Jenis- jenis Intervensi keperawatan Keluarga: Partisipasi Aktif Keluarga, Penyuluhan,
Konseling: Life Style Modification, Manajemen Kasus Kolaborasi, Konsultasi (Definisi, Metodenya, Contohnya).
A. PENGERTIAN INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA
Intervensi keperawatan keluarga atau perencanaan adalah proses menetapkan tujuan, mengidentifikasi sumber-sumber dalam keluarga untuktindakan keperawatan , membuat alternative-alternatif pendekatan kepada keluarga, merancang intervensi , dan menetapkan prioritas terapi keperawatan. Tujuan jangka panjang dalam asuhan keperawatan keluraga merupakan arah untuk menghilangkan penyebab atau etiologi. Tujuan jangka pendek ditetapkan melalui pelaksanaan lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan. Ada beberapa definisi intervensi keperawatan dalam literature. ANAs social polyci statement (1995) mendefinisikan intervensi keperawatan keluarga sebagai tindakan perawat untuk kepentingan pasien, keluarga atau komunitas dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki kondisi fisik, emosional, psikososial, spiritual, budaya serta lungkungan tempat mereka mencari bantuan. Selain itu, Bhuleck dan McCloskey (1994) mendefinisikan intervensi keperawatan sebagai penanganan perawatan langsung yang perawat lakukan untuk kepentingan klien. Intervensi keperawatan meliputi tindakan yang di prakarsai oleh perawat dan tindakan yang di prakarsai oleh dokter. Menurut Whrigt dan Bell (1994), intervensi keperawatan adalah tindakan atau drespon dari perawat yang meliputi hubungan tindakan terapeutik yang terjadi dalam konteks hubungan perawat klien untuk mempengaruhi individu, keluarga dan fungsi komunitas yang merupakan tanggung jawab perawat. Tahap intervensi dan evaluasi keperawatan merupakan tahap lanjut dari proses keperawatan keluarga. Setelah menyususn rencana keperawatan, perawat mencoba untuk mengimplementasikannya dalam bentuk tindakan secara nyata didalam keluarga dengan mengarahkan segala kemampuan profesional yang dimiliki untuk mendapatkan perubahan kondisi kesehatan keluarga yang lebih baik deri sebelumnya. Pada tahap intervensi, perawat diharapkan dapat memobilisasi sumber-sumber yang ada didalam dan diluar keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam rencana keperawatan. Kemampuan perawat dalam mengimplementasikannya rencana keperawatan keluarga dihadapkan dengan berbagai factor- faktor yang ada di dalam keluarga, seperti keterbatasan pengetahuan keluarga, keterbatasan sumber daya dan dana keluarga, serta pengaruh sosial budaya masyarakat. Berbagai bentuk intervensi keperawatan keluarga dapat dilakukan mulai dari intervensi yang sederhana sampai kompleks yang memerlukan kemampuan khusus dalam berbagai tatanan kondisi kesehatan keluarga. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam asuhan keperawatan keluarga, perawat perlu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang dapat dilaksanakan secara bertahap atau pada akhir asuhan keperawatan keluarga. Hasil evaluasi ini sangat bermanfaat sebagai bahan untuk pengambilan keputusan, apakah asuhan keperawatan keluarga perlu diakhiri atau di modifikasi terhadap rencana keperawatan yang telah disusun. Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis eperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Jadi perencanaan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dan rencana keperawatan A. Partisipasi Aktif Keluarga Intervensi Keperawatan Partisipasi aktif Keluarga merupakan bagaimana cara penyusunan ataupun tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga atau masyarakat untuk mengatasi sebuah permasalahan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan menurut Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini mengembangkan model keperawatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kesehatan, dan (2) proses keperawatan. Asumsi dasar mekanisme kolaborasi perawat spesialis komunitas dengan masyarakat tersebut adalah hubungan kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus yaitu meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program kesehatan masyarakat (Kreuter, Lezin, & Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan terhadap kolaborasi profesi kesehatan dengan masyarakat (Schlaff, 1991; Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan, meningkatnya kredibilitas program kesehatan, serta keberlanjutan kemitraan perawat spesialis komunitas dengan masyarakat (Bracht, 1990). Kemitraan dalam PKP dapat dilakukan perawat komunitas melalui upaya membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait (Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada baik di level keluarga, kelompok, maupun komunitas. Strategi intervensi keperawatan komunitas mencakup 3 aspek yaitu : Proses kelompok kesehatan dan kerjasama. Untuk mningkatkan kerjasama dan proses kelompok serta mendorong peran serta masyarakat dalam merencanakan masalah yang dihadapi pada akhirnya untuk mendrikan kemandirian masyarakat, maka diperlukan pengorganisasi komunitas yang dirancang untuk membuat perubahan. Menurut Rothman ( 1986 ) ada 3 model / pendekatan perorganisasian komunitas yaitu : a. Pendekatan pengembangan masyarakat b. Pendekatan perencanaan sosial c. Pendekatan Social Action Ketiga pendekatan ini dapat digunakan secara terpisah dan dapat pula digabungkan. Pendekatan pengembangan masyarakat dirancang untuk menimbulkan kondisi kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat dan masalah yang dihadapi. Jika masyarakat dilibatkan dalam menetapkan kebutuhan kebutuhan dan keinginannya akan memotivasi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam masalahnya sendiri. Pendekatan ini sangat tepat untuk pengorganisasian masyarakat dan sesuai dengan prinsip Primary Health Care terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat menuju kemandirian. Selain itu sesuai pula dengan keadaan penduduk masyarakat Sulawesi Selatan yang sebagian berdomisili di pesisir pantai serta sebagian daratan yang berbukit, serta jumlah tenaga kerja kesehatan khususnya tanaga keperawatan masih belum terpenuhi. Maka itu diperlukan peran aktif masyarakat menunjang upaya upaya kesehatan untuk mencapai sehat kecamatan 2010. Secara operasional pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahap tahap sbb : 1. Tahap persiapan dilakukan dengan memilih araea/daerah yang menjadi prioritas, menentukan cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama dengan masyarakat 2. Tahap pengorganisasian dengan persiapan pembentukan kelompok dan penyesuaian pola dalam masyarakat yang dilanjutkan dengan pemilihan ketua kelompok dan pemilihan pengurus inti. 3. Tahap pendidikan dan latihan meliuputi kegiatan-kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat yang melakukan pengkajian, membuat program berdasarkan masalah atau diagnosa keperawatan, melatih kader kesehatan akan membina warga masyarakat di lingkungannya dan pelayanan keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan masyarakat. 4. Fase formasi kepemimpinan yaitu: memberi kepemimpinan latihan keterampilan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan kegiatan pemeliharaan kesehatan. 5. Fase koordinasi Kerjasama dengan sektor-sektor terkait dalam upaya kemandirian masyarakat. 6. Fase akhir dilanjutkan dengan supervisi bertahap dan diakhiri dengan evaluasi dan pemberian umpan balik dari hasil evaluasi untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja berikutnya. Disamping intervensi sosial pada individu, metode casework juga dapat diterapkan pada level keluarga. Intervensi pada level keluarga, menurut Zastrow (2014 : 79) dilakukan dengan melihat keluarga sebagai suatu system yang anggotanya saling berinteraksi dan mempunyai saling ketergantungan satu dengan lainnya. Kerena itu masalah yang dihadapi oleh individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika yang ada di keluarga mereka. Sebagai konsekunsinya, perubahan pada satu anggota keluarga akan dapat memengaruhi anggota keluarga yang lain. Zastrow (2014 : 79) mengemukakan alas an lain untuk menempatkan keluarga sebagai focus perhatian, karena keikutsertaan (partisipasi) dari anggota keluarga biasanya diperlukan dalam proses penyembuhan (klien). Misalnya saja, bila seseorang merasa bahwa kebiasaannya untuk menggunakan narkoba bukanlah suatu hal yang salah, maka anggota keluarga yang lainnya akan dapat saling mengingatkannya bahwa ia sedang mengalami suatu masalah. Bahkan lebih jauh lagi, anggota keluarga tersebut dapat saling memperkuat dalam proses terapi (penyembuhan), sekurang-kurangnya memberikan dukungan moral terhadap si pelaku penyalahgunaan narkoba tersebut. Salah satu metode penyembuhan yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah melalui terapi keluarga yang dikenal pula dengan nama konseling keluarga. Beberapa model dasar terapi keluarga tersebut antara lain : 1. Model- model Psikodinamik Freud sebagai bapak Psikoanalis dalam teorinya mengemukakan adanya dampak dari relasi dalam keluarga terhadap pembentukan karakter individu. 2. Model Model Eksperiensial Kelompok ini mengaplikasikan teori-teori yang berkembang dalam terapi individual ke terapi, sehingga pemfokusan pada perkembangan diri klien, serta penentuan pilihan sendiri menjadi focus dalam terapi ini. Pengembangan kepekaan individum belajar untuk mengeskpresikan emosi, belajar menjadi kedekatan dengan pasangan (suami atau istri) menjadi bagian yang diperhatikan dalam model ini. B. Penyuluhan Menurut kamus besar bahasa indonesia) kata penyuluh berasal dari kata suluh yang berarti barang yang di pakai untuk media penerangan atau obor. Sedangkan penyuluh adalah orang yang bertugas memberikan penerangan atau penunjuk jalan. Sehingga makna arti dalam kata penyuluhan yaitu suatu proses atau cara yang dilakukan oleh seorang penyuluh untuk memberikan penerangan atau informasi kepada orang lain dari semula yang tidak tahu menjadi tahu dan yang tahu menjadi lebih tahu.
Menurut beberapa ahli nendefinisikan pengertian penyuluh diantarany ayaitu:
Ban (1990) Penyuluhan merupakan sebuah intervensi sosial yang melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar untuk membantu masyarakat membentuk pendapat mereka sendiri dan mengambil keputusan dengan baik. Margono Slamet (2000). Menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan. Margono Slamet (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an. Penyuluhan pembangunan sebagai proses pemberdayaan masyarakat, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya better-farming, better business, dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat (sasaran) untuk mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat terjadinya perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga mereka dapat (dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup pribadi dan masyarakatnya. Mardikanto, 1987 Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan, penyuluhan tidak sekadar upaya untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Menurut Slamet (1994) Istilah penyuluhan pada awal kegiatannya disebut dan dikenal sebagai Agricultural Extension. Dengan pengembangan penggunaannya di bidang-bidang lain, maka sebutannya berubah menjadi Extension Education dan Develoment Communication. Meskipun antara ketiga istilah tersebut terdapat perbedaan, namun pada dasarnya mengacu pada disiplin ilmu yang sama. Menurut Sapoetro (Mardikanto, 1992) Kunci pentingnya penyuluhan di dalam proses pembangunan didasari oleh kenyataan bahwa pelaksana utama pembangunan adalah masyarakat kecil yang umumnya termasuk golongan ekonomi lemah, baik lemah dalam permodalan, pengetahuan, dan keterampilannya, maupun lemah dalam hal peralatan dan teknologi yang diterapkan. Disamping itu, mereka juga seringkali lemah dalam hal semangatnya untuk maju dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Menurut Slamet dalam Mardikanto (1993) Tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasaran nya. Hal ini merupakan perwujudan dari : pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia. Dengan demikian, penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau, mampu melaksanakan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan/keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang ingin dicapai. Wiriaatmadja (1973) Menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sistim pendidikan di luar sekolah, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi tahu, mau, dan mampu/bisa menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan sarananya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan sararan. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal. Metode dalam Penyuluhan Menurut Wiriaatmaja (1973) dalam melaksanakan kegiatannya, penyuluhan menerapkan suatu cara atau metode tertentu yang harus dilakukan, yaitu : 1. Perencanaan (Planning) Supaya tujuan penyuluhan dapat tercapai dengan baik, perlu disusun suatu rencana tentang jalannya kegiatan-kegiatan. Yang termasuk dalam rencana tersebut adalah yang dikenal dengan istilah 4 W dan 1 H, yaitu : Apa yang harus dilakukan (What) Di mana dilakukannya (Where) Kapan melakukannya (When) Siapa yang melakukan (Who) Bagaimana melakukannya (How) Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, maka di dalam perencanaan tersebut, perlu disusun hal-hal sebagai berikut : Program, yaitu suatu pernyataan yang dikeluarkan untuk menimbulkan pengertian dan perhatian mengenai suatu kegiatan. Lebih jelasnya program berisi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa perlu dilakukan. Rencana Kerja, yaitu suatu acara kegiatan-kegiatan yang disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan pelaksanaan program secara efisien yang menyangkut tentang bagaimana, kapan, di mana, dan siapa. Kalender kerja, yaitu suatu rencana kerja yang disusun menurut urutan waktu kegiatan. 2. Pelaksanaan Yang dimaksud dengan pelaksanaan di sini adalah tindakan-tindakan nyata untuk melakukan apa-apa yang telah dicantumkan dalam rencana tadi, yaitu yang berkaitan dengan 4 W dan 1 H tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan tersebut, dapat dipilih cara atau metode komunikasi dan alat bantu yang digunakan dengan ketentuan: Sesuai dengan keadaan sasaran Cukup dalam kuantitas dan kualitas Tepat mengenai sasaran dan tepat pada waktunya Amanat harus mudah diterima dan dimengerti Murah biayanya. Sedangkan metode komunikasi penyuluhan dapat dilakukan secara personal, kelompok, ataupun masa. 3. Penilaian Penilaian adalah suatu proses feedback, dimana hasil yang telah diperoleh selama pelaksanaan diperbandingkan dengan rencana dan keadaan semula. Selanjutnya mulai lagi dengan pengenalan keadaan yang baru (hasil akhir dari kegiatan-kegiatan tadi). Hal- hal yang dinilai adalah : 1) Apa yang terjadi pada pihak sasaran, yaitu apa ada perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya ?apakah mereka sudah menerapkan teknologi baru yang dianjurkan ? apakah ada perubahan dalam kedudukan sosial dan ekonomi mereka ?. Semuanya ini dibandingkan denga keadaan semula sebelum ada kegiatan penyuluhan. 2) Bagaimana efektivitas metode dan alat bantu penyuluhan yang digunakan ? Untuk lebih jelasnya urutan dari kegiatan-kegiatan penyuluhan tersebut adalah seperti gambar berikut : Keadaan semula perencanaan pelaksanaan penilaian keadaan baru Dari paparan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa penyuluhan sebagai suatu pengetahuan mempunyai serangkaian metode ilmiah yang berisi langkah-langkah sistematis dan logis yang harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Dengan demikian, secara epistemologis hakekat penyuluhan sebagai suatu ilmu telah terpenuhi. Sesuai dengan pendapat Suriasumantri (1984c), metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Ilmu pada hakekatnya merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan umum lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok yang berkaitan dengan hakekat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan axiologi. Dalam konteks penyuluhan pembangunan, keberadaannya sebagai suatu ilmu didasari kenyataan bahwa pelaksana utama pembangunan adalah masyarakat kecil yang umumnya termasuk golongan lemah, baik secara ekonomi, pengetahuan, keterampilan, maupun semangatnya untuk maju dalam memperbaiki hidupnya. Karena itu, ilmu penyuluhan pembangunan terus menerus dikembangkan dalam rangka menggerakkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan agar mereka berdaya dan memiliki kemampuan menolong dirinya sendiri untuk mencapai perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan yang dicita-citakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam melaksanakan kegiatannya, penyuluhan menerapkan suatu cara atau metode tertentu yang terdiri dari beberapa langkah sistematis yaitu pengenalan keadaan atau situasi masyarakat setempat, perencanaan kegiatan, pelaksanaan, dan penilaian (evaluasi). Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan tujuan penyuluhan dapat tercapai dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Dari paparan tersebut, dapat dikatakan bahwa hakekat penyuluhan pembangunan sebagai suatu ilmu telah terpenuhi sesuai dengan ciri-ciri keilmuan yaitu melalui suatu kajian atau peninjauan dari segi ontologi, epistemologi, dan axiologi. Menurut (Wiriatmadja, 1990)Terdapat berbagai macam metode penyuluhan Untuk memperbandingkan berbagai metode tersebut bisa dilakukan berdasarkan teknik komunikasi, jumlah sasaran dan indera penerima sasaran. Metode Dalam Teknik Komunitas Berdasarkan teknik komunikasi metode penyuluhan dapat dibedakan antara yang langsung (muka ke muka/ face to face communication) dan yang tidak langsung (indirect communication). Metode yang langsung digunakan pada waktu penyuluhan pertanian/peternakan berhadapan muka dengan sasarannya sehingga memperoleh respon dari sasarannya dalam waktu yang relatif singkat (Mardikanto, 1993). Misalnya pembicaraan di balai desa, dalam kursus, demonstrasi dan sebagainya. Metode yang langsung ini dianggap lebih efektif, meyakinkan dan mengakrabkan hubungan antara penyuluh dan sasaran serta cepatnya respon atau umpan balik dari sasaran (Martanegara, 1993). Dalam kondisi terbatasnya personalia, kurangnya saranan transportsasi, terbatasnya biaya dan waqktu maka metode ini kurang efisien. Metode yang tidak langsung digunakan oleh penyuluhan pertanian/peternakan yang tidak langsung berhadapan dengan sasaran, tetapi menyampaikan pesannya melalui perantara (medium atau media). Contohnya adalah media cetak (majalah, koran), media elektronik (radio, televisi), media pertunjukan atau sandiwara, pameran dan lain-lain. Metode tidak langsung ini dapat menolong banyak sekali apabila metode langsung tidak memungkinkan digunakan. Terutama dalam upaya menarik perhatian dan menggugah hati sasaran. Siaran lewat radio dan televisi dapat menarik banyak perhatian, bila ditangani secara tepat. Pameran yang baik diselenggarakannya akan baik memberikan kesan yang lama dan meyakinkan. Demikian pula halnya dengan pertunjukan film atu slides yang sekaligus dapat memberikan hiburan dan pengetahuan umum kepada masyarakat di pedesaan. Namun metode penyuluhan tak langsung tidak memungkinkan penyuluh mendapatkan respon dari sasaran dalam waktu realtif singkat (Mardikanto, 1993). C. Konseling: Life Style Modification, Manajemen Kasus Kolaborasi, Konsultasi. Konseling merupakan metoda implementasi yang membantu klien menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengelani dan menangani stres dan yang memudahkan hubungan interpersonal diantara klien,keluarganya,dan tim perawatan kesehatan.klien dengan diagnosa psikiatris membutuhkan terapi oleh perawat yang mempunyai keahlian dalam keperawatan keluarga psikiatris oleh pekerja sosial,psikiater dan psikolog. D. Metode Metode intervensi sosial pada individu pada dasarnya tekait dengan upaya memperbaiki atau meningkatkan keberfungsian sosial individu agar individu dan keluarga tersebut dapat berperan dengan baik baik sesuai dengan tugas sosial dan individual mereka. Keberfungsian sosial, dalam kasus ini, secara sederhana dapat dikatakan sebagai kemampuan individu untuk menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan limgkungannya. Benjamin, Bessant, dan Watts (1997 : 12) mendefenisikan peran sebagai Seperangkat aturan, nilai dan aspirasi untuk hidup sebagai anggota masyarakat). Di sini, masyarakatlah yang membentuk peran dari anggotanya. Sehingga peran sosial yang harus dijalankan oleh individu, keluarga ataupun kelompok kecil agar mereka dapat dikatakan sudah berfungsi secara sosial, adalah peran-peran yang sudah disepati ataupun menjadi aturan umum dalam masyarakat di mana mereka berada. Maka dalam konteks seperti inilah peran sosial tersebut didefenisikan. Metode Terapi dalam Casework. Zastrow menggambarkan proses konseling melalui metode casework , dari sudut pandang klien, dikonseptualisasikan menjadi delapan tahap, yaitu : 1. Penyadaran akan adanya masalah Pada tahap ini klien yang ingin terlibat dalam relasi dengan konselor harus meresakan adanya masalah yang sedang ia hadapi, akan tetapi ia belum mampu mengatasi permasalahan tersebut. Bagi mereka yang tidak merasakan bahwa dirinya mengalami masalah maka klien tersebut cenderung untuk kurang termotivasi untuk mengembangkan relasi dengan konselor. Akan tetapi, dalam relasi di mana klien tidak menyadari atau menyangkal bahwa ia mempunyai masalah, maka tugas konselor akan semakin berat. Karena ia harus membantu klien agar ia menyadari bahwa ia mempunyai suatu masalah. Dalam kaitan dengan kasus klien merasa tidak mempunyai masalah konselor harus mencobah encari tahu lebih mendalam mengapa terjadi penyangkalan pada diri klien. 2. Penjalinan Rerelasi Lebih Mendalam dengan Konselor Pada tahap ini diharapkan sudah timbul relasi yang lebih baik dan lebih mendalam antara konselor dengan kliennya. Klien diharapkan sudah tumbuh kepercayaan bahwa di konselor yang ditemuinya akan dapat dan mau membantunya. 3. Pengembangan Motivasi Klien harus mampu meyakinkan dirinya bahwa dim au untuk mengatasi masalah yang sedang ia hadapi atau mau menciptkan kondisi yang lebih baik bagi dirinya. Di sini tugas konselor adalah mendukung dan membakitkan klien ia mampu mengubah kondisi kejiwaan ataupun ketidakyakinannya yang terjadi selama ini. 4. Pengonseptualisasian Masalah Dalam rangka menciptkan konseling yang efektif, klien harus mengenali bahwa permasalahan yang ia hadapi bukanlah suatu masalah yang tidak dapat diatasi, akan tetapi ada komponen-komponen dalam permasalahan tersebut yang masih dapat diatasi. Hal ini perlu dibantu oleh sang konselor, karena klien biasanya cenderung menggap bahwa permasalahan yang ia hadapi itu terlalu besar untuk dirinya, sehingga ia tidak mampu mengatasinya. Di sinilah peran konselor untuk memilih-miliah permasalahan yang ada, dan mengajak kliennya untuk melihat bahwa ada komponen-komponen tertentu yang masih dapat diatasi. Hal ini tentunya bau dapat dilakukan kalau konselor mampu melakukan wawancara yang lebih mendalam dan menganalisis permasalahan yang dihadapi klien dengan baik 5. Eksplorasi Strategi Mengatasi Masalah Tahap ini adalah tahap dimana konselor dengan kliennya mencoba mengeksplorasi berbagai maca cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi masalah yang ia hadapi. Klien di sini perlu dilibatkan, karena setiap klien adalah unique (berbeda satu dengan yang lainnya). Proses konseling ini, biasanya akan menjadikan efektif bila klien dapat merasakan bahwa ada berbaga cara dan tindakan yang dapat saya coba untuk mengatasi masalah yang saya hadapi 6. Penyeleksian Strategi Mengatasai Masalah Tahapan ini dimana konselor dank lien mendisusikan dari berbagai cara yang ada untuk mengatasi masalah yang dihadapi, maka cara manakah yang akan diambil. Prinsip self-determinasion adalah salah satu prinsip yang penting untuk digunakan dalam tahap ini, karena klien mempunyai hak untuk memilih cara mana yang akan ia temouh untuk meningkatkan kondisi yang ada pada dirinya. Dari sudut pandang kilen, ia harus dapat meyakinkan dirinya bahwa saya rasa cara ini akan dapat membantu saya dan saya akan mencobah memilih cara ini 7. Implementasi (Pelaksanaan) Strategi Mengatasai Masalah Proses konseling baru akan berhasil bila klien mau menjalankan (melaksanakan) alternative stategi pemecahan masalah yang ia sudah tentukan, serta berkembang komitmennya dalam menyatasi masalah yang ada. Ungkapan yang kurang lebih menggambarkan perasaan klien, antara lain : saya rasa cara yang saya pilih ini telah mulai menunjukkan hasil. Bila ungkapan ini yang muncul maka konselor dapat menjaga agar komitmen ini tetap ini tetap berlanjut. Akan tetapi, bila ungkapan yang muncul adalah, saya rasa cara ini tidak ada gunannya untuk dilanjutkan. Maka konselor dank lien harus mencoba mencari alternative cara pemecahan masalah yang lainnya. 8. Evaluasi Jika perubahan yang digunakan adalah perubahan yang permanen, maka diharapkan akan timbul perasaan pada klien seperti, meskipun cara membutuhkan waktu yang cukup lama, rasanya saya cukup puas dengan cara ini . Dan saya akan mencoba melanjutkan , Bila perasaan ini yang timbul, maka konselor akan dapat berharap bahwa komitmen dari klien akan tetap muncul, serta perubahan yang terjadi akan menjadi lebih permenen. Akan tetapi, bila perasaan yang muncul adalah : saya merasa bahwa metode in sedikit membantu saya, akan tetapi saya rasa ini terlalu memakan waktu dan biaya. Saya rasa saya tidak perlu berkorban untuk memilih cara ini , maka perubahan yang terjadi akan dapat bersifat sementara saja. Di sinilah peran konselor utuk untuk meyakinkan kliennya bahwa perubahan yang ia capai adalah perubahan yang bermakna, dan ia diharapkan untuk tetap dapat melanjutkan treatment tersebut. DAFTAR PUSTAKA
Anderson dan McFarlane .2000 .Buku ajar kepeawatan komunitas .Jakarta:EGC
Achjar,komang ayu henny .2011.Asuhan keperawatan komunitas teori dan praktik .Jakarta:EGC Stanhope dan Lancaster.2000.Keperawatan komunitas .Jakarta:EGC Mubarak,wahid iqbal dan nurul chayatin. 2009 . Ilmu kesehatan masyarakat:teori dan aplikasi.Jakarta :Salemba medika.