Anda di halaman 1dari 14

5.

Jenis- jenis Intervensi keperawatan Keluarga: Partisipasi Aktif Keluarga, Penyuluhan,


Konseling: Life Style Modification, Manajemen Kasus Kolaborasi, Konsultasi (Definisi,
Metodenya, Contohnya).

A. PENGERTIAN INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA


Intervensi keperawatan keluarga atau perencanaan adalah proses menetapkan tujuan,
mengidentifikasi sumber-sumber dalam keluarga untuktindakan keperawatan , membuat
alternative-alternatif pendekatan kepada keluarga, merancang intervensi , dan menetapkan
prioritas terapi keperawatan. Tujuan jangka panjang dalam asuhan keperawatan keluraga
merupakan arah untuk menghilangkan penyebab atau etiologi. Tujuan jangka pendek ditetapkan
melalui pelaksanaan lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan.
Ada beberapa definisi intervensi keperawatan dalam literature. ANAs social polyci
statement (1995) mendefinisikan intervensi keperawatan keluarga sebagai tindakan perawat
untuk kepentingan pasien, keluarga atau komunitas dengan tujuan untuk meningkatkan dan
memperbaiki kondisi fisik, emosional, psikososial, spiritual, budaya serta lungkungan tempat
mereka mencari bantuan. Selain itu, Bhuleck dan McCloskey (1994) mendefinisikan intervensi
keperawatan sebagai penanganan perawatan langsung yang perawat lakukan untuk kepentingan
klien. Intervensi keperawatan meliputi tindakan yang di prakarsai oleh perawat dan tindakan
yang di prakarsai oleh dokter. Menurut Whrigt dan Bell (1994), intervensi keperawatan adalah
tindakan atau drespon dari perawat yang meliputi hubungan tindakan terapeutik yang terjadi
dalam konteks hubungan perawat klien untuk mempengaruhi individu, keluarga dan fungsi
komunitas yang merupakan tanggung jawab perawat.
Tahap intervensi dan evaluasi keperawatan merupakan tahap lanjut dari proses keperawatan
keluarga. Setelah menyususn rencana keperawatan, perawat mencoba untuk
mengimplementasikannya dalam bentuk tindakan secara nyata didalam keluarga dengan
mengarahkan segala kemampuan profesional yang dimiliki untuk mendapatkan perubahan
kondisi kesehatan keluarga yang lebih baik deri sebelumnya. Pada tahap intervensi, perawat
diharapkan dapat memobilisasi sumber-sumber yang ada didalam dan diluar keluarga untuk
mencapai tujuan yang diharapkan dalam rencana keperawatan. Kemampuan perawat dalam
mengimplementasikannya rencana keperawatan keluarga dihadapkan dengan berbagai factor-
faktor yang ada di dalam keluarga, seperti keterbatasan pengetahuan keluarga, keterbatasan
sumber daya dan dana keluarga, serta pengaruh sosial budaya masyarakat. Berbagai bentuk
intervensi keperawatan keluarga dapat dilakukan mulai dari intervensi yang sederhana sampai
kompleks yang memerlukan kemampuan khusus dalam berbagai tatanan kondisi kesehatan
keluarga. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam asuhan keperawatan keluarga, perawat
perlu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang dapat dilaksanakan secara bertahap
atau pada akhir asuhan keperawatan keluarga. Hasil evaluasi ini sangat bermanfaat sebagai
bahan untuk pengambilan keputusan, apakah asuhan keperawatan keluarga perlu diakhiri atau di
modifikasi terhadap rencana keperawatan yang telah disusun.
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis eperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Jadi perencanaan asuhan keperawatan
kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dan
rencana keperawatan
A. Partisipasi Aktif Keluarga
Intervensi Keperawatan Partisipasi aktif Keluarga merupakan bagaimana cara
penyusunan ataupun tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga atau masyarakat untuk
mengatasi sebuah permasalahan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
menurut Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini mengembangkan model
keperawatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner
model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama
keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model yang
menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kesehatan, dan (2)
proses keperawatan. Asumsi dasar mekanisme kolaborasi perawat spesialis komunitas
dengan masyarakat tersebut adalah hubungan kemitraan yang dibangun memiliki dua
manfaat sekaligus yaitu meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan
program kesehatan masyarakat (Kreuter, Lezin, & Young, 2000). Mengikutsertakan
masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan kesehatan dapat meningkatkan
dukungan dan penerimaan terhadap kolaborasi profesi kesehatan dengan masyarakat
(Schlaff, 1991; Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut dapat diwujudkan
dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan, meningkatnya
kredibilitas program kesehatan, serta keberlanjutan kemitraan perawat spesialis komunitas
dengan masyarakat (Bracht, 1990). Kemitraan dalam PKP dapat dilakukan perawat
komunitas melalui upaya membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak
yang terkait (Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada baik di level keluarga,
kelompok, maupun komunitas.
Strategi intervensi keperawatan komunitas mencakup 3 aspek yaitu : Proses kelompok
kesehatan dan kerjasama. Untuk mningkatkan kerjasama dan proses kelompok serta mendorong
peran serta masyarakat dalam merencanakan masalah yang dihadapi pada akhirnya untuk
mendrikan kemandirian masyarakat, maka diperlukan pengorganisasi komunitas yang dirancang
untuk membuat perubahan.
Menurut Rothman ( 1986 ) ada 3 model / pendekatan perorganisasian komunitas yaitu :
a. Pendekatan pengembangan masyarakat
b. Pendekatan perencanaan sosial
c. Pendekatan Social Action
Ketiga pendekatan ini dapat digunakan secara terpisah dan dapat pula digabungkan.
Pendekatan pengembangan masyarakat dirancang untuk menimbulkan kondisi kemajuan sosial
dan ekonomi masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat dan masalah yang dihadapi. Jika
masyarakat dilibatkan dalam menetapkan kebutuhan kebutuhan dan keinginannya akan
memotivasi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam masalahnya sendiri.
Pendekatan ini sangat tepat untuk pengorganisasian masyarakat dan sesuai dengan prinsip
Primary Health Care terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat menuju kemandirian.
Selain itu sesuai pula dengan keadaan penduduk masyarakat Sulawesi Selatan yang sebagian
berdomisili di pesisir pantai serta sebagian daratan yang berbukit, serta jumlah tenaga kerja
kesehatan khususnya tanaga keperawatan masih belum terpenuhi. Maka itu diperlukan peran
aktif masyarakat menunjang upaya upaya kesehatan untuk mencapai sehat kecamatan 2010.
Secara operasional pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahap tahap sbb :
1. Tahap persiapan dilakukan dengan memilih araea/daerah yang menjadi prioritas,
menentukan cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama
dengan masyarakat
2. Tahap pengorganisasian dengan persiapan pembentukan kelompok dan penyesuaian pola
dalam masyarakat yang dilanjutkan dengan pemilihan ketua kelompok dan pemilihan
pengurus inti.
3. Tahap pendidikan dan latihan meliuputi kegiatan-kegiatan pertemuan teratur dengan
kelompok masyarakat yang melakukan pengkajian, membuat program berdasarkan
masalah atau diagnosa keperawatan, melatih kader kesehatan akan membina warga
masyarakat di lingkungannya dan pelayanan keperawatan langsung terhadap individu,
keluarga dan masyarakat.
4. Fase formasi kepemimpinan yaitu: memberi kepemimpinan latihan keterampilan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan kegiatan
pemeliharaan kesehatan.
5. Fase koordinasi
Kerjasama dengan sektor-sektor terkait dalam upaya kemandirian masyarakat.
6. Fase akhir dilanjutkan dengan supervisi bertahap dan diakhiri dengan evaluasi dan
pemberian umpan balik dari hasil evaluasi untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja
berikutnya.
Disamping intervensi sosial pada individu, metode casework juga dapat diterapkan pada
level keluarga. Intervensi pada level keluarga, menurut Zastrow (2014 : 79) dilakukan
dengan melihat keluarga sebagai suatu system yang anggotanya saling berinteraksi dan
mempunyai saling ketergantungan satu dengan lainnya. Kerena itu masalah yang dihadapi
oleh individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika yang ada di keluarga mereka. Sebagai
konsekunsinya, perubahan pada satu anggota keluarga akan dapat memengaruhi anggota
keluarga yang lain.
Zastrow (2014 : 79) mengemukakan alas an lain untuk menempatkan keluarga sebagai
focus perhatian, karena keikutsertaan (partisipasi) dari anggota keluarga biasanya diperlukan
dalam proses penyembuhan (klien). Misalnya saja, bila seseorang merasa bahwa
kebiasaannya untuk menggunakan narkoba bukanlah suatu hal yang salah, maka anggota
keluarga yang lainnya akan dapat saling mengingatkannya bahwa ia sedang mengalami
suatu masalah. Bahkan lebih jauh lagi, anggota keluarga tersebut dapat saling memperkuat
dalam proses terapi (penyembuhan), sekurang-kurangnya memberikan dukungan moral
terhadap si pelaku penyalahgunaan narkoba tersebut. Salah satu metode penyembuhan
yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah melalui terapi keluarga
yang dikenal pula dengan nama konseling keluarga. Beberapa model dasar terapi keluarga
tersebut antara lain :
1. Model- model Psikodinamik
Freud sebagai bapak Psikoanalis dalam teorinya mengemukakan adanya dampak dari
relasi dalam keluarga terhadap pembentukan karakter individu.
2. Model Model Eksperiensial
Kelompok ini mengaplikasikan teori-teori yang berkembang dalam terapi individual ke
terapi, sehingga pemfokusan pada perkembangan diri klien, serta penentuan pilihan
sendiri menjadi focus dalam terapi ini. Pengembangan kepekaan individum belajar untuk
mengeskpresikan emosi, belajar menjadi kedekatan dengan pasangan (suami atau istri)
menjadi bagian yang diperhatikan dalam model ini.
B. Penyuluhan
Menurut kamus besar bahasa indonesia) kata penyuluh berasal dari kata suluh yang
berarti barang yang di pakai untuk media penerangan atau obor. Sedangkan penyuluh
adalah orang yang bertugas memberikan penerangan atau penunjuk jalan. Sehingga makna
arti dalam kata penyuluhan yaitu suatu proses atau cara yang dilakukan oleh seorang
penyuluh untuk memberikan penerangan atau informasi kepada orang lain dari semula yang
tidak tahu menjadi tahu dan yang tahu menjadi lebih tahu.

Menurut beberapa ahli nendefinisikan pengertian penyuluh diantarany ayaitu:


Ban (1990)
Penyuluhan merupakan sebuah intervensi sosial yang melibatkan penggunaan komunikasi
informasi secara sadar untuk membantu masyarakat membentuk pendapat mereka sendiri
dan mengambil keputusan dengan baik.
Margono Slamet (2000).
Menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat.
Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan
daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang
bersangkutan. Margono Slamet (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak
Program Pengentasan Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an. Penyuluhan pembangunan
sebagai proses pemberdayaan masyarakat, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada
terciptanya better-farming, better business, dan better living, tetapi untuk memfasilitasi
masyarakat (sasaran) untuk mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat
terjadinya perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga mereka dapat
(dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup pribadi dan masyarakatnya.
Mardikanto, 1987
Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan, penyuluhan tidak sekadar upaya
untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah
untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Menurut Slamet (1994)
Istilah penyuluhan pada awal kegiatannya disebut dan dikenal sebagai Agricultural
Extension. Dengan pengembangan penggunaannya di bidang-bidang lain, maka sebutannya
berubah menjadi Extension Education dan Develoment Communication. Meskipun antara
ketiga istilah tersebut terdapat perbedaan, namun pada dasarnya mengacu pada disiplin ilmu
yang sama.
Menurut Sapoetro (Mardikanto, 1992)
Kunci pentingnya penyuluhan di dalam proses pembangunan didasari oleh kenyataan bahwa
pelaksana utama pembangunan adalah masyarakat kecil yang umumnya termasuk golongan
ekonomi lemah, baik lemah dalam permodalan, pengetahuan, dan keterampilannya, maupun
lemah dalam hal peralatan dan teknologi yang diterapkan. Disamping itu, mereka juga
seringkali lemah dalam hal semangatnya untuk maju dalam mencapai kehidupan yang lebih
baik.
Menurut Slamet dalam Mardikanto (1993)
Tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasaran nya.
Hal ini merupakan perwujudan dari : pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia. Dengan demikian,
penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau, mampu melaksanakan
perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan/keuntungan dan
perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang ingin dicapai.
Wiriaatmadja (1973)
Menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sistim pendidikan di luar sekolah, dimana
mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi tahu, mau, dan mampu/bisa menyelesaikan
sendiri masalah yang dihadapi secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi
penyuluhan adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan sarananya disesuaikan
dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan sararan. Karena sifatnya yang demikian maka
penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal.
Metode dalam Penyuluhan
Menurut Wiriaatmaja (1973) dalam melaksanakan kegiatannya, penyuluhan menerapkan
suatu cara atau metode tertentu yang harus dilakukan, yaitu :
1. Perencanaan (Planning)
Supaya tujuan penyuluhan dapat tercapai dengan baik, perlu disusun suatu rencana
tentang jalannya kegiatan-kegiatan. Yang termasuk dalam rencana tersebut adalah yang
dikenal dengan istilah 4 W dan 1 H, yaitu :
Apa yang harus dilakukan (What)
Di mana dilakukannya (Where)
Kapan melakukannya (When)
Siapa yang melakukan (Who)
Bagaimana melakukannya (How)
Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, maka di dalam perencanaan
tersebut, perlu disusun hal-hal sebagai berikut :
Program, yaitu suatu pernyataan yang dikeluarkan untuk menimbulkan pengertian dan
perhatian mengenai suatu kegiatan. Lebih jelasnya program berisi tentang apa yang harus
dilakukan dan mengapa perlu dilakukan.
Rencana Kerja, yaitu suatu acara kegiatan-kegiatan yang disusun sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pelaksanaan program secara efisien yang menyangkut tentang bagaimana,
kapan, di mana, dan siapa.
Kalender kerja, yaitu suatu rencana kerja yang disusun menurut urutan waktu kegiatan.
2. Pelaksanaan
Yang dimaksud dengan pelaksanaan di sini adalah tindakan-tindakan nyata untuk
melakukan apa-apa yang telah dicantumkan dalam rencana tadi, yaitu yang berkaitan
dengan 4 W dan 1 H tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan tersebut, dapat
dipilih cara atau metode komunikasi dan alat bantu yang digunakan dengan ketentuan:
Sesuai dengan keadaan sasaran
Cukup dalam kuantitas dan kualitas
Tepat mengenai sasaran dan tepat pada waktunya
Amanat harus mudah diterima dan dimengerti
Murah biayanya.
Sedangkan metode komunikasi penyuluhan dapat dilakukan secara personal, kelompok,
ataupun masa.
3. Penilaian
Penilaian adalah suatu proses feedback, dimana hasil yang telah diperoleh selama
pelaksanaan diperbandingkan dengan rencana dan keadaan semula. Selanjutnya mulai
lagi dengan pengenalan keadaan yang baru (hasil akhir dari kegiatan-kegiatan tadi). Hal-
hal yang dinilai adalah :
1) Apa yang terjadi pada pihak sasaran, yaitu apa ada perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan, dan sikapnya ?apakah mereka sudah menerapkan teknologi baru yang
dianjurkan ? apakah ada perubahan dalam kedudukan sosial dan ekonomi mereka ?.
Semuanya ini dibandingkan denga keadaan semula sebelum ada kegiatan
penyuluhan.
2) Bagaimana efektivitas metode dan alat bantu penyuluhan yang digunakan ?
Untuk lebih jelasnya urutan dari kegiatan-kegiatan penyuluhan tersebut adalah seperti
gambar berikut :
Keadaan semula perencanaan pelaksanaan penilaian keadaan baru
Dari paparan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa penyuluhan sebagai suatu
pengetahuan mempunyai serangkaian metode ilmiah yang berisi langkah-langkah
sistematis dan logis yang harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan. Dengan demikian, secara epistemologis hakekat penyuluhan sebagai suatu
ilmu telah terpenuhi. Sesuai dengan pendapat Suriasumantri (1984c), metode ilmiah
merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Ilmu pada
hakekatnya merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan ilmu dengan pengetahuan umum lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini didasarkan
pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok yang berkaitan dengan
hakekat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan axiologi.
Dalam konteks penyuluhan pembangunan, keberadaannya sebagai suatu ilmu didasari
kenyataan bahwa pelaksana utama pembangunan adalah masyarakat kecil yang umumnya
termasuk golongan lemah, baik secara ekonomi, pengetahuan, keterampilan, maupun
semangatnya untuk maju dalam memperbaiki hidupnya. Karena itu, ilmu penyuluhan
pembangunan terus menerus dikembangkan dalam rangka menggerakkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan agar mereka berdaya dan memiliki
kemampuan menolong dirinya sendiri untuk mencapai perbaikan kualitas hidup dan
kesejahteraan yang dicita-citakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam melaksanakan
kegiatannya, penyuluhan menerapkan suatu cara atau metode tertentu yang terdiri dari
beberapa langkah sistematis yaitu pengenalan keadaan atau situasi masyarakat setempat,
perencanaan kegiatan, pelaksanaan, dan penilaian (evaluasi). Melalui langkah-langkah
tersebut, diharapkan tujuan penyuluhan dapat tercapai dengan baik sesuai dengan yang
diharapkan.
Dari paparan tersebut, dapat dikatakan bahwa hakekat penyuluhan pembangunan sebagai
suatu ilmu telah terpenuhi sesuai dengan ciri-ciri keilmuan yaitu melalui suatu kajian atau
peninjauan dari segi ontologi, epistemologi, dan axiologi.
Menurut (Wiriatmadja, 1990)Terdapat berbagai macam metode penyuluhan Untuk
memperbandingkan berbagai metode tersebut bisa dilakukan berdasarkan teknik
komunikasi, jumlah sasaran dan indera penerima sasaran.
Metode Dalam Teknik Komunitas
Berdasarkan teknik komunikasi metode penyuluhan dapat dibedakan antara yang
langsung (muka ke muka/ face to face communication) dan yang tidak langsung (indirect
communication). Metode yang langsung digunakan pada waktu penyuluhan
pertanian/peternakan berhadapan muka dengan sasarannya sehingga memperoleh respon
dari sasarannya dalam waktu yang relatif singkat (Mardikanto, 1993). Misalnya
pembicaraan di balai desa, dalam kursus, demonstrasi dan sebagainya.
Metode yang langsung ini dianggap lebih efektif, meyakinkan dan mengakrabkan
hubungan antara penyuluh dan sasaran serta cepatnya respon atau umpan balik dari
sasaran (Martanegara, 1993). Dalam kondisi terbatasnya personalia, kurangnya saranan
transportsasi, terbatasnya biaya dan waqktu maka metode ini kurang efisien. Metode
yang tidak langsung digunakan oleh penyuluhan pertanian/peternakan yang tidak
langsung berhadapan dengan sasaran, tetapi menyampaikan pesannya melalui perantara
(medium atau media). Contohnya adalah media cetak (majalah, koran), media elektronik
(radio, televisi), media pertunjukan atau sandiwara, pameran dan lain-lain. Metode tidak
langsung ini dapat menolong banyak sekali apabila metode langsung tidak
memungkinkan digunakan. Terutama dalam upaya menarik perhatian dan menggugah
hati sasaran. Siaran lewat radio dan televisi dapat menarik banyak perhatian, bila
ditangani secara tepat. Pameran yang baik diselenggarakannya akan baik memberikan
kesan yang lama dan meyakinkan. Demikian pula halnya dengan pertunjukan film atu
slides yang sekaligus dapat memberikan hiburan dan pengetahuan umum kepada
masyarakat di pedesaan. Namun metode penyuluhan tak langsung tidak memungkinkan
penyuluh mendapatkan respon dari sasaran dalam waktu realtif singkat (Mardikanto,
1993).
C. Konseling: Life Style Modification, Manajemen Kasus Kolaborasi, Konsultasi.
Konseling merupakan metoda implementasi yang membantu klien menggunakan proses
pemecahan masalah untuk mengelani dan menangani stres dan yang memudahkan hubungan
interpersonal diantara klien,keluarganya,dan tim perawatan kesehatan.klien dengan diagnosa
psikiatris membutuhkan terapi oleh perawat yang mempunyai keahlian dalam keperawatan
keluarga psikiatris oleh pekerja sosial,psikiater dan psikolog.
D. Metode
Metode intervensi sosial pada individu pada dasarnya tekait dengan upaya memperbaiki
atau meningkatkan keberfungsian sosial individu agar individu dan keluarga tersebut dapat
berperan dengan baik baik sesuai dengan tugas sosial dan individual mereka. Keberfungsian
sosial, dalam kasus ini, secara sederhana dapat dikatakan sebagai kemampuan individu
untuk menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan limgkungannya. Benjamin,
Bessant, dan Watts (1997 : 12) mendefenisikan peran sebagai Seperangkat aturan, nilai dan
aspirasi untuk hidup sebagai anggota masyarakat). Di sini, masyarakatlah yang membentuk
peran dari anggotanya. Sehingga peran sosial yang harus dijalankan oleh individu, keluarga
ataupun kelompok kecil agar mereka dapat dikatakan sudah berfungsi secara sosial, adalah
peran-peran yang sudah disepati ataupun menjadi aturan umum dalam masyarakat di mana
mereka berada. Maka dalam konteks seperti inilah peran sosial tersebut didefenisikan.
Metode Terapi dalam Casework.
Zastrow menggambarkan proses konseling melalui metode casework , dari sudut pandang
klien, dikonseptualisasikan menjadi delapan tahap, yaitu :
1. Penyadaran akan adanya masalah
Pada tahap ini klien yang ingin terlibat dalam relasi dengan konselor harus
meresakan adanya masalah yang sedang ia hadapi, akan tetapi ia belum mampu
mengatasi permasalahan tersebut. Bagi mereka yang tidak merasakan bahwa dirinya
mengalami masalah maka klien tersebut cenderung untuk kurang termotivasi untuk
mengembangkan relasi dengan konselor. Akan tetapi, dalam relasi di mana klien tidak
menyadari atau menyangkal bahwa ia mempunyai masalah, maka tugas konselor akan
semakin berat. Karena ia harus membantu klien agar ia menyadari bahwa ia mempunyai
suatu masalah. Dalam kaitan dengan kasus klien merasa tidak mempunyai masalah
konselor harus mencobah encari tahu lebih mendalam mengapa terjadi penyangkalan
pada diri klien.
2. Penjalinan Rerelasi Lebih Mendalam dengan Konselor
Pada tahap ini diharapkan sudah timbul relasi yang lebih baik dan lebih mendalam
antara konselor dengan kliennya. Klien diharapkan sudah tumbuh kepercayaan bahwa di
konselor yang ditemuinya akan dapat dan mau membantunya.
3. Pengembangan Motivasi
Klien harus mampu meyakinkan dirinya bahwa dim au untuk mengatasi masalah
yang sedang ia hadapi atau mau menciptkan kondisi yang lebih baik bagi dirinya. Di
sini tugas konselor adalah mendukung dan membakitkan klien ia mampu mengubah
kondisi kejiwaan ataupun ketidakyakinannya yang terjadi selama ini.
4. Pengonseptualisasian Masalah
Dalam rangka menciptkan konseling yang efektif, klien harus mengenali bahwa
permasalahan yang ia hadapi bukanlah suatu masalah yang tidak dapat diatasi, akan
tetapi ada komponen-komponen dalam permasalahan tersebut yang masih dapat diatasi.
Hal ini perlu dibantu oleh sang konselor, karena klien biasanya cenderung menggap
bahwa permasalahan yang ia hadapi itu terlalu besar untuk dirinya, sehingga ia tidak
mampu mengatasinya. Di sinilah peran konselor untuk memilih-miliah permasalahan
yang ada, dan mengajak kliennya untuk melihat bahwa ada komponen-komponen
tertentu yang masih dapat diatasi. Hal ini tentunya bau dapat dilakukan kalau konselor
mampu melakukan wawancara yang lebih mendalam dan menganalisis permasalahan
yang dihadapi klien dengan baik
5. Eksplorasi Strategi Mengatasi Masalah
Tahap ini adalah tahap dimana konselor dengan kliennya mencoba mengeksplorasi
berbagai maca cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi masalah yang ia hadapi.
Klien di sini perlu dilibatkan, karena setiap klien adalah unique (berbeda satu dengan
yang lainnya). Proses konseling ini, biasanya akan menjadikan efektif bila klien dapat
merasakan bahwa ada berbaga cara dan tindakan yang dapat saya coba untuk
mengatasi masalah yang saya hadapi
6. Penyeleksian Strategi Mengatasai Masalah
Tahapan ini dimana konselor dank lien mendisusikan dari berbagai cara yang ada
untuk mengatasi masalah yang dihadapi, maka cara manakah yang akan diambil. Prinsip
self-determinasion adalah salah satu prinsip yang penting untuk digunakan dalam tahap
ini, karena klien mempunyai hak untuk memilih cara mana yang akan ia temouh untuk
meningkatkan kondisi yang ada pada dirinya. Dari sudut pandang kilen, ia harus dapat
meyakinkan dirinya bahwa saya rasa cara ini akan dapat membantu saya dan saya akan
mencobah memilih cara ini
7. Implementasi (Pelaksanaan) Strategi Mengatasai Masalah
Proses konseling baru akan berhasil bila klien mau menjalankan (melaksanakan)
alternative stategi pemecahan masalah yang ia sudah tentukan, serta berkembang
komitmennya dalam menyatasi masalah yang ada. Ungkapan yang kurang lebih
menggambarkan perasaan klien, antara lain : saya rasa cara yang saya pilih ini telah
mulai menunjukkan hasil. Bila ungkapan ini yang muncul maka konselor dapat
menjaga agar komitmen ini tetap ini tetap berlanjut. Akan tetapi, bila ungkapan yang
muncul adalah, saya rasa cara ini tidak ada gunannya untuk dilanjutkan. Maka
konselor dank lien harus mencoba mencari alternative cara pemecahan masalah yang
lainnya.
8. Evaluasi
Jika perubahan yang digunakan adalah perubahan yang permanen, maka diharapkan
akan timbul perasaan pada klien seperti, meskipun cara membutuhkan waktu yang
cukup lama, rasanya saya cukup puas dengan cara ini . Dan saya akan mencoba
melanjutkan , Bila perasaan ini yang timbul, maka konselor akan dapat berharap bahwa
komitmen dari klien akan tetap muncul, serta perubahan yang terjadi akan menjadi lebih
permenen. Akan tetapi, bila perasaan yang muncul adalah : saya merasa bahwa
metode in sedikit membantu saya, akan tetapi saya rasa ini terlalu memakan waktu dan
biaya. Saya rasa saya tidak perlu berkorban untuk memilih cara ini , maka perubahan
yang terjadi akan dapat bersifat sementara saja. Di sinilah peran konselor utuk untuk
meyakinkan kliennya bahwa perubahan yang ia capai adalah perubahan yang bermakna,
dan ia diharapkan untuk tetap dapat melanjutkan treatment tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan McFarlane .2000 .Buku ajar kepeawatan komunitas .Jakarta:EGC


Achjar,komang ayu henny .2011.Asuhan keperawatan komunitas teori dan praktik .Jakarta:EGC
Stanhope dan Lancaster.2000.Keperawatan komunitas .Jakarta:EGC
Mubarak,wahid iqbal dan nurul chayatin. 2009 . Ilmu kesehatan masyarakat:teori dan
aplikasi.Jakarta :Salemba medika.

Anda mungkin juga menyukai