Anda di halaman 1dari 19

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. RN

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 16 tahun

Alamat : Pondok Kopi, Jakarta Timur

Tanggal MRS : 27 April 2014

ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 27 April 2014)

Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kanan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Riw. Peny. Sekarang : Pasien datang ke poliklinik THT-KL dengan keluhan keluar
cairan dari telinga kanan, cairan yang keluar dari telinga kanan berwarna putih
kekuningan dan agak kental seperti nanah, cairan yang keluar jumlahnya cukup
banyak, keluarnya cairan tidak disertai dengan darah. Keluhan pasien sudah dirasakan
sejak 4 hari lalu, pasien mengeluh sakit jika telinga kanannya di sentuh, dan
pendengaran agak menurun. Enam hari yang lalu pasien mengeluhkan pilek. Pada saat
pemeriksaan pilek sudah tidak dirasakan lagi.
Riw. Peny. Dahulu : Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Tidak
ada riwayat keluar cairan dari dalam telinga kanan maupun kiri.
Riw. Peny. Keluarga: Pasien mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti
ini.
Riw. Pengobatan : Sejak keluhan berlangsung pasien belum berobat ke dokter.
Riw. Alergi : Riwayat alergi dan asma pada keluarga disangkal.
Riw. Psikososial : Pasien sering mengorek telinga dengan catton bud.

PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 27 April 2014)

1
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : composmentis, GCS : 15

Tanda vital

Nadi : 80 x/menit

Frek. nafas : 20 x/menit

Suhu : 37.0 oC

Tek. darah : 110/20 mmHg

STATUS THT-KL

Auris Dextra / Sinistra

Preaurikula : Kelainan kongenital (+/+) Fistula preaurikula


Palpasi : Helix sign (-/-), Tragus sign (-/-)
Canalis Acusticus Externus : Tenang (-/+), Sekret (+/-), Hiperemis (+/-)
Laserasi (-/-), Oedem (-/-), Bleeding (-/-), Blood cloth (-/-), Serumen (-/-), Massa (-/-)
Membran Timpani : Intak (-/+), perforasi (+/-), Retraksi (-/-), Refleks
cahaya (-/+), Hiperemis (+/-)
Retroaurikuler : Nyeri tekan prosesus mastoideus (-/-)
Tes Pendengaran :

Auris Dextra Auris Sinistra


Rinne + +
Weber Lateralisasi tidak ada Lateralisasi tidak ada
Swabach Normal Normal

Kesan : Normal Normal

Hidung

Rinoskopi Posterior :

2
- Cavum Nasi : Mukosa tenang (+/+), Sekret (-/-), Massa (-/-), Epistaksis (-/-),
Blood cloth (-/-)
- Konkha euthrophy (+/+), Hiperemis (-/-), livide (-/-), Massa (-/-)
- Deviasi septum (-/-)
Rhinoskopi posterior : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus Paranasal : Inspeksi pembengkakan pada wajah (-/-). Palpasi nyeri tekan
pada kedua pipi (-/-), Nyeri tekan pada bagian atas orbita (-/-)

Nasopharyng/oropharyng

Mukosa faring tenang (+), permukaan rata (+), abses (-), uvula simetris
(+), post nasal drip (-)
Tonsil (T1/T1), Hiperemis (-/-), Kriptus (-/-), Detritus (-/-), Granula (-/-)
Laringoskop indirek : Tidak dilakukan

Leher

Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

RESUME

Perempuan uisa 16 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar cairan dari
telinga kanan yang sudah dirasakan sejak 4 hari cairan yang keluar dari telinga kanan
berwarna putih kekuningan dan agak kental seperti nanah, cairan yang keluar jumlahnya
cukup banyak, pasien mengeluh sakit jika telinga kanannya di sentuh, dan pendengaran agak
menurun. Enam hari yang lalu pasien mengeluhkan pilek.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit ringan dengan kesadaran composmentis.
Tanda-tanda vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan status THT-KL didapatkan Fistula
preaurikula dextra dan sinistra, CAE auris dextra terdapat sekret dan hiperemis, membran
timpani auris dextra perforasi, refleks cahaya tidak ada dan hiperemis.

Diagnosis

Otitis Media Akut (OMA)Stadium Perforasi Auris Dextra

Diagnosis banding

OMSK

Rencana Terapi

3
Nonmedikamentosa : Pembersihan liang telinga dengan suction
Medikamentosa
- Pemberian obat cuci telinga H2O2 3% (3 x 1) selama 3-5 hari
- Pemberian obat oral Antibiotik golongan penisilin (Amoxicillin 500 mg 3 x1
selama 7 hari)

Edukasi

Menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek liang telinga.

Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air (Tidak boleh berenang).
Bila mandi telinga kanan ditutup dengan kapas.

Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat perkembangan


peyembuhan pada perforasi membran timpani.

Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

OTITIS MEDIA

4
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif (= otitis media serosa, otitis media sekretori, otitis
media musinosa, otitis media efusi/ OME). Masing-masing mempunyai bentuk akut dan
kronis, yaitu Otitis Media Supuratif Akut (OMA), dan Otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK/OMP). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi Otitis Media Serosa Akut
(Barotrauma = aerotitis) dan Otitis Media Serosa Kronis. Selain itu terdapat juga otitis media
spesifik , seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain
adalah otitis media adhesiva. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media
yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan
puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.

Skema 1: Pembagian Otitis Medi

5
Skema 2 : Patogeneses terjadinya otitis media OMA OME OMSK

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-
tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi
secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai
dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, terdapat cairan di belakang telinga
atau otore.

Etiologi

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh
Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus
dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-
hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat
inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis

6
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada
anak-anak.

2.Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-
anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-
40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus
akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun
lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
menganggu mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik polymerase chain
reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-
virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75%
kasus.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,
status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status
imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius,
inmatur tuba Eustachius dan lain-lain.

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada
bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau
imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga
masih rendah. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh,
seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah,
dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak.
ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya
asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak
mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya
riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak,
insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital
mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita

7
penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi
saluran napas atas, baik bakteri atau virus.

Gejala Klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping
suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang
lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa
rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas
OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah
dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang
anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.

Fisiologi, Patologi dan Patogenesis

Tuba Eustachius
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis media. Tuba
Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring,
yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri
atas tulang.

Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru terbuka apabila
udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.
Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini apabila terjadi
perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg.
Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase
sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama
dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan
menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase
bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring.

8
Patogenesis OMA

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring
ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada
tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika
terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan
terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA
dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah
terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian
terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan
atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi
tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus
bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap
getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani
akibat tekanannya yang meninggi.

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid .

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa.
Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih
horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah
menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah
umur 9 bulan adalah 17,5 mm . Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring
menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang

9
berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba
Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga
tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA
kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius.

Gambar 8
:Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi
menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada
mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-
supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan
stadium resolusi.

Gambar 9: Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah,
dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi
lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius
juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap
normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi

10
tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa
yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai
oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat
serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah
dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu.

Gambar 10: Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah
menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen
di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang
telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat
disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai
muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan

11
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan
akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat,
lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan
atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil
ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan
keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit
menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi

Gamba 11: Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.

Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak.

Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua
bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik

12
Gambar 12: Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan
akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa
pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman
rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan
sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa.
Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani.

Diagnosis

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

13
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada
membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat
cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran
timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Penatalaksanaa
Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala,
memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan
memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl dengan
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik .

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan
eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat
dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3
dosis.

14
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi
ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau
pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari .
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila
keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi
dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari,
atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat
terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat.

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga
tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri
telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat
adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam
hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala
ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up
dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan
pada masa observasi.
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.

1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase
sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat
dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik.

15
Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah
adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah .
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.
Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap
dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau
timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap
terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur .

2. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya
mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi
antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien
yang sistem imun tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti
otalgia, efusi telinga tengah.

3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA
rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis,
tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah
didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi
jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses
subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik.
Komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani,
mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses
subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

Pencegahan

16
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan
anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI
minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain

BAB III
KESIMPULAN

Perempuan uisa 16 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar cairan dari
telinga kanan yang sudah dirasakan sejak 4 hari cairan yang keluar dari telinga kanan
berwarna putih kekuningan dan agak kental seperti nanah, cairan yang keluar jumlahnya
cukup banyak, pasien mengeluh sakit jika telinga kanannya di sentuh, dan pendengaran agak
menurun. Enam hari yang lalu pasien mengeluhkan pilek.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit ringan dengan kesadaran composmentis.
Tanda-tanda vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan status THT-KL didapatkan Fistula

17
preaurikula dextra dan sinistra, CAE auris dextra terdapat sekret dan hiperemis, membran
timpani auris dextra perforasi, refleks cahaya tidak ada dan hiperemis.

Sesuai dengan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang didapat, Pasien
didiagnosis Otitis Media Akut Stadium Perforasi Auris Dextra. Pada OMA stadium perforasi
biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari,

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad soepardi Efiaty dkk. 2012. Buku ajar ilmu kesehatan THT Edisi ketuju.
Jakarta: FK UI
Boies Higler Adams. BOIES buku ajar penyakit THT eEdisi 6, Jakarta : EGC
http://www.ichrc.org/ (International Child Health Review Collaboration)

18
19

Anda mungkin juga menyukai