri terdekat untuk mentransfer uang ke kasir besar atas nama BM
Bogor dimana rekening tersebut bersifat pasif. Sebelum uang disetorkan, jumlah
fisik uang dengan jumlah penjualan yang ada di LIPH harus sama, jika terjadi
ketidakcocokan maka asisten Apoteker mencari penyebabnya apakah ada
transaksi yang belum dimasukkan atau ada penyebab lainnya. Secara umum
fungsi keuangan yang berjalan di Apotek sudah cukup baik dan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan.
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan perencanaan yang baik dari Apotek dan gudang BM harus
lebih teliti dalam pendistribusian sehingga jumlah dan jenis barangnya
sesuai dengan kebutuhan Apotek.
2. Obat yang memiliki dua atau lebih dosis disimpan pada kotak yang
berbeda untuk mengurangi kesalahan pengambilan dosis obat karena akan
memberikan kemungkinan salah pengambilan obat yang mengakibatkan
pemberian dosis tidak tepat sehingga dapat menyebabkan subterapi
ataupun toksisitas yang merupakan salah satu bentuk dari DRP (Drug
Related Problem)
3. Lemari narkotika dan psikotropik sebaiknya terpisah dan selalu dalam
keadaan terkunci dan kunci lemari dipegang oleh petugas apotek yang
diberi tanggung jawab tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab
4. Dalam penyimpanan obat sebaiknya lebih memperhatikan sistem FIFO
dan FEFO untuk menghindari kerugian Apotek akibat obat expired date
58
5. Perlu disediakan APD dan adanya kesadaran bagi petugas racik untuk
menggunakan APD setiap melakukan peracikan agar petugas terhindar
dari paparan obat dan produk obat tidak terkontaminasi lingkungan
6. Perlu adanya Apoteker pendamping yang berada di tempat sehingga pasien
dapat menerima KIE langsung dari Apoteker sehingga tujuan terapi
tercapai
60
LAMPIRAN
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutana)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
(lanjutan)
Lampiran 21 Copy Resep dan Bon Pengambilan Obat Apotek Kimia Farma
Lampiran 26 SIPNAP
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ii
iii
1.2 Tujuan
Mengkaji kerasionalan resep obat varises di apotek Kimia Farma No. 202
dan 298.
1
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
3
2.2.2 Patofisiologi
Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis, vena
profunda, dan vena perforantes (penghubung). Katup vena merupakan struktur
penting dari sistem aliran vena, karena berfungsi mencegah refluks aliran darah
vena tungkai. Katup vena bersama dengan kontraksi otot betis akan mengalirkan
darah dari vena superfisialis ke profunda menuju jantung dengan melawan gaya
gravitasi. (Jong W. , 2005)
Vena perforantes (penghubung) adalah vena yang menghubungkan vena
superfisial ke vena profunda, yaitu dengan cara langsung menembus fasia (direct
communicating vein). Vena ini mempunyai katup yang mengarahkan aliran darah
dari vena superfisial ke vena profunda. Bila katup ini tidak berfungsi (mengalami
kegagalan) maka aliran darah akan terbalik sehingga tekanan vena superfisial
makin tinggi dan varises dengan mudah akan terbentuk (Faiz, 2004).
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan
darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam
kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar,
akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi
sentral menuju jantung dan paru. Vena superficial terletak suprafasial, sedangkan
vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena perforate mengijinkan
adanya aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik
keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan
suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena
profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi
pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia
yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superficial normalnya
sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan
menyebabkan distensi dan perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok.
Patofisiologi terjadi VVTB pada dasarnya dibagi menjadi 4 faktor yang
dapat saling tumpang tindih yaitu : (Jong W, 2005)
a. Peningkatan tekanan vena profunda
b. Inkompetensi katup primer
c. Inkompetensi katup sekunder
d. Kelemahan fasia
Kontraksi otot-otot betis bisa menyebabkan tekanan vena profunda
meningkat sampai 200 mm Hg atau lebih. Bila terjadi inkompetensi katup, maka
tekanan tersebut dapat menyebabkan aliran darah berbalik dari v profunda ke v
superfisial, sehingga setiap gerakan otot akan semakin menambah jumlah darah
kearah v. profunda dan v. superfisial, akibatnya terjadi peningkatan tekanan vena
dan gangguan mikrosirkulasi.
Hipertensi vena kronis pada tungkai menyebabkan aliran tidak beraturan
hingga terjadi dilatasi vena dan inkompetensi katup lebih lanjut. Katup yang
lemah atau tidak berfungsi dapat merupakan faktor pencetus yang mengubah
haemodinamik vena sehingga terjadi VVTB (Wolff K et al, 2008).
Inkompetensi katup primer dapat terjadi karena kerusakan katup yang
menetap, misal destruksi atau agenesis katup. Inkompetensi katup sekunder
merupakan penyebab tersering VVTB, katup tersebut dapat normal tetapi menjadi
inkompeten akibat pelebaran dinding vena atau karena destruksi paska trombosis
vena profunda. Vena safena magna dan cabang-cabangnya merupakan tempat
yang paling sering mengalami varises, sebab dinding vena superficial ini lemah.
Vena safena magna hanya mempunyai sedikit jaringan penyangga berupa jaringan
ikat, lemak subkutis, dan kulit sehingga tidak mampu menahan tekanan
hidrostatik yang tinggi akibat gaya gravitasi. (Lew WK,2010)
Gambar 2. 2 Perbandingan aliran vena pada kaki normal dan varises kaki
2. 2. 3 Diagnosis
Sebelum melakukan pemeriksaan khusus pada penderita VVTB,
pemeriksaan klinis tetap merupakan dasar penilaian medis. Evaluasi penderita
VVTB dimulai dengan riwayat penyakitnya, meskipun saat ini teknologi dalam
menentukan diagnosis kelainan vena sudah berkembang pesat.
1. Anamnesis
Menurut Wolff K et al, 2008 dan Lew WK, 2010, secara garis besar,
anamnesis yang penting ditanyakan pada pasien antara lain :
a. Keluhan penderita yang terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa
nyeri, rasa panas / sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis,
bengkak serta keluhan kosmetik.
b. Gejala dan perkembangan lesi adalah faktor penting yang perlu
dipertimbangkan untuk mengetahui keparahan penyakit dan perencanaan
pengelolaan
c. Faktor predisposisi
d. Riwayat penyakit sistemik, pengobatan, dan tindakan medis/pembedahan
sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena cukup sulit. Di sebagian besar wilayah
tubuh, sistem vena profunda tidak dapat dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi. Pemeriksaan sistem vena superfisial harus berfungsi sebagai panduan
langsung ke sistem vena profunda. (Weiss R, 2010)
a. Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan di bawah penyinaran yang cukup pada posisi
eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari arah belakang
akan membantu visualisasi VVTB. Perlu diperhatikan tanda kronisitas dan
kelainan kulit seperti talengiektasis, dermatitis statis, edem, perdarahan, ulkus.
b. Palpasi
Daerah vena yang berkelok diraba untuk menilai ketegangan VVTB dan
besarnya pelebaran vena.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan katup vena superfisial.
Caranya dengan mengetuk vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang
yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal.
d. Manuver Perthes
Tes ini digunakan untuk penentuan berfungsinya sistem vena profunda.
Penderita berdiri beberapa saat lalu dipasang ikatan elastis di bawah lutut untuk
membendung vena superfisial. Kemudian penderita melakukan gerakan
berjingkat beberapa kali agar otot-otot betis berkontraksi sehingga darah dipompa
dari sinusoid vena otot dan vena sekitarnya. Bila vena yang terletak di distal dari
ikatan kempis / kosong berarti katup-katup vena perforantes dan vena profunda
berfungsi baik dan tidak ada sumbatan. Sebaliknya bila vena superfisial
bertambah lebar berarti katup-katup tersebut mengalami kegagalan atau terdapat
sumbatan pada vena profunda.
e. Tes Trendelenburg
Tes ini digunakan untuk menentukan derajat insufisiensi katup pada vena
perforates. Mula-mula penderita berbaring dengan tungkai yang akan diperiksa
ditinggikan 30°-45° selama beberapa menit untuk mengosongkan vena. Setelah
itu dipasang ikatan yang terbuat dari bahan elastis di paha, tepat di bawah
percabangan safenofemoral untuk membendung vena superfisial setinggi
mungkin. Kemudian penderita berdiri dan pengisian vena diperhatikan. Bila vena
lambat sekali terisi ke proksimal, berarti katup komunikans baik. Vena terisi
darah dari peredaran darah kulit dan subkutis. Bila vena cepat terisi misalnya
dalam waktu 30 detik, berarti terdapat insufisiensi katup perforates.
10
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
BAB IV
KAJIAN RESEP DAN PEMBAHASAN
11
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
12
4.1.3 Pembahasan
Resep diatas merupakan campuran yang mengandung krim Madecassol,
Gentasolon dan serbuk asam salisilat. Satu diantara indikasi dari krim
Madecassol adalah varises tungkai. Beberapa zat berkhasiat dalam ekstrak
Centella asiatica yang terkandung dalam Madecassol krim, memiliki potensi
dalam mengembalikan kondisi insufisiensi vena, selain itu komponen ini dapat
memperbaiki sirkulasi pembuluh darah yang merupakan masalah utama dari kasus
varises (Gohil et al. , 2010). Aturan pakai krim Madecassol yang disarankan
adalah tiga kali dalam sehari, namun di resep hanya tertulis dua kali sehari.
Aturan pakai obat yang tidak tepat dapat menyebabkan kurang efektifnya
pengobatan, sehingga selain memperhatikan kandungan dalam obat, aturan pakai
obat tidak boleh diabaikan.
Krim Gentasolon merupakan obat topikal yang mengandung antibiotik.
Pemberian krim ini pada pasien dengan varises dimaksudkan untuk profilaksi
infeksi pada luka yang mungkin terjadi akibat varises. Selain mengandung
antibiotik, krim ini mengandung steroid yang berfungsi sebagai antiinflamasi yang
terjadi akibat infeksi.
4. 2. 2 Deskripsi Obat
Dosis
Nama Obat Komposisi Indikasi Dosis Resep
4.2.3. Pembahasan
Rhodium mengandung kombinasi hisperidin dan diosmin yang
berdasarkan penelitian Patrushev et al. tahun 2010, turunan flavonoid ini mampu
mengatasi varises pada pasien dengan komplikasi hipertensi portal dengan sirosis
alkoholik. Berdasarkan pustaka, dosis yang dianjurkan untuk pemakaian
Rhodium adalah tiga kali sehari satu tablet, namun yang tercantum di resep adalah
dua kali sehari satu tablet. Hal ini perlu mendapat perhatian karena efektifitas
pengobatan salah satunya dipengaruhi oleh ketepatan dosis dan aturan pakai.
Selain mendapatkan Rhodium, pasien juga mendapatkan terapi Oste yang
mengandung zat-zat yang penting untuk sistem pertulangan. Selain menderita
varises, pasien diperkirakan juga menderita penyakit osteartritis.
Kedua obat tersebut memiliki rute dan aturan pakai yang sama, yaitu per
oral dua kali sehari. Pemakain kedua obat tersebut sebaiknya diberi selang waktu
untuk menghindari terjadinya interaksi antara senyawa logam pada Oste dengan
Diosmin dan Hesperidin yang merupakan senyawa turunan flavonoid sehingga
tidak terbentuk kelat yang kemungkinan dapat mengganggu efektifitas terapi.
4.3.3 Pembahasan
Diosmin yang terkandung dalam Ciflon merupakan zat berkhasiat yang
dilaporkan dapat mengatasi kasus insufisiensi vena. Penelitian yang dilakukan
oleh Batchvarov et al (2010) menyatakan bahwa Diosmin memilik sifat
vasoprotektif sehingga mampu memperkecil pembuluh vena yang melebar karena
kondisi insufisiensi vena. Selain itu, hisperidin yang merupakan salah satu
turunan flavonoid dapat menyembuhkan varises kaki (Granados, 2003).
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan resep di atas :
1. Resep 1 : kurang rasional, karena aturan pakai krim Madecassol yang
disarankan adalah tiga kali dalam sehari, namun di resep hanya tertulis dua
kali sehari.
2. Resep 2 : kurang rasional apabila digunakan secara bersamaan, karena
Oste dengan Diosmin dan Hesperidin yang merupakan senyawa turunan
flavonoid jika digunakan secara bersamaan akan terbentuk kelat yang
kemungkinan dapat mengganggu efektifitas terapi.
3. Resep 3 : Rasional
5. 2 Saran
Perlu adanya peran Apoteker dalam pemberian informasi obat, misal pada
resep obat varisesa dua, pasien harus diinformasikan bahwa penggunaan Oste
dengan Diosmin dan Hesperidin yang merupakan senyawa turunan flavonoid
harus digunakan dengan selang waktu karena kombinasi kedua obat dapat
membentuk kelat yang kemungkinan dapat mengganggu efektifitas terapi
18
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Weiss R, 2010, Varicose veins and spider veins, www. emedicine. medscape.
com/article, diakses pada 12 Januari 2014.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, 2008,
Cutaneous changes in venous and lymphatic insufficiency, Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Vol 1. 7thed. New York: Mc Graw-
Hill, hal. 1679-1686.
19
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014
3
Laporan praktek…, Ayu Mayangsari, FFar UI, 2014