Anda di halaman 1dari 12

Kromatografi Cair-Vakum

BAB I
PENDAHULUAN

I. PENGERTIAN
Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang dikemas kering
biasanya dengan penyerap mutu kromatografi lapis tipis 10-4 g pada kondisi vakum, fase
gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom
kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum.
Setelah diperoleh kemasan yang maksimum, kemudian vakum dihentikan dan pelarut yang
kepolarannya rendah dituangkan ke dalam permukaan penjerap lalu divakum lagi, kolom
dihisap sampai kering dan kolom sekarang siap dipakai. Alat yang digunakan terdiri dari
corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah
penampung fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari pada
kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya.
Pada umumnya digunakan untuk pemisahan pendahuluan. Diperoleh fraksi-
fraksi yang masih mengandung beberapa komponen, tapi sebagian pengotoran telah
dihilangkan. Lanjutkan pemisahan dengan HPCL.
Eluen dari non-polar ke polar (gradien):
Misalnya : Emb Eter MeOH
Emb CHCl3 EtOAc
Emb CH2Cl2 EtOAC, dll
n-Heksana EtoAc MeoH
Cuplikan : dicampurkan dengan adsorben jumlah sama dengan pertolongan pelarut sesuai.

II. KEUNTUNGAN
Kromatografi Cair Vakum mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan
dengan kolom konvensional/ klasik yaitu :
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom
konvensional/ klasik.
2. Adanya aliran fase gerak lebih cepat membuat kolom lebih ideal
3. Cepat, murah, pengerjaan sederhana
4. Cuplikan yang dipisahkan dapat lebih banyak.

III. CARA KERJA


1. Memasukkan adsorben : ketuk2, sedot dst, sampai rata, bagian atas + pasir netral (tanah
diatomae, dll) 5-7 mm atau kertas saring dgn pemberat (kelereng2 kecil) supaya permukaan
kertas tetap rata.
2. Volume eluen untuk setiap fraksi tergantung cuplikan yg digunakan untuk cuplikan/ekstrak
sampai 5 g : 25 ml eluen, dan 10-30 g : 50 ml eluen.
3. Siapkan dulu penampung (tabung)dan campur- an pelarut (bisa dibuat dlm botol2 yg
digunakan untuk penampung). Setiap fraksi di KLT fraksi yg sama dikumpulkan.
4. Fraksi2 yg masih mengandung >1 komponen dapat dikromatografi cair vakum lagi. Untuk
jarak2 dari % tergantung pd kepolaran ekstrak yg diperiksa, misal untuk ekstrak n-heksana :
yg dikerapkan adalah antara Emb dan eter, antara eter dan metanol bisa langsung 80:20,
60:40, dst.
5. Untuk ekstrak dengan pelarut polar, % dikerapkan pada gradien yang lebih polar.
Contohnya:
Fraksi 1 2 3 4
Emb: 100% 90 80 70 0
Eter : - 10 20 30100 90.. dst
Metanol: - - - - 0 10... dst

BAB II
PERCOBAAN MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI CAIR VAKUM

Metodologi

Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang
dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Kolom G-3 diisi
adsorben sampai setinggi 5 cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut
dilarutkan dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak tersebut
ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot ekstrak. Campuran ini digerus
sampai homogen, dikeringkan dan dimasukkan ke dalam kolom G-3 kemudian diratakan.
Permukaan lapisan adsorben ditutup dengan kapas. Elusi diawali dengan pelarut non polar
dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat.

Sebanyak 50 gram sampel Andrographis paniculata Nees yang telah berupa serbuk
diekstraksi secara maserasi menggunakan 200 ml metanol di dalam labu Erlenmeyer 250 ml.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi karena ditinjau dari segi teksturnya
yang lunak, selain itu juga untuk mencegah terjadinya kerusakan komponen kimia yang tidak
tahan terhadap pemanasan. Penyari yang digunakan untuk mengekstraksi adalah metanol,
karena metanol merupakan pelarut yang bersifat semi polar, dengan demikian methanol dapat
menyari komponen-komponen kimia yang sifatnya polar maupun yang sifatnya non polar.
Campuran tersebut lalu digojog kuat setiap 10 menit selama 1 jam setelah itu disaring
menggunakan kertas saring. Filtrat yang didapatkan ditampung, dan ditambah 150 ml
metanol kembali. Replikasi ini dilakukan sebanyak 2 kali.

Filtrat yang diperoleh diuapkan diatas cawan porselen di atas penangas air, hingga
didapatkan volume filtrat 10 ml. Kemudian ambil sedikit cuplikan untuk dilakukan uji
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan disimpan. Sisa dari cuplikan tersebut lalu ditambahkan
2 gram serbuk silika gel (adsorben) lalu diuapkan hingga kering. Dalam hal ini, bobot silika
gel yang digunakan harus mempunyai bobot yang sama dengan ekstrak. Dengan demikian,
silika gel tersebut akan tersalut ekstrak. Silica gel yang telah tersalut ekstrak harus diuapkan
hingga benar-benar kering, karena jika tidak kering maka akan merusak proses
pemisahannya. Silika gel yang telah tersalut ekstrak tersebut digerus sampai homogen,
dikeringkan dan dimasukkan ke dalam kolom G-3 sampai setinggi 5 cm kemudian diratakan
dan dipadatkan dengan bantuan vakum. Kemudian di lapisan paling atas ditutup dengan
kapas.

Sebelum vakum dijalankan, pelarut yang kepolarannya paling rendah dituangkan ke


permukaan adsorben kemudian vakum dijalankan. Elusi diawali dengan pelarut yang
kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan (polaritas meningkat)
dengan harapan bahwa komponen kimianya terelusi secara berurutan berdasarkan tingkat
kepolarannya.. Oleh karena itu, Kromatografi Cair Vakum menggunakan tekanan yang
rendah untuk meningkatkan lajua aliran fase gerak. Kolom dihisap perlahan-lahan ke dalam
wadah penampung fraksi sampai kering dengan cara memvakumkannya.

Urutan pelarut yang digunakan adalah sebagai berikut:

Fraksi Pelarut Komposisi Volume (ml)


1 Heksana 100 100
2 Heksana-etil asetat 50:50 100
3 Etil asetat 100 100
4 Etil asetat-metanol 75:25 100
5 Etil asetat-metanol 50:50 100
6 Etil asetat-metanol 25:75 100
7 Metanol 100 100
Variasi fase gerak ini digunakan untuk mendeteksi polaritas sampel. Karena dengan
adanya variasi fase gerak maka akan menyebabkan perbedaan interaksi sampel yang terjerap
dan hal ini akan menyebabkan perbedaan hasil dalam uji kualitatif dengan KLT nanti.
Apabila senyawa sampel tersebut memilliki polaritas yang mendekati bahkan mirip dengan
polaritas fase gerak, maka hal ini akan menyebabkan senyawa sampel banyak yang akan ikut
teradsorpsi oleh fase gerak dan fase gerak yang ditampung tersebut akan banyak mengandung
kandungan aktif sampel dan fase gerak tersebut cocok untuk melarutkan senyawa sampel
tersebut ( hal inilah yang menyebabkan perbedaan variasi sampel saat dilakukan KLT ).
Pelarut yang digunakan oleh kelompok kami adalah no.5 yaitu etil asetat-metanol (50:50).

Setiap fraksi hasil KCV ditampung kemudian dipekatkan untuk selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan KLT. Analisis KLT dilakukan dengan menggunakan fase diam
lempeng silica gel GF254 berukuran 710 cm untuk setiap fraksi dan fase gerak. Pada analisis
KLT ini untuk setiap fraksi dibuat 6 spot yang akan dideteksi dengan menggunakan 6 macam
pereaksi semprot. Deteksi hasil bercak hasil elusi dilakukan dengan dilihat dibawah sinar UV
254 nm, UV 366 nm, dan dengan 6 macam pereaksi semprot yaitu reagen FeCl3; 2,4-DNPH,
Dragendorf, vanillin-asam sulfat, antimony (III) klorida, dan sitroborat.

Fase gerak yang digunakan pada sistem KLT adalah sebagai berikut:

Fraksi Fase gerak Komposisi


1-4 Heksana-Etil asetat 3:2
5-8 Kloroform-Metanol 7:3
9-10 BAW 3:1:1
Elusi dilakukan dengan fase gerak yang berbeda tiap fraksinya sampai mencapai batas
akhir. Deteksi pertama adalah dengan sinar UV 366 nm dan 254 nm. Kemudian lempeng
dibagi menjadi 6 bagian, dan tiap bagian disemprot dengan reagen : FeCl3, 2,4-DNPH,
dragendorf, vanilin-asam sulfat dengan pemanasan 105C selama 5 menit, antimon (III)
klorida ( sebelum dan sesudah pemanasan 105C selama 5 menit), dan sitroborat ( dideteksi
pada sinar tampak dan sinar UV 366 nm.

Fungsi dari digunakannya pereaksi semprot ini adalah untuk uji kualitatif senyawa
aktif sambiloto. Fungsi dari pereaksi semprot FeCl3 adalah untuk mendeteksi adanya gugus
fenol pada tanin atau polifenolat, reaksi positif adanya senyawa ini adalah dengan
terbentuknya kompleks berwarna biru, merah ungu, hijau, atau hitam kuat; pereaksi semprot
dragendorf digunakan untuk mendeteksi komponen alkaloid, reaksi positif dari uji ini adalah
dengan ditunjukkan warna coklat atau jingga-coklat dan merah-jingga dengan latar belakang
kuning sampai kelabu; pereaksi semprot sitroborat digunakan untuk mendeteksi keberadaan
senyawa golongan flavonoid dari glikosida saponin reaksi positif ditunjukkan dengan
berpendar di bawah sinar UV 366nm.

Pereaksi semprot Antimon (III) klorida digunakan untuk mendeteksi turunan terpen
dari mono terpen sampai politerpen dan steroid, selain itu dapat juga digunakan untuk
mendeteksi glikosida jantung, saponin, lisnogin. Reaksi positif dari uji ini ditunjukkan
dengan bercak berwarna ungu atau coklat pada sinar tampak, apabila dibawah sinar UV 366
nm umumnya bercak berpendar ungu merah, biru, dan hijau.

Vanilin-asam sulfat dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa atsiri (terpenoid,


fenol dan turunannya serta fenilpropan) dengan mekanisme abstraksi H+ sehingga terbentuk
senyawa ikatan rangkap terkonjugasi, peristiwa ini tidak terjadi sekaligus tetapi satu persatu
secara berurutan yang menyebabkan warnanya semakin lama semakin tidak stabil, dapat juga
untuk mendeteksi senyawa saponin yang ditunjukkan dengan adanya bercak berwarna biru,
violet biru atau terkadang berwarna kekuningn bila diamati pada sinar biasa.

Pereaksi semprot 2,4-DNPH dapat digunakan untuk mendeteksi secara kualitatif


gugus karbonil dari keton atau aldehid, hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna
kuning. 2,4-NDPH tidak bereaksi dengan gugus karbonil pada asam karboksilat, amida, dan
ester.

Hasil

Hasil analisis dengan KLT fraksi dari KCV untuk masing-masing fraksi adalah
sebagai berikut.

1. Fraksi 1
Pada praktikum ini, kelompok kami mendapatkan bagian fraksi pertama yaitu fraksi
heksana:etil asetat (60:40). Fraksi ini bersifat nonpolar sehingga senyawa-senyawa yang akan
terlarut di dalamnya juga yang bersifat nonpolar. Serbuk yang di KCV berwarna hijau
sehingga cairan atau fraksi yang didapatkan juga berwarna hijau tua.

Sitroborat adalah pereaksi untuk mengidentifikasi secara kualitatif adanya flavonoid.


Jika positif maka akan berwarna kuning di sinar tampak dan berpendar di UV 366. Pada plat,
tidak ada bercak yang berwarna kuning, tetapi terdapat bercak yang berpendar di UV 366
setelah di semprot sitroborat. Hal ini menunjukkan bahwa dimungkinkan adanya kandungan
flavonoid pada fraksi ini. Fraksi yang terdapat pada fraksi ini diduga merupakan flavonoid
dalam bentuk bebas dan bukan dalam bentuk glikosidanya karena tersari oleh fase gerak dari
KCV yang relatif nonpolar yaitu heksana-etil asetat (60:40). Jika dalam bentuk glikosida
akan bersifat polar dan akan tersari dengan pelarut polar (like dissolve like). Sedangkan pada
sinar tampak, tidak terlihat warna kuning karena mungkin konsentrasi flavonoidnya sedikit
sehingga bercaknya sangat tipis.

2. Fraksi 2

Dengan hasil ini diketahui bahwa ada satu bercak dimungkinkan mengandung tannin
atau senyawa fenolik lainnya karena berwarna orange dibawah UV 366. Selain itu juga
positif terhadap pereaksi semprot dragendroff, 2,4-DNPH, SbCl3, Vanilin H2SO4, dan
sitroborat. Dengan demikian fraksi kedua mengandung alkaloid, senyawa nitrogen
heterosiklik, atau amina kuartener, gugus keto atau aldehid, turunan terpena (monoterpen
hingga politerpen, steroid), senyawa minyak atsiri (terpenoid, turunan fenilpropana, dan
fenol), senyawa 3,4-dihidroksi flavon dan 3,4-dihidroksi flavonol.

3. Fraksi 3

Hasil KLT:

Warna Bercak
Pereaksi Rf Hasil
Tampak 254 366
0.13 - - Biru -
FeCl3
0.5 - - Biru -
Dragendorf 0.13 - Pemadaman Biru -
0.23 - - Orange -
0.5 - Pemadaman Biru -
0.96 - - Orange -
0.13 - Pemadaman Biru -
0.23 - - Orange -
2,4-DNPH
0.5 - Pemadaman Biru -
0.96 - - Orange -
0.13 - Pemadaman Biru +
0.23 - - Orange -
SbCl3
0.5 - Pemadaman Biru +
0.96 - - Orange -
0.13 - Pemadaman Biru -
Vanilin- 0.23 - - Orange -
H2SO4 0.5 - Pemadaman Biru -
0.96 - - Orange -
0.13 - Pemadaman Biru +
0.23 - Hitam Orange +
Sitroborat
0.5 - Pemadaman Biru +
0.96 - - Orange +
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada fraksi dua memberikan reaksi positif
pada senyawa flavonoid dan glikosida saponin serta turunan terpen dari monoterpen sampai
politerpen dan steroid.

4. Fraksi 4

Fraksi 4 dielusi dengan fase gerak kloroform-metanol (7:3) dan pelarut etil asetat-
metanol (75:25). Setelah elusi, terlihat spot berwarna hijau tua dengan Rf 0.9615. Spot ini
menyebabkan peredaman berwarna hijau di bawah UV 254 dan berflouresensi ungu di bawah
UV 366 dengan Rf yang sama.

Fraksi 4 bereaksi positif dengan pereaksi FeCl3 karena munculnya bercak hijau.
Artinya fraksi 4 mengandung gugus fenol dari tanin atau polifenat. Namun fraksi 4 ini
bereaksi negatif dengan pereaksi lain. Sebenarnya fraksi 4 berfluoresensi merah di bawah UV
366 dengan pereaksi SbCl3 (reaksi positif) tetapi tidak berwarna coklat atau ungu pada sinar
tampak seperti yang seharusnya terjadi jika reaksi SbCl3 positif. Jadi kemungkinan fraksi 4
mengandung terpen dan turunannya (monoterpen hingga politerpen dan streroid) tapi hal ini
tidak dapat dipastikan karena seharusnya muncul warna ungu atau coklat pada sinar tampak.
Kemungkinan memang ada kandungan terpen atau turunannya dalam fraksi 4 tetapi
jumlahnya sangat kecil sehingga tidak ada warna ungu atau hijau pada sinar tampak, atau
pada fraksi 4 terdapat senyawa yang berfluoresensi merah seperti terpen dan turunannya
tetapi sebenarnya senyawa tersebut bukan terpen, hanya saja sama-sama berfluoresensi merah
setelah disemprot dengan SbCl3 seperti terpen. Karena pelarut yang digunakan tidak terlalu
polar, maka senyawa nonpolar masih bisa ditemukan dalam fraksi 4 tetapi jumlahnya tidak
banyak karena sudah terlarut dalam fraksi-fraksi sebelumnya yang lebih nonpolar.

5. Fraksi 5

Pada percobaan ini, kelompok kami mendapat fraksi kelima yang menggunakan
pelarut pada KCV etil asetat-metanol (25:75). Pelarut tersebut relatif bersifat polar
dibandingkan pelarut-pelarut sebelumnya, sehingga senyawa yang tersari dari sampel
sambiloto adalah senyawa-senyawa yang bersifat polar. Fraksi yang diperoleh kemudian
dipekatkan dan dilakukan KLT dengan fase gerak Kloroform-Metanol (7:3). Fase gerak ini
bersifat nonpolar, sehingga senyawa yang bersifat polar akan tertahan dalam fase gerak silika
gel yang bersifat polar, sedangkan senyawa nonpolar akan terelusi bersama fase gerak. Dari
hasil KLT hanya diperoleh satu bercak saja dengan nilai Rf 1. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa yang terkandung dalam fraksi kelima ini kemungkinan adalah senyawa yang
nonpolar. Akan tetapi bercak yang dihasilkan hanya satu, jadi kemungkinan senyawa yang
terkandung dalam sambiloto telah tersari pada fraksi-fraksi sebelumnya yang menggunakan
pelarut yang lebih nonpolar.

Bercak tersebut terlihat berfluorosensi hijau dibawah UV 366 dan mengalami


peredaman fluorosensi di bawah UV 254. Setelah disemprot dengan pereaksi semprot FeCl3,
2,4-DNPH, dragendorf, vanilin-asam sulfat dengan pemanasan 105C selama 5 menit, SbCl3,
dan sitroborat sama sekali tidak menunjukkan perubahan. Dalam hal ini bercak mengalami
pemadaman pada UV 254 dan berfluorosensi hijau pada UV 366.

Reaksi dengan pereaksi semprot FeCl3 adalah positif, terbukti dengan terbentuknya
kompleks berwarna hijau ketika dilihat dibawah UV 366. Hal ini menunjukkan adanya gugus
fenol pada tanin atau polifenolat. Reaksi dengan pereaksi semprot dragendorf menunjukkan
hasil negatif dengan tidak terbentuknya warna coklat atau jingga-coklat. Hal ini menunjukkan
tidak adanya senyawa alkaloid dalam fraksi kelima ini. Reaksi dengan pereaksi semprot
sitroborat positif ditunjukkan dengan berpendar hijau di bawah sinar UV 366 yang
menunjukkan keberadaan senyawa golongan flavonoid. Dengan pereaksi semprot SbCl3
reaksi positif dibawah sinar UV 366, bercak berpendar hijau yang menunjukkan adanya
senyawa terpen dan turunannya. Sedangkan dengan pereaski semprot Vanilin
H2SO4 bereaksi negatif yang menunjukkan tidak adanya senyawa minyak atsiri (terpenoid,
turunan fenilpropana, dan fenol). Sedangkan dengan pereaksi semprot 2,4-DNPH bereaksi
negatif, yang menunjukkan tidak adanya gugus karbonil dari keton atau aldehid. Dari hasil
KLT tersebut dapat disimpulkan bahwa kemungkinan dalam fraksi kelima dari ekstrak
sambiloto ini mengandung senyawa fenolat atau polifenol, flavonoid, turunan terpen, akan
tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid, senyawa atsiri (terpenoid, turunan fenilpropana,
dan fenol), dan gugus karbonil dari keton atau aldehid.

6. Fraksi 6

Pada filtrat fraksi 6 yang didapatkan, kemungkinan tinggal sedikit senyawa fenolik
yang ada. Jika terdapat senyawa fenolik, maka akan terjadi tailing saat dielusi dan dapat
dilihat di bawah sinar UV. Apalagi, pada percobaan, penguapan dilakukan dengan panas
dengan dialiri udara dengan kipas angin. Maka, fenolik akan teroksidasi dan membentuk
mulai dari difenol samapi polifenol dan menyebabkan tailing. Dari semua pereaksi semprot
yang digunakan, hanya didapati bercak pada penyemprotan dengan reagen sitroborat, yaitu
bercak fluoresensi ungu muda, baik pada UV 254 nm maupun 366 nm dengan Rf 0.0641.
Warna ini tidak menunjukkan hasil positif untuk reagen sitroborat, maka tidak terdapat
senyawa metabolit yang dapat terdeteksi oleh sistem yang digunakan pada fraksi 6. Tidak
didapatkannya bercak yang pasti nyata mungkin terjadi karena senyawa metabolit telah
banyak larut di fase nonpolar. Sedangkan untuk metabolit polar, fase gerak yang digunakan
masih kurang polar (kuat) untuk mengelusi. Dimungkinkan, metabolit polar akan larut di
metanol murni pada fraksinasi kelompok terakhir (fraksi 7). Kemungkinan lain adalah
didapatkannya hasil negatif palsu akibat kurang pekatnya fraksi yang dielusi pada KLT,
sehingga keberadaan senyawa tersebut secara kualitatif tidak terdeteksi.
7. Fraksi 7

Dari percobaan, didapat data sebelum disemprot pada pengamatan dengan sinar
tampak, hasil elusi menghasilkan warna hijau kecoklatan. Pada pengamatan pada UV 254 nm
pun tidak tampak adanya bercak di ke enam totolan pada plat KLT. Sedangkan pada
pengamatan di bawah sinar UV 366 nm, tampak adanya peredaman bercak yang berjarak 2
cm dari totolan awal. Semua totolan (6 totolan) memiliki bercak dengan Rf yang sama yaitu
0,25.

Setelah disemprot, pada sinar tampak tidak tampak bercak di sepanjang plat KLT.
Dari ke enam totolan tidak ada bercak yang dihasilkan. Pada pengamatan pada UV 254 nm
pun tidak tampak adanya bercak di ke enam totolan pada plat KLT baik sebelum atau sesudah
dilakukan pemanasan pada pereaksi semprot yang membutuhkan pemanasan. Sedangkan
pada pengamatan di bawah sinar UV 366 nm, tampak adanya peredaman bercak yang
berjarak 2 cm dari totolan awal pada bagian yang disemprot dengan pereaksi semprot
sitroborat. Rf dari bercak tersebut adalah 0,25. Adanya peredaman ini, menunjukkan tidak
adanya kandungan flavonoid dalam sampel uji (ekstrak daun sambiloto).

Pada proses fraksinasi, pelarut yang digunakan adalah metanol dengan komposisi
100%. Dari semua komposisi pelarut yang digunakan, komposisi metanol 100% merupakan
pelarut yang paling polar. Fraksi yang didapat merupakan hasil fraksinasi yang paling akhir.
Karena pelarut yang digunakan merupakan pelarut yang paling polar, maka senyawa-
senyawa yang polar yang akan terfraksinasi. Namun, hasil percobaan yang kurang
memuaskan yaitu hanya keberadaan flavonid saja yang teridentifikasi mungkin disebabkan
karena fraksi metanol yang di dapat merupakan fraksi terakhir sehingga, senyawa-senyawa
polar yang terkandung banyak yang telah terfraksinasi pada pelarut-pelarut sebelumnya.
Selain itu, senyawa-senyawa nonpolar juga tidak atau sedikit sekali yang terfraksinasi karena
pelarut yang digunakan bersifat polar.

Dari hasil diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

FRAKSI FeCl3 Dragendorf 2,4-DNPH SbCl3 Vanilin- Sitroborat


H2SO4
1 - + - + - +
2 + + + + + +
3 - - - + - +
4 + - - - - -
5 + - - + - +
6 - - - - - -
7 - - - - - -
Dengan demikian berdasarkan skrinning fitokimia yang telah dilakukan dapat
dikatakan bahwa secara umum tanaman sambiloto mengandung tanin atau senyawa
polifenolat yang mengandung gugus fenol. Sambiloto juga mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, serta senyawa terpenoid dan turunannya yang bersifat nonpolar karena hanya
terlarut pada fraksi awal hasil KCV dimana pelarut-pelarut yang digunakan relatif bersifat
nonpolar.

Kesimpulan :

1. Pelarut yang digunakan pada KCV untukm fraksinasi dari fraksi kelima adalah etil
asetat-metanol (25:75) yang relatif bersifat polar.
2. Fraksi kelima bereaksi positif terhadap pereaksi semprot FeCl3, SbCl3, dan sitroborat.
Akan tetapi bereaksi negatif terhadap pereaksi semprot Dragendorff, 2,4-DNPH, dan
Vanilin-H2SO4
3. Berdasar hasil KLT pada fraksi kelima terkandung senyawa fenolat atau polifenol,
flavonoid, turunan terpen, akan tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid, senyawa
atsiri (terpenoid, turunan fenilpropana, dan fenol), dan gugus karbonil dari keton atau
aldehid.
4. Secara umum hasil KCV daun sambiloto menunjukkan bahwa daun sambiloto
mengandung senyawa-senyawa yang sifatnya relatif nonpolar karena senyawa-
senyawa tersebut lebih terlarut pada fraksi-fraksi awal dimana pelarut yang digunakan
mempunyai sifat nonpolar.
5. Berdasarkan percobaan, daun sambiloto secara umum mengandung senyawa tanin
atau senyawa polifenolat yang mengandung gugus fenol, senyawa terpenoid dan
turunannya, senyawa flavonoid, serta alkaloid.

KESIMPULAN
Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan
bekerja pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga
prosesnya berlangsung cepat. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet,
pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi.

Kromatografi Cair Vakum mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan dengan


kolom konvensional/ klasik yaitu :
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom
konvensional/ klasik.
2. Adanya aliran fase gerak lebih cepat membuat kolom lebih ideal
3. Cepat, murah, pengerjaan sederhana
4. Cuplikan yang dipisahkan dapat lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Edward, Dasar Kromatografi Cair, Penerbit ITB, Bandung, 1991

Gritter, Roy, Pengantar Kromatografi, Edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung, 1991

Stahl, Egon, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit ITB, Bandung,
1985

Anda mungkin juga menyukai