Palatoplasti adalah prosedur bedah untuk memperbaiki celah bibir dan langit-langit mulut.
Celah bibir atau lebih dikenal sebagai bibir sumbing, adalah kondisi abnormalitas di mana
terdapat celah di antara mulut dan hidung. Sedangkan celah langit-langit mulut adalah
kondisi langit-langit mulut yang terbelah atau bercelah. Kedua kondisi ini merupakan cacat
bawaan lahir dan berdampak buruk terhadap perkembangan kemampuan bicara, bernapas,
dan menelan. Kasus celah bibir dan langit-langit mulut umum ditemukan di berbagai belahan
dunia, namun penyebabnya belum diketahui secara pasti. Oleh sebab itu, hingga saat ini para
ahli medis belum menemukan cara untuk mencegah bayi terlahir dengan kondisi ini.
Palatoplasti, yang juga dikenal sebagai operasi rekonstruksi palatum atau langit-langit mulut,
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bernapas, menelan, dan berbicara pada bayi agar
menjadi lebih normal. Patoplasti dilaksanakan dengan beberapa teknik, yaitu penutupan
palatum sederhana, penutupan dan perpanjangan palatum, serta kombinasi dua teknik
sebelumnya dengan reaproksimasi atau menjahit otot palatum. Beragam teknik dan kemajuan
teknologi baru telah dikembangkan dengan didasarkan pada kondisi ini, sehingga dokter
bedah dan pasien memiliki beragam pilihan dalam mencari metode yang tepat untuk
memperbaiki kondisi ini.
Celah bibir dan langit-langit memang tidak terlalu berdampak serius pada kesehatan, namun
jika dibiarkan, anak-anak yang dengan kondisi ini akan rentan terhadap infeksi telinga dan
penyakit terkait lainnya.
Remaja dan orang dewasa juga dapat menjalani palatoplasti, walaupun mereka cenderung
mendapat stigma sosial karena kondisi yang mereka derita memengaruhi penampilan dan
kemampuan berbicara.
Pasca operasi, pasien akan diberi obat-obatan, biasanya berupa suppositoria untuk menangani
nyeri pada bayi.
Palatoplasti merupakan prosedur yang aman dengan tingkat keberhasilan tinggi dan hasil
yang memuaskan, terutama di antara pasien muda. Proses bernapas dan menelan akan terasa
lebih baik, walau terkadang pasien masih akan merasa sedikit gangguan pertumbuhan rahang
setelah menjalani operasi.
Prosedur ini biasanya memerlukan dua flap mukoperiosteal untuk memperbaiki palatum
keras, sedangkan palatum lunak akan disambungkan dan ditutup dengan jahitan. Variasi
teknik bedah palatoplasti dilakukan dengan memanjangkan palatum, sedangkan teknik
lainnya membutuhkan perbaikan palatum lunak dan bibir terlebih dahulu dan menunda
perbaikan palatum keras hingga enam sampai duabelas tahun.
Pada beberapa kasus, uvula di sekitar celah juga memerlukan rekonstruksi atau perbaikan,
jika area bedah meluas ke bagian ini.
Pasien kemungkinan mengalami reaksi penolakan terhadap obat bius dan hal ini perlu terus
diperhatikan selama prosedur berlangsung. Zat sedatif juga dapat menyebabkan lidah sobek,
yang dapat memicu gangguan pernafasan, khususnya pada bayi. Untuk mencegah hal ini,
tidak sedikit dokter bedah yang memilih untuk menjahit lidah pasien setelah beberapa jam
pasca palatoplasti untuk meminimalisir gangguan pernafasan.
Walaupun jarang ditemukan, namun ada beberapa kasus flap mukoperiostal yang lepas.
Kondisi ini perlu diperbaiki dengan prosedur operasi.
Sedangkan komplikasi yang muncul setelah beberapa minggu atau bulan, meliputi
inkompetensi velofaring yang sedikit membuat kesulitan bicara, hypoplasia maxilla, dan
kerusakan susunan gigi. Bahkan adapula pasien yang menderita otitis media, yaitu radang
telinga tengah karena infeksi.
Pasien yang telah menjalani palatoplasti akan memiliki bekas luka di area bedah. Namun, hal
ini biasanya bukan masalah besar bagi pasien.
Rujukan:
Wang TD, Milczuk HA. Cleft lip and palate. In: Flint PW, Haughey BH, Lund LJ, et
al, eds. Cummings Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 6th ed. Philadelphia, PA:
Elsevier Mosby; 2015: bab 187.