Anda di halaman 1dari 16

PENGUKURAN KUALITAS UDARA PADA HARI RAYA NYEPI DI BALI

TAHUN 2015
Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG
puslitbang@bmkg.go.id

I. LATAR BELAKANG
Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu untuk memperingati perayaan
Tahun Baru Caka. Bagi masyarakat Bali Nyepi identik dengan tidak adanya aktivitas rutin
yang biasa dilakukan sehari-hari. Semua kegiatan ditiadakan termasuk pelayanan umum,
seperti ditutupnya akses jalur transportasi darat, laut dan udara yang transit ke Bali selama
satu hari. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan Nyepi di Bali berlangsung dengan tenang.
Perkantoran dan pusat usaha pun ditutup dan tidak penggunaan energi seperti api,
lampu, dan lain-lain (konsep Amati Geni). Pengecualian khusus diperbolehkan untuk
rumah sakit untuk pelayanan kepada orang yang sakit. Dapat diasumsikan bahwa
pelaksanaan Nyepi di Bali sebagai hari bebas polusi, bebas suara bising, dan bebas energi.
Ditinjau dari lingkup kerja Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG), Hari Raya Nyepi berkaitan erat dengan meningkatnya kualitas udara di wilayah
Bali. Tidak adanya aktivitas manusia (anthropogenik) selama 24 jam secara signifikan
akan menurunkan tingkat emisi gas buang dari kendaraan bermotor, pabrik, dan aktivitas
terkait lainnya.
Definisi pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997
pasal 1 ayat 12 mengenai pencemaran lingkungan adalah pencemaran yang disebabkan
oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor,
pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan
gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut peraturan pemerintah
dalam PP No.41/1999, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu kualitas udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebebkan udara
ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Selain itu pencemaran udara dapat pula diartikan
adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan
susunan atau komposisi udara dari keadaan normalnya (Wardhana dalam Rahmawati,
2002).

1|
Udara ataupun atmosfer sebagai tempat penampungan akhir dari emisi bahan-bahan
pencemar mempunyai kemampuan untuk menetralisir secara alamiah seperti proses
pencucian polutan oleh hujan, proses pengenceran melalui sebaran polutan akibat faktor-
faktor meteorologis seperti pergerakan angin, stabilitas atmosfer dan lain sebagainya.
Namun, akibat dari kenaikan emisi bahan-bahan polusi udara yang masuk ke
atmosfer semakin meningkat, maka kemampuan atmosfer untuk proses netralisasi semakin
menurun, akibatnya kemungkinan terjadinya pencemaran udara semakin tinggi.
Menurut Sugiarti (2009) secara umum penyebab pencemaran udara ada dua
macam, yaitu faktor alami dan kegiatan manusia. Faktor alami seperti debu beterbangan
akibat tertiup angin, abu (debu) akibat letusan gunung berikut gas-gas vulkanik dan proses
pembusukan sampak organik dan lain-lain.Besarnya tingkat pencemaran di udara
umumnya sangat dipengaruhi oleh (1)jumlah atau total bahan pencemar yang diemisikan
atau dipancarkan ke atmosfer, (2)kondisi meteorologi seperti arah dan kecepatan angin,
suhu, kelembaban udara, dan hujan, (3)keadaan topografi seperti daerah terbuka atau datar,
daerah lembah, daerah perbukitan maupun pegunungan, (4)bentuk susunan sumber
pencemar dilihat dari ketinggian cerobong emisi, semakin tinggi cerobong emisi yang
digunakan maka umumnya akan semakin jauh distribusi sebaran polutan di atmosfer.
Pada tahun 2010 perayaan hari raya Nyepi diperkirakan telah mereduksi gas karbon
dioksida (CO2) sebesar 30.000 ton ppm (Dishub, 2010). Apakah hal yang sama juga terjadi
pada beberapa unsur gas ambien seperti gas CO, CO2, NO2, dan SO2 serta unsur partikulat
(TSP) pada perayaan Hari Raya Nyepi 2015, jawaban pertanyaan ini yang akan dikaji pada
kegiatan ini.

II. TUJUAN
Tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui tingkat penurunan relatif emisi gas
rumah kaca (GRK) dan partikulat pada Hari Raya Nyepi dibandingkan dengan sebelum
dan sesudah Hari Raya Nyepi.

III. METODE
3.1. Data
Pengukuran gas rumah kaca dan partikulat dilakukan selama 10 hari yaitu tangggal
1725 Maret 2015. Lokasi pengukuran tersebar di 8 titik yaitu Pasar Badung, Terminal
Ubung, Singaraja, Balai wilayah III Denpasar, Pelabuhan Benoa, Karangasem, Stasiun
Klimatologi Negara, dan Bedugul (Gambar 1). Data yang digunakan adalah data primer

2|
hasil pengukuran menggunakan peralatan monitoring cuaca, gas polutan, dan partikulat
debu.

Gambar 1. Lokasi pengukuran: (A)Denpasar; (B)Benoa; (C)Ubung; (D)Badung;


(E)Karangasem; (F)Negara; (G)Bedugul; (H)Singaraja

3.2. Peralatan yang digunakan


Peralatan ukur Environment Particulate Air Monitor (EPAM) digunakan untuk
mengukur partikel debu ukuran 10 mikron. Sensor Sinyei (Total Suspended Particulate,
TSP) digunakan untuk mengukur partikel debu total. Multi Gas Sensync digunakan untuk
mengukur gas CO, CO2, NO2, SO2. Sedangkan Portable weather station digunakan untuk
untuk mengukur parameter cuaca.

a b

3|
c d

Gambar 2. (a) EPAM-HAZDUST, (b) Sinyei Total Particulate, (c) Multi Gas Sensync,
(d) Portable Weather System

Dalam pelaksanaannya tidak semua peralatan yang dipasang bekerja dengan baik,
sehingga dalam pengolahan datanya harus melihat kuantitas dan kualitas yang dimiliki.
Distribusi peralatan yang dipasang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Lokasi pengukuran dan distribusi peralatan


No Lokasi Peralatan

1 Benoa (Pelabuhan) - Sinyei (TSP)


- Sensync (CO, NO2, SO2)
- Vaisala-WXT520
2 Badung (Pasar) - EPAM-Hazdust (TSP)
- Sinyei (TSP)
- Greywolf (CO2)
- Vaisala-WXT520
3 Denpasar (Balai Besar Wilayah III BMKG) - Epam-Hazdust (TSP)
- Sensync (CO, NO2, SO2, CO2)
- Vaisala-WXT520
4 Ubung (Terminal) - Epam-Hazdust (TSP)
- Sensync (CO, NO2, SO2, CO2)
- Vaisala-WXT520
5 Bedugul (Koramil) - Sinyei (TSP)
- Sensync (CO, NO2, SO2, CO2)
- Vaisala-WXT520
6 Singaraja (Rumah warga) - Epam-Hazdust (TSP)
- Sensync (CO, NO2, SO2)
- Vaisala-WXT520
7 Karangasem (Rumah warga) - Epam-Hazdust (TSP)
- Sinyei (TSP)

4|
- Sensync (CO, NO2, SO2, CO2)
- Vaisala-WXT520
8 Negara (Stasiun Klimatologi BMKG) - Sinyei (TSP)
- Sensync (CO, NO2, SO2)
- Vaisala-WXT520

5|
IV. HASIL PENGUKURAN
4.1.Total Suspended Particulate (TSP)

Gambar 3. Profil TSP di lokasi pengukuran

6|
Partikulat adalah substansi yang berada dalam atmosfer pada kondisi normal
berukuran lebih besar daripada molekul (2 Angstrom), tetapi lebih kecil daripada 500 um
(1 u = 1 mikron = 10-4 cm). Partikulat di udara tidak hanya dihasilkan dari emisi langsung
berupa partikulat, tetapi juga dari emisi gas-gas tertentu yang mengalami kondensasi dan
membentuk partikulat, sehingga ada partikulat primer dan sekunder. Partikulat primer
adalah partikel yang langsung diemisikan berbentuk partikulat, sedangkan partikel
sekunder adalah partikel yang terbentuk di atmosfer.
Partikel di atmosfer terdiri dari bahan padat dan cair berukuran kecil yang berasal
dari berbagai sumber alami (misal: debu vulkanik, kebakaran hutan) dan antropogenik
(misal: asap dari cerobong, penanganan limbah padat).
TSP adalah partikulat yang memiliki diameter antara 0.1 mikrometer hingga 30
mikrometer dan termasuk ke dalam kelompok partikulat primer.
Di seluruh 8 lokasi pengamatan dipasang alat pengukur TSP, yang terbagi atas 2
jenis alat yang berbeda, yaitu: EPAM-Hazdust dan Sensor Sinyei. Kedua alat ini memiliki
mekanisme pengambilan sampling yang berbeda. EPAM-Hazdust menggunakan
mekanisme vacuum sedangkan Sensor Sinyei secara difusi. Sensor Sinyei sendiri
merupakan alat baru yang masih dalam periode ujicoba.
Dari 8 lokasi yang diukur, hanya 5 lokasi yang memenuhi persyaratan agar datanya
dapat diolah (Gambar 3), sisanya mengalami kendala dengan berbagai alasan, seperti
kegagalan alat dan masalah komunikasi.
Pola yang terlihat secara umum terlihat sesuai dengan waktu rutinitas masyarakat,
dimana puncak hasil pengukuran terjadi antara pukul 5.00-09.00 dan 16.00-20.00. Hasil
pengukuran di Bedugul dan Negara menunjukkan hasil yang paling rendah diduga kuat
disebabkan oleh perbedaan pengambilan sampling dan kondisi lingkungan sekitar. Alat
pengukur debu total (TSP) yang terpasang di Bedugul, Negara, Karangasem dan Benoa
adalah sensor Sinyei, yang menggunakan metode difusi dalam pengambilan sampel udara.
Mekanisme sensor ini hanya mengambil udara yang melewati sensor, berbeda dengan
mekanisme EPAM-Hazdust.
Sementara sensor Sinyei di Benoa tidak menunjukkan pola yang serupa dengan
sensor Sinyei di Bedugul dan Negara lebih dikarenakan faktor lingkungan yang
berhubungan dengan aktivitas dan mobilitas manusia. Sedangkan sensor Sinyei di
Karangasem mengalami kegagalan karena masalah komunikasi yang tidak berfungsi.

7|
4.2. Gas CO

Gambar 5. Profil gas CO di lokasi pengukuran

8|
Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa. CO terdiri dari satu karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom
oksigen. CO dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon.
Sensor Sensync yang merupakan peralatan baru digunakan untuk mengukur CO.
Alat ini dipasang di 7 lokasi, kecuali Badung (Pasar). Dari 7 lokasi hanya 3 lokasi yang
datanya memenuhi persyaratan untuk diolah, yaitu: Denpasar, Singaraja dan Bedugul
(Gambar 5).
Denpasar sebagai daerah urban memiliki pola yang paling berbeda dengan 2 lokasi
lainnya. Pada saat Hari Raya Nyepi masih terjadi fluktuasi konsentrasi CO yang dimulai
dari pukul 7.00 pagi hingga pukul 19.00 malam. Fluktuasi serupa tidak terjadi di 2 lokasi
lainnya. Hal ini bisa menjadi suatu indikasi bahwa Denpasar sebagai kota urban tidak
benar-benar berhenti aktivitas saat Hari Raya Nyepi.
Bedugul memiliki tingkat penurunan gas CO paling tinggi dibandingkan dengan 2
lokasi lainnya dikarenakan lokasi penempatan alat ukur gas CO berbatasan langsung
dengan jalan utama sehingga memberi pengaruh signifikan terhadap hasil pengukuran.
Sumber gas CO sebagian besar merupakan kontribusi dari gas buang kendaraan bermotor
dimana pada saat Hari Raya Nyepi tidak ada aktivitas kendaraan bermotor. Meskipun
demikian, konsentrasi gas CO diluar Hari Raya Nyepi masih berada di bawah ambang
batas yang telah ditentukan.

9|
4.3. Gas CO2

Gambar 6. Profil CO2 di beberapa lokasi pengukuran

Karbondioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang
terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. CO 2
dihasilkan secara natural oleh semua makhluk hidup pada proses respirasi dan digunakan
oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Selain itu, pembakaran dari semua bahan bakar
yang mengandung karbon, seperti metana, distilat minyak bumi (bensin, diesel, minyak
tabnah, propana), arang dan kayu akan menghasilkan CO2.
Sensor Sensync dan Greywolf CO2 Analyzer merupakan peralatan yang digunakan
untuk mengukur konsentrasi CO2. Sensor Sensync dipasang di 4 lokasi (Badung, Denpasar,
Bedugul dan Karangasem) sedangkan Greywolf CO2 Analyzer dipasang di 2 lokasi
(Badung dan Negara). Dari 6 lokasi tersebut hanya data dari sensor sensync di Denpasar
dan Greywolf CO2 Analyzer di Badung yang memenuhi persyaratan untuk diolah.
Variasi hasil pengukuran di tiap lokasi diduga kuat disebabkan oleh faktor
lingkungan sekitar: apakah lokasi tersebut merupakan daerah urban atau sub-urban. Daerah
urban seperti Denpasar cenderung memiliki penurunan konsentrasi lebih tinggi dibanding
daerah sub-urban (Bedugul).
10 |
4.4. Gas SO2

Gambar 7. Profil SO2 di beberapa lokasi pengukuran

11 |
Sulfur dioksida (SO2) adalah senyawa kimia dengan karakteristik bau yang tajam,
tidak mudah terbakar di udara dan bersifat racun. Sumber utama SO2 adalah gunung berapi
dan aktivitas manusia yang terkait dengan pemrosesan industri. Karena batubara dan
minyak bumi juga mengandung senyawa belerang, hasil pembakarannya juga
menghasilkan gas SO2, hasil pembakarannya juga menghasilkan gas belerang dioksida
walaupun senyawa belerangnya telah dipisahkan terlebih dahulu sebelum dibakar.
Peralatan yang digunakan untuk mengukur konsentrasi SO2 di udara adalah Sensor
Sensync. Lokasi pemasangan terdapat di 7 tempat, yaitu: Benoa, Denpasar, Ubung,
Bedugul, Singaraja, Karangasem dan Negara. Dari 7 lokasi hanya 4 yang datanya
memenuhi persyaratan untuk diolah. Ke-3 lokasi lainnya (Singaraja, Ubung, Benoa)
mengalami masalah data tidak valid dan kegagalan komunikasi data.
Hasil pengukuran di 4 lokasi menunjukkan bahwa pada saat Hari Raya Nyepi
terjadi penurunan konsentrasi SO2 di udara (Gambar 10). Dari sudut pandang jumlah
partikel yang terukur, pengukuran di Negara menghasilkan konsentrasi SO 2 yang paling
sedikit. Mengingat alat yang digunakan sama di semua lokasi, faktor lingkungan sekitar
diduga kuat menjadi pemicu mengapa di lokasi ini jumlah partikel terukur paling sedikit.
Meskipun demikian, pola baseline sudah menunjukkan aktivitas rutin manusia (antara
pukul 5.00-09.00 dan 16.00-20.00) di lokasi tersebut. Namun demikian, berdasarkan hasil
pengukuran nilai konsentrasi SO2 masih berada di bawah ambang batas.

4.5. Gas NO2

Gambar 11. Profil NO2 di lokasi pengukuran Karangasem

12 |
Nitrogen dioksida (NO2) merupakan senyawa kimia beracun, baunya menyengat
dan merupakan salah satu polutan udara utama. Sumber utama NO2 secara alami adalah
kebakaran hutan dan pembakaran bahan bakar fosil, sedangkan sumber antropogenik
berasal dari kendaraan bermotor, dan industri.
Alat pengukur NO2 yang digunakan adalah Sensor Sensync yang dipasang di 7
lokasi pengamatan, yaitu: Benoa, Denpasar, Ubung, Bedugul, Singaraja, Karangasem dan
Negara. Dari 7 lokasi diperoleh 5 lokasi yang memenuhi persyaratan data dapat diolah,
namun dari 5 lokasi tersebut hanya 1 lokasi (Karangasem) yang benar-benar
merepresentasikan kondisi pengukuran yang masuk akal. Data pengukuran di 4 lokasi
(Denpasar, Singaraja, Bedugul dan Negara) tidak valid.
Lokasi pengukuran Karangasem terletak di pinggir jalan raya di mana aktivitas
manusia berlangsung, sehingga penurunan konsentrasi NO2 cukup signifikan pada saat
Hari Raya Nyepi dibanding dengan hari lainnya. Konsentrasi NO2 yang terukur masih
berada di bawah ambang batas.

Gambar 12. Prosentase penurunan relatif gas polutan dan partikulat selama Hari Raya Nyepi 2015

Penurunan relatif CO2 di lokasi pengukuran menunjukkan keterkaitan erat antara


konsentrasi CO2 di udara dengan aktivitas manusia. Fakta bahwa aktivitas manusia -seperti
transportasi dan industri- masa kini banyak melibatkan mesin yang menggunakan bahan

13 |
bakar fosil turut memberi kontribusi terhadap konsentrasi CO 2 di udara. Saat Hari Raya
Nyepi, semua aktivitas manusia tereduksi sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi
CO2 di udara.
Secara khusus untuk unsur CO2 di Badung dan Denpasar saat Nyepi berlangsung,
telah mereduksi CO2 setara dengan 4.285 ton ppm (53%) dan 549.20 ton ppm (36%).

V. KESIMPULAN

Melalui pengukuran lapangan ini, terbukti bahwa aktivitas manusia sehari-hari memberi
pengaruh signifikan terhadap konsentrasi gas polutan dan partikulat di udara. Pada saat
Hari Raya Nyepi dimana seluruh aktivitas manusia tereduksi, konsentrasi udara menjadi
lebih baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya konsentrasi gas polutan dan partikel debu
di udara.

Penurunan konsentrasi gas polutan dan partikel debu memang bervariasi di tiap lokasi
pengamatan, hal ini disebabkan oleh karakter di tiap lokasi pengamatan dan penempatan
alat pengukur. Daerah urban yang sehari-hari dipenuhi dengan aktivitas masyarakat
mengalami perbaikan kualitas udara paling besar dibanding daerah sub-urban. Penempatan
alat ukur yang dekat dengan lokasi sumber polutan, meskipun berada di daerah sub-urban,
akan menghasilkan karakter penurunan konsentrasi gas polutan seperti di daerah urban.

Nyepi sebagai suatu ritual keagamaan secara khusus terbukti mampu memberikan
kontribusi nyata bagi peningkatan kualitas udara.

VI. SARAN
Berkaitan efektivitas dari hari Raya Nyepi dalam penurunan konsentrasi polutan, maka
perlu dipertimbangkan melakukan kegiatan ini secara berkelanjutan dengan melibatkan
dan kerjasama dengan beberapa instansi terkait.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran Udara Presiden Republik Indonesia.

14 |
Rahmawati. 2002. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan : Usu Digital
Library, Universitas Sumatra Utara
Sugiarti. 2009. Gas Pencemar Udara dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia: Jurnal
Chemical periode Juni, Vol.10 No.1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Wardhana, W.A. 1984. Teknik analisis Radioaktifitas Lingkungan. Andi Offset,
Yogyakarta

15 |
DOKUMENTASI KEGIATAN

Koordinasi Kegiatan Koordinasi Kegiatan

Pemasangan Peralatan di halaman kantor Bawil III Pemasangan Peralatan di Bedugul

Pemasangan Peralatan di Singaraja Pemasangan Peralatan di Benoa

Peliputan Kegiatan oleh Kompas TV Peliputan Kegiatan oleh Kompas TV

16 |

Anda mungkin juga menyukai