Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM OSEANOGRAFI KIMIA


DYSSOLVED OXYGEN

MUHAMMAD RIFQI TONTOWI


26020113140062
Kelompok 4/IK-A

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
Kelompok :4

Tgl Praktikum : 26 Maret 2014

Tgl Pengumpulan :

LEMBAR PENILAIAN
Tgl Pengumpulan :

MODUL I : DYSSOLVED OXYGEN

Nama: NIM: Ttd: ...................................

NO. KETERANGAN NILAI


1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
3. Materi dan Metode
4. Hasil dan Pembahasan
5. Kesimpulan
6. Daftar Pustaka
TOTAL

Mengetahui,

Koordinatoor Praktikum OSKIM Asisten

Nisa Auliya AtiyahFadilahYumna


26020111130023 26020111130050
LEMBAR PENILAIAN

DYSSOLVED OXYGEN

Nama: Muhammad Rifqi Tontowi NIM: 26020113140062 Ttd:_______________

NO. KETERANGAN NILAI

1. Pendahuluan

2. Tinjauan Pustaka

3. Materi dan Metode


4. Hasil dan Pembahasan

5. Kesimpulan

6. Daftar Pustaka

TOTAL

Mengetahui,
Asisten Praktikum

Atiyah Fadilah Yumna


26020111130050
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas
perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan
reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan
biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam
kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan
organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada
akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik
oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi
lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas (Salmin, 2000).
Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer atau udara. DO di suatu
perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk
hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat
dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti DO.
Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen), maka kualitas air semakin
baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja
terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi (Salmin, 2000).
DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam
proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari
suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang
hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik)
(Swingle, 1968) atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2
mg O2/lt. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7
ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan
sebesar 70% (Huet, 1970).
Metode titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan
untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH atau KI, sehingga akan
terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka
endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang
dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji) (Anonim,
2011)
1.2 Tujuan
Dalam praktikum ini bertujuan untuk:
1. Dapat melakukan analisis DO dengan metode Winkler.
2. Dapat mengetahui cara pembuatan reagen yang digunakan untuk
mengukur DO dengan metode winkler.
3. Dapat mengetahui kandungan DO dalam perairan Teluk Awur, Jepara.
4. Dapat mengetahui kualitas perairan Teluk Awur Jepara yang
digunakan sebagai sampel.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dissolved Oxygen(DO)

Dissolved oxygen (kadar oksigen) merupakan kadar ukuran


relatif suatu oksigen yang terlarut dalam suatu media tertentu yang
dibutuhkan semua makhluk hidup untuk pernapasan
,pertumbuhan,metabolisme. Sumber oksigen utama media cair adalah
proses difusi dari lingkungan sekitar media tersebut dan juga proses
fotosintesis dari tumbuh tumbuhan yang ada didalamnya proses difusi
dapat dipengaruhi kecepatanya oleh parameter parameter lainnya seperti
suhu,salinitas,pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan
pasang surut. Sehingga diperlukan alat ukur untuk membantu mengetahui
indikasi nilai dari kondisi real kandungan kualitas airnya oleh .hal ini dapat
diukur dengan menggunakan alat ukur oksigen terlarut oleh karena
itudalam praktikum kali ini kami memanfaatkan dissolved oxygen dengan
menggunakan alat DO meter (Soeseno, 1970).

Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu,


tekanan parsial gas-gas yang ada di udara maupun yang ada di air, salinitas
serta persenyawaan unsur-unsur mudah teroksidasi di dalam air. Kelarutan
tersebut akan menurun apabila suhu dan salinitas meningkat, oksigen
terlarut dalam suatu perairan juga akan menurun akibat pembusukan-
pembusukan dan respirasi dari hewan dan tumbuhan yang kemudian
diikuti dengan meningkatnya CO2 bebas serta menurunnya pH
(Nybakken, 1992)

2.2 Sifat Oksigen di Perairan

Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung sari beberapa


faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan
udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan
bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin
rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan
oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan
organisme (Swingle, 1968). Istilah karbondioksida bebas digunakan untuk
menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk
terikat sebagai ion bikarbonat ( HCO3) dan ion karbonat ( CO32-).
Karbondioksida bebas (CO2) bebas menggambarkan keberadaan gas CO2
di perairan yang membentuk keseimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai
CO2 yang terukur biasanya berupa CO2 bebas. Perairan tawar alami
hampir tidak memiliki pH > 9 sehingga tidak ditemukan karbon dalam
bentuk karbonat. Pada air tanah, kandungan karbonat biasanya sekitar 10
mg/L karena sifat tanah yang cenderung alkalis. Perairan yang memiliki
kadar sodium tinggi mengandung karbonat sekitar 50 mg/L. Perairan tawar
alami yang memiliki pH 7 8 biasanya mengandung ion karbonat < 500
mg/L dan hampir tidak pernah kurang dari 25 mg/L. Ion ini mendominasi
sekitar 60 90% bentuk karbon organik total di perairan (McNeeley, 1979
dalam Effendi, 2003). Kadar karbondioksida sebesar 10 mg/L masih dapat
ditolerir oleh organisme akuatik, asal disertai oksigen yang cukup.
Sebagian besar organisme akuatik dapat bertahan hidup hingga kadar
karbondioksida bebas mencapai sebesar 60 mg/L (Byod, 1988 dalam
Mahida, 1948).

Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial
gas-gas yang ada di udara maupun yang ada di air, salinitas serta
persenyawaan unsur-unsur mudah teroksidasi di dalam air. Kelarutan
tersebut akan menurun apabila suhu dan salinitas meningkat, oksigen
terlarut dalam suatu perairan juga akan menurun akibat pembusukan-
pembusukan dan respirasi dari hewan dan tumbuhan yang kemudian
diikuti dengan meningkatnya CO2 bebas serta menurunnya pH
(Nybakken, 1992)
2.3 Analisi Kandungan Oksigen di Perairan

Menurut Wardoyo (1981), alkalinitas atau DMA suatu perairan


dapat digunakan sebagai indikator subur atau tidaknya suatu perairan.
Alkalinitas juga menggambarkan kandungan basa dalam kation NH4, Ca,
Mg, K, Na, dan Fe yang pada umumnya bersenyawa dengan anion
karbonat dan bikarbonat, asam lemah dan hidroksida. Soeseno (1974)
menyatakan apabila DMA suatu perairan tinggi maka daya produksinya
secara hayati bisa besar, dan apabila DMA perairan rendah maka perairan
itu kurang baik daya penyangganya (soft water)
(Chunlong,2007).
Berdasarkan penentuan DMA menurut (Asmawi, 1983) perairan dibagi
menjadi 4 golongan yaitu:
1. Perairan dengan DMA 0 sampai 0,5. Perairan golongan ini terlalu
asam dan tidak produktif sehingga tidak baik untuk memelihara ikan.
2. Perairan dengan DMA 0,5 sampai 2,0. Perairan ini pH-nya masih
belum mantap tetapi sudah dapat di pakai untuk memelihara ikan,
dan produktifitas kandungan bahan organik sudah tergolong tinggi.
3. Perairan dengan DMA 2,0 sampai 5,0 . Perairan golongan ini pH-nya
sudah agak basa, sangat produktif dan sangat baik untuk kehidupan
ikan.
4. Perairan dengan DMA 5,0. Perairan yang ini tarmasuk golongan
perairan yang terlalu basa, dengan demikian berarti kurang baik
untuk memelihara ikan. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah
banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-
bahan organik secara kimiawi, dengan reduktornya KMnO4 atau
K7Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (Oxidixing Agent).
Selain itu, penetapannya di dasarkan atas reaksi oksidasi bahan
organik dengan oksigen dan proses tersebut berlangsung secara
kimia dalam kondisi asam dan mendidih, dalam melakukan
percobaan COD ini dapat menggunakan metode permanganat dan
bikromat
2.4 Metode Modifikasi Winkler
Kelebihan metode Winkler dalam menganalisis DO (Dissolved Oxygen),
yaitu:
a. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara
analitis, akan
diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang akurat.
b. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan
oksigen terlarut dengan cara DO meter.
c. Dibandingkan dengan metode titrasi, peranan kalibrasi alat DO meter
sangat menentukan akurasinya hasil penentuan pengukuran (Anonim,
2011).
Kelemahan metode Winkler dalam menganalisis DO (Dissolved
Oxygen),yaitu:
a. Penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik
akhir titrasi agar amilum tidak membungkus I2 karena akan
menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula.
b. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan karena I2 mudah menguap dan ada yang harus diperhatikan
dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada
titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh
endapan (Anonim, 2011).

2.5 Standarisasi Larutan

Reaksi Pertama

Setelah sampel disampling, segera ditambah MnSO4. Oksigen


terlarut bereaksi dengan ion Mangan(II) dalam suasana basa menjadi
hidroksida mangan dengan valensi yang lebih tinggi yaitu ion
Mangan (IV).

Mn2+ + 2OH- +1/2O2 > MnO2 + H2O


Reaksi Kedua

Dengan adanya ion yodida (I-) dalam suasana asam, ion Mangan
(IV) akan kembali menjadi ion Mangan (II) dengan membebaskan
yodin (I2) yang setara dengan kandungan oksigen terlarut.

MnO2 + 2I- + 4H+ > Mn2+ + I2 + 2H2O

Reaksi Ketiga

Yodin yang terbentuk kemudian dititrasi dengan sodium thiosulfat


dengan indikator amilum.

I2 + 2S2O32- > S4O62- + 2I-

Titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan mudah dari warna biru
menjadi tidak berwarna. Reaksi keseluruhan dari metode Winklear
menjadi:

2S2O32- + 2H+ + 1/2O2 > S4O62- + H2O (Salmin,2000)


III. MATERI & METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Hari, tanggal : Sabtu, 26 April 2014

Waktu : 11.00 WIB

Tempat : Mecok, Teluk Awur (spot 2), Jepara, Jawa Tengah

3.2 Alat

Tabel 1. Alat Praktikum

No Alat Gambar Fungsi


1 DO Meter Untuk mengukur
kadar Oksigen
terlarut pada
sampel air laut
2 PH Meter Untuk mengukur
kadar pH pada
sampel air laut

3 Refraktometer Untuk mengukur


salinitas pada
sampel air laut
3.3 Bahan

Tabel 2. Bahan Praktikum

No Bahan Gambar Fungsi


1 Sampel Air Sebagai bahan yang
Laut digunakan untuk
sampel

3.4 Cara Kerja

3.4.1 DO Meter

- Alat disiapkan dan diatur

- Ujung DO Meter dicelupkan ke titik pengambilan sampel

- Hasil yang didapat lalu dicatat

3.4.2 PH Meter

- Alat disiapkan lalu diatur

- Ujung PH Meter dicelupkan ke titik pengambilan sampel

- Hasil yang didapat lalu dicatat

3.4.3 Refraktometer

- Alat disiapkan

- Alat dikalibrasi dengan meneteskan air laut

- Menuju ke spot 2 dan air laut diambil sedikit

- Skala salinitas dilihat dengan diarahkan ke matahari

- Hasil salinitas dicatat


3.5 Faktor Lingkungan

Cuaca : Cerah

Arus : Tenang

Gelombang : Kecil
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Gambar DO Meter Bseserta Keterangannya

Keterangan Bagian-bagian DO Meter

1. Body DO meter
2. Body elektroda
3. Layar
4. Kabel elektroda
5. Kabel sensor suhu
6. Tombol MEAS untuk pengukuran
7. Tombol MODE untuk pemilihan mode pengukuran
8. Tombol Set untuk setting pengukuran
9. Tombol CAL untuk proses kalibrasi
10. Tombol CAL DATA untuk mereview data kalibrasi yang telah dilaukan
11. Tombol ON/OFF
12. Tombol Data OUT untuk mengeluarkan data yang sudah di input
13. Tombol ENTER
14. Elektroda gelas
15. Elektroda pembanding (reference)

4.2 DO Meter Beserta Cara Kerjanya

Cara Kerja
a. Bersihkan probe terlebih dahulu menggunakan aquades dan keringkan
b. Masukan probe ke dalam sampel air
c. Amati hasil pembacaan dan catat hasilnya
4.3 Hasil Serta Pembahasan
4.3.1 Hasil

DO Meter (Oksigen Terlarut) = 8,55 mg/L

ml titran Na-tiosulfatxN.Na-Tiosulfatx8x1000y
MgO2/L = (ml botol BOD-ml reagen)
ml sampel x (ml botol BOD)

Suhu = 32,35 C

PH Meter (Keasaman) = 5,35

Refraktometer (Salinitas) = 26-27 ppc

4.3.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini di dapat nilai kadar DO yang diperoleh


8,55 Mg/L hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan (Effendi,
2000) bahwa kadar oksigen di terlarut di perairan tawar pada suhu
25oC berkisar 8 mg/l. Suhu di perairan juga berpengaruh terhadap
tingkat saturasi (kelarutan oksigen) di suatu wilayah perairan. Hal
tersebut terbukti dengan suhu di perairan Mecok 32,35 C dapat
diartikan bahwa suhu tersebut cocok dengan kondisi perairan
disana yang pada saat itu cuacanya sedang cerah. Dengan suhu
yang diperoleh segitu maka pengukuran DO (Oksigen Terlarut)
dapat dikatakan normal. Perairan di wilayah Mecok tergolong
Aman dan Tidak tercemar oleh limbah apapun.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam praktikum kali ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Pembuatan reagen yang digunakan untuk mengukur DO (Dissolved


Oxygen) dengan metode Winkler sesuai dengan aturan dalam SNI
tentang cara pembuatan reagen dalam titrasi iodometri.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air
adalah >2 mg O2/L, jadi dapat disimpulkan kualitas air kran kolam
FST yang digunakan sebagai sampel adalah baik, karena kandungan
DO-nya memenuhi baku standar, yaitu 8,55 mg O2/L.
Kandungan DO dalam perairan Mecok Teluk Awur, Jepara adalah
8,55 mg O2 /L.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Laporan Praktikum Penyehatan Air. http://setiya-dewi-


megasari.blogspot.com/2012/02/laporan-praktikum-penyehatan-air-dan_24.html.
Diakses pada 27 Mei 2012.
Burhan, Latief. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Surabaya : Airlangga University Press.
Canter, L.W. (1977) dalam Soemarno 2010. Beberapa Parameter Kualitas Sumberdaya
Air. Malang : Universitas Brawijaya.
Chunlong Zhang. Fundamentals of Environmental Sampling and Analysis. A John Wiley
& Sons, Inc. 2007
Huet, H.B.N. (1970) dalam Santika, Sri Sumesti 1987. Metode Penelitian Air.
Jakarta : Usaha Nasional.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah
satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. 30(3): 21-26.
Sumeru, Sri Umiyati, Ir. 2008. Produksi Biomassa Artemia. http://www.gooogle.
com./Produksi Biomassa Artemia/. Diakses tanggal 27 Mei 2012.
Swingle, H.S. (1968) dalam Akrimi 2007. Teknik Pengamatan Kualitas Air dan
Plankton di Reservat Danau Arang-Arang Jambi. Jambi : UniversitasNegeri
Jambi.

Anda mungkin juga menyukai