Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

URETEROLITIASIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Choirotun Jumiyyatin Nisak


20120310248
Pembimbing
dr. Waisul Choroni Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2016
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
URETEROLITIASIS

Disusun oleh :
Choirotun Jumiyyatin Nisak
20110310248

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada : Oktober 2016

Dokter Pembimbing

dr. Waisul Choroni Sp.PD


BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang sering terjadi
pada perempuan. Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis kronik, dan
urethritis. Sebagai

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

No. RM : 328158
Nama : Ny.M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 27-07-1973
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan terakhir: Tamat SD
Alamat : karang asem muntuk dlingo, bantul
Tanggal masuk : 1-11-2016
Tanggal keluar : -

B. ANAMNESA

Pada tanggal 1 Oktober 2016, pasien datang sadar diantar keluarganya ke IGD dengan keluhan
utama nyeri perut. Nyeri perut dirasakan menjalar ke punggung kanan, bahu kanan dan
ekstremitas kanan bawah, nyeri dirasakan sudah kurang lebih 3 hari ini. Nyeri dirasakan hilang
timbul. Pasien mengatakan 3 hari yang lalu demam dan dibawa ke PKU kemudian disuntikkan
obat demam turun dan membaik. Pusing (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun, BAB
tak, BAK tak.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat demam tifoid : ya ( tahun 2015)
Riwayat demam berdarah dengue : disangkal
Riwayat asma: disangkal.
Riwayat penyakit jantung: disangkal.
Riwayat infeksi saluran kemih: disangkal.
Riwayat batu saluran kemih: disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: sedang, compos mentis


Suhu: 37,7 0C (axila).
TD: 110/70 mmHg
Napas: 18 kali/menit
Nadi: 116 kali/menit
Kepala: mesocephal, tidak terdapat massa atau benjolan, rambut warna hitam, distribusi
rambut merata, rambut tidak mudah rontok.
Mata: conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, conjungtiva suffusion -/-, secret conjungtiva -/-
Hidung: deviasi (-/-), discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-), epitaksis (-/-).
Telinga: simetris (+), serumen (-/-).
Mulut: sianosis (-), lidah kotor (+), faring hiperemis (-).
Leher: pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-).
Thorax :
Inspeksi : simetris (+), retraksi (-/-), scar (-).
Palpasi : vocal vremitus simetris (+), pengembangan paru simetris (+).
Perkusi : sonor (+/+).
Auskultasi :
- Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
- Cor : S1 dan S2 reguler, bising jantung (-).
- Abdomen :
Inspeksi : ikterik (-), distensi (-), scar (-).
Auskultasi : peristaltic (+).
Perkusi : timpani (+), pekak beralih (-).
Palpasi : nyeri tekan pada daerah epigastric (+)
Hepar dan lien tidak teraba membesar.
Ekstremitas:
Ekstremitas superior : akral hangat (+/+), edem (-/-)
Ekstremitas inferior : akral hangat (+/+), edem (-/-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
20-09-2016

Pemeriksaan 20-09-2016 24-092016 Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 10,4 10,6 12-16 g/dl

Leukosit 6,8 4,84 4-11 103/uL

Eritrosit 4,14 4,26 4-5 106/uL

Trombosit 420 400 150-450 103/uL

Hematokrit 32,9 33,7 36-46 vol%

Hitung jenis

Eosinofil 0 3 2-4 %

Basophil 1 1 0-1 %

Batang 14 0 2-5 %

Segmen 69 70 51-67 %

Limfosit 14 15 20-35 %

Monosit 2 11 4-8 %

Sero imunologi

S typhi O + 1/80 - -

S typhi H + 1/320 1/320 -

S Paratyphi AH - - -

S Paratyphi AO - -

Pemeriksaan Hasil Rujukan


Urinalisa
Warna Kuning kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Reduksi - -
Bilirubin - -
Keton urin - -
BJ N 1,015 1,025

Darah Samar 2+ -
PH N 5 8,5

Protein N -
Urobilinogen N 0.2-1.0
Nitrit - -
Leukosit eksterase - -
Sedimen Urin
Eritrosit 7-10 0-2/LPK
Leukosit 0-1 0-3/LPK
Sel epitel + +
Kristal
Ca oksalat - -
Asam urat - -
Amorf - -
Silinder
Eritrosit - -
Leukosit - -
Granular - -
Bakteri - -
Lain-lain - -

E. DIAGNOSIS KERJA
Tifoid Fever
GERD

F. PENATALAKSANAAN IGD
Infus Ringer lactat 15 tetes/menit
Injeksi ciprofloxacin 2x200 mg
Injeksi ondansetron 1 Ampul/12 jam
Injeksi pepsol dalam NS 500 cc habis dalam jam
Ulsafat syrup 3x1 cth
Paracetamol (jika demam )

G. FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Follow Up
20-09-2016 S : Pasien datang dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit. Demam naik-turun, terutama naik saat
sore hari. Keluhan disertai dengan mual dan muntah, muntah
4x kali. BAB frekuensi berulang, BAK terakhir 3 jam
sebelum masuk rumah sakit. Nafsu makan dan minum
berkurang.
O : KU Sedang , Composmentis
TD : 110/70
Temperatur: 37
Nadi : 76
RR : 20
Kepala : mata CA-/-,SI-/-
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : S1S2 reguler, Bising Jantung -
Abdomen : supel +, nyeri tekan epigastrik +
Ekstremitas : akral hangat +, edema-
A : Typhoid Fever
GERD
P : Infus Ringer lactat 15 tetes/menit
Injeksi ciprofloxacin 2x200 mg
Inj ondansetron 1 Amp/ 12 jam
Injeksi pepsol 1 Ampul/24 jam dalam NS 500 cc habis dalam
jam
Ulsafat syrup 3x1 cth
Paracetamol (jika demam )

21-09-2016 S : Demam masih naik turun, demam terutama sore menjelang


malam hari. Semalam demam dan mual. Sekarang mual (-),
muntah (-), demam (-). Nafsu makan masih sedikit, BAB (-),
BAK lancar, nyeri perut (+)

O : KU Sedang , Composmentis
TD : 110/70
Temperatur: 36,5
Nadi : 76
RR : 22
Kepala : mata CA-/-,SI-/-
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : S1S2 reguler, Bising Jantung -
Abdomen : supel +, nyeri tekan epigastrik +
Ekstremitas : akral hangat +, edema-
A : Typhoid Fever
GERD
P : Infus Ringer lactat 15 tetes/menit
Injeksi ciprofloxacin 2x200 mg
ondansetron tab 3x1 (Jika perlu : mual)
Injeksi pepsol 1 Ampul/24 jam
Ulsafat syrup 3x1 cth
Paracetamol (jika demam )
22-09-2016 S : pasien mengeluhkan perutnya terasa perih. Demam masih naik
turun, demam terutama sore menjelang malam hari. Semalam
demam (+), mual (+), muntah (-). Sekarang mual (-), muntah
(-), demam (-), batuk (+). Nafsu makan masih sedikit, BAB (-),
BAK lancar, nyeri perut (+)
O : KU Sedang , Composmentis
TD : 110/70
Temperatur: 36,2
Nadi : 72
RR : 20
Kepala : mata CA-/-,SI-/-
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : S1S2 reguler, Bising Jantung -
Abdomen : supel +, nyeri tekan epigastrik +
Ekstremitas : akral hangat +, edema-
A : Typhoid Fever
GERD
P : Infus Ringer lactat 15 tetes/menit
Injeksi ciprofloxacin 2x200 mg
ondansetron tab 3x1 (Jika perlu : mual)
Injeksi pepsol 1 Ampul/24 jam
Ulsafat syrup 3x1 cth
Paracetamol (jika demam )

23-09-2016 S : Psien mengeluhkan semalam demam (+), mual (+), muntah (-).
Sekarang mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (+). Nafsu
makan masih sedikit, BAB (-), BAK lancar, nyeri perut (+)
O : KU Sedang , Composmentis
TD : 110/80
Temperatur: 36,8
Nadi : 78
RR : 20
Kepala : mata CA-/-,SI-/-
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : S1S2 reguler, Bising Jantung -
Abdomen : supel +, nyeri tekan epigastrik +
Ekstremitas : akral hangat +, edema-
A : Typhoid Fever
GERD
P : Infus Ringer lactat 15 tetes/menit
Injeksi ciprofloxacin 2x200 mg
ondansetron tab 3x1 (Jika perlu : mual)
Injeksi pepsol 1 Ampul/24 jam
Ulsafat syrup 3x1 cth
Paracetamol (jika demam )

24-09-2016 S : Semalam demam (+), mual (-), muntah (-). Sekarang mual (-),
muntah (-), demam (-), batuk (+). Nafsu makan masih sedikit,
BAB (-), BAK lancar, nyeri perut (+)
O : KU Sedang , Composmentis
TD : 110/70
Temperatur: 36,2
Nadi : 80
RR : 20
Kepala : mata CA-/-,SI-/-
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : S1S2 reguler, Bising Jantung -
Abdomen : supel +, nyeri tekan epigastrik +
Ekstremitas : akral hangat +, edema-
A : Typhoid Fever
GERD
P : Infus Ringer lactat 15 tetes/menit
Injeksi ciprofloxacin 2x200 mg
ondansetron tab 3x1 (Jika perlu : mual)
Injeksi pepsol 1 Ampul/24 jam
Ulsafat syrup 3x1 cth
Paracetamol (jika demam)
+ Tiamphenicol 3x500 mg
+ Fleet enema 1x1
Plan : Cek darah rutin
Cek ureum kreatinin, SGOT, SGPT, GDS,UL, Widal
26-09-2016 S : Pasien sudah membaik, Demam (-), mual (-), muntah (-). Nafsu
makan meningkat. BAB tak , BAK lancar, nyeri perut (-)
O : KU baik, composmentis
TD : 110/70
Temperatur: 36,2
Nadi : 80
RR : 20
Kepala : mata CA-/-,SI-/-
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : S1S2 reguler, Bising Jantung -
Abdomen : supel +, nyeri tekan epigastrik +
Ekstremitas : akral hangat +, edema-
A : Typhoid Fever
GERD
P : Infus Ringer lactat 15 tetes/menit
Injeksi ciprofloxacin 2x200 mg
ondansetron tab 3x1 (Jika perlu : mual)
Injeksi pepsol 1 Ampul/24 jam
Ulsafat syrup 3x1 cth
Paracetamol (jika demam)
Obat pulang :
Lanzoprazol 1x1
Domperidon 3x1
Ciprofloxacin 2x500mg
Ulsafat syr 3x1 cth
Cefuroxime 2x500 mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi gastrointestinal yang disebabkan oleh


masuknya bakteri Salmonella typhi ke dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi oleh bekteri tersebut.[ CITATION Aru09 \l 1033 ]. Gejalanya
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

B. Insiden
Insiden demam tifoid bervariasi setiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air
bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang
kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan[ CITATION Aru09 \l 1033 ]

C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh masuknya bakteri Salmonella typhi melalui makanan yang
telah terkontaminasi oleh bakteri tersebut.[ CITATION Aru09 \l 1033 ]. Salmonella typhi
adalah bakteri gram negatif, yang mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora fakultatif anaerob. Salmonellaa typhi memiliki 3 antigen yaitu :
1. Antigen O (antigen somatik) yaitu terletak diluar lapisan tubuh kuman. Antigen ini
memiliki struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen flagella) yang terletak pada flagella, fimbrae atau fili dari
kuman. Antigen ini memiliki struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid dan tidak tahan terhadap panas di atas 60 C.
3. Antigen Vi adalah polimer polisakarida yang bersifat asam yang terletak pada
kapsul(envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman dari fagositosis.

D. Pathogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan
dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak.
Bila respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di laminan
propria kuman berkembang biak dan di fagosit oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak payeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus thorakikus
kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke sirkulasi darah (mengakibatkan
bekteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama di hati dan limpha. Di organ ini kuman meninggalkan sel fagosit dan
berkembang diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi
darah lagi mengakibatkan bacteremia yang kedua kalinya disertai tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik seperti demam, malaise, myalgia, sakit kepala dan sakit perut.
E. GAMBARAN KLINIS
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan gejala seperti infeksi akut
pada umumnya yaitu: demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan
fisik hanya di dapatkan suhu badan yang meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala
timbul lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah berselaput (kotor di tengah,
tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegaly, splenomegaly, meteroismus (keadaan
perut kembung), gangguan mental berupa somnolen,stupor, koma, delirium atau psikosis.
[ CITATION Aru09 \l 1033 ].
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten
dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan menigkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
2. Gangguan saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas yang berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. pada abdomen dapat ditemukan meteorismus
(kembung pada perut). Hepatomegaly, splenomegaly. Biasanya didapatkan
konstipasi, normal ataupun diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak begitu dalam yaitu dari
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
F. Diagnosis Banding
Demam berdarah Dengue
Malaria
Leptospirosis

Aspek Tifoid DBD Malaria Leptospirosis

Pola demam Demam continue Demam Bifasik ( satu Demam Demam


(minggu pertama) penyakit dengan 2 intermitten ( suhu
Demam intermitten
episode demam yang badan turun ke
minggu kedua. Demam
berbeda). Fase demam tingkat yang
terutama pada sore dan
selama 2-7 hari, normal selama
malam hari.
diikuti masa kritis beberapa jam
selama 3 hari yang dalam sehari)
pada fase ini pasien
sudah tidak demam.
Gejala Pusing, anoreksia, Nyeri kepala, nyeri Trias malaria Menggigil , sakit
penyerta mual, muntah, nyeri retroorbital, (demam- kepala, anoreksia,
otot, pegal-pegal, myalgia/atralgia, menggigil- myalgia yang
insomnia, diare, ruam, gusi berdarah, berkeringat), hebat pada betis
konstipasi, nyeri mimisan, nyeri perut, sakit kepala, nyeri (nyeri
abdomen. mual, muntah, otot dan sendi, gastrocnemius),
hematemesis, melena sakit perut, mual, nyeri pada paha
muntah, diare dan pinggang,
mual , muntah,
diare, nyeri
abdomen,
fotofobia,
penurnan
kesadaran
Pemeriksaan - Suhu tinggi, - Suhu >37,5 - Suhu tubuh - Demam
- Lidah kotor dan - Ptekie, ekimosis, - Icterus
fisik dapat
- Nyeri tekan
ditutup selaput putih purpura
meningkat
- Perdarahan mukosa gastrocnemius
(coated tongue),
- Rumple leed + sampai >40oC - Ruam kulit
- ujung tepi lidah
- Hepatomegaly - Kulit terlihat - Limfadenopati
kemerahan dan - Splenomegaly - Hepatomegaly
memerah,
- Kebocoran - Splenomegaly
tremor,
teraba panas - Edema
- bau mulut karena plasma (acites,
- Bradikardi
dan kering
demam lama, efusi pleura)
- Nadi teraba relative
- nyeri tekan regio
- Conjunctival
cepat
epigastrik,
- Pernapasan suffusion
- hapatosplenomegali
- Gangguan
cepat
,
perdarahan
- bradikardi relative (takipneu)
- Kulit teraba (petechie,
( peningkatan suhu
dingin dan epistaksis,
tidak disertai
berkeringat purpura,
peningkatan
- Kepala : CA +,
perdarahan
frekuensi nadi)
SI +, bibir
gusi)
sianosis, kaku - Kaku kuduk
kuduk ( malaria tanda
serebral) meningitis
- Hepatomegaly -
- Splenomegaly
- Asites
- Oliguria atau
anuria. Urin
warna coklat
kehitaman.
Pemeriksaan Leukopeni, limfositosis Leukosit normal atau Hapusan darah Leukosit
penunjang relatif, monositosis, menurun, perifer tebal dan berjumlah 3000-
aneosinofilia, trombositopenia (hari tipis ditemukan 26000/ul,
trombositopenia ringan. ke 3-8), peningkatan parasite trombositopenia
Widal : titer S. typhi O
hematokrit 20% dari plasmodium ringan, urin
>1/160
hematokrit awal rutin : sedimen
urin (leukosit,
eritrodsit,
granular) dan
proteinuria ringan,
jumlah sedimen
eritrosit biasanya
meningkat
Penyebab Bakteri Salmonella typhi Virus Dengue Parasit Bakteri
plasmodium Leptospira
interogans
Faktor risiko Riw. Tinggal di tempat Tinggal di daerah Riw. Menderita Riw. Bekerja atau
yang sanitasi lingkungan endemis DBD, malaria terpaoar dengan
dan penyediaan air musism panas dan sebelumnya, lingkungan yang
bersih kurang memadai kelembaban tinggi, tinggal di daerah terkontaminasi
kesehatan. Kurangnya sekitar rumah banyak endemis malaria, dengan kencing
kualitas hygiene pribadi. genangan air pernah tikus.
berkunjung 1-4
minggu di daerah
endemic malaria,
riw. Mendapat
tranfusi darah

G. Komplikasi
1. Typhoid toksik (typhoid encepalopathi)
Penderita dengan sindrom demam typhoid dengan panas tinggi yang disertai dengan
kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.
2. Syok septik
Penderita dengan demamtyphoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang
berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun,
nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
3. Perdarahan dan perforasi intestinal
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat diketahui dengan
pemeriksaan fese (occult bold test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut
abdomen peritonitis. Pada fotoabdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah
didapatkan gas bebbas dalam rongga perut.
4. Hepatitis typhosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegaly, kelainan tes fungsi hati.
5. Pankreatitis typhosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase.
Tanda ini dapat dibantu dengan USG ata CT scan.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Rutin Darah lengkap :
Hitung leukosit total menunjukkan adanya leukopenia (<5000 per mm3), limfositosis
relatif, monositosis, aneosinofilia, dan trombositopenia ringan. [ CITATION Per13 \l
1033 ]
SGOT SGPT seringkali meningkat, tetapi akan menjadi normal setelah sembuh.

2. Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Pada
uji widal terdapat reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibody
yang disebut aglutinin. Maksud dari uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita yaitu :
- Aglutinin O (dari tubuh kuman)
- Aglutinin H (Flagela kuman)
- Aglutinin Vi (Simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman tersebut. [ CITATION Aru09 \l 1033 ]

Pembentkan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke 4 dan tetap tinggi
selama beberapa minggu. Pada fase akut, mula-mula timbul aglutinin O, kemudian
diikuti dengan aglutinin H. orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap
dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12
bulan. Oleh karena itu widal bukan penentu kesembuhan.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi uji widal:

- Pengobatan dini dengan antibiotik


- Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid
- Waktu pengambilan darah
- Daerah endemic atau non endemic
- Riwayat vaksinasi
- Reaksi anamnestic: peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan tifoid, akibat
demam tifoid masa lalu atau vaksinasi.
- Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinasi siang, dan strain
salmonella yang digunakan untuk suspense antigen

Interpretasi uji widal:

- Titer O yang tinggi (>160) menunjukkan adanya infeksi akut


- Titer H tinggi (>160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi
- Titer antibosi yang tinggi pada antigen vi terjadi pada carrier. [ CITATION
Dok16 \l 1033 ]
3. Uji tubex

Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana
dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna
untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan
antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella
serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu
beberapa menit (Chrishantoro, 2006). Tubex, mendeteksi kemampuan antibodi
anti-Salmonella O9 dari serum pasien dengan cara menghambat ikatan antara
indikator antibodi-partikel dan magnetik antigen-partikel. Tes ini juga spesifik
untuk mendeteksi antigen Salmonella O9 (lipopolisakarida grup D) dalam larutan
dan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi organisme Salmonella grup D
secara langsung dari koloni agar atau kultur darah. Secara imunologi antigen o9
bersifat imunodominan sehingga dapat merangsang imun secara independen
terhadap timus dan dapat merangsang mitosis sel B tanpa bantuan sel T. karena
sifat-sifat tersebut respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga
deteksi terhadap antigen O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5
untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder.

I. Penatalaksanaan
Menurut Sudoyo (2009) terdapat trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu :
1. Istirahat dan perawatan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
2. Diet dan terapi penunjang untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien
secara optimal. Pertama untuk penderita demam tifoid diberikan diet bubur saring
kemudian (untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi
usus), ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi. Pemberian diet
disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien
3. Pemberian antimikroba
Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan untuk pengobatan tifoid adalah
sebagai berikut :
- Kloramfenikol
- Tiamfenikol
- Kotrimoksazol
- Ampisilin dan amoxsicilin
- Sefalosporin generasi ketiga
- Golongn fuorokuinolon

Permenkes (2013), memberikan penatalaksanaan dengan :

a. Terapi supportif
Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
Diet tinggi kalori dan tinggi protein
Konsumsi obat secara rutin dan tuntas
Kontrol dan monitor tanda vital pasien
b. Terapi simptomatik
Untuk menurunkan demam dan mengurangi keluhan gastrointestinal
c. Terapi definitive dengan antibiotic
Antibiotic lini pertama untuk demam tifoid adalah kolramfenicol, ampisilin atau
amoksisilin, dan kortrimiksazol. Bila pemberian salah satu antibiotic lini pertama
tidak efektif dapat diganti dengan antibiotic lain atau antibiotic lini kedua yaitu
ceftriaxone, cefotaxime , kuinolon (ciprofloxacin, ofloxacin).
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Diagnosis

Pada pasien ini di diagnosis typhoid fever karena pasien mengalami demam lebih
dari 7 hari. Demam di minggu kedua dirasakan hanya pada saat malam hari. Gejala
pertama yang dialami oleh pasien adalah demam selama 7 hari seblelum masuk rumah
sakit yang disertai gejala lain yaitu mual, muntah, gangguan pencernaan yaitu BAB
dengan frekuensi yang sering dan beberapa hari kemudian konstipasi, nafsu makan yang
menurun disertai nyeri perut yang membuat tidak nyaman. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan beberapa gejala yang sesuai dengan typhoid fever yaitu lidah berselaput putih
(coated tongue), nyeri tekan epigastrik dan bradikardi relative. Pemeriksaan penunjang
didaptkan leukosit yang normal namun cenderung rendah, aneosinofilia, dan monositosis.
Penegakan diagnosis dilakukan dengan beberapa pemeriksaan penunjang uji widal
dengan hasil titer S typhi O 1/80, untuk bisa memastikan diagnosis typhoid seharusnya
didaptkan titer O>1/160 akan tetapi karena sebelum sampai rumah sakit pasien telah
mengkonsumsi antibiotic ciprofloxacin yang dapat mempengaruhi hasil uji widal.
Pada typhoid dapat dilakukan uji widal atau tubex untuk menegakkan
diagnosis. Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta
sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam
penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan
memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi).
Kelemahan lain adalah banyak terjadi hasil negatif palsu dan positif palsu pada tes
ini. Hasil negatif palsu tes Widal terjadi jika darah diambil terlalu dini dari fase tifoid.
Pemberian antibiotik merupakan salah satu peyebab penting terjadinya negatif palsu.
Penyebab hasil negatif lainnya adalah tidak adanya infeksi S. Typhi, status karier,
inokulum antigen bakteri pejamu yang tidak cukup untuk melawan antibodi,
kesalahan atau kesulitan dalam melakukan tes dan variabilitas antigen (Hosoglu et al,
2008).Hasil positif palsu dapat terjadi apabila sudah pernah melakukan tes demam
tifoid sebelumnya, sudah pernah imunisasi antigen Salmonella sp. Ada reaksi silang
sebelumnya dengan antigen selain Salmonella sp., variabilitas dan kurangnya standar
pemeriksaan antigen, infeksi malaria atau bakteri enterobacteriaceae lainnya,
peayakitlain, seperti dengue (Hosoglu et al, 2008).
Uji tubex memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan uji widal. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu
beberapa menit (Chrishantoro, 2006). Kelemahan uji tubex adalah harganya yang
lebih mahal dibandingkan dengan uji widal, oleh karenanya terkadang uji widal lebih
dipilih sebagai penegakan diagnosis dikombinasikan dengan gejala klinis yang ada.

B. Penatalaksanaan typhoid dan terapi pilihan


Pada dasarnya penatalaksanaan demam tifoid ada 3 hal yaitu terapi supportif, terapi
simptomatik, terapi definitive[ CITATION Per13 \l 1033 ]
Pada pasien ini diberikan beberapa terapi yaitu
1. Terapi supportif diberikan: Infus Ringer Lactat 15 tetes per menit untuk memenuhi
kebutuhan cairan pasien.
2. Terapi definitive diberikan : Injeksi ciprofloxacin 2x200mg
Ciprofloxacin merupakan antibiotic sintetik golongan quinolone yang bekerja dengan
menghambat DNA-Girase. Ciprofloxacin efektif terhadap bakteri yang resisten
terhadap antibiotika lainnya seperti penisilin, aminoglikosida, sefalosporin dan
tetrasiklin. Ciprofloxacin efektif terhadap bakteri gram negative dan gram positif.
[ CITATION Roz12 \l 1033 ].indikasi ciprofloxacin pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh kuman pathogen yang peka terhadap ciprofloxacin: infeksi saluran
kemih, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan termasuk demam tifoid
dan paratifoid.
Secara in vitro golongan quinolone sangat efektif terhadap salmonella, dapat
menembus makrofag dan mencapai konsentrasi yang tinggi dalam usus dan dinding
kantong empedu. Ciprofloxacin terbukti sangat efektif, dalam dua penelitian karier
salmonella typhi tidak muncul lagi.[ CITATION Dok16 \l 1033 ]
3. Terapi simptomatik diberikan :
Paracetamol (jika demam)
Ulsafat syr 3x1 cth
Ulsafat adalah obat yang mengandung sucralfat, suatu senyawa kompleks
alumunium hidroksida dan sukrosa sulfat yang berfungsi sebagai antasida
minimal.[ CITATION Dok16 \l 1033 ]
Injeksi ondansetron 1Ampul/12 jam (diberikan untuk mencegah muntah). Pada
pasien ini diberikan ondansetron untuk mencegah mual dan muntahnya.
Injeksi pepsol 1Ampul/12 jam ( penghilang gejala dan pengobatan jangka pendek
gangguan lambung dan usus yang memerlukan sekresi asam lambung)
Lansoprazol: obat golongan pompa proton inhibitor, bekerja dengan menekan
sekresi asam lambung dengan menghambat secara spesisfik dan irreversible
system pompa asam dalam mukosa lambung. Lanzoprazol digunakan dalam
pengobatan GERD, suatu penyakit dimana penderita mengalami sensasi terbakar
pada area kerongkongan yang disebabkan karena naiknya asam lambung yang
mengakibatkan adanya iritasi. Efek samping: diare, nyeri perut, sembelit, mual
dan muntah[ CITATION Far16 \l 1033 ].
Domperidon
Obat oral untuk mual dan muntah [ CITATION Bad15 \l 1033 ]
Fleet enema : diberikan untuk melancarkan buang air besar, karena beberapa hari
pasien tidak bisa buang air besar (konstipasi)
BAB V
KESIMPULAN

1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi gastrointestinal yang disebabkan oleh


masuknya bakteri Salmonella typhi ke dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi oleh bekteri tersebut.
2. Patofisiologi demam tifoid meliputi masuknya bakteri salmonella typhi melalui makanan yang
terkontaminasi, masuk ke usus halus kemudian masuk ke jaringan limfoid plak payeri. Bakteri
tersebut mengeluarkan endotoksin yang menimbulkan symptom hipertermia dan peningkatan
asam lambung.
3. Diagnosis typhoid didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Uji
widal lebih murah namun kurang sensitif. Sedangkan uji tubex lebih sensitive namun lebih mahal.
4. Terapi penatalaksanaan demam tifoid ada 3 hal yaitu: terapi supportif, terapi definitive, dan terapi
simptomatik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R., 2012. Buku Saku Dokter. [Online]


Available at: www.bukusakudokter.org
[Accessed 21 oktober 2016].
Anon., 2016. Dokumen Ilmiah Kedokteran. [Online]
Available at: www.dokudok.com
[Accessed 21 oktober 2016].
Permenkes, 2013. Demam Tifoid. In: Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: s.n., p. 116.
Sudoyo, A. W. et al., 2009. Demam Tifoid. In: Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing,
p. 2797.

Anda mungkin juga menyukai