Anda di halaman 1dari 39

CASE REPORT

DIARE AKUT + DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Disusun Oleh:
Harya Hermawan
1102012109

Pembimbing:
dr. Budi Risjadi, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
Maret 2017
BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Umur : 6 Tahun 9 Bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Pasir Peundeuy 01/10 RT RW Kec. Soreang Kab. Bandung

Pendidikan : Pelajar

Tanggal Masuk : 15 Maret 2017

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis

Keluhan Utama : BAB cair

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Soreang dengan keluhan BAB cair sejak 1 hari yang lalu,

sebanyak 8x perhari, tiap kali mencret sebanyak 1 gelas aqua, berupa cairan

kehijauan, terdapat ampas, berbau busuk, dan berlendir, tanpa disertai darah. Keluhan
mencret disertai dengan muntah sejak 1 hari SMRS, sebanyak 3x/hari, berupa sisa makanan.
Keluhan mencret juga disertai dengan panas badan yang tidak begitu tinggi sejak 1 hari
SMRS, hilang timbul, siang sama dengan malam. Keluhan tidak disertai dengan batuk, pilek,
sesak nafas, kejang atau penurunan kesadaran. Penderita tampak rewel dan minum banyak.
BAK tidak ada keluhan.
Pasien sehari-hari makan makanan rumah, namun terkadang pasien jajan saat pulang
sekolah.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sudah 2x mengalami sakit seperti ini dengan gejala
serupa.

Riwayat Penyakit Keluarga : Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat sebelumnya

Riwayat Alergi : Alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Psikososial : Disekitar lingkungan pasien, tidak ada yang menderita


dengan keluhan serupa. Dan lingkungan sekitar rumah
bersih.
Riwayat Imunisasi : Riwayat Imunisasi lengkap (+)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis
Tanda- tanda Vital :
- S : 37,2 C
- N : 108 x/menit, kuat angkat, reguler
- P : 24x/menit
- TD : 110/70 mmHg
Antropometri :

-
BB : 17 kg
-
TB : 110 cm
o BB/U : < 0 SD Gizi baik
o TB/U : = 0 SD Normal
o BMI/U : < -1 SD Gizi baik
STATUS GENERALIS
Status Generalis:
Mata
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Tidak ikterik
- Pupil : Bulat, isokor 3 mm/ 3 mm
- Reflek cahaya : +/+
- Air mata :+
- Kelopak mata : tidak cekung
Hidung : PCH (-)
Mulut : POC (-), mukosa mulut dan lidah basah
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks
- Paru : Inspeksi gerakan dada simetris kiri dan kanan,
retraksi ICS (-)
Palpasi fremitus kanan = kiri
Perkusi sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi VBS ka=ki, rhonki -/-, wheezing -/-, slem -/-
- Jantung : Inspeksi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi ictus cordis teraba di ICS V linea MCS
Perkusi Batas jantung kanan : ICS V LSD
Batas jantung kiri : ICS V I jari medial LMCS
Auskultasi BJM reguler, bising jantung (-), gallop (-),
murmur (-)
Abdomen : Inspeksi datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi bising usus (+), normal
Palpasi soepel, nyeri tekan (-), organomegali (-),
Turgor kembali lambat
Perkusi timpani
Ekstremitas : RCT < 2 detik, akral hangat, perianal rash (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

15/03/17 16/03/17
Darah Rutin Feses Rutin : Makroskopis
Hb : 13 mg/dl Warna : hijau
(12 - 16 mg/dl) Konsistensi : cair
Ht : 38 % Lendir : (+)
(37 - 43 %)
Mikroskopis
Lekosit : 10.400/
(5.000 - 12.000) Leukosit : 0-1
Eritrosit : 0-1
Trombosit: 287.000/
Amoeba : (-)
(150.000450.000) Bakteri : (+)
Kimia Klinik Telur Cacing : (-)
GDS : 111 mg/dl
(<180 mg/dl)

DIAGNOSIS BANDING

Diare Akut disentryform e.c Bacterial Infection + Dehidrasi Ringan Sedang


Diare Akut e.c Viral Infection + Dehidrasi Ringan Sedang

USULAN PEMERIKSAAN

Kultur Bakteri

DIAGNOSIS KERJA

Diare Akut disentryform e.c Bacterial Infection + Dehidrasi Ringan Sedang

TATALAKSANA

- Infus RL 20 gtt/menit
- Metronidazol 3 x 250 mg (po)
- L-Zinc 1 x 20 mg (po)
- Oralit 75 ml x 17 : 1250/4 jam
- Paracetamol 3 x 150 mg (po) jika demam

EDUKASI

- Makan dan minum yang banyak


- Jaga higienitas
- Jangan makan sembarangan

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : ad bonam


Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal : 16/03/2017
S/ O/ A/ P/
BAB cair S : 37,2 C Diare Akut 1. Infus RL 20
+
berwarna N: 108 x/menit, kuat gtt/menit
Dehidrasi 2. Cefotaxim
kehijauan 6x, angkat, reguler Ringan
Sedang 3x300 mg (iv)
ampas (+), lendir P: 24x/menit
3. L-Zinc 1x
(+), berbau TD: 110/70 mmHg
cth1 (po)
busuk (+), darah 4. L-Bio 3 x 1
Status gizi
(-), muntah 2x, sach (po)
BB : 17 kg
5. Paracetamol 3
mual (+), tidur TB : 110 cm
BMI = 17 / (1,10)2 x cth
gelisah (+)
BMI = 14,04

Feses Rutin :
Makroskopis
Warna: hijau
Konsistensi: cair
Lendir: (+)
Mikroskopis
Leukosit: 0-1
Eritrosit: 0-1
Amoeba: (-)
Bakteri: (+)
Telur Cacing:
(-)
Kepala : CA (-) SI (-)
PCH (-) POC (-) coated
tongue (-) mata cekung (-)
Leher : KGB TTM
Thorax : B/G simetris,
VBS ka=ki, Rh-/- Wh -/-,
BJI-II murni regular,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, soepel,
BU (+), NTE (-), hepar-
lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral hangat,
CRT<2
Tanggal : 17/03/2017
S/ O/ A/ P/
BAB cair S : 36,8 C Diare Akut 1. Infus RL 20
+
berwarna N: 96 x/menit, kuat gtt/menit
Dehidrasi 2. Cefotaxim
kehijauan 3x, angkat, reguler Ringan
Sedang 3x300 mg (iv)
ampas (+), lendir P: 20x/menit
Dalam 3. L-Zinc 1x
(+), berbau TD: 110/70 mmHg Perbaikan cth1 (po)
busuk (-), darah 4. L-Bio 3 x 1
Status gizi
(-), muntah (-), sach (po)
BB : 17 kg
5. Paracetamol 3
mual (+), tidur TB : 110 cm
BMI = 17 / (1,10)2 x cth
gelisah (-), nafsu
makan membaik. BMI = 14,04

Kepala : CA (-) SI (-)


PCH (-) POC (-) coated
tongue (-) mata cekung
(-)
Leher : KGB TTM
Thorax : B/G simetris,
VBS ka=ki, Rh-/- Wh -/-,
BJI-II murni regular,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, soepel,
BU (+), NTE (-), hepar-
lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2

Tanggal : 18/03/2017
S/ O/ A/ P/
BAB cair 1x, S : 36,6 C Diare Akut 1. Infus RL 20
+
ampas (-), lendir N: 84 x/menit, kuat gtt/menit
Dehidrasi 2. Cefotaxim
(-), berbau busuk angkat, reguler Ringan
Sedang 3x300 mg (iv)
(-), darah (-), P: 22x/menit
3. L-Zinc 1x
muntah (-), mual TD: 110/80 mmHg
cth1 (po)
(-), tidur gelisah 4. L-Bio 3 x 1
(-), nafsu makan Status gizi sach (po)
BB : 17 kg 5. Paracetamol 3
membaik.
TB : 110 cm x cth
BMI = 17 / (1,10)2
6. BLPL

BMI = 14,04

Kepala : CA (-) SI (-)


PCH (-) POC (-) coated
tongue (-) mata cekung
(-)
Leher : KGB TTM
Thorax : B/G simetris,
VBS ka=ki, Rh-/- Wh -/-,
BJI-II murni regular,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, soepel,
BU (+), NTE (-), hepar-
lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair
dengan atau tanpa darah dan atau lendir yang terjadi dengan frekuensi 3x dalam 24 jam.

Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali
perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar
kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.

B. Cara penularan dan faktor resiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita
atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F=
field, flies, fingers, fluid).

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:

- Tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi,
- Tidak memadainya penyediaan air bersih,
- Pencemaran air oleh tinja,
- Kurangnya sarana kebersihan atau MCK,
- Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
- Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang
tidak baik.

Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan


kecenderungan untuk terkena diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir
dan faktor genetik.

1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody
ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak
sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena
virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. didaerah tropic
(termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun
dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus
meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic dan
pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe
eltor telah menyebar ke negara-negara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan
beberapa daerah di amerika utara dan eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan terakhir di
afrika tengah dan asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera
0139 yang menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami
wabah.
C. Mekanisme daya tahan tubuh
Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare karena
tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi
sebagai front terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang berbahaya yang masuk ke
dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika
bahan-bahan ini dapat menembus barieir mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam
sirkulasi sistemis, terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan
autoimunitas.
1. Daya pertahanan tubuh non-imunologi
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat mencegah
pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara potensial dapat
menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus sudah dihuni oleh bermacam-macam
mikroorganisme yang merupakan flora usus normal. Penggunaan antibiotika dalam
jangka panjang dapat mengganggu keseimbangan flora usus, menyebabkan
pertumbuhan yang berlebihan dari kuman-kuman non pathogen yang mungkin juga
telah resisten terhadap antibiotika.
Pertumbuhan kuman pathogen dalam usus akan dihambat karena adanya
persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi
terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman yang optimal (pH
menurun, daya oksidasi reduksi menurun,dsb) atau karena terbentuknya zat anti
bakteri terhadap kuman pathogen yang disebut colicines.
b. Sekresi usus
Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk mencegah
perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacilus pada mukosa
mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat diahambat dan dengan sendirinya
mengurangi jumlah mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung. Mucin serupa
terdapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh
usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembang biaknya
mikroorganisme di epitel usus. Selain itu muci juga dapat mencegah penetrasi zat-zat
toksik seperti allergen, enterotoksin,dll.
c. pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan
masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus.
d. gerak peristaltik
Gerak peristaltic merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha
mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan juga ikut mempercepat
pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karna sesuatu sebab gerak
peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan bawaan dsb), sehingga menimbulkan
stagnasi isi usus.
e. filtrasi hepar
Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap bahan-
bahan yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah bahan-bahan yang
berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik.
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman
- Natural antibody : menghambat perkembangan beberapa bakteri pathogen,
tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal. Natural antibody ini
mungkin merupakan hasil dari reaksi cross imunity terhadap antigen yang
sama yang terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.
2. Pertahanan imunologik lokal

Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terdapat penetrasi


antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasama terdapat dalam jumlah yang
berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque peyeri di ileum dan apendiks
maupun tersebar secara difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi
imunologik local ini tidak tergantung dari system imunologik sistemik.Reaksi ini terjadi
karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus. Yang termasuk dalam pertahanan
imunologik lokal adalah:

a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)


IgA diketahu terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG dalam
cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibody yang terdapat dalam
serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai polipeptida. Dimer IgA ini
dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian
akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan sekretori komponen (SC).
Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim
proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaiman proses
proteksi dari SIgA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun ada yang
menyatakan bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat
mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri
tidak dapat berkembangbiak. Sejumlah SIgA terdapat pula pad kolostrum.Hal ini
sangat penting sebagai proteksi terhadap usus bayi yang baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque peyeri
di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam taraf
penelitian.
c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen
usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel
plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan merupakan proteksi
temporer terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA
bila karena suatu sebab terjadi defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam
protersi usus.

D. Anatomi dan fisiologi


1) Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga cecum. pada neonates memeiliki panjang 275 cm dan
tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun atas lapisan
tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas
dengan adanya villus dan kripta. Villus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-
masing regio usus halus. Di duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih lebar, dan lebih
sedikit, meyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum, serta menjadi lebih kecil dan
lebih meruncing di ileum. Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus tersebut
terdapat kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan
epitel. terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum, tight junction ini berperan
penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan melakukan control terhadap aliran air dan
solute paraseluler. Terdapat berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu:
Sel Goblet
Merupakan sel penghasil mucus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel goblet
menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk barier
fisikokimia, member perlindungan pada epitel permukaan. mucus ini paling banyak
didapatkan pada gaster dan duodenum
Sel Kripta
Sel kripta yang tidak berduferensiiasi merupakan tipe sel yang paling banyak terdapat
di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan precursor sel penyerap villus, sel paneth, sel
enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang tidak
berdiferensiasi ini mensistesis dan mengekspresikan komponen sekretori pada
membrane basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis
IgA oleh lamina propria sel plasma.
Sel Paneth
Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basofil.
Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi
sekretori sel panet velumk diketahui, diduga membunuh bakteri dengan lisosom dan
immunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan flora normal usus.
Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus meuroskretori, sel enteroendokrin terdapat di
mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan kripta usus. Sel
enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin,
neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin dan
somatostatin.
Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.

Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara :
a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh enterosit
yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul glukosa dan Na+,
dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air.
Glukosa masuk ke dalam ruang interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran
darah. Na+ masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang
terdapat pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na
(sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah, tekanan
osmotic meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan air.

b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah Na+ masuk ke
dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotic plasma meningkat dan
akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.

E. Etiologi

Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada
anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory
dan inflammatory.

Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan

oleh parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoy diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung

atau memproduksi sitotoksin.

GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT


Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun
Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur

Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak antara lain:

Kesulitan makanan Neoplasma


Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Lain-lain:
Malrotasi Infeksi non gastrointestinal
Penyakit Hirchsprung Alergi susu sapi
Short Bowel Syndrome Penyakit Crohn
Atrofi mikrovilli Defisiensi imun
Stricture Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan
Defesiensi disakaridase logam berat
Malabsorbsi glukosa dan Mushrooms
galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital
Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak
F. Patofisiologi

Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik.
Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan
pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan
pada satu anak.

1. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan
ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum
yang bersifat permeable, air akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul
air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan
yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan
melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat
dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan
memberikan dampak yang sama.

2. Diare Sekretorik

Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida
tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari
tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi
bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. Cholera.

Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium

( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka

2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai

kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90

mEq/L), dan perbedaan osmotiknua kuran dari 20 mOsm/L.


Osmotik Sekretorik

Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari

Puasa Diare berhenti Diare berlanjut

Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L

Reduksi (+) (-)

pH tinja <5 >6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy,
serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase
membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di
kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.

Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang
menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas mempunyai pengaruh
terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat
menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan
absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada
anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel
darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini
berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik.

Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan funsi absorbs yaitu
cytoskeleton dan perubahan susunan protein. penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan
bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction
oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja
sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai
contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,
Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera
mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi
protein cytoskeleton.

G. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal
bias berupa diare, kram perut, dan munth. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonic, dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bias tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurolgik dari infeksi usus bias berupa
parestesia ( akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan
otot.

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih
hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukan terkenanya
usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seprti:enteric virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atu
hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukan bahwa saluran
makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian
khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.

Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Gejala klinis :

Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, kramp Tenesmus,kolik - Tenesmus, kramp Kramp

Nyeri kepala - + + - - -

lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari

Sifat tinja:

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - + Kadang - + -

Bau Langu - Busuk - - Amis khas

Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucuian beras

Leukosit - + + - - -

Lain-lain Anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ -

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakahh panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke
rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan
lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.

Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat

ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan

MMWR.

Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan sedang, Dehidrasi berat, kehilangan
dehidrasi, kehilangan kehilangan BB 3%-9% BB>9%
BB<3%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritable Apatis, letargi, idak sadar

Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi, (kasus


berat)

Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik

Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Penilaian A B C

Lihat:

Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada Kering


Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa,tidak haus *haus ingin minum banyak *malas minum atau tidak bias
minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat

Bila ada 1 tanda* ditambah 1 Bila ada 1 tanda* ditambah 1


atau lebih tanda lain atau lebih tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:

dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

Rasa haus - + +

Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas

Kulit/ selaput lendir Basah Kering Kering sekali

Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis, hiperfleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras

Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah

Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%

Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak


diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut:
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan


diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah
atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.

Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,


adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi
dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adnya warna empedu
akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial
overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat
cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat
fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya
lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon, khususnya
akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi
oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus
dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa
yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak
mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi
laktosa.

Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase.
Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa
dan galaktosa, yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara
menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan
pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat
perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat
menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari
tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair
dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest.
Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna
standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara
kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (++
+=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut
sebagai steatore.

a. Pemeriksaan mikroskopik

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit


dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi tetes
eosin atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:

bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative


bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut (+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III
yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara
mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning
atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:

(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per
lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang pandang atau
sel memenuhi lebih dari lapang pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan NaCl
fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup
sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga
tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL
fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah
dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan
dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

Uji hydrogen napas

Pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hydrogen dalam


udara ekspirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari fermentasi bakteri
terhadap substrat baik di kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri di usus besar
terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi tersebut sepertilaktosa atau
fruktosa akan difermentasi oleh bakteri komensal menghasilkan asam lemak rantai
pendek (short chain fatty acid), beberapa molekul alcohol dan gas hydrogen. Gas
hydrogen tersebut dengan cepat akan diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke
paru dan dikeluarkan lewat udara napas.

Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial overgrowth ,


yang didefinisikan sebagai terdapatnya kolom atau spesies koloni lebih dari 106 unit
per milliliter cairan usus halus yang seharusnya relative steril. Sebelum pemeriksaan
uji hydrogen napas penderita dipuasakan selama 4-6 jam, lalu diambil sampel udara
napas dengan cara meniup ( pada bayi dengan menggunakan sungkup) pada alat yang
dapat menghitung kadar hydrogen napas sebagai kadar awal hydrogen napas. Lalu
diberikan larutan 2gr/kgBB dengan konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara
napas seperti sebelumnya setiap 30 menit selam 2-3 jam. Peningkatan kadar hydrogen
napas >20ppm, atau 10-20 ppm disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit
perut) disebut positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama
yang berarti fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi, di usus halus dan
disimpulkan sebagai bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi setelah 2 jam
menandakan adanya laktosa yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke
kolon dan difermentasi oleh bakteri di kolon menghasilkan hydrogen yang ditangkap
oleh alat.
I. Tata laksana

Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.

Tujuan pengobatan:

1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc

Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai,
seperti yang tertera dibawah ini:

Rencana terapi A : penanganan diare di rumah

Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:

Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan pada ibu:

- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang
utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang sebagai
tambahan

- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini:
oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air matang

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan

- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat

Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu berapa banyak cairan
termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya
sehari-hari:
- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB

- >2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB

Katakan pada ibu

- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/ cangkir/gelas

- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan lebih
lambat.

- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

Beri tablet Zinc

Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari dengan dosis :

- umur <6 bulan : tablet (10 mg) perhari

- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari

Lanjutkan pemeberian makanan

Kapan harus kembali

1. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik sesuai yang
dianjurkan selama periode 3 jam.

Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 5.4 tahun 5-14tahun >15 tahun

Berat badan <5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg

Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam ulangi penilaian
dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk
melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai tunjukan
cara menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus
diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup
untuk rehidrasi dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dainjurkan dalam rencana
terapi A. Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai
kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang
tidak menyusu, beri juga 100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah member
makan segera setelah anak ingin amkan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara
memberikan larutan oralit. berikan tablet zinc selama 10 hari.

2. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut, sementara
infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer asetat (atau jika tak tersedia,
gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai berikut.

Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB selama Pemebrian berikut 70ml/kgBB selama

Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan
intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau
minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet zinc sesuai
dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3
jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi) untuk melanjutkan
penggunaan.

Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan untuk
memberikan pada penderita:

1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit

2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi

3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.

Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan dalam
menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO dan
UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah
dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih rendah. Keamanan oralit ini sama dengan
oralit yang lama, namun efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru
dengan low osmolalitas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu
mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk diare akut
non kolera pada anak.

PENGOBATAN DIETETIK

Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak dilakukanik lagi
karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan atau KKP. Sebagai
pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic diapakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai
singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding, Simultaneously with Education.

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak

anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan

mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi

dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan

kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit

serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus

diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan memberikan

perlindungan terhadap kuman pathogen. 12Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau

penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat

sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%.

Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-

3 hari.

Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
(hari)

Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200

Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari
makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih) dan anak dibujuk
untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada
umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Makanan padat memiliki
keuntungan, yakni memperlambat pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau
susu formula, jadi memperkecil jumlah laktosa pada usus halus pr satuan waktu. Pemberian
makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam
mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan
makanan yang terdiri dari:makanan pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti,
atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak
nabati untuk setiap 100ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya
akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran,
serta ditambahkan tahu,tempe, daing atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untui
menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula
seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari.

Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadai anorexia hebat. Oleh karena itu
perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk
memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang
normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini
biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.

ZINC

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan
yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap
proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi
epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di
negara-negara berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya
kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya
imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan risiko terjadinya
dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:

- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari


- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari diare.
Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih besar,
zinx dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika:antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare
akut.

Antibiotik

Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat

dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,

Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya.

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

3xs ehari selama 5 hari (10 hari pada kasus


berat)

Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya.
Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3

Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine). Obat-obat
ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuanya untuk mengikat
dan menginaktifasi toksin abkteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian,
tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii,
paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang
dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat
menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang
infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek
sedative pada dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada
bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

obat-obat lain:

Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh
karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah biasanya
berhenti bila penderita telah terehidrasi

PROBIOTIK

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang
menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih
baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang
panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam
pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient,
mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek
trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Pemberian
makanan selama daire harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya adalah
memberikan makanan yang kaya nutrient sebanyak anka mampu menerima. Sebagian besar
anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi.
Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi.

Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa
usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan adanya kompetisi untuk
mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh
dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya
bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen.
Lactobacillus strain pada manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan
sel goblet HT 29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium, sedangkan
Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan
perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai
kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic Eschercia coli (EPEC) dan bakteri
enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah
perlekatan strain LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E
coli daripada setelah infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengna reseptor pada
epitel usus untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri
probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi antibakteri misalnya,
asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion
hidrogen.

J. Komplikasi

1. Gangguan elektrolit

- Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan


berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit
adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat
dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung
kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium
plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan
8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan
0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl
pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian
diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap
BAB, sampai diare berhenti.

- Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering
terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema.
Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi.
Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi
yaitu : memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125-
kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh
diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.

- Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak
jantung.

- Hipokalemia

Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut kadar K: jika
kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5
mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4
jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam
4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2
mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti1

2. Demam

Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umunya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus.
Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi
pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup.
Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan/
antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.

3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak
biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema
paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali.
Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan,
kortikosteroid jika kejang.

4. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa cairan
ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan
pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit yang cukup
mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.

5. Ileus paralitik

Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai
akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung,
muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per oral
dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.

6. Kejang
o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita
dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5
mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan
oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat
pulih kembali.
o kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare,
seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.

7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa

Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula selama
diare dapat menyebabkan:

- Volume tinja bertambah


- berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.

Tindakan:

a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan
menghidari efek bolus
b. Mengencerkan susu jadi -1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti makanan
padat, perlu diberikan.
c. Pemberian yogurt atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti
dengan susu kedelai.

8. Malabsorbsi glukosa

Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan cairan
intravena.

9. Muntah

Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang menyebabkan
gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah
dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan
oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic
sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan kesadaran.

10. Akut kidney injury

Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis
sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam setelah hidrasi
cukup.

K. Pencegahan

1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.


Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar


b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
juga mengurangi resiko diare antara lain:

b. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

c. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.

d. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan


campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati,
cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan
imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat
mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian
karena diare pada balita.

e. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah,
tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare. Di
dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan
dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu.

L. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan
melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%( akan menjadi diare
persisten.

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi
IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. [diunduh
tanggal 10 Juli 2007]
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal of
Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based
Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the tight
junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam http:www.glut.bmj.com.
[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality Formulation.
Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002. [diunduh tanggal 16 Juli
2011].
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea and
respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and inflammation.
Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam Kapita
Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated Guidelines for
use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban
population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31

Anda mungkin juga menyukai