Bab II Struma 2003 Edit
Bab II Struma 2003 Edit
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kelenjar Tiroid
3.1.1 Anatomi
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan
oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk seperti buah avokad, dengan
puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya
terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea
merupakan organ yang dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina
pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan trachea. Juga
sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus, biasanya
ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embrionik tiroid yang
teringgal pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian
atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah
disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muskular sering
menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muskular disebut
sebagai m. levator glandulae thyroidea.4
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas
kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n.
laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara
menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen.4,5
3.1.3 Histologi
Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel
kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-
folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Kelenjar
tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells
(parafollicular cells). 4
3.1.4 Fisiologi
Kelenjar tiroid merupakan salah satu dari beberapa kelanjar endokrin yang
dimiliki manusia. Kelenjar tiroid memproduksi triiodothyronine (T3) dan
thyroxin (T4). Kemampuan kelenjar tiroid dalam mensekresikan T3 dan T4
sangat berhubungan dengan hypothalamic-pituitary axis. sistem ini berawal dari
sekresi tirolibelin (TRH) dari hipotalamus yang selanjutnya akan menuju
reseptornya di hipofisis anterior dan menyebabkan sekresi tirotropin (TSH). TSH
akan berikatan dengan G-protein pada folikuler sel kelenjar tiroid yang akan
menyebabkan terjadinya produksi dan sekresi T3 dan T4. Selain melalui
mekanisme hypothalamic-pituitary axis produksi T3 dan T4 juga dapat
dipengaruhi oleh estrogen dan stress yang mengakibatkan peningktan
katekolamin. Keduanya mampu mempengaruhi hipofisis anterior untuk
mensekresikan TSH sebagai mediator produksi dan pelepasan T3 dan T4. 6,7
3.3 Prevalensi
Di Amerika Serikat prevalensi nodul tiroid soliter (uninodosa) sekitar 4-
7% dari penduduk dewasa, 3-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria.
Nodul akan ditemukan lebih banyak lagi pada waktu operasi, autopsi, dan dari
hasil pemeriksaan USG yang tidak terdeteksi secara klinik. Pada autopsi
nodularitas ditemukan pada sekitar 37% populasi, 12% diantaranya dari kelompok
yang terdiagnosa awal nodul soliter. Sekitar 5% terdiagnosa sebagai nodul tiroid
soliter ganas. Menurut Hegedus (2004), 20% kasus nodul soliter adalah bersifat
ganas. Belum ada data epidemiologi mengenai prevalensi nodul tiroid di bebagai
daerah di Indonesia yang dikenal memiliki tipologi geografis dan konsumsi
iodium yang bervariasi.9
3.8 Klasifikasi
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
3.4 Etiologi
Pembesaran pada kelenjar tiroid dapat diakibatkan oleh kondisi hipertiroid
maupun hipotiroid. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran atau
perubahan pada kelenjar tiroid diantaranya adalah defek genetik atau kongenital,
perubahan pada gen tertentu menyebabkan kegagalan fungsi dari hipotalamus atau
kelainan pembentukan pada masa organogenesis. Selain defek pada genetik
pembesaran kelenjar tiroid juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
yang di jelaskan pada tabel berikut:10
tabel defek genetic penyebab kelainan pada tiroid
3.9 Penatalaksanaan5,9,16
Pilihan terapi nodul tiroid:
1. Medikamentosa:
2. Pembedahan
Indikasi operasi pada struma adalah:
a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.
Kontraindikasi operasi pada struma:
a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya.
b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang
belum terkontrol
c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea
ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi,
tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan
eksisi yang baik.
d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena
metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi
dan sering hasilnya tidak radikal.
3. US Guided Laser Therapy
4. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah
nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut
suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel.
Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan
pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek
maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan
potong beku (VC ).
3.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah:
1. kompresi pada jalan nafas dan oesofagus apabila arah perbesaran kelenjar
tiroid kearah posterior.
2. Pada kondisi hipertiroid dapat timbul:
Dekompensasio kordis
Gagal ginjal
Diabetes
Diare, dll