Anda di halaman 1dari 172

PEDOMAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


(PPI)

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


DINAS KESEHATAN
UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH
2014
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
DINAS KESEHATAN
UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH
Dsn. Sumberglagah, Ds. Tanjungkenongo Pacet , Mojokerto Telp (0321) 690441, 690106 Fax.(0321) 690137 Kode Pos 61374

KEPUTUSAN
KEPALA UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH
NOMOR : 440/ /101.14/2014

TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
(PPI)
KEPALA UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH
Menimbang : a. Bahwa Rumah Sakit Kusta Sumberglagah merupakan instansi
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
seluruh lapisan masyarakat.
b. Bahwa Rumah Sakit Kusta Sumberglagah berperan dalam
menurunkan risiko infeksi yang dapat terjadi antar pasien,
staf, dan tenaga profesional lainnya.
c. Bahwa untuk itu perlu adanya peraturan sebagai acuan dalam
melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi.
d. Bahwa untuk kepentingan tersebut di atas perlu diterbitkan
peraturan kepala UPT tentang pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah.
Mengingat : 1. Undangundang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
875/MENKES/SK/VIII/2001 tentang Penyusunan Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
HK.07.06/III/249/08 tentang Pemberian Ijin Penyelenggaraan
RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH Jalan
Sumbergalgah, Pacet, Mojokerto;
6. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 118 Tahun 2008
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN KEPALA UPT RUMAH SAKIT KUSTA
SUMBERGLAGAH TENTANG PEDOMAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
Kedua : Pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di
Rumah Sakit Kusta Sumberglagah sebagaimana tercantum
dalam lampiran peraturan ini.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kesalahan akan di
lakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Mojokerto
Pada Tanggal : 02 Januari 2014
Kepala UPT Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah,

dr.BUDIASTUTI KUSHARJUNI, Sp.KK.


NIP : 19590625 198711 2 001
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk


dilaksanakan di rumah sakit sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan,
disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien,
petugas, pengunjung dan keluarga serta lingkungan dari resiko tertular penyakit
infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung ke rumah sakit. Rumah Sakit
sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai
standar yang sudah ditentukan.
Kebersihan program dan kegiatan PPI di rumah sakit memerlukan keterlibatan
semua pihak yaitu keterlibatan semua profesional dan unit kerja ( Dokter,
Perawat, Ahli Laboratorium, K3, Farmasi, Ahli Gizi, Sanitasi, CSSD dan Loundry,
IPSRS, dan bagian Rumah Tangga Rumah Sakit ), sehingga diperlukan wadah
untuk pengorganisasiannya berupa komite PPI. Kerjasama organisasi PPI dalam
pelaksanaannya harus didukung komitmen tinggi manajerial sehingga
menentukan terlaksananya program dan kegiatan dengan baik, semuanya itu akan
menjamin mutu pelayanan Rumah Sakit.
Infeksi rumah sakit merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit,
dampak yang muncul sangat membebani rumah sakit maupun pasien. Adapun
faktor yang mempengaruhinya antara lain, Banyaknya pasien yang dirawat
sebagai sumber infeksi bagi lingkungan pasien lainnya maupun petugas kontak
langsung antara pasien dengan pasien lainnya maupun petugas kontak langsung
antara pasien dengan pasien lainnya, kontak langsung antara petugas dengan
pasien yang tercemar, penggunaan peralatan medis yang tercemar kuman, kondisi
pasien yang lemah.
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit harus
dilaksanakan secara menyeluruh dengan baik dan benar disemua sarana kesehatan
rumah sakit, dengan prosedur yang baku untuk setiap tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi tersebut, untuk itu perlu adanya suatu pedoman yang
digunakan di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah
Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi merujuk pada pedoman manajerial
dan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dari Departemen Kesehatan
2009, Infeksi yang berasal dari lingkungan rumah sakit dikenal dengan istilah
infeksi nosokomial mengingat seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal
infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial diganti dengan istilah baru yaitu
Healthcare associated infections (HAis).
Diharapkan dengan adanya Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi ini,
seluruh petugas Rumah Sakit Kusta Sumerglagah memiliki sikap dan perilaku
yang mendukung standar pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit
Kusta Sumberglagah.

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Menyiapkan agar Rumah Sakit Kusta Sumberglagah dengan sumber daya terbatas
dapat menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular
(Emerging Infectious Diseases) yang mungkin timbul, khususnya dalam
menghadapi kemungkinan pandemic influenza.

Tujuan Khusus :
Membuat standar pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas
kesehatan di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah meliputi :
1. Konsep dasar penyekit infeksi
2. Fakta fakta penting beberapa penyakit menular
3. Kewaspadaan isolasi
4. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah
5. Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular
6. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian infeksi

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular melalui udara,
kontak droplet atau penyakit menular melalui udara, kontak, droplet atau penyakit
infeksi lainnya.
BAB 2
STANDAR KETENAGAAN
BAB 3
STANDAR FASILITAS PPI RUMAH SAKIT
II
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH

A. VISI
Menjadikan Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu
menuju rumah sakit rujukan spesialistik yang terbaik untuk wilayah Provinsi Jawa
Timur yang bertempat lokasi di Pacet Mojokerto.

B. MISI
1. Melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi disemua
bagian/ instalasi yang terkait.
2. Memberikan Pelayanan sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
kepada pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung rumah sakit.
3. Melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari infeksi rumah
sakit.
4. Tersedianya pelatihan dan pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi

C. Falsafah dan Tujuan


Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah sakit Kusta
Sumberglagah merupakan suatu pelayanan yang harus dilaksanakan untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi
dengan memperhatikan cost effectiveness, dalam bentuk upaya pencegahan,
surveilans dan pengobatan tradisional.

D. Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007, tentang
Pedoman Manajerial PPI di Rumah sakit dan Fasilitas pelayanan
Kesehatan lainnya.
2. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 :
Tentang Pedoman PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008,
tentang standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1165.A/MenKes/SK/X/2004,
tentang Komisi Akreditasi Ruamh Sakit
5. Surat Edaran Dirjen Bina Pelayanan Medis nomor
:HK.03.01/III/3744//2008, tentang pembentukan Komite PPI RS dan Tim
PPI RS
6. Surat Keputusan Ka UPT Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Nomor : 440/
/101.14/2014, tentang Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (KPPI ) dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI )
pada Rumah Sakit Kusta Sumberglagah .
E. Organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi
1. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Kepala UPT Rumah Sakit Kusta Sumberglagah

Ka UPT RSK Sumberglagah

dr.BUDIASTUTI KUSHARJUNI, Sp.KK

POKJA FUNGSIONAL POKJA FUNGSIONAL


MEDIK KEPERAWATAN

KETUA KOMITE PPI

SEKRETARIS KOMITE PPI


(IPCN)

ANGGOTA KOMITE PPI TIM PPI

Gambar 1 : Struktur Organisai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


a. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah.
Pengarah/ Penanggung Jawab : Ka UPT Rumah Sakit Kusta Sumberglagah
Ketua : Teguh HK,S.Kep.NS
Sekretaris :
Anggota : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

b. susunan Tim Pencegahan dan Pengendalian infeksi pada Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah
Ketua :
Sekretaris :
Anggota : Seluruh Wakil Kepala Ruangan

2. Tugas dan Tanggung Jawab


a. Ka UPT
Membentuk Komite dan Tim PPIRS Dengan Surat Keputusan.
Bertanggung jawab dan miliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya pencegahan dan Pengendalian HAIs
Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang dibutuhkan.
Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs
Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs
berdasarkan saran dari tim PPIRS.
Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik yang rasional dan
disinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari Tim PPIRS.
Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap
berdasarkan saran dari Tim PPIRS.
Mengesahkan Standar operasional prosedur (SOP) untuk PPIRS.

b. Ketua Komite PPIRS


Bertanggung jawab langsung kepada Ka UPT .
Tugas dan tanggung jawab :
1. Membuat dan mengevaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian
Infeksi.
2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami
dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan Rumah Sakit.
3. Membuat Prosedur tetap Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang
bersifat umum untuk semua unit kerja.
4. Menyusun dan mengevaluasi Program pemantauan kejadian infeksi di
rumah sakit, baik dirawat inap maupun rawat jalan.
5. Memberikan usulan kepada Ka UPT untuk mengembangkan dan
meningkatkan cara pencegahan dan pengendalian infeksi.
6. Secara periodik memberikan usulan kepada Ka UPT tentang standar
penggunaan antibiotik berdasarkan hasil pemantauan kejadian infeksi di
rumah sakit.
7. Bersama Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) melakukan
investigasi terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi di rumah sakit.
8. Mengusulkan kepada Ka UPT penetapan karantina, penutupan atau isolasi
suatu ruangan/ unit kerja sebagai hasil investigasi KLB infeksi.
9. Menerima laporan berkala dari Tim Pencegahan dan Pengndalian Infeksi
(TPPI) dan melaporkan hal hal yang penting kepada Ka UPT.
c. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( TPPI)
Bertanggung jawab kepada Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi . Tugas dan Tanggung jawab :
1. Melaksanakan dan melakukan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi kepada seluruh unit kerja
2. Membantu dan membimbing unit-unit kerja untuk membuat prosedur tetap
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang sesuai dengan kondisi dan sifat
pekerjaan tiap unit kerja.
3. Melaksanakan pemantauan rutin kejadian Infeksi di rumah sakit dan secara
berkala melaporkan kepada Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(KPPI)
4. Membimbing, memberikan pelatihan dan konsultasi kepada petugas
kesehatan pada unit-unit kerja sesuai kondisi dan sifat pekerjaan tiap unit
kerja.
5. Bersama Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) melakukan
investigasi dan melakukan penanggulangan terhadap Kejadian Luar Biasa
(KLB) Infeksi Rymah Sakit.
6. Melakukan identifikasi masalah infeksi di unit kerja serta mengusulkan
pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi melalui Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi ( KPPI).

d. IPCN ( Infection Prevention and Control Nurse )


Tugas dan Tanggung Jawab
1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang
terjadi dilingkungan kerjanya.
2. Memonitor pelaksanaan PPI, Penerapan SOP, kewaspadaan isolasi.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada komite PPI
4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di
Rumah Sakit Kusta Sumberglagah .
5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI
memperbaiki kesalahan yang terjadi.
6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan
infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
7. Bersama komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus
yang terjadi di Rumah Sakit.
8. Audit Pencegahan dan Pengendalian infeksi termasuk terhadap Limbah
Laundry, Gizi,dan lain-lain dengan menggunakan daftar titik
9. Memonitor Kesehatan Lingkungan
10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional
11. Mendesain, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi surveilans
infeksi yang terjadi di rumah sakit.
12. membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI
13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip
PPI
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang
PPIRS
16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan
keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat,
infeksi dengan insiden tinggi.
17. Sebagai koordinator antara departemen/ unit dalam mendeteksi, mencegah
dan mengendalikan infeksi di rumah sakit.

e. IPCLN ( Infektion Prevention and Control Link Nurse )


Tugas dan Tanggung Jawab :
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiapa pasien di unit
rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN
ketika pasien pulang.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit
rawat masing-masing.
3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya HAIs pada
pasien.
4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB,
penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi
prosedur yang harus dijalankan bila belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
standar isolasi.
BAB III
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI
DAN PENYAKIT MENULAR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,


termasuk indonesia, ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi berasal dari
Komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah
sakit (Hospital Acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah
infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khusus
dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit
saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di
rumah (Home Care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang di maksudkan
untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bagi pasien atau bahkan pada
petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan
asal infeksi, maka sekarang instilah infeksi nosokomial (Hospital acquired
infection) diganti dengan istilah baru yaitu Healthcare- associated infections
(HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga
difasilitasi pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien
saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi didapat pada saat
melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus infeksi yang terjadi atau didapat di
rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital infection)

1. Beberapa Batasan / Definisi


a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,
dimana organisme tersebut hidup, tumbuh, dan berkembang biak, tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh
penjamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan
bisa mengalami kolonisasi dengan kuman pathogen tanpa menderita sakit,
tetapi dapat menularkan kuman tersebut keorang lain. Pasien atau petugas
kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai Carrier.
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organism), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala
klinik.
c. Penyakit Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organism) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang
keorang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen karena infeksi,
trauma, pembedahan atau luka bakar yang ditandai dengan adanya sakit/
nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor)
dan gangguan fungsi.
f. Systemic Inflammatory Response Syndrome(SIRS)
Sekumpulan gajala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan
respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila
ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut :
Hipertermi/ hipotermi/suhu tidak stabil,(2) takikardi (sesuai usia)
,takipnoe(sesuai usia),serta (4) Leukositosis atau leukopenia atau hitung
jenis leukosit jumlah sel muda lebih dari 10% pada dewasa dan 20% pada
bayi.SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis,atau gangguan metabolik.SIRS yang
disebabkan infeksi disebut sepsis.
2. Rantai Penularan

Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu


mengetahui rantai penularan. Apabila satu rantai dihilangkan atau di rusak, maka
infeksi dapat di cegah atau di hentikan.Komponen yang di perlukan sehingga
terjadi penularan tersebut adalah :
a. Agen infeksi ( infectious agent)adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi.Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
ricketsia, jamur dan parasit.Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas,virulensi, dan jumlah
(dosis, atau load).
b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap di tularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah
manusia,binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya.Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas
atas,usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar ( portal of exit ) adalah jalan dari mana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membran
mukosa,transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi ( cara penularan ) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita yang susep tibel.Ada beberapa cara yaitu :
(1) Kontak langsung dan tidak langsung, (2) Droplet, (3 ) airbone, (4) melalui
venikulum ( makanan , air / minuman , darah ) dan ( 5 ) melalui vector
biasanya serangga dan binatang pengerat .
e. Pintu masuk ( portal of entri ) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu yang suseptibel . Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan ,
pencernaan , saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak
utuh ( luka ).
f. Pejamu ( host ) yang susptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya
infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma
atau pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan.Faktor lain yang
mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin , ras atau etnis tertentu, status
ekonomi, gaya hiduo, pekerjaan dan herediter.

Agen

Host/ reservoir
pejamu
rentan

Tempat Tempat
masuk keluar
Metode
penulara
n

Gambar 2 . Skema rantai penularan penyakit infeksi

3. Faktor Risiko healthcare- associated infections (HAIs)


a. Umur : neonatus dan lanjut usia lebih rentan
b. Status imun yang rendah/terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan
penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obatan imunosupresan
c. Interupsi barier anatomis :
1) Keteter urine : meningkatkan kejadian infeksi saluran
kemih (ISK).
2) Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi
atau Surgical site infection (SSI)
3) Intubasi pernapasan : meningkatkan kejadian Hospital acquired
Pneuminia(HAP/VAP).
4) Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI),
Blood Stream Infection (BSI).
5) Luka bakar dan Trauma
d. Implantasi benda asing :
Indwelling catheter
Surgical suture material
Cerebrospinal fluid shunts
Valvular/ vascular prostheses
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotik yang tidak bijaksana
menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.

4. Pencegahan dan pengendalian infeksi


Proses terjadinya infeksi tergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,
agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis ) serta cara penularan, identifikasi
faktor risiko pada pejamu dan pengendalian infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya HAIs, baik pada pasien ataupun pada petugas.

5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :


a. Peningkatan daya tahan pejamu
Dengan pemberian imunisasi aktif ( contoh vaksinasi hepatitis B ),
imunisasi pasif ( immunoglobulin), dan promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi adekuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi, contohnya metode fisik
adalah : pemanasan ( pasteurisasi dan sterilisasi) dan memasak makanan
metode kimiawi termasuk klorisasi air, desinfeksi dll.
c. Memutus rantai penularan
Merupakan cara yang paling mudah untuk pencegahan penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya tergantung dari ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini
dengan cara melaksanakan Isolation Precautions ( Kewaspadaan
isolasi ) yang terdiri dari dua pilar/ tingkatan yaitu Standard
precautions ( kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
d. Tindakan pencegahan paska pajanan ( Post exposure prophilaxis/PEP)
terhadap petugas kesehatan. Pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka
tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu
mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV

B. FAKTA-FAKTA PENTING PENYAKIT MENULAR

1. KUSTA
a. Pengertian
Kusta adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
Leprae (M. Leprae) yang pertama-tama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistim retikulo
endotrakeal, mata, otot, tulang dan testis. Tidak ada penyakit infeksi selain
penyakit kusta yang dapat menandingi keanekaragaman gambaran klinik baik dari
lesi kulit maupun lesi saraf sehingga penyakit kusta dikenal sebagai The Greatest
Imitator
b. Penyebab
Kusta disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Leprae
c. Epidemiologi
Dapat mengenai semua usia dan kedua jenis kelamin
Masa inkubasi umumnya selama 3-5 tahun
d. Cara penularan
Penularan melalui saluran nafas atau kulit dari penderita yang belum di
obati ke orang lain.
e. Gejala klinik
Ada istilah Cardinal Sign dalam menegakkan penyakit kusta, yaitu :
1). Bercak kulit yang mati rasa
2) Adanya penebalan saraf tepi
3) Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya kuman BTA + pada
tubuh
f. Klasifikasi penyakit Kusta
Menurut WHO (1981) dab modifikasi WHO (1988), penyakit kusta
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
PB (Pausi Basiler)
MB (Multi Basiler)

Kelainan kulit PB MB
1. Bercak atau makula
a. Jumlah 1-5 Banyak
b. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil
c. Distribusi Uni/Bilateraral asimetris Bilateral, simetris
d. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkeringat
e. Batas Tegas Kurang tegas
f. Kehilangan rasa Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas
pada bercak
g. Kehilangan Bercak tidak berkeringat, Bercak masih
kemampuan ada bulu rontok pada berkeringat, bulu tidak
berkeringat, bulu bercak rontok
rontok pada bercak
2. Infiltrat
a. Kulit Tidak ada Ada, kadang tidak ada
b. Membran mukosa Tidak pernah ada Ada, kadang tidak ada
(hidung tersumbat,
epistaksis)
3. Ciri-ciri khusus Central hialing Punced out Lesion
Madarosis
Ginecomastia
Hidung pelana
Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang ada
5. Penebalan saraf tepi Lebih sering terjadi dini, Terjadi pada stadium
asimetris lanjut, biasanya lebih dari
satu dan simetris
6. Deformitas - Terjadi pada stadium
lanjut
7. Apusan kulit BTA - BTA +

g. Pengobatan
Tujuan utama pengobatan :
1. Memutuskan mata rantai penelusuran serta menurunkan insien penyakit
2. Mengobati dan menyembuhkan penderita
3. Mencegah timbulnya penyakit
Kegunaan regimen pengobatan MDT (Multi Drug Therapi)
1. Mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat
2. Mengatasi ketidakteraturan penderita dalam berobat
3. Menurunkan angka putus obat pada pemkaian monoterpi dapson
4. Dapat mengeliminasi persistensi kuman dalam jaringan
Regimen pengobatan kusta (WHO/DEPKES RI)
A. PB dengan lesi tunggal diberikan ROM (Rifampisin, Ofloxacin,
Minocyclin)
usia Rifampicin Ofloxccin Minocyclin
Dewasa 600 mg 400 mg 100 mg
(50-70kg)
Anak 300 mg 200 mg 50 mg
5-14 tahun
- Pemberian obat sekali saja langsung RFT (Release from Traetment)
- Obat diminum di depan petugas
- Anak <5 thun dan ibu hamil tidak diberikan ROM
- Bila obat ROM tidak tersedia di puskesmas, diobati dengan regimen
pengobatn PB lesi 2-5
- Bila lesi tunggal dan pembesaran saraf, diberikan regimen pengobatan
PB lesi 2-5

B. Tipe PB dengan lesi 2-5


usia Rifampicin Dapson
dewasa 600 mg/bulan 100mg/hari
Anak-anak (10-14 th) 450 mg/bulan 50mg/hari
Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama 6-9 bulan
Setelah minum 6 dosis ini dinyaakan RFT (Release From Treatment) yaitu
berhenti minum obat.

C. Tipe MB yaitu dengan lesi kulit >5


usia Rifampicin Dapson Lamprene
Dewasa 600 mg/bulan 100 mg/hari 300 mg/bulan
Selanjutnya
50 mg/hari
Anak-anak 450 mg/bulan 50 mg/hari 150 mg/bulan
10-14 tahun Selanjutnya
50 mg/hari
Dosis anak :
- Rifampisin 10-15 mg/kg BB
- Dapson 1-2 mg/kg BB
- Lamprene dibawah 10 tahun :
Bulanan : 100 mg/bulan
Harian : 50 mg/2x seminggu

Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah
selesai minum 12 dosis obat dinyatkan RFT (Realesae From Treatment) yaitu
berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif,
untuk tipe PB selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun. Bila dalam masa
pengamatan terjadi tanda-tanda kusta aktif kembali dinamakan Relaps.

1. INFLUENZA
a. Influenza musiman dan influenza A (H5NI)
1). Pengertian
Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan,
ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.
2). Penyebab
Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi/ pandemi. Subtipe virus
influenza A dapat menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi pencampuran
antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang sangat virulen dan mudah menular
serta berpotensi menyebabkan pandemi.

3). Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan di
wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa terjadi
epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus yang mengalami antigenic
drift, namun dapat terjadi pandemi global akibat virus yang mengalami
antigenic drift.

4). Cara Penularan


Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi. Masa
inkubasi biasanya 1-3 hari.

5). Gejala Klinis


Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise. Biasanya
influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

6). Masa Penularan


mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks, pada
anak muda sampai 7 hari.

7). Kerentanan dan Kekebalan


Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik. Lamanya
antibody bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan tergantung
tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

8). Cara Pencegahan


Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan penularan
melalui batuk, bersin, dan kontak tidak langsung melalui tangan dan selaput
lendir saluran pernapasan.
Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80%
perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam vaksin sama
atau mirip dengan strain virus yang sedang beredar ( musim), pada orang
usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya penyakit, kejadian
komplikasi dan kematian.
Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir dan
penghantar M2 channel rimantadin, amatadin) dapat dipertimbangkan
terutama pada mereka yang beresiko mengalami komplikasi ( orang tua,
orang dengan penyakit jantung/ paru menahun). Akhir-akhir ini dilaporkan
terjadinya resistensi terhadap amantadin, rimantadin yang semakin
meningkat.
Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat epidemi
isolasi dilakukan terhadap pasien dengan cara menempatkan mereka secara
kohort.

2. HIV AIDS
a. Pengertian
AIDS ( Acquaired Immuno Deficiency Syndrome ) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV)

b. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2
tipe : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2)

c.Cara Penularan
Penularan HIV dri orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi,
baik homo maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi,
kontak kulit yang lecet dengan bahan infeksius, transfusi darah atau
komponenjnya yang terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35%
bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan.
Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi melalui placenta
dan hampir 20% bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular. Penularan
dapat juga terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang
mengandung darah yang terinfeksi.

d. Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksidan
terdeteksinya antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS
sekitar<1tahun hingga >15 tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang
dewasayang terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.

e. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV
dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara
bermakna baru AIDS mulai berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti :
Penurunan berat badan secara drastis
Diare yang berkelanjutan
Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
Batuk terus menerus
Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis infeksi
oportunistikyang terjadi.

f. Pengobatan
Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3
obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV.
Angka kematian di negara maju menurun 80% sejak digunakannya kombinasi
obat antivirus.

g. Masa Penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur
hidup.

h. Kerentanan dan Kekebalan


Diduga semua orang rentan. Terutama pada PMS ( Penyakit Menular Seksual )
dan pria yang tidak dikhitan kerentanan meningkat.

i. Cara Pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan,
menghindari penggunaan alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan
donor organ yang aman serta praktek medis dan prosedur laboratorium yang
memenuhi standar.

j. Profilaksis paska pajanan


Diberikan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV terhadap
petugas kesehatan setelah terpajan. Studi kasus kelola menyatakan bahwa
pemberian ARV segera setelah pejanan perkutan menurunkan resiko infeksi HIV
sebesar 80% ( Cardo dkk. N.Engl J Med 1997). Efektifitas ARV apabila
diberikan dalam 1 jam setelah pejanan selama 28 hari.
Pemeriksaan sample darah HIV
Pemeriksaan antibodi pada bulan ke3 dan ke 6
Petugas yang terpajan dimonito oleh dokter penyakit dalam atau anak dan
perlu dukungan psikologis.

3. ANTRAKS
a. Pengertian
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran
pernapasan atau saluran pencernaan.

b. Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah
pertanian dan industri. Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :
Orang yang kontak dengan binatang yang sakit
Digigit serangga tercemar antraks
Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi
Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung
spora antraks.
a. Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.

b. Cara Penularan
Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau
tanah yang terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi
spora (antraks paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan
baik (antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari orang ke orang.
c. Masa Inkubasi
Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari

d. Gejala klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit,
paru, saluran pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks
kulit.
Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul
makula kecil warna merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak nyeri.
Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh spontan dalam 2-
3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas antraks kulit kurang dari 1%.
Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun,
abdomen akut, hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat
mengakibatkan kematian.
Gejala antraks saluran pernapasan meliputi :
o Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar menelan,
limfadenopati regional.
o Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3 hari
pertama muncul gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk non produktif,
nyeri otot, mual, muntah, tidak terdapat coryza. Tahap kedua ditandai gagal napas,
stridor, penurunan kesadaran dan sepsis sampai syok sering berakhir dengan
kematian. Meningitis antraks terjadi pada 50% kasus antraks paru.

e. Masa Penularan
Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan tahun

f. Kerentanan dan Kekebalan


kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua kemungkinan terjadi
tetapi tidak ada gejala.

g. Cara Pencegahan
Pencegahan penyakit antraks dengan :
Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan, memasak
daging yang matang.
Memberikan vaksinasi kepada kelompok risiko tinggi
Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari tanpa waksin
atau selama 30 hari ditambah 3 kali dosis vaksin, dapat dimulai sampai 24 jam
paska pajanan.
Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi spora yang
menetap lama dijaringan paru dan kelenjar getah bening. Antibiotika yang dipakai
adalah siprofloksasin 500mg dua kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali
sehari.
Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui inhalasi dengan :
o Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan
o Petugas kesehatan menggunakan APD, dan segera mandi menggunakan sabun
dan air mengalir yang cukup banyak
o Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis antibiotika
o APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibuang kesampah
medis untuk dimasukkan ke incinerator/ dibakar
o Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik, dimasukkan
kedalam peti mati yang ditutup rapat dan disegel. Bila memungkinkan dibakar.
o Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus dibersihkan dan disterilkan
dengan autoklaf 120 o c selama 30 menit
o Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan semestinya.

5. TUBERKULOSIS
a. Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni
mycobacterium tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jenis mycobacterium dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua organ tubuh bakteri
ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru.

b. Epidemiologi
penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di
Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal
jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap
tahun diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten.
Sekitar 95% pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka
kematian mencapai 3 juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat
583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75-
85% pasien TB berasal dari kelompok usia produktif.
Faktor risikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan
merokok.

c. Cara Penularan
Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak ( droplet) dari orang keorang,
sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman
TB dan dapat menulari orang sekitarnya.

d. Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test
tuberkolosis positif memerlukan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru
(breakdown) dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya
terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur
hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa lebih
pendek.

e. Masa Penularan
Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya
mengandung BTA. Penularan berkurang apabila pasien yang tidak diobati atau
diobati tidak adekuat dan pasien dengan persistent AFB positive dapat menjadi
sumber penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah
basil yang dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau
bersin dan tindakan medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.

f. Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai
dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan
lemah, sering demam, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.

g. Pengobatan
Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan
metode DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), pengobatan dengan
regimen jangka pendek dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat
(PMO).
Untuk pasien baru TB BTA (+),WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat
setiap hari selama 2 bulan terdiri dari Rifampisisn, INH, PZA dan ethambutol
diikuti INH dan rifampisisn 3 kali seminggu selama 4 bulan.
h. Cara Pencegahan
Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sember penularan.
Imunisasi BCG sedini mungkin
Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi
Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan
negatif.. setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan
yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron.
BAB IV
PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT KUSTA SUMERGLAGAH

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Kusta


Sumberglagah meliputi :

A. Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat pelindung diri
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
4. Pengelolaan Limbah
5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
6. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan Pasien
8. Hygiene respirasi/ etika Batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi

1. Kebersihan Tangan
a. Definisi
Kebersihan tangan dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian
infeksi, adalah praktek membersihkan tangan untuk mencegah infeksi yang
ditularkan melalui tangan.
Mencuci tangan : proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air
Flora transien dan flora residen pada kulit : Flora transien pada tangan
diperolah melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan
lingkungan ( misalnya meja periksa, lantai, atau toilet ). Organisme ini tinggal
dilapisan luar kulit dan terangkat dengan mencuci tangan menggunakan sabun
biasa dan air mengalir. Flora Residen tinggal dilapisan kulityang lebih dalam serta
didalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan
pencucian dan pembilasan dengan sabun dan air bersih.
Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring
sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya dan memenuhi
standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan normal minimal air bersih
harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah ( jernih, tidak
berkabut ).
Sabun : produk-produk pembersih/ sabun cair yang menurunkan tegangan
permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme
yang menempel sementara pada tangan, sabun niasa memerlukan gosokan untuk
melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik
( antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan
dari sebagian besar mikroorganisme.
Agen anti septik atau anti mikroba : bahan kimia yang digunakan untuk
mencuci tangan dengan menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga
mengurangi jumlah bakteri.
Emollient : cairan organik seperti gliserol, propilen delikol, atau sorbitol
yang ditambahkan pada handrub dan losion. Kegunaannya untuk melunakkan
kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit ( keretakan, kekeringan iritasi dan
dermatitis ) akibat pencucian tangan.

b. Indikasi membersihkan tangan


Segera : setelah tiba ditempat kerja
Sebelum :
o Kontak langsung dengan pasien
o Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
o Menyediakan/ atau mempersiapkan obat-obatan
o Mempersiapkan makanan
o Memberi makan pasien
o Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontraminasi, untuk menghindari kontaminasi silang
Setelah :
Kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksudat luka dan peralatan yang
diketahui atau kemungkinan terkontraminasi dengan darah, cairan tubuh, faeses/
urine apakah menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan
Menggunakan toilet, ,menyentuh/ melap hidung dengan tangan

c. persiapan membersihkan tangan :


Air mengalir
Sabun
Larutan antiseptik
Lap Tangan yang bersih dan kering

d. Prosedur Standar Membersihkan Tangan


Tekhnik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di
bawah ini :
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih
2. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair
3. ratakan dengan kedua telapak tangan
4. gosok punggung dan sel-sel jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
5. gosok kedua telapak dan sela-sela jari
6. jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
7. gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
8. gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir
10. keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-
benar kering
11. gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran

e. Handrub antiseptik ( handrub berbasis alkohol )


Teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptik meliputi :
1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup
seluruh permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh)
2. Ratakan dengan kedua telapak tangan
3. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
4. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
5. Jari-jari dalam dari kedua tangan saling mengunci
6. Gosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
7. Gosok dengan memutar ujung jari-jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya

Perhatian :

Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun minimal selama 15 detik,
sedangkan untuk pembersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alcohol minimal selama
10 detik.

f. Hal hal yang harus diperhatikan


Bila tangan kotor dan terkontraminasi harus cuci tangan dengan sabun dan
air mengalir
Bila tidak jelas kotor atau terkontraminasi, cuci tangan dengan hancrub
Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian
ulang
Jangan mengisi sabun yang masih ada isinya, penambahan dapat
menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan
Jangan menggunakan baskom yang berisi air, walaupun menggunakan
antiseptik
Kiki harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari
Tidak boleh menggunakan kuku buatan karena dapat menimbulkan HAIs (
Hedderwick et al.2000) sebagai reservoar untuk bakteri gramn negatif.
Tidak diperkenankan menggunakan cat kuku dan perhiasan.

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri


a. Definisi
Alat pelindung diri adalah alat pelindung sebagai barrier yang digunakan
untuk melindungi pasien dan petugas dari mikroorganisme yang ada diRumah
Sakit
b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri ( APD )
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kaca Mata
4. Topi
5. Gaun
6. Apron
7. Pelindung Kaki

1) Sarung Tangan
Definisi
Alat yang digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan
penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan
petugas kesehata. Sarung tangan merupakan penghalang (barier) fisik paling
penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara
setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari
kontraminasi silang.

Ingat : Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau
pemakaian antiseptic yang digosokkan pada tangan.
Tujuannya :
a). Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat.
Misalnya untuk menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mukus membran,
kulit yang tidak utuh.
b). Menghindari transmisi mikroba dari petugas nkepada pasien saat melakukan
tindakan pada kulit pasien yang tidak utuh.
c). Mencegah transmisi mikroba dari pasien ke pasien lain melalui tangan
petugas.

Penggunaan sarung tangan oleh petugas pada keadaan :


a). Kontak tangan dengan darah, cairan tubuh, membran atau kulit yang tidak
utuh
b). Melakukan tindakan invasif
c). Menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontraminasi atau menyentuh
bahan tercemar.
d). Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak

Jenis-jenis tangan :
a. Sarung tangan bersih
b. Sarung tangan steril
c. Sarung tangan rumah tangga
TANPA SARUNG TANGAN
Apakah kontak dengan Tidak
darah/ cairan tubuh ?

Y
a
SARUNG TANGAN RUMAH
APAKAH TANGGA ATAU SARUNG
KONTAK Tidak
TANGAN BERSIH
DENGAN
PASIEN

Ya

SARUNG TANGAN BERSIH


APAKAH KONTAK
Tidak ATAU SARUNG TANGAN
DENGAN DTT
JARINGAN
DIBAWAH KULIT

Ya

SARUNG TANGAN STERIL


ATAU SARUNG TANGAN
DTT

Gambar 3 : Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan


Hal hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :
Gunakan ukuran sarung tangan yang sesuai, khususnya untuk tindakan bedah,
karena dapat mengganggu tindakan dan mudah robek.
Kuku harus pendek, agar tidak cepat robek
Tarik sarung tangan keatas manset gaun untuk melindungi pergelangan
tangan
Gunakan pelembab yang larut dalam air, untuk mencegah kulit tangan kering/
berkerut.
Jangan gunakan lotion yang mengandung minyak, karena akan merusak
sarung tangan bedah.
Jangan menggunakan lotion yang mengandung parfum karena dapat
mengiritasi kulit
Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu terlalu panas atau
terlalu dingin mislanya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas
AC, cahaya ultraviolet cahaya fluoresen atau mesin rongent, karena dapat
merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitas sebagai
pelindung.

2) Masker
Definisi
Masker adalah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah
dagu dan rambut pada wajah (jenggot).
Tujuan
Untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petrugas
bedah berbicara, batuk atau bersin.
Untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan.
Jenis- jenis Masker
a. Masker katun / kertas, sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter.
b. Masker bedah, merupakan masker terbaik dapat menyaring partikel berukuran
besar (>5m), sekalipun tidak dirancang untuk menutup secara benar-benar
menutup secara erat, sehingga tidak dapat secara efektif menyaring udara.
c. Masker N-95 merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi yang
direkomendasikan untuk perawatan pasien flu burung/ SARS, berfungsi
melindungi dari partikel dengan ukuran (>5m). Pelindung ini menempel dengan
erat pada wajah tanpa ada kebocoran, kelemahannya dapat mengganggu
pernapasan dan harganya lebih mahal dari masker bedah sebelum digunakan
masker dilakukan fit test.

Prosedur penggunaan masker bedah atau N-95/ respirator particulat


a. Genggamlah respirator/ masker bedah dengan satu tangan, posisikan sisi
depan bagian hidung pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat respirator
menjuntai bebas dibawah tangan anda.
b. Posisikan masker bedah/ respirator dibawah dagu anda dan sisi untuk hidung
berada diatas.
c. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak tinggi
dibelakang kepala anda diatas telinga. Tariklah tali pengikat respirator yang
bawah dan posisikan tali dibawah telinga.
d. Letakkan jari-jari tangan anada diatas bagian hidung yang terbuat dari logam.
Tekan sisi logam tersebut (gunakan dua jari dari masing-masing tangan)
mengikuti bentuk hidung anda, jangan menekan respirator dengan satu tangan
karena dapat mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif
e. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati agar posisi
respirator tidak berubah.
Pemerikasaan segel positif
Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif didalam respirator berarti tidak ada
kebocoran. Bila terjadi kebocoran atau posisi dan atau ketegangan tali. Uji
kembali kerapan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-benar
tertutup rapat.

Pemeriksaan segel negatif


Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif didalam
respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.
3. Alat Pelindung Mata
Definisi
Alat untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain
dengan cara melindungi mata.
Jenis jenis alat pelindung mata :
Kaca mata ( Goggles )
Kaca mata pengaman
Kaca mata pelindung wajah dan visor

4. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit
dan rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan.
Tujuannya
Untuk melindungi petugas dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.

5. Gaun Pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain,
pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui droplet/ airbone.
Tujuannya :
Untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi
Untuk melindungi dari penyakit menular
Untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpecik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi, atau eksresi.
Manfaatnya :
Dapat menurunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung
Dapat menurunkan opron plastik saat merawat pasien bedah abdomen
dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.
6. Apron
Definisi
Adalah alat yang terbuat dari karet atau plastik sebagai pelindung bagi
petugas kesehatan dan tahan air.
Digunakan pada saat :
Merawat pasien langsung
Membersihkan pasien
Melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi.

7. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki.
Jenis jenis pelindung kaki :
Sepatu Boot Karet
Sepatu Kulit Tertutup

c. Pemakaiaan Alat pelindung diri (APD) di Rumah Sakit :


1. Faktor faktor yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
Lepas dan buang hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah disediakan
diruang ganti khusus. Lepas masker diluar ruangan
Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan
tangan sesuai pedoman.

2. Cara menggunakan APD


Langkah-langkah menggunakan APD pada perawatan ruang isolasi kontak dan
airbrne adalah sebagai berikut :
a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
b. Kenakan pelindung kaki
c. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
d. Kenakan gaun luar
e. Kenakan celemek plastik
f. Kenakan sepasang sarung tangan kedua
g. Kenakan masker
h. Kenakan penutup kepala
i. Kenakan pelindung mata

3. Cara melepaskan APD


Langkah-langkah adalah :
a. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
b. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki
c. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar
d. Lepaskan celemek
e. Lepaskan gaun bagian Luar
f. Disinfeksi tangan yang mengenakann sarung tangan
g. Lepaskan Pelindung Mata
h. Lepaskan Penutup Kepala
i. Lepaskan Masker
j. Lepaskan Pelindung kaki
k. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
l. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
3.1. Pemrosesan Peralatan Pasien

a. Alur pemrosesan peralatan pasien

Pre- cleaning (Pembersihan awal)


Menggunakan detergen atau
Enzymatic, sikat

Pembersihan
( Cuci bersih dan tiriskan )

STERILISASI
(Peralatan Kritis )
Masuk dalam pembuluh DISINFEKSI
Darah / Jaringan tubuh

Disinfeksi Tingkat Tinggi Disinfeksi Tingkat Rendah


(Peralatan semi kritikal) (Peralatan non kritikal)
Masuk dalam mukosa tubuh Hanya pada permukaan tubuh
Endotracheal tube.NGT yang utuh
Tensimeter, termometer

Direbus Kimiawi

Bersihkan dengan air


steril dan keringkan

Gambar 4 : Alur pemprosesan peralatan pasien


b. Tingkatan Proses Disinfeksi
1. Disinfeksi Tingakat Tinggi (DTT)
Mematikan kuman dalam waktu 20 menit -12 jam akan mematikan semua
mikroba kecuali spora bakteri.
2. Disinfeksi Tingakat Sedang (DTS )
Mematikan mikrobakteria vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak bisa mematikan
spora bakteria.
3. Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR)
Mematikan hampir semua bakteri vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus
dalam waktu < 10 menit.

c. Definisi
Preclenaing/ Prabilas : proses yang membuat mati lebih aman untuk ditangani
oleh petugas sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV ) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang
mengkontraminasi.
Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau
cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun mikroorganisme untuk mengurangi
resiko bagi petugas yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme ( bakteria, virus,
fungi, dan parasit termasuk endospora bacterial) dari benda mati dengan uap
tekanan tinggi ( otoklaf), pabas kering (oven), sterilisasi, kimiawi, atau radiasi.

3.2. Pengelolaan Linen


Definisi
Pengelolaan Linen adalah penanganan linen di rumah sakit meliputi proses
pengimpanan, pendistribusian, pemisahan linen kotor, dan pencucian.
Tujuan
Mencegah terjadinya penularan melalui linen yang terkontraminasi dari pasien
kepetugas maupun kepasien lain dan lingkungan sekitarnya.
Prinsip Umum :
Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong/
wadah yang tidak rusak saat diangkut.
Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.

Prosedur Pengelolaan Linen :


Linen yang kotor diletakkan dipisahkan linen yang infeksi dan non infeksi
dengan menggunakan APD. Kantong kuning untuk yang infeksi, dan yang hitam
untuk yang tidak infeksi atau linen yang bersih, kemudian diikat yang rapih.
Hilangkan bahan padat dari linen yang sangat kotor dengan menggunakan
APD yang sesuai dan buang ketempatnya, kemudian linen masukkan kekantong
cucian.
Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati dan menggunakan
trolley linen dengan membedakan tempat linen bersih dan yang kotor, untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya.
Jangan memilah linen ditempat perawatan pasien. Masukkan linen yang
terkontraminasi langsung kekantong cucian diruang isolasi dengan memanipulasi
minimal atau mengibas-ibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang
Linen dicuci sesuai prosedur pencucian biasa.
Cuci dab keringkan lenen sesuai dengan standar dan prosedur tetap di Rumah
Sakit. Untuk pencucian dengan air panas, cuci linen menggunakan detergen/
disinfeksi dengan air 70o C ( 160 o F) selama 25 menit. Pilih bahan kimia yang
cocok untuk pencucian temperatur rendah dengan konsentrasi yang sesuai
temperatur air >70o C ( 160 o F).
4. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi dirumah sakit. Limbah rumah sakit berupa limbah yang
sudah terkontraminasi atau tidak terkontraminasi. Sekitar 85% limbah umum
dihasilkan yang dihasilkan Rumah Sakit tidak terkontraminasi dan tidak
berbahaya bagi petugas yang menangani, namun demikian penanganan limbah ini
harus dikelola dengan baik dan benar.

4.1. Pengertian
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
4.2. Tujuan Pengelolaan Limbah
Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan Toksik dan radioaktif) dengan
aman.
4.3. Jenis-jenis Limbah
a. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :
Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah
dengan kandungan logam berat yang tinggi
Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur perkantoran, taman, dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
b. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
c. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran dirumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan
generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksis.
d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan darah,
cairan tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
e. Limbah Sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel
hidup.

4.4. Pengelolaan Limbah


a. Identifikasi Limbah :
Padat
Cair
Tajam
Infeksius
Non infeksius
b. Pemisahan
Pemisahan dimulai dari awal penghasilan Limbah
Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
Limbah cair segera dibuang ke westafel di spoelhok
c. Labeling
Limbah padat infeksius : plastik kantong kuning atau warna lain tapi diikat
tali kuning.
Limbah padat non infeksius : plastik kantong warna hitam
Limbah benda tajam : wadah tahan tusuk dan air (safety box)
d. Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah
e. Packing
Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
Tutup mudah dibuka, sebaliknya bisa dengan menggunakan kaki
Kontainer dalam keadaan bersih
Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20meter
Ikat limbah jika sudah terisi penuh
Kontainer limbah harus dicuci setiap hari
f. Penyimpanan
Simpan limbah di empat penampungan sementara
Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
Beri label pada kantong plastik limbah
Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara
Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
Tidak boleh ada yang tercecer
Sebaliknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau oleh
kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya dengan kondisi kering.
g. Pengangkutan
Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
Tidak boleh ada yang tercecer
Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien
Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
h. Treatment
Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator
Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah umum
Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator
Limbah cair dalam westafell diruang spoelhok
Limbah Feces, urine kedalam WC
4.5. Penanganan Limbah Benda Tajam
Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi
Selalu buang sendiri oleh si pemakai
Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan
4.6. Penanganan limbah pecahan kaca
Gunakan sarung tangan rumah tangga
Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam
tersebut, kemudian bungkus dengan kertas
Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label
4.7. Unit Pengelolaan Limbah Cair
Kolam stabilisasi air limbah
Kolamoksidasi air limbah
Sistem proses pembusukan anaerob
Septik tank

4.8. Pembuangan Limbah Terkontaminasi


Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran
tertutup
Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganisme nya. Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan
limbah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume limbah
dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai
ulang. Bagaimanapun juga pembakaran akan dapat mengeluarkan kimia
beracun ke udara.
Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak tersentuh lagi

4.9. Cara penanganan limbah terkontaminasi


Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh logam
dengan tutup yang rapat.
Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda
tajam
Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai.
Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah
tidak boleh dipakai untuk keperluan lain diklinik atau rumah sakit.
Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan dan bilas
teratur dengan air
Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar
dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.
Gunakan alat perlindungan diri (APD) ketika menangani limbah
Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar
alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani
limbah.

4.10. Cara Pembuangan Limbah


a. Enkapluasi : dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda
tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antobocor.
Sesudah penuh, bahan seperti semen, pasir, tau bahan-bahan menjadi padat dan
kering., wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat
dikuburkan. Bahan-bahan sisa klimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-
benda tajam.

b. Insinerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi berat dan isi
limbah. Pross ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat
didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ke tempat pembuangan limbah atau
tempat kebersihan pealatan tanah.

c. Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan tidak


jelas, dan angin dapat menyebarkan limbah kesekitar kemana-mana

d. Mengubur limbah difasilitasi kesehatan dengan sumber terbatas, penguburan


limbah secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya
alternatif untuk pembuangan limbah. Caranya : buat lubang sedalam 2,5m, setiap
tinggi limbah 75cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah
sampai 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah samapai
75cm, kemudian dikubur. Untuk mengurangi risiko dan polusi lingkungan,
beberapa aturan dasar adalah :
Batas akses ketempat pembuangan limbah tersebut
Tempat penguburan sebaiknya dibatasi dengan lahan dengan permeabilitas
rendah (seperti tanah liat), jika ada
Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter dari sumber air untuk
mencegah kontaminasi permukaan air
Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih rendah dari
sumur, bebas genangan air dan tidak didaerah rawan banjir.

e. Membuang limbah berbahaya : bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa bahan-


bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau kimia dekomposisi, atau
bahan kimia tidak dapat dipakai lagi. Bahan kimia yang tidak terlalu banyak dapat
dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi, dan kemudian diindinerasi,
enkapsulasi atau dikubur. Pada jumlah yang banyak, tidak boleh dikumpulkan
dengan limbah terinfeksi.
Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan penanganannya
sebagai berikut :
Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk pembuangan
limbah kimia.
Jika ini tidak mungkin, kembalikan limbah kimia tersebut kepemasok Karena
kudua metode ini mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar limbah kimia
terdapat seminimal mungkin

f. Limbah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi ( obat dan bahan obat obatan ), dapat
dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi dan dibuang dengan cara
yang sama insinerasi, enkapluasi atau dikubur secara aman. Perlu dicatat bahwa
suhu yang dicapai dalam insinerasi kamar tunggal seperti tong atau insinerator
dari bata adalah tidak cukup untuk menghancurkan total limbah farmasi ini,
sehingga tetap berbahaya.
Sejumlah kecil limbah farmasi, seperti obat-obatan kadaluarsa ( kecuali sitotoksik
dan antibiotik), dan dapat dibuang ke pembuangan kotoran tapi tidak boleh
dibuang kesungai, kali, telaga, atau danau. Jika jumlahnya banyak, limbah farmasi
dapat dibuang secara metode berikut :
Sitotoksik dan antibiotik dapat diinsenerasi, sisanya dikubur di tempat
pemerataan tanah (gunakan insinerator seperti untuk membuat semen yang
mampu mencapai suhu pembakaran hingga 800C). Jika inspirasi tidak tersedia,
bahan farmasi di rekapsulasi.
Bahan yang larut dengan air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan
vitamin, obat batuk, cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain dapat diencerkan
dengan sejumlah besar air lalu dibuang dalam tempat pembuangan kotoran.
Jika semua gagal, kembalikan kepemasok, jika mungkin.
Rekomendasi berikut dapat juga diikuti :
Sisa-sisa obat sitotoksik atau limbah sitotoksik lain tidak boleh dicampur
dengan sisa-sisa limbah farmasi lainnya.
Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang disungai, kali, telaga, danau atau area
pemerataan tanah

g. Limbah dengan bahan mengandung logam berat


Baterai, termometer, dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air
raksa atau kadmium. Cara pembuangannya sebagai berikut :
Pelayanan daur ulang tersedia
Enkapsulasi, jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan limbah
enkapsulasi dapat dilakukan, jika tersedia.
Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang
dikeluarkan, juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan
polusilapisan air tanah.Biasanya, limbah jenis ini hanya terdapat dalam jumlah
yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang
janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan
mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air lainnya. Untuk mengurangi resiko
polusi, benda-benda yang mengandung air raksa seperti termometer dan
tensimeter sebaiknya dengan yang tidak mengandung air raksa.
Jika termometer pecah :
Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua belah tangan
Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan tuangkan
dalam wadah kecil tertutup untuk dibuang atau dipakai kembali
Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang
Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur
Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena dapat
meledak
Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau ,memakai produk
kimia yang sukar atau sangat mahal untuk dibuang.

5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit


Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
merupakan salah satu aspek dalam upaya pencegahan pengendalian infeksi
dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Lingkungan rumah sakit
jarang menimbulkan transmisi penyakit infeksi nosokomial, namun pada pasien-
pasien iang immunocompromise harus lebih diwaspadai dan perhatian karena
dapat menimbulkan beberapa penyakit infeksi lainnya seperti infeksi saluran
pernapasan, aspergillus, legionella, mycobacterium TB, varicella zoster, virus
hepatitis B, HIV.
Pengendalian lingkungan Rumah Sakit meliputi ruang bangunan, penghawaan,
kebersihan , saluran limbah dan lain sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan
melakukan :
1. Pembersihan Lingkungan
2. Disinfeksi lingkungan yang terkontraminasi dengan darah atau cairan tubuh
pasien
3. Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat
4. Mempertahankan mutu air bersih
5. Memperhatikan ventilasi yang baik

5.1. Pengertian
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau
sebagian besar patogen dari permukaan dan benda yang terkontraminasi.
Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat penting karena
agen infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan dilingkungan
selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Pembersihan dapat dilakukan
dengan air dan detergen netral

5.2. Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih aman dan
nyaman sehingga dapat menimilkan atau mencegah terjadinya transmisi
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung, dan
mayarakat disekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi
nosokomial dan kecelakaan kerja dapat di cegah.

5.3. Prinsip dasar pembersihan lingkungan


Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan terlihat kotor. Permukaan tersebut
juga harus dibersihkan bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
Bila permukaan tersebut, meja pemerikasaan atau peralatan lainnya pernah
bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan tersebut harus dibersihkan dan
disinfeksi diantara pasien-pasien yang berbeda
Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum
digunakan.membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.
Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai dengan
peraturan setempat.
Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan
Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan
setelah digunakan
Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta perlengkapan
yang tidak perlu sehingga memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.
Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah digunakan pasien
yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran harus dibersihkan dengan disinfektan segera setelah dugunakan.

5.4. APD untuk pembersihan Lingkungan


Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak pekerja dan
dilingkungan tertentu risiko terpajan benda-benda tajam sangat tinggi.
Petugas kesehatan harus mengenakan :
Sarung tangan karet
Gaun pelindung dan celemek karet
Sepatu yang rapat dan kuat seperti sepatu bot

5.5. Pembersihan tumpahan dan percikan


Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atau sekresi, petugas
kesehatan harus menggunakan APD yang memadai, termasuk sarung tangan karet
dan gaun pelindung.

5.6. Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :


Pasang gaun pelindung atau celemek dan sarung tangan karet
Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan tersebut dengan air dan
detergen menggunakan kain pembersih sekali pakai.
Buang kain pembersih kewadah limbah tahan bocor yang sesuai
Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan.
Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan perlengkapan tersebut
kewadah yang sesuai untuk pembersihan dan disinfeksi lebih lanjut
Tempatkan gaun pelindung dan masukkan kewadah yang sesuai
Bersihkan tangan

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi


Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur
Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk menghindari
aerosolisasi debu.
Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/ mukosa pasien dan
permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan
disinfeksi setelah dibersihkan.
Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan pembersihan
dan diinfeksi peralatan pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah APD
dilepas.

Ruang Lingkup pengendalian lingkungan


Kontruksi bangunan rumah sakit
a. Dinding
Permukaan dibuat harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan
secara periodik dengan jadwal yang tetap 3-6 bulan sekali. Cat dinding berwarna
terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan logam
yang berat.

b. Langit-Langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan, tingginya
minimal 2,70 meter dari lantai, kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat
dari kayu harus anti rayap.

c. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak licin, warna
terang, permukaan rata, tidak bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara
rutin,3 kali sehari atau kalu perlu. Lantai yang selalu kontak dengan air harus
mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah.
Pertemuan lantau dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan.

d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus
dan binatang penggangu lainnya.
e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem
penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan
teknis kesehatan agar nyaman dan aman, mudah dibersihkan dari tumpukan debu.
Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilang dengan pipa air limbah dan
tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum.

g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan
cairan disinfektan, tidak menggunakan bahan yang dapat menyerap debu,
sebaiknya bahan yang mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan
tubuh lainnya.

h. Fixture dan fitting


Peralatan yang menetap di dinding hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga
mudah dibersihkan.

i. Gorden
Bahan terbuat yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang, warna terang,
dicuci secara periodik 1-3 bulan sekali dan tidak menyentuh lantai disain ruangan
sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi kewaspadaan standar. Alkohol
handrub perlu disediakan ditempat yang mudah diraih saat tangan tidak tampak
kotor. Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur pasien, sedang diruang
high care 1 wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh
2 tempat tidur diupayakn cukup agar perawat tidak menyentuh 2tempat tidur
dalam waktu yang sama, nila mungkin / ideal 2,5m. Penurunan jarak antar tempat
tidur menjadi 1,9m menyebabkan peningkatan transfer MRSA 3,15 kali.
Permukaan sekitar :
RS merupakan tempat yang mutlak harus bersih. Lingkungan jarang
merupakan sumber infeksi. Masih kontradiksi tentang disinfeksi ruangan rutin ?
tidak ada perbedaan HAIs yang bermakna antara ruangan dibersihkan dengan
disinfeksi dan detergen.

Disinfeksi rutin dapat menyebabkan bakteri resisten (QAV), toleransi


meningkat (formaldehid), membunuh bakteri yang sensitif, mempengaruhi
penampilan limbah yang ditangani, membentuk komponen organik halogen (Na
hipoklorin), mengkontaminasi permukaan air, membentuk bahan mutagenik.
5.9. Lingkungan
a. Ventilasi Ruangan
Definisi
Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan menyebabkan udara luar, dan
/ atau udara daur ulang yang telah diolah dengan tepat dimasukkan kedalam
gedung atau ruangan.
Pengkondisian udara adalah mempertahankan udara dalam ruang agar
bertemperatur nyaman.

Tujuan :
Untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruangan yang baik, aman untuk
keperluan pernapasan.
Ventilasi yang memadai dan aliran satu arah yang terkontrol harus diupayakan
di rumah sakit.
Untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan dengan penularan
obligat atau preferensial melalui airborne.
Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan
Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan pertukaran udara > 12x /jam tapi
aliran udaranya tidak ditentukan diperlukan bila ada kemungkinan penularan
droplet nuklei. Direkomendasikan ventilasi ruangan ACH 12 dan aliran udara
yang diharapkan, dapat dicapai dengan ventilasi alami atau mekanik.
Kondisi Ruangan ACH
( Pertukaran udara per jam )
Jendela dan pintu dibuka 29,3-93,2
Penuh
Jendela dibuka penuh, 15,1-31,4
Pintu ditutup
Jendela dibuka separuh, 10,5-24
Pintu ditutup
Jendela ditutup 8,8

Tabel 1 : Tabel pertukaran udara pada ventilasi alami.


Jenis-jenis ventilasi :
1. Ventilasi mekanis : menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui
suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasi dengan pengkondisian dan penyaringan
udara.
2. ventilasi alami : menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara
melalui suatu gedung ; adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan oleh
perbedaan kepadatan antara udara didalam dan diluar gedung, yang dinamakan
efek cerobong".
3. Ventilasi gabungan memadukan ventilasi mekanis dan alami.

Faktor utama dalam pemilihan ventilasi mekanis di Rumah Sakit :


a. Metode efektif dengan persyaratan ACH minimal :
12 ACH dapat membantu pencegahan penularan patogen infeksius melalui
drople nuklei
Sistem ventilasi mekanik maupun alami yang dirancang dengan baik dapat
memenuhi persyaratan minimal efektif
Ventilasi mekanis lebih mudah dikontrol
Ventilasi alami dengan sistem rancangan dan sistem kontrol yang lebih baik,
ventilasi alami lebih efektif
Efektivitas ventilasi alami tergantung pada kecepatan angin dan atau
temperatur, daerah bersuhu ekstrem dan kecepatan angin yang selalu rendah tidak
cocok untuk penggunaan ventilasi alami.
b. Prasarana di Rumah Sakit
Ventilasi mekanik dengan sistem ventilasi sentral, dan pemasangan sistem
kontrol diruang isolasi merupakan pilihan terbaik.
Ventilasi alami yang dipasukan dengan exhaust fan.

Tabel 2 : Kelebihan dan Kekurangan sistem Ventilasi


Jenis Ventilasi Ventilasi Mekanis Ventilasi Alami
Kelebihan Cocok untuk semua iklim Biaya modal, operasional
dan cuaca. dan pemeliharaan lebih murah
Lingkungan yang lebih Dapat mencapai tingkat
terkontrol dan nyaman ventilasi yang sangat tinggi
sehingga dapat membuang
sepenuhnya polutan dalam
gedung
Kontrol lingkungan oleh
penghuni
Lebih sulit perkiraan,
analisa, dan rancangannya
Mengurangi tingkat
kenyamanan penghuni saat
cuaca tidak bersahabat, seperti
Kekurangan Biaya pemasangan dan terlalu panas, lembab, atau
pemeliharaan mahal dingin
Memerlukan keahlian. Tidak mungkin
menghasilkan tekanan negatif
ditempatisolasi bila perlu
Risiko pajanan terhadap
serangga atau vektor

Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi


Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan meninggalkan aliran udara luar
gedung menggunakan cara alami seperti gaya angin dan gaya apung termal dari
satu lubang ke lubang lain untuk mencapai ACH yang diharapkan. Penelitian
terbaru mengenai sistem ventilasi alami di Peru menunjukkan bahwa ventilasi
alami efektif mengurangi penularan tuberculosis di Rumah Sakit.

Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien didalam ruang isolasi harus
direncanakan dengan teliti dan dirancang untuk lebih mengurangi resiko infeksi
bagi orang-orang disekitarnya. Saat merancang suatu Rumah Sakit, sebaiknya
tempat isolasi terletak jauh dari bagian-bagian rumah sakit yang lain dan dibangun
ditempat yang diperkirakan mempunyai karakteristik angin yang baik sepanjang
tahun. Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien ditempat terbuka
diluar gedung yang jarang digunakan dilalui orang didalam ruang pencegahan
infeksi melalui airbone, pasien harus ditempatkan dekat dinding luar dekatjendela
terbuka, bukan dekat dinding dalam.
Pertimbangan lain berkaitan dengan penggunaan ventilasi alami adalah pajanan
pasien terhadap vektor artopoda (misalnya nyamuk) didaerah endemi. Penggunaan
kelambu dan langkah pencegahan vektor lainnya dapat membantu mengurangi
resiko penularan melalui vektor.

Penggunaan exhaust fan diruang isolasi

Pembuatan bangsal isolasi sementara secara cepat menggunakan exhaust fan


dilakukan selama terjadinya wabah SARS.

Tujuan utama : membantu meningkatkan ACH sampai tingkat yang diharapkan


dan menghasilkan tekanan negatif.

Perancangan dan perencanaan yang teliti exhaust fan dalam jumlah yang memadai
diperlukan untuk mendapatkan hasil seperti :

Pintu yang Pintu dan jendela ACH


yang
menghubungkan menghubungkan
kamar dengan kamar dengan
Exhaust Fan koridor balkon dan udara
luar
Mati Tertutup Tertutup 0.71
Mati Tertutup Terbuka 14.0
Mati Terbuka Terbuka 12.6
Hidup Tertutup Tertutup 8.8-18.5
Hidup Tertutup Terbuka 14.6
Hidup Terbuka Terbuka 29.2

WH Seto, Jurusan Mikrobiologi, Universitas Hongkong dan Rumah Sakit Queen


Mary.

Tabel 3 : Tabel. Tingkat ventilasi ( ACH) dikamar berventilasi alami yang tercatat
dalam sebuah eksperimen di Cina, DAK Hongkong, dalam kondisi eksperimen
yang berbeda.

Ruangan isolasi yang digunakan untuk pencegahan transmisi infeksi melalui


airbone yang berventilasi mekanis harus menggunakan sistem kontrol untuk
menghasilkan tingkat ventilasi yang memadai dan aliran udara terkontrol.

Tekanan udara negatif terkontrol dengan lingkungan sekitar ;


12 ACH
Penggunaan HEPA filter
Pintu kamar harus ditutup dan asien harus tetap berada didalam kamar

b. Air
Air yang dianjurkan untuk Rumah Sakit :
Pertahankan temperatur air, panas 51 C, dingin 20C
Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan
Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari keran
Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali
c. Permukaan Lingkungan
Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area perawatan,
lantai, dinding, permukaan yang sering disentuh (pegangan pintu, bed rails, light
switch), blinds dan jendela tirai perawatan pasien, kamar operasi serta carpet.
Tehnik pembersihan permukaan lingkungan meliputi :
1. Area perawatan
Disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan
tempat tidur dan permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan tempat tidur, meja
disamping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran, tombol
lampu, bel panggilan, telepon, TV, temote kontrol.
Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%
Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan lingkungan
dengan detergen yang netral dilanjutkan dengan larutan disinfektan.
Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai petunjuk
pabrik
Jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan chemikal untuk
peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal.
Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila tidak
ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur yang telah ditentukan.
Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang
menghasilkan mist atau aerosol.
2. Membersihkan permukaan lantai, dinding dan meja
Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan
chemikol untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non
kritikal
Jika tidak ada petunjuk/ disonfektan yang terdaftar untuk pembersihan dan
disinfeksi ruangan perawatan pasien gunakan detergen atau air untuk pembersihan
permukaan non perawatan seperti perkantoran administrasi.
3. Pembersihan permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, bed
rails, light switch.
Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai diarea perawatan pasien.
Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist
atau aerosol
Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution.
Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan gunakan cairan
yang baru.
Ganti mop setiap hari
Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan dibiarkan kering
sebelum dipakai lagi
Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi permukaan yang
sering disentuh diarea perawatan seperti charts, bedside commode, pegangan pintu

4. Kamar Operasi
Bersihkan kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan
ruangan dengan wet vacum atau mop
Bersihkan lantai dan dinding dengan menggunakan cairan disinfektan yang
terdaftar dengan label
Jangan gunakan mats dipintu masuk ruang operasi
Gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang
immonocompromised
Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai. Segera
bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial
infeksi
5. Carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum
Vacum carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area
umum pasien secara regular
Secara periodik pembersihan sampai kedalam carpet
Hindari penggunaan carpet didaerah keramaian di ruang perawatan pasien
Hindari tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi, laboratorium,
intensive care
6. Perawatan Bunga
Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan diarea pelayanan pasien
Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot dilakukan oleh petugas
khusus (bukan yang merawat pasien). Namun jika tidak ada petugas khusus maka
petugas memakai sarung tangan dan cuci tangan setelah melepas sarung tangan
Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area
perawatan
Lakukan pest control secara rutin.

Prinsip Pembersihan Lingkungan


Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi
Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian lingkungan yang
terkontaminasi sesuai prosedur
Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk oembersihan dan disinfeksi
Pakai cairan disinfektan yang sesuai
Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan peralatan medis secara
regular
Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan
tangan
Untuk meminimalkan penyebaran Mikroorganisme
Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk kebersihan lingkungan
Jangan lakukan rendom pemeriksaan mikrobologi udara, air dan permukaan
lingkungan, bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai investigasi
epidemiologi atau sepanjang pengkajian kondisi lingkungan berbahaya untuk
menditeksi atau verifikasi adanya bahaya
Batasi sampling mikrobiologi untuk jaminan kualitas
d. Linen Pasien
Kebersihan linen adalah tanggung jawab petugas
Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkontaminasi darah atau material
lain yang terkontaminasi infeksius dan mencucinya kebagian laundry
Fasilitas dan peralatan loundry
o Pertahankan tekanan negatif pada ruangan kotor dibanding dengan ruangan
bersih
o Pastikan bahwa area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan tersedia APD
Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan intruksi pabrik
Jangan biarkan pakaian direndam dimesin sepanjang malam
Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk menghindari
kode warna
Jangan diberikan penutup pada pakaian terkontaminasi di ruangan pasien tetapi
harus diganti
Proses pencucian : Panas 71C, selama 25 menit.
Pilih zat kimia yang sesuai
Simpan pakaian agar terhindar dari debu
Transportasi linen yang kotor, harus dibungkus sehingga tidak kena debu
Jangan laukan pemeriksaan kultur rutin untuk pakaian bersih
Lakukan pemeriksaan kultur selama outbreak jika ada epidemiologi evidence
Gunakan linen steril, surgical drapes dan gaun untuk kondisi yang memerlukan
steril
Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus
Jaga kasur tetep kering, lapisi dengan plastik kedap air
Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan
disinfektan
Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal antar pasien

e. Binatang
Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang
Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran disekitar rumah sakit
Bersihkan lengkungan rumah sakit dari kotoran binatang.

f. Pembuangan sampah
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang
dalam wadah atau kantong yang sesuai :
Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau lapis dua
(kantong ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau di beri tanda
infeksius. Semua sampah dari suatu ruangan/ area yang merawat pasien dengan
penyakit menular melalui udara (airborne) harus ditangani sebagai sampah
infeksius.
Untuk sampah non-infeksius/ tidak menular gunakan kantong plastik hitam.
Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan.

Kantong sampah apabila sudah. Bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan
tidak boleh dibuka kembali.
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/ area
isolasi harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila sampah dapat dibuang
kedalam kantong tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal tersebut tidak
mungkin dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda).
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan
ditangani dan dibuang sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan
nasional mengenai sampah rumah sakit.
Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.

7. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan


Petugas kesehatan Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Karawang setiap tahun
dilakukan pemeriksaan kesehatannya terutama petugas yang bekerja diruangan
berisiko terinfeksi, karena dapat mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun
petugas kesehatan yang lain.
Semua karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
infeksi apa saja, status imunisasinya.
Imunisasi yang diberikan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella.
Petugas yang dinyatakan menderita penyakit menular akan dipantau dan diberikan
pengobatan sesuai penyakitnya
Petugas yang terpajan/ tertusuk jarum yang terinfeksi HIV, HBV, HCV segera
membersihkan daerah yang terluka dengan air mengalir dan berikan desinfektan,
kemudian lapor ke perawa jaga kalau diluar jam kerja, kemudian periks ake dokter
UGD atau kedokter penyakit dalam didalam jam kerja, kemudian periksa
laboratorium sesuai dengan pejanan, kemudian difllow up sesuai penyakitnya.
Alur paksa panjanan harus dibuat dan pastikan dipatuhu untuk HIV, HBV, HCV
nesseria meningitidis, MTB, hepatitis A, Difteri, Varicell zaster, bordetella
pertusis, rabies
Pajanan terhadap virus H5N1
Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivil 2x75Mg selama 5 hari. Monitor
kesehatan petugas yang terpajang sesuai dengan pormulir yang tersedia.
Pejanan terhadap virus HIV
Resiko terpajan 0,2 0,4 % perinjuri
Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melaluidarah dapat melalu :
Rutin menjalankan kewaspadaan setandar, memakai APD yang sesuai
Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
Edukasi petugas tentang praktek aman mengguanakan jarum, benda tajam.
Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan :
Tusukan yang dalam
Tanpak darah pada alat penimbun pajanan
Tusukan masuk kepembulu darah
Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
Jarum berlubang ditengah
Tindakan pencegahan harus terinpormasi kepada seluruh petugas. Pelaturanya
harus termasuk memeriksa sumber pajanan, penata laksanaan jarum dan alat tajam
yag benar, alat pelindung diri, penata lakasanaan luka tusuk, sterilisasi dan
disinfeksi.

Alur penata laksanaan pajanan dirumah sakit harus termasuk pemeriksaan


laboratorium yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah
diberikan dalam waktu 4 jam paska pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral
( ARV ) kombinasi AJT ( Zidopudine ), 3 TC ( Lamivudine ) dan Indinavir atau
sesuai pedoman lokal.
Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan dicatat
samapi jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinannya
serokonversi. Petugas terinpormasi tentang sindroma ARV akut, mononukliosis
akut pada 70 90 % infeksi HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang
dialam selama 3 bulan .

Kemunhkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling,


pemeriksan laboratorium dan pemberian ARV harus dipasilitasi dalam 24 jam.
Penelusuran paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3
bulan sampai 9 bulan ataupun 1 tahun.

Pajanan terhadap virus Hepatitib B


Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9 40% perpajanan. Segera
paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila
sumber pajanan positif HbSaG atau HbEAg
Profilaksi paska pajanan
Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HbS lebih dari 10
mlU/ml. Hb imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 40 jan dan lebih 1
minggu PP, dan 1 seri paksinasi hepatitis B dan dimonitordengan tes serologik.
Hepatitis B timbul pada individu dengan hepatitis B, ditransmisikan dengan cara
yang sama demikian dengan cara memonitornya.
Pajanan terhadap virus Hepatitis C
Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi provilaksi paska pejanan
yang dapat diberkan, tetapi perlu dilakukan meonotoring pemeriksaan adakah
serokonfersi dan didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa. Segala
pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus dilaklukan konseling,
pemeriksaan klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis.
Infeksi nesseriameningitidis
N meningitidis dapat ditransmisilan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat
okupasi. Perlu terapi provilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan
pasie misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan rimfamfisin 2x60mg selama
2 hari atau dosis tunggal Cyfrifloxacin 500 mg atau Ceptriakson Im.
Mikobakterium tuberkolosis transmisi kepada petuagas lewat air borne, droplet
nuclei biasanya dari pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara
TB, infeksi HIV dan MDR TB. Petugas yang paska terekspos perlu di tes mantuk
bila indurasinya lebih dari 10mm perlu diberikan provilaksis INH sesuai
rekomendas lokal. Infeksi lain ( Varicella, hepatitis A, hepatitis E, influenza,
pertusis, dipteria dan rabies )
Transmisinya tidak basa, tetapi harusdibuat penata lakasanan untk petugas.
Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap varicella dan hepatitis A, rabies
untuk daerah yang indemis.
Kesehatan petugas dan pencegahan HALS
PENYAKIT MASA MENULAR CARA KEWASPAD MASA
INKUBASI SELAMA/VI TRANSM AAN YANG PETUGAS/REK
RUS ISI PERLUDIJA OMENDASI
SHEDDING LANAN
Abses Selama luka Kontak Kontak
mengeluarkan
tubuh
Acinetobacter Luka bakar Flora N Standar dan
baumanii yang di kulit kontak
hydroterapi manusia,
mukosa
membran
dan tanah.
Bertahan
di tempat
lembab
dan kering
sampai
berbulan,
menular
melalui
peralatan
rawat
respirasi,
tangan
petugas,
humindift
er,
stetoscop,
termomete
r, matras,
bantal,
permukaa
n TT,
mop,
gordeng,
tempat
mandi,
Adenovirus type 1- luka bakar
7
6-9 hr Sekret saluran Droplet,
nafas kontak
Aspergilosis

Candidiasis Infeksi Inhalasi Kontak dan


jaringan luas stadium airborne
Chlamidia dengan cara airborne,
C trachomitis berlebihan conidin
Standar,konta
k
Congenital
rubella Standar
kontak
langsung
termasuk
Congenitis seksual
*adenovirus type 8

Campak Sampai umur Kontak Standar,


1 tahun dengan kontak
bahan
nasofaring
dan urin

5-12 hari 14 hari setelah Kontak Kontak, Sampai mata


onset dengan standar tidak keluar
Campilobacter tangan, kotoran
alat
Clostridium terkontami
dufficille nasi
5-12 hari 3-4 hari Droplet Transmisi Retiksi 7 hari
setelah bercak yang besar udara setelah bercak
Cytomegalo virus timbul ( kontak merah timbul
melalui dekat ) & ( yang imun ) 5
nasofaring udara hari setelah
ekspos 21 hari
setelah ekspos

Difteria Standar

Kontak

Tidak Tahan Kontak Standar, hand Tidak perlu


diketahui dilingkungan dengan hygiene
Gastroenteritis dalam waktu sekresi &
*salmonella pendek ekskresi :
*Shigella saliva &
*yenterocolitca urin

Giardia lamblia
Sekresi Dopler, Sampai terapi
Hepatitis A dari mulut kontak antibiotika telah
mengandu lengkap dan
ng c sampai 2 kultur
difteriae berjarak 24 jam
dinyakatan
negatif, perlu
imunisasi tiap 10
thn
Hepatitis B,D

Kontak Standar atau Tidak mengolah


px, kontak makanan sampai
konsumsi 2xjarak 24 jam
makanan/a kultur feses
ir negatif
terkontami
nasi

Feses Kontak
Hepatitis C,F,G

15-50 hari 2 minggu, Fekal oral, Standar Libur di area


kadang melalui perawatan/
kadang feses pengolahan
sampai 6 makanan,1
bulan(prematu minggu setelah
r) sakit kuning
imunisasi paska
ekspos

Herpes simplex B:6-24 Akut atau Perkutane Standar Tidak perlu


minggu kronik dengan us,mukosa dibatasi sampai
D:3-7 minggu HbsAg positif ,kulit yang HbeAg negatif
tidak utuh
kontak
dengan
darah,
semen,cair
an
vagina,cai
ran tubuh
yang lain

HIV Perkutane Standar


us,mukosa
,kulit yang
tidak utuh
kontak
dengan
darah,sem
en,cairan
vagina,cai
ran tubuh
yang lain
2-14 hari
Helicobacterpylori Asimptomati Kontak Standar, Restriksi tidak
dapat dengan kontak tangan perlu , tapi batasi
MDRO( MRSA,VR mengeluarkan ludah kontak dengan px
E,VISA,ESBL,Stre virus karier
p pneumonia mengandu
ng virus
langsung/
Influenza lewat
sekresi
luka
aberasi /
cairan
vesikel
Perkutane Standar
us,mukosa
,kulit yang
tidak
utuhkonta
k dengan
darah,sem
en,cairan
Hemophilus vagina,cai
influenzae ran tubuh
Dewasa yang lain
*anak
Standar

Human
Metapneumo virus
(HMPV) Kontak Kontak
luka

Norovirus

N meningitidis
1-5 hari Infeksius pada Airborne, Kontak Vaksinasi pada
3 hari prtama kontak petugas yang
sakit.Virus langsung rentan.Amantadin
dapat atau untuk kontak
dikeluarkan droplet dengan influenza
sebelum dengan A
gejala timbul sekresi
sampai 7 hari saluran
setelah napas
melalui
sakit,lebih
panjang pada
anak dan
orang

Standar
Droplet

Batuk non Droplet Kontak,Dropl


produktif, sekret et
kongesti nasal respirasi
wheezine,bro
nkhiolitis,pne
umonia pada
anak + 11,5
tahun

12-48 jam Diare,KLB Makanan, Kontak,maka


air nan,air
terkontami
nasi feses
2-10 hari
Kontak Transmisi
dengan melalui
sekret droplet
saluran
Parotitis/ Mumps napas
16-18 hari(12- Coommunity Kontak Tranmisi Libur sampai 2
25hari) acquired, dengan droplet jam setelah terapi
virus berada droplet paska
dalam saliva atau ekspos.Rifampin
6-7hari langsung 2x600 mg, 2 hari
sebelum dengan ciprofloxacin 1x
parotitis sekret 500 mg atau
sampai 9 hari saluran ceftriaxon 250 mg
setelah onset napas, IM
Px yaitu
immunokomp saliva, Vaksinasi
romais hidung&m efektif,MMR
ulut Restriksi sampai 9
Parvovirus/B19 hari setelah onset
6-10 hari Menular Kontak Transmisi parotitis petugas
sebelum dengan droplet rentan :12 hari
bercak merah droplet paska ekspos
sampai 7 hari besar, pertama sampai
setelah onset muntahan 25 hari setelah
Pertusis ekspos terakhir.
7-10 hari F catarrhal Kontak Transmisi
sangat dengan droplet
menular sekresi sal sampai 5 hari
napas, menerima
droplet antibiotik Tidak Perlu
besar restriksi
kontak
dekat

Vaksin direkomen
umur 11-64th
petugas dengan
pertusis :
Poliomyelitis Restriksi fase
Nonparalitik : Sal napas 1 Kontak Transmisi catarrhal sampai
3-6hari; minggu cairan sal kontak minggu 3 setelah
paralitik 7- setelah gejala napas, onset atau 5 hari
21hari muncul, benda setelah teraphi
dalam feses terkontami antibiotik kontak
beberapa nasi feses saja tidak perlu
minggu-bulan restriksi.
setelah gejala
muncul
Rubella
12-23 hari Sangat Kontak Transmisi Imunisasi
bintik nerah menular saat dengan droplet dan direkomendasian
timbul 14- bintik merah droplet kontak
16hari setelah keluar, virus nasofaring dengan cairan
ekspos dilepas 1 Px sal napas
minggu
sebelum
sampai 5-7
hari setelah
onset,
congenital 5 hari setelah
rubella bisa bintik keluar
melepas virus petugas rentan 7
berbulan hari setelah
bertahun- ekspos pertama
tahun sampai 21 hari
RSV (infeksi virus setelah ekspos
respiratorik) 2-8 hari Orang sakit Tangan Transmisi terakhir.
(tersering 4- dapat terkontami kontak erat
6hari) mengeluarkan nasi saat dengan
virus selama merawat droplet atau
3-8 hari tapi pasien aerosol
pada bisa atau partikel kecil
anak 3-4 menyentu
minggu h benda
mati,
transmisi
RSV bila Batasi kontak
menyentu dengan pasien
h mata rawat dan
atau lingkungan bila
hidung ada KLB RSV
MRSA Restriksi sampai
Kontak Standar, gejala akut hilang.
tangan transmisi
petugas, kontak,dapat
mungkin airborne
karier nares
anterior,
tangan,
axilla,perineu
m,nasofaring,
orofaring Restriksi
Streptococ A perawatan pasien
Kontak sisi Kulit, Standar, dan pengolahan
terinfeksi& faring, berdasar makanan bila
mensekresi rektum, transmisi petugas dengan
vagina lesi kulit basah.
Tidak perlu
restriksi bila
kolonisasi
Salmonella, Restriksi
shigella Orang- perawatan pasien
orang &pengolahan
lewat makanan sampai
fekal oral, 24 jam setelah
air/ mendapat terapi
makanan antibiotik. Tidak
terkontami perlu restriksi
nasi petugas dengan
Syphilis kolonisasi
Kontak Kontak
langsung
dengan
lesi primer
atau
sekunder
syphilis
Tuberkulosis

Sampai 1 Inhalasi Airborne,


bulan minum droplet kontak
OAT nuklei (mengeluarka
n c tubuh
Varicella infeksius)

Sampai lesi Airborne,


kering&berkr kontak
usta standar
Sampai terbukti
non infectius
Vibrio Kolera
Zoster 8 hari paska
Kontak kontak sampai 21
*lokal feses hari paska kontak,
beri imuno
Tutupi lesi, globulin IV paska
jangan kontak kontak, imunisasi
dengan pasien petugas paska
*menyeluruh atau rawat pajanan dalam 4
orang immuno hari.
kompromais Jangan kontak
dengan pasien
*paska pajanan
(person yang
rentan) Jangan kontak Restriksi sampai
dengan pasien lesi mengering
rawat dan mengelupas

Restriksi sampai
semua lesi kering
dan mengelupas

Dari hari ke10


paska pajanan
pertama
sampaihari ke21
atau hari 28 bila
diberi lagi atau
sampai lesi kering
dan mengelupas.
Tabel 4 : Kesehatan petugas dan pencegahanHAIs.
Tindakan pertama pada pejanan bahan kimia tau cairan tubuh
Pada mata : bilas dengan air mengalir 15 menit
Pada kulit : bilas dengan air mengalir 1 menit
Pada mulut : segera kumur-kumur 1 menit.
Lapor ke komite PPI, Panitia K3RS atau ke dokter karyawan.

6.2. Program pada Petugas Kesehatan


Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat di
transmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:
Monitoring dan suport kesehatan petugas
Vaksinasi bila dibutuhkan
Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan
Menyediakan anti virus profilaksis
Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas
akut dari manusia-manusia
Terapi dan follo up epi/ pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas.
Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila
terkena infeksi.
Upayakan support psikososial.

Tujuannya :
Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit.
Memelihara kesehatan petugas kesehatan
Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB.

Unsur yang dibutuhkan


Petugas yang berdedikasi
SOP yang jelas dan tersosialisasi
Administrasi]yang menunjang
Koordinasi yang baik antar instalasi/ unit
Penanganan paska pajanan infeksius
Pelayanan konseling
Perawatan dan kerahasiaan medikal record

Evaluasi sebelum dan setelah penempatan


Meliputi :
Status imunisasi
Riwayat kesehatan yang lalu
Terapi saat ini
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Edukasi
Sosialisasi SOP pencegahan dan pengendalian infeksi misal : Kewaspadaan
Isolasi, Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan
Departemen Kesehatan tenatang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
terkini.

Program Imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
Risiko ekspos petugas
Kontak petugas dengan pasien
Karakteristik pasien Rumah Sakit
Dana Rumah Sakit

Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang
petugas memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai
dengan strain yang ada.
ALUR PASKA PAJANAN
PETUGAS YANG TERPAJAN

DOKTER PENYAKIT DALAM /IGD

IPCN/ K3 RS LABORATORIUM

Gambar 5 : Alur Paska Pajanan

7. Penempatan Pasien
7.1. Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular/ Suspek
Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar untuk
kasus / dugaan kasus penyakit menular melalui udara :
Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri
ntidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah
didalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasusu yang
belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis ( kohorting ). Bila ditempatkan dalam
1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat
tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negatif yang dimonitor ( ruangan bertekanan negatif ) dengan 6-12 pergantian
udara per jam dan system pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan
udara partikulasi efisiensi tinggi ( filter HEPA ) yang termonitor sebelum masuk
ke sistem sirkulasi udara lain di Rumah Sakit.
Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan
udara partikulasi efiesiensi tinggi, buat tekanan negatif didalam ruangan pasien
dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian rupa
agar aliran udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar
dan tidak mengarah kedaerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan
dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati apakah
terhisap kedalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan didalam ruangan
dapat meningkatkan aliran udara.
Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan tindakan pencegahan ini.
Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai :
masker ( bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila tidak,
gunakan masker bedah sebagai alternatif ) gaun, pelindung wajah atau pelindung
mata dan sarung tangan.
Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
Pakai gaun yang bersih, non- steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang -barang
didalam ruangan.

Pertimbangkan pada saatpenempatan pasien :


Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan,
misal : luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara
kekontak, misal : luka dengan infeksi kuman gram positif.
Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust
ke area tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC
Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne
luas, misal : varicella
Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan ( anak,
gangguan mental ).
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi
dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga
kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.
7.2. Transport pasien infeksius
Dibatasi, bila perlu saja.
Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan :
o Pasien diberi APD ( masker, gaun)
o Petugas diarea tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
o Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi
transmisi kepada orang lain.

Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung


Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan
kesehatan yang lebih penting.
Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan
terpajannya staf, pasien lain atau pengunjung
Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan harus
menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat
menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun
pelindung, dan sarung tangan.

7.3. Pemindahan pasien yang dirawat diruang isolasi


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan
menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari
ruangan/ area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan
gaun. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan
APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas
pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus
dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulance, maka sesudahnya
ambulance tersebut harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70%atau
larutan klorin 0,5%

Keluarga Pendamping pasien di Rumah Sakit


Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan
kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri
ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan
oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

7.4. Pemulangan Pasien


Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa
penularan.
Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara/ airborne harus diisolasi didalam rumah
selama pasien tersebut menglami gejala sampai batas waktu penularan atau
sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa
pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara
menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan
diri.
Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit
menular yang diderita pasien. ( contoh Lampiran D : Pencegahan, Pengendalian,
Infeksi, dan penyuluhan Bagi keluarga atau Kontak pasien Penyakit Menular )
Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah
pemulangan pasien.

7.5. Pemulasaraan Jenazah


Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien
tersebut meninggal dalam masa penularan.
Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah
tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong
jenazah.
Pindahkan sesegera mungkin kekamar jenazah setelah meninggal dunia.
Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya
sebelum jenazah dimasukkan kedalam kantong jenazah dengan menggunakan
APD.
Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan
khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas
agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seorang pasein dengan
penyakit menular meninggal dunia.

7.6. Pemerikasaan Post Mortem


Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan
menderita penyakit menular harus dilakukan dengan hati hati, apalagi jika psien
meninggal dunia selama masa penularan. Jika pasien masih menyebar virus ketika
meninggal, paru parunya mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu,
kalau melakukan suatu prosedur pada paru-paru jenazah, APD lengkap harus
digunakan yang meliputi masker N-95, sarung tangan, gaun, pelindung mata dan
sepatu pelindung.

Mengurangi resiko timbulnya aerosol selama autopsi


Selalu gunakan APD
Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar
Hindari penggunaan semprotan air tekanan tinggi
Buka isi perut sambil disiram dengan air.

Meminimalisasi risiko dari Jenazah yang terinfeksi


Ketika melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol dengan :
Hindari penggunaan gergaji listrik
Lakukan prosedur dibawah air.
Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru.
Sebagai petunjuk umum, terapkan Kewaspadaan Standar sebagai berikut :
Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan otopsi.
Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung yang runcing
Jangan memberikan instrumen dan peralatan dengan tangan, selalu gunakan
nampan.
Jika memungkinkan, gunakan instrumen dan peralatan sekali pakai
Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat menjaga diri masing-
masing
Perawatan jenazah/ persiapan sebelum pemakaman
Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu bahwa
kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar kewaspadaan Standar
diterapkan dalam penanganan jenazah.
Penyiapan jenazah sebelumdimakamkan seperti pembersihan, pemandian,
perapian rambut, pemotongan kuku, pencukuran, hanya boleh dilakukan oleh
petugas khusus kamar jenazah.

8. Hygiene respirasi/ etika batuk


Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.

Semua Pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi
pernapasan.
Saat anda batuk atau bersin :
Tutup hidung dan mulut anda
Segera buang tisu yang sudah dipakai
Lakukan kebersihan tangan

Di fasilitasi pelayanan kesehatan. Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda


sedang batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapsan harus diterapkan disemua
bagian rumah sakit, dilingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah.

Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk mengendalikan sumber infeksi
potensial.
9. Praktek Menyuntik Yang aman
Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi danterapi.
Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit
yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk
pasien lain.

10. Praktek untuk Lumbal Punksi


Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal/
epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan
epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

B. Kewaspadaan Isolasi ( Isolation Precautions )


Kewaspadaan isolasi diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh
pasien dalam rumah sakit baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau
kolonisasi. Bertujuan untuk mencegah transmisi silang sebelum diagnosis
ditegakkan atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada, strategi utama untuk
PPI adalah menyatukan kewaspadaan satandar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi. Kewaspadaan standar seperti yang sudah diuraikan diatas dengan
melaksanakan 10 pilar pencegahan dan pengendalian infeksi.

1. Kewaspadaan berdasarkan transmisi

Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi


dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi
atau terkolonisasi patogen yang dapat di transmisikan lewat udara, droplet, kontak
dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
Jenis Kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kontak
b. Melalui droplet
c. Melalui udara ( Airborne )
d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan )
e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan : suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah
ataupun kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan
dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun,
antiseptik ataupun antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali
pakai bila kontak dengan cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat
kemungkinan terkena percikan cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk
melindungi wajah dari percikan cairan tubuh.
Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis
infeksinya.
Rekomendasi (3)
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :
Kategori IA :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian
dan studi epidemiologi.

Kategori IB :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau efektif oleh
para ahli dilapangan. Dan berdasarkan kesempatan HICPAC ( Hospital Infection
Control Advisory Committee ) sesuai dengan bukti rasional walaupun mungkin
belum dilaksanakan suatu studi scientifik.
Kategori II :
Dianjurkan untuk dilaksanakan dirumahsakit. Anjuran didukung studi klinis dan
epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa rumah
sakit.
Tidak direkomendasi :
Masalah yang belum ada penyelesaiannya.
Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai
efikasinya.
a. Kewaspadaan transmisi Kontak ( 5,7,10 )
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan untuk
menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi di transmisikan
melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak
permukaan kulit terluka/ abrasi orang yang rentan/ petugas dengan kulit pasien
terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh pasien,
memandikan, membantu pasien bergerak., dokter bedah dengan luka basah saat
mengganti verband petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau
scabies.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan, instrumen yang
terkontaminas, jarum, kassa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung
tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan
melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang di
transmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien.

Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi
saluran napas misal : para influenza, RSV, SARS, H5N!.(10)
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat dalam
radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.

Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada
atau bdalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi
mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak
langsung. ( Kategori IB)
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih
memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.

Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan


perawatan pasien misal : pegangan pintu, tombol lampu, telepon (10)
b. Kewaspadaan transmisi droplet (6,10,11)
Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan
infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan
melalui droplet (>5 m). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang diudara
dan akan jatuh dalam jarak 1-2 m dari sumber (10,11) Transmisi droplet
melibatkan kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/ mulut, orang
rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien
pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama
prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak deket anatara sumber dan
resipien<3 kaki. Karena droplet tidak bertahan diudara m.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau


terinhalasi. Transmisi droplet kekontak, yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal : mukosa, membrane.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung misal :
commoncold, respiratory syncitial virus (RSV).
Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal,
batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions) (4,10)


kewaspadaan transmisi melalui udara ( kategori IB) diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi
mikroba yang secara epidemilogi penting dan di transmisikan melalui jalur udara.
Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui
udara.

Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi


baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei ( sisa partikel kecil<5m
evaporasi dari droplet yang bertahan lama diudara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran
udara >2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan diruang yang sama
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada factor lingkungan, misal
penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui
udara, droplet nuklei atau sisik kulit terkontaminasi ( S. Aureus).

Tabel 5 : KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI

KEGIATAN KONTAK DROPLET UDARA/ AIRBONE


Penempatan Tempatkan diruang rawat Tempatkan pasien di ruang Tempatkan pasien
terpisah, bila tidak terpisah, bila tidak diruang terpisah yang
mungkin kohorting, bila mungkin kohortin. Bila mempunyai :
keduanya tidak mungkin keduanya tidak mungkin, 1. tekanan negatif
maka pertimbangkan buat pemisah dengan jarak 2. aliran udara 6-
epidemiologi mikroba >1 meter antar TT dan 12X/ jam
dan populasi pasien. jarak dengan pengunjung. 3. pengeluaran
Bicarakan dengan Pertahankan pintu terbuka, udara terfiltrasi
petugas PPI (kategori IB) tidak perlu penanganan sebelum udara
tempatkan dengan jarak khusus terhadap udara dan mengalir ke ruang atau
>1meter 3 kaki antar TT ventilasi (kategori IB ) tempat lain di Rumah
jaga agar tidak ada Sakit. Usahakan opintu
kontaminasi silang ruang pasien tertutup.
kelingkungan dan pasien Bila ruang terpisah
lain (kategori IB) tidak memungkinkan,
tempatkan pasien
dengan pasien lain
yang mengidap
mikroba yang sama,
jangan dicampur
dengan infeksi lain
(kohorting) dengan
jarak>1meter.
Konsultasikan dengan
petugas PPIRS
sebelum menempatkan
pasien bila tidak ada
ruang isolasi dan
kohorting tidak
memungkinkan.
(kategori IB)

Batasi gerakan dan


transport pasien hanya
kalau diperlukan saja.
Bila perlu untuk
pemeriksaan pasien
dapat diberi masker
bedah untuk cegah
menyebarkan droplet
nuclei (kategori IB)

Perlindungan saluran
Transport Batasi gerak, transport Batasi gerak dan napas
Pasien pasien hanya kalau perlu transportasi untuk batasi Kenakan masker
saja. Bila diperlukan droplet dari pasien dengan respirator ( N95/
pasien keluar ruangan mengenakan masker pada Kategori N pada
perlu kewaspadaan agar pasien (kategori IB ) dan efisiensi 95%) saat
risiko minimal transmisi menerapkan hygiene masuk ruang pasien
kepasien lain atau respirasi dan etika batuk atau suspek TB paru.
lingkungan (kategori IB ) Orang yang rentan
seharusnya tidak boleh
masuk ruang pasien
yang diketahui atau
suspek campak, cacar
air kecuali petuga yang
telah imun.
Bila terpaksa harus
APD Petugas Sarung tangan dan cuci Masker masuk maka harus
tangan Pakailah bila bekerja mengenakan masker
Memakai sarung tangan dalam radius 1m terhadap respirator untuk
bersih non steril, lateks pasien (kategori IB ), saat pencegahan. Orang
saat masuk keruang kontak erat masker yang telah pernah sakit
pasien, ganti sarung seyogyanya melindungi campak atau cacar air
tangan setelah kontak hidung dan mulut, pakai tidak perlu memakai
dengan bahan infeksius saat memasuki ruang masker (kategori IB)
(feses, cairan drain) Masker Bedah/
prosedur (min) sarung
APD Petugas Lepaskan sarung tangan Rawat pasien dengan tangan gaun goggel
sebelum keluar dari infeksi saluran napas. bila melakukan
kamar pasien dan cuci tindakan dengan
tangan dengan antiseptic kemungkinan timbul
(kategori IB) aerosol.
Gaun
Pakaian gaun bersih,
tidak steril saat masuk
ruang pasien untuk
melindungi baju dari
kontak dengan pasien,
permukaan lingkungan,
barang diruang pasien,
cairan diare pasien,
ileostomy, coloctomy, Transmisi pada TB
luka terbuka. Lepaskan Sesuai pedoman TB
gaun sebelum keluar CDC Guidelinefor
ruangan. Jaga agar tidak Preventing of
ada kontaminasi silang tuberculosis in
kelingkungan dan pasien Healthcare Facilities
lain (kategori IB ) dan referensi nomor
Apron 10.
Bila gaun permeable,
untuk mengurangu
penetrasi cairan, tidak
dipakai sendiri

MTB (obligat
Peralatan Bila memungkinkan Tidak perlu penanganan airborne) campak,
untuk peralatan nonkritikal udara secara khusus karena cacat air (kombinasi
perawatan dipakai untuk 1 pasien mikroba tidak bergerak transmisi) Norovirus
pasien atau dengan infeksi jarak jauh. (partikel feses,
mikroba yang sama, vomitus), Rotavirus
bersihkan dan disinfeksi melalui partikel kecil
mikroba yang sama. aerosol.
Bersihkan dan disinfeksi
sebelum dipakai untuk
pasien lain (kategori IB)

Peralatan MDRO, MRSA, VRSA, B. pertussis, SARS, RSV


Untuk VISA, VRE, MDRSP influenza, Adenovirus,
Perawatan ( Strep pneuminiae) Rhinovirus,N.meningitidis,
Pasien Virus Herpes simplex streptococ grup A,
SARS RSV ( indirex mel Mycoplasma pneumoniae.
mainan), S. Aureus,
MDRO, VRE, C.
Difficile,P. Aeruginosa,
influenza, Norovirus
(juga makanan dan air )
Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting.

Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap
bersih.
Bersih diartikan :
Bebas dari kotoran
Telah dicuci setelah terakhir dipakai
Penjagaan kebersihan tangan personal
Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

d. Peraturan untuk kewaspadaan isolasi


Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas sat perawatan
pasien rawat inap.
Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi.
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh ).
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan
ontainer pasien yang lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.
BAB V
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UNTUK PENGUNJUNG

Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya


penyakit menular
Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh
mengunjungi pasien didalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi
kunjungan ke pasien.
Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan
penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien
dirumah sakit.
Kebijakan ini agar dicantumkan dipapan pengumuman fasilitas kesehatan.

Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang


merawat penderita atau suspek flu burung
Anggota keluargaperlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang
merawat di Rumah Sakit.

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara


Petugas kesehatan atau Tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mendidik pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan
penyakit, dan menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien
selama masa penularan.
Jika keluarga teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah di
konfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus
mengikuti prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Pengunjung harus memakai APD lengkap ( masker, gaun, sarung tangan dan kaca
mata) Jika kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.
Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar
bagi pengunjung.
Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci
tangan. Tidak menggantung masker dileher.
Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara,
petugas kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah
ia memiliki gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan
dekat dengan pasien penyakit menular melalui udara beresiko untuk terinfeksi.
Jika ada demam atau gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus
dikaji untuk penyakit menular melalui udara dan ditangani dengan tepat.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang
penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika
mengunjungi pasien penyakit menular.

Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat pelayanan


kesehatan.

Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan difasilitasi pelayanan


kesehatan, kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian
mendasar dari prilaku sehat.
Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapsan ( batuk, bersin)
harus :
Menutup hidung/ mulut ketika batuk atau bersin
Menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang ditempat
limbah yang tersedia.
Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan.

Fasilitasi pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :


Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan
dengan kaki disemua area.
Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir diruang tunggu.
Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap
pengunjung yang batuk.

Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1
meter dari yang lainnya diruang tunggu.

Pada pintu masuk dan diruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat,
ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin.
Pasien dan orang yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran
pernapsan dan etika batuk atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas
sesegera mungkin tentang gejala penyakit yang diderita, bagi orang yang batuk
harus disediakan masker.
BAB VI
SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT

A. Definisi
Surveilans infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis terus
menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interprestasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan, dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.

Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare associated infections (HAIs) adalah
infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas pelayanan
kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien
masuk RS. IRS juga mencakup infeksi yang didapat di RS tetapi baru muncul
setelah keluar RS dan juga infeksi akibat kerja pada tenaga kesehatan.

B. Tujuan
1. mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit
2. menurunkan Laju Infeksi RS
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
4. meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di RS
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS

C. Metode Surveilans
Metode surveilans IRS di Rumah Sakit Umum Kabupaten Karawang adalah
menggunakan metode Surveilans target (targetted/sentinel surveillance) adalah
surveilans yang terfokus pada ruangan, kelompok pasien, atau tindakan dengan
resiko infeksi spesifik. Yaitu surveilans diruang perawatan insentif (ICU) dan
ruang perawatan bedah, surveilans pada pasien dengan kateter vena sentral,
surveilans, infeksi luka operasi, surveilans pasien dengan pemasangan
Endotracheal Tube (ETT) dan ventilator, surveilans pasien dengan pemasangan
kateter urine, surveilans target ini diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih
tajam dan memerlukan sumber daya yang lebih sedikit.

D. Jenis-jenis infeksi Rumah Sakit


1. Infeksi Aliran Darah Primer
a. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
Merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba melalui
peralatan yang kita masukkan langsung ke system pembuluh darah. Dalam istilah
CDC disebut sebagai Blood Stream Infection (BSI)

Akses langsung keperedaran darah ini dapat berupa kateter vena maupun arteri
yang kita lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan maupun
diagnostik, yang secara umum disebut sebagai kateter intravaskuler ( intravaskuler
Catheter).
Contahnya adalah pemasangan vena sentral (CVC : Central Venous Catheter),
vena perifer ( infus) hemodialisa.

Adalah ditemukannya organisme dari hasil kultur darah semikuantitatif/


kuantitatif disertai tanda klinis yang jelas serta tidak ada hubungannya dengan
infeksi ditempat lain dan / atau dokter yang merawat menyatakan telah terjadi
infeksi >2x24 jam setelah pemasangan catheter vena sentral.

Seringkali phlebitis dilaporkan sebagai IADP. IADP berbeda dengan Phlebitis


(Superficial & Deep Phlebitis). Perbedaan antara IADP dengan phlebitis, adalah :
Phlebitis, merupakan tanda-tanda peradangan pada daerah lokal tusukan infus.
Tanda-tanda peradangan tersebut adalah merah, bengkak, terasa seperti terbakar
dan sakit bila ditekan.
IADP adalah keadaan bakteremia yang diagnosanya ditegakkan melalui
pemeriksaan kultur.

b. Faktor risiko adalah :


Lamanya terpasang kateter
Lamanya hari rawat
Kondisi penurunan daya tahan tubuh (immunocompromised)
Malnutrisi
Luka bakar
Luka operasi tertentu

c. Kriteria IADP
Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP, kriteria IADP 1 dan 2 dapat
digunakan untuk semua peringkat umur pasien termasuk usia <1th, minimal
ditemukan satu kriteria seperti :
c.1. Kriteria 1 IADP ; berikut :
Ditemukan pathogen pada >1 kultur darah pasien
Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain
dari tubuh pasien (lihat catatan 1&2)

c.2. Kriteria 2 IADP :


Pasien menunjukkan minimal satu gejala klinis : demam (suhu >38C)
menggigil atau hiypotensi, dan tanda dan gejala klinis serta hasil positif
pemeriksaan laboratoriumyang tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain
dari tubuh pasien.
Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang
berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid ( C
corynebacterium spp), Bacillus spp. (bukan B anthracis), Propionibacterium spp,
Staphylococcus coagulase negatif termasuk epidermidis, Steptococcus viridans,
Aerococcus spp, Micrococcus spp. Berasal dari >2 kultur darah pada lokasi
pengambilan yang berbeda (lihat catatan 3&4).
c.3. Kriteria 3 IADP :
Pasien anak usia <1 tahun menunjukkan minimal satu gejala seperti berikut :
demam (suhu rektal >38C), hipotermi ( suhu rektal <37C), apnoe atau
bradikardia, dan
Tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium yang tidak
berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien dan
Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang
berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid
(corynebacterium spp), Bacillus spp (bukan B anthracis), Propionibacterium spp,
staphylococcus coagulase negatif termasuk S epidermidis, Streptococcus viridans,
Aerococcus spp, Micrococcus spp.berasal dari >2 kultur darah pada lokasi
pengambilan yang berbeda.

Catatan :
1. dalam kriteria 1, arti >1 kultur darah pasien adalah = minimal 1 botol kultur
dari darah yang diambil memberikan hasil dilaporkan ada pertumbuhan mikroba,
artinya kultur darah positif.
2. dalam kriteria 1 maksudpatogen yang ditemukan adalah mikroba yang tidak
termasuk dalam mikroba kontaminan kulit yang umum didapatkan (lihat kriteria 2
dan 3). Contoh beberapa mikroba pathogen yang bukan termasuk flora normal
umum kulit yang dapat ditemukan adalah S.aureus, Enterococcus spp, E coli,
Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-lain
3. dalam kriteria 2 dan 3, arti >2kultur darah diambil dari lokasi yang berbeda
adalah artinya :
Dari CV line atau kultur ujung kateter CV line dan perifer sekurang-
kurangnya 2 kali pengambilan darah perifer dengan jeda waktu tidak lebih dari 2
hari (misalnya pengmbilan darah pada hari Senin dan Selasa, atau Senin dan
Rabu, jangan terlalu jauh misalnya Senin-Kamis), atau pada waktu yang
bersamaan dari 2 lokasi yang berbeda
Minimal 1 botol dari darah yang diambil menunjukkan pertumbuhan kuman
kontaminan umum kulit yang sama. (lihat catatan no 4 untuk melihat kesamaan
mikroba )
4. Phlebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif
dari ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah, maka
tidak dilaporkan sebagai IADP.

Kriteria Nasional
I. Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)

Algoritma Diagnosa IADP

Umum Anak <1 tahun

Minimal : Minimal 1 :
Simtom Demam (>38C) Demam (>38C )
(Gejala dan Tanda) Menggigil Hipotermi (<37C)
hipotensi Apnoe
bradikardia

Laboratorium : Positif =1 mikroba


Kultur Darah patogen
Positif =2 mikroba
Flora kulit

Bukti Infeksi tempat lain Negatif

Kriteria IADP 1 2 3

Keterangan :
Yang dimaksud mikroba pathogen pada kriteria 1 misalnya adalah : S.
Aureus, Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp
dan lain-lain.
Yangdimaksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang
umum, misalnya difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp,
Propionibacterium spp, CNS termasuk Staph. Epidermidis, Streptococcus
viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.
Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, arti 2kultur darah : 2 spesimen
darah diambil dari lokasi yang berbeda dan dengan jeda waktu tidak lebih dari
2hari.
Gambar 7 : Diagram Alur Infeksi Aliran Drah Primer

1. Pneumonia

Ada 2 jenis Pneumonia yang berhubungan dengan IRS, yaitu Pneumonia yang
didapatkan akibat perwatan yang lama atau sering disebut sebagai Hospital
Acquired Pneumonia (HAP) dan Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian
ventilasi mekanik atau sering disebut sebagai Ventilator Associated Pneumonia
(VAP).
a. Definisi HAP
HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pasien dirawat dirumah sakit >48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya
tidak menderita infeksi saluran napas bawah. HAP dapat diakibatkan tirah
baring lama ( koma/ tidak sadar, trakeostomi, refluk gaster, Endotracheal
Tube/ETT).

b. Definisi VAP
VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pemakaian ventalasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-
tanda infeksi saluran napas.

c. Dasar diagnosis Pneumonia


Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan
laboratorium.
(lihat Gambar 4.2. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar 4.3. Diagram Alur
Kriteria Pilihan Pneumonia pada bayi dan Anak).
d. Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia
Bukti Klinis Pneumonia adalah bila ditemukan minimal 1 dari tanda dan gejala
berikut :
Demam (38C) tanpa ditemui penyebab lainnya.
Leukopenia (< 4.000 WBC/mm3) atau Leukositosis (12.000 SDP/mm3).
Untuk penderita berumur 70tahun, adanya perubahan status mental yang
tidak ditemui penyebab lainnya. Dan minimal disertai 2 tanda berikut :
Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum
Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea (sesak
napas) atau tachypnea (napas frekuen)
Rhonci basah atau suara napas bronchial
Memburuknya pertukaran gas, misalnya desaturasi O2 (PaO2/FiO2240),
peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkatan ventilator.

e. Tanda Radiologis Pneumonia


Bukti adanya Pneumonia secara Radiologis adalah bila ditemukan 2 foto
serial didapatkan minimal 1 tanda berikut :
Infiltrat baru atau progresif yang menetap
Konsolidasi
Kavitasi
Pneumotoceles pada bayi berumur 1 tahun.

Catatan :
Pada pasien yang tanpa penyakit paru-paru atau jantung (respiratory distress
syndrome, bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau chronic
obstructive pulmonary disease) yang mendasari, 1 bukti radiologis foto thorax
sudah dapat diterima.

f. Kriteria Pneumonia
Ada 3 tipe spesifik pneumonia :
1. Pneumonia klinis (PNEU1)
2. Pneumonia dengan gambaran laboratorium spesifik (PNEU2)
3. Pneumonia pada pasien imunokompromis (PNEU3)

f.1. Kriteria PNU1 : Pneumonia Klinis


dapat diidentifikasi sebagai PNU 1 bila didapatkan salah satu kriteria berikut :
1) Untuk semua umur (PNU1-1)
- Tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)
- Tanda Radiologis Pneumonia(e)
2) Untuk bayi berumur 1 tahun (PNU1-2)
Buruknya pertukaran gas dan, minimal disertai 3 dari tanda berikut :
- Suhu yang tidak stabil, yang tidak ditemukan penyebab lainnya.
- Leukopeni (<4.000/mm3) atau lekositosis (15.000/mm3) dan gambaran
darah tepi terlihat pergeseran kekiri (10%bentuk netrofil bentuk batang).
- Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau
adanya peningkatan sekresi pernapasan atau peningkatan keperluan pengisapan
(suctioning).
- Apneu, tachypneu, atau pernapasan cuping hidung dengan retraksi dinding
dada.
- Rhonci basah kasar maupun halus
- Batuk
- Bradycardia (<dari100x/menit) atau tachycardia(>170x/menit)
3) Untuk anak berumur lebih dari >1 tahun atau berumur 12 tahun (PNU1-3),
minimal ditemukan 3 dari tanda berikut :
- demam (suhu >38,4C ) atau hypothermi (<36,5C), yang tidak ditemukan
penyebab lainnya.
- Lekopeni (< 4.000/mm3) atau lekositosis (15.000/mm3)
- Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau
adanya peningkatan sekresi pernapasan atau peningkatan keperluan pengisapan
(suctioning)
- Onset baru dari memburuknya batuk, apneu, tachypneu
- Wheezing, rhonci basah kasar mapun halus
- Memburuknya pertukaran gas, misalnya pO2< 94%.
f.2. Kriteria PNU2
a) Kriteria PNU2-1
Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi bakteri dan
jamur berfilamen.
Dapat diidentifikasi sebagai PNU2-1, bila ditemukan bukti-bukti berikut
- tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)
- Tanda Radiologis Pneumonia (e)
- Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
Kultur positif dari darah yang tidak ada hubungannya dengan sumber infeksi
lain.
Kultur positif dari cairan pleura
Kultur kuantitatif positif dari spesimen Saluran Napas Bawah (BAL atau
sikatan bronkus terlindung)
5% sel yang didapat dari BAL mengandung bakteri intraseluler pada
pemeriksaan mikroskopik langsung.
Pemeriksaan histopatologik menunjukkan 1 dari bukti berikut :

- Pembentukan abses atau fokus konsolidasi dengan sebukan PMN yang


benyak pada bronchiolus dan alveoli.
- Kultur kuantitatif positif dari parenkim paru-paru
- Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada parenkim paru-paru
- Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada parenkim paru-paru
Keterangan :
- SNB : Saluran Napas Bawah (LRT : Lower respratory tract)
- Interprestasi hasil kultur darah positif harus hati-hati. Bakterimia dapat terjadi
pada pasien yang terpasang jalur intravaskuler atau kateter urine menetap. Pada
pasien immunocompromised, sering didapatkan bekteremia CNS atau flora atau
kontaminan umum kulit yang lain serta sel yeast.
- Nilai ambang untuk kultur kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 4.3.
- Pada pemeriksaan kultur kuantitatif, spesimen yang dipilih adalah spesimen
yang terkontaminasi minimal, misalnya yang dari BAL atau sikatan bronchus
terlindung. Spesimen dari aspirasi endotracheal tidak dapat digunakan untuk dasar
kriteria diagnostik.
- BAL : Broncjo Alveolar Lavage

b) Kriteria PNU 2-2 :


Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi virus,
Legionella, Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen tidak umum lainnya.Dapat
diidentifikasi sebagai PNU2-2, bila ditemukan bukti-bukti berikut
- Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d)
- Tanda Radiologis Pneumonia (e)
- Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
Kultur positif untuk virus atau Chlamydia dari sekresi pernapasan
Deteksi antigen atau antibody virus positif dari sekresi pernapasan
Didapatkan peningkatan titer 4x atau lebih lgG dari paired sera terhadap
patogen (misalnya influenza virus, Chlamydia)
PCR positif untuk Chlamydia atau Mycoplasma
Tes micro-IF positif atau visualisasi micro-IF untuk Legionella spp.,dari
sekresi pernapasam atau jaringan
Terdeteksinya antigen Legionella pneumophila serogrup iI dari urine dengan
pemeriksaan RIA atau EIA, rapid test
Pada pemeriksaan indirect IFA, didapatkan peningkatan titer 4x atau lebih
antibody dari paired sera terhadap Legionella pneumophila serogroup I dengan
titer 1:128

Keterangan :
- deteksi langsung patogen dapat menggunakan berbagai teknik deteksi antigen
(EIA,RIA,FAMA, Micro-IF),PCR atau kultur
- PCR: Polymerase Chain Reaction, merupakan teknik diagnostik dengan cara
memperbanyak asam nukleat patogen secara in-vitro
- Paired sera adalah pasangan sera yang diambil pada fase akut dan fase
penyembuhan penyakit. Pada penyakit yang sedang berlangsung(progresif) akan
didapatkan peningkatan titer sera pada fase penyembuhan sebesar 4x
dibandingkan dengan titer sera pada fase akut.
- Bila terkontaminasi pneumonia disebabkan oleh RSV, adenovirus atau
influenza virus, dugaan infeksi oleh patogen yangsama segera dapat dilakukan
tehadap pasien-pasien yang dirawat yang mempunyai kemiripan gejala dan tanda
klinis.

f.3. Kriteria PNU3 :


Pneumonia Pada Pasien Immunocompromised.
Dapat diidentifikasi sebagai PNU3, bila ditemukan bukti-bukti berikut
- Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d) ditambah dengan kemungkinan gejala
dan tanda :
Hemoptysis
Nyeri dada pleuritik
- Tanda Radiologis Pneumonia (e)
- Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
Kultur pasangan positif dan cocok dari kultur darah dan sputum terhadap
Candida spp.
Bukti adanya jamur atau pnemocytis carini dari spesimen terkontaminasi
minimal SNB (BAL atau sikatan bronchus terlindung) dari cara berikut :
- pemeriksaan mikroskopik langsung
- kultur jamur positif
apapun yang masuk dalam kriteria laboratorium untuk PNU2.

Keterangan :
- yang tergolong dalam pasien immunocompromised antara lain:
penderita neutropenia (hitung netrofil absolute <500/mm3), leukemia,
lymphoma, HIV dengan CD4<200, atau
splenectomy, post transplantasi,kemoterapi cytotoxic, atau
Pengobatan steroid dosis tinggi :>40mgprednisolone atau ekivalennya
(hidrokortison 160 mg,metal-prednisolon 32mg, deksametason 6mg, kortison
200mg)/hari untuk >2 minggu.
- Spesimen darah dan sputum diambil pada waktu yang berdekatan (48 jam)
- Spesimen kultur semikuantitatif atau kualitatif dimungkinkan, kriteria sesuai
algoritma.

Tabel 6. Nilai Ambang Kultur Kuantitatif Spesimen yang digunakan dalam


diagnosis pneumonia

Jenis/ Teknik pengambilan spesimen Nilai


Parenkim Paru 104 cfu/g jaringan
Spesimen bronchoscopic
- Bilasan bronchoalveolar 104 cfu/mL

- Protected BAL 104 cfu/mL


- Protected specimen brushing 104 cfu/mL
Spesimen Non- bronchoscopic (blind)
- BAL 104 cfu/mL
- Protected BAL 104 cfu/mL

Cfu : colonyforming units


Parenkim paru dapat diambil melalui, transbronchial atau transthoraxic post-
mortem

Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan


Laboratorium. (Lihat gambar 1. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar2. Diagram
Alur Kriteria Pilihan Pneumonia pada Bayi dan Anak).
Algoritma Pneumonia

Pneumonia
Pasien dengan (PNEU)
penyakit penyerta kardio-pulmoner Pasien tanpa penyakit penyerta
kardiopulmoner

Infiltrat baru atau


progresif yang menetap
s Konsolidasi 2 tanda 1 tanda
ogi Kavitasi radiologist serial radiologis serial
Pneumatoceles pada
diol
bayi1 tahun.
Ra

Demam Minima l
Leukopenia atau Simtom
Leukositosis Minimal 1 simtom termasuk
Penderita 70 simtom:
tahun : perubahan Hemoptisis
Darah : Kultur darah +
status mental Nyeri Pleuritik
Cairan pleura Kultur +
Spesimen SNB : Kultur Sekresi nafas : Kultur
Kuantitatif +
Kultur+ pasangan
Onset baru
BAL
sputum
:5 sel mengandung
Deteksi antigen darah-sputum
purulen atau
bakteri intraseluler
+ +dan cocok
Histopatologik
perubahan sifat : untuk Candida
Peningkatan
sputum,sekresi
Abses/ focus titer 4xlgG dari spp
Batuk memburukkonsolidasi paired sera Spesimen SNB
atau dyspnea atau
Kultur Minimal 2 PCR+ Minimal 1 : Jamur atau
tachypnea kuantitatif+parenkim
a)
Simtom Simtom Pneumocystis
Rhonci basahparuatau
Gejal
carinii+
m
suara nafas Invasi hifa jamur atau
a dan
riu
bronchial pseudohifa parenkim
(tand
ato
Memburuknya
om
bor
Simt paru
La pertukaran gas
PNU 1 PNU2-1 PNU2-2 PNU3
immunocompromised

Memburuknya pertukaran gas


Dan 3 tanda berikut :
Suhu tidak stabil tanda berikut :
Leukopenia atau Demam
Immunocompromised Pasien tanpa penyakit penyerta
Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner
Leukositosis Leucopenia
kardio-atau
pulmoner
Onset baru sputum purulen atau Leukositosis
perubahan sifat sputum, sekresi Onset baru sputum
Tanda-tanda sesak napas purulen atau perubahan
sifat sputum, sekresi
Infiltrat baru atau
Wheezing dan atau ronchi
Batuk Batuk baru, batuk
progresif yang
menetap. Bradikardi 2 tanda 1memburuk atau tanda-
tanda radiologist
)
radiologist serial tandaserial
sesak nafas
Konsolidasi
Gejala
Rhonci atau suara
s
Kavitasi
a dan
bronchial memburuknya
ogi
( Tand
m Pneumatoceles pada
diol
PNU 1 pertukaran gas
Ra bayi1 tahun Anak Anak 3atau12 tahun
Simto Bayi 1 tahun
Gambar 8 : Diagram Alur Pneumonia dan Diagram Alur Kriteria Pilihan
Pneumonia pada Bayi dan Anak
Keterangan :

PNU 1 : Kriteria untuk Peumonia Klinik


PNU2 1 : Kriteria untuk Pneumonia dengan hasil Laboratorium yang
spesifik untuk infeksi bakteri umum dan jamur berfilamen
PNU2-2 : Kriteria untuk Pneumonia dengan hasil Laboratorium yang
spesifik untuk infeksi virus, Legionella, Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen
tidak umum lainnya.
PNU 3 : Kriteria untuk Pneumonia pada pasien immunocompromised.
Yang dimaksud dengan kelainan kardio-pulmoner, misalnya : respiratory
distress syndrome, bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau chronic
obstructive pulmonary disease
Demam ;suhu 38C
Leukopenia :<4.000 SDP/mm3 (SDP :sel darah putih)
Leukositosis 12.000SDP/mm3
Leukositosis 15.000SDP/mm3
Memburuknya pertukaran gas : desaturasi O2: PaO2/FiO2 240, atau pO2 <
94%, peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkatan ventilator
Peningkatan sekresi pernafasan termasuk peningkatan keperluan pengisapan
(suctioning)
SNB : Saluran nafas Bawah
Sekresi SNB adalah yang diambil dengan alat bronchoskopi dan merupakan
spesimen sekresi saluran napas bawah yang mempunyai tingkat kontaminasi
minimal

Ada 3 tipe spesifikasi pneumonia : pneumonia klinis (PNEU1), pneumonia


dengan gambaran laboratorium spesifik (PNU2), dan pneumonia pada pasien
imunokompromis (PNU3). Berikut ini adalah komentar umum yang dapat
diterapkan pada semua tipe spesifik pneumonia, disertai daftar singkatan yang
digunakan dalam algoritma dan petunjuk pelaporan. Gambaran 1 dan 2
merupakan diagram alur untuk algoritme pneumonia yang dapat digunakan dalam
sebagai pengumpulan data.

Ketentua-ketentuan umum Hospital Acquired Pneumonia (HAP) tidak dapat


ditegakkan berdasar diagnosis dari dokter saja. Meskipun kriteria spesifik
dimasukkan untuk bayi dan anak, pasien pediatri mungkin memenuhi kriteria
pneumonia spesifik lainnya.
Pneumonia terkait ventilator (VAP, yaitu pneumonia pada pasien yang
menggunakan alat untuk membantu napas untuk atau mengontrol pernapasan
secara terus menerus melalui trakeostomi atau intubasi endotrakheal dalam jangka
waktu 48 jam sebelum terjadi infeksi, termasuk periode penyapihan ) harus
disertakanpada pelaporan data. Pada waktu melakukan asesmen untuk
menetapkan pneumonia, penting dibedakan perubahan keadaan klinis yang
disebabkan keadaan lain seperti infark miokard, emboli paru, sindrom gawat
napas, atelektasis, keganasan ,PPOK, penyakit membran hialin, dispalasia
bronkopulmoner dll. Pada waktu melakukan asesmen pasien-pasien yang intubasi,
perlu dibedakan antara kolonisasi trakea, infeksi saluran napas atas (misalnya
trakeobronkitis) dan gejala awal pneumonia.Perlu disadari bahwa mungkin sulit
untuk menentukan HAP pada orang tua, bayi dan pasien imunokompromis karena
keadaan seperti itu dapat menutupi tanda-tanda atau gejala tipikal pneumonia.
Kriteria spesifik pilihan untuk orang tua, bayi dan pasien imunokompromis telah
dimasukkan dalam definisi HAP ini.

HAP dapat ditandai dari onsetnya : awal atau lambat. Pneumonia onset awal
timbul dalam 4 hari pertama perawatan dan sering disebabkan oleh Moraxella
catarrhalis, H influenzae, dan S Pneumonia . Penyebab Pneumonia late onset
sering berupa kuman gram negatif atau S aures, termasuk methicillin-resistant S
aureus. Virus (misalnya influenza A dan B atau RSV) dapat menyebabkan early
dan late onset pneumonia nosokomial, sedang kapang, jamur, legionellae, dan
pneumocystis carinii umumnya merupakan patogen late onset pneumonia.
Pnemonia yang di sebabkan aspirasi hebat ( misalnya pada waktu intubasi di
ruang darurat atau di kamar oprasi ) dianggap HAP jika memenuhi kriteria
spesifik manapun dan jelas tidak didapati atau sedang dalam masa inkubasi pada
saat pasien masuk rumah sakit.
HAP berulang dapat terjadi pada pasien-pasien yang sakit berat dan tinggal di
rumah sakit untuk waktu yang lama.Pada waktu menetapkan apakah untuk
melaporkan HAP berulang pada seorang pasien, perlu di cari bukti-bukti bahwa
infeksi awal telah mengalami resolusi.Penambahan atau perubahan pathogen saja
bukan indikasi episode baru pneumonia.Di perlukan kombinasi gejala dan tanda
serta bukti radiologis atau uji diagnostik lain.Pewarnaan gram fositif untuk bakteri
dan tes KOH untuk serat elastin dan atau hipa jamur dari sputum yang di
kumpulkan dengan cara yang baik merupakan kunci penting dalam menemukan
penyebab infeksi. Namun sempel dahak sering terkontaminasi oleh kuman yang
mengkoloni saluran nafas sehingga perlu di interprestasi dengan hati hati.
Secara khusus, candida sering ditemukan pada pewarnaan, tetapi tidak sering
menyebabkan HAP.

g. Faktor resiko pneumonia


Pnumonia dapat berasal dari :
- Faktor lingkungan yang terkontaminasi,misalnya air,udara atau makanan
(muntah)
- peralatan yang digunakan dalam perawatan pasien : Endotracheal Tube
(ETT), nasogastric Tube (NGT) suction catheter, Bronchoscopy, Respiratory
devices.
- Orang keorang : dokter, perawat, pengunjung, maupun dari flora endogen
pasien itu sendiri.
Faktor Risiko untuk terjadinya Pneumonia antara lain :

1. Kondisi pasien : umur (>70 tahun), Penyakit kronis, Pembedahan (Toraks


atau Abdomen ), penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK), Penyakit Jantung
Kongestif, Cardiac Vascular Disease (CVD), kkma, Perokok berat.
2. Tindakan pengobatan atau perawatan : sedatif, anestesi umum, intubasi
trakeal, trakeostomi, pemakaian ventilasi mekanik yang lama, pemberian makanan
enternal, terapi antibiotik obat immunosupresif atau sitostatik.

Populasi berisiko untuk terjadinya pneumonia IRS dibedakan berdasarkan jenis


pneumonianya.
- Populasi berisiko VAP adalah semua pasien yang terpasang ventilasi
mekanik, sehingga kejadiannya terutama terfokus pada pada area spesifik yaitu
ICU, NICU/PICU, HCU. Sehingga yang digunakan sebagai numerator dalam
menghitung laju infeksi adalah jumlah kasus VAP per periode tertentu (1bulan,
6bulan, 1 tahun), sedangkan denominatornya adalah jumlah hari pemasangan alat
ventilasi mekanik periode waktu tertentu.populasi berisiko HAP adalah pasien
tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit, sehingga yang digunakan sebagai
numerator adalah jumlah kasus HAP per periode tertentu (1bulan, 6 bulan, 1
tahun) sedangkan denominatornya adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring
per periode tertentu (1 bulan, 6 bulan ,1 tahun).

3. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam istilah CDC disebut sebagai Urinary Tract
Infection (UTI), merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran kemih murni
(Urethra dan prmukaan kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam
dari organ-organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra
dan jaringan sekitar retroperitonial atau rongga perinefrik). Untuk itu, dalam
menentukan jenis ISK, perlu pengelompokan sebagai berikut :
1. Infeksi Saluran Kemih Simptomatis
2. Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis
3. Infeksi Saluran Kemih Lainnya.
a. Tanda dan Gejala ISK
Demam (>38C)
Urgensi
Frekuensi
Disurai, atau
Nyeri Supra Pubik

b. Tanda dan gejala ISK anak 1 tahun:


Demam > 38C C rektal
Hipotermi <37C rektal
Apnea
Bradikardia
Letargia
Muntah-muntah

c. Tes Konfirmasi ISK


Tes Konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang
menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan
keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK
- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah
koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat adanya
kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan diagnosis dokter yang merawat.

c.1. Tes konfirmasi ISK mayor :


Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) >105 kuman per ml urin dengan
jumlah kuman tidak lebih dari 2 spesies.
c.2. Tes Konfirmasi ISK minor
Tes carik celup (dipstick)positif untuk lekosit esterase dan / atau nitrit
Piuri (terdapat 10 lekosit per ml atau terdapat 3 lekosit per LPB
(mikroskop kekuatan tinggi/ 1000x)dari urin tanpa dilakukan sentrifugasi).
Ditemukan kuman dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak
disentrifugasi
Paling sedikit 2 kultur urin ulangan didapatkan uropatogen yang sama
(bakteri gram negatif atau S. Saprophyticus) dengan jumlah 102 koloni per ml
dari urin yang tidak dikemihkan (kateter atau aspirasi suprapubik)
Kultur ditemukan 105 koloni/ml kuman patogen tunggal (bakteri gram
negatif atau S. Saprophyticus)pada pasien yang dalam pengobatan antimikroba
efektif untuk ISK
Dokter mendiagnosis sebagai ISK
Dokter memberikan terapi yang sesuai untuk ISK

d. Kriteria ISK :
1). ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :
a).Kriteria 1 ISK simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit satu simtom ISK (a) tanda atau gejala berikut tanpa
diketahui penyebab lain, dan
- Tes konfirmasi mayor positif (c.1)
b). Kriteria 2 ISK Simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK (a), dan
- Satu tes konfirmasi minor positif (C.2)
c). Kriteria 3 ISK simtomatis anak usia 1 tahun.
- Ditemukan paling sedikit satu tanda ISK (b) dan
- Tes konfirmasi mayor positif (C1)
d). Kriteria 2 ISK sistomatis anak usia1 tahun.
- Ditemukan paling sidikit dua simtom ISK anak usia 1 tahun ISK (b)
- Satu tes konfirmasi minor positif (C2)
2. ISK Asimptomatik
ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
a. Kriteria 1 ISK Asimptomatik :
Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu 7 hari sebelum biakan
urine, dan
Tes konfirmasi mayor positif
Simtom ISK negative

Catatan :
- Kultur positif dari ujung kateter tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik
ISK.
- Kultur positif dari urin yang diambil dari kantong pengumpul urin tidak dapat
digunakan untuk tes diagnostik ISK
- Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik yang benar,
misalnya clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah, atau
kateterisasi.
- Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau
aspirasi supra publik.

3) Infeksi Saluran kemih yang lain


(Ginjal,Ureter, Kandung Kemih, Uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau
rongga perinefrik) harus memenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria terkait organ
diatas sebagai berikut :
a.Kriteria 1 ISK Lain :
Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan (selain urin)atau jaringan
terinfeksi.

b.Kriteria 2 ISK lain :


Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan ( selain urine ) atau jaringan
terinfeksi yang ditemukan baik pada pemeriksaan langsung, selama pembedahan
atau dengan pemeriksaan histopatologis.
c. Kriteria 3 ISK lain :
Ditemukan paling sedikit dua dari tanda atau gejala sebagai berikut :
- Demam ( > 38c )
- Nyeri lokal
- Nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi,dan sekurang-kurang
terdapat paling sedikit satu hal berikut :
- Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi
- Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman dari tempat
yang diduga infeksi.
- Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi ( USG, CT
Scan,MRI, Radiolabel Scan ).
- Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
- Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai
jenis infeksinya.
4). Kriteria 4 ISK lain pasien berumur 1 tahun :
Pada pasien di dapatkan paling sedikit satu tanda atau gejala berikut tanpa
penyebab lain :
Demam > 38C rektal
Hipotermi < 37C rektal
Apnea
Bradikardia
Letargia
Muntah-muntah, dan

sekurang-kurang terdapat sedikit satu hal berikut :


Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi.
Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman dari tempat
yang di duga infeksi
Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi ( USG, CT SCAN,
MRI,Radiolebel Scan ).
Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai

e. Faktor resiko ISK


Faktor resiko untuk terjadinya ISK adalah penderita yang terpasang catheter,
sedang faktor-faktor lain berkaitan dengan :
Kondisi pasien ( faktor intrisik ): komorbiditas penderita ( misalnya DM )
kondisi penurunan daya tahan tubuh ( misalnya malnutrisi ) kondisi organik
( misalnya : obstruksi, disfungsi kandung kemih,refluks ).
Prosedur pemasangan : tehnik pemasangan , ukuran cateter
Perawatan : Perawatan meatus uretra,jalur cateter, pengosongan kantong urine,
manipulasi ( pengambilan sampel urine).

f. Data Surveilans ISK


Populasi utama surveilans ISK adalah penderita yang terpasang kateter menetap.
Data-data lain adalah data-data yang berhubungan dengan faktor risiko, data-data
diagnostik dan lama pemasangan kateter, yang nanti akan dijadikan denominator
dalam perhitungan laju infeksi.
Umum Usia <1 Tahun

(gejala dan Tanda) ISK


Demam Demam
Urgensi Hipotermi
SIMTOM

Frekuensi Apneu
Disuria Bradikardi
Nyeri Supra Publik Letargia
Muntah-muntah

Mayor Minor

Kultur urin pancar Dipstick lekosit esterase


tengah : atau nitrit positif

Koloni 105/ml,dan Piuri : Lekosit 10/mm3atau

Jenis kuman 3/LPB unspun-urine
KONFIRMASI

uropatogen Mikroskopis :kuman dg cat


2spesies Gram unspun-urine
ISK

2x ulangan kultur urin


kateter/pungsi supra pubik jenis
uropatogen sama koloni102/ml
Kultur urin koloni 105/ml,
uropatogen spesies tunggal.
Pasien dalam pengobatan
antimikroba efektif untuk ISK
Diagnosis dokter ISK
Terapi dokter sesuai ISK

ISK SIMTOMATIK

Simtom Simtom
Umum <1 tahun

ISKS Konfirmasi ISKS


Kriteria 1 1 Mayor 1 Kriteria 3

ISKS Konfirmasi ISKS


Kriteria 2 2 Minor 2 Kriteria 4

SEBELUM KULTUR URIN YA TIDAK


TERPASANG
ISKS KATETER
KONFIRMASI
ASIMTOMATIS 7 HARI
MAYOR 1x 2x
ISKAs ISKAs
Kriteria 1 Kriteria 2

Umum Usia 1

Kultur positif dari : Abses/ Tanda infeksi Demam (>38C) Demam >38C
Cairan non urin, : Nyeri Lokal Hipotermi<37C
atau Pengamatan Nyeri tekan Lokal Apneu
Jaringan langsung, Bradikardia
histopatologi Letargia
Muntah-muntah

2 simtom 1 simtom

Drainase pus
Kuman kultur darah =kuman kultur local
Bukti infeksi Radiologis
Diagnosis dokter
Terapi antimikroba Dokter

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4

ISK Lain

Gambar 10 : Diagram Alur Infeksi Saluran Kemih

Keterangan :
Tes konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif
yang menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan
keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK.
- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan
jumlah koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat
adanya kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan keyakinan klinisi
berdasarkan profesionalitasnya.
Urin akiran tengah (midstream) adalah specimen urin yang diambil dengan
cara membuang aliran pertama, dan aliran pancar tengah yang akhirnya dijadikan
bahan pemeriksaan.
Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik yang benar,
mislanya clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah atau
kateterisasi.
Clean catch collection adalah tekhnik pengambilan urine pancar tengah yang
terutama diambil secara spontan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi
sampel dari flora yang biasa terdapat pada muara dan urethra sekitarnya.
Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau
aspirasi supra pubik.
ISK lain : adalah ISK yang ,elibatkan jaringan lebih dalam dari sistem
urinarius, misalnya ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar
retroperitonial atau rongga perinefrik.

4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)


a. Definisi
IDO dalam istilah CDC disebut sebagai Surgical Site Infection (SSI).
Ada beberapa stadium dalam operasi, sehingga penilaian ada tidaknya IDO juga
dikelompokkan berdasarkan seberapa jauh organ atau jaringan yang dioperasi,
sehingga dikenal istilah :
1. IDO superfisial : bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit
(subkutan)
2. IDO Profunda : bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia
dan lapisan otot)
3. IDO Organ/ Rongga tubuh : bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai
rongga dalam tubuh.

b. Kriteria IDO
b.1. Kriteria (Surgical Site Infection/SSI)
IDO Superfisial (superficial incisional/ Surgical Site infection):
Harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi
Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)pada tempat
insisi
Pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini :
1. Drainase bahan purulen dari insisi superficial.
2. Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.
3. sekurang-kurangnya terdapat :
- satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : satu tanda atau gejala infeksi
sebagai berikut : rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau
hangat pada perabaan.
- Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr.bedah dan hasil biakan positif
atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria
ini.
4. Diagnosis IDO superfisial oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien tersebut.

Terdapat 2 tipe spesifik IDO superficial, yaitu :


1. Superficial incisional primary (SIP) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani
tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operasi Cesar
atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner).
2. Superficial incisional secondary (SIS) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan
melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki) untuk
CBGB).
CBGB : Coronary bypass with chest and donor incisions.

Petunjuk pencatatan/ pelaporan IDO Superfisial :


- Jangan melaporkan stitch abscess(inflamasi minimal dan adanya keluar
cairan (discharge)pada tempat penetrasi/ tusukan jarum atau tempat jahitan)
sebagai suatu infeksi
- Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir (localized stab wound
infection) sebagai IDO, sebaiknya dilaporkan sebagai infeksi kulit (SKIN) atau
infeksi jaringan lunak (ST), tergantung dari kedalamannya infeksi.
- Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir sebagai CIRC.
Sirkumsisi tidak termasuk kedalam prosedur operasi pada NHSN
- Laporkan infeksi pada luka bakar sebagai BURN
- Bila infeksi pada tempat insisi mengenai atau melanjutsampai ke fascia dan
jaringan otot, laporkan sebagai IDO profunda(deep incisional SSI)
- Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai IDO superficial dan IDO profunda
klasifikasikan sebagai IDO profunda.
b.2. Kriteria IDO ( Deep incisional Surgical Site Infection ) :
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi
tanpa pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan
pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi
dan
- Mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan otot) pada
tempat insisi dan
- pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini :
Drainase purulen dari jaringan lunak dalam tetapi bukan dari organ atau rongga
dalam pada tempat operasi.
Tempat insisi dalam mengalamidehiscement secara spontan atau terpaksa
dibuka oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan
kuman apabila pasien mempunyai sekurang-kurangnya satu tanda atau gejala
sebagai berikut : febris (>38C), atau nyeri yang terlokalisir. Hasil biakan yang
negatif tidak termasuk dalam kriteria ini.
Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai insisi dalam
yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama re-operasi, atau
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi(PA) atau radiologi.
Diagnosis IDO profunda oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien tersebut.

Catatan :
Yang dimaksud dengan implant adalah setiap benda, bahan atau jaringan yang
berasal bukan dari manusia (seperti katup jantung prostesa,cangkok pembuluh
darah yang bukan berasal dari manusia, jantung buatan(mekanik) atau prostesa
tulang panggul) yang ditempatkan pada tubuh pasien secara permanen dalam
suatu tindakan operasi dan tidak dimanupulasi secara rutin baik untuk
kepentingan diagnostik maupun untuk keperluan terapi.

Terdapat 2 tipe spesifik IDO profunda, yaitu :


1. Deep incisional primary (DIP) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani
tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi ( contoh insisi pada operasi Cesar
atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner)

2. Deep incisional secondary (DIS) :


Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan
melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki) untuk
CBGB).

Petunjuk pencatatan / pelaporan IDO Profunda :


Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai ILO superficial dan ILO profunda
klasifikasikan sebagai IDO profunda.

b.3. Kriteria IDO Organ / rongga tubuh (Organ /Space SSI)


- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa
pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan
implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi dan.
- infeksi mengenai semua bagian dari tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan lapisan
otot yang sengaja dibuka atau dimanupulasi selama prosedur/ tindakan dan
- pasien sekurang-kurangnya mempunyai / memenuhi salah satu keadaan dibawah
ini :
Drainase purulen dari suatu drain yang dipasang melalui stab wound
kedalam organ/ rongga tubuh.
Dapat diisolasikan kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari organ/ rongga tubuh.
Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai organ/
rongga tubuh yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama
reoperasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi.
Diagnosis IDO organ/ rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien tersebut.

Petunjuk pencatatan/ pelaporan IDO Organ/ Rongga Tubuh :


Organ atau rongga tubuh meliputi semua bagian/ organ tubuh manusia kecuali
kulit, fascia atau lapisan otot, yang sengaja dibuka atau dimanupulasi selama
tindakan operasi. Tempat atau nama organ tubuh yang spesifikasi harus
dicantumkan pada IDO organ/ rongga tubuh untuk mengidentifikasikan tempat
terjadinya infeksi.
Secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam pelaporan
IDO organ/ rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk tempat tersebut ) sebagai
contoh, pada tindakan apendektomi yang kemudian terjadi abses sub-diafragma,
akan dilaporkan sebagai IDO organ/ rongga tubuh dengan tempat spesifiknya
padaintra-abdominal(IDO-IAB)
Daftar nama organ spesifik yang digunakan dalam pencatatan/ pelaporan
untuk IDO organ/ rongga tubuh : secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus
dicantumkan dalam pelaporan IDO Organ/ Rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk
tempat tersebut ):
- BONE - LUN - BRST - MED -CARD - MEN
- DISC - ORAL - EAR - OREP - MET - OUTI
- ENDO - SA - EYE - SINU - GIT - UR
- IAB - VASC - IC - VCUF - JNT
Biasanya Infeksi organ/ rongga tubuh keluar (drains) melalui tempat insisi.
Infeksi tersebut umumnya tidak memerlukan re-operasi dan dianggap sebagai
komplikasi dari insisi, sehingga keadaan tersebut harus dikualifikasikan sebagai
suatu IDO profunda.

c. Faktor resiko IDO


Faktor risiko terjadinya IDO dapat berasal dari :
Kondisi pasien sendiri, misalnya : usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score,
karier MRSA, lama rawat pra-operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
Prosedur operasi : cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan antibiotik
profilaksis, lamanya operasi, tindakan lebih dari 1 jenis benda asing, transfusi
darah, mandi sebelum operasi, operasi emergensi, drain.
Jenis operasi : operasi bersih, operasi bersih terkontaminasi, operasi kotor
Perawatan paska infeksi : tempat perawatan, tindakan-tindakan keperawatan (
pergantian verban ) lama perawatan.
30 hari post operasi - 30 hari post operasi, atau
- 1 tahun bila ada pemasangan implant
kejadian
Waktu

1 simtom
a. Drainase purulen
b. Kultur cairan/ jaringan +
c. Abscess atau bukti infeksi lain : pengamatan
langsung, laboratorium, histopatologi dsb
d. Diagnosis dokter
(Tanda-Gejala)
Simtom

e. Insisi membuka spontan e. insisi dehisces


atau sengaja dibuka dr. spontan atau sengaja
bedah, kultur+ atau tidak dibuka oleh dr. bedah
dilakukan kultur dan 1 hasil biakan positif
tanda radang atau tidak dilakukan
biakan dan nyeri local
atau demam

ILO SUPERFISIAL ILO PROFUNDA ILO ORGAN/


Jenis ILO

RONGGA

Gambar 12 : Diagram Alur Infeksi Daerah Operasi

Keterangan :
Bukti lain terjadinya IDO dapat berupa temuan langsung, selama re-
operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi
5. Infeksi Penyakit Lainnya
5.1. Phlebitis
a. Definisi
phlebitis dalam klasifikasi HAIs oleh CDC, dikelompokkan dalam CVS-
VASC ( Arterial or venous infection)
b. Kriteria Phlebitis
Infeksi arteri atau vena harus memenuhi minimal 1 dari kriteria berikut :
1). Hasil Kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi
2).Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti histopatologik.
3). Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa diketemukan
penyebab lainnya :
Demam (>38C), sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat, dan
Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskuler tumbuh>15 koloni
mikroba, dan
Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif

4). Adanya aliran nanah pada vaskuler yang terlibat.


5). Untuk Pasien 1tahun, minimal, mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa
diketemukan penyebab lainnya :
Demam (>38C rektal), hipotermi(<37Crektal), apneu, bradikardi, letergi
atau sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terliba, dan
Kultur semikulantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni
mikroba, dan
Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.

c. Petunjuk Pelaporan
Infeksi dari tranplantasi arteri-vena, shunt, atau fistula atau lokasi kanulasi
vaskuler sebagai CVS-VASC tanpa adanya hasil kultur dari darah
Infeksi intravaskuler dengan hasil kultur darah positif, dilaporkan sebagai
IADP.
5.2. Infeksi Dekunitus
a. Kriteria Infeksi dekubitus :
Infeksi dekubitus harus mempunyai 2 gejala dan tanda berikut, yang tidak
diketahui penyebab lainnya : kemerahan, sakit, atau pembengkakan di tepih luka
dekubitus, dan
Minimal ditemukan 1 dari bukti berikut :
o Hasil kultur positif dari cairan atau jaringan yang diambil secara benar
o Hasil kultur darah positif.

Keterangan :
- adanya cairan purulen semata, belum cukup sebagai bukti infeksi
- kultur positif dari permukaan dekubitus belum cukup sebagai bukti infeksi.
Spesimen kultur yang berupa cairan harus diambil dari bagian dalam luka
dekubitus dengan menggunakan jarum aspirasi. Spesimen jaringan diambil
dengan cara biospy tepian ulkus.

E. MANAJEMEN SURVEILANS
1. Identifikasi Kasus
Surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabupaten Karawang adalah
surveilans aktif yaitu kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari kasus
IRS oleh orang-orang yang telah terlatih dan hampir selalu Komite/Tim PPI
tersebut mencari data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan
memutuskan apakah terjadi IRS atau tidak. Juga kasus IRS didapatkan
berdasarkan klinis pasien atau temuan laboratorium dengan menelaah faktor
resiko, memantau prosedur perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan
langsung diruang perawtan dan diskusi dengan dokter atau perawat yang merawat.

Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan


atas hasil pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh karena itu infeksi
yang tidak dikultur yaitu yang didiagnosis secara klinik (berdasarkan gejala dan
tanda klinik) saja, seperti spesis dapat terlewatkan, sementara hasil biakan positif
tanpa konfirmasi klinik dapat secara salah diinterprestasikan sebagai IRS
(misalnya hasil positif hanya merupakan kolonisasi dan bukan infeksi).

Surveilans prospektif juga dilakukan pada pasien operasi yaitu dengan


pemantauan setiap pasien selama dirawat di rumah sakit dan untuk pasien operasi
sampai setelah pasien pulang (satu bulan untuk operasi implant dan satu tahun jika
ada pemasangan implant). Saat kontrol ke poliklinik.

Keuntungan yang paling utama pada surveilans prospektif adalah :


a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi
b. Adanya kunjungan Komite/Tim PPI di Ruang Perawatan
c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan umpan
balik.

Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandingkan


surveilans retrospektif.

2. Pengumpulan dan Pencatatan Data


Pengumpulan dan pencatatan data dilakukan oleh tim PPI Rumah Sakit Umum
Kabupaten Karawang dan Pelaksanaannya dilakukan oleh IPCN yang dibantu
IPCLN.

Surveilans IRS difokuskan pada IRS IADP, ILO,VAP dan ISK diruang pelayanan
yaitu diperioritaskan di Ruang ICU, Perawatan Bedah, NICU, Perawatan
Kebidanan dan Kandungan. Pelaksanaanya Komite/ TimPPI harus memiliki akses
yang luas atas sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama dari semua bagian/
unit di Rumah Sakit, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau
melaksanakan penyelidikan suatu KLB.

Sumber dari dokter, perawat, pasien mauoun keluarga pasien, dari farmasi, catatan
medik, catatan perawat, untuk mengingatkan Komite/ Tim PPI kepada suatu
infeksi baru dan juga mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan
pengendaliannya.

a. Pengumpulan Data Numerator


1). Pengumpulan Data
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya
IPCLN yang sudah dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database
elektronik, tetapi tetap IPCN atau seorang IPCO ( Infection Prevention Control
Officer) atau IPCD ( Infection Prevention Control Doctor ) yang membuat
keputusan final tentang adanya IRS berdasarkan kriteria yang dipakai untuk
menentukan adanya IRS.
2). Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan
Data demografik : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan medik,
tanggal masuk RS
Infeksi : tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi ruang perawatan saat infeksi
muncl pertama kali.
Faktor Resiko : alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan IRS
Data Laboratorium : Jenis mikroba, antibiogram serologi, patologi
Data Radiology/ imaging : X-ray, CT scan, MRI, dsb.

3). Sumber data Numerator


a) Catatan masuk/ keluar/ pindah rawat, catatan laboratorium mikrobiologi
b). Mendatangi bangsal pasien untuk mengamati dan berdiskusi dengan perawat.
c). Data-data pasien (catatan kertas atau komputer) untuk kinfirmasi kasus:
Hasil Laboratorium dan radiologi/ imaging
Catatan perawat dan dokter dan konsulan
Diagnosis saat masuk RS
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Catatan diagnostik dan intervensi bedah
Catatn suhu
Informasi pemberian antibiotik
d). Untuk kasus SSI post-discharge, sumber data termasuk catatan dari klinik
bedah, catatan dokter, departemen emergensi.

4). Bagaimana IPCO mengumpulkan data numerator


a). Amati catatan masuk/ keluar/ pindah rawat pasien-pasien yang masuk dengan
infeksi, tempatkan mereka pada kelompok risiko mendapatkan IRS.

b). Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang kemungkinan


terinfeksi ( misalnya kultur positif mikrobiologi, temuan patologi dan bicarakan
dengan personil laboratorium untuk mengidentifikasi pasien yang kemungkinan
terinfeksi dan untuk mengidentifikasi kluster infeksi, khususnya pada area yang
tidak dijadikan target rutin surveilans IRS.

c). Selama melakukan surveilans keruangan, amati lembur pengumpulan data,


catatan suhu, lembar pemberian antibiotik, dan catatan medis pasien; bicara
dengan perawat dan dokter untuk mencoba mengidentifikasi pasien-pasien yang
kemungkinan terinfeksi.

d). Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena IRS : review perjalanan
penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data laboratorium, laporan
radiologi/ imaging, laporan operasi, dsb. Bila data elektronik ada, review dapat
dilakukan melalui komputer, tetapi keliling ruangan tetap penting untuk
surveilans, pencegahan, dan kontrol aktivitas.

e). Reviewjuga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap IRS.

b. Pengumpulan Data Denominator


1) Pengumpulan data denominator
Pengumpulan denominator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya
IPCLN yang sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh, asalkan data ini secara
substansial tidak berbeda denngan data yang dikumpulkan secara manual.
2) Jenis data denominator yang dikumpulkan
a. jumlah populasi pasien yang berisiko terkena IRS
b. untuk data laju densitas insiden IRS yang berhubungan dengan alat : catatan
harian jumlah total pasien dan jumlah total hari pemasangan alat ( ventilator,
central Line, and kateter urin ) pada area yang dilakukan surveilans. Jumlahkan
hitungan harian ini pada akhir periode surveilans untuk digunakan sebagai
denominator.
c. Untuk laju SSI atau untuk mengetahui indek risiko : catat informasi untuk
prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans (misal : jenis prosedur, tanggal,
faktor risiko dsb)

3). Sumber data denominator


a. untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area
perawatan pasien untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah pasien yang
datang danb jumlah pasien yang terpasang alat yang umumnya berhubungan
dengan kejadian IRS ( misal : sentral line , ventilator, atau kateter menetap).
b. untuk laju SSI : dapatkan data rinci saat operasi dari log kamar operasi
untuk msaing-masing prosedur operasi.

4). Bagaimana ICP mengimpulkan data denominator


a. Untuk laju densitas yang berhubungan dengan alat : catatan harian jumlah
pasien yang datang dan jumlah pasien yang terpasang masing-masing alat.
b. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data
pasien yang diperlukan.

c. Perhitungan
1) Numerator
Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat
Terdapat tiga kategori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan IRS,
yaitu : data demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
2) Denominator
Data yang perlu dicatat
Denominator dari infection rates adalah tabulasi dari data pada kelompok pasien
yang memiliki risiko untuk mendapat infeksi :
Jumlah pasien dan jumlah hari rawat pasien,
Jumlah hari pemakaian ventilator,
Jumlah total hari pemakaian kateter vena sentral dan
Jumlah hari pemakaian kateter urin menetap
3) Pencatatan Data
Metode yang dipakai dalam surveilans IRS ini adalah metode target
surveilans aktif dengan melakukan kunjungan lapangan (bangsal). Dilakukan
identifikasi keadaan klinik pasein ada tindakannya tanda-tanda infeksi dan factor-
factor risiko terjadinya infeksi bila ditemukan tanda-tanda infeksi dan faktor-
faktor risiko dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang.
Kalau kegiatan penemuan kasus dengan mengakses data dari meja kerjanya.
Biasanya, penemuan kasus dimulai dengan menelusuri daftar pasien baru masuk
dengan infeksi maupun tidak infeksi(baik infeksi komunitas maupun IRS pada
perawatan sebelumnya) dan pasien-pasien yang mempunyai risiko untuk
mendapatkan IRS seperti pasien diabetes atau pasien dengan penyakit
imunosupresi kuat. Selanjutnya, mengunjungi laboratorium untuk melihat laporan
biakan mikrobiologi. Hal ini dapat membantu Komite / Tim PPI menentukan
pasien mana yang perlu ditelaah lebih lanjut. Dibangsal melakukan observasi
klinis pasien laporan keperawatan, grafik suhu, lembar pemberian antiboitik.
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat melakukan wawancara dengan
dokter, perawta dan pasien maupun keluarganya. Kunjungan rutin ke bangsal dan
laboratorium ini memberi kesempatan kepada Komite/ Tim PPI untuk
mengadakan kontak langsung dengan petugas perawatan atau Laboratorium,
untuk mendapat gambaran adanya IRS serta gambaran penerapan keadaan umum
pada saat itu serta memberikan bimbingan langsung pendidikan (on-the-sport)
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi pada umumnya atau Kewaspadaan
Standar pada khususnya.
4). Sumber data dan tekhnik pengumpulan Data
Sumber Data :
a. Catatan Medis/ catatan perawat
b. Catatan Hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan Radiologi)
c. Pasien/ Keluarga Pasien
d. Farmasi
e. Rekam Medik

Tekhnik pengumpulan Data :


a. Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN yang
dibantu ileh IPCLN.
b. Data denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien, jumlah
pemakaian alat-alat kesehatan (kateter urine menetap, ventilasi mekanik, kateter
vena central, kateter vena perifer) dan jumlah kasus operasi.
c. Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi
saluran kemih (ISK), infeksi aliran darah primer (IADP), pneumonia baik yang
terpasang dengan ventilator maupun tidak terpasang dengan ventilator, Infeksi
Daerah operasi (IDO).

Jumlah Kasus ISK


Insiden rate ISK = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter urine menetap

Jumlah Kasus IADP


Insiden rate IADP = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter vena sentral

Jumlah Kasus pneumonia


Insiden rate HAP = ________________________________________________X1000
Jumlah lama hari rawat
Jumlah Kasus VAP
Insiden rate VAP = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian ETT

Jumlah Kasus IDO


Insiden rate ILO = ________________________________________________X100
Jumlah kasus Operasi

Jumlah Kasus Plebitis


Insiden rate Plebitis = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter perifer

Jumlah Kasus Dekubitus


Insiden rate Dekubitus = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama tirah baring
3. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.
Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :

X = numerator, adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu


Y = denominator, adalah jumlah populasi darimana kelompok yang mengalami
kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang sama.
K = angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca (100,1000
atau 10.000).

Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga
laju tersebut mempunyai arti.

Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans lainnya,
yaitu incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu
kelompok populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.
Didalam surveilans IRS maka incidence adalah jumlah kasus IRS baru
dalam kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko untuk
mendapatkan IRS yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok
populasi dalam satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam satu
waktu tertentu ( point prevalence).
Point prevalence nosokomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat
dibagi dengan jumlah pasien dalam survei.

Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah


sebagai berikut:
I = Incidence rates
P = Prevalence rates
LA = Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien
LN = Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau lebih
IRS
INTN = Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan hari pertama
terjadinya IRS
Pada pasien-pasien yang mengalami satu atau lebih IRS tersebut.
Dalam penerapan dirumah sakit maka prevalence rates selalu memberikan over
estimate untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat dari pasien yang tidak
mendapat IRS biasanya lebih pendek dari lama rawat pasien dengan IRS.
Hal ini dapat lebih mudah dilihat dengan menata ulang formula sebagai berikut :
Dimana prevalence sama dengan incidence dikali Lama Infeksi

3. Incidence Density
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relatif terhadap besaran
populasi yang bebas infeksi. Incidence density diukur dalam satuan jumlah kasus
penyakit per satuan orang per satuan waktu.
Contoh populer dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai
dirumah sakit adalah jumlah IRS per 1000 pasien/ hari.
Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :
a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu
panjang yang dialami pasien terhadap faktor risiko (misalnya semakin lama pasien
terpajan, semakin besar risiko mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR):
Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik daripada Incidence Rate (IR) dibawah ini
Jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang kateter urin.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh faktor
risikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urin) yang berhubungan secara linier
dengan risiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu suatu
bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen (%)
dimana k= 100 dan digunakan hanya pada KLB IRS yang mana pajanan terhadap
suatu populasi tertentu terjadi dalam waktu pendek.

Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita


hampir separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu (full
time). Dalam hal ini bantuan komputer akan sangat membantu, terutama akan
meningkatkan efisien pada saat analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan
dan kompleksitas cara analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan
fasilitas komputer, meski dirumah sakit kecil sekalipun. Lagi pula sistem
surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada waktu sekarang saja,
tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa depan.

Dalam penggunaan komputer tersebut ada beberapa hal yang harus


dipertimbangkan, yaitu :
1. memilih sistem komputer yang akan dipakai, komputer mainframe atau
komputer mikro. Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh
lebih besar. Dan memiliki jaringan yang dapat diakses diseluruh area rumah sakit.
Semua data pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan sebagainya, dapat
dikirim secara elektronik. Namun harus diingat bahwa komputer mainframe
adalah cukup mahal baik pembelian maupun operasionalnya. Tidak setiap orang
dapat menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang insentif. Software untuk
program pencegahan dan pengendalian IRS bagi komputer mainframe sampai saat
ini masih terbatas. Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah
dioperasikannya oleh setiap petugas.
2. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang digunakan.
Pemilihan software harus dilakukan hati-hati dengan mempertimbangkan maksud
dan tujuan dari surveilans yang akan dilaksanakan diRumah Sakit.

4. Evaluasi, Rekomendasi dan Diseminasi


Hasil Surveilans dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit (PPIRS) dalam satu waktu
tertentu.
Memperbandingkan Laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien Denominator dari
suatu laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at.risk.
Dalam membandingkan laju antar kelompok pasien didalam suatu rumah sakit,
maka laju tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap faktor risiko yang
berpengaruh besar akan terjadinya infeksi. Kerentanan pasien untuk terinfeksi
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko tertentu, seperti karakteristik pasien
dan pajanan.

Faktor risiko ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
1. faktor intrinsik adalah faktor yang melekat pada pasien seperti penyakit
yang mendasari dan ketuaan. Mengidentifikasi faktor risiko ini perlu dilakukan
dengan mengelompokkan pasien dengan kondisi yang sama (distratifiksi).
2. Faktor ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas
pelayanan atau perawatan (perilaku petugas diseluruh rumah sakit ).
Meskkipun hampir semua faktor ekstrinsik memberikan risiko IRS, namun yang
lebih banyak peranannya adalah jenis intervensi medis yang berisiko tinggi,
seperti tindakan invasif, tindakan operatif atau pemasangan alat invasif. Banyak
alasan yang dapat dikemukakan mengapa pasien yang memiliki penyakit lebih
berat yang meningkat kerentanannya. Alat tersebut merupakan jembatan bagi
masuknya kuman penyakit dari bagian tubuh yang satu kedalam bagian tubuh
yang lain dari pasien.
Risiko untuk mendapat infeksi luka operasi (ILO), berkaitan dengan beberapa
faktor,. Diantaranya, yang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi
dilaksanakan, tingkat kontaminasi mikroorganisme ditempat operasi, lama operasi
dan faktor intrinsik pasien. Oleh karena faktor-faktor tersebut tidak dapat
dieliminasi maka angka ILO disesuaikan terhadap faktor-faktor tersebut.

Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain, apabila akan diperbandingkan
maka harus diingat faktor-faktor mana yang harus disesuaikan agar
perbandinganya menjadi bermakna.
Memperbandingkan Laju Infeksi dengan populasi pasien
Rumah Sakit dapat menggunakan data surveilans IRS untuk menelaah program
pencegahan dan pengendalian IRS dengan membandingkan angka laju IRS dari
dua ICU atau dapat pula menggunakan laju IRS dengan angka eksternal
(benchmark rates) rumah sakit atau dengan mengamati perubahan angka menurut
waktu di rumah sakit itu sendiri.

Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji
kemaknaan namun interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara
hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Banyak yang mengaggap bahwa angka laju
infeksi dirumah sakit itu mencerminkan kebersihan dan kegagalan dari petugas
pelayanan/ perawatan pasien atau fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya
pencegahan dan pengendalian IRS.

Meskipun ada benarnya, masih banyak faktor yang mempengaruhi adanya


perbedaan angka tersebut.

Pertama, definisi yang dipakai atau teknik dalam surveilans tidak seragam abtara
rumah sakit atau tidak dipakai secra konsisten dari waktu kewaktu meskipun dari
sarana yang sama. Hal ini menimbilkan variasi dari sensitifitas dan spesifikasi
penemuan kasusnya.

Kedua, tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboratorium yang


tertulis di catatan medik pasien memberi dampak yang serius terhadap validitas
dan utilitas dari angka laju IRS yang dihasilkan.

Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap faktor resiko intrinsik. Faktor risiko ini
sangat penting artinya dalam mendapatkan suatu IRS, namun sering kali lolos dari
pengamatan dan sangat bervariasi dari Rumah Sakityang satu ke Rumah Sakit
yang lain. Sebagai contoh, di rumah sakit yang memiliki pasien dengan
immunocompromised diharapkan memiliki faktor risiko intrinsik yang lebih besar
daripada rumah sakit yang tidak memiliki karakteristik pasien seperti itu.

Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk/ pulang


jumlah hari rawat, atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk
menghitung angka laju IRS yang sesungguhnya di Rumah Sakit tersebut..

Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua faktor tersebut diatas, namun
harus disadari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap angka laju infeksi serta
memoertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interprestasi.

Memeriksa Kelayakan dan Kelayakan Peralatan Pelayanan Medis

Utilisasi alat ( Device Utilization=DU ) didefinisikan sebagai berikut :

hari pemakaian alat


DU=
hari rawat pasien

Di ICU anak dan dewasa maka jumlah hari pemakaian alat terdiri dari jumlah total
dari hari npemakaian ventilator, jumlah hari pemasangan kateter urin. DU suatu
ICU merupakan salah satu cara mengukur tingkat penerapan tindakan invasif yang
memberikan faktor resiko intrinsik bagi IRS. Maka DU dapat dipakai sebagai
tanda berat ringannya pasien yang dirawat diunit tersebut, yaitu pasien rentan
secara intrinsik terhadap infeksi. DU tidak berhubungan dengan laju infeksi
(infection rate) yang berkaitan dengan pemakaian alat, jumlah hari pemakaian.

Perhatian Komite/ Tim Ppi tidak hanya terpaku pada laju infeksi dirumah sakit.
Sehubungan dengan mutu pelayanan/ perawatan maka harus dipertanyakan
tentang : apakah pajanan pasien terhadap tindakan invasif yang meningkat risiko
IRS telah diminimalkan ? peningkatan angka DU di ICU memerlukan penelitian
lebih lanjut. Untuk pasien yang mengalami tindakan operatif tertentu, maka
distribusi pasien mengenai kategori risikonya sangat bermanfaat. Misalnya, untuk
membantu menentukan kelayakan intervensi yang diberikan. Meneliti kelayakan
suatu intervensi juga membantu menentukan apakah pajanan telah diminalkan.

Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif. Data dapat disajikan dalam
berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan di interprestasi. Penyajian
data harus jelas, sederhana, dapat dijelaskan diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk
table, grafik, pie. Pelaporan dengan narasi singkat.

Tujuan untuk :
Memperlihatkan pola IRS dan perubahan yang terjadi (trend)
Memudahkan analisis dan interprestasi data

Laporan dibuat secara periodik, setiap bulan, triwulan, semester, tahunan.

Desiminasi
Surveilans didesininasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan
pencegahan dan pengendalian infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka
infeksi harus disampaikan keseluruh anggota komite, Ka UPT rumah sakit,
ruangan atau unit terkait secara berkesinambungan. Disamping itu juga perlu
didesiminasikan kepada kepala unit terkait dan penanggung jawab ruangan beserta
stafnya berikut rekomendasinya.

Oleh karena itu mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang dapat
mengarah kepasien atau perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiaannya.
Dibeberapa negara data seperti ini bersifat rahasia. Data seperti ini tidak
digunakan memberikan sanksi tetapi hanya digunakan untuk tujuan perbaikan
mutu pelayanan.

Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut


untuk menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan didesiminasikan secara
periodik bulanan, triwulan, tahunan. Bentuk, penyampaian dapat secara lisan
dalam pertemuan, tertulis, papan buletin.

Sudah selayaknya Komite/ Tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk
satandar yang menarik yaitu berupa laporan narasi singkat ( rangkuman), tabel,
grafik kepada Komite/ Tim PPI Analisis yang mendalam dari numerator dapat
dilaksanakan untuk memberikan gambaran epidemiologinya, termasuk kuman
patogen dan faktor risikonya.
Tabel 7. dibawah ini menggambarkan hubungan unsur-unsur metode surveilans terhadap Laju Infeksi
Rumah Sakit.

UNSUR POPULASI TEMPAT DATA LAJU/


SURVEILANS AT RISK INFEKSI DENOMINAT RATIO
OR
Data Yang
diperlukan
Surveilans Semua pasien yang Semua temoat Jumlah : Laju setiap 1
Komprehensif memenuhi kriteria infeksi dan tanggal 1.pasien masuk masuk atau keluar
masuk dalam infeksi dalam bulan atau keluar dari 1. secara keseluru
surveilans yang sama setiap aplikasi 2. spesifikasi bag
surveilans tertentu
2. persalinan 3. spesifikasi
normal pelayanan.
3. operator Laju per 100 p
caesar normal laju per 10
caesar.
Rawat Intensif Semua pasien di Semua tempat 1.pasien 1.Angka infeksi IC
ruang rawat intensif infeksi dan tanggal 2. hari rawat umum per 100 pa
yang terpilih ikut infeksi dalam bulan 3. hari insersi 1000 pasien/ hari.
pasien sampai 48 yang sama kateter urin 2. Angka ISJ Rum
jam setelah pulang 4.insersi yang poer 1000ha
ventilator kateter.
5.pasien pada 3.Angka spsis unt
tanggal 1 bulan 1000hari pem
itu dan pada central line
tanggal 1 bulan 4. Angka P
berikutnya Rumah sakit
6.hari rawat ventilator 1000h
semua pasien disetiap ICU.
yang ada pada Ratio pemakaian a
tanggal 1 bulan 1.Umum
itu dan pada 2.Central Line
tanggal 1 bulan 3.Ventilator katete
berikutnya.

Ruang Rawat Semua bayi dengan Semua jenis IRS Data Jumlah bayi risiko
bayi resiko perawatan tingkat dengan ,masa dikumpulkan pasien dan pe
tinggi III inkubasinya untuk 4 macam rawat.
kategori berat
bayi (BB) lahir
Semua pasien Data dari 4
diikuti selama 48 kategori BB lahir
jam setelah keluar. 1.rata-rata tiap 1
berisiko atau 1
rawat.
2.kasus b
nosokomial per 1
insersi ventilator
Ratio pemakaian a
1. Secara Umum
2. untuk setiap
berat lahir
3. Central (umbili
4. Ventilator
Pasien Operasi Semua pasien yang Semua macam Data faktor SSI rates by :
menjalani tindakan infeksi atau infeksi risiko untuk 1.indeks prosed
operasi pada liuka operasi setiap pasien risiko
dalam bulan yang yang dipantau : 2.kelas luka
sama 1. tanggal Ratio infeksi unt
operasi prosedur angka
2. jenis operasi setiap prosedu
3. nomor temapat infeksi.
register pasien.
4. umur
5. jenis kelamin
6. lama operasi
7. jenis luka
8. anestesi
umum
9. ASA score
10. em
ergency
11. tra
uma
12. pro
sedur ganda
13. pe
meriksaan
endoskopik
14. tan
ggal pulang
Data Tambahan
Surveilans Sama dengan diatas Sama dengan diatas 1.hari rawat Angka rata-rata
Komprehensif untuk setiap setiap 1000hari ra
jenis pelayanan 1.umum
medik 2.jenis pelayanan
2.pasien 3.tempat infeksi
masuk dan 4. tempat infeksi
pasien keluar tempat pelayanan
pada setiap Angka rata-rata
ruang rawat ruang rawat untu
3.hari rawatb 100pasien masu
pada setiap keluar, atau setiap
ruang rawat.
Site spesific r
100pasien masu
keluar, atau 10
rawat.DRG
infection rate per 1
keluar dari setiap
DRG.
Pasien Operasi Sama dengan diatas Sama dengan diatas Nama atau kode SSI rates menurut
dokter bedah prosedur dan inde
Operator dan k
luka ratio infeks
menurut operat
prosedur rata-rata
operator dan temp
BAB VII
PENUTUP

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum


Kabupaten Karawang merupakan sebagai acuan dalam penerapan pencegahan
Infeksi, dengan harapan dapat melindungi pasien, petugas dan masyarakat yang
mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit serta dapat meningkatkan mutu
pelayanan dengan melakukan suveilans Infeksi Rumah Sakit.

Infeksi rumah sakit menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di Rumah Sakit
Umum Kabupaten Karawang maupun di Rumah sakit lain, sehingga dibutuhkan
data dasar infeksi untuk menurunkan angka yang ada. Untuk itu perlunya
melakukan surveilans dengan metode yang aktif, terus menerus dan tepat sasaran.

Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari


IPCN. Untuk itu diperlukan tenaga IPCN yang purna waktu sesuai standar

Pedoman pencegahan pengendalian infeksi rumah sakit Umum Kabupaten


Karawang semoga dapat bermanfaat bagi petugas Rumah Sakit maupun Tim PPI.
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan


Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2007

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes ,2007

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan


Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2009

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes, 2009

Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan, Dirjen


Bina Pelayanan Medic Depkes, 2006

Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber


Daya Terbatas ,YBP-SP, Jakarta 2004
Lampiran 1. Cra menghitung Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
Teknik Perhitungan :

Laju Infeksi : Numerator x 1000 = ........%


Denominator

Jumlah Kasus IADP x 1000 = ........ %


Jumlah hari pemakaian alat

Contoh kasus :
Data di Ruangan A Rumah Sakit x sebagai berikut :
jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang
jumlah hari rawat =960 hari
jumlah pasien terpasang infus = 90orang dengan jumlah hari pemasangan
infus = 212 hari
ditemukan tanda-tanda IRS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda
klinis yang jelas sebanyak 9 orang

Laju IADP = 9/212 x 1000 = 42.5%


Lampiran 2 Cara menghitung VAP dan HAP
Teknik Perhitungan :
catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base
tentukan numerator dan denominator
Angka infeksi VAP adalah jumlah VAP dibagi dengan jumlah hari
pemakaian alat ventilasi mekanik
Angka infeksi VAP = Jumlah kasus VAP x 1000
Jumlah hari pakai alat

Angka Infeksi HAP adalah jumlah pasien HAP dibagi dengan jumlah hari
rawat pasien yang masuk pada periode tersebut.
Angka infeksi HAP =
pasien HAP per bulan x 1000

hari rawat pasien per bulan


Angka Infeksi VAP=
pasien VAP per bulan _________ x 1000
hari pemasangan alat ventilasi per bulan

Contoh kasus HAP :


Data surveilans bulan Desember 2008 diruang penyakit dalam RS X : jumlah
pasien yang masuk 77 orang, jumlah hari rawat 833 hari, jumlah pasien tirah
baring sebanyak :
16 orang stroke hemoragik
9 orang stroke non hemoragik
Jumlah hari rawat semua pasien stroke 375 hari
Ditemukan HAP 2 orang : hasil kultur sputum MO Klebsiella pneumoniae
berapa angka infeksi HAP?
Angka infeksi HAP adalah : 2/375 x 1000 = 5,33%

Data surveilans bulan Januari 2009 diruang ICU :


Jumlah pasien 5 orang
Terpasang ventilasi mekanik 3 orang
Jumlah hari pemasangan alat ventilator 30 hari
Terinfeksi VAP sebanyak 1 orang ditandai : demam, adanya ronchi, sesak
napas, sputum purulen, X-ray toraks infiltrat(+)
Berapa angka VAP?

Angka Infeksi VAP adalah : 1/30 x 1000 = 33,3%

Lampiran 4. Cara Menghitung Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Populasi Beresiko ISK RS


Populasi yang beresiko terjadinya ISK RS yaitu semua pasien yang menggunakan
alat kateter urin menetap dalam waktu 2 x 24 jam.

Pengumpulan Data
Dilakukan oleh orang-orang yang sudah mempunyai pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan dalam mengidentifikasi kasus dan mengumpulkan
data.
Identifikasi ISK :
o Laporan Unit
o Lakukan kunjungan keruangan : observasi atau wawancara
Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak,
prospektif atau retrospektif.
Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Contoh pengisian formulir harian :
Data pemakaian peralatan medis

Ruang/Unit : ICU ............/RS X...................Bulan : Juli ............... Tahun :


2009......
Pemakaian alat
Tgl No Nama ETT CVL IVL UC Kultur Antibiotika
Ket
01-07-09 1 A 1 - Amx
2 B 1 Urine Cip
E.Coli

3 C 1 - Zef
02-07-09 1 A 1 - Cip
2 D 1 Urine Amx
Pseudomonas
(+)
3 F 1 - Amx

Dst.....
31-07-09 1 M 1 - Cip
2 N 1 - Cip Dx
ISKoleh dr
3 O 1 - Gmc
4 R 1 - Mer
Contoh pengisisan formulir bulanan :
Formulir Bulanan
Data pemakaian alat& Infeksi
Ruang/ Unit : ..................../........................Bulan : .......................
Tahun ..........................
Tgl Jlh ETT CVL IVL UC VAP Bakteremia Plebitis ISK
Ps
1 3 2 2 3 3 1
2 3 2 2 1 2 1
Dst. 2
31 4 1 1 1 1 1
Jumlah 196 212 5

- Numerator
Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin menetap
sesuai kriteria dalam kurun waktu tertentu.

- Denominator
Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu
yang sama dengan numerator.

Tekhnik penghitungan

Angka /Rate infeksi : Numerator x 1000 = ..........%


Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 = ......%


Jumlah hari pemasangan pemakaian alat

Angka (Rate) ISK RS= 5/ 212 x 1000 = 23.5% hari pemasangan kateter.
Lampiran 5. Cara menghitung infeksi Luka Operasi (ILO)
Kategori risiko :

1. Jenis Luka :
Luka bersih dan bersih kontaminasi skor :0
Luka bersih kontaminasi dan kotor skor :1
Keterangan :
1. luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka
respiratory dan genitoeinare.
2. bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan
genitorineri.
3. kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka.
4. kotor dan infeksi : trauma terbuka, kontaminasi fecal.

2. Lama Operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit setiap jenis
operasi berbeda lama operasi (lihat tabel )
lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan , skor : 0
bila lebih dari waktu yang ditentukan, skor : 1

3. ASA Score
ASA 1-2, skor : 0
ASA 3-5, skor : 1

X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.
Lampiran 6. Tabel . Jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klarifikasinya
berdasarkan CDC
UTI Urinary tract Infection
ASB Asymptomatic bacteriuria
SUTI Symptomatic Urinary tract infection
OUTI Other Infections of the urinary tract

SSI Surgical site infection


SIP Superficial incisional primary SSI
SIS Superficial incisional secondaray SSI
DIP Deep incisional primary SSI
DIS Deep incisional secondary SSI
Organ /Space Organ / Space SSI. Indicate specific type :
BONE LUNG
BRST MED
CARD MEN
DISC ORAL
EAR OREP
EMET OUTI
ENDO SA
EYE SINU
GIT UR
IAB VASC
IC VCUF
JNT

BSI Bloodstream infection

LCBI Laboratory confirmed bloodstream infection


CSEP Clinical sepsis
PNEU Pneumonia
PNU 1 Clinically defined pneumonia
PNU 2 Pneumonia with specific laboratory findings
PNU 3 Pneumonia in immunocompromised patient

BJ Bone and Joint Infection


BONE Osteomyelitis
JNT Joint or bursa
DISC Disc space

CNS Central nervous system


IC Intracranial infection
MEN Meningitis or ventriculitis
SA Spinal abscess without meningitis

CVS Cardiovascular system infection


VASC Arterial or venous infection
ENDO Endocarditis
CARD Myocarditis or pericarditis
MED Mediastinitis

EENT Eye, ear,nose, throat, or mouth infection


CONJ Conjunctivitis
EYE Eye, other than conjunctivitis
EAR Ear, mastoid
ORAL Oral cavity (mouth, tongue, or gums)
SINU Sinusitis
UR Upper respiratory tract, pharyngitis, laryngitis,
epiglottitis
Laporan 6. jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klasifikasinya berdasarkan CDC
(lanjutan )

GI Gastrointestinal system infection


GE Gastroenteritis
GIT Gastrointestinal (GI) tract
HEP Hepatitis
IAB Intraabdominal,not specified elsewhere
NEC Necrotizing enterocolitis
LRI Lower respiratory tract infection, other than pneumonia
BRON Bronchitis, tracheobronchitis, tracheitis, without evidence of pneumonia.
LUNG Other infections of the lower respiratory tract
REPR Reproductive tract infection
EMET Endometritis
EPIS Episiotomy
VCUF Vaginal cuff
OREP other infections of the male or female reproductive
tract
SST Skin and soft tissue infection
SKIN Skin
ST Soft Tissue
DECU Decubitus ulcer
BURN Burn
BRST Breast abscess or mastitis
UMB Omphalitis
PUST Pustulosis
CIRC Newborn Circumcision

SYS System Infection


DI Disseminated infection

Anda mungkin juga menyukai