Anda di halaman 1dari 13

Stroke Iskemik

Reinaldo Putra Hardian


112016257
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Stroke adalah suatu sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara
lokal atau global, yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lainnya kecuali gangguan vaskuler (WHO 1982). Stroke iskemik (non
hemoragik) adalah stroke yang terjadi akibat aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis
atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah.
Stroke tetap menjadi permasalahan kesehatan yang utama sampai saat ini. Stroke
mampu mempengaruhi kehidupan manusia dan ekonomi. Insidensinya diperkirakan >
700.000 di Amerika Serikat setiap tahun dan menyebabkan 160.000 orang meninggal tiap
tahunnya, dengan sekitar 4,8 juta orang penderita stroke yang dapat bertahan sampai saat ini.
Meskipun terdapat 60% angka penurunan pada mortalitas akibat stroke selama 29 tahun ini
sejak 1968 sampai dengan 1996, rata-rata penurunan baru dimulai pada tahun 1990 secara
lambat dan kemudian mengalami stabilitas.

Isi

I. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan :
- Identitas pasien.1-3
- Keluhan utama : pada skenario, pasien dibawa ke rumah sakit karena sudah tidak bisa
dibangunkan, tidak bisa makan atau minum.
- Keluhan tambahan :
- Riwayat penyakit sekarang :
o Waktu dan lamanya keluhan berlangsung.
o Sifat dan beratnya serangan (masih dapat ditahan atau tidak).
o Lokasi dan penyebarannya (dapat menyebutkan tempat sakit atau menyebar).
o Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya).
o Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas apa saja). 1-3
o Keluhan-keluhan yang menyertai serangan
o Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
o Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan. 1
o Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama.
o Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
o Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh
pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. 1
- Riwayat penyakit dahulu : bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.1
- Riwayat kesehatan keluarga. 1
- Riwayat penyakit menahun keluarga. 1
II. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan vital terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu :
Normal Pasien
Suhu Tubuh 36-37 C -
Denyut Nadi 70-90 x/menit -
Penapasan 18-19x/menit -
Tekanan Darah 120/80 mmHg -
Table 1. Perbandingan pemeriksaan tanda vital
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik diatas, tidak dapat diketahui kondisi pasien.
a. Kesadaran: Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan
kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi
yang menjadi substrat kesadaran yaitu formatio reticularis digaris tengah dan sebagian besar
terletak dalam fossa posterior karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada
stroke yang luas.1-5
b. Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya stroke pada
lebih kurang 70% penderita. 1-5
c. Pemeriksaan neurovaskuler : langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada keadaan
pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu:
pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi nadi karotis pada leher kiri dan
kanan, a.temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurcatio karotis komunis dan
karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis intema pada orbita, dalam rangka
mencari kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial. 1-5

III. Pemeriksaan Neurologi


Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:
- Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus: tampak paresis n.fasialis tipe sentral (mulut mencong)
dan paresis n.hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari
mulut. 1-5
- Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio konyugae, gaze paresis kekiri
atau kekanan dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma Horner pada penyakit
pembuluh karotis. 1-5
- Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jaras perjalanan visual,
hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor
prognostik yang kurang baik pada penderita Stroke. 1-5
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan
(hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang
nyata antara lengan dan. tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal
dari hemisfer (kortikal) sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat
terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro-basilar. 1-5
Pemeriksilaan sensorik: dapat terjadi hemisensorik tubuh karena bangunan anatomik yang
terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan
sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan. 1-5
Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks fisiologis pada sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis. 1-5
Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan lungsi luhur pada stroke hemisferik berupa
disfungsi parietal baik sisi dominan maupun non dominan. Kelainan yang paling sering tampak
adalah disfasi campuran (mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu berbicara /
mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang
kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia.dan sebagainya. 1-5

IV. Pemeriksaan Penunjang


Untuk memperoleh diagnosis kerja, selain hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
sesuai dengan skenario yang diberikan.
a) Pemeriksaan Laboratorium
Analisis laboratorium standar mencakup urinanalisis, HDL, laju endap darah, panel metabolik
dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin), profil
lemak serum, dan serologi untuk sifilis. Pada pasien yang dicurigai mengalami stroke iskemik,
panel laboratorium yang mengevaluasi keadaan hiperkoagulasi termasuk dalam perawatan
standar. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protrombin dengan rasio normalisasi
internasional, waktu tromboplastin parsial, dan hitung trombosit. Pemeriksaan lain yang
mungkin dilakukan adalah antibodi antikardiolipin, protein C dan S, antitrombin III,
plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protein C aktif.6-10
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar X toraks merupakan prosedur standar karena pemeriksaan ini dapat
mendeteksi pembesaran jantung dan infiltrat paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif, pemeriksaan yang paling penting adalah Untuk membantu mendeteksi apakah
sebelumnya telah terjadi trauma pada kepala atau tidak. 6-10

CT scan adalah non-invasif, tes yang tidak menyakitkan yang menggunakan sinar X untuk
menghasilkan gambar tiga dimensi dari bagian dalam kepala pasien. Sebuah CT Scan awal
dengan cepat dapat menyingkirkan perdarahan atau tumor otak menyebabkan stroke-seperti
gejala. Bahkan mungkin menunjukkan area otak yang berada dalam bahaya sekarat tapi masih
diselamatkan. CT scan untuk membedakan Jenis patologi lokasi lesi, ukuran lesi,
menyingkirkan lesi non vaskuler.

MRI ini adalah non-invasif, tes yang tidak menyakitkan yang menggunakan medan magnet
untuk menghasilkan gambar tiga dimensi dari bagian dalam kepala pasien. Scan MRI
menunjukkan otak dan sumsum tulang belakang secara rinci lebih dari CT scan. MRI dapat
digunakan untuk mendiagnosa stroke iskemik, stroke hemoragik, dan masalah lain yang
melibatkan otak, batang otak, dan sumsum tulang belakang.

Pemeriksaan lumbal melibatkan pemeriksaan CSS yang sering memberi petunjuk


bermanfaat tentang kausa storke, terutama apabila pasien datang dalam keadaan tidak sadar
dan tidak dapat memberikan anamnesis. Sebagai contoh, mungkin terdapat darah di CSS pada
stroke hemoragik, terutama pada perdarahan subarakhnoid, informasi yang akan diperoleh
harus ditimbang terhadap resiko melakukan pungsi lumbal pada pasien koma. Yaitu pada
peningkatan TIK, penurunan mendadak tekanan CSS di tingkat spinal bawah dapat memicu
gerakan ke bawah isi kranium disertai herniasi ke dalam batang otak dan kematian mendadak. 6-
10

Ultrasonografi karotis terhadap arteria karotis merupakan evaluasi standar untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. 6-10

Angiografi serebrum dapat memberi informasi penting dalam mendiagnosis kausa dan lokasi
stroke. Secara spesifik, angiografi serebrum dapat mengungkapkan lesi ulseratif, stenosis,
displasia fibromuskular, fistula arteriovefna, vaskulitis, dan pembentukan trombus di
pembuluh besar. Saat ini, angiografi serebrum dianggap merupakan cara yang paling akurat
untuk mengindentifikasi dan mengukur stenosis arteri-arteri otak; namun, kegunaan metode ini
agak terbatas oleh penyulit yang dapat terjadi hampir pada 12% pasien yang dicurigai
mengidap stroke. Risiko utama dari pemeriksaan ini adalah robeknya aorta atau arteria karotis
dan embolisasi pada pembuluh besar ke pembuluh intrakranium. 6-10

Doppler transkranium, yaitu ultrasonografi yang menggabungkan citra dan suara,


memungkinkan kita menilai aliran di dalam arteri dan mengindentifikasi stenosis yang
mengancam aliran ke otak. Keunggulan prosedur ini adalah bahwa prosedur ini dapat dilakukan
di tempat tidur pasien, noninvasif, dan relatif murah; secara serial juga dapat menilai perubahan
dalam CBF. 6-10

Ekokardiogram transesofagus (TEE) sangat sensitif dalam mendeteksi sumber


kardioembolus potensial. Ekokardiogram telah menjadi komponen rutin dalam evaluasi stroke
iskemik apabila dicurigai kausa stroke adalah kardioembolus tetapi fibrilasi atrium sudah
disingkirkan sebagai penyebab embolus. 6-10

V. Working Diagnosis
Stroke iskemik. Infark otak fokal yang menyebabkan defisit neurologis mendadak lebih dari
1 jam.

VI. Differential Diagnosis


a. Perbandingan antara stroke iskemik dan hemoragik.
Perdarahan Perdarahan
Gejala klinis Iskemik
Intraserebral Subarachnoid
gejala defisit fokal berat ringan berat/ringan
onset menit/jam 1-2 menit pelan (jam/hari)
nyeri kepala hebat sangat hebat ringan/tidak ada
diawali muntah sering sering Ringan
hipertensi hampir selalu biasanya tidak Sering
kaku kuduk jarang biasa ada tidak ada
kesadaran biasanya hilang hilang sebentar dapat hilang
hemiparesis sering sejak awal awal tidak ada sering sejak awal
deviasi mata bisa ada jarang mungkin ada
likuor sering berdarah berdarah jernih
.

b. Hipertensi ensefalopati adalah sindroma klinis akut reversibel sebagai akibat kenaikan tekanan
darau secara tiba-tiba yang ditandai dengan perubahan-perubahan neurologis mendadak, atau
sakit kepala hebat, gangguan kesadaran, mual, muntah, rasa mengantuk dan bingung bila tidak
segera diobati terjadi kejang dan koma. Jarang terjadi gangguan syaraf seperti hemiparese,
afasi, atau kebutaan akan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan. Keadaan ini dapat
terjadi pada orang normal (normotensi) yang oleh sesuatu sebab tekanan darahnya mendadak
naik. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg dan krisis
lebih sering terjadi pada usia 40-60 tahun setelah menderita hipertensi 2-10 tahun.

VII. Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun . Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari
700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun,
dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. Rasio insiden pria dan wanita adalah
1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada
kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.6-10

VIII. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik yaitu lakunar,
trombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik, dan kriptogenik.
Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau bahkan lebih lama. Infark lakunar
merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari
cabang-cabang penetrans sirkulus Wilisi, arteri serebri media, atau arteri vetebralis dan
basilaris. Terdapat empat sindrom lakunar yang paling sering dijumpai yaitu hemiparesis
motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna, hemiparesis motorik murni akibat
infark di kapsula interna, stroke sensorik murni akibat infark talamus, dan hemiparesis ataksik
serta gerakan yang canggung akibat infark pons basal. 6-10
Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat adalah subtipe kedua stroke
iskemik ini. Sebagian besar stroke ini terjadi pada saat tidur, saat pasien mengalami dehidrasi
dan sirkulasi relatif menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau yang lebih jarang di
pangkal arteri serebri media atau di taut arteria vetebralis dan basilaris. 6-10
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat atau asal embolus. Asal stroke
embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Sumber emboli yang tersering adalah trombus
mural dan tromboemboli dari plak ateromatosa. 6-10
Stroke kriptogenik adalah klasifikasi untuk stroke yang kausanya tidak jelas.
Sementara itu, penyebab dari stroke hemoragik terjadi karena pendarahan intraserebrum
hipertensif, ruptur aneurisma sakular, rupturnya malformasi arteriovena, trauma,
penyalahgunaan narkotika, pendarahan akibat tumor otak, infark hemoragik, dan penyakit
pendarahan sistemik, termasuk terapi antikoagulan. 6-10

IX. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arter-arteri
yang membentuk sirkulus Wilisi: aerteria karotis interna dan sistem vetebrobasilar atau semua
cabang-cabang nya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15-20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah
bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Patologinya
dapat berupa:
1. keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dam tombosis,
robeknya dinding pembuluh, atau peradangan6-10
2. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau
pembuluh ekstra kranium
3. ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
Berdasarkan etiologinya, stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.

Patofisiologi Stroke Iskemik


Oklusi akut daripada pembuluh darah intrakranial menyebabkan berkurangnya aliran
darah menuju daerah otak yang diperdarahinya. Bagian terpenting dari berkurangnya aliran ini
adalah fungsi dari perdarahan kolateral dan semua ini bergantung dari anatomi pembuluh darah
individu yang bersangkutan, lokasi oklusi, dan tekanan darah sistemik. Penurunan aliran darah
otak sampai angka nol menyebabkan kematian jaringan otak dalam waktu 4-10 menit;
berkurangnya aliran hingga <16 -18 mL/100gr jaringan per menit menyebabkan infark dalam
waktu satu jam; dan berkurangnya aliran hingga <20mL/100 gr jaringan per menit
menyebabkan iskemi tanpa infark kecuali kondisi tersebut terjadi selama beberapa jam atau
hari. Jika penurunan aliran darah tersebut teratasi sebelum kematian sel yang signifikan, pasien
hanya akan mengalami simptom transien, dan sindrom klinisnya disebut TIA (Transient
Ischemic Attacks). Jaringan yang mengelilingi pusat infark yang mengalami iskemi namun
dapat mengalami perbaikan disebut penumbra iskemi. Penumbra dapat terlihat dalam
pemeriksaan MRI atau CT-scan menggunakan perfusion-diffusion imaging. Penumbra iskemi
tersebut dapat menjadi infark jika tidak ada perbaikan aliran darah dan menyelamatkan
penumbra dari infark adalah tujuan dari terapi revaskularisasi. 6-10
Infark serebral fokal terjadi melalui dua jalur yang terpisah yaitu :
1. Neurotic pathway : kerusakan yang cepat dari sitoskeleton sel, dikarenakan sel kekurangan
energi.
2. Apoptotic pathway : sel terprogram untuk mati.
Iskemi menghasilkan nekrosis dengan membuat neuron kekurangan glukosa dan
oksigen, yang selanjutnya menyebabkan kegagalan mitokondria untuk menghasilkan ATP.
Tanpa ATP, pompa ion membran berhenti berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi,
menyebabkan peningkatan jumlah ion kalsium intrasel. Depolarisasi neuron juga menyebabkan
pelepasan glutamat dari sinaps terminal; jumlah glutamat ekstrasel yang berlebih menyebabkan
neurotoksisitas dengan mengaktifkan reseptor glutamat post-sinaps yang meningkatkan influks
kalsium neuron. Radikal bebas dihasilkan dari degradasi lipid membran dan disfungsi
mitokondria. Radikal bebas menyebabkan destruksi katalitik pada membran dan turut merusak
fungsi vital lain dari sel. Pada iskemi yang lebih ringan, seperti iskemi pada penumbra, proses
apoptosis menjadi proses yang lebih sering terjadi, yang menyebabkan kematian sel beberapa
hari atau beberapa minggu kemudian. Demam dan hiperglikemi [glukosa >11.1 mmol/L (200
mg/dL)] memperburuk kerusakan otak yang sedang dalam kondisi iskemik. Oleh sebab itu,
penting sekali untuk mencegah terjadinya demam dan hiperglikemi sebisa mungkin saat stroke
terjadi. 6-10

X. Gejala Klinis
Stroke Iskemik
Pemeriksaan riwayat penyakit dan neurologis yang cermat dapat melokalisasi disfungsi otak;
jika regio tersebut merespon distribusi arteri tertentu, penyebab yang paling mungkin dapat
dipersempit. Sebagai contoh, jika pasien menunjukkan penurunan kemampuan dalam bicara
dan homonymous hemanopia kanan, pencarian emboli pada otak sebelah kiri tengah perlu
dilakukan. Pada bagian ini, akan dijelaskan gejala klinis yang muncul pada iskemi serebral
yang berasosiasi dengan teritorial vaskularisasi serebral tertentu. Sindrom stroke terbagi atas
stroke pembuluh darah besar di sirkulasi anterior, stroke pembuluh darah besar di sirkulasi
posterior, dan stroke di pembuluh darah kecil diluar kedua sirkulasi utama.8-11

Stroke yang terjadi pada area sirkulasi anterior


Sirkulasi anterior otak dibentuk oleh cabang-cabang arteri karotis interna. Pembuluh-pembuluh
ini dapat teroklusi karena penyakit pembuluh itu sendiri atau emboli dari tempat lain. Oklusi
pada setiap pembuluh darah utama intrakranial memiliki gejala klinis yang berbeda-beda.
1. Arteri serebri media (MCA)
Oklusi pada MCA atau salah satu dari cabang utamanya paling sering terjadi karena
embolus daripada karena aterotrombosis intrakranial. Arterosklerosis di MCA proksimal dapat
menyebabkan emboli distal di daerah otak tengah. Formasi kolateral melalui pembuluh
leptomeningeal sering mencegah stenosis MCA menjadi simptomatis. Oklusi umumnya
menghasilkan hemiparesis kontralateral, hipestesia kontralateral, hemanopia homonim
kontralateral. Sering terjadi agnosia. Afasia resepti ataupun ekspresif dapat terjadi jika lesi
terjadi pada hemisfer yang dominan. Pengabaian, kurangnya perhatian, dan hilangnya
kepekaan atas rangsang berulang yang simultan dapat terjadi sika lesi terjadi di hemisfer yang
non dominan. Karena MCA merupakan penyuplai darah pada jalur motorik ekstremitas atas,
kelemahan pada lengan dan wajah biasanya lebih buruk dibandingkan dengan dengan
ekstremitas bawah. 8-11
2. Arteria serebri anterior (ACA)
Gejala utamanya adalah kebingungan. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di
tungkai: lengan proksimal juga mungkin terkena, gerakan volunter tungkai yang bersangkutan
terganggu. Defisit sensorik kontralateral, demensia dan munculnya refleks patologis (karena
disfungsi lobus frontalis). 8-11
3. Arteri karotis interna
Gejala biasanya unilateral. Lokasi tersering adalah bifurkasio arteria karotis komunis
ke dalam arteri karotis interna dan eksterna. Cabang-cabang arteria karotis interna adalah
arteria oftalmika, arteria komunikans posterior, arteria koroidalis anterior, arteria serebri
anterior dan arteria serebri posterior. Pola tergantung dari sirkulasi kolateral. 8-11
Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut amaurosis fugaks) di sisi
arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteria retinalis. Kemudian gejala sensorik dan
motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri media. Lesi dapat terjadi
di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula
timbul di ekstremitas atas (misalnya tangan lemah, baal) dan mungkin mengenai wajah
(kelumpuhan tipe supranukleus). Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia
ekspresif karena keterlibatan daerah bicara = motorik Broca. 8-11

Stroke yang terjadi pada area sirkulasi posterior


Sirkulasi posterior terdiri atas sepasang arteri vetebralis, arteri basiler, dan sepasang
arteri serebral posterior. Arteri-arteri utama ini memberikan cabang-cabang sirkumferensial,
panjang ataupun pendek, dan memberi cabang penetrasi yang lebih kecil yang menyuplai
serebelum, medula, pons, midbrain, subtalamus, talamus, hippokampus, lobus temporal media
dan lobus oksipital. Oklusia pada setiap pembuluh memberi gejala klinis yang berbeda. 8-11

1. Arteri serebral posterior


Gejala klinis yang dapat muncul jika pembuluh ini mengalami oklusi adalah palsy nervus
okulomotor dengan ataksia kontralateral atau dengan hemiplegia kontralateral. Adanya ataksia
menandakan keterlibatan traktus dentarubrothalamik dan hemiplegi menunjukkan keterlibatan
pedunkulus serebral. Selanjutnya dapat muncul drowsiness,abulia, contralateral hemianopia
homonim dengan macula sparing, aleksia tanpa agraphia, coma, pupil yang tidak reaktif, tanda
piramidal bilateral, dan rigiditas deserebrasi. 8-11
2. Arteri vetebralis dan arteri serebelar posterior inferior
Manifestasinya biasanya bilateral. Gejala klinis yang dapat muncul adalah kelumpuhan di satu
sampai ke empat ekstremitas, meningkatnya refleks tendon, ataksia, tanda Babinsky bilateral,
vertigo, numbness pada wajah ipsilateral dan tungkai kontralateral, diplopia, disartria, dan
disfagia. 8-11
3. Arteri basiler
gejala klinis yang dapat muncul adalah ataksia serebelar ipsilateral yang parah, nausea,
vomitus, disartria, kehilangan sensasi nyeri dan temperatur pada ekstremitas, batang tubuh, dan
wajah kontralateral, tuli sebagian, tremor ataksik,nistagmus, dan tinitus. 8-11
Akan tetapi, kepastian lokasi oklusi tidak dapat diambil hanya dari gejala klinis yang
berhasil diperoleh, hal tersebut dikarenakan faktor-faktor berikut :
1. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya dengan sirkulus Wilisi.
Sumbatan total sebuah arteri karotis mungkin tidak menimbulkan gejala apabila arteri serebri
anterior sinistra dan arteri serebri media sinistra mendapat darah yang adekuat dari arteria
komunikans anterior. Apabila pasokan darah ini tidak memadai, mungkin timbul gejala berupa
kebingungan, monoparesis atau hemiparesis kontralateral, dan inkontinensia. 8-11
2. Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteria serebri anterior, media, dan
posterior di korteks serebrum. Anastomosis juga terdapat antara arteria serebri anterior kedua
hemisfer melalui korpus kalosum.
3. Setiap arteria serebri memiliki sebuah daerah sentra yang mendapat darah darinya dan suatu
daerah suplai perifer, atau daerah perbatasan, yang mungkin mendapat darah dari arteri lain.
4. Berbagai faktor sistemik dan metabolik ikut berperan dalam menentukan gejala yang
ditimbulkan dalam proses patologik tertentu. Sebagai contoh, pembuluh yang mengalami
stenosis mungkin tidak menimbulkan gejala asalkan tekanan darah sistemik 190/110 mmHg;
tetapi apabila tekanan tersebut berkurang menjadi 120/70 mmHg, dapat timbul beragam gejala,
tergantung pada lokasi daerah stenotik (seperti pada kondisi stroke trombotil pembuluh besar).
Hiponatremia dan hipertermia adalah faktor metabolik dan mendorong terjadinya defisit
neurologik apabila terdapat pembuluh yang stenotik. Hiponatremia menyebabkan
pembengkakan neuron yang ditimbulkan oleh pergeseran osmotik cairan dari kompartemen
cairan ekstrasel ke dalam kompartemen cairan intrasel yang relatif hipertonik. Hipertermia
meningkatkan aktivitas metabolik dan kebutuhan oksigen pada sel-sel yang mungkin
mengalami kekurangan oksigen karena menyempitnya arteri-arteri yang memperdarahi sel-sel
tersebut. 8-11

XI. Penatalaksanaan
Kegawat daruratan stroke
Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya
pengobatan stroke sedini mungkin, karena jendela terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan
hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah:
- Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas.
- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam,
dengan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin 0,45%, karena dapat
memperhebat edema otak.
- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui hidung.
- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut.
- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan larutan foto rontgen toraks.
- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit,
kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum dan kreatinin), masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial.
- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri dan
screening toksikologi.
- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
- CT-Scan atau resonansi magnetic bila alat tersedia. Bila tidak ada, dengan skor siriraj untuk
menentukan jenis stroke. 11-12

Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. 11-12
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. 11-12
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah
< 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya. 11-12
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg,
diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE,
atau antagonis kalsium. 11-12
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih
< 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110
mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1
g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik
(NaCl 3%) atau furosemid. 11-12

Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika
didapatkan afasia). 11-12

Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. 11-12
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriove- nous malformation, AVM).11-12

XI. Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam
sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
sebagai berikut:
- Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian kejang
umumnya memperberat defisit neurologik.
- Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan
analgetik dan kadang antiemetik.5
Selain itu harus diwaspadai adanya:
-
Transformasi hemoragik dari infark
-
Hidrosefalus obstruktif
-
Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari kemudian.
-
Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada infeksi
umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.
-
Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien menderita
juga trombosis vena dalam (DVT).4
-
Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat
stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi gangguan ritme
jantung.
-
Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64%
penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia
kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.5
-
Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama terjadi pada
pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab menurunnya fungsi
neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang.
-
Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau gangguan
fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke.4
-
Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan
komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan
antagonis H2 pada pasien stroke ini.6
-
Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.
-
Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.
-
Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus
sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.
-
Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.5

XII. Pencegahan
Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan menjaga kebiasaan hidup sehat. Kebiasaan
hidup sehat itu disebut juga paradigma hidup sehat, yang berisi anjuran:
1.Hentikan merokok,
2.Hentikan kebiasaan minum alkohol,
3.Periksa kadar kolesterol,
4.Periksa dan kontrol penyakit diabetes,
5.Berolahraga secara teratur,
6.Kontrol konsumsi garam,
7.Hindari stres dan depresi,
8.Hindari obesitas.

Walaupun pasien telah mengalami stroke, kita tetap melakukan pencegahan terjadinya
stroke agar tidak berulang. Dan fokus untuk pencegahannya bukan hanya anjuran hidup sehat
melainkan juga kontrol atau pengobatan terhadap faktor risiko yang dimiliki, seperti:
Pemberian terapi antiplatelet(Aspirin) untuk pencegahan serangan ulang pada seluruh pasien
yang sebelumnya mengalami stroke iskemik atau TIA dengan dosis 50-325mg per hari. Selain
itu diperlukan juga kontrol terhadap penyakit jantung yang dimiliki seperti pemberian
antikoagulan untuk penderita stroke akibat kardioemboli.6
Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :
1. Hipertensi
Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang
stroke. Menurut Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah
untuk pencegahan stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).8
2. Diabetes
Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya <130/80mmHg.
Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar glukosa dan dianjurkan
mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi komplikasi vaskular. Menurut Canadian
Diabetes Association, target untuk kadar gula darah adalah 4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-
10.0mmol/L 2 jam setelah makan.8
3. Kolesterol
Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L
harus dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini dilakukan
sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.
Kontrol terhadap perilaku yang bisa diubah :
1. Merokok
Semua penderita stroke yang merokok harus dianjurkan berhenti merokok. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan terapi tambahan berupa terapi pengganti nikotin dan
terapi perilaku.9
2. Alkohol
Pasien yang merupakan peminum berat seharusnya berhenti atau mengurangi
konsumsi alkohol sampai ke titik yang aman, yaitu berkisar 14 minuman dalam 1 minggu untuk
pria dan 9 minuman untuk wanita. Tetapi, titik aman tersebut tidak sama untuk semua orang
sehingga berhenti mengkonsumsi alkohol lebih baik.4
3. Obesitas
Penurunan berat badan merupakan hal yang dianjurkan sampai dicapai
BMI 18.5-24.9kg/m2 dan lingkar pinggang <88 cm untuk wanita dan <102 cm untuk pria.
Konsumsi makanan rendah lemak dan natrium, dan banyak konsumsi buah dan sayur
dianjurkan.8
4. Aktivitas fisik
Bagi penderita stroke yang mampu melakukan aktivitas fisik, latihan fisik 30-60 menit
seperti berjalan, jogging, bersepeda selama 4-7 hari dalam seminggu dapat mengurangi faktor
risiko dan faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian stroke.9

XIII. Prognosis
Prognosis setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi, tergantung pada tingkat
keparahan stroke dan pada kondisi premorbid pasien, usia, dan komplikasi poststroke.
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik dari infark mereka. Hal ini diperkirakan
terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, dengan tidak adanya trombolitik.
Hemoragik transformasi tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari
perdarahan petekie kecil untuk evakuasi hematoma yang membutuhkan. Dalam studi
Framingham Stroke dan Rochester, angka kematian secara keseluruhan pada 30 hari setelah
stroke adalah 28%, tingkat kematian pada 30 hari setelah stroke iskemik adalah 19%, dan 1-
tahun kelangsungan hidup tingkat untuk pasien dengan stroke iskemik adalah 77%. 8-11
Prognosis stroke hemoragik bervariasi tergantung pada tingkat keparahan stroke dan
lokasi dan ukuran pendarahan. Turunkan nilai Glasgow Coma Scale yang berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Sebuah volume darah yang
lebih besar pada presentasi dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk. Pertumbuhan volume
hematoma dikaitkan dengan kondisi fungsional buruk dan angka kematian meningkat.
Perimesencephalic Nonaneurysmal memiliki perjalanan klinis kurang parah dan, pada
umumnya, prognosis yang lebih baik. 8-11
Kehadiran darah dalam ventrikel dikaitkan dengan angka kematian lebih tinggi. Dalam
satu studi, adanya darah pada presentasi intraventrikular dikaitkan dengan peningkatan lebih
dari 2 kali lipat dalam kematian. Pasien dengan antikoagulasi terkait perdarahan intraserebral
memiliki tingkat kematian lebih tinggi dan hasil fungsional buruk.

Daftar Pustaka

1. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta:EGC;2003.hal. 267-83.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta:EGC;2009.hal.77-89.
3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.edisi 8.
Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290.
4. Junadi,Purnawan, Kapita selekta kedokteran, Jilid ke II, Penerbit FKUI, Jakarta. 2005.h. 17-
26.
5. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam:
Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003:79-102
6. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi
6. Jakarta: EGC; 2005. Hal.966-71.
7. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon SD. Neurology: a queenshare textbook. USA:John
Wiley and Sons;2011.Hal 125-43
8. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. : McGraw-Hill Companies; 2006.
Hal 107-41.
9. McPhee SJ, Ganong WF. Patophysiology of disease: an introduction to clinical medicine.
Edisi 5.USA: McGraw-Hill Companies; 2005. Hal 582-4.
10. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatmen. International
Edition.USA: McGraw-Hill Companies; 2008. Hal 975-80.
11. Fauci AS, et al. Harrisons principles of internal medicine.Edisi 18. USA: McGraw-Hill
Companies; 2011. Hal. 3270-99.
12. Algoritma Kegawatdaruratan Stroke menurut American Heart Association. Diunduh
darihttp://ummc-acls.org/mod/resource/view.php?id=14. Diunduh tanggal 7 Januari 2012.
13. Stroke. Diunduh dari : http://www.theuniversityhospital.com/stroke.

Anda mungkin juga menyukai