Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keracunan
Keracunan merupakan suatu keadaan dimana terjadi overdosis suatu zat
atau senyawa yang mempunyai efek buruk terhadap tubuh. Istilah racun telah
banyak dipublikasikan berdasarkan sudut pandang yang berbeda dari berbagai
ahli. Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal sebagai Theopraxis Bombastus
von Honhenheim, orang yang pertama mendefinisikan racun, menyatakan semua
substansi di alam adalah racun hanya dosis yang membedakan substansi tersebut
racun atau bukan (sola dosis facit venenum). Ahli toksikologi SEINEN (1989)
menyatakan bahwa racun adalah substansi yang diberikan secara berlebihan
sehingga toksikologi dianggap sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang
berlebihan (toxicology is the knowledge of too much). SANGSTER secara lebih
rinci menyatakan tentang sumber substansi yang dianggap racun. Keracunan
dianggap sebagai cidera yang diakibatkan konsentrasi berlebihan dari substansi
eksogenous (dari luar tubuh manusia).
2.2. Keracunan Karbon Monoksida (CO)
Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran senyawa organik yang tidak
sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna.
Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan
pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Karbon
monoksida terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan
dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan
satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen.(4)
2.2.1. Sumber Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah,
tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida
yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir,
pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam.

3
4

Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang


menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari
sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari
jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar
bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti
pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah
domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari
CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap
rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya
sendiri dan asap rokok yang sedang dihisapnya.
Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur
rumah tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian
ditemukan kadar CO yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun
bus.
Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan
kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya
ditemukan kadar CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan
malam hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh
topografi jalan dan bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien
dapat direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-harmoglobin (HbCO) dalam
darah yang berbentuk dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam
untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO diudaran dan HbCO dalam
darah. Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan, cenderung dinyatakan
sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pengukuran sepanjang hari (moving 8
hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO
yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8
jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati
gambaran dari respons tubuh manusia terhadap keracunan CO dari udara.
Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor)
terutama berasal dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar
fosil dan tungku masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat
5

tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umumnya pemajanan


yang berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari
kadar CO hasil pemajanan asap rokok.
Berbeda individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan
kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk
polisi lalu lintas atau tukang parkir, pekerja bengkel mobil, petugas industri
logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam
kebakaran.
Pemajanan CO dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu
mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor
ditemukan mencapai setinggi 600mg/m3 dan didalam darah para pekerja
bengkel tersebut bisa mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari
kadar normal. Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui mengandung
HbCO dengan kadar 4-7,6 % (perokok) dan 1,4-3,8% (bukan perokok)
selama sehari bekerja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum
jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar
di Amerika Utara menunjukkan bahwa 45% dari masyarakat bukan perokok
yang terpajan oleh CO udara, didalam darahnya terkandung HbCO
melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri dapat
memproduksi CO akibat proses metabolisme yang normal. Produksi CO
didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO
dalam darah.
Beberapa sumber di bawah ini menunjukkan konsentrasi CO:
- Hasil pembakaran mesin 3-7%
- Gas penerangan dari pabrik 20-30%
- Polusi udara bisa mencapai 52%
- Asap rokok 5-10%
- Kebakaran mobil bisa mencapai 8-40%
Sedang dengan kadar COHb di atas 60% dalam darah cepat menimbulkan
kematian (parameter pencemar udara dan dampaknya terjadap kesehatan). (5,6)
6

2.2.2. Mekanisme Keracunan Karbon Monoksida


Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun)
maka gas CO dijuluki sebagai silent killer (pembunuh diam-diam).
Keberadaan gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena
gas itu akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan
haemoglobin dalam darah. Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak,
serta organ vital. Ikatan kerbosihaemoglobin jauh lebih kuat 200 kali
dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin. Akibatnya
fatal.
Jumlah CO yang diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada ventilasi
semenit, durasi paparan, dan konsentrasi relatif karbon monoksida di
lingkungan ikatan CO dengan haemoglobin menimbulkan terjadinya
penurunan kapasitas oksigen terhadap haemoglobin dan penurunan
pengiriman oksigen ke sel berdasarkan tiga mekanisme.
1. Berikatan dengan hemoglobin
Saat karbon monoksida terinhalasi maka ia akan mengambil posisi
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin, dimana normalnya
hemoglobin akan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ikatan karbon
monoksida dengan hemoglobin memiliki afinitas 200-300 kali
dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin sehingga terjadi
perubahan reversibel berupa perpindahan oksigen dari molekul
hemoglobin. Efeknya kumulatif dan bertahan lama, menyebabkan
kekurangan pengangkutan oksigen ke jaringan. Pemberian udara segar
yang lama (atau oksigen murni) dibutuhkan untuk melepaskan ikatan
(9,10)
antara CO dan haemoglobin.
Selain itu, pembentukan COHb menyebabkan Hb mengikat
oksigen lebih ketat. Sehingga terjadi pergeseran kurva diasosiasi
oksigen-haemoglobin ke kiri yang berarti tekanan oksigen jaringan
berada pada tingkat terendah. Sehingga oksigen yang dilepaskan ke
jaringan menurun yang berlanjut pada hipoksia. Depresi miokard,
vasolidatasi perifer, dan distrimia ventrikel berperan dalam terjadi
7

hipotensi, penurunan perfusi jaringan dan selanjutnya terjadi hipoksia


(8,9)
jaringan.

Gambar 2. Karbon monoksida mengikat Hemoglobin

2. Berikatan dengan kompleks sitokrom oksidase sehingga terjadi


penurunan respirasi efektif intra sel
Saat karbon monoksida berikatan dengan sitokrom oksidasi,
terjadi disfungsi mitokondria sehingga oksidasi mitokondria untuk
menghasilkan ATP berkurang. Terjadi pembebasan nitrit okside dari sel
platelet dan endotel menjadi bentuk radikal bebas peroksinitrit. Lebih
lanjut menginaktifkan enzim mitokondrial dan merusak endotel vaskular
di otak. Hasil akhir berupa lipid peroksidase (degradasi asam lemak tak
jenuh) di otak yang dimulai pada fase reperfusi sehingga terjadi
demieliminasi reversible dari lipid sistem saraf pusat. Intoksida CO juga
bisa menyebabkan stress oksidatif pada sel, dengan menghasilkan
oksigen radikal yang mengkonversi xantin dehirogenase menjadi xanthin
(7,8,10)
oksidasi.
3. Berikatan dengan mioglobin membentuk karboksi mioglobin
(11)
(COMb)
CO juga memiliki afinitas tinggi terhadap mioglobin, dan
berikatan secara langsung dengan otot jantung dan skelet yang
menyebabkan toksisitas secara langsung (case history). Ikatan CO
8

dengan mioglobin dapat mengganggu cardiac out put dan menimbulkan


iskemia serebral. Ditemukan gejala yang lambat muncul akibat terpapar
kembali CO dengan peningkatan kadar COHb. Hal ini dikarenakan
lambatnya pelepasan ikatan CO dengan mioglobin setelah berikatan
dengan hemoglobin.
Mekanisme keracunan CO adalah perinhalasi. Absorbsi CO terjadi di
paru-paru di mana CO kontak dengan sel darah merah di kapiler dan
mengadakan ikatan dengan CO-Hb. Karbon monoksida menyebabkan
hipoksia jaringan dengan cara bersaing dengan oksigen untuk melakukan
ikatan pada hemeprotein pembawa oksigen. Di samping itu, lebih kuatnya
afinitas hemoglobin terhadap CO mulai dari 30-500 kali lebih kuat
dibandingkan afinitas oksigen yang menyebabkan adanya
karboksihemoglobin yang mengganggu afinitas oksigen terhadap sehingga
mengurangi pelepasan oksigen ke jaringan. Namun demikian, ikatan reaksi
(10,11)
ini adalah reversibel.
Karbon monoksida juga memiliki efek toksik langsung pada tingkat
seluler dengan cara mengganggu respirasi mitokondria, karena karbon
monoksida terikat pada kompleks sitokrom oksidase. Berbeda dengan
hemoglobin, afinitas sitokrom oksidase lebih kuat terhadap oksigen. Akan
tetapi selama anoksia seluler, karbon monoksida dapat terikat pada sitokrom
(9)
oksidase tersebut.
Oleh karena afinitas hemoglobin yang lebih kuat terhadap karbon
monoksida, konsentrasi rendah di udara dapat menghasilkan saturasi darah
yang tinggi dengan gas ini. Kelembaban, suhu lingkungan yang tinggi, pada
daerah ketinggian dan afinitas fisik akan meningkatkan kecepatan respirasi,
dan juga absorbsi karbon monoksida. The Occupational Safet and Health
Administration (OSHA) menganjurkan batas keterpaparan maksimum yang
dapat diterima adalah 35 ppm selama 8 jam. Untuk alasan keamanan, para
pekerja yang terpapar karbon monoksida seharusnya tidak pernah memiliki
karboksihemoglobin darah di atas 5%. Peningkatan kadar
karboksigemoglobin sebesar 10-14% sudah pernah ditemukan pada pemadam
9

kebakaran setelah memadamkan kebakaran. Peningkatan kadar


karboksihemoglobin sebesar 13% dapat juga ditemukan pada polisi yang
bertugas diterowongan atau pekerja-pekerja dibengkel di mana kendaraan
bermotor dinyalakan.
Jadi asphyxia dengan kegagalan pernapasan atau sirkulasi merupakan
sebab kematian dari kematian karbon atau kombinasi dari kedua hal tersebut
(7,9,10)
di atas.
2.2.3. Kadar Lethal Karbon Monoksida (CO)
Kadar karboksihemoglobin pada seseorang yang meninggal karena
keracunan CO dapat sangat bervariasi, tergantung pada sumber CO, keadaan
sekitar tempat kematian, dan kesehatan atau penyakit paru obstruktif kronik,
saturasi serendah 20-30% dapat bersifat fatal. Kadar karboksihemoglobin
dalam rumah yang terbakar rata-rata 57%, pada umumnya dengan kadar
karbon monoksida 30-40%. Sebaliknya, seseorang yang meninggal karena
menghirup gas knalpot kadarnya kebanyakan melebihi 70% rata-rata 79%. (12)
Kadar rendah pada seseorang yang meninggal karena menghrirup gas
knalpot dapat ditemukan jika mobil berhenti setelah korban berada dalam
kondisi koma ireversibel tetapi masih terus bernapas, dimana hal ini secara
perlahan akan menurunkan konsentrasi karboksihemoglobin mereka
meskipun terjadi cedera hipoksia ireversibel di otak. (12)
Waktu paruh karbon monoksida, jika menghirup udara ruangan yang
rata dengan air laut, yaitu sekitar 4-6 jam. Tetapi oksigen mengurangi
eliminasi waktu paruh, tergantung pada konsentrasi oksigennya. Eliminasi
waktu paruh dengan terapi oksigen dipendekkan menjadi 40-80 menit dengan
menghirup oksigen 100% pada 1 atm, dan menjadi 15-30 menit dengan
menghirup oksigen hiperbarik. Jika seseorang masih bertahan hidup saat
sampai di ruang gawat darurat, penggunaan oksimeter nadi tidak dapat
dipercaya untuk menentukan secara akurat kadar oksigenasi. Alat ini tidak
dapat membedakan antara karboksihemoglobin dengan oksihemoglobin pada
panjang gelombang yang biasa digunakan. (12)
10

2.2.4. Gejala dan Tanda Keracunan Karbon Monoksida


Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit
kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan
meningkat, confusion, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi,
takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul
pada orang yang menderita nyeri dada. 1,4
Studi oleh Haldane dn Kilick mungkin memberikan penjelasan paling
baik dari efek keterpaparan karbon monoksida (CO). Gejalanya, pada saat
muncul biasanya bersifat progesif dan kira-kira sebanding dengan kadar CO
darah. Pada awalnya, tanda dan gelaja seringkali sulit dipisahkan. Pada kadar
saturasi karbolsihemoglobin 0-10%, umumnya tanpa gejala. Pada seseorang
yang istirahat, kadar CO dari 10 sampai 20% sering tidak bergelaja, kecuali
sakit kepala, akan tetapi, jika diuji orang ini akan menunjukkan pelemahan
dalam melakukan tugas-tugas kompleks. Haldane mengamati tidak ada efek
nyeri pada kadar 18-23%. Gelaja Kellick dapat diabaikan pada kadar di
bawah 30%, meskipun demikian kadar antara 30-35%, dia menunjukan sakit
12
kepala disertai denyutan dan perasaaan penuh di kepala.
Kadar Co antara 30-40%, ada sakit kepala berdenyut, mual, muntah,
pingsan, dan rasa mengantuk pada saat istirahat. Pada saat kadarnya
mencapai 40%, pengunaan tenaga sedikit pun menyebabkan pingsan. Denyut
nadi dan pernafasan menjadi cepat, tekanan darah turun. Kadar antara 40 -
60%, ada suatu kebingungan mental, kelemahan, dan hilangnya koordinasi.
Haldane pada kadar 56% tidak mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Pada
kadar CO 60% dan seterusnya, seseorang akan hilang kesadaran, pernapasan
menjadi Cheyne-Stokes, terdapat kejang intermitten, penekanan kerja jantung
dan kegagalan pernafasan, dan kematian, dapat disertai peningkatan suhu
tubuh.12

Tabel 2.1 Hubungan antara Gejala dengan kadar COHb dalam darah
%COHb Gejala-gejala
0-10 Tidak ada keluhan maupun gejala
10-20 Rasa berat di kepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh
11

darah kulit
20-30 Sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30-40 Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, padangan jadi kabur,
mausea, muntah-muntah
40-50 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat
50-60 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang
yang intermetten
60-70 Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung dan pernafasan
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan
meninggal dalam beberapa jam
80-90 Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam
> 90 Meninggal dalam beberapa menit

Akan tetapi perlu diketahui untuk beberapa kasus, kadar COHb tidak
berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala. Pada orang tua dan pada mereka
yang menderita penyakit berat seperti penyakit arteri koroner atau penyakit
paru obstruktif kronik, kadar COHb 20-30% sudah dapat bersifat fatal. Selain
itu, pada studi yang dilakukan terhadap binatang, tranfusi darah dengan kadar
COHb yang tinggi namun dengan kadar CO bebas yang minimal tidak
menghasilkan gejala klinis atau gejalanya minimal. Hal ini mengidikasikan
bahwa adanya CO bebas yang terlarut dalam plasma berperan penting dalam
menimbulkan gejala pada intoksikasi karbon monoksida.
Walaupun keracunan gas CO tersebut dapat diatasi, namun
keterlambatan penanganan masalah ini dapat berakibat fatal karena otak dan
jantung manusia organ tubuh sangat vital yang paling peka terhadap
kekurangan oksigen dalam darah.

Tabel 2.2 Pengaruh konsentrasi karbon monoksida terhadap kesehatan manusia


Konsentrasi dalam
No Konsentrasi Gejala terhadap kesehatan
darah (%COHb)
1 0-10 Lebih kecil Belum ada gejala
2 10 1,0 - 2,0 Gangguan pada tingkah laku
3 10-20 2,0 5,0 Gangguan pada sistem saraf
pusat, penglihatan, panca
indra dan lain-lain
4 30-50 5,0 10, 0 Perubahan fungsi pada
jantung dan paru-paru
5 50-70 10,0 80,0 Sakit kepala, lesu, pusing,
sesak nafas dan mati
12

2.2.5. Pemeriksaan yang Dilakukan pada Korban Hidup


A. Pemeriksaan Fisik Keracunan Gas Karbon Monoksida
Selain melalui anamnesis, penegakan diagnosis keracunan gas
Karbon Monoksida juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik keracunan gas Karbon Monoksida karbon hidup
ditemukan:
Vital Sign
Takikardia
Hipertensi/hipotesis
Hipotermi, tetapi pada keadaan terminal mungkin hipertermi
Takipneu, mungkin terjadi pernafasan Cheyne Stoke (pada intoksikasi
berat pada umunya pernafasan menjadi lambat)
Kulit
Umumnya pucat
Tanda klasik cherry red sangatlah jarang (hanya tampak setelah
meninggal)
Mata
Pupil melebar dan reaksi cahaya menghilang (pada keadaan koma)
Pendarahan retina
Vena retina berwarna merah terang (tanda-tanda awal yang sensitif)
Papil edema
Homonim hemianopsia
Paru-paru
Pneumonia dan ederma paru non kardiologis
Sistem Saraf Pusat
Gangguan neurologis dan atau neuropsikiatri
Gangguan daya ingat (amnesia retrograde dan anteograde)
Emoasi yang labil, sulit untuk mengambil keputusan dan menurunkan
kognitif
Stupor sampai koma
13

Apraksia, agnosia, gangguan TIC, gangguan pendengaran dan


keseimbangan, kebutaan dan gangguan psikis. Hal tersebut oleh karena
paparan jangka panjang atau paparan yang berat meskipun akut akan
meninggalkan sequelae neuropsikiatri jangan panjang.
Darah
Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting,
darah di ambil dari vena secepat mungkin karena ikatan CO-Hb cepat
terrurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh
Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai leukositosis,
hiperlikemia, dengan glukosuria (dalam waktu 3-4 hari), albuminuria
peningkatan BUN dan peningkatan SGOT. Perubahan kadar gama
globulin juga pernah dilaporkan.
Urin
Pada pemeriksaan urin didapatkan positif untuk albumin dan glukosa
pada keracunan kronis
Pada Wanita Hamil 14
Pemerikasaan yang dilakukan sama dengan yang di bicarakan di atas,
yang perlu diperhatikan adalah akumulasi CO di janin 10- 15% lebih
tinggi di banding darah itu waktu paruh HbCO pada janin adalah 7-9
jam.
B. Pemeriksaan Tambahan Pada Korban Hidup
a. Analisa Gas Darah
Akan didapatkan tingkat PCO2 mungkin normal atau serdikit menurun.
Gambaran Asidosis metabolik terjadi sekunder karena asidosis laktat dari
iskemia.
b. Foto Thoraks
Diperlukan pada keracunan yang signifikan, gejala pulmonal, atau bila
akan diterapi dengan oksigen hiperbarik. Pada umumnya gambaran foto
thoraks tidak didapatkan kelainan. Gambaran ground glass, kesuraman
perihilus dan edema intra alveolar menunjukan prognosa yang buruk.
14

Gambar 3. Gambaran ground glass appearance 28


c. CT-Scan
Diperlukan pada keadaan intoksikasi berat atau perubahan status mental
yang tidak segera hilang. Tampak adanya edema serebri dan lesi fokal,
kebanyakan berupa daerah yang lebih gelap di basal ganglia. Hasil CT-
Scan positif secara umum dapat memperkirakan timbulnya komplikasi
neurologis. CT-Scan serial diperlukan bila terjadai perubahan status
mental.
d. MRI
MRI lebih akurat dibanding dengan CT-Scan dalam menentukan lesi fokal
dan demielinisasi substansia alba. MRI juga sering digunakan untuk
memantau kemajuan pasien.
e. EKG
Sinus takikardi adalah kelainan yang paling sering tejadi. Aritmia
mungkin terjadi akibat hipoksi, iskemia atau infark. Mungkin juga
ditemukan gelombang T mendatar atau negatif, tanda insufiensi koroner,
ekstrasistol dan fibrilasi atrium.
f. Pengujian Neuropsychologic
Pengujian yang dilakukan diantaranya pengujian konsentrasi, fungsi
motorik halus, dan pemecahan masalah secara konsisten.
2.2.6. Pemeriksaan yang Dilakukan pada Korban Meninggal
A. Pemeriksaan luar
Khas warna lebam mayat merah terang (cherry red) baik permukaan
tubuh, membran mukosa, kuku jari, namun warna ini tidak sama di seluruh
15

tubuh misal tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih terang
dibanding dengan yang lain. Warna cherry red ini khususnya terdapat di
daerah hipostasis post mortem dan menunjukkan kejernihan kadar COHb
telah melampaui 30%. Pada pemeriksaan warna cherry red ini dibutuhkan
pencahayaan yang baik karena tidak semua warna cherry red yang ditemukan
dalam pemeriksaan luar jenazah sebagai indikator pasti untuk menentukan
adanya keracunan gas karbon monoksida. Warna cherry red tidak akan
ditemukan pada jenazah yang diawetkan.
Pada keracunan gas karbon monoksida juga ditemukan pelepuhan
kulit pada area tertentu yang dikenal dengan pelepuhan barbiturat, misal pada
betis, pantat, sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil edema
kulit akibat koma yang lama, dimana terdapat immobilitas total serta tidak
adanya darah vena yang kembali dari gerakan otot. Hal ini merupakan tanda
spesifik pada keracunan gas CO akan tetapi karena sebagian besar kematian
karena gas CO relatif cepat maka pelepuhan ini jarang terjadi.
Eritema dan vesikel / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota
gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan.
Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.
(16,17)

Pada kasus yang meragukan, jenazah korban diperiksa dengan


pencahayaan yang baik, sehingga tingkat ketelitian dalam menentukan
apakah ada atau tidaknya warna cherry red pada permukaan tubuh dapat lebih
baik.

Gambar 5. Keracunan karbon monoksida (CO) akan


menyebabkan kulit berwarna kemerahan. 18
16

B. Pemeriksaan Dalam
Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO,
walau hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan
keracunan CO dan kehilangan oksigen.
Pada pemeriksaan dalam penting untuk diperhatikan dalam
pengambilan sampel:
- Pengambilan sampel darah, lebih baik mengambil bahan dalam
keadaan segar dan lengkap, pengambilan darah dari jantung dilakukan
secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri bila darah masih
16
dapat ditemukan.
- Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum terjadi
proses pembusukan sebab:
o Post mortem tidak terbentuk ikatan CO-Hb yang baru.
o Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb
yang telah terjadi.
Perubahan yang dapat terjadi antara lain:
1. Warna cherry red seluruh organ dalam, otot, terkadang pulpa gigi dan
sumsum tulang
2. Bintik bintik perdarahan (tanda asphyxia) pada otot jantung, jaringan
otak, conjunctiva, endocard.
3. Degenerasi anoksida terlokalisir (hepar, jantung, ginjal dan paru)
4. Odema paru dan bronkopneumonia
5. Nekrosis otot
6. Gagal ginjal akut
7. Nekrosis bilateral dari globus pallidus
8. Edema pada globus pallidus dan subthalamicus
9. Ptechie dari substansia alba otak
10. perlunakan korteks dan nucleus sentralis
11. Fatty degrenation dan nekrosis pada ginjal
a. Pemeriksaan Penunjang
Tes kimia terhadap korban keracunan CO
17

a. Analisa gas darah


- Analisa kualitatif
1. Alkali dilution test
Penentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-
Hb dengan kadar lebih 10% dalam darah.
Cara kerja:
- masukan darah korban 2-3 tetes dalam tabung reaksi I,
encerkan dengan aquadest sampai volume 15ml. Tabung
reaksi II sebagai kontrol teteskan 2-3 tetes darah orang
sehat dewasa, encerkan seperti pada tabung reaksi I.
- Pada masing-masing tabung reaksi (setelah homogen)
tambahkan 5 tetes larutan natrium hidrosikda 10% amati
perubahan yang terjadi.
Penilaian:
- Darah normal (tabung reaksi II) kontrol segera berubah
warna dari merah muda menjadi coklat kehijauan dalam
waktu kurang dari 30 menit, karena terbentuknya alkali
hematin.
- Darah korban (tabung rekasi I) perubahan warna seperti di
atas membutuhkan waktu lebih besar dari 30 detik, karena
sudah terjadi ikatan CO-Hb.
- Tes positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari
30 menit syarat darah kontrol:
- Bukan darah foetus
- Bukan darah perokok sebab darah perokok mempunyai
tendensi kadar CO cukup tinggi.
2. Katayama test
- dalam rang 2 ml yang telah diencerkan, tambahkan 2 ml
Amonium sulfida kuning dan 2 ml asam asetat 30%
18

- pada darah normal terjadi perbuhan warna menjadi hijau,


sedang darah korban keracunan CO tetap berwarna merah
muda seperti semula
3. Pemeriksaan spectroscopy
Penentuan dengan melihat spectrum dari COHb
- Analisa kuantitatif:
1. Gettler Freimuth
Sebenarnya merupakan penentuan dengan cara semikuantitatif.
Prinsip kerja:
Darah + iPottasium ferrisida CO dibebaskan dari Hb
CO + PdCL2 + H2O+ Pd+CO+HCL
Ion Palladium (Pd) akan diendapkan pada kertas saring
warna hitam
Dengan membandingkan intentitas warna hitam tersebut
dengan warna standar maka akan didapatkan konsentrasi
COHbsecara semikuantitatif
2. Spectrophotometry
Merupakan cara terbaik untuk melakukan analisa konsentrasi
gas karbon monoksida pada korban yang masih hidup
Dengan mengunakan alat septrofotometer ditentukan
perbandingan (rasio) COHb terhadap oxy-Hb.
3. Chromatography
Cara mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Walaupun kurang
akurat, akan sangat menolong di lapangan. Sering digunakan
untuk mengukur kadar COHb pada petugas pemadam
kebarakan setelah memadamkan api.
Pengukuran dilakukan dengan cara kromatografi, udara
ditampung dalam kantong dan kadar Co ditentukan dengan
detector, perubahan ionisasi sesudah hidralasi katalik dengan
Tometahne.
19

Teknik yang lebih canggih termasuk radioimmunassay (RIA),


thin-layer chromatography (TLC),serapan ultraviolet (UV),
penyerapan inframerah (IR), performance liquid
14
chromatography (HPLC), dan kromatografi gas (GC).

Gambar 9. Alat kromatografi gas (GC), HLC, TLC

C. Pemeriksaan Tambahan pada Korban Meninggal


Tujuan yang terpenting dari dilakukannya pemeriksaan tambahan
(toksikologi) pada kasus keracunan adlaah untuk menegakkan diagnosa dari
keracuan, sehingga dapat segera dilakukan terapi yang tepat (pada korban
hidup) dan dapat memberikan kesimpulan yang pasti dari sebab kematian
korban akibat keracunan. Untuk itu pada setiap kasus keracunan atau diduga
akibat keracunan mutlak dilaksanakan pemeriksaan toksikologi:
Beberapa langkah pemeriksaan toksikologi yaitu:
- Pengambilan sample darah, pada korban hidup sample darah diambil
dari vena secepat mungkinkarena ikatan CO-Hb cepat terurai kembali
menjadi CO dan keluar tubuh.
20

- Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum


menjadi proses pembusukan sebab:
Post mortem tidak termasuk ikatan CO-Hb yang baru
Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb
yang telah terjadi
Jenis pemeriksaan tambahan lain pada korban mati diantaranya:
a. Darah lengkap
Leukositosis ringan
b. Serum elektrolit
Laktoasidosis, hipokalemia
c. Gula darah
hiperglikemia
d. Tes fungsi ginjal
Terjadi GGA (gagal ginjal akut) oleh karena mioglobinuria
e. Tes fungsi liver
Terjadi peningkatan enzim-enzim hati pada gagal hati fulminan
f. Urinalisis
Albumin dan glukosa positif pada intoksikasi kronis
g. Methemoglobin
Sebagai diagnosis banding dengan saturasi O 2 rendah dan Pa O 2
normal.
h. Etanol
Etanol adalah faktor yang mengacaukan, apakah keracunan tersebut
disengaja ataukah tidak.
i. Kadar sianida
Jika diduga ada keracunan sianida (misalnya pada kebakaran pabrik),
paparan terhadap sianida ditandai dengan adanya asisodis metabolik
yang tidak diketahui sebabnya.
21

j. Histopatologis
Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik dan perdarahan
mikrokospis di seluruh tubuh juga terjadi edema dan kongesti hebat
pada otak, hati, ginjal dan limpa.
2.3. Keracunan Sianida
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN)
yang terdiri dari sebuah karbon atom yang terikat ganda tiga dengan sebuah
atom nitrogen. Sianida secara spesifik adalah anion CN -. Sianida dapat
berbentuk gas, cair, atau padat dan berbentuk molekul, ion, atau polime r.
Singkatnya semua bahan yang dapat melepaskan ion sianida (CN -) sangat
toksik.6 Substansi dengan kandungan sianida sebenarnya telah digunakan
sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu akan tetapi sianida yang
sesungguhnya baru dikenal pada tahun 1782. Sianida pertama kali
diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal dari Swedia, bernama Scheele,
yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di dalam
laboratoriumnya. 3
Penggunaan sianida sebagai senjata pada peperangan dimulai berabad -
abad tahun yang lalu oleh tentara kerajaan Romawi. Napolen III
menggunakan sianida pada bayonet tentaranya. Selama perang dunia pertama
Francis dan Austria telah menggunakan sianida dalam berbagai bentuknya
seperti gas asam hidrosianik, Cyanogen chlorida. Nazi, Jerman bahkan
menggunakan sianida dalam bentuk sianogen bromida yang terkenal dengan
nama Zyklon B untuk membunuh ribuan rakyat sipil dan tentara musuh. 3
Dewasa ini, sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi.
Ratusan bahkan ribuan ton sianida dibentuk oleh dunia tiap harinya. Sianida
banyak digunakan untuk bidang kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas
dan perak, metalurgi, anti jamur dan racun tikus. Beberapa bentuk-bentuk
sianida yaitu:
a. Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak
berwarna atau biru pucat dengan bau seperti almond. Nama lainnya
22

adalah asam hidrosianik dan asam prussik. HCN dipakai sebagai


stabilizer untuk mencegah pembusukan.
b. Sodium Sianida adalah bubuk kristal putih dengan bau seperti
almond. Nama lainnya adalah asam hidrosianik,sodium. Bentuk cair
dari bahan ini sangat alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen
sianida jika kontak dengan asam atau garam dari asam.
c. Potasium Sianida (KCN) adalah bahan padat berwarna putih dengan
bau sianida yang khas. Nama lainnya adalah asam hidrosianik,
garam potasium. Bentuk cair dari bahan ini sangat alkalis dan cepat
berubah menjadi hidrogen sianida jika kontak dengan asam atau
garam dari asam.
d. Kalsium Sianida (Ca(CN)2) dikenal juga dengan nama calsid atau
calsyan adalah bahan padat kristal berwarna putih. Dalam bentuk
cairnya secara bertahap membentuk hidrogen sianida. Keempat
bahan diatas membentuk ikatan yang kuat dengan metal.
e. Sianogen adalah gas beracun yang tidak berwarna dengan bau
seperti almond. Nama lainnya adalah karbon nitril, disianogen,
etane dinitril, dan asam oksalat dinitril. Bahan ini secara perlahan
terhidrolisis pada bentuk cair menjadi asam oksalat dan amonia.
f. Sianogen Klorida adalah gas tidak berwarna. Nama lainya adalah
klorin sianida (nama dagang Caswell no. 267). Bahan ini
melepaskan hidrogen sianida saat terhidrolisis.
g. Glikosida Sianogenik diproduksi secara natural oleh berbagai jenis
tumbuhan. Saat terhidrolisis membentuk hidrogen sianida.4
2.3.1. Sumber-sumber Natural Sianida
Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam
tumbuh-tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji
tertentu ditemukan sianida dalam kadar yang relatif tinggi seperti singkong
(pada daun dan akar), ubi jalar,"yam" (dyoscoreaceae) pada umbinya, butir
jagung, butir cantel, rempah rempah, tebu, kacang-kacangan (peas & beans),
terutama koro krupuk, & almonds. Pada buah sianida ditemukan pada jeruk,
23

apel, pear, cherry, apricot, prune, plum. Dari berbagai tanaman yang
mengandung sianida ini, keracunan sianida paling banyak dilaporkan setelah
memakan singkong dan kacang. Hal ini mungkin disebabkan karena singkong
pada beberapa negara yang baru berkembang masih menjadi makanan
utama.3
2.3.2. Mekanisme Keracunan Sianida
Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu;
1. Inhalasi. Pada pembakaran yang tidak sempurna dari produk
sintetis yang mengandung carbn dan nitrogen seperti plastik,
hidrogen sianida dilepas ke udara. 4 Zat ini sangat mudah terdispersi
dalam udara dan mengakibatkan munculnya gejala dalam hitungan
detik hingga menit.
2. Kontak langsung hidrogen sianida dalam bentuk cair pada kulit
dapat menimbulkan iritasi. Efek yang muncul tergantung dari
kemampuan penetrasi epidermal sianida, kelarutannya dalam
lemak, kelembapan kulit, luas dan lama area kontak, serta
konsentrasi cairan yang mengenai korban Gejala muncul segera
setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. 3
3. Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida sangat
mudah terserap masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu
melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida
sangat cepat berdifusi ke jaringan. Gejala muncul paling lambat
pada rute ini. Berat ringanya gejala sangat tergantung dari jumlah
zat yang masuk dan kemampuan detoksifikasi tubuh.3
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan percutaneus sianida secara cepat akan
terdistribusi di sirkulasi. Sementara peroral sodium dan potasium sianida
akan melewati detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat
cepat dan merata di seluruh jaringan akan tetapi pada beberapa tempat
konsentrasinya tinggi seperti pada hati, paru, darah, otak. Pada orang yang
meninggal karena inhalasi sianida, kadar sianida dalam jaringan paru, darah,
otak masing-masing 0,75; 0,41; 0,32mg/100g. Dalam darah sianida akan
24

terkonsentrasi pada sel darah merah dan sedikit di plasma maka dari itu
konsentrasi sianida plasma menggambarkan konsentrasi sianida jaringan. 4

Gambar 1. Skema Metabolisme Sianida Dalam Tubuh (diambil dari


Hydrogen Cyanide and Cyanides:Human Health Aspects, WHO,
Geneva, 2004)

Dalam tubuh sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen sianida


yang mempunyai afinitas kuat terhadap gugus Fe heme dari sitokrom a3 atau
yang lebih dikenal dengan sitokrom c oksidase, oksidase terminal pada rantai
transfer electron. Pembentukan ikatan sitokrom c oksidase CN yang stabil
pada mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan menghentikan
respirasi selular yang menyebabkan hipoksia sitotoksik, walaupun terdapat
HbO2 dalam jumlah yang cukup. Anoksia jaringan yang diinduksi oleh
inaktivasi dari sitokrom oksidase mengakibatkan perubahan pada
25

metabolisme sel, dari aerobik menjadi anareobik. Hal ini nantinya akan
menyebabkan berkurangnya glikogen, fosfoceratin , dan ADP seiring dengan
akumulasi dari laktat dan penurunan pH darah. Kombinasi dari hipoksia
sitotoksik dengan asidosis laktat akan menekan CNS, area paling sensitif
terhadap anoksia, yang menyebabkan henti nafas dan kematian.4
Pada kasus keracunan sianida peroral, efek racun menjadi lebih kronis
dan ringan karena pada jalur ini, sianida terlebih dahulu melewati
detoksifikasi hati. Akan tetapi paparan sianida yang terus menerus dapat
mengakibatkan berkurangnya dopamine yang diasosiasikan dengan timbulnya
parkinson yang progresif. Intoksikasi sub letal dari sianida juga dapat
menimbulkan distonia. Detoksifikasi sianida oleh hati melibatkan enzim
mitokondria rhodanese yang mengkatalisasi transfer gugus sulfur dari
thiosulfate menjadi thiosianat yang merupakan rate limiting step. Sebanyak
80% metabolisme sianida melaui jalur ini. Jalur lain, sianida didetoksifikasi
melalui penggabungan gugus sian (CN) dengan hidroksikobalamin menjadi
cyanocobalamin (vitamin B12). Thiosianat nantinya akan dibuang melalui
urine sementara cyanocobalamin akan dipakai sebagai kofaktor berbagai
reaksi lain di tubuh. Walaupun sebagian besar HCN telah dibuang dalam
bentuk tiosianat ke urine, bentuk bebasnya masi terdapat di paru, air liur dan
keringat.4
2.3.3. Tanda dan Gejala Keracunan Sianida
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Akan tetapi, gejala dan tanda fisik yang
ditemukan sangat tergantung dari dosis sianida, banyaknya paparan, jenis
paparan, dan bentuk dari sianida. Sianida berefek pada banyak sistem organ,
seperti pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem
endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Penderita akan mengeluh
timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena
mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hal yang khusus yang dapat
diperhatikan pada penderita dengan keracunan sianida adalah adanya warna
26

merah terang pada arteri dan vena retinal pada pemeriksaaan dengan
funduskopi.3
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30
menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian
antidote. Tanda awal dari keracunan sianida adalah hiperpnea sementara,
nyeri kepala, dispnea, kecemasan, perubahan perilaku seperti agitasi dan
gelisah, berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red karena
darah vena banyak mengandung oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo juga
dapat muncul. 3
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka
waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu
seseorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami
apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot
jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. Tanda
akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi
pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat
pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik
bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan
apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida. 3
2.3.4. Dosis Lethal Sianida
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam tergantung dari
bentuk dan cara masuknya ke dalam tubuh. Takaran toksik peroral untuk
HCN adalah 60-90 mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg.
Pada inhalasi sianida dari udara, gas sianida dalam menimbulkan efek
tergantung dari konsentrasi dan lamanya paparan. Pada kadar 20 ppm gejala
keracunan sianida sangat ringan dan muncul setelah beberapa jam. Kadar
sianida 100 ppm sangat berbahaya karena akan menimbulkan gejala dalam 1
jam. Bahkan kadar sianida antara 200 hingga 400 ppm dikatakan mampu
membuat seseorang meninggal dalam waktu 30 menit. 2
Dosis letal dari beberapa bentuk sianida adalah sebagai berikut:
Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3
27

Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.


Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg. 3
Pada beberapa orang terdapat suatu mekanisme unik yang
menyebabkan paparan dosis lethal tidak menimbulkan kematian. Kondisi ini
dikenal dengan nama imunitas rasputin. Daya toleransi yang tinggi pada
orang ini disebabkan oleh karena daya detoksifikasinya yang berlebihan. Hal
ini di dapat dicapai dengan mengubah CN menjadi sianat dan sulfosianat atau
tidak terurainya garam CN yang tertelan menjadi HCN karena pH lambung
yang basa. Teori lain yang dikemukakan adalah berubahnya bentuk sianida
menjadi garam karbonat dalam penyimpanan sehingga menjadi tidak toksik. 2
2.3.5. Pemeriksaan Jenazah Kasus Keracunan Sianida
A. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan bau sianida pada tubuh yang
dapat dikenali seperti bau almond akan tetapi banyak orang tidak bisa
mendeteksi bau ini sebagian karena kemampuan adaptasi indera penciuman
dengan cepat akan menghilangkan bau tersebut. Selain itu, secara genetik
40% populasi tidak dapat mencium bau tersebut. Penampakan lebam mayat
pada kondisi ini cukup bervariasi. Yang klasik dikatakan menjadi berwarna
merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin atau
sianmethemoglobin (karena jaringan tidak dapat menggunakan oksigen).
Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna
merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada
daerahnya, yang dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin (HbCO).
Terdapat pula kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir. Hal lain dapat
dilihat adanya tanda-tanda sianosis seperti kebiruan pada bibir dan ujung jari-
jari. Akan tetapi jika lebih dari 24 jam maka tanda ini akan dikacaukan oleh
perubahan postmortal. Tanda lain adalah adanya perdarahan berbintik pada
selaput biji mata dan kelopak mata.1
28

B. Pemeriksaan Dalam
Sebelum pemeriksaan dalam dilakukan sangat penting diketahui
bahwa pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup
beresiko karena pemeriksa akan terpapar sianida dalam waktu yang cukup
lama.5
Kematian oleh karena sianida disebabkan oleh karena histotoksik
hipoksia maka tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada pemeriksaan dalam
seperti adanya kongesti organ-organ dalam akibat perbendungan sistemik.
Organ dalam terlihat membesar dan jaringan di dalam mungkin juga menjadi
berwarna merah muda terang disebabkan karena oksi-hemoglobin yang tidak
dapat digunakan oleh jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari pada
karena sianmethemoglobin. Selain itu terjadi kongesti pada paru-paru dan
dilatasi jantung kanan.1
Striae pada lambung dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat
menutupi permukaan, selain itu terdapat resapan darah pada lekukan mukosa.
Ini terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam -
garam natrium dan kalium sianida. Pada kasus keracunan berat, lambung
akan ditandai dengan striae berwarna merah gelap. Lambung dapat berisi
darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di
dindingnya. Jika sianida berada dalam larutan encer, kerusakan yang terjadi
lebih minimal. Apabila racun masuk secara oral maka kekuatan alkali dari
sianida akan mengiritasi saluran cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan,
terutama pada bagian mukosa pada sepertiga distal, terutama saat post
mortem dimana terjadi regurgitasi isi perut karena relaksasi dari sphincter.
Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan diagnosis dibuat
berdasarkan bau dan warna kemerahan pada jaringan dalam tubuh. 5
Verslag dalam bukunya mengatakan terdapat beberapa perubahan
histologis yang mengindikasikan adanya kematian akibat defisiensi oksigen
melalui asfiksia yaitu:
1. Hilangnya lemak terutama pada vakuola sitoplasma dari epitel
pada jaringan hati, sel otot jantung, dan sel pada tubulus renal
29

2. Pembengkakan sel endotel pada otak dan otot jantung


3. Mobilisasi dan proliferasi dari makrofag alveolar dengan
pembentukan sel raksasa polinuklear (hanya terjadi pada paru-
paru yang sehat)
4. Presipitasi droplet hialin pada epitel hati
5. Perdarahan pada paru-paru dan otak
6. Degenarasi sel ganglion dan hilangnya substansi Nissl terutama
pada girus hippocampus
7. Emfisema akut pada jaringan interstistial dan alveolar paru.8
2.3.6. Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah
sianida yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan
kematiannya. Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur dalam menit, atau
pada kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi, korban dapat bertahan
hidup dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup
adalah bukti bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang mana hal itu
sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya
keracunan. Akan tetapi, Karhunen et al telah melaporkan kasus dimana
seorang tersangka pembunuhan terbakar dan pada post mortemnya
menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10 mg/l, yang diperkirakan sesuai
dengan difusi pasif dari sianida melalui seluruh cavitas tubuh yang terbuka
saat terjadinya kebakaran. Maka dari itu sangat penting untuk
mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasus- kasus keracunan dan rute
masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat diketahui penyebab
kematiannya. 5
Beberapa spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan
laboratorium adalah:
1. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk
mengetahui keracunan sianida peroral atau pada kasus mati
mendadak dimana terdapat sejumlah besar obat-obat yang tidak
terabsorpsi pada lambung. Pada kasus-kasus overdosis obat maka
30

lambung harus diambil seluruhnya. Jika terdapat tablet atau capsul


pada lambung maka harus ditempatkan di kontainer terpisah dan
dikirim bersama specimen lambung.
2. Hati. Specimen ini berguna untuk kasus keracunan yang kompleks.
Biasanya diambil 100 gram pada dari lobus kanan karena tidak
terkontaminasi dengan empedu.
3. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai
pembuluh darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1
serial kasus yang fatal antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/L. 9
Kadar sianida normal dalam darah sebesar 0,016-0,014mg/L. 10
Selain pemeriksaan kadar sianida dapat juga dilakukan pemeriksaan
pH darah yang akan menjadi lebih asam karena peningkatan asam
laktat.
4. Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui,
dianjurkan untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari
bagian dalam untuk mengkorfirmasi keberadaan sianida.
5. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas
hidrogen sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus
dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).
6. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling
tinggi, diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah
merah, dalam 1 serial seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar
antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam serial lain,
tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l.
7. Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah
satunya adalah tiosianat.9 Pada orang yang tidak merokok
konsentrasi tiosianat berkisar antara 1-4mg/L sementara pada
perokok konsentrasinya hingga 3-12mg/L. 10
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin
(dalam beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti
aslinya lagi dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat
31

terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan, sampel darah
dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4 derajat celcius dan harus
dianalisa sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel telah menurun
walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang
setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan
konversi menjadi thiosianad. Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu
lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri.
Pencegahan terhadap hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi
2% sodium flourida. 9
Analisis kimiawi sederhana dapat dilakukan pada kasus keracuan
sianida dengan cara:
a. Uji Kertas Saring. Kertas saring dicelupkan ke dalam asam pikrat
jenuh dan dibiarkan hingga lembap. Teteskan 1 tetes isi lambung,
diamkan hingga agak kering lalu ditetesi NA2CO3 10%. Uji positif
bila terbentuk warna ungu. Metode lain adalah dengan
mempergunakan larutan KCl. Kertas saring dicelupkan dalam
larutan ini lalu dikeringkan dan dipotong kecil. Kertas lalu
dicelupkan ke dalam darah korban. Hasil positif jika warna berubah
merah terang. Apabila terjadi keracunan masal dapat dipakai cara
pemeriksaaan menggunakan kertas saring dengan metode berbeda
yaitu kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HJO3 1% kemudian
larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah kertas kering dapat
dipotong kecil-kecil seperti kertas lakmus. Letakkan dibawah lidah
hingga terbasahi oleh air liur. Uji positif bila warna berubah biru,
dan negatif bila tidak berubah. 2
b. Reaksi Schonbein-Pagentecher (Reaksi Guacajol) dapat dipakai
untuk skrining. Metode ini akan memberikan hasil positif jika
jaringan atau isi lambung mengandung sianida, klorin,nitrogen
oksida, atau ozon. Masukkan 50mg isi atau jaringan lambung ke
dalam botol elenmeyer. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan
guacajol 10% dalam alkohol lalu dikeringkan. Celupkan lagi kertas
32

saring ke dalam larutan 0,1%CuSO4 dalam air dan gantungkan


diatas jaringan dalam botol elenmeyer. Bila isi lambung alkalis
dapat ditambahkan asam tartrat untuk mengasamkan sehingga KCN
mudah terurai. Botol lalu dihangatkan. Jika terbentuk warna biru-
hijau pada kertas saring maka hasil reaksi positif. 2
c. Metode mempergunakan isi atau jaringan lambung dapat pula
memakai reaksi Prussian Blue. Isi atau jaringan lambung didestilasi
dengan destilator yaitu 5ml destilat, 1ml NaOH 50%, 3 tetes FeSO4
10% dan 3 tetes FeCl 5%. Panaskan hingga hampir mendidih lau
dinginkan dan tambahkan HCl pekat hingga terbentuk endapan
Fe(OH)3. teruskan hingga endapan larut kembali dan terbentuk
warna biru berlin. 2
d. Gettler-Goldbaum mempergunakan 2 flange atau piringan yang
diantaranya diselipkan kertas saring wathon no 50 yang digunting
sebesar flange. Kertas saring lalu dicelupkan kedalam larutan
FeSO4 10% selama 5 menit keringkan lalu dicelupkan ke dalam
larutan NaOH 20% selama beberapa detik. Letakkan dan jepit
kertas saring diantara kedua flange. Panskan bahan dan salurkan
uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring jika berubah
menjadi biru maka hasil dinyatakan positif.2
Analisa Sianida pada darah dapat mempergunakan metode
calorimetrik. Metode ini yang mempergunakan reagent pyrazolone
merupakan teknik konvensional untuk kuantifikasi sianida pada darah dan
jaringan. Kelemahan utama dari teknik ini adalah pengerjaannya yang rumit
dan memakan waktu. Cara yang lebih simpel, cepat dan tetap dapat dipercaya
untuk kuantifikasi dari sianida dalam darah adalah dengan mempergunakan
Gas Cromatography Nitrogen Phosporus Detection (GC-NPD). Metode ini
jika dibandingkan dengan metode standar calorimetric mempunyai hasil yang
serupa sehingga dapat dipergunakan untuk mendeteksi dan kuantifikasi
sianida pada sampel darah postmortem. 11
33

Cara lain penentuan kasus keracunan sianida dikemukakan oleh


Varnell pada penelitiannya yang memperlihatkan bahwa gambaran CT Scan
kranial setelah 3 hari kematian terlihat berbeda dengan kasus dengan
hipoksia dan iskemia serebral. Terlihat pembengkakan cerebral dengan
hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra dengan onset yang
cepat menjadi petunjuk dari diagnosis keracunan sianida akut. Kebanyakan
kasus dengan gangguan serebral seperti hipoksia dan iskemia tidak
memperlihatkan perubahan ini pada waktu yang sama cepatnya. 12
2.4. Pemeriksaan TKP
Salah satu kewajiban dokter ahli forensik atau ahli toksologi forensik
adalah melakukan pemeriksaan TKP pada kematian-kematian tidak wajar,
karena pemeriksaan TKP sangat membantu dalam penentuan proses lebih
lanjut. Demikian pula pada peristiwa keracunan gas karbon monoksida,
dalam hal ini tugas seorang dokter ahli adalah:
1. Menentukan korban masih hidup atau sudah meninggal.
2. Apabila didapati korban dalam keadaan masih hidup segera beri
pertolongan. Pertolongan yang dapat diberikan pada korban keracunan CO
antara lain:
Segera korban dipindahkan dari sumber keracunan (penolong
memakai masker gas oksigen).
Berikan pernafasan buatan dengan pemberian oksigen atau campuran
oksigen dengan 5 7 % CO2 untuk merangsang pernafasan.
Terapi simptomatis lain seperti:
- Transfusi darah
- Infus glukosa untuk mengatasi koma atau pemberian infus i.v.500 ml
mannitol 20 % dalam waktu 15 menit diikuti dengan 500 ml dextrose
5 % selama kurang lebih 4 jam berikutnya untuk mengatasi cerebral
odema.
- Analgetika, antibiotika, antikonvulsi.
3. Mencari sumber-sumber gas (bila memungkinkan diambil contoh udara
untuk test isolasi gas).
34

4. Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk pemeriksaan toksologi


melalui analisis bahan yang terbakar).
5. Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari informasi dari
orang-orang terdekat korban atau yang berada di sekitar TKP.
6. Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar atau tidak.
7. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et repertum
(SPVR), maka jenazah segera diangkut ke rumah sakit untuk dilakukan
otopsi.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, diharapkan
pemeriksaan di TKP dapat membantu dalam pemeriksaan toksikologi yang
akan dilakukan.
2.5. Aspek Hukum
a. Kasus kecelakaan (Ketidaksengajaan)
Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena kekhilafanya menyebabkan orang mati,
dipidana dengan penjara selama-lamanya lima tahun, atau pidana
kurungan selam-lamanya satu tahun. (UU. N.1/1960)
Pasal 360 KUHP
1) Barang siapa karena khilafan menyebabkan orang luka berat,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau
pidana kurungan selama-lamanya satu tahun.
2) Barang siapa karena kekhilafatnya menyebabkan orang luka
sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau
tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaanya sementara
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan
atau dipidana dengan pidana kuruangan selama-lamanya enam
bulan atau pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus
rupiah (UU. No. 1 Tahun 1960)
b. Kasus bunuh diri (kejahatan pada nyawa orang)
Pasal 345 KUHP
35

Barang siapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri,


atau menolongnya dalam perbuatan ini, atau memberi ikhtiar kepadanya,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi
orangnya bunuh diri:.
c. Kasus pembunuhan
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang, karena
pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
penjara lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembuhuan
berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup
atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Sebab kematian seorang korban yang mati karena racun dan diduga
karena suatu tidak pidana, sangat perlu untuk diketahui oleh pihak pengadilan
karena memegang peranan penting dalam menentukan kesalahan yang telah
dilakukan oleh terdakwa, sehingga dengan demikian hakim dapat
menjatuhkan pidana yang seadil mungkin:
Apabila kesalahan itu dilakukan tanpa kesengajaan (karena
kealpaannya) maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan:
Pasal 203 KUHP:
1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan
bahwa barang sesutau dimasukan ke dalam sumur, pompa, sumber
atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk
dipakai oleh bersama-sama dengan orang lain. Sehingga karena
perbuatan ituiar lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
36

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah


diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 205 KUHP
1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan
barang-barang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual,
diserahkan, atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat bahaya oleh
yang memberli atau memperoleh diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana kurangan paling lama enam
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2) Barang-barang itu dapat disita
Pasal 359 KUHP:
Barang siapa karena kesalahanya (kealpaannya) menyebabkan orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun.
Apabila perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, maka terdakwa dapat
dijatuhi pidana berdasarkan pasal 202 dan 338 KUHP.
Apabila tidakan pembunuhan dengan racun itu dilakukan dengan
direncanakan terlebih dahulu, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana
berdasarkan pasal 304 KUHP yang berbunyi:
Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
rencana, dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun
Apabila tindakan itu dilakukan atas permintaan korban, terdakwa dapat
dipidana berdasarkan pasal 344 KUHP yang berbunyi:
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaa orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
37

Sesorang yang sengaja menghasut, membantu atau memberi sarana untuk


membunuh diri dengan racun, sehingga korban meninggal dunia, maka
terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 345 KUHP yang berbunyi:
Barang siapa yang mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana padanya
untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
Dari pasal-pasal di atas dapatlah dilihat perbedaan lamanya pidana
yang dijatuhkan berdasarkan modus operandi yang dilakukan terdakwa
dengan melihat perbedaan itu, maka hasil pemeriksaan mengenai sebab
kematian korban melalui bedah jenazah sangat diperlukan dengan
mengetahui apakah korban diperkirakan meninggal meninggal karena recun
atau bukan dan apakah korban meninggal karena bunuh diri, kecelakan
ataukah karena pembunuhan.
Dalam kasus kematian karena diduga karena racun, bedah jenazah dan
pemeriksaan toksikologinya harus dilakukan dengan teliti dan lengkap
(dengan pemeriksaan histopatologi).
Dalam kasus kematian yang diduga karena racun, penyidik harus
secepat mungkin mengajukan permintaan visum et repertum jenazah agar
bedah dapat dilakukan secepat mungkin pula. Pada kasus yang demikian,
bedah jenazah harus dilakukan dengan teliti dan lengkap (dengan
pemeriksaan histopatologi).
Apabila dokter menemukan sebab kematian bukan karena racun,
misalnya karena sakit jantung atau penyakit penyakit yang lain, maka
penyidik harus menyidik lagi tempat kejadian pekara. Bila tidak ada
kecurigaan bahwa matinya karena racun, maka pemeriksaan toksikologi dapat
dibatalkan.

Anda mungkin juga menyukai