Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI 19 TAHUN DENGAN SISTITIS, CHRONIC KIDNEY


DISEASE STAGE V ET CAUSA NEFROPATI OBSTRUKSI, SEVERE
HIDRONEFROSIS HIDROURETER DUPLEX DAN ANEMIA RINGAN
NORMOSITIK NORMOKROMIK

Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior


Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Disusun oleh:
Ivona Oliviera
22010116210124

Pembimbing:
dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD

Residen pembimbing:
dr. Dian Mutiara

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Ivona Oliviera

NIM : 22010116210124

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Judul Kasus : Seorang laki-laki 19 tahun dengan sistitis, chronic kidney


disease stage V et causa nefropati obstruksi, severe
hidronefrosis hidroureter duplex, dan anemia ringan
normositik normokromik

Pembimbing : dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD

Residen Pembimbing : dr. Dian Mutiara

Semarang, November 2016

Residen Pembimbing Pembimbing

dr. Dian Mutiara dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus besar Seorang laki-laki
19 tahun dengan sistitis, chronic kidney disease stage V et causa nefropati obstruksi,
severe hidronefrosis hidroureter duplex, dan anemia ringan normositik normokromik
ini dapat penulis selesaikan.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasi kepada:


1. dr. Ayudyah Nurani, Sp.PD, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu dan memberikan masukan yang berharga
2. dr. Dian mutiara, selaku residen pembimbing yang telah memberikan masukan,
petunjuk, serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
3. Keluaga pasien Tn. AN, atas keramahan dan keterbukannya dalam kegiatan
penyusunan laporan
4. Keluarga dan teman-teman Coass dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan kasus ini.

Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.

Semarang, November 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

BAB I LAPORAN KASUS ................................................................................. 1

1.1. Identitas Penderita.......................................................................................... 1

1.2. Data Dasar ..................................................................................................... 2

1.3. Daftar Abnormalitas....................................................................................... 14

1.4. Daftar Masalah............................................................................................... 15

1.5. Initial Plan ..................................................................................................... 15

1.6. Catatan Kemajuan ......................................................................................... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 35

2.1. Infeksi Saluran Kemih .................................................................................. 35

2.2. Chronic Kidney Disease ................................................................................ 46

2.3. Hidronefrosis.................................................................................................. 51

2.4. Anemia .......................................................................................................... 55

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64

iv
ABSTRAK

Pasien yang bernama Tn. A, jenis kelamin laki-laki dan usia 19 tahun, datang
dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah 4 hari sebelum masuk rumah sakit,
terus menerus muncul dan mengganggu aktivitas. Tidak dipengaruhi oleh aktivitas
maupun istirahat. Badan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit yang
semakin lama semakin memberat sehingga pasien lebih banyak beristirahat di tempat
tidur. Selain itu pasien juga mengeluhkan demam (+), sesak nafas (+), nafsu makan
turun (+), mual (+), kaki kram (+). BAK berwarna kuning tua, bau dalam batas
normal, volume urin yang dikeluarkan sedikit-sedikit, nyeri saat BAK (+). BAK
disertai batu (-), pasir (-), darah (-). Frekuensi BAK 3 kali dalam sehari. Penurunan
BB (-), BAB dalam batas normal, BAB hitam (-) Batuk pilek (-). Sebelumnya sudah
dibawa ke puskesmas dan di cek laboratorium darah dan urin kemudian di rujuk ke
RSDK.
Pada tanggal 1 November 2016 dilakukan pemeriksaan urin rutin dan
didapatkan adanya peningkatan kadar protein. Nitrit negatif, leukosit esterase positif,
dan adanya kandungan darah dalam urin. Pada sedimen urin ditemukan leukosit dan
eritrosit yang meningkat. Silinder hialin (+) meningkat. Yeast cell dan bakteri (+).
Hasil pemeriksaan darah rutin yaitu adanya anemia berat nomositik normokromik
dengan Hb 5,23 gr/dL dan kadar ureum 473 mg/dL dan kreatinin 21 mg/dl.
Sedangkan pemeriksaan darah tepi menunjukan adanya peningkatan retikulosit yaitu
6,23%. Pemeriksaan BGA juga dilakukan pada tanggal 1 November 2016 dan
didapatkan hasil adanya asidosis metabolik terkompensasi sebagian.
Pada tanggal 2 November 2016 dilakukan pemeriksaan foto thorax dan tidak
ditemukan adanya kardiomegali. Foto thorax masih dalam batas normal. Selain itu
dilakukan pula pemeriksaan USG abdomen dan ditemukan adanya severe
hidronefrosis hidroureter duplex dengan kecurigaan adanya sumbatan di
vesikoureteral junction serta adanya gambaran sistitis. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan adanya 4 masalah pada pasien yaitu adanya infeksi saluran kemih sistitis,
chronic kidney disease stage V, severe hidronefrosis hidroureter duplex, dan anemia
normositik normokromik.
Pada masalah sistitis dilakukan assessment untuk mencari penyebabnya, yaitu
infeksi atau obstruksi. Diagnosis ditegakkan dengan kultur urin pada tanggal 11
November 2016 dengan hasil bakteri 10.000 cfu/ml dan bakteri Acnetobacter sp.
Diberikan terapi ciprofloxacin 200 mg/24 jam, infus NaCl 0,9% 10 tpm, dan
paracetamol 500 mg/8jam per oral.
Pada masalah CKD stage V dilakukan assessment untuk menentukan lokasi
sumbatan. Program yang diberikan adalah diet uremia 1700 kkal, rendah garam <2
gr/hari, protein 0,6 gr/kgBB/hari. Diberikan pula suplemen bicnat 3x1 tab, dan
hemodialisa seminggu dua kali. Untuk severe hidronefrosis hidroureter duplex

v
dilakukan assessment untuk menentukan lokasi obstruksi, dengan menggunakan
pemeriksaan BNO-IVP. Dilakukan pula monitoring pada intake cairan, keseimbangan
cairan, dan volume urin.
Pada tanggal 2-5 November 2016 dilakukan transfusi PRC II kolf/hari selama
3 hari dan PRC I kolf selama 1 hari. Sehingga pada pemeriksaan darah pada tanggal 6
November 2016 didapatkan Hb yang sudah mengalami perbaikan yaitu 10,3 gr/dl,
dengan kesan anemia ringan normositik normokromik. Selanjutnya diberikan
suplemen asam folat 1 mg/hari, dan akan dilakukan pemeriksaan ulang retikulosit,
benzidine test, serta kadar ferritin, Fe serum, dan TiBC, dengan assessment penyakit
kronik, perdarahan, dan anemia defisiensi besi.

Kata kunci : Infeksi saluran kemih, chronic kidney disease stage V, hidronefrosis
hidroureter duplex, anemia normositik normokromik

vi
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun
Alamat : Gunungpati, Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Pelajar
Bangsal : Rajawali 3B
Masuk RS : 2 November 2016
No. CM : C609296
Status : BPJS

DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal

1 Sistitis 9-11-2016

Chronic Kidney Disease


2 Stage V et causa nefropati 9-11-2016
obstruksi on HD

Severe Hidronefrosis dan


3 9-11-2016
hidroureter duplex

Anemia ringan normositik


4 normokromik post 9-11-2016
transfusi

1
II. DATA DASAR
A. SUBYEKTIF
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 9 November 2016 pukul 15.00
di bangsal Rajawali 3B.
Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri perut yang
dirasakan di perut bagian bawah. Nyeri perut terus menerus muncul dan
dirasakan mengganggu aktivitas. Nyeri perut tidak dipengaruhi oleh
aktivitas maupun istirahat. Tidak ada faktor yang memperberat dan
memperingan lainnya. Pasien juga merasa badan lemas sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit yang semakin lama semakin memberat
sehingga pasien lebih banyak beristirahat di tempat tidur. Selain itu pasien
juga mengeluhkan demam (+), sesak nafas (+), nafsu makan turun (+),
mual (+), kaki kram (+). BAK berwarna kuning tua, bau dalam batas
normal, volume urin yang dikeluarkan sedikit-sedikit, nyeri saat BAK (+).
BAK disertai batu (-), pasir (-), darah (-). Frekuensi BAK 3 kali dalam
sehari. Penurunan BB (-), BAB dalam batas normal, BAB hitam (-) Batuk
pilek (-). Sebelumnya sudah dibawa ke puskesmas dan di cek laboratorium
darah dan urin kemudian di rujuk ke RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat penyakit darah (-)
Riwayat transfusi sebelumnya (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat sakit kuning (-)
Riwayat penyakit kencing manis (-)
Riwayat penyakit darah tinggi (-)

2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat anggota keluarga menderita sakit serupa (-)
Riwayat sakit kuning pada anggota keluarga (-)
Riwayat penyakit darah tinggi pada anggota keluarga (-)
Riwayat penyakit kencing manis pada anggota keluarga (-)

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien adalah seorang pelajar. Ayah pasien adalah seorang pekerja
serabutan dan ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien adalah anak ke
dua dari tiga bersaudara. Pembiayaan pengobatan pasien menggunakan
BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.

B. OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 9 November 2016 pukul 15.00 WIB di
bangsal Rajawali 3B.
Keadaan umum : tampak lemah, dyspneu (-), orthopneu (-)
Kesadaran : composmentis, GCS: E4M6V5= 15
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 68x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pulsus
defisit (-)
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu : 36,6oC (aksiler)
Status Gizi :
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 20 kg/m2
Kesan : normal
Kulit : turgor kulit cukup, ikterik (-), uremic frost (+)
Kepala : normal, rambut rontok (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera

3
ikterik (-/-)
Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-), nafas cuping hidung
(-)
Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), hipertrofi ginggiva (-),
perdarahan gusi (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis
(-), ulkus (-), pursed lips breathing (-)
Wajah : Sembab
Leher : trakea ditengah, JVP R+0, pembesaran kelenjar
getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks :
Dada : simetris, bentuk normal, retraksi dinding dada (-),
sela iga melebar (-), retraksi suprasternal (-),
retraksi intercostal (-), spider naevi (-), atrofi
musculus pectoralis (-)
Paru Depan :
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Paru Belakang :
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

4
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea mid
clavicularis sinistra, kuat angkat (-), pulsasi
epigastrial (-), pulsasi parasternal (-), thrill (-),
sternal lift (-)
Perkusi : batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
batas bawah : linea parasternal dextra
batas kiri : sesuai iktus kordis
pinggang jantung cekung
Auskultasi : heart rate 68x/menit, reguler, BJ I-II murni, bising
(-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, umbilicus menonjol (-), venektasi (-), caput
medusae (-), luka (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, liver span 8 cm, pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-), undulasi (-), area Traube timpani,
nyeri ketok costovertebra (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di suprapubik, hepar dan
lien tidak teraba, balotemen ginjal (+)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Kuku pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Ikterik -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Cappilary refill time <2 detik <2 detik

5
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (01 November 2016) di Puskesmas
Pegandan
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6,1 gr/dL 12,00 15,00
Leukosit 3,4 10^3/L 3,6 11
Trombosit 216 10^3/L 150 400
URINE
Makroskopis Coklat muda
keruh
Mikroskopis
Protein Urine +4
Pyuria (+) penuh
Bakteri (+)
Epitel (+)
Reduksi -
pH 6

Pemeriksaan Laboratorium ( 01 November 2016) di RSDK


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 5,23 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 18,9 % 40 54
Eritrosit 2,26 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 23,1 Pg 27 32
MCV 83,4 fL 76 96
MCHC 27,7 g/dL 29 36
Leukosit 9,81 10^3/L 3,6 11
Trombosit 169 10^3/L 150 400
RDW 11,6 % 11,6 14,8
MPV 8,28 fL 4-11
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 114 mg/dL 80 160
SGOT 20 u/L 15 34
SGPT 32 u/L 15 60
Albumin 4,1 gr/dL 3,4 5,0
Ureum 473 mg/dL 15 39
ELEKTROLIT

6
Natrium 132 mmol/L 136 145
Kalium 3,8 mmol/L 3,5 5,1
Chlorida 100 mmol/L 98 107

Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hitung Jenis +
Eosinofil 3 % 13
Basofil 0 % 02
Batang 2 % 25
Segmen 59 % 47 80
Limfosit 25 % 20 40
Monosit 7 % 2 10
AMC : 2%
Lain-lain
Metamielosit : 2%

Gambaran darah tepi :


Eritrosit : Sebaran eritrosit longgar, Anisositosis ringan (
mikrositik, normositil), Poikilositosis ringan (ovalosit, pear shape cell, tear
drop cell)
Trombosit : Estimasi jumlah trombosit tampak normal, bentuk
besar (+), didominasi bentuk normal
Leukosit : Estimasi jumlah tampak normal, atypical limfosit
Retikulosit : 6,23%

Pemeriksaan Kimia Klinik ( 1 November 2016)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

BGA Kimia
Temp 37 C
FIO2 21 %
pH 7,03 7,37 7,45
pCO2 11 mmHg 35 45
pO2 185 mmHg 83 108

7
HCO3- 3,0 mmol/L 18 23
A-aDO2 49 mmHg
RI 0,3

Pemeriksaan Urin ( 1 November 2016 )


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Warna Kuning
Kejernihan Sangat keruh
Berat Jenis 1,010 1,003 1,025
pH 6 4,8 7,4
Protein 150 mg/dL NEG
Reduksi NEG mg/dL NEG
Urobilinogen NEG mg/dL NEG
Bilirubin NEG mg/dL NEG
Aseton NEG mg/dL NEG
Nitrit NEG NEG
Lekosit esterase : 500 /Ul
Blood : 250/ul
Sedimen
Epitel 6,3 /ul 0 40
Epitel : 12 15 /LPK
Epitel Tubulus 0,3 /ul 06
Ep. Tubulus : 0 1 /LPB
Oval Fat Bodies : +/POS
Leukosit 813,2 /ul 0 20
Lekosit : 70-80 /LPB
Glitter cell : +/POS
Eritrosit 15,8 /ul 0 25
Eritrosit : 70-80 / LPB
Kristal 0,1 /ul 0 10
Sll Pathologi 1,67 /ul 0,0 0,5
Granula kasar NEG /LPK NEG
Granula halus NEG /LPK NEG
Sll. Hialin 1,80 /ul 0 1,2
Sll. Epitel NEG /LPK NEG
Sll. Eritrosit NEG /LPK NEG
Sll. Leukosit NEG /LPK NEG
Mucus 0 /ul 0 0,5
Yeast cell 335,6 /ul 0 25
Bakteri 122,2 /ul 0 100
Bakteri : +/POS
Sperma 0 /ul 03
Kepekatan 8,6 mS/cm 3 27

8
Pemeriksaan Kimia Klinik ( 2 November 2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
BGA Kimia
Temp 36,5 C
FIO2 21 %
pH 7,476 7,37 7,45
pCO2 22,3 mmHg 35 45
pO2 98,9 mmHg 83 108
pH (T) 7,483 7,37 7,45
pCO2 (T) 21,8 mmHg
pO2 (T) 96 mmHg
HCO3- 16,6 mmol/L 18 23
TCO2 17,3 mmol/L
Beecf -7,2 mmol/L
BE (B) -4,8 mmol/L -2 3
SO2c 97,5 % 95 100
A-aDO2 27,8 mmHg
RI 0,3

Pemeriksaan Immunoserologi (2 November 2016)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
HbsAg Negatif Negatif

Pemeriksaan Darah rutin Post Transfusi ke-3 ( 4 November 2016 )


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,08 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 25,4 % 40 54
Eritrosit 3,02 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 30,1 Pg 27 32
MCV 84,2 fL 76 96
MCHC 35,7 g/dL 29 36
Leukosit 12,7 10^3/L 3,6 11
Trombosit 150 10^3/L 150 400
RDW 12,7 % 11,6 14,8
MPV 8,42 fL 4 11
KIMIA KLINIK
Ureum 443 mg/dL 15 39

9
Kreatinin 21 Mg/dL 0,6 1,3

Pemeriksaan Kimia Klinik ( 4 November 2016)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
BGA Kimia
Temp 37 C
FIO2 21 %
pH 7,14 7,37 7,45
pCO2 15 mmHg 35 45
pO2 146 mmHg 83 108
pH (T) 7,14 7,37 7,45
pCO2 (T) 15 mmHg
pO2 (T) 146 mmHg
HCO3- 5,1 mmol/L 18 23
TCO2 5,6 mmol/L
Beecf -23,9 mmol/L
BE (B) -21,9 mmol/L -2 3
SO2c 99 % 95 100

Pemeriksaan Darah Rutin Post Transfusi ke-4 Post HD ( 6 November


2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,3 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 28,0 % 40 54
Eritrosit 3,38 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 30,3 Pg 27 32
MCV 82,8 fL 76 96
MCHC 36,6 g/dL 29 36
Leukosit 12 10^3/L 3,6 11
Trombosit 150 10^3/L 150 400
RDW 12,6 % 11,6 14,8
MPV 8,91 fL 4 11
KIMIA KLINIK
Ureum 311 mg/dL 15 39
Kreatinin 22,01 Mg/dL 0,6 1,3
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 136 145
Kalium 3,1 mmol/L 3,5 5,1

10
Chlorida 103 mmol/L 98 107

Pemeriksaan Darah post HD ( 7 November 2016)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Ureum 165 mg/dL 15 39
Kreatinin 10,9 Mg/dL 0,6 1,3

Pemeriksaan Radiologi : X Foto Thorax

IMG
Klinis : Anemia, GN
Cor : Bentuk dan letak jantung normal

11
Pulmo : Corakan vaskulet tampak normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri lancip
Kesan :
- Cor tak membesar
- Pulmo tak tampak kelainan

Pemeriksaan Radiologi : USG Abdomen

Klinis : Azotemia
Hasil :

12
Hepar : Ukuran tak membesar, parenkim homogen,
ekogenesitas normal, tak tampak nodul, v. Porta tak melebar, v.
hepatika tak melebar
Ductus biliaris : intra dan ekstrahepatal tak melebar
Vesika felea : Ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak
baru, tak tampak sludge
Pankreas : parenkim homogen, tak tampak massa maupun
kalsifikasi
Ginjal kanan : Bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler
tak jelas, tak tampak penipisan korteks tak tampak batu, tampak
pelebaran PCS dan ureter
Ginjal kiri : Bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler
tak jelas, tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, tampak
pelebaran PCS dan ureter
Lien : Tak membesar, tak tampak masa
Aorta : Tak tampak nodul paraaorta
Vesika urinaria : ddinding tak menebal, permukaan sebagian
ireguler, tampak internal echo didalamnya, Tak tampak batu, tak
tampak massa
Tak tampak cairan bebas intraabdomen
Tak tampak cairan bebas supradiafragma kanan kiri
Kesan :
Severe hidronefrosis dan hidroureter kanan kiri cenderung bendungan
pada vesicoureteral junction
Gambaran Sistitis
Tak tampak kelainan pada sonografi organ intraabdomen lainnya
diatas

13
Hitung GFR

(140 )
=
72

121 48
=
72 10,9

= 7,40

III. DAFTAR ABNORMALITAS


1. Nyeri perut
2. Lemas
3. Sesak napas
4. Nafsu makan menurun
5. Mual
6. Kaki kram
7. BAK warna coklat
8. Nyeri tekan perut bawah
9. Protein urin meningkat 150 mg/dL
10. Silinder pathologi meningkat 1,67/uL
11. Silinder Hialin meningkat 1,80 /uL
12. Yeast cell (+) 335,6 /uL
13. Bakteri (+) : 122,2 /uL
14. BGA : asidosis metabolik
15. Hemoglobin menurun 10,3 gr/dL
16. Hematokrit menurun 28,0 %
17. Eritrosit menurun 3,38 x 10^6 /uL
18. Leukosit meningkat : 12x10^3 /uL
19. Hipokalemia : 3,1 mmol/L
20. Ureum meningkat : 165 mg/dL

14
21. Kreatinin meningkat : 10,9 mg/dL
22. USG : Severe hidronefrosis dan hidroureter kanan kiri cenderung bendungan
pada vesicoureteral junction
23. USG : Gambaran Sistitis

ANALISIS SINTESIS

1, 8, 9, 12, 13, 18, 23 Sistitis


2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 14, 19, 20, 21 Chronic Kidney Disease Stage V et
causa nefropati obstruksi on HD
22 Severe hidronefrosis dan hidroureter kanan kiri cenderung bendungan pada
versicoureteral junction
2, 15,16, 17Anemia ringan normositik normokromik post transfusi

IV. DAFTAR MASALAH


1. Sistitis
2. Chronic Kidney Disease (CKD) stage V et causa nefropati obstruksi on HD
3. Severe hidronefrosis dan hidroureter duplex
4. Anemia berat mikrositik normokromik ( dalam perbaikan )

V. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Problem 1. Sistitis
Assessment : Etiologi : Infeksi
Batu
Initial Plan :
- Ip Dx : Kultur urine, analisa batu
- Ip Rx : - Infus NaCL 0,9% 10 tpm
- Injeksi ciprofloxacin 200mg/12 jam intravena
- Paracetamol 500 mg/8 jam per oral
- Ip Mx : Keluhan nyeri perut, keadaan umum, tanda vital (tekanan darah,
nadi), nyeri BAK

15
- Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien
mengalami infeksi pada saluran kemih dan akan diberikan obat-
obatan untuk mengurangi gejala sementara.
- Menejelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa akan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dari urin pasien untuk
mengetahui penyebab dari penyakit pasien.
- Menganjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk
melakukan relaksasi nafas dalam pada saat terjadi nyeri perut.

Problem 2. Chronic Kidney Disease Stage V et causa nefropati obstruksi on


HD
Assessment : Lokasi obstruksi
Initial Plan :
- Ip Dx :-
- Ip Rx : O2 3 lpm nasal kanul
Diet uremia 1700 kkal, rendah garam <2 gr/hari, protein 0,6
gr/kgBB/hari
Sodium Bicarbonate tablet 3x1 tab
Hemodialisa
- Ip Mx : KU, TTV, ureum kreatinin, intake cairan, volume urin
- Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
penyakit ginjal kronik yang diderita pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan
penyakit yang diderita pasien memerlukan pengawasan terutama
pada pola makan terutama pembatasan asupan protein,
pembatasan makanan tinggi kalium dan natrium

Problem 3. Severe hidronefrosis dan hidroureter duplex


Assessment : Lokasi bendungan

16
Initial Plan :
- Ip Dx : Pemeriksaan BNO, RPG
- Ip Rx :-
- Ip Mx :-
- Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa terdapat
penumpukan cairan di ginjal dan saluran kemih pasien sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui
lokasi bendungan saluran kemih tersebut.

Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik post transfusi


Assessment : - Penyakit Kronik
- Perdarahan
Initial Plan :
- Ip Dx : Cek retikulosit ulang, benzidine test, kadar ferritin, Fe serum, dan
TiBC
- Ip Rx : Asam folat 1 mg/24 jam, Eritropoietin
- Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, Hb post transfusi, tanda-tanda reaksi
transfusi
- Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai efek
samping serta risiko yang mungkin terjadi dari transfusi
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
kemungkinan penyebab dari kekurangan darah yang dialami oleh
pasien

17
CATATAN KEMAJUAN

Tanggal 10 November 2016


Problem 1. Cystitis
Subyektif : Nyeri perut berkurang, VAS 1
Obyektif :-
Assessment : Nyeri, Intoleransi aktivitas
Plan :
- Dx : Menunggu hasil kultur urin
- Rx : Inj. Ciprofloxacin 200 mg / 24 jam
Paracetamol 500 mg / 8 jam per oral
- Mx : Monitor tanda vital dan keluhan pasien
- Ex : Edukasi pasien bahwa masih perlu menunggu hasil dari kultur
urin untuk mengetahui penyebab dari cystitis

Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD


S :-
O :
Target dialisis tercapai :
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x / menit
Ureum : 165 mg/dL
Creatinin : 10,9 mg/dL
Plan :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet uremia 1700 kkal, rendah garam < 2gr/hari, protein 0,6
gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
Hemodialisa ke-3 selama 4 jam

18
Konsul bedah untuk pemasangan double lumen
- Mx : Monitor keadaan umum dan tanda vital, intake cairan, volume
urin
- Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa yang
sudah mulai terjadi perbaikan pada kadar ureum dan kreatinin
dalam darah pasien setelah dilakukan hemodialisa.

Problem 3. Severe hidronefrosis dan hidroureter duplex


Subyektif :-
Obyektif :
Hasil Foto BNO
Klinis : Hidronefrosis
- Preperitoneal fat line kanan kiri baik
- Psoas line dan kontur ginjal kanan kiri baik
- Tak tampak opasitas patologis pada cavum abdomen maupun cavum
pelvis
- Distribusi udara usus normal
- Tampak dilatasi gaster
- Tak tampak distensi dan dilatasi usus
- Tak tampak free air

Kesan : Tak tampak batu opal pada cavum abdomen maupun cavum pelvis
Dilatasi gaster
Evaluasi : Tidak tampak kelainan dari hasil foto BNO
Assessment : Lokasi bendungan
Plan :
- Dx : RPG
- Rx :-
- Mx :-
- Ex :-

19
Tanggal 11 November 2016
Problem 1. Cystitis
S :-
O :
Hasil kultur urine :
PEMERIKSAAN HASIL
Hitung kuman 10.000 CFU/ml
Hasil Kultur Acnetobacter spp
Mikacin S
Amox/Clav.AC S
Cefotaxime S
Ciprofloxacin S
Gentamicin S
Meropenem S
Sulbactam cefoperazone S
Tetracyclin S
Tigecyclne S
Piperacillin/Tazobactam S
Trimethoprim/Sulfamethoxazole S
Ampicillin/Sulbactam S

Hasil : Infeksi Saluran Kemih


Sensitif terhadap : Cefotaxime, Ciprofloxaine, Cotrimoxazole

Pemeriksaan Darah rutin


Perbaikan jumlah leukosit : 12.200 / uL
Plan :
- Dx :-

20
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Inj. Ciprofloxacin 200 mg / 24 jam
Paracetamol 500 mg / 8 jam per oral
- Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, keluhan pasien
- Ip Ex :-

Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD


Subyektif :
Obyektif : Tampak tangan dan kaki bengkak
Hasil laboratorium post HD (11 November 2016)
KIMIA KLINIK
Ureum 81 mg/dL 15 39
Kreatinin 5,17 Mg/dL 0,6 1,3
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 136 145
Kalium 3,4 mmol/L 3,5 5,1
Chlorida 103 mmol/L 98 107

Assessment : Overhidrasi
Hipoalbumin
Plan :
- Dx : Cek kadar albumin
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet uremia 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
Hemodialisa
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex : Edukasi pasien dan keluarga pasien bahwa terjadi pembengkakan
pada kaki dan tangan pasien sehingga perlu dilakukan
pengawasan terhadap konsumsi dan keseimbangan cairan tubuh.

21
Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik post transfusi
S :-
O :
Hasil Laboratorium Post HD ke-3 ( 10 November 2016 ):
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,65 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 28,0 % 40 54
Eritrosit 3,25 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 29,7 Pg 27 32
MCV 86,1 fL 76 96
MCHC 34,5 g/dL 29 36
Leukosit 12,2 10^3/L 3,6 11
Trombosit 151 10^3/L 150 400
RDW 12,6 % 11,6 14,8
MPV 8,91 fL 4 11

Evaluasi : Anemia perbaikan


Plan :
- Dx :-
- Rx : Asam folat 1 mg/24 jam
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, laboratorium darah rutin post HD
- Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa yang
sudah mulai terjadi perbaikan pada kadar ureum dan kreatinin dalam darah
pasien setelah dilakukan hemodialisa.

Tanggal 12 November 2016


Problem 1. Cystitis
S : Tidak ada keluhan
O : KU cukup baik, CM
TD : 110/70 mmHg

22
Nadi : 76x/menit
Laju nafas : 20x/menit
A :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Inj. Ciprofloxacin 200 mg / 24 jam (besok stop)
Paracetamol 500 mg / 8 jam per oral
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, keluhan pasien
- Ex :-

Tanggal 14 November 2016

Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD

S :-
O : KU cukup baik, CM
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Laju nafas : 20x/menit
Suhu : 37oC
Edema (+)
Hasil laboratorium post HD ke-4 (14 November 2016)
KIMIA KLINIK
Ureum 68 mg/dL 15 39
Kreatinin 5,8 Mg/dL 0,6 1,3
ELEKTROLIT
Natrium 138 mmol/L 136 145
Kalium 4,7 mmol/L 3,5 5,1
Chlorida 94 mmol/L 98 107

Evaluasi : Perbaikan kadar ureum kreatinin


Perbaikan kadar natrium, kalium, dan chlorida ke kadar normal
A :-

23
P :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet uremia 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
Hemodialisan ke-4 selama 4 jam.
- Mx : Tanda vital, balance cairan
- Ex : Edukasi pasien dan keluarga pasien bahwa terjadi pembengkakan
pada kaki dan tangan pasien sehingga perlu dilakukan
pengawasan terhadap konsumsi dan keseimbangan cairan tubuh.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa kadar
elektrolit pasien sudah mengalami perbaikan.
Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik
S :-
O :
Hasil Laboratorium Post HD ke-4 ( 14 November 2016 ):
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,28 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 28,5 % 40 54
Eritrosit 3,17 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 29,3 Pg 27 32
MCV 89,9 fL 76 96
MCHC 32,6 g/dL 29 36
Leukosit 16,1 10^3/L 3,6 11
Trombosit 186 10^3/L 150 400
RDW 13 % 11,6 14,8
MPV 8,38 fL 4 11

Evaluasi : Hemoglobin menurun


Plan :
- Dx :-
- Rx :
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, laboratorium darah rutin post HD
- Ex :-

24
Tanggal 15 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD

S :-
O : Edema ekstremitas (-/-)
A :
P :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet uremia 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
Hemodialisa Senin-Kamis
- Mx : Tanda vital, balance cairan
- Ex : Edukasi pasien dan keluarga pasien bahwa pembengkakan pada
kaki dan tangan pasien sudah berkurang.

Tanggal 16 November 2016


Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD

S : Tidak ada keluhan


O : KU cukup baik, CM
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Laju nafas : 20x/menit
Suhu : 37O C
Hasil lab : kadar phosphat anorganik meningkat : 7,3 mg/dL
A :
P :
- Dx :-

25
- Rx : O2 3 lpm nasal kanul
Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa
- Mx : Tanda vital, balance cairan, intake cairan, volume urin
- Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa ada satu
obat baru yaitu CaCO3 yang harus diminum 3 kali sehari untuk
mengembalikan kadar calcium darah ke kadar normal.

Tanggal 17 November 2016


Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD

S : Tidak ada keluhan


O : KU cukup baik, CM
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 92x/menit
Laju nafas : 20x/menit
Suhu : 36,8O C
A :
P :
- Dx :-
- Rx : O2 3 lpm nasal kanul
Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa ke-5 selama 4 jam
- Mx : Tanda vital, balance cairan, intake cairan, volume urin

26
Tanggal 18 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD

S : Tidak ada keluhan


O : KU cukup baik, CM
TD : 150/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Laju nafas : 22x/menit
Suhu : 37O C
Hasil laboratorium post HD ke-5 (18 November 2016)
KIMIA KLINIK
Kreatinin 5,3 Mg/dL 0,6 1,3
ELEKTROLIT
Natrium 139 mmol/L 136 145
Kalium 4,4 mmol/L 3,5 5,1
Chlorida 102 mmol/L 98 107
Evaluasi : Kadar ureum kreatinin dalam perbaikan
A :
P :
- Dx :-
- Rx : O2 3 lpm nasal kanul
Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa setiap hari Senin-Kamis
Pemasangan double lumen oleh Bagian Bedah

27
- Mx : Tanda vital, balance cairan, intake cairan, volume urin
- Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa telah
dilakukan pemasangan double lumen untuk memudahkan proses
hemodialisa.

Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik


S :-
O :
Hasil Laboratorium Post HD ke-5 ( 18 November 2016 ):

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 7,9 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 24,7 % 40 54
Eritrosit 2,83 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 27,9 Pg 27 32
MCV 87,3 fL 76 96
MCHC 32 g/dL 29 36
Leukosit 9,4 10^3/L 3,6 11
Trombosit 199 10^3/L 150 400
RDW 13,3 % 11,6 14,8
MPV 11,3 fL 4 11

28
Evaluasi : Penurunan hemoglobin : Anemia sedang normositik
normokromik

Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx :
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, laboratorium darah rutin post HD
- Ex :-
-

Tanggal 21 November 2016


Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
Subyektif : -
Obyektif : KU baik, composmentis
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa ke-6 selama 4 jam
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-

29
Tanggal 22 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
Subyektif : -
Obyektif : KU baik, composmentis
TD : 130/90
HR : 78 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36,3
Hasil laboratorium post HD ke-6 (21 November 2016)
KIMIA KLINIK
Ureum 47 mg/dL 15 39
Kreatinin 5,5 Mg/dL 0,6 1,3
Evaluasi : Kadar ureum kreatinin dalam perbaikan

Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa ke-6 selama 4 jam
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-

Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik


S :-
O :
Hasil Laboratorium Post HD ke-6 ( 21 November 2016 ):
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,33 gr/dL 12,00 15,00

30
Hematokrit 25,6 % 40 54
Eritrosit 2,87 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 29,0 Pg 27 32
MCV 89,2 fL 76 96
MCHC 32,5 g/dL 29 36
Leukosit 6,85 10^3/L 3,6 11
Trombosit 214 10^3/L 150 400
RDW 13,1 % 11,6 14,8
MPV 7,91 fL 4 11

Evaluasi : perbaikan kadar leukosit, penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit


Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Transfusi PRC II kolf
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, laboratorium darah rutin post HD
- Ex : Edukasi kepada pasien dan keluarga bahwa terjadi penurunan
kembali kadar hemoglobin darah yang menyebabkan perlunya usaha transfusi
lagi.

Tanggal 23 November 2016


Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
Subyektif : -
Obyektif : KU baik, composmentis
TD : 110/90
HR : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Infus NaCl 0,9% 10 tpm (stop)
Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam

31
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-

Tanggal 24 November 2016


Problem 3. Severe hidronefrosis dan hidroureter duplex
Subyektif :-
Obyektif :-
Assessment : Lokasi bendungan
Plan :
- Dx : Telah dilaksanakan pemeriksaan RPG.
- Rx :-
- Mx :-
- Ex : Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk menunggu hasil
pemeriksaan keluar dan sementara membatasi konsumsi cairan.

Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD


Subyektif : -
Obyektif : KU baik, composmentis
TD : 110/90
HR : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa ke 7 selama 4 jam
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-

32
Tanggal 25 November 2016
Problem 2. Chronic Kidney Disease et causa nefropati obstruksi on HD
Subyektif : -
Obyektif : KU baik, composmentis
TD : 130/100
HR : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 37
Hasil laboratorium post HD ke-7 (24 November 2016)
KIMIA KLINIK
Ureum 64 mg/dL 15 39
Kreatinin 56,4 Mg/dL 0,6 1,3
Evaluasi : Kadar ureum kreatinin dalam perbaikan
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Diet biasa 1700 kkal, RG < 2 gr/hari, protein 1 gr/kgBB/hari
Bicnat 2 tab/8 jam
CaCO3 500mg / 8 jam
Hemodialisa
- Mx : Tanda vital, intake cairan, volume urin
- Ex :-

Problem 4. Anemia ringan normositik normokromik


S :-
O :
Hasil Laboratorium Post HD ke-7 ( 24 November 2016 ):

33
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,2 gr/dL 12,00 15,00
Hematokrit 37,9 % 40 54
Eritrosit 4,48 10^6 / uL 4,4 5,9
MCH 27,2 Pg 27 32
MCV 84,6 fL 76 96
MCHC 32,2 g/dL 29 36
Leukosit 8,3 10^3/L 3,6 11
Trombosit 268 10^3/L 150 400
RDW 14,5 % 11,6 14,8
MPV 11,1 fL 4 11
Evaluasi :
Anemia ringan normositik normokromik dalam perbaikan Hb : 12,2 gr/dL
Kadar Ht dan eritrosit sudah meningkat mendekati batas normal.
Assessment :-
Plan :
- Dx :-
- Rx : Asam folat 1mg/hari per oral
- Mx : Keadaan umum, tanda vital, laboratorium darah rutin post HD
- Ex :-

34
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam saluran kemih, yang mana kemudian
bakteri tersebut menggandakan diri atau berkembang biak di saluran kemih
tersebut.1,2

Gambaran Umum
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang sering
ditemukan. Prevalensi ISK lebih tnggi pada wanita dibandingkan pria. Infeksi
ini dapat mengenai salurah kemih atas dan saluran kemih bagian bawah. ISK
biasanya diberinama sesuai dengan tempat yang terinfeksi, yaitu sistitis
(infeksi pada kandung kemih) dan pielonefritis (infeksi pada parenkim
ginjal). Gejala pada sistitis dan pielonefritis berbeda, pada sistitis dapat
ditemukan nyeri saat BAK dan frekuensi BAK yang meningkat. Sedangkan
pada pielonefritis dapat dijumpai nyeri pinggang dan demam tinggi.3

Etiologi

Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme tunggal, sebagai


contoh1:

Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi


dari pasien dengan infeksi simtomatik maupun asimtomatik.
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus sp (33%
ISK anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp, dan Stafilococcus
dengan koagulase negatif.
Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan mikroorganisme lainnya
Stafilococcus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi.

35
Tabel 2.1 Jenis mikroorganisme penyebab ISK1
Jenis Mikroorganisme yang sering menyebabkan ISK

Gram positif
Gram negatif

Genus Spesies Famili Genus Spesies


Famili

Micrococ
Enterobac Escherichia coli Staphylococcus Aureus
caceae
teriaceae
Fecalis
pneumoniae Streptoco
Klebsiella Streptococcus enterococcu
oxytosa ccaceae
s
mirablilis
Proteus
vulgaris
cloacae
Enterobacter
aerogenes
rettgeri
Providencia
stuartii

Morganella morganii

freundii
Citrobacter
diversus

Serratia morcescens

Pseudomo Pseudomonas aeruginosa


nadaceae

Patogenesis

Mikroorganisme dapat mencapai traktur urinarius secara hematogen atau


limfogen. Tetapi banyak penelitian menunjukkan bahwa jalur yang paling
sering adalah jalur ascending, dimana mikroorganisme dari uretra masuk ke
saluran kemih dan menyebabkan infeksi, terutama bakteri

36
Enterobacteriaceae. Jalur ini yang menyebabkan infeksi saluran kemih lebih
sering terjadi pada wanita yang uretranya lebih pendek dan pada pengguna
kateter.4

Penyebaran mikroorganisme secara hematogen biasanya terbatas pada


beberapa mikroorganisme saja, seperti Staphylococcus aureus, Candida sp,
Salmonella sp, dan Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebabkan
infeksi primer.4

37
Infeksi saluran kemih dimulai ketika patogen yang seharusnya berada di
saluran pencernaan mencemari saluran kemih dan berkoloni di uretra. Setelah
itu bakteri yang berkoloni tadi bermigrasi ke kandung kemih. Adanya pili dan
pengeluaran adhesin oleh bakteri akan menyebabkan kolonisasi dan invasi
bakteri ke sel payung superficial. Respon inflamasi dari tubuh akan menarik
sel-sel neutrofil yang bertugas membunuh bakteri yang berada di luar sel.
Namun beberapa bakteri dapat menghindari sistem imun tubuh ini dengan
masuk ke dalam sel tubuh atau melalui perubahan morfologi sehingga bakteri
tersebut resisten terhadap neutrofil. Bakteri yang lolos ini akan
menggandakan diri dan membentuk biofilm.5

Bakteri ini kemudian memproduksi toksin dan enzim protease yang akan
memicu terjadinya kerusakan sel tubuh, pelepasan nutrisi yang dibutuhkan
bakteri untuk bertahan hidup, dan naik ke ginjal. Kolonisasi di ginjal akan
menimbulkan produksi toksin bakteri sehingga sel ginjal juga mengalami
kerusakan. Jika dibiarkan dan tidak diobati, maka infeksi saluran kemih dapat
menyebabkan bakteriemia karena bakteri patogen dapat menyebrangi epitel
tubular di ginjal dan masuk ke dalam darah.5

Patogenesis ISK juga tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien itu
sendiri (host). Beberapa faktor yang mempengaruhi patogenesis ISK adalah1 :

1. Peranan Patogenisitas Bakteri


Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait
dengan etiologi ISK. Ada beberapa strain E.coli dengan serotipe tertentu
mempunyai patogenisitas khusus.1
- Peranan Bacterial Attachment of Mucosa
Penelitian menunjukan bahwa bakteri dengan fimbriae yang
merupakan salah satu pelengkap patogenisitas, mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. 1
- Peranan faktor virulensi lainnya

38
Kemampuan melekat (adhesion) mikroorganisme atau bakteri
bergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Sifat
patogenisitaas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal
beberapa toksin seperti -haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1
(CNF-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin).1
2. Peranan faktor tuan rumah (host)
- Faktor predisposisi pencetus ISK, misalnya adanya kelainan anatomi
pada saluran kemih. Dilatasi saluran kemih, termasuk pelvis ginjal
tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses
klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi, misalnya pada
perempuan hamil. Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari
normal diikuti refluks mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.
Endotoksin dapat menghambat peristaktik ureter.1
- Status imunologi pasien, yaitu apabila terjadi penurunan status imun
host, karena masalah genetik atau adanya perbedaan golongan
darah1.

Klasifikasi ISK

Infeksi saluran kemih dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi


tergantung dari pembedanya, yaitu :

1. Menurut komplikasi yang menyertai :


- Uncomplicated UTI, yaitu infeksi saluran kemih tanpa disertai
kelainan lain pada struktur dan fungsi saluran kemih, serta tanpa
adanya komorbid yang dapat memperburuk infeksi.6
- Complicated UTI, yaitu infeksi saluran kemih disertai adanya
kelainan fungsi maupun struktur saluran kemih atau disertai
dengan penyakit komorbid yang dapat memperburuk infeksi.6

2. Menurut letak anatominya :

39
- Infeksi saluran kemih bagian atas, yaitu pielonefritis, yang
merupakan infeksi pada parenkim ginjal.4
- Infeksi saluran kemih bagian bawah, yang paling sering yaitu
sistitis dan urethritis, yang mengenai saluran kemih dari vesika
urinaria ke bawah.4
-
3. Menurut waktu terjadinya infeksi7 :
- Infeksi saluran kemih primer
- Infeksi saluran kemih recurrent, biasanya terjadi karena bakteri
yang masih tersisa atau bakteri yang menginfeksi kembali
4. Menurut ada tidaknya gejala2 :
- Bakteriuria asimtomatik adalah ditemukannya jumlah bakteri yang
adekuat dalam spesimen urin pasien yang tidak menunjukkan
gejala apapun.
- Bakteriuria simtomatik adalah ditemukannya jumlah bakteri yang
adekuat dalam spesimen urin pasien dan telah menimbulkan
manifestasi klinis. 2

Gejala Klinis
Infeksi saluran kemih dapat dibedakan menjadi asimtomatik dan simtomatik,
tergantung dari ada atau tidaknya gejala. Ada perbedaan gejala ISK
tergantung dari letak infeksinya.1
1. Sistitis
Sistitis adalah infeksi saluran kemih bawah pada kandung kemih. Gejala-
gejala yang sering timbul pada sistitis adalah1 :
- Nyeri pada suprapubik
- Disuria
- Poliuria
- Urinary urgency
- Nocturia
- Hematuria

40
Sistitis lebih lanjut lagi diklasifikasikan berdasarkan penyebab dan terapi.
Sistitis yang disebabkan karena trauma pada kandung kemih adalah yang
paling banyak ditemukan, terutama pada wanita.1

2. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi saluran kemih bagian atas dan melibatkan
ginjal. Biasanya terjadi karena penumpukan pus di ginjal atau bisa juga
disebut pionefrosis. Gejala dari pielonefritis adalah demam dan nyeri
pinggang3. Presentasi klinis dari pielonefritis ini biasanya didahului
dengan gejala ISK bagian bawah. .

Kriteria Diagnosis ISK4

b Deskripsi Gejala Klinis Hasil Lab

1 Bakteriuria Tidak ada gejala >10 leukosit /mm3


asimtomatik saluran kemih >105 koloni bakteri
dalam dua kali kultur
yang berjarak > 24
jam

2 Sistitis akut ( Disuria, urgensi, >10 leukosit / mm3


tipe sederhana frekuensi, nyeri
>103 koloni bakteri/ml
) suprapubik, tidak ada
gejala pada saluran
kemih dalam 4 minggu
sebelumnya

3 Pielonefritis Demam, menggigil, >10 leukosit / mm3


akut tipe nyeri pinggang.

41
sederhana Diagnosis lain
>104 koloni bakteri/ml
tersingkir. Tidak ada
riwaya gangguan atau
kelainan pada saluran
kemih

4 ISK tipe Gejala gabungan antara >10 leukosit / mm3


berkomplikasi kategori 2 dan 3,
>105 koloni bakteri/ml
dengan adanya satu
pada wanita
atau lebih faktor yang
berhubungan dengan >104 koloni bakteri/ml
komplikasi ISK pada laki-laki atau
wanita dengan kateter

5. ISK rekuren Adanya minimal tiga <103 koloni bakteri/ml


episode infeksi yang
tercatat dalam 12 bulan
terakhir. Tidak ada
kelainan struktur dan
fungsi pada saluran
kemih

Diagnosis
1. Pemeriksaan mikroskopik urin
Pada sedimen urin yang telah disentrifuge dari pasien dengan bakteriuria
yang signifikan hampir selalu ditemukan bakteri dengan kadar 105 koloni
per mL. Hanya sekitar 10% yang menunjukkan hasil dibawah 105 koloni.
Selain itu sebanyak 60-85% pasien dengan bakteruira yang signifikan
dapat ditemukan 10 atau lebih leukosit, terutama apabila menggunakan
spesimen urin pancar tengah. 2

42
2. Piuria
95% pasien dengan piuria biasanya mengalami infeksi pada trakturs
urogenital. Namun piuria tidak bisa membedakan antara ISK bakterial dan
sindroma uretral akut. Penyakit lain seperti tuberkulosis, nefropati
analgesik, nefritis interstitial, abses perinefritis, abses korteks ginjal,
infeksi jamur disseminasi, dan apendiksitis juga dapat menyebabkan
piuria.2
3. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram dapat meningkatkan spesifitas dari tes karena
karakteristik bentuk dan pewarnaan dapat membantu mengidentifikasi
patogen penyebab infeksi saluran kemih.2
4. Kultur urin
Diagnosis dari ISK biasanya ditegakan dengan kultur. Ada beberapa
indikasi dilakukannya kultur urin2:
- Pasien dengan gejala dan tanda ISK
- Follow-up pasien ISK yang menjalani pengobatan
- Pelepasan kateter
- Skrining bakteria asimtomatik pada saat kehamilan
- Pasien dengan uropati obstrukstif dan statis.
Spesimen urin yang digunakan harus dikultur dalam 2 jam atau disimpan
dalam lemari es. Cara pengumpulan urin yang bisa dilakukan2 :
- Urin pancar tengan
- Urin yang didapatkan dari kateter
- Urin yang didapatkan aspirasi suprapubik
- Urin yang diaspirasi dari selang kateter
5. Pemeriksaan Radiologi.
- Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kalsifikasi di saluran kemih. Pemeriksaan ini tidak sensitif untuk
melihat kalsifikasi di ureter. Foto polos digunakan untuk memantau
perubahan posisi, ukuran, dan jumlah dari batu2.

43
- Ultrasonografi
Kombinasi USG dengan foto polos abdomen menjadi pemeriksaan
pilihan, terutama untuk menilai infeksi rekuran. Pemeriksaan ini
efektif untuk melihat adanya dilatasi pelvis ginjal, untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya sumbatan2.
- Intravenous urography (IVU) dapat menunjukkan secara detil anatomi
dari kalik, pelvis, dan ureter yang tidak dapat dilihat dari USG2.
- CT termasuk metode yang umum digunakan untuk mendeteksi batu di
ginjal maupun ureter, terutama batu yang radioluscent di foto polos.
Merupakan pemeriksaan yang sensitif terhadap adanya dilatasi pelvis
dan kaliks, abses renal dan perinefron2.

Manajemen ISK
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan gejala/manifestasi klinis (dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik) dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Setelah seorang dokter menentukan diagnosis infeksi pada
pasien berdasarkan gejala klinis, dokter dapat memulai terapi antibiotik
sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik
yang dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi pada pasien
tersebut serta kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik. Terapi ini disebut
dengan terapi empiric yaitu terapi yang dimulai pada anggapan infeksi yang
berdasarkan pengalaman luas dengan kondisi klinik yang sama dibandingkan
informasi spesifik tentang penyakit pasien. Prinsip dasar terapi empirik
adalah bahwa pengobatan infeksi sebaiknya dilakukan sedini mungkin.
Penundaan pemberian antibiotik sampai mendapatkan hasil kultur bakteri dan
tes kepekaan bakteri terhadap antibiotik (biasanya 1-3 hari) dapat
menyebabkan pasien mengalami penyakit yang serius atau kematian,
terutama pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan terapi antibiotik
sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik.1

Pemilihan ini didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional


berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotik terbaik

44
untuk infeksi tersebut (educated guess). Terapi empirik ISK berdasarkan
educated guess antara lain untuk sistitis akut pilihan antibiotik yang dapat
digunakan adalah ampisilin,trimetoprim, kotrimoksazol, fluorokuinolon.1

Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah

Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,


antibiotika yang adekuat, dan kalu perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi
urin 1:

- Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan


antibiotika tunggal; seperti ampisiin 3 gram, trimetoprim 200 mg
- Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
- Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekosiuria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection) 1

- Disertai faktor predisposisi. Terapi antimiktoba yang intensif diikuti koreksi


fakor risiko
- Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal
(misal trimetropin 200 mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan

Sindrom uretra akut (SUA). Pasien dengan sindrom uretra akut dengan hitung
kuman 103 105 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia
disebabkan MO anaerobik diperlukan antimiktoba yang serasi, misal
golongan kuinolon.1

Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

45
Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut
memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika
parenteral paling sedikit 48 jam. The Infectious Disease Society of America
menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotika IV sebagai terapi awal
semala 48-72 jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya1:

- Fluorokuinolon
- Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

Indikasi Rawat Inap Pasien dengan Pielonefritis Akut1


- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap
antibiotika oral
- Pasien sakit berat atau debilitasi
- Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan
- Diperlukan investigasi lanjutan
- Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi
- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, usia lanjut

2.2 Chronic Kidney Disease


Chronic Kidney Disease (CKD) dapat didefinisikan sebagai adanya
kerusakan ginjal atau GFR <60 ml/min/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih.
Kerusakan ginjal sendiri dapat didefinisikan sebagai kondisi patologi
abnormal atau adanya penanda kerusakan seperti pada pemeriksaan darah,
urin, atau radiologi.8

46
Gambar 01. Definisi CKD
Staging CKD
Tingkat keparahan dari CKD ditentukan oleh level GFR, dimana semakin
tinggi stagenya, semakin rendah level GFR pasien.8

Gambar 02. Stadium CKD berdasarkan penurunan GFR


Meskipun begitu, tidak hanya semua pasien dengan GFR < 60 ml/min/1,73m2
saja yang bisa diklasifikasikan sebagai CKD. Pasien dengan nilai GFR > 60
ml/min/1,73m2 sebenarnya dapat juga mengalami kerusakan ginjal, terutama
jika disertai dengan faktor risiko yaitu adanya penurunan fungsi ginjal dan
penyakit kardiovaskuler.8
Penurunan GFR tanpa kerusakan ginjal

47
Pasien dengan GFR antara 60-89 ml/min/1,73m2 tanpa kerusakan ginjal dapat
diklasifikasikan sebagai pasien dengan penurunan GFR. Kondisi ini dapat
ditemukan pada bayi dan orang tua, yang mana dapat disebut normal sesuai
dengan usianya. Selain itu bisa juga disebabkan oleh diet vegetarian
nefrektomi unilateral, deplesi cairan ekstrasel, dan penyakit sistemik yang
berhubungan dengan penurunan perfusi ke ginjal, seperti CHF dan sirosis.8
Hipertensi dan CKD
Pasien dengan hipertensi memiliki risiko lebih tinggi kehilangan fungsi ginjal
dan berkembangnya penyakit kardiovaskuler. Hipertensi biasanya dialami
oleh orang tua tanpa CKD dan berhubungan dengan penurunan GFR dengan
cepat dan abnormalitas patologi dari ginjal.8

Gambar 03. Klasifikasi CKD berdasarkan derajat dan hipertensi


Patofisiologi CKD
Aliran darah renal dengan kecepatan sekitar 400ml/100g jaringan per menit
jauh lebih cepat dibandingkan aliran darah di hepar maupun otak. Oleh
karena itu, jaringan ginjal lebih berisiko untuk terekspos dengan substansi
toksin. Selain itu, filtrasi glomerulurs tergantung pada tekanan intra dan
transglomerular yang tinggi, menyebabkan kapiler glomerulus rentan terluka.
Membran filtrasi glomerulus biasanya bermuatan negatif dan berperan
sebagai barrier. Apabila barrier elektrostatik itu terganggu, maka dapat
terjadi kerusakan glomerulus. Selanjutnya posisi mikrovaskuler dan tubulus

48
ginjal selain mempertahankan keseimbangan glomerulo-tubular juga
9
memfasilitasi penyebaran kerusakan glomerulus ke tubulointerstitial.
Beberapa mediator inflamasi yang berada di sirkulasi di glomerulus dapat
mengalir sampai ke sirkulasi peritubular dan menyebabkan reaksi inflamasi
interstitial. Hal ini sering kali terjadi pada infeksi dan penyakit yang berasal
dari glomerulus.9
Selain itu penurunan dari perfusi preglomerulus atau glomerulus dapat
menyebabkan penurunan aliran darah peritubular, yang dapat menyebabkan
hipoksia hingga terjadi kerusakan tubulointerstitial dan remodelling jaringan.
Kerusakan jaringan glomerulus pada suatu bagian dapat memicu banyak
mekanisme, bisa lewat kontak langsung antar sel ( lewat gap junction ) atau
melalui mediator mediator seperti kemokin, sitokin, growth factors, dan
perubahan di komposisi membran.9
Penyebab utama terjadinya kerusakan ginjal adalah karena reaksi imunologi,
yang dipicu oleh kompleks imun dan sel imun, hipoksia dan iskemia jaringan,
pengaruh substansi dari luar seperti obat dan substansi endogen seperti
glukosa dan protein, serta adanya kelainan genetik.9

Etiologi
Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Beberapa contoh penyebab CKD dengan hemodialisa di Indonesia adalah10 :
- Glomerulonefritis
- Diabetes mellitus
- Obstruksi dan infeksi
- Hipertensi
- Sebab lain seperti nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit
ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien CKD meliputi11 :

49
1. Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu trakturs urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE, dan lain-
lain.
2. Sindroma uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang, sampai koma
3. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit.

Gambaran laboratoris

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi11 :

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya


2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum dan penurunan GFR. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, dan
isotenuria

Gambaran radiologi

Pemeriksaan radiologis CKD meliputi11:

1. Foto polos abdomen bisa tampak batu radio-opak

50
2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. Pielografi anterograd atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi
4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan saluran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan


ukuran ginjal, yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara
noinvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan
untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi
hasil terapi yang telah diberikan. Kontrakindikasi biopsi ginjal pada keadaan
dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang
tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas,
dan obesitas.11

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi11 :

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya


2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
3. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal, yaitu dengan cara mengurangi
hiperfiltrasi glomerulus. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan
pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi penggangi ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

51
2.3 Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi ginjal aseptik yang disebabkan karena adanya
sumbatan pada aliran urin. Dilatasi serupa yang terjadi di ureter disebut
hidroureter. Hidronefrosis biasanya berupa pelebaran pelvis dan kaliks ginjal
dengan atau tanpa obstruksi pada aliran urin. Adanya obstruksi yang progresif
pada aliran urin akan menyebabkan kerusakan ginjal sehingga deteksi dini
dan manajemennya sangatpenting dilakukan. Hidronefrosis dapat terjadi
karena obstruksi fisiologis maupun patologis pada saluran kemih, dan sangat
jarang terjadi tanpa adanya obstruksi.12,13
Patofisiologi
Obstruksi dari aliran urin dan tekanan balik mempengaruhi filtrasi
glomerulur, hemodinamik ginjal, dan fungsi tubulus ginjal, yang kemudian
juga mempengaruhi fungsi ginjal keseluruhan. Karena adanya tekanan balik
akibat obstuksi itu, tekanan intratubular meningkat. Adanya peningkatan
tekanan pada intratubular menyebabkan penurunan GFR, yang kemudian
akan terkompensasi dengan peningkatan aliran darah ke ginjal dengan cara
dilatasi arteri afferen. Dilatasi arteri ini terjadi karena umpan balik negatif
akibat peningkatan tekanan intratubular. Perubahan di interstitial ginjal dan
penurunan transport sodium ke makula densa menyebabkan dilatasi dan
peningkatan aliran darah lagi ke arteriol afferen. Peningkatan resistensi
arteriolar afferen akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan
GFR semakin menurun. Aliran darah yang terganggu ini menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan memperburuk GFR lagi.13
Kaliks dan pelvis yang semakin membesar akan terus menekan parenkim
ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya fibrosis tubulointerstitial yang
progresif, atrofi tubulus, inflamasi interstitial, dan kehilangan nefron
permanen. Peningkatan tekanan ureter dapat menyebabkan aliran balik pielo-
venous dan pielo-limfatik meningkat.13
Etiologi13
Lokasi Asal penyakit Penyebab
Renal Congenital Obstruksi Pelviouretero

52
junction
Penyakit kista Penyakit ginjal polikistik
Kista ginjal sederhana
Kista peripelvis
Kista parasitik
Inflamasi Tuberculosis
Metabolik Batu ginjal
Neoplasma Tumor wilms
Karsinoma sel renal
Karsinoma renal pelvis
Lainnya Trauma ginjal
Aneurisma arteri ginjal
Ureter Congenital Refluks vesiko-ureterik
Katup uretra
Polip uretra
Striktura
Ureterocele
Ginjal ektopik
Inflamasi Tuberculosis
Uretritis
Endometriosis
Neoplasma Malignansi
retroperitoneal/metastasis
Karsinoma ureter
Lainnya Hamil
Ligasi ureter iatrogenik
Prolapse uterin
Trauma
Kandung Neoplastik Karsinoma kadung kemih
kemih Neurogenik Neurogenic bladder

53
Lainnya Hidrokolpos
Prostat Inflamasi Prostatitits
Hipertrofi BPH
Neoplasma Karsinoma
Uretra Congenital Epipasdia/Hipopasdia
Striktur
Inflamasi Abses
Neoplasma Karsinoma penis
Karsinoma uretra primer

Manifestasi klinis
Gejala dari obstruksi tergantung dari tempat obstruksi, onset, dan kondisi
primer yang menyebabkan obstruksi. Obstruksi pada saluran kemih bagian
atas akan menyebabkan nyeri pinggang terus menerus dengan derajat
keparahan yang bervariasi. Obstruksi yang mendadak dapat menyebabkan
nyeri pinggang yang menetap dengan derajat sedang sampai berat, sedangkan
obstruksi yang perlahan dapat bersifat asimtomatik disertai penurunan fungsi
ginjal.13
Obstruksi di tengah atau bawah ureter dapat menyebabkan nyeri kolik yaitu
nyeri yang mendadak dan tajam, yang dapat dijalarkan ke bawah dan tengah.
Obstruksi progresif yang bersifat perlahan pada ureter dapat bersifat
asimtomatik juga, bisa berhubungan dengan adanya keganasan di
retroperitoneal dan fibrosis retroperitoneal idiopatik.13
Obstruksi di daerah kandung kemih dan uretra dapat ditemukan gejala seperti
ketidak lancaran aliran urin dan retensi urin. Selain itu disertai pula gejala
sesuai dengan penyebab utamanya. Sebagai contoh adanya tumor kandung
kemih akan menyebabkan adanya hematuria sebagai keluhan utama.
Hematuria, disuria, dan piuria juga dapat dilihat pada pasien dengan batu
ginjal atau pada pasien dengan infeksi tuberkuler saluran kemih. Sering kali
obstruksi bilateral saluran kemih yang perlahan dan progresif disertai adanya

54
penyakit ginjal kronik atau CKD tanpa adanya gejala lain dari penyebab
utamanya, misalnya tumor. 13
Statis urin yang disebabkan oleh obstruksi dapat menyebabkan infeksi bakteri
sehingga menimbulkan presentasi klinis infeksi saluran kemih akut, mulai
dari nyeri dari ginjal/ureter dan demam tinggi.13
Pemeriksaan laboratorium13
1. Pemeriksaan darah
Infeksi akut dapat menimbulkan adanya leukositosis dan netrofilia.
Anemia juga bisa ditemui pada pasien dengan CKD.
2. Pemeriksaan urin
Hematuria mikroskopik dapat ditemukan pada infeksi ginjal, batu, dan
tumor. Sel pus atau bakteria dapat ditemukan pada statis urin dengan
infeksi.
3. Pemeriksaan ratio ureum kreatinin
Ratio ureum:creatinin > 10:1
4. Radiologis
- Foto polos
- Ultrasonography
- Intravenous urography, dengan menggunakan material kontras.
- Retrograde Cystourethrography
- CT scan

Manajemen Hidronefrosis13

1. Medical care
Manajemen utama hidronefrosis adalah dilakukannya pembedahan
ditambah obat-obatan yang hanya berperan mengontrol nyeri dan
mengobati infeksi.
2. Pembedahan
Pembedahan dilakukan juga bergantung pada :
- Gejala : nyeri berat peristen pada obstruksi akut saluran kemih yang
tidak respon pada pemberian analgesik

55
- Obstruksi disertai infeksi
- Adanya kemungkinan gagal ginjal, terutama pada osbtruksi bilateral
atau pada pasien dengan satu ginjal saja.

2.4 Anemia

Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa


hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan
sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan
hematokrit.14
Kriteria Anemia
Untuk menjabarkan definisi anemia diatas maka perlu ditetapkan batas
hemoglobin yang kita anggap anemia. Batas ini disebut cut off point, yang
sangat dipengaruhi oleh : umur, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari
permukaan laut. Batas yang umum dipakai ialah kriteria WHO tahun 1968.14
Dinyatakan anemia bila :
- Laki dewasa : Hb < 13 g/dl
- Perempuan dewasa tak hamil : Hb < 12 g/dl
- Perempuan hamil : Hb < 11 g/dl
- Anak umur 6-14 tahun : Hb < 12 g/dl
- Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hb < 11 g/dl
Sedangkan untuk alasan praktis kriteria klinis dirumah sakit di Indonesia
pada umumnya :
- Hb < 10 g/dl
- Ht < 30 %
- Eritrosit < 2,8 juta/mmk
Pada pasien ini didapatkan jumlah Hb 7,7 gr%, Ht 24,3%, jumlah eritrosit
3,07 jt/mmk maka dapat dikategorikan sebagai pasien anemia.
Patofisiologi dan Gejala Anemia14
Anemia timbul karena :

56
a. Anoksia organ target, karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan menimbulkan gejala pada organ yang
terkena.
b. Mekanisme kompesasi tubuh terhadap anemia:
- Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkat enzim
2,3 DPG (2,3 diphospho glycerate)
- Meningkatkan curah jantung
- Redistribusi aliran darah
- Menurunkan tekanan oksigen darah

57
Eritrosit/hemoglobin menurun

Kapasitas angkut oksigen menurun

Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh

Gejala anemia
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada
setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di
bawah nilai tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: anoksia organ,
mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.14
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) apabila kadar
hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum
anemia tergantung pada: derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan
hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung paru sebelumnya.14
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu:
1. Gejala umum anemia. Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom
anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini
muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin <7g/dL.
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendengin, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan
dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, dilihat dari konjunctiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom
anemia bersifat tidak spesifik. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
pasien ini didapatkan bahwa pasien lemah, lelah bila beraktifitas, dan
didapatkan konjungtiva palpebra (+/+).
2. Gejala khas masing-masing anemia
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis

58
dan kuku sendok.
- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12.
- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali.

Gambar 5. Alogaritma Pendekatan Diagnosis Anemia

59
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dari hasil anamnesis dengan pasien didapatkan bahwa pasien
datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut di bagian bawah selama 4 hari
sebelumnya. Nyeri perut terus menerus muncul dan dirasakan mengganggu
aktivitas. Tidak dipengaruhi aktivitas dan istirahat. Tidak ada faktor yang
memperberat maupun memperingan. Keluhan disertai nyeri saat BAK, demam,
sesak nafas, nafsu makan turun, mual, dan kaki kram. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan fisik dan ditemukan adanya nyeri tekan di daerah suprapubik.

Nyeri perut dan nyeri saat BAK disertai demam adalah gejala-gejala yang
mengarah pada adanya infeksi saluran kemih. Oleh karena itu perlu juga
dibedakan antara infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bagian
bawah. Untuk mengetahui lokasi infeksi dilakukan pemeriksaan urin rutin dan
USG abdomen. Berdasarkan lokasinya infeksi saluran kemih dapat dibedakan
menjadi infeksi saluran kemih bagian atas dan infeksi saluran kemih bagian
bawah. Kedua kelompok ini dapat dipisahkan berdasarkan gejala dan tanda yang
ditunjukan. Pada ISK bagian bawah, gejala yang sering timbul adalah nyeri perut
bagian bawah, disuria, frekuensi sering, tidak bisa ditahan, dan kadang disertai
hematuria. Sedangkan pada ISK bagian atas, yang paling sering adalah
pielonefritis. Gejala-gejala dari pielonefritis adalah adanya demam (>38oC), nyeri
di daerah pinggang, dan menggigil.15

Pada kasus ini, ditemukan adanya nyeri di perut bagian bawah disertai BAK
yang sering dan sedikit-sedikit keluarnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya nyeri tekan pada bagian suprapubik. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan mengarah pada ISK bagian bawah. Tetapi perlu
dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk mencari adanya kelainan patologis dari
urin.

59
Dari pemeriksaan urin rutin yang dilakukan di RSDK tanggal 1 November
2016didapatkan hasil adanya piuria dengan kadar leukosit 813,2 /uL, yeast cell
sebanyak 335,6 /uL dan bakteri sebanyak 122,2/uL, proteinuria, silinder patologis
dan silinder hialin meningkat. Tidak ditemukan adanya silinder leukosit dan
silinder eritrosit. Pada infeksi saluran kemih biasanya dapat ditemukan adanya
bakteruria sebanyak >105 koloni bakter/ml dan kadar leukosit > 10 leukosit /
mm3. Pemeriksaan nitrit pasien menunjukan hasil negatif. Namun tes nitrit tidak
terlalu sensitif karena ada juga bakteri yang tidak menghasilkan nitrit seperti
Staphylococcus saprofiticus, Pseudomonas sp, dan Enterococcus.16 Penegakan
diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan USG abdomen. Hasil USG abdomen
yang dilakukan tanggal 3 November 2016 menunjukan adanya gambaran sistitis.

Terapi yang diberikan setelah penegakan diagnosis dengan hasil USG abdomen
adalah infus NaCl 0,9% dengan kecepatan 10 tetesan per menit. Diberikan pula
injeksi ciprofloksasin dengan dosis 200mg/12 jam intravena. Ciprofloksasin
adalah antibiotik golongan fluoroquinolon. Antibiotik ini merupakan antibiotik
broad spectrum yang menghambat kerja topoisomerase II dan topoisomerase IV.
Antibiotik golongan ini sangat efektif untuk digunakan melawan patogen gram
negatif seperti Enterobacteriaceae dan S. Saprofiticus. Ciprofloxacin dan
levofloxacin adalah dua obat yang paling banyak digunakan untuk infeksi saluran
kemih karena efek samping yang ditimbulkan paling sedikit yaitu mual, diare,
fotosensitivitas, sakit kepala, dan pusing. Selain itu diberikan pula paracetamol
yang diberikan untuk menurunkan demam dan meredakan nyeri karena kerjanya
sebagai antipiretik dan analgetik. 17

Pada pasien ini ditemukan pula problem chronic kidney disease (CKD). Hal ini
ditunjang dengan hasil anamnesis yang menunjukan adanya badan lemas, sesak
napas, mual, nafsu makan menurun, dan adanya kaki kram. Hasil pemeriksaan
penunjang menunjukan adanya proteinuria, anemia normositik normositik, adanya
azotemia, asidosis metabolik, dan hipokalemia.

60
Kreatinin plasma sebanyak 21 mg/dL, sehingga dengan menggunakan rumus
penghitungan GFR yaitu,

(140 )
=
72

Dari hasil perhitungan dengan rumus diatas, didapatkan GFR sebesar 3,84
ml/menit/1,73 m2. GFR dibawah 15 ml/menit/1,73 m2 termasuk dalam CKD
derajat 5 yang sudah memerlukan dialisis. Oleh karena itu dilakukan hemodialisa
cito pada tanggal 5 November 2016 yang pertama dan yang kedua pada tanggal 7
November 2016 sehingga pada hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8
November 2016 ureum kreatinin sudah mengalami perbaikan, yaitu kadar ureum
sebesar 165 mg/dl dan kreatinin sebesar 10,9 mg/dl. Sampai tanggal 25 November
2016 telah dilakukan pemasangan double lumen dan hemodialisa rutin setiap hari
Senin dan Kamis sebanyak 7 kali.

Diberikan pula terapi non farmakologis yaitu diet uremi 1700 kkal rendah
garam rendah protein dengan tujuan untuk mengurangi beban kerja ginjal. Pada
pemeriksaan BGA ditemukan adanya asidosis metabolik. Oleh karena itu
diberikan bicnat tablet 3x1 untuk menurunkan tingkat keasaman tubuh dengan
penambahan basa tersebut.

Badan lemas pada pasien ini kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan
kadar hemoglobin dalam darah. Anemia pada pasien dengan CKD dapat
disebabkan oleh banyak hal, contohnya karena defisiensi besi, asam folat, B12,
adanya inflamasi sistemik, dan pemendekan umur eritrosit. Tetapi mekanisme
yang paling utama dari kejadi anemia pada CKD adalah penurunan sintesis
eritropoietin. 18

Eritropoietin adalah glikoprotein yang disekresikan oleh sel fibroblast


interstitial ginjal dan penting untuk pertumbuhan dan differensiasi eritrosit pada
sumsum tulang. Pada CKD, atrofi tubulus dapat menyebabkan fibrosis

61
tubulointerstitial yang mana menurunkan kapasitas sintesis eritropoietin ginjal dan
menyebabkan anemia. 18

Sesak napas yang timbul dapat terjadi akibat adanya asidosis metabolik.
Mekanisme terjadinya asidosis metabolik dapat disebabkan karena beberapa
proses yaitu peningkatan pembentukan asam nonvolat, peningkatan kehilangan
bikarbonat, dan penurunan ekskresi asam ginjal. Pada CKD, jumlah nefron yang
dapat berfungsi menurun sehingga eksresi asam yang biasanya diatur bersama
dengan ekskresi amonium terus menurun seiring dengan menurunnya GFR pasien.
Akibatnya, terjadi retensi ion hidrogen dan menyebabkan semakin penurunan pH
darah menjadi semakin asam. 19

Dari hasil USG abdomen yang dilakukan tanggal 3 November 2016, dapat
ditemukan pula adanya hidronefrosis dan hidroureter bilateral. Selain dari USG,
dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien mengeluhkan kencing yang sedikit-
sedikit. Obstruksi di daerah kandung kemih dan uretra dapat ditemukan gejala
seperti ketidak lancaran aliran urin dan retensi urin. Selain itu disertai pula gejala
sesuai dengan penyebab utamanya. Sebagai contoh adanya tumor kandung kemih
akan menyebabkan adanya hematuria sebagai keluhan utama. Hematuria, disuria,
dan piuria juga dapat dilihat pada pasien dengan batu ginjal atau pada pasien
dengan infeksi tuberkuler saluran kemih. Sering kali obstruksi bilateral saluran
kemih yang perlahan dan progresif disertai adanya penyakit ginjal kronik atau
13
CKD tanpa adanya gejala lain dari penyebab utamanya, misalnya tumor.
Assessment yang perlu dilakukan adalah mencari letak obstruksi sehingga dapat
dilakukan tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi adalah pemeriksaan BNO, BNO-IVP, dan RPG.

Anemia diklasifikasikan berdasarkan morfologi sel darah merah. Anemia


normositik normokromik merupakan keadaan jumlah hemoglobin menurun
dengan ukuran dan bentuk eritrosit serta kandungan hemoglobin normal.
Penyebab anemia normositik normokromik adalah perdarahan, hemolisis,
penyakit kronis dan penyakit infiltratif metastasis pada sumsum tulang.

62
Pada kasus ini, diagnosis anemia normositik normokromik didasarkan pada
anamnesis pasien lemas, pucat pada konjungtiva palpebra dan bibir serta
pemeriksaan hematologi yang menujukkan penurunan hemoglobin (10,3 gr/dL)
dengan MCH dan MCV sesuai nilai normal. Etiologi anemia pada kasus ini
kemungkinan besar adalah sekunder dari adanya penyakit ginjal kronik sehingga
terjadi penurunan produksi eritropoietin.

Pada tanggal 1 November 2016 saat pertama kali masuk RS, Hb pasien sempat
mencapai 5,23 gr/dL oleh karena itu dilakukan transfusi sebanyak PRC 2 kolf/hari
selama 2 hari dan mulai tanggal 5 November 2016 transfusi PRC 1 kolf/hari
sampai tanggal 7 November 2016 dimana hemoglobin pasien sudah mencapai
10,8 gr/dl. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap adanya reaksi
transfusi.

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. In: Setiati S, Alwi I,


Sudoyo A w., Simabrata M, Setiyohadi B, Syam AF, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Interna Publishing; 2014:212902136.
2. Najar MS, Saldanha CL, Banday KA. Approach to urinary tract infections.
Indian J Nephrol. 2009;19(4):129-139. doi:10.4103/0971-4065.59333.
3. Vasudevan R. Urinary Tract Infection: An Overview of the Infection and
the Associated Risk Factors. 2014;1(2):1-15.
doi:10.15406/jmen.2014.01.00008.
4. Grabe M, Bartoletti R, Johansen TEB, et al. Guidelines on Urological
Infections. 2015.
5. Flores-Mireles AL, Wwalker JN, Caparon M, Hultgren SJ. No Title. Nat
Rev Microbiol. 2015;13:269-284. doi:10.1038/nrmicro3432.
6. Puca E. Urinary Tract Infection in Adults. Clin Microbiol Open Access.
2014;3(6):1-2. doi:10.4172/2327-5073.1000e120.
7. Dason S, Dason JT, Kapoor A. CUA Guidelines: Guidelines for the
diagnosis and management of recurrent urinary tract infection in women.
2011;5(5):316-322. doi:10.5489/cuaj.11214.
8. K/DOQI. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification and Stratification.; 2015.
9. Sabljar M. Pathophysiology and Classification of Chronic Kidney Disease.
2009;(December 2004):1-10.
10. Tjekyan RMS. Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik di
RSUP Dr . Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. 2014;(4):275-282.
11. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Interna Publishing; 2014:2159-2165.
12. Kurzrock. Pediatric Urology: Patient Education Handout Hydronephrosis.
13. Singh I, Joshi MK. Hydronephrosis. Surg Updat Hydronephrosis.
2011;(September 2012).

64
14. National Heart Lung and Blood Institute. Your Guide to Anemia. US Dep
Heal Hum Serv. 2011.
15. Thomas M, Hooton M, Kalpan, Gupta M. Acute uncomplicated cystitis and
pyelonephritis in women. Lit Rev. 2016.
16. Wilson ML, Gaido L. Laboratory Diagnosis of Urinary Tract Infections In
Adult Patients. Clinical Infectious Disease.2004 38(8)1150-58
17. Jancel T, Dudas V. Management of uncomplicated urinary tract infection.
Western Journal of Medicine. 2002.176(1)51-5
18. Thomas R, Kanso A, Sedor J. Chronic kidney disease and its
complications. Primary Care.2008.35(2)329-37
19. Csaba P, Kovesdy MD. Pathogenesis, consequences, and treatment of
metabolic acidosis in chronic kidney disease.Literature review. 2016

65

Anda mungkin juga menyukai