Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH FARMAKOTERAPI III

TERAPI DIABETES MENGGUNAKAN GOLONGAN BIGUANID

Oleh Kelompok 3 :
Dini Octafiani 132210101023
Milly Farisa Kurnia 132210101032
Nadya Anggi Anggraini 132210101037

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017

Terapi Diabetes Menggunakan Biguanid


Diabetes adalah penyakit kronis yang kompleks yang memerlukan
perawatan medis berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial
di luar kendali glikemik. Pendidikan dan dukungan manajemen mandiri pasien
sangat penting untuk mencegah komplikasi akut dan mengurangi risiko
komplikasi jangka panjang (ADA, 2017).

Diabetes adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan resistensi


terhadap aksi insulin, sekresi insulin yang tidak mencukupi, atau keduanya.13
Manifestasi klinis dari kelainan ini adalah hiperglikemia. Sebagian besar pasien
diabetes diklasifikasikan ke dalam salah satu dari dua kategori besar: diabetes tipe
1 yang disebabkan oleh defisiensi insulin absolut, atau diabetes tipe 2 yang
didefinisikan oleh adanya resistensi insulin dengan peningkatan kompensasi
insulin yang tidak adekuat. Wanita yang mengidap diabetes karena stres
kehamilan diklasifikasikan memiliki gestational diabetes. (Dipiro,2008)

Tujuan terapi diabetes melitus diarahkan untuk mencapai normoglikemia,


mengurangi onset dan perkembangan komplikasi retinopati, nefropati, dan
neuropati, terapi intensif untuk faktor risiko kardiovaskular terkait, dan
peningkatan kualitas dan kuantitas kehidupan. Dipiro

Terapi diabetes dapat berupa obat oral antidiabetes dan injeksi insulin.
Obat oral antidiabetes antara lain golongan sufonil urea, biguanid, glitazon, alfa-
glukosidase inhibitor, DPP- inhibitor dan GLP-1-RA. Pada kali ini akan dibahas
obat oral antidiabetes golongan biguanide.

Biguanides dan TZD sering dikategorikan sebagai sensitizer insulin karena


kemampuan mereka untuk mengurangi resistensi insulin. (Dipiro,2008)

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati


(hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan
biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah
menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai
sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih
banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi
terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan
tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. (Binfar,2005)

Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatan


sensitifitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena
adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Metformin oral akan
mengalami absorbsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma,
eksresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Waktu paruhnya sekitar 2 jam. Dosis
awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg,
dosis maksimal 2,5 gram. Obat ini diminum pada waktu makan. Pasien DM yang
tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat di atasi dengan metformin,
atau dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau
sulfonylurea

Ada 3 jenis ADO golongan bigunaid : fenformin, buformin, dan


metformin. Namun golongan fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering
menyebabkan asidosis laktat

(Farmakologi dan Terapi Edisi 5)

Bioavaibilitas absolute metformin IR 500 mg yang diberikan dalam


kondisi puasa adalah sekitar 50-60%. Makanan menghambat absorbsi metformin.
Metformin dieksresikan tidak berubah ke dalam urin dan tidak mengalami
metabolisme hepatic atau eksresi melalui kantung empedu. Waktu paruh
eliminasi sekitar 17,6 jam.

Sediaan yang beredar : Benofomin Bernofarm, Bestab Yekatria, Diabex


Combiphar, Eraphage Guradian, Formell Alpharma, Glucotica Ikapharmindo,
Glucophage Merk, Gludepatic Frahrenheit, Glumin Dexa Medica, Methpica
Tropica Mas, Neodipar Aventis, Rodiamet Rocella, Tudiab Meprofarm, Zumamet
Prima Hexal

(ISO Farmakoterapi)
Keuntungan (ADA,2017):

Pengalaman yang luas

Jarang terjadi hipoglikemia

Resiko terjadinya CVD rendah

relatively higher a1c efficacy

kerugian (ADA, 2017) :

efek samping terhadap GI (diare, kram perut, mual)

defisiensi vitamin B12

kontraindikasi : eGFR < 30 mL/min/1,73 m2, asidosis, hipoksia, dehidrasi


dll

resiko asidosis laktat (jarang)


(BinFar, 2005)
DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2017. Standards of Medical Care in Diabetes. Volume 40, Supplement 1.


USA : American Diabetes Association

Bina Kefarmasian dan Alkes. 2005.Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes


Melitus. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Joseph T. DiPiro. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh


Edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

Sukandar, Elin Yulinah dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta Barat: PT ISFI

Anda mungkin juga menyukai