Disusun oleh:
Ivona Oliviera
22010116210124
Pembimbing:
dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD
Residen pembimbing:
dr. Dian Mutiara
NIM : 22010116210124
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus besar Seorang laki-laki
19 tahun dengan sistitis, chronic kidney disease stage V et causa nefropati obstruksi,
severe hidronefrosis hidroureter duplex, dan anemia ringan normositik normokromik
ini dapat penulis selesaikan.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
2.3. Hidronefrosis.................................................................................................. 51
iv
ABSTRAK
Pasien yang bernama Tn. A, jenis kelamin laki-laki dan usia 19 tahun, datang
dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah 4 hari sebelum masuk rumah sakit,
terus menerus muncul dan mengganggu aktivitas. Tidak dipengaruhi oleh aktivitas
maupun istirahat. Badan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit yang
semakin lama semakin memberat sehingga pasien lebih banyak beristirahat di tempat
tidur. Selain itu pasien juga mengeluhkan demam (+), sesak nafas (+), nafsu makan
turun (+), mual (+), kaki kram (+). BAK berwarna kuning tua, bau dalam batas
normal, volume urin yang dikeluarkan sedikit-sedikit, nyeri saat BAK (+). BAK
disertai batu (-), pasir (-), darah (-). Frekuensi BAK 3 kali dalam sehari. Penurunan
BB (-), BAB dalam batas normal, BAB hitam (-) Batuk pilek (-). Sebelumnya sudah
dibawa ke puskesmas dan di cek laboratorium darah dan urin kemudian di rujuk ke
RSDK.
Pada tanggal 1 November 2016 dilakukan pemeriksaan urin rutin dan
didapatkan adanya peningkatan kadar protein. Nitrit negatif, leukosit esterase positif,
dan adanya kandungan darah dalam urin. Pada sedimen urin ditemukan leukosit dan
eritrosit yang meningkat. Silinder hialin (+) meningkat. Yeast cell dan bakteri (+).
Hasil pemeriksaan darah rutin yaitu adanya anemia berat nomositik normokromik
dengan Hb 5,23 gr/dL dan kadar ureum 473 mg/dL dan kreatinin 21 mg/dl.
Sedangkan pemeriksaan darah tepi menunjukan adanya peningkatan retikulosit yaitu
6,23%. Pemeriksaan BGA juga dilakukan pada tanggal 1 November 2016 dan
didapatkan hasil adanya asidosis metabolik terkompensasi sebagian.
Pada tanggal 2 November 2016 dilakukan pemeriksaan foto thorax dan tidak
ditemukan adanya kardiomegali. Foto thorax masih dalam batas normal. Selain itu
dilakukan pula pemeriksaan USG abdomen dan ditemukan adanya severe
hidronefrosis hidroureter duplex dengan kecurigaan adanya sumbatan di
vesikoureteral junction serta adanya gambaran sistitis. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan adanya 4 masalah pada pasien yaitu adanya infeksi saluran kemih sistitis,
chronic kidney disease stage V, severe hidronefrosis hidroureter duplex, dan anemia
normositik normokromik.
Pada masalah sistitis dilakukan assessment untuk mencari penyebabnya, yaitu
infeksi atau obstruksi. Diagnosis ditegakkan dengan kultur urin pada tanggal 11
November 2016 dengan hasil bakteri 10.000 cfu/ml dan bakteri Acnetobacter sp.
Diberikan terapi ciprofloxacin 200 mg/24 jam, infus NaCl 0,9% 10 tpm, dan
paracetamol 500 mg/8jam per oral.
Pada masalah CKD stage V dilakukan assessment untuk menentukan lokasi
sumbatan. Program yang diberikan adalah diet uremia 1700 kkal, rendah garam <2
gr/hari, protein 0,6 gr/kgBB/hari. Diberikan pula suplemen bicnat 3x1 tab, dan
hemodialisa seminggu dua kali. Untuk severe hidronefrosis hidroureter duplex
v
dilakukan assessment untuk menentukan lokasi obstruksi, dengan menggunakan
pemeriksaan BNO-IVP. Dilakukan pula monitoring pada intake cairan, keseimbangan
cairan, dan volume urin.
Pada tanggal 2-5 November 2016 dilakukan transfusi PRC II kolf/hari selama
3 hari dan PRC I kolf selama 1 hari. Sehingga pada pemeriksaan darah pada tanggal 6
November 2016 didapatkan Hb yang sudah mengalami perbaikan yaitu 10,3 gr/dl,
dengan kesan anemia ringan normositik normokromik. Selanjutnya diberikan
suplemen asam folat 1 mg/hari, dan akan dilakukan pemeriksaan ulang retikulosit,
benzidine test, serta kadar ferritin, Fe serum, dan TiBC, dengan assessment penyakit
kronik, perdarahan, dan anemia defisiensi besi.
Kata kunci : Infeksi saluran kemih, chronic kidney disease stage V, hidronefrosis
hidroureter duplex, anemia normositik normokromik
vi
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun
Alamat : Gunungpati, Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Pelajar
Bangsal : Rajawali 3B
Masuk RS : 2 November 2016
No. CM : C609296
Status : BPJS
DAFTAR MASALAH
1 Sistitis 9-11-2016
1
II. DATA DASAR
A. SUBYEKTIF
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 9 November 2016 pukul 15.00
di bangsal Rajawali 3B.
Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri perut yang
dirasakan di perut bagian bawah. Nyeri perut terus menerus muncul dan
dirasakan mengganggu aktivitas. Nyeri perut tidak dipengaruhi oleh
aktivitas maupun istirahat. Tidak ada faktor yang memperberat dan
memperingan lainnya. Pasien juga merasa badan lemas sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit yang semakin lama semakin memberat
sehingga pasien lebih banyak beristirahat di tempat tidur. Selain itu pasien
juga mengeluhkan demam (+), sesak nafas (+), nafsu makan turun (+),
mual (+), kaki kram (+). BAK berwarna kuning tua, bau dalam batas
normal, volume urin yang dikeluarkan sedikit-sedikit, nyeri saat BAK (+).
BAK disertai batu (-), pasir (-), darah (-). Frekuensi BAK 3 kali dalam
sehari. Penurunan BB (-), BAB dalam batas normal, BAB hitam (-) Batuk
pilek (-). Sebelumnya sudah dibawa ke puskesmas dan di cek laboratorium
darah dan urin kemudian di rujuk ke RSDK.
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat anggota keluarga menderita sakit serupa (-)
Riwayat sakit kuning pada anggota keluarga (-)
Riwayat penyakit darah tinggi pada anggota keluarga (-)
Riwayat penyakit kencing manis pada anggota keluarga (-)
B. OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 9 November 2016 pukul 15.00 WIB di
bangsal Rajawali 3B.
Keadaan umum : tampak lemah, dyspneu (-), orthopneu (-)
Kesadaran : composmentis, GCS: E4M6V5= 15
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 68x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pulsus
defisit (-)
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu : 36,6oC (aksiler)
Status Gizi :
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 20 kg/m2
Kesan : normal
Kulit : turgor kulit cukup, ikterik (-), uremic frost (+)
Kepala : normal, rambut rontok (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera
3
ikterik (-/-)
Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-), nafas cuping hidung
(-)
Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), hipertrofi ginggiva (-),
perdarahan gusi (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis
(-), ulkus (-), pursed lips breathing (-)
Wajah : Sembab
Leher : trakea ditengah, JVP R+0, pembesaran kelenjar
getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks :
Dada : simetris, bentuk normal, retraksi dinding dada (-),
sela iga melebar (-), retraksi suprasternal (-),
retraksi intercostal (-), spider naevi (-), atrofi
musculus pectoralis (-)
Paru Depan :
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Paru Belakang :
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
4
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea mid
clavicularis sinistra, kuat angkat (-), pulsasi
epigastrial (-), pulsasi parasternal (-), thrill (-),
sternal lift (-)
Perkusi : batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
batas bawah : linea parasternal dextra
batas kiri : sesuai iktus kordis
pinggang jantung cekung
Auskultasi : heart rate 68x/menit, reguler, BJ I-II murni, bising
(-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, umbilicus menonjol (-), venektasi (-), caput
medusae (-), luka (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, liver span 8 cm, pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-), undulasi (-), area Traube timpani,
nyeri ketok costovertebra (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di suprapubik, hepar dan
lien tidak teraba, balotemen ginjal (+)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Kuku pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Ikterik -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Cappilary refill time <2 detik <2 detik
5
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (01 November 2016) di Puskesmas
Pegandan
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6,1 gr/dL 12,00 15,00
Leukosit 3,4 10^3/L 3,6 11
Trombosit 216 10^3/L 150 400
URINE
Makroskopis Coklat muda
keruh
Mikroskopis
Protein Urine +4
Pyuria (+) penuh
Bakteri (+)
Epitel (+)
Reduksi -
pH 6
6
Natrium 132 mmol/L 136 145
Kalium 3,8 mmol/L 3,5 5,1
Chlorida 100 mmol/L 98 107
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hitung Jenis +
Eosinofil 3 % 13
Basofil 0 % 02
Batang 2 % 25
Segmen 59 % 47 80
Limfosit 25 % 20 40
Monosit 7 % 2 10
AMC : 2%
Lain-lain
Metamielosit : 2%
BGA Kimia
Temp 37 C
FIO2 21 %
pH 7,03 7,37 7,45
pCO2 11 mmHg 35 45
pO2 185 mmHg 83 108
7
HCO3- 3,0 mmol/L 18 23
A-aDO2 49 mmHg
RI 0,3
8
Pemeriksaan Kimia Klinik ( 2 November 2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
BGA Kimia
Temp 36,5 C
FIO2 21 %
pH 7,476 7,37 7,45
pCO2 22,3 mmHg 35 45
pO2 98,9 mmHg 83 108
pH (T) 7,483 7,37 7,45
pCO2 (T) 21,8 mmHg
pO2 (T) 96 mmHg
HCO3- 16,6 mmol/L 18 23
TCO2 17,3 mmol/L
Beecf -7,2 mmol/L
BE (B) -4,8 mmol/L -2 3
SO2c 97,5 % 95 100
A-aDO2 27,8 mmHg
RI 0,3
9
Kreatinin 21 Mg/dL 0,6 1,3
10
Chlorida 103 mmol/L 98 107
IMG
Klinis : Anemia, GN
Cor : Bentuk dan letak jantung normal
11
Pulmo : Corakan vaskulet tampak normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri lancip
Kesan :
- Cor tak membesar
- Pulmo tak tampak kelainan
Klinis : Azotemia
Hasil :
12
Hepar : Ukuran tak membesar, parenkim homogen,
ekogenesitas normal, tak tampak nodul, v. Porta tak melebar, v.
hepatika tak melebar
Ductus biliaris : intra dan ekstrahepatal tak melebar
Vesika felea : Ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak
baru, tak tampak sludge
Pankreas : parenkim homogen, tak tampak massa maupun
kalsifikasi
Ginjal kanan : Bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler
tak jelas, tak tampak penipisan korteks tak tampak batu, tampak
pelebaran PCS dan ureter
Ginjal kiri : Bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler
tak jelas, tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, tampak
pelebaran PCS dan ureter
Lien : Tak membesar, tak tampak masa
Aorta : Tak tampak nodul paraaorta
Vesika urinaria : ddinding tak menebal, permukaan sebagian
ireguler, tampak internal echo didalamnya, Tak tampak batu, tak
tampak massa
Tak tampak cairan bebas intraabdomen
Tak tampak cairan bebas supradiafragma kanan kiri
Kesan :
Severe hidronefrosis dan hidroureter kanan kiri cenderung bendungan
pada vesicoureteral junction
Gambaran Sistitis
Tak tampak kelainan pada sonografi organ intraabdomen lainnya
diatas
13
Hitung GFR
(140 )
=
72
121 48
=
72 10,9
= 7,40
14
21. Kreatinin meningkat : 10,9 mg/dL
22. USG : Severe hidronefrosis dan hidroureter kanan kiri cenderung bendungan
pada vesicoureteral junction
23. USG : Gambaran Sistitis
ANALISIS SINTESIS
Problem 1. Sistitis
Assessment : Etiologi : Infeksi
Batu
Initial Plan :
- Ip Dx : Kultur urine, analisa batu
- Ip Rx : - Infus NaCL 0,9% 10 tpm
- Injeksi ciprofloxacin 200mg/12 jam intravena
- Paracetamol 500 mg/8 jam per oral
- Ip Mx : Keluhan nyeri perut, keadaan umum, tanda vital (tekanan darah,
nadi), nyeri BAK
15
- Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien
mengalami infeksi pada saluran kemih dan akan diberikan obat-
obatan untuk mengurangi gejala sementara.
- Menejelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa akan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dari urin pasien untuk
mengetahui penyebab dari penyakit pasien.
- Menganjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk
melakukan relaksasi nafas dalam pada saat terjadi nyeri perut.
16
Initial Plan :
- Ip Dx : Pemeriksaan BNO, RPG
- Ip Rx :-
- Ip Mx :-
- Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa terdapat
penumpukan cairan di ginjal dan saluran kemih pasien sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui
lokasi bendungan saluran kemih tersebut.
17
CATATAN KEMAJUAN
18
Konsul bedah untuk pemasangan double lumen
- Mx : Monitor keadaan umum dan tanda vital, intake cairan, volume
urin
- Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa yang
sudah mulai terjadi perbaikan pada kadar ureum dan kreatinin
dalam darah pasien setelah dilakukan hemodialisa.
Kesan : Tak tampak batu opal pada cavum abdomen maupun cavum pelvis
Dilatasi gaster
Evaluasi : Tidak tampak kelainan dari hasil foto BNO
Assessment : Lokasi bendungan
Plan :
- Dx : RPG
- Rx :-
- Mx :-
- Ex :-
19
Tanggal 11 November 2016
Problem 1. Cystitis
S :-
O :
Hasil kultur urine :
PEMERIKSAAN HASIL
Hitung kuman 10.000 CFU/ml
Hasil Kultur Acnetobacter spp
Mikacin S
Amox/Clav.AC S
Cefotaxime S
Ciprofloxacin S
Gentamicin S
Meropenem S
Sulbactam cefoperazone S
Tetracyclin S
Tigecyclne S
Piperacillin/Tazobactam S
Trimethoprim/Sulfamethoxazole S
Ampicillin/Sulbactam S
20
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Inj. Ciprofloxacin 200 mg / 24 jam
Paracetamol 500 mg / 8 jam per oral
- Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, keluhan pasien
- Ip Ex :-
Assessment : Overhidrasi
Hipoalbumin
Plan :
- Dx : Cek kadar albumin
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet uremia 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
Hemodialisa
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex : Edukasi pasien dan keluarga pasien bahwa terjadi pembengkakan
pada kaki dan tangan pasien sehingga perlu dilakukan
pengawasan terhadap konsumsi dan keseimbangan cairan tubuh.
21
Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik post transfusi
S :-
O :
Hasil Laboratorium Post HD ke-3 ( 10 November 2016 ):
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,65 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 28,0 % 40 54
Eritrosit 3,25 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 29,7 Pg 27 32
MCV 86,1 fL 76 96
MCHC 34,5 g/dL 29 36
Leukosit 12,2 10^3/L 3,6 11
Trombosit 151 10^3/L 150 400
RDW 12,6 % 11,6 14,8
MPV 8,91 fL 4 11
22
Nadi : 76x/menit
Laju nafas : 20x/menit
A :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Inj. Ciprofloxacin 200 mg / 24 jam (besok stop)
Paracetamol 500 mg / 8 jam per oral
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, keluhan pasien
- Ex :-
S :-
O : KU cukup baik, CM
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Laju nafas : 20x/menit
Suhu : 37oC
Edema (+)
Hasil laboratorium post HD ke-4 (14 November 2016)
KIMIA KLINIK
Ureum 68 mg/dL 15 39
Kreatinin 5,8 Mg/dL 0,6 1,3
ELEKTROLIT
Natrium 138 mmol/L 136 145
Kalium 4,7 mmol/L 3,5 5,1
Chlorida 94 mmol/L 98 107
23
P :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet uremia 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
Hemodialisan ke-4 selama 4 jam.
- Mx : Tanda vital, balance cairan
- Ex : Edukasi pasien dan keluarga pasien bahwa terjadi pembengkakan
pada kaki dan tangan pasien sehingga perlu dilakukan
pengawasan terhadap konsumsi dan keseimbangan cairan tubuh.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa kadar
elektrolit pasien sudah mengalami perbaikan.
Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik
S :-
O :
Hasil Laboratorium Post HD ke-4 ( 14 November 2016 ):
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,28 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 28,5 % 40 54
Eritrosit 3,17 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 29,3 Pg 27 32
MCV 89,9 fL 76 96
MCHC 32,6 g/dL 29 36
Leukosit 16,1 10^3/L 3,6 11
Trombosit 186 10^3/L 150 400
RDW 13 % 11,6 14,8
MPV 8,38 fL 4 11
24
Tanggal 15 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
S :-
O : Edema ekstremitas (-/-)
A :
P :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet uremia 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
Hemodialisa Senin-Kamis
- Mx : Tanda vital, balance cairan
- Ex : Edukasi pasien dan keluarga pasien bahwa pembengkakan pada
kaki dan tangan pasien sudah berkurang.
25
- Rx : O2 3 lpm nasal kanul
Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa
- Mx : Tanda vital, balance cairan, intake cairan, volume urin
- Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa ada satu
obat baru yaitu CaCO3 yang harus diminum 3 kali sehari untuk
mengembalikan kadar calcium darah ke kadar normal.
26
Tanggal 18 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
27
- Mx : Tanda vital, balance cairan, intake cairan, volume urin
- Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa telah
dilakukan pemasangan double lumen untuk memudahkan proses
hemodialisa.
28
Evaluasi : Penurunan hemoglobin : Anemia sedang normositik
normokromik
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx :
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, laboratorium darah rutin post HD
- Ex :-
-
29
Tanggal 22 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
Subyektif : -
Obyektif : KU baik, composmentis
TD : 130/90
HR : 78 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36,3
Hasil laboratorium post HD ke-6 (21 November 2016)
KIMIA KLINIK
Ureum 47 mg/dL 15 39
Kreatinin 5,5 Mg/dL 0,6 1,3
Evaluasi : Kadar ureum kreatinin dalam perbaikan
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa ke-6 selama 4 jam
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-
30
Hematokrit 25,6 % 40 54
Eritrosit 2,87 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 29,0 Pg 27 32
MCV 89,2 fL 76 96
MCHC 32,5 g/dL 29 36
Leukosit 6,85 10^3/L 3,6 11
Trombosit 214 10^3/L 150 400
RDW 13,1 % 11,6 14,8
MPV 7,91 fL 4 11
31
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-
32
Tanggal 25 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
Subyektif : -
Obyektif : KU baik, composmentis
TD : 130/100
HR : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 37
Hasil laboratorium post HD ke-7 (24 November 2016)
KIMIA KLINIK
Ureum 64 mg/dL 15 39
Kreatinin 56,4 Mg/dL 0,6 1,3
Evaluasi : Kadar ureum kreatinin dalam perbaikan
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-
33
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,2 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 37,9 % 40 54
Eritrosit 4,48 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 27,2 Pg 27 32
MCV 84,6 fL 76 96
MCHC 32,2 g/dL 29 36
Leukosit 8,3 10^3/L 3,6 11
Trombosit 268 10^3/L 150 400
RDW 14,5 % 11,6 14,8
MPV 11,1 fL 4 11
Evaluasi :
Anemia ringan normositik normokromik dalam perbaikan Hb : 12,2 gr/dL
Kadar Ht dan eritrosit sudah meningkat mendekati batas normal.
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Asam folat 1mg/hari per oral
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, laboratorium darah rutin post HD
- Ex :-
34
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang sering
ditemukan. Prevalensi ISK lebih tnggi pada wanita dibandingkan pria. Infeksi
ini dapat mengenai salurah kemih atas dan saluran kemih bagian bawah. ISK
biasanya diberinama sesuai dengan tempat yang terinfeksi, yaitu sistitis
(infeksi pada kandung kemih) dan pielonefritis (infeksi pada parenkim
ginjal). Gejala pada sistitis dan pielonefritis berbeda, pada sistitis dapat
ditemukan nyeri saat BAK dan frekuensi BAK yang meningkat. Sedangkan
pada pielonefritis dapat dijumpai nyeri pinggang dan demam tinggi.3
Etiologi
35
Tabel 2.1 Jenis mikroorganisme penyebab ISK1
Jenis Mikroorganisme yang sering menyebabkan ISK
Gram positif
Gram negatif
Micrococ
Enterobac Escherichia coli Staphylococcus Aureus
caceae
teriaceae
Fecalis
pneumoniae Streptoco
Klebsiella Streptococcus enterococcu
oxytosa ccaceae
s
mirablilis
Proteus
vulgaris
cloacae
Enterobacter
aerogenes
rettgeri
Providencia
stuartii
Morganella morganii
freundii
Citrobacter
diversus
Serratia morcescens
Patogenesis
36
Enterobacteriaceae. Jalur ini yang menyebabkan infeksi saluran kemih lebih
sering terjadi pada wanita yang uretranya lebih pendek dan pada pengguna
kateter.4
37
Infeksi saluran kemih dimulai ketika patogen yang seharusnya berada di
saluran pencernaan mencemari saluran kemih dan berkoloni di uretra. Setelah
itu bakteri yang berkoloni tadi bermigrasi ke kandung kemih. Adanya pili dan
pengeluaran adhesin oleh bakteri akan menyebabkan kolonisasi dan invasi
bakteri ke sel payung superficial. Respon inflamasi dari tubuh akan menarik
sel-sel neutrofil yang bertugas membunuh bakteri yang berada di luar sel.
Namun beberapa bakteri dapat menghindari sistem imun tubuh ini dengan
masuk ke dalam sel tubuh atau melalui perubahan morfologi sehingga bakteri
tersebut resisten terhadap neutrofil. Bakteri yang lolos ini akan
menggandakan diri dan membentuk biofilm.5
Bakteri ini kemudian memproduksi toksin dan enzim protease yang akan
memicu terjadinya kerusakan sel tubuh, pelepasan nutrisi yang dibutuhkan
bakteri untuk bertahan hidup, dan naik ke ginjal. Kolonisasi di ginjal akan
menimbulkan produksi toksin bakteri sehingga sel ginjal juga mengalami
kerusakan. Jika dibiarkan dan tidak diobati, maka infeksi saluran kemih dapat
menyebabkan bakteriemia karena bakteri patogen dapat menyebrangi epitel
tubular di ginjal dan masuk ke dalam darah.5
Patogenesis ISK juga tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien itu
sendiri (host). Beberapa faktor yang mempengaruhi patogenesis ISK adalah1 :
38
Kemampuan melekat (adhesion) mikroorganisme atau bakteri
bergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Sifat
patogenisitaas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal
beberapa toksin seperti -haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1
(CNF-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin).1
2. Peranan faktor tuan rumah (host)
- Faktor predisposisi pencetus ISK, misalnya adanya kelainan anatomi
pada saluran kemih. Dilatasi saluran kemih, termasuk pelvis ginjal
tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses
klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi, misalnya pada
perempuan hamil. Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari
normal diikuti refluks mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.
Endotoksin dapat menghambat peristaktik ureter.1
- Status imunologi pasien, yaitu apabila terjadi penurunan status imun
host, karena masalah genetik atau adanya perbedaan golongan
darah1.
Klasifikasi ISK
39
- Infeksi saluran kemih bagian atas, yaitu pielonefritis, yang
merupakan infeksi pada parenkim ginjal.4
- Infeksi saluran kemih bagian bawah, yang paling sering yaitu
sistitis dan urethritis, yang mengenai saluran kemih dari vesika
urinaria ke bawah.4
-
3. Menurut waktu terjadinya infeksi7 :
- Infeksi saluran kemih primer
- Infeksi saluran kemih recurrent, biasanya terjadi karena bakteri
yang masih tersisa atau bakteri yang menginfeksi kembali
4. Menurut ada tidaknya gejala2 :
- Bakteriuria asimtomatik adalah ditemukannya jumlah bakteri yang
adekuat dalam spesimen urin pasien yang tidak menunjukkan
gejala apapun.
- Bakteriuria simtomatik adalah ditemukannya jumlah bakteri yang
adekuat dalam spesimen urin pasien dan telah menimbulkan
manifestasi klinis. 2
Gejala Klinis
Infeksi saluran kemih dapat dibedakan menjadi asimtomatik dan simtomatik,
tergantung dari ada atau tidaknya gejala. Ada perbedaan gejala ISK
tergantung dari letak infeksinya.1
1. Sistitis
Sistitis adalah infeksi saluran kemih bawah pada kandung kemih. Gejala-
gejala yang sering timbul pada sistitis adalah1 :
- Nyeri pada suprapubik
- Disuria
- Poliuria
- Urinary urgency
- Nocturia
- Hematuria
40
Sistitis lebih lanjut lagi diklasifikasikan berdasarkan penyebab dan terapi.
Sistitis yang disebabkan karena trauma pada kandung kemih adalah yang
paling banyak ditemukan, terutama pada wanita.1
2. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi saluran kemih bagian atas dan melibatkan
ginjal. Biasanya terjadi karena penumpukan pus di ginjal atau bisa juga
disebut pionefrosis. Gejala dari pielonefritis adalah demam dan nyeri
pinggang3. Presentasi klinis dari pielonefritis ini biasanya didahului
dengan gejala ISK bagian bawah. .
41
sederhana Diagnosis lain
>104 koloni bakteri/ml
tersingkir. Tidak ada
riwaya gangguan atau
kelainan pada saluran
kemih
Diagnosis
1. Pemeriksaan mikroskopik urin
Pada sedimen urin yang telah disentrifuge dari pasien dengan bakteriuria
yang signifikan hampir selalu ditemukan bakteri dengan kadar 105 koloni
per mL. Hanya sekitar 10% yang menunjukkan hasil dibawah 105 koloni.
Selain itu sebanyak 60-85% pasien dengan bakteruira yang signifikan
dapat ditemukan 10 atau lebih leukosit, terutama apabila menggunakan
spesimen urin pancar tengah. 2
42
2. Piuria
95% pasien dengan piuria biasanya mengalami infeksi pada trakturs
urogenital. Namun piuria tidak bisa membedakan antara ISK bakterial dan
sindroma uretral akut. Penyakit lain seperti tuberkulosis, nefropati
analgesik, nefritis interstitial, abses perinefritis, abses korteks ginjal,
infeksi jamur disseminasi, dan apendiksitis juga dapat menyebabkan
piuria.2
3. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram dapat meningkatkan spesifitas dari tes karena
karakteristik bentuk dan pewarnaan dapat membantu mengidentifikasi
patogen penyebab infeksi saluran kemih.2
4. Kultur urin
Diagnosis dari ISK biasanya ditegakan dengan kultur. Ada beberapa
indikasi dilakukannya kultur urin2:
- Pasien dengan gejala dan tanda ISK
- Follow-up pasien ISK yang menjalani pengobatan
- Pelepasan kateter
- Skrining bakteria asimtomatik pada saat kehamilan
- Pasien dengan uropati obstrukstif dan statis.
Spesimen urin yang digunakan harus dikultur dalam 2 jam atau disimpan
dalam lemari es. Cara pengumpulan urin yang bisa dilakukan2 :
- Urin pancar tengan
- Urin yang didapatkan dari kateter
- Urin yang didapatkan aspirasi suprapubik
- Urin yang diaspirasi dari selang kateter
5. Pemeriksaan Radiologi.
- Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kalsifikasi di saluran kemih. Pemeriksaan ini tidak sensitif untuk
melihat kalsifikasi di ureter. Foto polos digunakan untuk memantau
perubahan posisi, ukuran, dan jumlah dari batu2.
43
- Ultrasonografi
Kombinasi USG dengan foto polos abdomen menjadi pemeriksaan
pilihan, terutama untuk menilai infeksi rekuran. Pemeriksaan ini
efektif untuk melihat adanya dilatasi pelvis ginjal, untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya sumbatan2.
- Intravenous urography (IVU) dapat menunjukkan secara detil anatomi
dari kalik, pelvis, dan ureter yang tidak dapat dilihat dari USG2.
- CT termasuk metode yang umum digunakan untuk mendeteksi batu di
ginjal maupun ureter, terutama batu yang radioluscent di foto polos.
Merupakan pemeriksaan yang sensitif terhadap adanya dilatasi pelvis
dan kaliks, abses renal dan perinefron2.
Manajemen ISK
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan gejala/manifestasi klinis (dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik) dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Setelah seorang dokter menentukan diagnosis infeksi pada
pasien berdasarkan gejala klinis, dokter dapat memulai terapi antibiotik
sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik
yang dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi pada pasien
tersebut serta kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik. Terapi ini disebut
dengan terapi empiric yaitu terapi yang dimulai pada anggapan infeksi yang
berdasarkan pengalaman luas dengan kondisi klinik yang sama dibandingkan
informasi spesifik tentang penyakit pasien. Prinsip dasar terapi empirik
adalah bahwa pengobatan infeksi sebaiknya dilakukan sedini mungkin.
Penundaan pemberian antibiotik sampai mendapatkan hasil kultur bakteri dan
tes kepekaan bakteri terhadap antibiotik (biasanya 1-3 hari) dapat
menyebabkan pasien mengalami penyakit yang serius atau kematian,
terutama pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan terapi antibiotik
sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik.1
44
untuk infeksi tersebut (educated guess). Terapi empirik ISK berdasarkan
educated guess antara lain untuk sistitis akut pilihan antibiotik yang dapat
digunakan adalah ampisilin,trimetoprim, kotrimoksazol, fluorokuinolon.1
Sindrom uretra akut (SUA). Pasien dengan sindrom uretra akut dengan hitung
kuman 103 105 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia
disebabkan MO anaerobik diperlukan antimiktoba yang serasi, misal
golongan kuinolon.1
45
Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut
memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika
parenteral paling sedikit 48 jam. The Infectious Disease Society of America
menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotika IV sebagai terapi awal
semala 48-72 jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya1:
- Fluorokuinolon
- Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
46
Gambar 01. Definisi CKD
Staging CKD
Tingkat keparahan dari CKD ditentukan oleh level GFR, dimana semakin
tinggi stagenya, semakin rendah level GFR pasien.8
47
Pasien dengan GFR antara 60-89 ml/min/1,73m2 tanpa kerusakan ginjal dapat
diklasifikasikan sebagai pasien dengan penurunan GFR. Kondisi ini dapat
ditemukan pada bayi dan orang tua, yang mana dapat disebut normal sesuai
dengan usianya. Selain itu bisa juga disebabkan oleh diet vegetarian
nefrektomi unilateral, deplesi cairan ekstrasel, dan penyakit sistemik yang
berhubungan dengan penurunan perfusi ke ginjal, seperti CHF dan sirosis.8
Hipertensi dan CKD
Pasien dengan hipertensi memiliki risiko lebih tinggi kehilangan fungsi ginjal
dan berkembangnya penyakit kardiovaskuler. Hipertensi biasanya dialami
oleh orang tua tanpa CKD dan berhubungan dengan penurunan GFR dengan
cepat dan abnormalitas patologi dari ginjal.8
48
ginjal selain mempertahankan keseimbangan glomerulo-tubular juga
9
memfasilitasi penyebaran kerusakan glomerulus ke tubulointerstitial.
Beberapa mediator inflamasi yang berada di sirkulasi di glomerulus dapat
mengalir sampai ke sirkulasi peritubular dan menyebabkan reaksi inflamasi
interstitial. Hal ini sering kali terjadi pada infeksi dan penyakit yang berasal
dari glomerulus.9
Selain itu penurunan dari perfusi preglomerulus atau glomerulus dapat
menyebabkan penurunan aliran darah peritubular, yang dapat menyebabkan
hipoksia hingga terjadi kerusakan tubulointerstitial dan remodelling jaringan.
Kerusakan jaringan glomerulus pada suatu bagian dapat memicu banyak
mekanisme, bisa lewat kontak langsung antar sel ( lewat gap junction ) atau
melalui mediator mediator seperti kemokin, sitokin, growth factors, dan
perubahan di komposisi membran.9
Penyebab utama terjadinya kerusakan ginjal adalah karena reaksi imunologi,
yang dipicu oleh kompleks imun dan sel imun, hipoksia dan iskemia jaringan,
pengaruh substansi dari luar seperti obat dan substansi endogen seperti
glukosa dan protein, serta adanya kelainan genetik.9
Etiologi
Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Beberapa contoh penyebab CKD dengan hemodialisa di Indonesia adalah10 :
- Glomerulonefritis
- Diabetes mellitus
- Obstruksi dan infeksi
- Hipertensi
- Sebab lain seperti nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit
ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.
Gambaran Klinis
49
1. Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu trakturs urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE, dan lain-
lain.
2. Sindroma uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang, sampai koma
3. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit.
Gambaran laboratoris
Gambaran radiologi
50
2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. Pielografi anterograd atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi
4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan saluran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi
Penatalaksanaan
51
2.3 Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi ginjal aseptik yang disebabkan karena adanya
sumbatan pada aliran urin. Dilatasi serupa yang terjadi di ureter disebut
hidroureter. Hidronefrosis biasanya berupa pelebaran pelvis dan kaliks ginjal
dengan atau tanpa obstruksi pada aliran urin. Adanya obstruksi yang progresif
pada aliran urin akan menyebabkan kerusakan ginjal sehingga deteksi dini
dan manajemennya sangatpenting dilakukan. Hidronefrosis dapat terjadi
karena obstruksi fisiologis maupun patologis pada saluran kemih, dan sangat
jarang terjadi tanpa adanya obstruksi.12,13
Patofisiologi
Obstruksi dari aliran urin dan tekanan balik mempengaruhi filtrasi
glomerulur, hemodinamik ginjal, dan fungsi tubulus ginjal, yang kemudian
juga mempengaruhi fungsi ginjal keseluruhan. Karena adanya tekanan balik
akibat obstuksi itu, tekanan intratubular meningkat. Adanya peningkatan
tekanan pada intratubular menyebabkan penurunan GFR, yang kemudian
akan terkompensasi dengan peningkatan aliran darah ke ginjal dengan cara
dilatasi arteri afferen. Dilatasi arteri ini terjadi karena umpan balik negatif
akibat peningkatan tekanan intratubular. Perubahan di interstitial ginjal dan
penurunan transport sodium ke makula densa menyebabkan dilatasi dan
peningkatan aliran darah lagi ke arteriol afferen. Peningkatan resistensi
arteriolar afferen akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan
GFR semakin menurun. Aliran darah yang terganggu ini menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan memperburuk GFR lagi.13
Kaliks dan pelvis yang semakin membesar akan terus menekan parenkim
ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya fibrosis tubulointerstitial yang
progresif, atrofi tubulus, inflamasi interstitial, dan kehilangan nefron
permanen. Peningkatan tekanan ureter dapat menyebabkan aliran balik pielo-
venous dan pielo-limfatik meningkat.13
Etiologi13
Lokasi Asal penyakit Penyebab
Renal Congenital Obstruksi Pelviouretero
52
junction
Penyakit kista Penyakit ginjal polikistik
Kista ginjal sederhana
Kista peripelvis
Kista parasitik
Inflamasi Tuberculosis
Metabolik Batu ginjal
Neoplasma Tumor wilms
Karsinoma sel renal
Karsinoma renal pelvis
Lainnya Trauma ginjal
Aneurisma arteri ginjal
Ureter Congenital Refluks vesiko-ureterik
Katup uretra
Polip uretra
Striktura
Ureterocele
Ginjal ektopik
Inflamasi Tuberculosis
Uretritis
Endometriosis
Neoplasma Malignansi
retroperitoneal/metastasis
Karsinoma ureter
Lainnya Hamil
Ligasi ureter iatrogenik
Prolapse uterin
Trauma
Kandung Neoplastik Karsinoma kadung kemih
kemih Neurogenik Neurogenic bladder
53
Lainnya Hidrokolpos
Prostat Inflamasi Prostatitits
Hipertrofi BPH
Neoplasma Karsinoma
Uretra Congenital Epipasdia/Hipopasdia
Striktur
Inflamasi Abses
Neoplasma Karsinoma penis
Karsinoma uretra primer
Manifestasi klinis
Gejala dari obstruksi tergantung dari tempat obstruksi, onset, dan kondisi
primer yang menyebabkan obstruksi. Obstruksi pada saluran kemih bagian
atas akan menyebabkan nyeri pinggang terus menerus dengan derajat
keparahan yang bervariasi. Obstruksi yang mendadak dapat menyebabkan
nyeri pinggang yang menetap dengan derajat sedang sampai berat, sedangkan
obstruksi yang perlahan dapat bersifat asimtomatik disertai penurunan fungsi
ginjal.13
Obstruksi di tengah atau bawah ureter dapat menyebabkan nyeri kolik yaitu
nyeri yang mendadak dan tajam, yang dapat dijalarkan ke bawah dan tengah.
Obstruksi progresif yang bersifat perlahan pada ureter dapat bersifat
asimtomatik juga, bisa berhubungan dengan adanya keganasan di
retroperitoneal dan fibrosis retroperitoneal idiopatik.13
Obstruksi di daerah kandung kemih dan uretra dapat ditemukan gejala seperti
ketidak lancaran aliran urin dan retensi urin. Selain itu disertai pula gejala
sesuai dengan penyebab utamanya. Sebagai contoh adanya tumor kandung
kemih akan menyebabkan adanya hematuria sebagai keluhan utama.
Hematuria, disuria, dan piuria juga dapat dilihat pada pasien dengan batu
ginjal atau pada pasien dengan infeksi tuberkuler saluran kemih. Sering kali
obstruksi bilateral saluran kemih yang perlahan dan progresif disertai adanya
54
penyakit ginjal kronik atau CKD tanpa adanya gejala lain dari penyebab
utamanya, misalnya tumor. 13
Statis urin yang disebabkan oleh obstruksi dapat menyebabkan infeksi bakteri
sehingga menimbulkan presentasi klinis infeksi saluran kemih akut, mulai
dari nyeri dari ginjal/ureter dan demam tinggi.13
Pemeriksaan laboratorium13
1. Pemeriksaan darah
Infeksi akut dapat menimbulkan adanya leukositosis dan netrofilia.
Anemia juga bisa ditemui pada pasien dengan CKD.
2. Pemeriksaan urin
Hematuria mikroskopik dapat ditemukan pada infeksi ginjal, batu, dan
tumor. Sel pus atau bakteria dapat ditemukan pada statis urin dengan
infeksi.
3. Pemeriksaan ratio ureum kreatinin
Ratio ureum:creatinin > 10:1
4. Radiologis
- Foto polos
- Ultrasonography
- Intravenous urography, dengan menggunakan material kontras.
- Retrograde Cystourethrography
- CT scan
Manajemen Hidronefrosis13
1. Medical care
Manajemen utama hidronefrosis adalah dilakukannya pembedahan
ditambah obat-obatan yang hanya berperan mengontrol nyeri dan
mengobati infeksi.
2. Pembedahan
Pembedahan dilakukan juga bergantung pada :
- Gejala : nyeri berat peristen pada obstruksi akut saluran kemih yang
tidak respon pada pemberian analgesik
55
- Obstruksi disertai infeksi
- Adanya kemungkinan gagal ginjal, terutama pada osbtruksi bilateral
atau pada pasien dengan satu ginjal saja.
2.4 Anemia
56
a. Anoksia organ target, karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan menimbulkan gejala pada organ yang
terkena.
b. Mekanisme kompesasi tubuh terhadap anemia:
- Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkat enzim
2,3 DPG (2,3 diphospho glycerate)
- Meningkatkan curah jantung
- Redistribusi aliran darah
- Menurunkan tekanan oksigen darah
57
Eritrosit/hemoglobin menurun
Gejala anemia
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada
setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di
bawah nilai tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: anoksia organ,
mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.14
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) apabila kadar
hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum
anemia tergantung pada: derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan
hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung paru sebelumnya.14
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu:
1. Gejala umum anemia. Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom
anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini
muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin <7g/dL.
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendengin, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan
dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, dilihat dari konjunctiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom
anemia bersifat tidak spesifik. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
pasien ini didapatkan bahwa pasien lemah, lelah bila beraktifitas, dan
didapatkan konjungtiva palpebra (+/+).
2. Gejala khas masing-masing anemia
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis
58
dan kuku sendok.
- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12.
- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali.
59
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dari hasil anamnesis dengan pasien didapatkan bahwa pasien
datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut di bagian bawah selama 4 hari
sebelumnya. Nyeri perut terus menerus muncul dan dirasakan mengganggu
aktivitas. Tidak dipengaruhi aktivitas dan istirahat. Tidak ada faktor yang
memperberat maupun memperingan. Keluhan disertai nyeri saat BAK, demam,
sesak nafas, nafsu makan turun, mual, dan kaki kram. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan fisik dan ditemukan adanya nyeri tekan di daerah suprapubik.
Nyeri perut dan nyeri saat BAK disertai demam adalah gejala-gejala yang
mengarah pada adanya infeksi saluran kemih. Oleh karena itu perlu juga
dibedakan antara infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bagian
bawah. Untuk mengetahui lokasi infeksi dilakukan pemeriksaan urin rutin dan
USG abdomen. Berdasarkan lokasinya infeksi saluran kemih dapat dibedakan
menjadi infeksi saluran kemih bagian atas dan infeksi saluran kemih bagian
bawah. Kedua kelompok ini dapat dipisahkan berdasarkan gejala dan tanda yang
ditunjukan. Pada ISK bagian bawah, gejala yang sering timbul adalah nyeri perut
bagian bawah, disuria, frekuensi sering, tidak bisa ditahan, dan kadang disertai
hematuria. Sedangkan pada ISK bagian atas, yang paling sering adalah
pielonefritis. Gejala-gejala dari pielonefritis adalah adanya demam (>38oC), nyeri
di daerah pinggang, dan menggigil.15
Pada kasus ini, ditemukan adanya nyeri di perut bagian bawah disertai BAK
yang sering dan sedikit-sedikit keluarnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya nyeri tekan pada bagian suprapubik. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan mengarah pada ISK bagian bawah. Tetapi perlu
dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk mencari adanya kelainan patologis dari
urin.
59
Dari pemeriksaan urin rutin yang dilakukan di RSDK tanggal 1 November
2016didapatkan hasil adanya piuria dengan kadar leukosit 813,2 /uL, yeast cell
sebanyak 335,6 /uL dan bakteri sebanyak 122,2/uL, proteinuria, silinder patologis
dan silinder hialin meningkat. Tidak ditemukan adanya silinder leukosit dan
silinder eritrosit. Pada infeksi saluran kemih biasanya dapat ditemukan adanya
bakteruria sebanyak >105 koloni bakter/ml dan kadar leukosit > 10 leukosit /
mm3. Pemeriksaan nitrit pasien menunjukan hasil negatif. Namun tes nitrit tidak
terlalu sensitif karena ada juga bakteri yang tidak menghasilkan nitrit seperti
Staphylococcus saprofiticus, Pseudomonas sp, dan Enterococcus.16 Penegakan
diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan USG abdomen. Hasil USG abdomen
yang dilakukan tanggal 3 November 2016 menunjukan adanya gambaran sistitis.
Terapi yang diberikan setelah penegakan diagnosis dengan hasil USG abdomen
adalah infus NaCl 0,9% dengan kecepatan 10 tetesan per menit. Diberikan pula
injeksi ciprofloksasin dengan dosis 200mg/12 jam intravena. Ciprofloksasin
adalah antibiotik golongan fluoroquinolon. Antibiotik ini merupakan antibiotik
broad spectrum yang menghambat kerja topoisomerase II dan topoisomerase IV.
Antibiotik golongan ini sangat efektif untuk digunakan melawan patogen gram
negatif seperti Enterobacteriaceae dan S. Saprofiticus. Ciprofloxacin dan
levofloxacin adalah dua obat yang paling banyak digunakan untuk infeksi saluran
kemih karena efek samping yang ditimbulkan paling sedikit yaitu mual, diare,
fotosensitivitas, sakit kepala, dan pusing. Selain itu diberikan pula paracetamol
yang diberikan untuk menurunkan demam dan meredakan nyeri karena kerjanya
sebagai antipiretik dan analgetik. 17
Pada pasien ini ditemukan pula problem chronic kidney disease (CKD). Hal ini
ditunjang dengan hasil anamnesis yang menunjukan adanya badan lemas, sesak
napas, mual, nafsu makan menurun, dan adanya kaki kram. Hasil pemeriksaan
penunjang menunjukan adanya proteinuria, anemia normositik normositik, adanya
azotemia, asidosis metabolik, dan hipokalemia.
60
Kreatinin plasma sebanyak 21 mg/dL, sehingga dengan menggunakan rumus
penghitungan GFR yaitu,
(140 )
=
72
Dari hasil perhitungan dengan rumus diatas, didapatkan GFR sebesar 3,84
ml/menit/1,73 m2. GFR dibawah 15 ml/menit/1,73 m2 termasuk dalam CKD
derajat 5 yang sudah memerlukan dialisis. Oleh karena itu dilakukan hemodialisa
cito pada tanggal 5 November 2016 yang pertama dan yang kedua pada tanggal 7
November 2016 sehingga pada hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8
November 2016 ureum kreatinin sudah mengalami perbaikan, yaitu kadar ureum
sebesar 165 mg/dl dan kreatinin sebesar 10,9 mg/dl. Sampai tanggal 25 November
2016 telah dilakukan pemasangan double lumen dan hemodialisa rutin setiap hari
Senin dan Kamis sebanyak 7 kali.
Diberikan pula terapi non farmakologis yaitu diet uremi 1700 kkal rendah
garam rendah protein dengan tujuan untuk mengurangi beban kerja ginjal. Pada
pemeriksaan BGA ditemukan adanya asidosis metabolik. Oleh karena itu
diberikan bicnat tablet 3x1 untuk menurunkan tingkat keasaman tubuh dengan
penambahan basa tersebut.
Badan lemas pada pasien ini kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan
kadar hemoglobin dalam darah. Anemia pada pasien dengan CKD dapat
disebabkan oleh banyak hal, contohnya karena defisiensi besi, asam folat, B12,
adanya inflamasi sistemik, dan pemendekan umur eritrosit. Tetapi mekanisme
yang paling utama dari kejadi anemia pada CKD adalah penurunan sintesis
eritropoietin. 18
61
tubulointerstitial yang mana menurunkan kapasitas sintesis eritropoietin ginjal dan
menyebabkan anemia. 18
Sesak napas yang timbul dapat terjadi akibat adanya asidosis metabolik.
Mekanisme terjadinya asidosis metabolik dapat disebabkan karena beberapa
proses yaitu peningkatan pembentukan asam nonvolat, peningkatan kehilangan
bikarbonat, dan penurunan ekskresi asam ginjal. Pada CKD, jumlah nefron yang
dapat berfungsi menurun sehingga eksresi asam yang biasanya diatur bersama
dengan ekskresi amonium terus menurun seiring dengan menurunnya GFR pasien.
Akibatnya, terjadi retensi ion hidrogen dan menyebabkan semakin penurunan pH
darah menjadi semakin asam. 19
Dari hasil USG abdomen yang dilakukan tanggal 3 November 2016, dapat
ditemukan pula adanya hidronefrosis dan hidroureter bilateral. Selain dari USG,
dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien mengeluhkan kencing yang sedikit-
sedikit. Obstruksi di daerah kandung kemih dan uretra dapat ditemukan gejala
seperti ketidak lancaran aliran urin dan retensi urin. Selain itu disertai pula gejala
sesuai dengan penyebab utamanya. Sebagai contoh adanya tumor kandung kemih
akan menyebabkan adanya hematuria sebagai keluhan utama. Hematuria, disuria,
dan piuria juga dapat dilihat pada pasien dengan batu ginjal atau pada pasien
dengan infeksi tuberkuler saluran kemih. Sering kali obstruksi bilateral saluran
kemih yang perlahan dan progresif disertai adanya penyakit ginjal kronik atau
13
CKD tanpa adanya gejala lain dari penyebab utamanya, misalnya tumor.
Assessment yang perlu dilakukan adalah mencari letak obstruksi sehingga dapat
dilakukan tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi adalah pemeriksaan BNO, BNO-IVP, dan RPG.
62
Pada kasus ini, diagnosis anemia normositik normokromik didasarkan pada
anamnesis pasien lemas, pucat pada konjungtiva palpebra dan bibir serta
pemeriksaan hematologi yang menujukkan penurunan hemoglobin (10,3 gr/dL)
dengan MCH dan MCV sesuai nilai normal. Etiologi anemia pada kasus ini
kemungkinan besar adalah sekunder dari adanya penyakit ginjal kronik sehingga
terjadi penurunan produksi eritropoietin.
Pada tanggal 1 November 2016 saat pertama kali masuk RS, Hb pasien sempat
mencapai 5,23 gr/dL oleh karena itu dilakukan transfusi sebanyak PRC 2 kolf/hari
selama 2 hari dan mulai tanggal 5 November 2016 transfusi PRC 1 kolf/hari
sampai tanggal 7 November 2016 dimana hemoglobin pasien sudah mencapai
10,8 gr/dl. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap adanya reaksi
transfusi.
63
DAFTAR PUSTAKA
64
14. National Heart Lung and Blood Institute. Your Guide to Anemia. US Dep
Heal Hum Serv. 2011.
15. Thomas M, Hooton M, Kalpan, Gupta M. Acute uncomplicated cystitis and
pyelonephritis in women. Lit Rev. 2016.
16. Wilson ML, Gaido L. Laboratory Diagnosis of Urinary Tract Infections In
Adult Patients. Clinical Infectious Disease.2004 38(8)1150-58
17. Jancel T, Dudas V. Management of uncomplicated urinary tract infection.
Western Journal of Medicine. 2002.176(1)51-5
18. Thomas R, Kanso A, Sedor J. Chronic kidney disease and its
complications. Primary Care.2008.35(2)329-37
19. Csaba P, Kovesdy MD. Pathogenesis, consequences, and treatment of
metabolic acidosis in chronic kidney disease.Literature review. 2016
65