PENDAHULUAN
Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer. 2
Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V)
yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit. 2
Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya
adalah herpes zoster oftalmikus. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan
penurunan visus. Virus Varicella zoster dapat laten pada sel syaraf tubuh dan pada frekuensi
yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal, berhubung dengan saraf tengkorak dan
saraf autonomic ganglion, tanpa menyebabkan gejala apapun. Infeksi herpes zoster biasanya
terjadi pada pasien usia tua dimana specific cell mediated immunity pada umumnya menurun
seiring dengan bertambahnya usia atau pasien yang mengalami penurunan system imun
seluler. Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan imunosupresi (HIV/AIDS),
pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan pada usia tua. 2
Herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan
varicella. Virus ini dapat menyerang saraf cranial V. Pada nervus trigeminus, bila yang
terserang antara pons dan ganglion gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang
nervus V (cabang oftalmik, maksilar, mandibular) akan tetapi yang biasa terkena adalah
ganglion gasseri dan yang terganggu adalah cabang oftalmik.1
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi,
alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami
supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks. Bila cabang nasosiliar yang terkena,
kemungkinan komplikasi pada mata sekitar 76 %. Jika saraf ini tidak terkena maka resiko
komplikasi pada mata hanya sekitar 3,4%.1
Virus herpes zoster bisa dorman atau menetap (laten) pada ganglion N.V dan
reaktivasinya didahului oleh gejala prodormal seperti demam, malaise, sakit kepala dan nyeri
pada daerah saraf yang terkena sebelum terbentuknya lesi kulit. Kulit kelopak mata dan
1
sekitarnya berwarna merah dan bengkak diikuti terbentuknya vesikel, kemudian menjadi
pustule lalu pecah menjadi krusta. Jika krusta lepas akan meninggalkan jaringan sikatrik.4
Manifestasi herpes zoster oftalmikus antara lain sakit mata, mata merah, penurunan
visus dan mata berair. Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari manifestasi nyeri dan
gambaran ruam dermatom serta adanya riwayat menderita cacar air. Penatalaksanaan infeksi
akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus, kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan
analgesic yang adekuat. Jika terjadi komplikasi mata seperti keratitis, iritis dan iridosiklitis
dapat diberikan steroid topical dan siklopegik. Pengobatan akan optimal bila dimulai dalam
72 jam dari onset ruam kulit. 4
Sindrom Ramsay Hunt (SRH) yang sering disebut juga dengan Herpes Zoster Oticus
(HZO) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari neuralgia radikuler, erupsi vesikuler
yang mengenai sebagian telinga luar dan kanalis akustikus eksternus disertai kelumpuhan
nervus VII perifer.5 Selain itu SRH dikenal juga dengan nama geniculate neuralgia atau
nervus intermedius neuralgia.6 Menurut James Ramsay Hunt (1907) yang dikutip dari
Colemon7 SRH adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada aurikula dan
parase nervus fasialis perifer. 7 Definisi lain dari SRH adalah suatu parase nervus VII perifer
yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan mulut.8
SRH termasuk salah satu penyakit yang terjadi di dalam dunia kesehatan. SRH
termasuk ke dalam penyakit yang jarang menurut the Office Of Rare Disease Of the National
Institutes of Health (USA), artinya penyakit ini diderita kurang dari 200.000 orang di
Amerika, dimana populasinya mencapai 300 juta. SRH dikatakan sebagai salah satu
penyebab kelemahan oto wajah unilateral dengan angka 16% pada anak-anak dan 18% pada
orang dewasa. SRH sangat jarang terjadi pada anak yang usianya dibawah 6 tahun.9 Selain itu
SRH juga dikatakan menjadi penyebab dari Bells Palsy sebanyak 20% dari kasus yang ada.10
Adapun tujuan dalam penulisan laporan kasus ini yaitu untuk menambah pengetahuan
dokter, khususnya penulis dalam menghadapi pasien dengan herpes zoster oftalmikus dengan
komplikasi sindrom ramsay hunt. Oleh karena itu dalam laporan kasus ini akan dikemukakan
upaya diagnosis dan pengobatan medikamentosa yang dapat dilakukan oleh dokter umum.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ni Luh Ada
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Suku : Bali
Alamat : Rendang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : Rabu, 9 November 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan muncul gelembung berair di
wajah dan leher kiri sejak 5 hari yang lalu.
3
- Riwayat sakit kulit lain : disangkal
- Riwayat sakit kelamin : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Alergi : disangkal
C. PEMERIKSAAN
Status Generalis
KU : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
4
Status Dermatologis :
Distribusi : Unilateral
Regio : Facialis, retroaurikula, servikalis, thoraks sinistra
Efloresensi Primer :Vesikel dan bula multiple bergerombol ukuran
diameter 1 5 cm mengkilat, dasar eritema
Efloresensi sekunder : Krusta
Warna : Eritematosa
Ukuran : Numular lentikular
Jumlah : Multipel
D. RESUME
Seorang wanita datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Klungkung rujukan
Puskesmas Rendang dengan keluhan terdapat gelembung berair di wajah kiri dan leher
kiri sejak 5 hari yang lalu, gelembung berair terasa nyeri, panas gatal, dan leher serta
wajah terasa kaku. Pasien mengaku demam selama 2 hari, kemudian muncul bintik-bintik
kemerahan, kaku pada otot, pusing dan lemas. Semakin lama gelembung di wajah dan
leher kiri semakin banyak. Pasien sempat berobat ke bidan dan mendapatkan pengobatan
salep dan pil namun keluhan tidak berkurang. Sebelumnya pasien tidak pernah
5
mengalami keluhan serupa dan keluarga pasien tidak ada dengan keluhan serupa. Riwayat
alergi tidak ada.
E. DIAGNOSIS BANDING :
Herpes Oftalmikus
Herpes zoster
Sindrom Ramsay Hunt
Bells Palsy
F. DIAGNOSIS :
Herpes zoster oftalmikus sinistra dengan komplikasi sindrom ramsay hunt
G. USULAN PEMERIKSAAN :
Pemeriksaan darah lengkap (9 November 2016)
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
WBC 4.12 [10^3/uL] 4.60 10.2
Neut 2.90* [10^3/uL] 2.00 6.00
LYMPH 0.83* [10^3/uL] 0,60 5.20
MONO 0.33* [10^3/uL] 0.10 0.60
EO 0.01* [10^3/uL] 0.00 0.40
BASO 0.05 [10^3/uL] 0.00 0.10
NEUT% 70.5* [%] 40.0 70.0
LYMPH% 20.1* [%] 20.0 40.0
MONO% 8.0* [%] 1.70 9.30
EO% 0.2* [%] 0.00 6.00
BASO% 1,2+ [%] 0.00 1.00
RBC 4.32 [10^6/uL] 3.80 6.50
HGB 13.3 [g/dL] 11.5 18.0
HCT 39.7 [%] 37.0 54.0
MCV 91.9 [fL] 80.0 100
MCH 30.8 [pg] 27.0 32.0
MCHC 33.5 [g/dL] 31.0 36.0
RDW-SD 43.1 [fL] 37.0 54.0
6
RDW-CV 13.2 [%] 11.5 14.5
PLT 172 [10^3/uL] 150 400
PDW 9.6- [fL] 15.5 17.1
MPV 9.1 [fL] 7.80 11.0
P-LCR 17.9 [%] 13.0 43.0
PCT 0.16- [%] 0.19 0.36
H. PENATALAKSANAAN
1. Umum
Menjaga lesi agar tetap bersih
Mencegah garukan pada luka
7
2. Khusus
IVFD RL 20 tpm
Dexamethasone intravena 1 x 1
Neurobion 5000 intravena 1 x 1
Acyclovir 5 x 800mg
Bedak salisil 2%
Kompres NaCl pada lesi berkusta tiap 4 jam
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad cosmeticum : dubia ad bonam
J. FOLLOW UP
Tanggal Perkembangan
8
Terapi :
Dexamethasone intravena 1 x 1
Neurobion 5000 1 x 1
Acyclovir 5 x 800
Bedak salisil 2%
Aspirasi bula
Tunda kompres
11 Anamnesa : Pasien mengeluh
November gatal dan nyeri pada wajah
2016 hingga leher
Pemeriksaan Fisik :
Status General
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Facialis, retroaurikula,
servikalis, thoraks
sinistra
Effloresensi : Bula, vesikel,
erosi ditutupi
krusta
Diagnosis : Herpes Oftalmikus
Sinistra + Sindrom Ramsay
Hunt
Terapi :
Dexamethasone intravena 1 x 1
Neurobion 5000 1 x 1
Acyclovir 5 x 800
Bedak salisil 2%
9
12 Anamnesa : lesi sudah pecah
November dan tidak ada lesi baru
2016 Pemeriksaan Fisik :
Status General
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Facialis,
retroaurikula,
servikalis, thoraks
sinistra
Effloresensi : erosi ditutupi
krusta
Diagnosis : Herpes Oftalmikus
Sinistra + Sindrom Ramsay
Hunt
Terapi :
Stop bedak
Dexamethasone intravena 1 x 1
Acyclovir 5 x 800
Fuladic cr 2 x 1 pada lesi kering
Neurobion 5000 1 x 1
10
13 Anamnesa : Luka pada leher,
November tidak ada lesi baru
2016 Pemeriksaan Fisik :
Status General
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Facialis,
retroaurikula,
servikalis, thoraks
sinistra
Effloresensi : erosi pus
Diagnosis : Herpes Oftalmikus
Sinistra + Sindrom Ramsay
Hunt
Terapi :
Acyclovir 5 x 800
Neurobion 5000 1 x 1
Kompres NaCl 0,9% setiap 2
jam
14 Anamnesa : tidak ada lesi baru
November Pemeriksaan Fisik :
2016 Status General
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Facialis,
retroaurikula,
servikalis, thoraks
sinistra
Effloresensi : erosi dan pus
Diagnosis : Herpes Oftalmikus
Sinistra + Sindrom Ramsay
11
Hunt
Terapi :
dexametason intravena 1 x 1
Acyclovir 5 x 800
Neurobion 5000 1 x 1
Kompres Nacl 0,9% tiap 2 jam
15 Anamnesa : tidak ada lesi baru
November Pemeriksaan Fisik :
2016 Status General
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Facialis,
retroaurikula,
servikalis, thoraks
sinistra
Effloresensi : Erosi dan pus
Diagnosis : Herpes Oftalmikus
Sinistra + Sindrom Ramsay
Hunt
Terapi :
Cefadroxil 2 x 500 mg
Dexamethasone intravena 1 x 1
Vit neurobat 3 x 1
Kompres NaCl0,9 % pada leher
16 Anamnesa : Tidak ada lesi baru
November Pemeriksaan Fisik :
2016 Status General
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Facialis,
retroaurikula,
12
servikalis, thoraks
sinistra
Effloresensi : Erosi, krusta
Diagnosis : Herpes Oftalmikus
Sinistra + Sindrom Ramsay
Hunt
Terapi :
Cefadroxil 2 x 500 mg
Dexamethasone intravena 1 x 1
Vit neurobat 3 x 1
Kompres NaCl0,9 % pada leher
17 Anamnesa : keluhan nyeri
November berkurang, tidak ada lesi baru
2016 Pemeriksaan Fisik :
Status General
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Facialis,
retroaurikula,
servikalis, thoraks
sinistra
Effloresensi : Erosi, krusta
Diagnosis : Herpes Oftalmikus
Sinistra + Sindrom Ramsay
Hunt
Terapi :
Pasien pulang
Methylprednisolone 3 x 4 mg
Neurobat 3 x 1
Cefadroxil 3 x 500 mg
Asam fucidat cr 2 x sehari
Kontrol poli senin, 21 11 - 16
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes
Virus (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken pox).
Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti herpes simplex, epstein barr
virus dan cytomegalovirus.2
Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela
Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Herpes zoster oftalmikus adalah
infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion gasseri yang menerima
serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang ditandai dengan
erupsi herpetik unilateral pada kulit.2
3.1.2 Epidemiologi
Herpes Zoster Oftalmikus terjadi pada 10-20 % populasi. HZO biasanya
berpengaruh pada usia tua dengan meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden
terjadinya HZO pada populasi Caucasian adalah 131 : 100.000. Populasi American-
Afrika mempunyai insiden 50 % dari Caucasian. Alasan untuk perbedaan ini tidak
sepenuhnya dipahami. Kebanyakan kasus HZO disebabkan reaktivasi dari virus laten.
11
14
sedikitnya 15x lebih besar dengan HIV dibandingkan tanpa HIV.
HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus herpes zoster. Resiko komplikasi oftalmik
pada pasien herpes zoster tidak terlihat berhubungan dengan umur, jenis kelamin, atau
keganasan dari ruam kulit.11
3.1.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di
dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus
sensory ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten.
Virus varicella zoster merupakan virus DNA yang tergabung dalam famili
herpesviridae. Infeksi primer virus ini dapat terjadi apabila terjadi kontak langsung
dengan mukosa traktus respiratorius atau konjungtiva dan virus dapat bermigrasi di
sepanjang nervus sensorik menuju bagian dorsal ganglion dan menjadi dorman
disana. Kondisi ini bertahan hingga beberapa dekade.2
3.1.4 Patogenesis
15
Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling
banyak terkena. 12
Pada herpes zoster oftalmika, patogenesisnya belum sepenuhnya diketahui.
Selama terjadinya varisela, virus varicella-zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ujung syaraf sensorik dan ditransportasikan secara centripetal
melalui serabut syaraf sensorik ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi
infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius
apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh suatu
keadaan yang menurunkan imunitas seluler sehingga virus kembali bermultiplikasi
menyebabkan peradangan dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan
menyebar ke sumsum tulang serta batang otak, jika mengenai N.trigeminus dapat
menyebar ke N. oftalmikus melalui serabut syaraf sensoris sehingga menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis.13
16
sinyal yang diubah dalam SSP mungkin bertanggung jawab untuk
postherpetic neuralgia.
3. Reaktivasi menyebabkan nekrosis dan peradangan pada ganglia sensoris
yang terkena, menyebabkan anestesi kornea yang dapat mengakibatkan
keratitis neurotropik.
Kelainan pada mata dapat terjadi seperti keratitis epitelia akut, konjungtivitis,
episkleritis, skleritis dan sklerokeratitis, keratitis numularis, keratitis diciform,
uveitis anterior, keratitis neurotropik, Skleritis
17
Gambar 3. Herpes zoster oftalmika mengenai cabang nervus oftalmikus
18
c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.
3.1.8 Penatalaksanaan
Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir (5 x
800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir,
terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes
zoster oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu
mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior. 17
Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas
yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster
oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari
menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti
konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat digunakan
Valacyclovir intravena. Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster
oftalmikus dapat digunakan analgetik oral. 17
Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster
oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis,
untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres
dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri
(biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant,
jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis
diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi
sekunder bakteri.17
Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya
Gabapentin dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg
sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga
mencapai 1,800 mg sehari.18
Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada
kasus ini ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum
luas. Isprinol yang diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas termasuk obat
imunomodulator yang bekerja memperbaiki sistem imun. 18
Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf.
Pada umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 kali sehari dan
19
ibuprofen sebagai analgetik oral. Ahli THT memberikan obat kumur tantum verde
yang berisi benzydamine hydrochloride, merupakan anti inflamasi non steroid lokal
pada mulut dan tengggorokan. 18
Sindrom Ramsay Hunt dapat diberikan Prednison dengan dosis 3 x 20 mg
sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison
setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion. 17
3.1.9 Komplikasi
Hampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun
ada beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur
dan luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita. Ini akan terjadi
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan awal. Salah satu komplikasi
yang sering terjadi yaitu sindrom rumsay hunt.18
3.1.10 Pencegahan
Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap
mata, menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran
gejala. Bagi orang sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita
terutama anak-anak. Obat-obatan antiviral seperti asiklovir, valasiklovir, dan
famsiklovir merupakan terapi utama yang lebih efektif dalam mencegah keterlibatan
okuler terutama jika obat diberikan tiga hari pertama munculnya gejala. 16
3.1.11 Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini. Prognosis dari segi visus penderita baik karena
asiklovir dapat mencegah penyakit-penyakit mata yang menurunkan visus.
Kesembuhan penyakit ini umunya baik pada dewasa dan anak-anak dengan perawatan
secara dini. Prognosis ke arah fungsi vital diperkirakan ke arah baik dengan
pencegahan paralisis motorik dan menghindari komplikasi ke mata sampai kehilangan
penglihatan. Prognosis kosmetikam pada mata penderita tersebut baik karena bengkak
dan merah pada mata dapat hilang. Pada kulit dapat menimbulkan makula
hiperpigmentasi atau sikatrik. 16
20
3.2. SINDROM RUMSAY HUNT
3.2.1 Definisi
Sindrom Ramsay Hunt (SRH) yang sering disebut juga dengan Herpes Zoster
Oticus (HZO) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari neuralgia radikuler, erupsi
vesikuler yang mengenai sebagian telinga luar dan kanalis akustikus eksternus disertai
kelumpuhan nervus VII perifer. Selain itu SRH dikenal juga dengan nama geniculate
neuralgia atau nervus intermedius neuralgia. Menurut James Ramsay Hunt (1907)
yang dikutip dari Colemon, SRH adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia,
vesikel pada aurikula dan parese nervus fasialis perifer. Definisi lain dari SRH adalah
suatu parese nervus VII perifer yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan
mulut.20
3.2.2 Epidemiologi
SRH termasuk salah satu penyakit yang terjadi di dalam duni kesehatan.SRH
sendiri termasuk ke dalam penyakit yang jarang menurut the Office Of Rare Disease
of the National Institutes of Health (USA), artinya penyakit ini diderita kurang dari
200,000 orang di Amerika, dimana populasinya mencapai 300 juta. SRH dikatakan
sebagai salah satu penyebab kelamahan otot wajah unilateral dengan angka 16% pada
anak-anak dan 18% pada orang dewasa. SRH sangat jarang terjadi pada anak yang
usianya dibawah 6 tahun. Selain itu SRH juga dikatakan menjadi penyebab dari Bells
Palsy sebanyak 20% dari kasus yang ada. Di Indonesia belum data angka yang
menunjukkan kejadian SRH, hal ini mungkin disebabkam karena kejadian SRH sama
saja jarangnya dengan kejadian di Amerika Serikat ataupun lebih jarang sehingga
mungkin terabaikan. Selain itu beberapa negara juga melaporkan angka kejadian yang
rendah juga untuk SRH. Jarangnya kasus SRH ini terkadang membuat praktisi
melewatkanakan penyakit ini. SRH ini memerlukan ketepatan dalam diagnosis dan
tatalaksana, dalam hal tatalaksana tidak hanya dibutuhkan ketepatan memilih terapi
yang sesuai tetapi juga dibutuhkan ketepatan waktu dalam memberikan
terapinya.Tatalaksana SRH sendiri masih menjadi kontroversi dikarenakan adanya
penggunan steroid yang memiliki sifat imunosupresi.Hal ini bertentangan dengan
mekanisme terjadinya SRH sendiri yang dikarenakan adanya penurunan imunitas
tubuh.21
21
3.2.3 Patogenesis
Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui saluran
nafas atas dan mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional
dan tonsil. Virus kemudian menyebar melalui aliran darah dan berkembang biak di
organ dalam. Fokus replikasi virus terdapat pada system retikuloendotelial hati, limpa
dan organ lain. Pada saat titer tinggi, virus dilepaskan kembali ke aliran darah
(viremia kedua) dan membentuk vesikel pada kulit dan mukosa saluran nafas atas.
Kemudian berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris dari jaringan kutaneus,
menetap pada ganglion serebrospinalis dan ganglion saraf kranial. Parese nervus VII
timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada ganglion
genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis. Ganglionitis menekan
selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan
dapat meluas sampai ke foramen stilomastoid. Gejala kelainan nervus VIII yang juga
dapat timbul akibat infeksi padaganglion yang terdapat di telinga dalam atau
penyebaran proses peradangan dari nervus VII. Lokasi ruam bervariasi dari pasien ke
pasien, seperti halnya wilayah dipersarafi oleh nervus intermedius (yaitu, bagian
sensorik dari CN VII). Daerah ini mungkin termasuk anterior dua pertiga dari lidah,
langit-langit lunak, kanal auditori eksternal, dan pinna.22
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya
kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot
wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer. 23
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada riwayat
terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal berupa
nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat
di telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah
yang eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit
sekitarnya (nyeri radikuler). Gejala-gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri
telinga paroksismal, ruam pada telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada, ruam
bisa menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal lower motor neuron paresis wajah
(N. VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50% kasus), tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait
ataxia, cervical adenopathy. Nyeri telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga
22
sampai ke daun telinga. Nyeri bersifar konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul
biasanya beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul ruam.23
Pemeriksaan dan otoscopy menunjukkan vesikel-vesikel di dalam saluran atau
di membrana tympani. Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif
dengan menggunakan sistim House-Brackmann selain itu derajad dapat digunakan
untuk evaluasi. 23
Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan letak lesi
saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustometri. Pemeriksaan N. VII dimulai dari
fungsi saraf motorik dengan cara menggerakkan otot-otot wajah utama di muka, mulai
dari mengankat alis (m. frontalis), mengerutkan alis (m. soucilier), mengakat serta
mengeruktan hidung ke atas (m. piramidalis), memejamkan mata kuat-kuat (m.
orbicularis okuli), tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi (m. zygomatikus),
memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi (m. relever komunis),
meggembungkan kedua pipi (m. businator), bersiul (m. orbicularis oris), menarik
kedua sudut bibir ke bawah (m. triangularis), dan memoncongkan mulut yang tertutup
rapat ke depan ( m. mentalis). Setiap gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan
dan kiri.Penilaiain yang diberikan adalah angka 3 jika gerakkan normatl serta
simetris, angka 1 jika sedikit ada gerakkan, angka 2 gerakkan yang berada diantara
angka 3 dan 1, angka 0 jika tidak ada gerakkan sama sekali. Tes gustatomeri ini
23
digunakan untuk menilai n.corda timpani, dengan cara membandingkan ambang
rasang antara sisi lidah kanan dan kiri. Tes Schrimer digunakan untuk mengetahui
fungsi serabut serabut pada simpatis dari N.VII yang disalurkan melalui nervus
petrosus superfisialis mayor setinggi genikulatum, dengan cara meletekkan kertas
lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan dihitung berapa banyak sekresi kelenjar
lakrimalis.24
Berdasarkan gejala klinis, klasifikasi SRH dibagi menjadi 4 yaitu (1) penyakit
yang menyerang bagian sensoris nervus VII, (2) penyakit yang menyerang bagian
sensoris dan motoris nervus VII, (3) penyakit yang menyerang bagian sensoris dan
motoris nervus VII, disertai gejala gangguan pendengaran, (4) penyakit yang
menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala gangguan
pendengaran dan keseimbangan. 24
24
Gejala trigeminal neuralgia muncul secara tiba-tiba, unilateral, nyeri yang
berat terasa tertusuk dan rasa nyeri rekuren sesuai dengan saraf trigeminal tetapi
trigeminal neuralgia tidak menyebabkan adanya deficit nerologis. 24
3.2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu pengobatan
infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit
tersebut, dan pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes. 17
3.2.7 Komplikasi
25
jaringan nekrotik.Paralisis motorik dapat terjadi pada sebagian kecil penderita (1 5
% kasus), terutama bila virus juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik
kranialis.Terjadinya biasanya 2 minggu setelah timbulnya erupsi. Berbagai paralisis
dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria
dan anus.25
3.2.8 Prognosis
Prognosis SRH dipengaruhi oleh umur, diabetes mellitus, hipertensi dan
pemberian terapi yang cepat. Yeo dkk menyatakan bahwa Herpes Zoster Oticus
(HZO) memiliki prognosis yang buruk daripada Bells Palsy. Sekitar setengah dari
jumlah pasien SRH masih memiliki gangguan motorik nervus fasial, hanya sebagian
kecil pasien dengan gangguan paralisis komplit. Hasil pemulihan akan lebih baik jika
perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul. Kesembuhan yang
sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan dimulai pada saat ini.
Namun, jika pengobatan tertunda lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai
kesembuhan sempurna akan turun sekitar 50%.26
26
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini didiagnosis herpes oftalmikus dan sindrom ramsay hunt berdasarkan
anamnesis dan gambaran klinis yang terdapat pada pasien. Riwayat dan gejala klinis herpes
oftalmikus dan sindrom ramsay hunt ditemukan pada kasus ini. Dari anamnesis didapatkan
keluhan terdapat gelembung berair di wajah kiri dan leher kiri, demam selama 2 hari sebelum
munculnya lesi, nyeri pada wajah dan leher kiri, kaku pada otot, pusing, dan lemas. Sesuai
dengan gejala klinis dari herpes oftalmikus yaitu lesi didahului oleh gejala prodromal berupa
malaise dan demam. Sedangkan untuk gejala sindrom rumsay hunt yaitu gejala prodromal
berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, dan sakit kepala. Pada gambaran klinis
ditemukan Vesikel dan bula multiple bergerombol ukuran diameter 1 5 cm mengkilat,
dasar eritema dengan ukuran numular-lentikular jumlah multiple dan distribusi unilateral.
Pengobatan yang diberikan pada kasus ini adalah Dexamethasone, Neurobion 5000,
Acyclovir, Bedak salisil 2% dan kompres NaCl pada lesi berkusta tiap 4 jam.
27
Daftar Pustaka
28
17. Maria M Diaz. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article.
18. Web MD. Herpes of the eye. Diakses dari
http://www.medicinenet.com/herpeseye/.
19. Moses S. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari www.fpnotebook.com. January 13,
2008.
20. Danil Kim et al. Ramsay Hunt syndrome presenting as simple otitis externa in
CJEM. Department of Medicine University of Toronto; 2008; 247-50.
21. Sandoval C C, Nunez F A, Lizama C M, Margarit S C, Abarca V K, Escobar H R.
[Ramsay Hunt syndrome in children: four cases and review]. Rev Chilena Infectol.
Dec 2008;25(6):458-64.
22. Kim HJ, et al. Ramsay Hunt syndrome complicated by a brainstem lesion. Journal
of Clinical virology 39 (2007) 322-325.
23. Sjarifudin, Bashirudin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher Edisi 6.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.p114 -17
24. Bhupal HK. Ramsay hunt syndrome presenting in primary care. In:
ThePrectitioner casebook:2010;254:33-35. (E)
25. Janniger CK. Herpe Zoster Clinical Presentation.
Available:http://emedicine.medscape.com/article/1132465-clinical#aw2aab6b3b3.
26. Uscategui T, Doree C, Chamberlain IJ et al.; Corticosteroids as adjuvant to
antiviral treatment in Ramsay Hunt syndrome (herpes zoster oticus with facial
palsy) in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008, Issue 3. Art.
No.: CD006852. DOI: 10.1002/14651858.CD006852.pub2.
29