Anda di halaman 1dari 33

A.

Definisi

Diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair
dengan atau tanpa darah dan atau lendir yang terjadi dengan frekuensi 3x dalam 24 jam.

Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari,
keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat
badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi
laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang
minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang
air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti
biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.

B. Cara penularan dan faktor resiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita
atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F=
field, flies, fingers, fluid).

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:

-
Tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi,
-
Tidak memadainya penyediaan air bersih,
-
Pencemaran air oleh tinja,
-
Kurangnya sarana kebersihan atau MCK,
-
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
-
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang
tidak baik.

Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan


kecenderungan untuk terkena diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir
dan faktor genetik.

1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody
ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak
sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak eneteropatogen terutama
bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis, diare
karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. didaerah tropic (termasuk
Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus
meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic dan
pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe
eltor telah menyebar ke negara-negara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan
beberapa daerah di amerika utara dan eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan terakhir di
afrika tengah dan asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139
yang menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.
C. Mekanisme daya tahan tubuh
Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare karena
tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi
sebagai front terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang berbahaya yang masuk ke
dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan-
bahan ini dapat menembus barieir mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam sirkulasi
sistemis, terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.
1. Daya pertahanan tubuh non-imunologi
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat mencegah
pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara potensial dapat
menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus sudah dihuni oleh bermacam-macam
mikroorganisme yang merupakan flora usus normal. Penggunaan antibiotika dalam
jangka panjang dapat mengganggu keseimbangan flora usus, menyebabkan
pertumbuhan yang berlebihan dari kuman-kuman non pathogen yang mungkin juga
telah resisten terhadap antibiotika.
Pertumbuhan kuman pathogen dalam usus akan dihambat karena adanya
persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi terhadap
substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman yang optimal (pH menurun, daya
oksidasi reduksi menurun,dsb) atau karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap
kuman pathogen yang disebut colicines.
b. Sekresi usus
Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk mencegah
perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacilus pada mukosa
mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat diahambat dan dengan sendirinya
mengurangi jumlah mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung. Mucin serupa
terdapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh
usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembang biaknya
mikroorganisme di epitel usus. Selain itu muci juga dapat mencegah penetrasi zat-zat
toksik seperti allergen, enterotoksin,dll.
c. pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan
masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus.
d. gerak peristaltik
Gerak peristaltic merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha
mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan juga ikut mempercepat
pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karna sesuatu sebab gerak
peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan bawaan dsb), sehingga menimbulkan
stagnasi isi usus.
e. filtrasi hepar
Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap bahan-
bahan yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah bahan-bahan yang
berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik.
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman
- Natural antibody : menghambat perkembangan beberapa bakteri pathogen,
tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal. Natural antibody ini
mungkin merupakan hasil dari reaksi cross imunity terhadap antigen yang sama
yang terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.
2. Pertahanan imunologik lokal

Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terdapat penetrasi


antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasama terdapat dalam jumlah yang
berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque peyeri di ileum dan apendiks
maupun tersebar secara difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi
imunologik local ini tidak tergantung dari system imunologik sistemik.Reaksi ini terjadi
karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus. Yang termasuk dalam pertahanan
imunologik lokal adalah:

a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)


IgA diketahu terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG dalam
cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibody yang terdapat dalam
serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai polipeptida. Dimer IgA ini
dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian
akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan sekretori komponen (SC).
Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim
proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaiman proses
proteksi dari SIgA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun ada yang menyatakan
bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat mencegah
melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri tidak dapat
berkembangbiak. Sejumlah SIgA terdapat pula pad kolostrum.Hal ini sangat penting
sebagai proteksi terhadap usus bayi yang baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque peyeri
di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam taraf
penelitian.
c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen
usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel
plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan merupakan proteksi temporer
terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena
suatu sebab terjadi defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam protersi usus.

D. Anatomi dan fisiologi


1) Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga cecum. pada neonates memeiliki panjang 275 cm dan
tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun atas lapisan
tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas
dengan adanya villus dan kripta. Villus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-masing
regio usus halus. Di duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih lebar, dan lebih sedikit,
meyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum, serta menjadi lebih kecil dan lebih
meruncing di ileum. Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus tersebut terdapat
kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel.
terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum, tight junction ini berperan penting
dalam regulasi permeabilitas epitel dengan melakukan control terhadap aliran air dan solute
paraseluler. Terdapat berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu:
Sel Goblet
Merupakan sel penghasil mucus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel goblet
menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk barier
fisikokimia, member perlindungan pada epitel permukaan. mucus ini paling banyak
didapatkan pada gaster dan duodenum
Sel Kripta
Sel kripta yang tidak berduferensiiasi merupakan tipe sel yang paling banyak terdapat
di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan precursor sel penyerap villus, sel paneth, sel
enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang tidak
berdiferensiasi ini mensistesis dan mengekspresikan komponen sekretori pada
membrane basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis
IgA oleh lamina propria sel plasma.
Sel Paneth
Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basofil. Granula
lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi sekretori sel
panet velumk diketahui, diduga membunuh bakteri dengan lisosom dan
immunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan flora normal usus.
Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus meuroskretori, sel enteroendokrin terdapat di
mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan kripta usus. Sel
enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin,
neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin dan
somatostatin.
Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.

Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara :
a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh enterosit yang
terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul glukosa dan Na+, dan
bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air.
Glukosa masuk ke dalam ruang interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran
darah. Na+ masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang
terdapat pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na
(sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah, tekanan
osmotic meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan air.

b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah Na+ masuk ke
dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotic plasma meningkat dan
akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.
E. Etiologi

Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.

Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi enterotoksin oleh


bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/ atau
translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoy diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.

GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT


Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur

Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak antara lain:

Kesulitan makanan Neoplasma


Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Lain-lain:
Malrotasi Infeksi non gastrointestinal
Penyakit Hirchsprung Alergi susu sapi
Short Bowel Syndrome Penyakit Crohn
Atrofi mikrovilli Defisiensi imun
Stricture Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan
Defesiensi disakaridase logam berat
Malabsorbsi glukosa dan Mushrooms
galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital
Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak

F. Patofisiologi

Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik.
Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan
pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada
satu anak.

1. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan
ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus
bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeable, air akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan
yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan
melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat
dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan
dampak yang sama.
2. Diare Sekretorik

Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida
tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari
tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri
akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. Cholera.

Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat
dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan kalium (K+)
merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah
kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan
290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik,
tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160
mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan
perbedaan osmotiknua kuran dari 20 mOsm/L.

Osmotik Sekretorik

Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari

Puasa Diare berhenti Diare berlanjut

Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L

Reduksi (+) (-)

pH tinja <5 >6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta
asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase
membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di
kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang
menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas mempunyai pengaruh
terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat
menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi,
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi,
dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada
bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis,
malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik.

Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan funsi absorbs yaitu
cytoskeleton dan perubahan susunan protein. penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan
bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh
toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja
sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai
contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,
Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera
mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi
protein cytoskeleton.

G. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal
bias berupa diare, kram perut, dan munth. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya
bias tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurolgik dari infeksi usus bias berupa
parestesia ( akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih
hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukan terkenanya usus
besar. Mual dan muntah adalah symptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seprti:enteric virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atu hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukan
bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.

Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Gejala klinis :

Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, kramp Tenesmus,kolik - Tenesmus, kramp Kramp

Nyeri kepala - + + - - -

lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja:

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - + Kadang - + -

Bau Langu - Busuk - - Amis khas

Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucuian beras

Leukosit - + + - - -

Lain-lain Anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ -

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume
dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu
selama anak diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan
obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan
lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya
atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan
berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan
MMWR.
Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan sedang, Dehidrasi berat, kehilangan
dehidrasi, kehilangan kehilangan BB 3%-9% BB>9%
BB<3%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritable Apatis, letargi, idak sadar

Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi, (kasus


berat)

Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik

Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Penilaian A B C

Lihat:

Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada Kering

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa,tidak haus *haus ingin minum banyak *malas minum atau tidak bias
minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat

Bila ada 1 tanda* ditambah 1 Bila ada 1 tanda* ditambah 1


atau lebih tanda lain atau lebih tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:


dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

Rasa haus - + +

Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas

Kulit/ selaput lendir Basah Kering Kering sekali

Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis, hiperfleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras

Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah

Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%

Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak


diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya
tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau
infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada
diare akut:

darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan


diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah
atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja
dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,


adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi
dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adnya warna empedu
akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial
overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair,
lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam
tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi
bakteri. Tinja yang sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan
untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di
usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial.
Bila pH tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.

Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat rusaknya
mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase. Enzim laktsae
merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa,
yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan
malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH
tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna
yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah
terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya
tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan
kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative,
kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi
warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya
lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.

a. Pemeriksaan mikroskopik

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit


dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi tetes eosin
atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:

bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative


bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut (+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III
yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara
mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau
jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:

(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per lapang
pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang pandang atau
sel memenuhi lebih dari lapang pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan NaCl
fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup
sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak
terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis),
karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk
kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan
pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

Uji hydrogen napas


Pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hydrogen dalam
udara ekspirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari fermentasi bakteri
terhadap substrat baik di kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri di usus besar
terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi tersebut sepertilaktosa atau
fruktosa akan difermentasi oleh bakteri komensal menghasilkan asam lemak rantai
pendek (short chain fatty acid), beberapa molekul alcohol dan gas hydrogen. Gas
hydrogen tersebut dengan cepat akan diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke
paru dan dikeluarkan lewat udara napas.

Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial overgrowth ,


yang didefinisikan sebagai terdapatnya kolom atau spesies koloni lebih dari 106 unit
per milliliter cairan usus halus yang seharusnya relative steril. Sebelum pemeriksaan
uji hydrogen napas penderita dipuasakan selama 4-6 jam, lalu diambil sampel udara
napas dengan cara meniup ( pada bayi dengan menggunakan sungkup) pada alat yang
dapat menghitung kadar hydrogen napas sebagai kadar awal hydrogen napas. Lalu
diberikan larutan 2gr/kgBB dengan konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara
napas seperti sebelumnya setiap 30 menit selam 2-3 jam. Peningkatan kadar hydrogen
napas >20ppm, atau 10-20 ppm disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit
perut) disebut positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama
yang berarti fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi, di usus halus dan disimpulkan
sebagai bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi setelah 2 jam menandakan
adanya laktosa yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan
difermentasi oleh bakteri di kolon menghasilkan hydrogen yang ditangkap oleh alat.

I. Tata laksana

Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi,
pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.

Tujuan pengobatan:

1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai,
seperti yang tertera dibawah ini:

Rencana terapi A : penanganan diare di rumah

Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:

Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan pada ibu:

- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang
utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang sebagai
tambahan

- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini:
oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air matang

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan

- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat

Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu berapa banyak cairan
termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya
sehari-hari:

- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB

- >2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB

Katakan pada ibu

- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/ cangkir/gelas

- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan lebih lambat.

- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.


Beri tablet Zinc

Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari dengan dosis :

- umur <6 bulan : tablet (10 mg) perhari

- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari

Lanjutkan pemeberian makanan

Kapan harus kembali

1. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik sesuai yang
dianjurkan selama periode 3 jam.

Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 5-4 tahun 5-14tahun >15 tahun

Berat badan <5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg

Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam ulangi penilaian
dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk
melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai tunjukan cara
menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan
dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi
dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dainjurkan dalam rencana terapi A. Jika anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan cairan yang
sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga
100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah member makan segera setelah anak ingin
amkan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit. berikan
tablet zinc selama 10 hari.

2. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut,
sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer asetat (atau jika
tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai berikut.
Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB selama Pemebrian berikut 70ml/kgBB selama

Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan
intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau
minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet zinc sesuai
dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam
(klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi) untuk melanjutkan penggunaan.

Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan untuk
memberikan pada penderita:

1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit

2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi

3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.

Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan dalam
menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO dan UNICEF
berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralt
baru dengan osmolalitas lebih rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama,
namun efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low
osmolalitas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit
baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada
anak.

PENGOBATAN DIETETIK

Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak dilakukanik lagi
karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan atau KKP. Sebagai
pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic diapakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai
singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding, Simultaneously with Education.
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima.
Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya timbul kembali setelah dehidrasi
teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan
makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung
kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat.
Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan
anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau.
Peranan ASI selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang
berperan memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. 12Bayi yang tidak minum ASI
harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau
penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila
pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi
dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan
terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum
secara bertahap selama 2-3 hari.

Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
(hari)

Ke 1 150 50

Ke 2 100 100

Ke 3 50 150

Ke 4 0 200

Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari
makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk
makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umunya
dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Makanan padat memiliki
keuntungan, yakni memperlambat pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu
formula, jadi memperkecil jumlah laktosa pada usus halus pr satuan waktu. Pemberian
makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam
mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan
yang terdiri dari:makanan pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi.
Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk
setiap 100ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta
ditambahkan tahu,tempe, daing atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untui menambah
kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula seperti sari
buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari.

Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadai anorexia hebat. Oleh karena itu
perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk
memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang
normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini
biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.

ZINC

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorbs air dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara
berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di
dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang
memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc
untuk anak-anak:

- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari diare. Untuk
bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih besar, zinx dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika:antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare
akut.

Antibiotik

Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena sebagian besar diare
infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotic.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V,cholera,
Shigella, Enterotoksigenik E.coli, Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya.

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

3xs ehari selama 5 hari (10 hari pada kasus


berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare

Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya.
Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3

Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine). Obat-obat ini
dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuanya untuk mengikat dan
menginaktifasi toksin abkteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada
anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii,
paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang
dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat
menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang
infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek
sedative pada dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada
bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

obat-obat lain:

Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh
karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah biasanya
berhenti bila penderita telah terehidrasi
PROBIOTIK

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang
menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik.
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang
terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan
diare melalui perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap
mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Pemberian makanan selama
daire harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya adalah memberikan makanan
yang kaya nutrient sebanyak anka mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair,
nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan
akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling
tidak dapat dikurangi.

Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa
usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan adanya kompetisi untuk
mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan
bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri
probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus
strain pada manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-
MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3 mempunyai
kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium, sedangkan Lactobacillus strain
LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan perlekatan tersebut dapat
dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah
perlekatan diarrheagenic Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella
typhymurium, Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif
bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah infeksi E coli.
Disamping mekanisme perlekatan dengna reseptor pada epitel usus untuk mencegah
pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat pada
pejamu oleh karena produksi substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin,
microcin, reuterin, volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.

J. Komplikasi
1. Gangguan elektrolit

- Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala


yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah
cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8jam.
Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5%
dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml
cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat
mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.

- Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering
terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema.
Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila
tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam
8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.

- Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak
jantung.

- Hipokalemia
Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut kadar K: jika
kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5
mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam
lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB).
Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah
diare berhenti1

2. Demam

Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umunya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus.
Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada
umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam
yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika.
Antibiotika jika ada infeksi.

3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak
biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema
paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali.
Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid
jika kejang.

4. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa cairan
ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan
pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengadung
bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.

5. Ileus paralitik

Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai
akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung, muntah,
peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan,
beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.

6. Kejang

o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita dalam
keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB,
diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh
hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih
kembali.
o kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare,
seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.

7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa

Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula selama
diare dapat menyebabkan:

- Volume tinja bertambah


- berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.

Tindakan:

a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan
menghidari efek bolus
b. Mengencerkan susu jadi -1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti makanan
padat, perlu diberikan.
c. Pemberian yogurt atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti dengan
susu kedelai.

8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan cairan
intravena.

9. Muntah

Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang menyebabkan
gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah
dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan
oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic
sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan kesadaran.

10. Akut kidney injury

Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis
sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam setelah hidrasi
cukup.

K. Pencegahan

1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.


Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar


b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
juga mengurangi resiko diare antara lain:

b. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun


c. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.

d. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan campak,
dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung
menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi
campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada
balita.

e. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah,
tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare. Di
dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam
2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu.

L. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan
melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%( akan menjadi diare
persisten.

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI.
2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. [diunduh
tanggal 10 Juli 2007]
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal of
Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based
Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the tight
junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality Formulation.
Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002. [diunduh tanggal 16 Juli
2011].
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea and
respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and inflammation.
Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam Kapita
Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated Guidelines for
use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban population
in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31

Anda mungkin juga menyukai