MASYARAKAT (UKM)
MINI PROJECT
ISI PIRINGKU
(INGAT! AKU SIAP PERANGI STUNTING DI JEKULO KUDUS)
Pendamping :
dr. Dony Wicaksana
NIP. 19820501 2014061 001
Oleh :
1. dr. Candra Widhi Wicaksono
2. dr. Yumeina Gagarani
3. dr. Belinda Putri Agustia
4. dr. Erlynita Mahadevi
5. dr. Zedda Mia Kautsari
6. dr. Erlimia Eka Noor Yuliana
i
LAPORAN MINI PROJECT DOKTER INTERNSIP
ISI PIRINGKU
(INGAT! AKU SIAP PERANGI STUNTING DI JEKULO KUDUS)
DI WILAYAH PUSKESMAS JEKULO KABUPATEN KUDUS
Disusun Oleh :
telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Jekulo, Kabupaten Kudus periode
September 2018 – Januari 2019
Mengetahui,
Pendamping,
KATA PENGANTAR
ii
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah–Nya penulis dapat menyelesaikan Mini Project ini dalam rangka
memenuhi persyaratan dalam program Internsip di Puskesmas Jekulo Kabupaten
Kudus mengenai “Isi Piringku (Ingat! Aku Siap Perangi Stunting di Jekulo
Kudus)” di Wilayah Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.
Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang
dihadapi. Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi
ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu
dr. Emy Ruyanah sebagai Kepala Puskesmas, serta dr. Dony Wicaksana sebagai
dokter pendamping dalam pembuatan Mini Project ini. Kami juga ucapkan ribuan
terima kasih kepada dokter-dokter yang ada di Puskesmas Jekulo serta seluruh
Bapak/Ibu staf yang juga telah memberikan dukungan kepada penulis.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................................ vi
2.1.1 Definisi.................................................................................................................................... 6
2.1.3 Patogenesis.............................................................................................................................. 7
2.1.5 Diagnosis................................................................................................................................. 11
iv
2.2 KECAMATAN JEKULO .......................................................................................................... 24
LAMPIRAN..................................................................................................................................... 39
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks (PB/U) / (TB/U) ............... 6
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tahun 2014 terdapat 27,7%, 2015 (19,1%) 2016 (24,6%) dan 2017 (23%).
Sedangkan data dari Puskesmas Jekulo tahun 2018 dengan cakupan 6 desa di
Wilayah kerja Puskesmas Jekulo (Klaling, Pladen, Sidomulyo, Bulungkulon,
Terban, Gondoharum) diperoleh data jumlah batita yang sangat pendek
berjumlah 8 orang dan pendek berjumlah 25 orang dari total 3316 batita yang
ada. Meskipun kejadiannya rendah, namun hal ini tidak dapat dianggap
remeh, karena periode 0-24 bulan merupakan periode yang menentukan
kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini
merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap
bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk
itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini.5
Dampak negatif dari stunting tidak hanya dibidang kesehatan, namun
dampak ekonomi juga terpengaruhi. Hasil riset Bank Dunia menggambarkan
kerugian akibat stunting mencapai 3-11% dari Pendapatan Domestik Bruto
(PDB). Dengan nilai PDB 2015 sebesar Rp11.000 Triliun, kerugian ekonomi
akibat stunting di Indonesia diperkirakan mencapai Rp300triliun—Rp1.210
triliun per tahun.6
Masalah stunting menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi
lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi
berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan.
Oleh karenanya upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan
mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan secara
tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan
70% nya merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan
berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi,
penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya.3
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada
kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu
2
Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang
paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang
270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan
telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas
kehidupan. Oleh karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai
"periode emas", "periode kritis", dan Bank Dunia (2006) menyebutnya
sebagai "window of opportunity". Dampak buruk yang dapat ditimbulkan
oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam jangka pendek adalah
terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik,
dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang
akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan
kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh, dan risiko tinggi
untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan
pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas
kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas
ekonomi.3
Intervensi program gizi spesifik dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Di Puskesmas Jekulo sendiri telah melaksanakan
beberapa program tersebut. Program intervensi dengan sasaran ibu hamil
yaitu pemberian suplementasi besi folat minimal 90 tablet dan pemberian
makanan tambahan saat kelas ibu hamil. Program yang menyasar ibu
menyusui dan anak usia 0-6 bulan yang terlaksana yaitu mendorong
IMD/Inisiasi Menyusui Dini, pemberian ASI Eksklusif melalui program
Selasih serta pemberian imunisasi dasar lengkap. Sedangkan untuk sasaran
ibu menyusui dan anak usia >6-24 bulan belum terdapat program intervensi
spesifik yang dilakukan, terutama terkait pemberian MP ASI. Selain itu,
diperlukan adanya pemantauan pertumbuhan Balita di posyandu yang
merupakan upaya strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan
pertumbuhan.
3
Pemberian MP ASI pada usia diatas 6 bulan sangat mempengaruhi
pemenuhan gizi bayi. Pola pemberian makan bayi dan batita dipengaruhi oleh
pengalaman ibu, tuntutan keluarga, keadaan sosial ekonomi serta tradisi
budaya. Penelitian pada 322 ibu di Jakarta pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa 30% subjek mendapatkan informasi tentang MPASI dari petugas
kesehatan, 22% dari kader posyandu, 18,6% dari keluarga dan 17,1% dari
media elektronik.7
Pemantauan pertumbuhan dilakukan saat Posyandu tiap bulannya oleh
petugas dan bantuan kader. Pada pemantauan tersebut diperlukan partisipasi
ibu dengan batita dan petugas. Menurunnya tingkat kehadiran anak di
Posyandu dari 79% di tahun 2007 menjadi 64% di 2013 menjadi salah satu
faktor tidak maksimalnya skrinning deteksi dini. Disisi lain, skrinning
stunting juga masih terkendala pencatatan dan pelaporan hasil pemantauan di
Posyandu. Hal ini dikarenakan pengetahuan dan pemahaman SDM yang
berbeda antara satu dan lainnya terutama terkait stunting.
Berdasarkan latar belakang di atas kami ingin mengangkat topik
stunting sebagai tema minipro berupa kegiatan promosi kesehatan di wilayah
Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.
1.2. Permasalahan
1. Bagaimana cara meningkatkan pengetahuan ke ibu yang mempunyai bayi
usia 0-24 bulan di Wilayah Puskesmas Jekulo Kudus tentang stunting
(definisi, pencegahan dan komplikasinya) ?
2. Bagaimana mengenalkan makanan berbasis gizi seimbang ke ibu yang
mempunyai bayi usia 0-24 bulan di Wilayah Puskesmas Jekulo Kudus?
3. Bagaimana skrinning deteksi dini stunting di Wilayah Puskesmas Jekulo
Kudus?
4
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.1.1 Menurunkan angka kejadian stunting di Wilayah
Puskesmas Jekulo Kudus
1.3.1.2 Mengetahui tingkat pengetahuan ibu yang mempunyai bayi
usia 0-24 bulan tentang stunting di Wilayah Puskesmas Jekulo
Kudus
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Meningkatkan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi usia
0-24 bulan mengenai definisi stunting
1.3.2.2 Meningkatkan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi usia
0-24 bulan mengenai kriteria stunting
1.3.2.3 Meningkatkan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi usia
0-24 bulan mengenai dampak buruk stunting
1.3.2.4 Meningkatkan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi usia
0-24 bulan mengenai pencegahan stunting
1.3.2.5 Meningkatkan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi usia
0-24 bulan mengenai penanganan stunting
1.4. Manfaat
Hasil analisis maupun informasi-informasi yang ada pada tulisan ini dapat
menjadi bukti ilmiah dalam menunjang program pencegahan dan
penanggulangan stunting. Pendek merupakan permasalahan multifaktor dan
multisektor, sehingga informasi ini sekaligus juga menjadi potret status
kesehatan di wilayah cakupan Puskesmas Jekulo.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stunting
2.1.1 Definisi
Stunting / pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan
terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek
dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
merupakan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).1
Anak dikatakan pendek adalah anak dengan status gizi berdasarkan
panjang atau tinggi badan menurut umur bila dibandingkan dengan standar
baku WHO, nilai Z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat
pendek jika nilai Z-scorenya kurang dari -3SD.1
6
2.1.3 Patogenesis
7
bekerja, serta tinggi daya cipta dan kreativitasnya, maka sejak anak-anak
harus dipersiapkan.Tingkat pertumbuhan berbeda untuk setiap anak, begitu
juga dengan kebutuhan energinya.
Kebutuhan energi balita dan anak-anak bervariasi berdasarkan
perbedaan tingkat pertumbuhan dan tingkat aktivitas. Tingkat
pertumbuhan untuk usia 1 sampai 3 tahun dan 7 sampai 10 tahun lebih
cepat, sehingga mengharuskan kebutuhan energy yang lebih besar. Usia
dan tahap perkembangan anak juga berkaitan dengan kebutuhan energi.
Terhambatnya pertumbuhan bayi dan anak-anak akan memberikan suatu
efek kepada mereka salah satunya adalah pertambahan tinggi badan yang
tidak sesuai dengan usia mereka. Menurut WHO yang dikutip dari
Paramitha Anisa protein yang dibutuhkan adalah sebesar 10-15% dari
kebutuhan energy total.
8
2.1.4.3 ASI Eksklusif
ASI merupakan bentuk makanan yang ideal untuk memenuhi gizi
anak, karena ASI sanggup memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk hidup
selama 6 bulan pertama kehidupan. ASI eksklusif adalah memberikan
hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan. Selama 6 bulan
pertama pemberian ASI eksklusif, bayi tidak diberikan makanan dan
minuman lain (susu formula, jeruk, madu, air, teh, makanan padat seperti
pisang, papaya, bubur susu, bubur nasi dan biscuit). Sedangkan ASI
predominan adalah memberikan ASI kepada bayi, tetapi pernah
memberikan sedikit air, atau minuman seperti teh untuk makanan /
minuman sebelum ASI keluar.
Pemberian ASI memiliki berbagai manfaat terhadap kesehatan,
terutama dalam perkembangan anak. ASI eksklusif sebagai makanan
tunggal dapat memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia
6 bulan. ASI juga memiliki banyak manfaat yaitu meningkatkan daya
tahan tubuh bayi karena banyak mengandung zat anti kekebalan sehingga
dapat melindungi dari berbagai serangan penyakit, melindugi dari
serangan alergi, mengandung asam lemak yang diperlukan untuk
pertumbuhan otak bayi, meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian
bicara, membantu pembentukan rahang yang bagus. Komposisi ASI
banyak mengandung Asam Lemak tak jenuh dengan rantai karbon panjang
yang tidak hanya sebagai sumber energi tapi juga penting untuk
perkembangan otak karena molekul yang dominan ditemukan dalam
selubung myelin. Manfaat lain dari pemberian ASI adalah pembentukan
ikatan yang lebih kuatdalam interaksi ibu dan anak, sehingga berefek
positif bagi perkembangan dan perilaku anak.
2.1.4.4 Usia Balita
Masa balita merupakan usia paling rawan, karena pada masa ini
balita sering terkena penyakit infeksi sehingga menjadikan anak beresiko
menjadi kurang gizi. Anak umur 24-59 bulan cenderung menderita status
gizi kurang disebabkan oleh asupan gizi yang diperlukan untuk anak
9
seusia ini meningkat.Secara psikologis anak pada kelompok ini sebagian
besar telah menunjukkan sikap menerima atau menolak makanan yang
diberikan oleh orang tuanya. Masa ini juga sering dikenal dengan sebagai
masa “keras kepala”, karena akibat pergaulan anak dengan lingkungannya
terutama dengan anak-anak yang lebih besar.Pergaulan ini dapat
mengajarkan anak-anak untuk mulai senang jajan dan mengikuti kebiasaan
anak-anak yang lebih besar.Jika hal ini dibiarkan saja, jajanan ataupun
makanan yang dipilih dapat mengurangi nafsu makan bahkan menolak
makanan yang diberikan orang tuanya.Hal ini dapat mengakibatkan anak
kurang menerima asupan gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga
anak kurang gizi. Laju pertumbuhan pada tahun pertama kehidupan adalah
lebih cepat dibandingkan usia lainnya.
10
Pendidikan juga berpengaruh terhadap pekerjaan, kebiasaan hidup,
makanan dan tempat tinggal karena pekerjaan sangat mempengaruhi
kualitas pendapatan. Pendidikan juga mempengaruhi daya tangkap
seseorang terhadap penyuluhan-penyulahan kesehatan yang diberikan serta
mampu memilah-milah mana yang selayaknya diberikan mana tidak,
dengan demikian ibu mampu mengolah makanan dengan baik dan
menjaga kebersihan makanan itu dan ibu juga mampu mensiasati apabila
anaknya mempunyai alergi terhadap makanan yang banyak mengandung
zat gizi yang tinggi ibu bisa menggantikan makanan yang sepadan dengan
yang tidak bisa dimakan oleh anaknya.
2.1.5 Diagnosis10
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan
cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat
badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan
dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita
11
akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini
menggunakan standar Z score dari WHO.
Normal, pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan
severely stunted (sangat pendek).
12
tangan tergantung rileks di samping badan, tumit dan pantat menempel
di dinding, pandangan mata mengarah ke depan sehingga membentuk
posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi dari bagian inferior orbita
horisontal terhadap meatus acusticus eksterna bagian dalam). Bagian
alat yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh kepala (bagian
verteks). Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal.
Pasien inspirasi maksimum pada saat diukur untuk meluruskan tulang
belakang. Pada bayi yang diukur bukan tinggi melainkan panjang
badan. Biasanya panjang badan diukur jika anak belum mencapai
ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2 tahun. Ukuran panjang
badan lebih besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi. Oleh sebab itu, bila anak
diatas 2 tahun diukur dalam keadaan berbaring maka hasilnya dikurangi
1 cm sebelum diplot pada grafik pertumbuhan. Anak dengan
keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak memungkinkan
dilakukan pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara pengukuran
alternatif. Indeks lain yang dapat dipercaya dan sahih untuk mengukur
tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang lengan atas
(upper arm length), dan panjang tungkai bawah (knee height). Semua
pengukuran di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm.
13
c. ASI tetap merupakan makanan paling penting sampai bayi berusia 2
tahun
d. Waktu memberi makan bayi usia antara 6-12 bulan, selalu berikan ASI
terlebih dahulu sebelum memberikan makanan lain
e. Setelah berusia 6 bulan, bayi harus mendapatkan kapsul vitamin A
4. Menjaga kebersihan sanitasi dan memenuhi kebutuhan air bersih.
Pemerintah mencanangkan 5 pilar dalam Sanitasi Total Berbasis
Lingkungan untuk mengurangi penyakit stunting, yaitu:
a. Berhenti buang air besar sembarangan
b. Mencuci tangan menggunakan sabun
c. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga
d. Pengelolaan sampah rumah tangga
e. Pengelolaan limbah cair rumah tangga
5. Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya stunting adalah dengan rutin
mengikuti Posyandu minimal satu bulan sekali. Anak-anak usia balita akan
ditimbang dan diukur berat badan serta tingginya sehingga akan diketahui
secara rutin apakah balita tersebut mengalami stunting atau tidak.
14
(HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan
intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi
ini juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu
relatif pendek. Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan
Intervensi Gizi Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang
dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita:
1. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil, yang dilakukan
melalui program/kegiatan berikut
a. Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi
kekurangan energi dan protein kronis.
b. Program untuk mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
c. Program untuk mengatasi kekurangan iodium.
d. Pemberian obat cacing untuk menanggulangi kecacingan pada ibu
hamil.
e. Program untuk melindungi ibu hamil dari Malaria.
Jenis kegiatan yang telah dan dapat dilakukan oleh pemerintah baik di
tingkat nasional maupun di tingkat lokal meliputi pemberian suplementasi
besi folat minimal 90 tablet, memberikan dukungan kepada ibu hamil
untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali, memberikan
imunisasi Tetanus Toksoid (TT), pemberian makanan tambahan pada ibu
hamil, melakukan upaya untuk penanggulangan cacingan pada ibu hamil,
dan memberikan kelambu serta pengobatan bagi ibu hamil yang positif
malaria.
2. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6
Bulan. Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang
mendorong inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI
jolong/colostrum serta mendorong pemberian ASI Eksklusif.
3. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-
23 bulan.
a. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan
didampingi oleh pemberian MP-ASI
15
b. Menyediakan obat cacing
c. Menyediakan suplementasi zink
d. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan
e. Memberikan perlindungan terhadap malaria
f. Memberikan imunisasi lengkap
g. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
Kerangka Intervensi Stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang
kedua adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan
melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan
berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi
spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan
balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait Intervensi
Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya
makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12
kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi
Gizi Sensitif sebagai berikut:
1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih, melalui
program PAMSIMAS (Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi berbasis
Masyarakat). Program PAMSIMAS dilakukan lintas K/L termasuk
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas/Kementerian PPN), Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPERA),
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri). Selain pemerintah pusat, PAMSIMAS juga dilakukan
dengan kontribusi dari pemerintah daerah serta masyakart melalui
pelaksanaan beberapa jenis kegiatan seperti dibawah:
a. Meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat.
b. Meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum
dan sanitasi yang berkelanjutan.
16
c. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal
(pemerintah daerah maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan
layanan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
d. Meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang
pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis
masyarakat.
2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi, melalui
Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang
pelaksanaanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(KemenPUPERA). Kegiatan ini meliputi gerakan peningkatan
gizi/Scaling Up Nutrition (SUN) Movement yang hingga 2015 telah
menjangkau 26.417 desa/kelurahan.
3. Melakukan fortifikasi bahan pangan (garam, terigu, dan minyak goreng),
umumnya dilakukan oleh Kementerian Pertanian.
4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana
(KB) melalui dua program:
a. Program KKBPK (Kependudukan, Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga) oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional) bekerjasama dengan Pemerintah
Daerah (Kabupaten/Kota). Kegiatan yang dilakukan meliputi:
- Penguatan advokasi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi) terkait Program KKBPK
- Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata
- Peningkatan pemahaman dan kesadaran remaja mengenai
kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga
- Penguatan landasan hukum dalam rangka optimalisasi
pelaksanaan pembangunan bidang Kependudukan dan Keluarga
Berencana (KKB)
- Penguatan data dan informasi kependudukan, KB dan KS
17
b. Program Layanan KB dan Kesehatan Seksual serta Reproduksi
(Kespro) oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Kegiatan yang dilakukan
adalah:
- Menyediakan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk difabel
(seseorang dengan kemampuan berbeda) dan kelompok marjinal
termasuk remaja.
- Menyediakan pelayanan penanganan kehamilan tak diinginkan
yang komprehensif yang terjangkau.
- Mengembangkan standar pelayanan yang berkualitas di semua
strata pelayanan, termasuk mekanisme rujukan pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi.
- Melakukan studi untuk mengembangkan pelayanan yang
berorientasi pada kepuasan klien, pengembangan kapasitas dan
kualitas provider.
- Mengembangkan program penanganan kesehatan seksual dan
reproduksi pada situasi bencana, konflik dan situasi darurat
lainnya.
- Mengembangkan model pelayanan KB dan Kesehatan Produksi
(Kespro) melalui pendekatan pengembangan masyarakat.
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)-Penerima Bantuan Iuran (PBI) berupa
pemberian layanan kesehatan kepada keluarga miskin dan saat ini
telah menjangkau sekitar 96 juta individu dari keluarga miskin dan
rentan.
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal) yang
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan
memberikan layanan kesehatan kepada ibu hamil dari keluarga/
18
rumah tangga miskin yang belum mendapatkan JKN-Penerima
Bantuan Iuran/PBI.
7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal yang
dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) melalui Program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Beberapa kegiatan yang dilakukan berupa:
a. Perluasan dan peningkatan mutu satuan PAUD.
b. Peningkatan jumlah dan mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK) PAUD.
c. Penguatan orang tua dan masyarakat.
d. Penguatan dan pemberdayaan mitra (pemangku kepentingan,
stakeholders).
9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan (melalui Puskesmas dan Posyandu)
Kegiatan yang dilakukan berupa:
a. Peningkatan pendidikan gizi.
b. Penanggulangan Kurang Energi Protein.
c. Menurunkan prevalansi anemia, mengatasi kekurangan zinc
dan zat besi, mengatasi Ganguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY) serta kekurangan Vitamin A
d. Perbaikan keadaan zat gizi lebih.
e. Peningkatan Survailans Gizi.
f. Pemberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.
10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi
pada remaja, berupa Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) termasuk
pemberian layanan konseling dan peningkatan kemampuan remaja
19
dalam menerapkan Pendidikan dan Keterampilan Hidup Sehat
(PKHS).
11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin,
misalnya melalui Program Subsidi Beras Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (Raskin/Rastra) dan Program Keluarga
Harapan (PKH) yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial
(Kemensos). Kegiatannya berupa pemberian subsidi untuk
mengakses pangan (beras dan telur) dan pemberian bantuan tunai
bersyarat kepada ibu Hamil, Menyusui dan Balita.
12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, melalui Program
Ketahanan Pangan dan Gizi yang dilaksanakan Lintas K/L yaitu
Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi, Kemendagri.
Kegiatan yang dilakukan berupa:
a. Menjamin akses pangan yang memenuhi kebutuhan gizi
terutama ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak.
b. Menjamin pemanfaatan optimal pangan yang tersedia bagi
semua golongan penduduk.
c. Memberi perhatian pada petani kecil, nelayan, dan kesetaraan
gender.
d. Pemberdayaan Ekonomi Mikro bagi Keluarga dengan Bumil
KEK (Kurang Energi Protein).
e. Peningkatan Layanan KB.
20
2017 (baik secara langsung maupun tidak), diusulkan beberapa rekomendasi
rencana aksi untuk menangani masalah stunting.
Tabel 2. Rekomendasi rencana aksi untuk menangani masalah
stunting
2018 2019 2020 2021
Memaksimalkan Memperluas Memperluas Memperluas
pelaksanaan program dan program dan program dan
program terkait kegiatan kegiatan kegiatan
stunting di 100 nasional yang nasional yang nasional yang
Kab/Kota untuk ada ke 160 ada ke 390 ada ke 514
koordinasi dan Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota
pelaksanaan dari untuk untuk untuk
pilar penanganan koordinasi dan koordinasi dan koordinasi dan
stunting pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan
dari pilar dari pilar dari pilar
penanganan penanganan penanganan
stunting stunting stunting
Sumber: Rapat Pleno TNP2K, 12 Juli 2017
21
Rekomendasi rencana aksi Intervensi Stunting diusulkan menjadi 5
pilar utama dengan penjelasan sebagai berikut:
Tabel 3 PILAR PENANGANAN STUNTING
PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 PILAR 4 PILAR 5
Komitmen Kampanye Konvergensi, Mendorong Pemantauan
dan Visi Nasional Koordinasi, Kebijakan dan Evaluasi
Pimpinan berfokus dan “Nutritional
Tertinggi pada Konsolidasi Food
Negara pemahaman, Program Security”
perubahan, Nasional,
perilaku Daerah, dan
komitmen Masyarakat
politik dan
akuntabilitas
Pilar 1
Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara. Pada pilar ini, dibutuhkan
Komitmen dari Presiden/Wakil Presiden untuk mengarahkan K/L terkait
Intervensi Stunting baik di pusat maupun daerah. Selain itu, diperlukan
juga adanya penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional
maupun daerah (baik provinsi maupun kab/kota) dan memanfaatkan
Sekretariat Sustainable Development Goals/SDGs dan Sekretariat TNP2K
sebagai lembaga koordinasi dan pengendalian program program terkait
Intervensi Stunting.
Pilar 2
Kampanye Nasional berfokus pada Peningkatan Pemahaman, Perubahan
Perilaku, Komitmen Politik dan Akuntabilitas. Berdasarkan pengalaman
dan bukti internasional terkait program program yang dapat secara efektif
mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi utama yang perlu
segera dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional baik melalui
22
media masa, maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi
secara berkelanjutan.
Pilar 3
Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Nasional, Daerah, dan
Masyarakat. Pilar ini bertujuan untuk memperkuat konvergensi,
koordinasi, dan konsolidasi, serta memperluas cakupan program yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Di samping itu,
dibutuhkan perbaikan kualitas dari layanan program yang ada (Puskesmas,
Posyandu, PAUD, BPSPAM, PKH, dll) terutama dalam memberikan
dukungan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan balita pada 1000 HPK serta
pemberian insentif dari kinerja program Intervensi Stunting di wilayah
sasaran yang berhasil menurunkan angka stunting di wilayahnya. Terakhir,
pilar ini juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa untuk mengarahkan pengeluaran
tingkat daerah ke intervensi prioritas Intervensi Stunting.
Pilar 4
Mendorong Kebijakan “Food Nutritional Security”. Pilar ini berfokus
untuk (1) mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi,
khususnya di daerah dengan kasus stunting tinggi, (2) melaksanakan
rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan pupuk yang komprehensif, (3)
pengurangan kontaminasi pangan, (4) melaksanakan program pemberian
makanan tambahan, (5) mengupayakan investasi melalui Kemitraan
dengan dunia usaha, Dana Desa, dan lain-lain dalam infrastruktur pasar
pangan baik ditingkat urban maupun rural.
Pilar 5
Pemantauan dan Evaluasi. Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan
exposure terhadap kampanye nasional, pemahaman serta perubahan
perilaku sebagai hasil kampanye nasional stunting. Pemantauan dan
evaluasi secara berkala untuk memastikan pemberian dan kualitas dari
layanan program Intervensi Stunting. Pengukuran dan publikasi secara
berkala hasil Intervensi Stunting dan perkembangan anak setiap tahun
23
untuk akuntabilitas, Result-based planning and budgeting (penganggaran
dan perencanaan berbasis hasil) program pusat dan daerah, dan
pengendalian program-program Intervensi Stunting.
24
2 Surat Kabar 1
3 Telepon Puskesmas 2
6. Jumlah Penduduk/ KK
NO DESA L P JML KK
1. Klaling 4.627 4.711 9.338 2.336
2. Pladen 2.991 2.852 5.843 1.369
3. Sidomulyo 1.455 1.482 2.937 913
4. Bulung Kulon 5.821 5.154 10.975 3.046
5. Terban 4.116 4.137 8.253 1.849
6. Gondoharum 4.029 4.029 8.058 2.145
Jumlah 23.039 22.365 45.404 11.658
25
9. Sarana Pendidikan
NO URAIAN JUMLAH KETERANGAN
1 Jumlah TK/RA 12/8 6 Desa
2 Jumlah SD/MI 31 6 Desa
3 Jumlah MI 5 Sidomulyo, Gondoharum,
Klaling, Pladen, Bulung Kulon
4 Jumlah SMP 1 Gondoharum
5 Jumlah MTs 3 Gondoharum, Sidomulyo,
Bulung Kulon
6 Jumlah 2/1 Klaling
SMA/SMK
7 Jumlah MA 1 Sidomulyo
JUMLAH 64 6 Ds. Wil Pusk. Jekulo
26
kulon, Gondoharum, Terban,
Klaling
5 Posyandu 93 6 Desa Wilayah Puskesmas
Jekulo
6 Balai Pengobatan 1 YKK Klaling
7 Rumah Bersalin 1 RB. Darus Syifa
27
BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH, PRIORITAS MASALAH,DAN
ANALISIS PENYEBAB MASALAH
28
A 3 4 3 4 5 3 22
B 4 3 4 5 3 5 24
C 2 5 4 3 3 2 19
D 5 4 5 3 5 5 27
29
Tabel 9. Urutan Prioritas Masalah
Prioritas Masalah
I Ditemukannya anak dengan stunting
II Semakin meningkatnya jumlah kasus hipertensi di wilayah
Puskesmas Jekulo
30
Man
Method
Pencatatan dan pelaporan hasil stunting belumoptimal
Kurangnya upaya pencegahan stunting
Masyarakat
Masih
ditemukannya
stunting di
Wilayah
Puskesmas
Alat promosi kesehatan kurang Jekulo
Budaya
Material Environtment
Gambar 2. Analisis penyebab masalah dengan menggunakan Fishbone Analysis
31
3.4 Prioritas Penyebab Masalah
Prioritas penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan Paired Comparison,
dan tabel serta diagram Pareto untuk mengetahui penyebab masalah yang harus
diselesaikan. Penyebab masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Penyebab Masalah
No Penyebab Masalah
A Kurangnya pengetahuan dari masyarakat
B Jumlah SDM petugas kurang
C Petugas belum memahami prosedur skrinning yang tepat
D Hasil pengukuran belum dicatat secara sistematis
E Belum ada tindak lanjut dari hasil skrinning
F Belum ada pemberian PMT pada bayi usia 0-24 bulan
G Menu MP ASI belum bervariasi
H Penyuluhan masih konvensional, tidak ada alat peraga
I Belum ada grafik pertumbuhan TB berdasar usia di buku KIA
J Masih bekembangnya mitos terkait pemberian makanan tambahan
Paired Comparison
Tabel 11. Paired Comparison
Penyebab A B C D E F G H I J Total
Masalah
A A A A A A A H A A 8
B C D E F G H I B 1
C C C C G H C C 6
D D F G H I D 3
E F G H I E 2
F G H I F 4
G H G G 7
H H H 9
I I 5
J 0
32
Tabel 12. Tabel Pareto
Penyebab Frekuensi Persen
Frekuensi
Masalah Kumulatif Kumulatif (%)
H 9 9 20,00
A 8 17 37,78
G 7 24 53,34
C 6 30 66,67
I 5 35 77,78
F 4 39 86,67
D 3 42 93,34
E 2 44 97,78
B 1 45 100
J 0 45 100
Pareto Chart
120
100
80
Axis Title
60
40
20
0
H A G C I F D E B J
Frekuensi Kumulatif 9 17 24 30 35 39 42 44 45 45
Persen Kumulatif (%) 20 37.78 53.34 66.67 77.78 86.67 93.34 97.78 100 100
33
BAB IV
DISKUSI
34
BAB V
RENCANA KEGIATAN
35
Memberikan pelatihan - Sosialisasi dan Petugas mampu
tentang pencatatan pelatihan melakukan
dan pelaporan hasil petugas skrinning dengan
skrinning baik
Tersusunnya data
skrinning secara
sistematis
36
BAB VI
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
37
2. Lembar menit.
jawaban Pretest
dan posttest
3. Kunci jawaban
4. Bolpen
5. Timer Watch
6. Lembar Rekap
Nilai
4 Materi Sosialisasi 1. PPT materi Materi powerpoint disampaikan
mengenai Stunting 2. LCD kepada peserta selama 15 menit dan
3. Layar LCD dilanjutkan sesi tanya jawab
4. Sound System
5 Demonstrasi kelas 1. Alat Masak Panitia mendemonstrasikan cara
Memasak MPASI 2. Bahan MPASI pembuatan MPASI dan ditampilkan
3. Alat penyajian di slide untuk resep dan cara
pembuatan
6 Dokumentasi 1. Kamera Mendokumentasi seluruh kegiatan
Isi Piringku
7 Intervensi Gizi 1. PMT Melakukan pengukuran
2. Zinc antropometri ulang dan intervensi
3. Konseling Gizi dengan konseling gizi, Pemberian
Makanan Tambahan dan Zinc serta
dijadwalkan untuk control 1 bulan
lagi
38
3. Pembukaan
Acara dipandu oleh MC, dimulai pada jam 08.30 sampai 08.40 yang diawali
dengan membaca Basmallah dan dilanjutkan dengan Sambutan Kepala
Puskesmas Jekulo oleh dr. Emy Ruyanah
4. Pretest
Setelah acara dibuka, panitia membagikan soal dan lembar jawaban pretest yang
dikerjakan selama 10 menit kemudian dikumpulkan dan dikoreksi oleh panitia.
Hasil Penilaian terlampir.
5. Sosialisasi mengenai Stunting
Kegiatan ini dilaksanakan mulai dari jam 08.50-09.10 berupa presentasi materi
mengenai Stunting yang dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Materi Penyuluhan
terlampir
6. Kelas Memasak MPASI
Kegiatan kelas memasak ini dilaksanakan dari jam 09.10-10.00. Kegiatan ini
berupa demonstrasi memasak MP ASI oleh panitia dengan 3 menu makanan,
yang terdiri dari MP ASI usia 6-9 bulan berupa Puree Semangka, MP ASI usia 9-
12 bulan berupa Bubur Tatang (Bubur Tahu Kentang), dan MP ASI usia 13-24
bulan berupa Bola-bola Tempe. Kegiatan dilanjutkan dengan pemberian sampel
makanan kepada peserta anak usia 0-24 bulan.
7. Post Test
Kegiatan ini dilaksanakan dari jam 10.00-10.10. Panitia membagikan soal dan
lembar jawaban post test kepada peserta yang dikerjakan selama 10 menit
kemudian dikumpulkan dan dikoreksi oleh panitia. Hasil Penilaian Pre Test dan
Post Test terlampir.
Berdasarkan hasil penilai pretest dan post test didapatkan peningkatan
pengetahuan mengenai stunting sebesar 65,6 % yang dinilai dari peningkatan
nilai post test terhadap nilai pretest begitu pula pada rata rata nilai post test dari
73,1 menjadi 81.3
8. Games dan pembagian Doorprize
Acara games dan pembagian doorprize dilaksanakan dari jam 10.10-10.15, yang
terdiri berupa kuis mitos atau fakta dan review materi stunting.
9. Pemeriksaan Antropometri ulang dan pemberian Intervensi pada peserta dengan
gizi kurang/buruk dan perawakan pendek/sangat pendek
39
Kegiatan ini dilaksanakan dari jam 10.15-10.55. Berdasarkan hasil pengukuran
antropometri dan plotting ke dalam kurva standar WHO, didapatkan 8 orang
dengan gizi kurang/buruk atau perawakan pendek/sangat pendek. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan antropometri dan plotting ulang untuk mengkonfirmasi
hasil pengukuran. Dari pemeriksaan ulang, didapatkan 7 orang dengan gizi
kurang/buruk atau perawakan pendek/sangat pendek. Kemudian diberikan
intervensi berupa konseling gizi, pemberian makanan tambahan dan obat-obatan
berupa Zinc 1x1/2 tablet, serta penjadwalan monitoring dan evaluasi
antropometri per bulan di poli MTBS Puskesmas Jekulo.
10. Penutup
Acara ditutup pada jam 10.55-11.00 dengan dipandu oleh MC dan diikuti dengan
acara foto bersama peserta, panitia, dan petugas kesehatan Puskesmas Jekulo.
40
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
a. Stunting merupakan suatu prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia
yang selanjutnya akan berpengaruh pada pengembangan potensi bangsa.
b. Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat
program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan
prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan
pengendalian penyakit tidak menular.
c. Prevalensi stunting di wilayah kabupaten Kudus pada tahun 2014 terdapat 27,7%,
2015 (19,1%) 2016 (24,6%) dan 2017 (23%).
d. Data dari Puskesmas Jekulo tahun 2018 dengan cakupan 6 desa di Wilayah kerja
Puskesmas Jekulo (Klaling, Pladen, Sidomulyo, Bulungkulon, Terban,
Gondoharum) diperoleh data jumlah batita yang sangat pendek berjumlah 8
orang dan pendek berjumlah 25 orang dari total 3316 batita yang ada.
e. Berapapun jumlah penderitanya, gizi buruk tetap menjadi masalah yang tidak
sepantasnya ada di negara berpendapatan menengah seperti sekarang ini.
f. Intervensi stunting terdiri dari intervensi spesifik dan intervensi sensitif, namun
penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi dan infeksi.
g. Kegiatan Mini Project berupa sosialisasi dan kelas memasak MPASI “ISI
PIRINGKU” dapat berjalan dengan lancar dan ibu memahami cara memasak
MPASI yang berkualitas. Pada kegiatan ini ditemukan 7 anak yang perlu
perhatian khusus diantara 6 dari 7 anak dengan perawakan pendek, 2 dari 7 anak
dengan gizi buruk 4 dari 7 anak dengan gizi kurang. Ketujuh anak tersebut
kemudian diberikan konseling gizi, pemberian makanan tambahan dan tablet
zink.
6.1 Saran
a. Perlu dilakukan pendataan yang sistematis dan menyeluruh untuk mendapatkan
jumlah stunting di Wilayah Puskesmas Jekulo
b. Perlu dilakukan pendataan menyeluruh agar dapat dikaji penyebab stunting yang
41
terjadi di Wilayah Puskesmas Jekulo
c. Perlu dilakukan promosi kesehatan mengenai stunting dari segi intervensi spesifik
dan intervensi sensitif yang lain
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Kemenkes RI Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010: Standar antropometri penilaian status gizi anak.
Jakarta; 2011.
2. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten/
kota prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting). Jakarta: Sekretariat Wakil
Presiden Republik Indonesia
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Situasi balita pendek. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
4. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia. 2016. Buku saku desa dalam penanganan stunting. Jakarta: Dirjen
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
5. Mucha, N 2013. Implementing Nutrition-Sensitive Development: Reaching
Consensus.briefing paper, Akses:www.bread.org/institute/papers/nutrition-
sensitive-interventions.pdf
6. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
7. Sulistiyowati A, Sjarif DR. 2013. Pola pemberian makan pendamping ASI (MP
ASI) pada bayi di Kecamatan Pasar Minggu. Jakarta Selatan. Jakarta: Universitas
Indonesia.
8. Branca, F, dan Ferarri, M. 2002. Impact of Micronutrient Deficiencies on Growth
: The Stunting Syndrome. Ann Nutr.Metab 2002:46(suppl 1); 8-17
9. Kementerian Kesehatan RI, 2018. WartaKESMAS Cegah Stunting Itu Penting
Edisi 02 2018. Diakses
http://www.kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~pengumuman/082314-warta-
kesmas-edisi-2-2018
10. Sulistiyowati A, Sjarif DR. Pola pemberian makan pendamping ASI (MP ASI)
pada bayi di Kecamatan Pasarminggu, Jakarta Selatan. Jakarta: Universitas
Indonesia, 2013.
43
LAMPIRAN I
44
Post Test – Stunting
1. Pilihan manakah yang tepat 6. Bagaimana cara mencegah terjadinya
mengenai Stunting? Stunting?
a) Tinggi badan anak lebih pendek a) Jaga asupan makanan dengan
dari teman sekompleks makanan bergizi dan sehat sejak
b) Tinggi badan anak lebih pendek merencanakan kehamilan
dari standart usianya b) Memberikan susu formula sejak
c) Tinggi badan anak melebihi anak bayi lahir
seusianya c) Tidak bisa dicegah karena ini
d) Tinggi badan anak sama dengan penyakit turun menurun
orang tuanya d) Melakukan pengenalan MPASI
2. Stunting dalam bahasa awam dikenal sejak usia 4 bulan
dengan sebutan? 7. Bila anak sudah dinyatakan
a) Jangkung mengalami Stunting, apa yang
b) Gembil sebaiknya dilakukan Ibu?
c) Kerdil a) Biarkan saja, nanti akan terkejar
d) Cungkring sendiri
3. Manakah factor dibawah ini yang b) Segera memeriksakan ke layanan
menyebabkan Stunting? kesehatan terdekat
a) Asupan makanan yang bergizi c) Beri air gula yang banyak secara
seimbang rutin
b) Melakukan imunisasi lengkap d) Meningkatkan intensitas olahraga
c) Genetik 8. Manakah menu makanan dibawah ini
d) Infeksi berulang yang bukan termasuk makanan
4. Apa saja yang bukan termasuk gejala bergizi?
yang muncul pada anak dengan a) Nasi + Sop Ayam + Pepaya +
Stunting? Susu
a) Wajah tampak lebih muda dari b) Nasi + Sayur bayam + Lele +
usianya Pisang + Air putih
b) Terhambat dalam pembelajaran c) Capcay seafood + Air putih +
di sekolah Pisang
c) Anak yang aktif dan jiwa d) Nasi Rames (sambel goring
sosialnya tinggi kentang, mie goreng, kering
d) Mudah sakit, bila sakit susah tempe, mendoan)
sembuh 9. Kapan sebaiknya Susu formula dapat
5. Kapankah waktu terbaik untuk diberikan kepada anak?
melakukan pencegahan terjadinya a) Sejak bayi lahir
Stunting? b) Sejak usia 4 bulan
a) Sejak usia 24 bulan keatas c) Sejak usia 12 bulan
b) Sejak usia 5 tahun d) Sejak usia 6 bulan
c) Sejak dalam kandungan 10. MPASI ASI manakah yang tepat
d) Sejak usia 6 bulan keatas untuk anak usia 9-12 bulan?
a) Nasi Tim Ayam rebus suwir
b) Buah pisang dilumat plus susu
c) Puree kacang hijau
d) Bubur beras ayam
45
KUNCI JAWABAN
PRETEST
1. B
2. D
3. A
4. D
5. C
6. A
7. B
8. A
9. D
10. C
KUNCI JAWABAN
POST TEST
1. B
2. C
3. D
4. C
5. C
6. A
7. B
8. D
9. D
10. D
46
LAMPIRAN II
47
48
Lampiran III
A. MP-ASI untuk usia 6-9 bulan
49
50
51
52
53
B. MP-ASI untuk usia 9-12 bulan
54
55
56
57
58
C. MP-ASI untuk usia 13-24 bulan
59
60
61
62
63
Lampiran IV
SOP pengukuran dan pencatatan stunting
64
65
LAMPIRAN V
DAFTAR HADIR PESERTA
66
LAMPIRAN VI
DATA PENGUKURAN ANTROPOMETRI
67
14 Amanda 25 Mei 2017 19 P 11 83,5 Normal Baik Normal
15 Syafiq 18 Mei 2017 18 L 9,367 78,5 Normal Baik Normal
16 Fadil 5 Oktober 2017 14 L 8 73,5 Normal Kurang Normal
17 Habibah 23 Juni 2017 18 P 9 81 Normal Baik Normal
18 Arsyla 18 Juli 2017 17 P 8,73 73,1 Normal Baik Pendek
19 Alysa 18 Juli 2017 17 P 9,5 79 Normal Baik Normal
20 M. Royan S 26 Desember 2017 12 L 8,3 73,5 Normal Normal Normal
21 Erka Putri 16 Januari 2017 23 P 8 73 Kurus Baik Pendek
22 Aisyah Bellvania A 7 Juni 2016 19 P 10 87 Normal Baik Normal
23 Arkha 17 September 2017 15 L 8,5 73 Normal Normal Pendek
Telah dilakukan pengukuran antropometri ulang dan diberikan intervensi berupa konseling gizi, pemberian makanan tambahan dan
zinc tablet 1x ½ tab
68
LAMPIRAN VII
HASIL PRETEST DAN POSTTEST ISI PIRINGKU
69
No Keterangan Pre Test Post Test
Skoring Nilai
1 Nilai Rata rata 73.10345 81.72414
2 Nilai Median 80 80
70
LAMPIRAN VIII
BANNER
71