Anda di halaman 1dari 26

BAB I

KONSEP MEDIS

A. ANATOMI LENSA

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan

hampir transparan semua. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di

belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar.
Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian

anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar

yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. 65% lensa terdiri atas air,

sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan

tubuh), dan sedikit mineral. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada

di kebanyakan jaringan lain.

Gambar 1. Anatomi Lensa

1. Kapsul

Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan

tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa.
Kapsul ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa
pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di bagian

anterior dan posterior zona preekuator, dan bagian paling tipis berada di

bagian tengah kutub posterior.

2. Serat Zonula

Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar.

Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian

anterior dan posterior dari kapsul lensa.

3. Epitel Lensa

Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel

epitel. Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan

sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel

tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi

lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju equator lalu

berdiferensiasi menjadi serat lensa.

4. Nukleus dan korteks

Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan

akan menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa.

Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa.

B. FISIOLOGI LENSA

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.

Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai

dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa

disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya

lensa terutama kurvatura anterior.

1
Gambar 2. Akomodasi lensa: (kiri) saat melihat jauh, (kanan) saat melihat dekat

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris

relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter

anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya

refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke

retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi

sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian

mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya.

Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk

memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring

dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan

berkurang.

Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi

Akomodasi Tanpa akomodasi

M. Silliaris Kontraksi Relaksasi

Ketegangan serat zonular Menurun Meningkat

Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih

Tebal axial lensa Meningkat Menurun


Dioptri lensa Meningkat Menurun

2
Gambar 3. Perubahan saat akomodasi lensa

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: kenyal atau

lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi

cembung; jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media

penglihatan; terletak di tempatnya. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena

indeks refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36

pada bagian perifer yang berbeda dari aqueous dan vitreous humor yang

mengelilinginya. Pada keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan

kontribusi 15-20 D dari sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata

manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksi diberikan oleh udara dan

kornea.

Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa

lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis

bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung

secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat

dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang

tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan,

3
kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang

sering disangka katarak, padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa

menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini

disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.

C. DEFINISI

Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi

dapat disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang

terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata.

Katarak terjadi karena faktor usia, namun dapat juga terjadi pada anak-anak

yang lahir dalam kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma,

inflamasi, atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan

lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun (Ilyas, 2007).

D. ETIOLOGI

Tak jarang katarak timbul pada saat lahir atau pada anak usia dini

sebagai akibat dari cacat keturunan, trauma parah pada mata, operasi mata,

atau peradangan intraokular. Faktor lain yang dapat menyebabkan

perkembangan katarak pada usia lebih dini meliputi paparan berlebihan

cahaya ultraviolet, diabetes, merokok, atau penggunaan obat-obatan tertentu,

seperti steroid oral, topikal, atau inhalasi.

Etiologi katarak kongenital yang paling umum termasuk infeksi

intrauterin, gangguan metabolisme, dan sindrom genetik ditransmisikan.

Sepertiga dari katarak pediatrik sporadis, mereka tidak berhubungan dengan

penyakit sistemik atau mata. Namun, mereka mungkin mutasi spontan dan

dapat menyebabkan pembentukan katarak pada keturunannya pasien.

Sebanyak 23% dari katarak kongenital adalah familial. Cara transmisi yang

paling sering adalah autosomal dominan dengan penetrasi yang lengkap. Jenis

4
katarak mungkin muncul sebagai katarak total, katarak polar, katarak lamelar,

atau opasitas nuklear. Semua anggota keluarga dekat harus diperiksa. Infeksi

penyebab katarak termasuk rubella (yang paling umum), rubeola, cacar air,

cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influenza,

virus EpsteinBarr, sifilis, dan toksoplasmosis (Bashour, 2012).

Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti.

Patofisiologi di balik terjadinya katarak senilis amat kompleks dan belum

sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa kemungkinan di antaranya

terkait usia lensa mata yang membuat berat dan ketebalannya bertambah,

sementara kekuatannya menurun (Ocampo, 2013).

E. KLASIFIKASI

Menurut Ilyas (2007) Katarak dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek,

yaitu :

1. Menurut usia :

a. Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )

b. Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )

c. Katarak senile ( setelah usia 50 tahun )

2. Menurut lokasi kekeruhan lensa :

a. Nuklear

b. Kortikal

c. Subkapsular (posterior/anterior) jarang

3. Menurut derajat kekeruhan lensa :

a. Insipien

b. Imatur

c. Matur

d. Hipermatur

5
4. Menurut etiologi :

a. Katarak primer

b. Katarak sekunder

1. Katarak Menurut Usia

a. Katarak Kongenital

Katarak Kongenital katarak yang mulai terjadi sebelum atau

segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Kekeruhan

sebagian pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir

umumnya tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan keruhnya

seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat mana terjadi

gangguan pada kehidupan janin (Ilyas, 2003).

Gambar 4. Katarak kongenital

b. Katarak Juvenil

Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada

orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun

dan kurang dari 50 tahun. Merupakan katarak yang terjadi pada

anak-anak sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat

masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya


konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft

6
cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu

gejala penyakit keturunan lain. Pembedahan dilakukan bila

kataraknya diperkirakan akan menimbulkan ambliopia (Ilyas, 2003).

Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah

pembedahan. Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan seduah

mengganggu pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan

sangat bergantung pada usia penderita, bentuk katarak apakah

mengenai seluruh lensa atau sebagian lensa apakah disertai kelainan

lain pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa menutupi media

penglihatan menambah kemungkinan ambliopia (Ilyas, 2003).

c. Katarak Senil

Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat

pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada usia

40 tahun. Perubahan yang tampak ialah bertambah tebalnya nukleus

dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara klinis, proses

ketuaan lensa sudah tampak sejak terjadi pengurangan kekuatan

akomodasi lensa akibat mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul

pada usia dekade 4 dalam bentuk keluhan presbiopia (Ilyas, 2003).

2. Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan

Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu katarak nuklear, kortikal,

dan subkapsular posterior.

a. Katarak Nuklear

Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi

sklerotik. Lama kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih

kekuningan menjadi cokelat dan kemudian menjadi kehitaman.

Keadaan ini disebut katarak brunesen atau nigra (Ilyas, 2003).

7
Gambar 5. Katarak nuklear

b. Katarak Kortikal

Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa

menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks

refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-akan mendapatkan

kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.

Gambar 6. Katarak kortikal

c. Katarak Subkapsular Posterior

Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia

yang lebih muda dibandingkan tipe nuklear dan kortikal. Katarak ini

terletak di lapisan posterior kortikal dan biasanya axial. Indikasi

awal adalah terlihatnya gambaran halus seperti pelangi dibawah slit

lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada stadium lanjut terlihat

granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang

dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan

penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi penurunan

8
penglihatan pada jarak dekat dan terkadang beberapa pasien juga

mengalami diplopia monokular.

Gambar 7. Katarak subkapsular

3. Katarak Menurut Derajat Kekeruhan

Katarak berdasarkan kekeruhan yang sudah terjadi dapat

dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

a. Katarak Insipien

Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang

membentuk gerigi dasar di perifer dan daerah jernih membentuk

gerigi dengan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.

Kekeruhan biasanya teletak di korteks anterior atau posterior.

Kekeruhan ini pada umumnya hanya tampak bila pupil dilebarkan.

Gambar 8. Katarak insipien

Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks

refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji

bayangan iris akan positif.

9
b. Katarak Imatur

Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih

tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih

terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.

Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan

lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan

memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi

miopik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke

depan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.

Gambar 9. Katarak immature


Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi penyulit

glaukoma. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif.

c. Katarak Matur

Gambar 10. Katarak matur

Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi


pengeluaran air bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di

10
dalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong

ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal

kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat

putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium. Bila

dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.

d. Katarak Hipermatur

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks

mengkerut dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan

mencairnya korteks, nukleus lensa tenggelam ke arah bawah (katarak

morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata

menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan gambaran

pseudopositif.

Gambar 11. Katarak hipermatur

Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat

menimbulkan penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom

fakolitik.

e. Katarak Morgagni

Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana

nukleus lensa menggenang bebas di dalam kantung kapsul.

Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan hubungan

dengan zonula Zinii menjadi longgar.

11
Gambar 12. Stadium Katararak

Tabel 2. Perbedaan derajat kekeruhan katarak


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 (6/6 1/60) (1/300-1/~) (1/300-1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma

4. Katarak Menurut Etiologi

a. Katarak Primer

Katarak primer merupakan katarak yang terjadi karena proses

penuaan atau degenerasi, bukan karena penyebab yang lain, seperti

penyakit sistemik atau metabolik, traumatik, toksik, radiasi dan

kelainan kongenital.

b. Katarak Sekunder

1) Katarak Metabolik

Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat

penyakit sistemik, terjadi bilateral karena berbagai gangguan

sistemik berikut ini : diabetes melitus, hipokalsemia (oleh sebab

apapun), defisiensi gizi, distrofi miotonik, dermatitis atopik,

galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, serta Down.

2) Katarak Traumatik

Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma

benda asing pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata.

12
Peluru senapan angin dan petasan merupakan penyebab yang

sering; penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, batu,

kontusio, pajanan berlebih terhadap panas (glassblowers

cataract), dan radiasi pengion. Di dunia industri, tindakan

pengamanan terbaik adalah sepasang kacamata pelindung yang

bermutu baik.

Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda

asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor

aqueous dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam struktur

lensa. Pasien sering kali adalah pekerja industri yang

pekerjaannya memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh,

potongan kecil palu baja dapat menembus kornea dan lensa

dengan kecepatan yang sangat tinggi lalu tersangkut di vitreus

atau retina.

3) Katarak Komplikata

Penyakit intraokular atau penyakit di bagian tubuh yang

lain dapat menimbulkan katarak komplikata. Penyakit

intraokular yang sering menyebabkan kekeruhan pada lensa

ialah iridosiklitis, glukoma, ablasi retina, miopia tinggi dan lain-

lain. Katarak-katarak ini biasanya unilateral.

Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior

akibat gangguan metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan

juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia

posterior) yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa.

Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan

gangguan keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior. Bentuk

13
kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga

dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata anterior

atau dapat disebut menurut penemunya katarak Vogt. Katarak

ini bersifat reversibel dan dapat hilang bila tekanan bola mata

sudah terkontrol.

Ablasio dan miopia tinggi juga dapat menimbulkan

katarak komplikata. Pada katarak komplikata yang mengenai

satu mata dilakukan tindakan bedah bila kekeruhannya sudah

mengenai seluruh bagian lensa atau bila penderita memerlukan

penglihatan binokular atau kosmetik.

Jenis tindakan yang dilakukan ekstraksi linear atau

ekstraksi lensa ekstrakapsular. Iridektomi total lebih baik

dilakukan dari pada iridektomi perifer.

Katarak yang berhubungan dengan penyakit umum

mengenai kedua mata, walaupun kadang-kadang tidak

bersamaan. Katrak ini biasanya btimbul pada usia yang lebih

muda. Kelainan umum yang dapat menimbulkan katarak adalah

diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonia distrofia, tetani

infantil dan lain-lain.

Diabetes melitus menimbulkan katarak yang

memberikan gambaran khas yaitu kekeruhan yang tersebar halus

seperti tebaran kapas di dalam masa lensa.

Pada hipoparatiroid akan terlihat kekeruhan yang mulai

pada dataran belakang lensa, sedang pada penyakit umum lain

akan terlihat tanda degenerasi pada lensa yang mengenai seluruh

lapis lensa.

14
4) Katarak Toksik

Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat,

seperti obat kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang

diberikan dalam waktu lama, ergot, naftalein, dinitrofenol,

triparanol, antikolinesterase, klorpromazin, miotik, busulfan.

Obat-obat tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan

lensa.

5) Katarak Ikutan (membran sekunder)

Katarak ikutan merupakan kekeruhan kapsul posterior

yang terjadi setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular akibat

terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal,

paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari pasca ekstraksi

ektrakapsular. Epitel lensa subkapsular yang tersisa mungkin

menginduksi regenerasi serat-serat lensa, memberikan gambaran

telur ikan pada kapsul posterior (mutiara Elschnig). Lapisan

epitel berproliferasi tersebut dapat membentuk banyak lapisan

dan menimbulkan kekeruhan yang jelas. Sel-sel ini mungkin

juga mengalami diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-

serat tersebut menimbulkan banyak kerutan kecil di

kapsulposterior, yang menimbulkan distorsi penglihatan. Semua

faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan

setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular.

Katarak ikutan merupakan suatu masalah besar pada

hampir semua pasien pediatrik, kecuali bila kapsul posterior dan

vitreus anterior diangkat pada saat operasi. Dulu, hingga

setengah dari semua pasien dewasa mengalami kekeruhan

15
kapsul posterior setelah mengalami ekstraksi katarak

ekstrakapsular. Namun, tehnik bedah yang semakin berkembang

dan materi lensa intraokular yang baru mampu mengurangi

insiden kekeruhan kapsul posterior secara nyata.

F. GEJALA KLINIS

Menurut Butterwick (2012) Katarak biasanya terbentuk secara

perlahan sehingga terkadang gejala yang timbul tidak dirasakan oleh

penderitanya. Gejala yang sering dikeluhkan oleh penderita katarak antara

lain:

1. Penglihatan berawan, kabur atau berkabut

2. Lebih nyaman saat melihat jarak dekat

3. Perubahan persepsi warna

4. Fotosensitif baik pada malam hari maupun siang hari

5. Penglihatan ganda (double vision)

6. Perubahan ukuran kacamata yang signifikan

Menurut Ocampo (2013) Tanda pada penderita katarak adalah sebagai

berikut:

1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya

2. Pemeriksaan iluminasi oblik

3. Shadow test

4. Oftalmoskopi direk

5. Pemeriksaan sit lamp

16
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

Tabel 1. Derajat kekerasan katarak

G. PATOFISIOLOGI

Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin tebal dan berat

sementara daya akomodasinya semakin melemah. Ketika lapisan kortikal

bertambah dalam pola yang konsentris, nukleus sentral tertekan dan

mengeras, disebut nuklear sklerosis. Ada banyak mekanisme yang memberi

kontribusi dalam progresifitas kekeruhan lensa. Epitel lensa berubah seiring

bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas (kepadatan) sel

epitelial dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa (lens fiber cells).

Walaupun epitel lensa yang mengalami katarak menunjukkan angka kematian

apoptotik yang rendah, akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat

menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan

akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan

bertambahnya usia lensa, penurunan rasio air dan mungkin metabolit larut air

dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui

epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien

dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa akibat

pertambahan usia mengarahkan pada terjadinya katarak senilis (Berson,

1993).

17
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa

dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul

tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air.

Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks

refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan.

Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan

katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin

(Gerhard, 2000).

Selain dari itu, terdapat juga teori free radical, dimana free radical

terbentuk jika terjadi reaksi intermediate reaktif kuat. Free radical

mengakibatkan degenerasi molekul normal, dan dapat dinetralisir oleh

vitamin E dan antioksidan. Teori Across-Link dari para ahli biokimia

mengatakan terjadi pengikatan asam nukleat dan molekul protein sehingga

terjadi gangguan fungsi (Johns, 2011).

18
Faktor resiko katarak:

- Usia (penuaan)
- Paparan sinar UV Perubahan struktur
- Infeksi intrauterine korteks
- Trauma
- Metabolik (DM)
Kerusakan sel-sel
korteks

Hidrasi sel-sel
lensa

Kepadatan lensa
berkurang

Sinar sejajar masuk Lensa menjadi


keruh

Tidak bisa
difokuskan

Penurunan visus
penglihatan
Gambar 14. Pathway katarak

H. DIAGNOSIS

Diagnosa katarak dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi

adanya penyakit-penyakit yang menyertai. Penyakit seperti Diabetes Mellitus

dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara

dini dan bisa dikontrol sebelum operasi (Ocampo, 2013).

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk

mengetahui kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan adneksa okuler dan

19
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan

prognosis penglihatannya (Ocampo, 2013).

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas

lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris,

bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati,

gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian

dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat

diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata

sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Kemudian lakukan

pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada katarak senilis.

Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari

integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina

dapat menilai gangguan penglihatan (Ocampo, 2013).

I. PENATALAKSANAAN

Satu-satunya terapi katarak adalah tindakan bedah. Indikasi operasi

katarak secara umum adalah untuk rehabilitasi visus, mencegah dan

mengatasi komplikasi, tujuan terapeutik dan diagnostik, mencegah ambliopia

dan tujuan kosmetik. Saat ini terapi bedah katarak sudah mengalami banyak

perkembangan (Vaughan, 2007).

Dahulu bedah katarak dilakukan dengan teknologi yang disebut ECCE

dan ICCE masih memerlukan sayatan lebar untuk mengeluarkan lensa secara

utuh, sehingga pasien pun harus mendapatkan jahitan yang cukup banyak

pada matanya yang mengakibatkan proses pemulihan matanya menjadi lama.

Sekarang dengan teknologi fakoemulsifikasi sayatan pada mata menjadi

sangat kecil dan seringkali tidak memerlukan jahitan (Vaughan, 2007).

20
1. Metode Ekstraksi intrakapsuler (ICCE), yang jarang lagi dilakukan

sekarang adalah mengangkat lensa in toto yakni didalam kapsulnya

melalui limbus superior 140-160 derajat. ICCE dilakukan pada negara-

negara dimana terdapat keterbatasan mikroskop untuk melakukan operasi

katarak. ICCE diindikasikan pada kasus-kasus katarak tidak stabil,

intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi. Kontraindikasi absolut ICCE

adalah katarak pada anak dan dewasa muda serta katarak traumatik

dengan ruptur kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE adalah miopi tinggi,

sindrom Marfan, katarak Morgagni (Ilyas, 2003).

2. Metode Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE), yang saat ini masih

sering dipakai juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior

kapsul dipotong atau diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa

dinuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga

meninggalkan kapsul posterior. ECCE diindikasikan untuk operasi

katarak yang diiringi dengan pemasangan IOL atau penambahan

kacamata baca, terjadinya perlengketan luas antara iris dan lensa, ablasi

atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE adalah pada keadaan

dimana terjadi insufisiensi zonula zinni (Vaughan, 2007).

Gambar 14. Teknik ECCE

21
3. Metode fakoemulsifikasi yaitu dengan sayatan kecil dan tidak

memerlukan benang. Ada berbagai keuntungan dari metode tersebut,

antara lain tanpa dijahit. Ini karena sayatannya kecil. Kalaupun perlu

jahitan hanya satu jahitan. Fakofragmentasi atau fakoemulsi dengan

irigasi atau aspirasi atau keduanya adalah teknik ekstrakapsuler yang

menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan

korteks melalui incisi limbus yang kecil (2-5mm), sehingga

mempermudah penyembuhan luka operasi dan keluhan mata merah tidak

lama (Husain, 2005).

Gambar 6. Teknik Fakoemulsifikasi

Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan

tambahan untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat

jauh. Akomodasi hilang dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang

pada sistem optik mata tersebut harus digantikan oleh kacamata afakia

yang tebal, lensa kontak yang tipis atau implantasi lensa plastik (IOL) di

dalam bola mata (Husain, 2005).

22
Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian Operasi Katarak

Metode Indikasi Keuntungan Kerugian

ICCE Zonula lemah Tidak ada resiko Resiko tinggi kebocoran


katarak sekunder. vitreous (20%).
Peralatan yang Astigmatisme.
dibutuhkan sedikit. Rehabilitasi visual
terhambat.
IOL di COA atau dijahit
di posterior.
ECCE Lensa sangat Peralatan yang Astigmatisme.
keras. dibutuhkan paling Rehabilitasi visual
Endotel kornea sedikit. terhambat.
kurang bagus. Baik untuk endotel
kornea.
IOL di COP.
Phaco Sebagian besar Rehabilitasi visual Peralatan / instrumen
katarak kecuali cepat. mahal.
katarak Morgagni Pelatihan lama.
dan trauma. Ultrasound dapat
mempengaruhi endotel
kornea.

IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang

difiksasi ke dalam mata atau dekat dengan posisi lensa alami yang

mengiringi ECCE. Sebuah IOL dapat menghasilkan pembesaran dan

distorsi minimal dengan sedikit kehilangan persepsi dalam atau tajam

penglihatan perifer (John, 2011).

IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan

penanganan khusus dan tidak dirasakan pasien atau diperhatikan orang

lain. Dengan sebuah IOL kacamata baca dan kacamata untuk melihat

dekat biasanya tetap dibutuhkan dan umumnya dibutuhkan kacamata

tipis untuk penglihatan jauh (John, 2011).

Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang,

retinopati diabetik progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler


(Ilyas, 2003).

23
Tentunya setiap tindakan operasi memiliki resiko, yang paling

buruk adalah hilangnya penglihatan secara permanen. Setelah dilakukan

operasi masih mungkin muncul masalah pada mata, sehingga diperlukan

kontrol post operasi yang teratur.

Tabel 4. Efek Operasi Katarak


Jangka Pendek Jangka Panjang
a. Infeksi pada mata a. Fotosensitif
b. Perdarahan pada kornea (hifema) b. Dislokasi IOL
c. Edema papil c. Kekeruhan pada kapsul lensa
d. Edema kornea d. Ablasio retina
e. Rupture kapsul lensa e. Astigmatisma
f. Ablasio retina f. Glaukoma
g. Ptosis

J. PROGNOSIS

Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan

pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak dewasa. Adanya

ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi

tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk

perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak

kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral

inkomplit yang progresif lambat (Ilyas, 2007).

Sedangkan pada katarak senilis jika katarak dapat dengan cepat

terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat

maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal (Ilyas, 2003).

24
DAFTAR PUSTAKA

Bashour M, Roy H. Congenital Cataract. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1210837-clinical#showall. Updated
on: 7 August 2012. Accessed on: 28 December 2015.

Berson, Frank G. Basic Ophtalmology for medical students and Primary Care
Residents. Sixth Edition. American Academy of Ophtalmology. 1993.

Butterwick R. Cataract and Your Eyes. Available at: http://www.webmd.com/eye-


health/cataracts/health-cataracts-eyes. Updated on: 5 July 2012. Accessed
on: 28 December 2015.

Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short Textbook. New York :Thieme stutrgart,


2000.

Husain R, Tong L, Fong A, Cheng JF, How A, Chua WH, Lee L, Gazzard G, Tan
DT, Koh D, Saw SM. Prevalence of Cataract in Rural Indonesia.
Ophthalmology, Jul 2005; 112(7): 1255-62

Ilyas, Sidarta. Katarak (Lensa Mata Keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai
penerbit FKUI,2003.

Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.
Hlm 172-3, 199, 200-13.

Johns J.K Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11. American
Academy of Ophthalmology. 2011.

Ocampo VVD, Roy H. Senile Cataract. Available


at: http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview. Updated on: 22
January 2013. Accessed on: 28 December 2015.

Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum, edisi
17. Jakarta: EGC, 2007, p169-176.

25

Anda mungkin juga menyukai