1. DEFINISI
Herpes zoster merupakan penyakit infeksi oleh virus varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
sebagai reaktivasi virus varisela zoster yang masuk melalui saraf kutan selama
episode awal cacar air, kemudian menetap di ganglion spinalis posterior. Herpes
zoster umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang tua dan individu yang
mengalami imunitas tubuh yang kurang. Adapun faktor penting yang
mempengaruhi penyakit ini adalah umur, obat imunosupresif, limfoma, kelelahan,
gangguan emosional, dan terapi radiasi yang berdasarkan hasil penelitian terbukti
juga dapat terlibat dalam pengaktifan kembali virus herpes, yang kemudian
kembali ke saraf sensorik dan menginfeksi kulit.1
2. EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster merupakan reaktivasi infeksi varisela laten dan berkembang
sekitar 20% pada orang dewasa yang sehat dan 50% pada orang yang mengalami
penurunan sistem imun. Insiden dan keparahan dari herpes zoster meningkat
berdasarkan umur, dengan insiden peningkatan eksponensial setelah usia 50 tahun
yang berhubungan dengan penurunan yang berkaitan dengan penuaan dalam
perantaraan imunitas sel. Diantara orang dewasa yang berusia 22 tahun ke atas,
sekitar 70% dari kasus herpes zoster terjadi setelah 50 tahun. Selain peningkatan
usia, penurunan respon imun dari setiap penyebab, termasuk keganasan
hematologi, HIV dan obat imunosupresif, merupakan faktor resiko penting untuk
herpes zoster, meningkatkan resiko herpes zoster setidaknya 10 kali lipat.2, 3
3. ETIOLOGI
VZV adalah anggota keluarga virus herpes. Spesies lain yang patogen bagi
manusia termasuk HSV-l dan HSV-2, sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr
1
(EBV), human herpes virus-6 (HHV-6) dan HHV-7, yang menyebabkan roseola,
dan sarkoma Kaposi yang terkait virus herpes yang disebut HHV-8.4
4. PATOGENESIS
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik.5
5. GEJALA KLINIS
Penyakit ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase pre-eruptif, fase eruptif
akut dan fase kronis (neuralgia post herpetik).1, 2
2
i. Fase pre-eruptif atau preherpetik neuralgia
Gejala prodomal yang timbul ialah rasa terbakar, gatal dan nyeri yang
terlokalisir mengikut dermatom atau belum timbul erupsi difus setelah 4-5 hari
berikutnya. Tanda-tanda prediktif pada herpes zoster ialah adanya hiperesthesi
pada daerah kutaneus pre-erupsi yang lunak sejajar dengan dermatom. Disertai
juga gejala demam, nyeri kepala dan malaise yang terjadi beberapa hari sebelum
gejala lesi timbul, limfadenopati regional juga bisa terjadi pada pasien. Nyeri
segmental dan gejala lain secara bertahap mereda apabila erupsi mulai muncul.
Gejala prodromal mungkin tidak didapatkan pada anak-anak.1
Erupsi pada kulit diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus
kemudian makulopapular muncul secara dermatomal. Lesi kulit yang sering
dijumpai adalah vesikel herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental
unilateral. Kemudian, vesikel-vesikel ini terumblikasi dan ruptur sebelum menjadi
krusta yang terjadi dalam waktu 2 hingga 3 minggu. Dalam 12-24 jam tampak lesi
jernih, biasanya timbul di tengah plake eritematosa, dalam masa 2-4 hari vesikel
bersatu, setelah 72 jam akan terbentuk pustul. Vesikel baru akan tumbuh terus dan
berlangsung selama 1-7 hari. Biasanya pada penderita lansia dan memiliki daya
imunitas lemah, masa perbaikan lebih lama dan erupsinya lebih luas, vesikel
hemoragik, ada nekrosis kulit, infeksi sekunder bakteri atau skar yang biasa
berubah menjadi keloid dan hipertrofik.1
Bagian sering terkena adalah dada (55%), kranial (20% dengan keterlibatan
N.Trigeminal), lumbal (15%) dan sakral (5%). Erupsi yang sedikit dapat
mencapai keseluruhan dermatom.7
3
Gambar 2. Eritematosa, plak edema dengan bentuk vesikel awal.2
Fase ini ditandai dengan adanya nyeri menetap setelah semua lesi menjadi
krusta atau setelah infeksi akut atau sering rekurens yang berlangsung selama
sebulan. Keterlibatan N.Trigeminal sering terjadi pada penderita berumur diatas
40 tahun. Nyerinya dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu rasa terbakar terus menerus
dengan hiperaesthesia dan tipe shooting spasmodic. Allodinia adalah nyeri akibat
dari stimuli yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh simptom stress.8
Variasi dari sindroma zoster tergantung dorsal root yang terkena, dan
intensitasnya tergantung reaksi inflamasi yang terjadi pada motor root dan
anterior horn cells. Nyeri abdominal, pleura atau gangguan elektrokardiografi
yang disebabkan keterlibatan viseral. Beberapa sindrom yang disebabkan oleh
Herpes Zoster, yaitu:8
a. Keterlibatan motorik
Onset terjadinya pada 5% kasus dengan penderita yang tua dan melibatkan
nervus spinalis. Erupsi dan nyeri diikuti dengan penurunan motorik. Biasanya
mengikuti dermatom yang disebabkan oleh virus dan biasa juga terjadi pada
segmen dermatom yang berbeda. Herpes zoster pada anogenital bisa
menyebabkan adanya gangguan defekasi dan urinasi.8
Pada kasus herpes zoster trigeminal yang biasa terjadi adalah sebanyak dua
pertiga kasus terjadi pada bagian mata, jika ada vesikel pada hidung akan
melibatkan N. nasosiliar (hutchinsons sign). Komplikasi yang terjadi pada ocular
adalah uveitis, keratitis, konjunctivitis, edema konjunctiva (chemosis), palsy
4
ototokular, proptosis, skleritis, oklusi vaskular pada retina dan ulkus, skar dan bias
terjadi nekrosis pada kelopak mata. Keterlibatan ganglia siliaris dapat
menyebabkan Argyll-Robertson pupil. Jika terjadi pada bagian maksilaris terdapat
vesikel pada uvula dan tonsil. Vesikel pada lidah, basal mulut dan mukosa buccal
menunjukkan adanya keterlibatan divisi mandibularis. Pada Zoster orofasial, sakit
gigi adalah petandanya.8
5
Gambar 5. Bells Palsy.7
d. Sindroma Ramsay-Hunt
Sindrom ini adalah akibat dari gangguan N.fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (bells palsy), kelainan kulit sesuai dengan
perjalanan saraf, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea
juga gangguan pengecapan.8
6. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis dapat ditegakkan dengan gejala klinis dan pemeriksaan
fisis, sangat penting karena keputusan mengenai terapi antivirus yang kritis.
7. DIAGNOSIS BANDING
Herpes Simpleks
Diagnosis herpes zoster biasanya jelas. Herpes simplex dapat menjadi luas,
terutama di tubuh. Mungkin akan terbatas pada dermatom dan proses fitur yang
banyak seperti zoster. Ukuran vesikel dari herpes zoster bervariasi, sedangkan
herpes simplex seragam dalam berkelompok. Kekambuhan kemudian
membuktikan diagnosis.1
6
Gambar 6. Lesi pada penderita herpes simpleks.7
8. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari pengobatan herpes zoster adalah mengurangi nyeri pada
pasien yang imunokompeten dan menghentikan replikasi virus pada pasien
imunokompeten dan herpes zoster oftalmikus.6
a) Terapi topikal
Pada herpes zoster fase akut, aplikasi kompresi dingin, losion calamine,
tepung jagung, atau soda bikarbonat mampu mengurangi gejala luka dan
mempercepat pengeringan pada lesi vesikuler. Salep yang oklusif, cream, atau
losion yang mengadung glukokortikoid tidak boleh diaplikasikan pada lesi herpes
zoster. Lidocaine patch 10 cm x 14 cm mengandungi 5% basa lidocaine,
adhesive, dan bahan-bahan lain. Selain mudah digunakan, tidak disertai dengan
efek toksisitas sistemik. Pemberian lidocaine patch bisa mencapai maksimal 3
kali sehari pada bagian yang terkena lesi herpes selama 12 jam sehari.4
b) Antivirus
Tujuan utama terapi herpes zoster adalah (1) mengurangi ekstensi, durasi,
dan keparahan nyeri dan ruam pada dermatom primer; (2) mencegah terjadinya
penyakit di bagian tubuh yang lain; (3) mencegah terjadinya post-herpetic
neuralgia.4
Pada pasien yang normal, pemberian asiklovir oral (800 mg 5 kali sehari
selama 7 hari), famsiklovir (500 mg setiap per 8 jam untuk 7 hari), dan
7
valasiklovir (1g 3 kali sehari selama 7 hari) mampu mempercepat proses
penyembuhan lesi dan durasi serta keparahan nyeri akut yang dialami oleh pasien
herpes zoster (pasien dengan umur kurang dari 50 tahun) yang dirawat dalam
jangka waktu 72 jam selepas timbulnya gejala pada kulit. Pasien dengan umur
lebih dari 50 tahun dan disertai dengan lesi herpes zoster pada bagian oftalmikus
pula diberikan pengobatan seperti berikut, asiklovir (800mg peroral sebanyak 5
kali sehari selama 7 hari), atau valasiklovir (1g peroral setiap per 8 jam selama 7
hari) atau famsiklovir (500mg peroral setiap per 8 jam selama 7 hari). Pengobatan
ini diberikan pada pasien yang dirawat dalam jangka waktu 72 jam selepas
timbulnya gejala pada kulit.4, 6
Pada pasien dengan penurunan tingkat imunitas yang ringan atau pasien
HIV, diberikan asiklovir (800 mg peroral sebanyak 5 kali sehari selama 7-10 hari)
atau valasiklovir atau famsiklovir. Pada pasien dengan penurunan tingkat imunitas
yang berat, diberikan asiklovir (10 mg/kg secara intravena setiap per 8 jam selama
7-10 hari).4
c) Kortikosteroid
Tingkat nyeri hebat yang tinggi merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya post herpetic neuralgia dan nyeri akut juga menyebabkan sensitivitas
sentral serta genesis untuk terjadinya nyeri yang kronik. Oleh sebab itu, nyeri
pada herpes zoster harus dikontrol secara agresif. Tingkat nyeri hebat ditentukan
dengan menggunakan skala nyeri yang standar dan mudah. Analgetik yang
diberikan adalah analgetik yang opioid dan non-opioid dengan tujuan untuk
membatasi nyeri dibawah skala 3 atau 4 dari skala 0 sampai 10 serta tidak
mengganggu siklus tidur pasien. Pilihan pengobatan, dosis, dan waktu pemberian
analgetik adalah berdasarkan tingkatan nyeri, penyakit yang menyertai dan respon
terhadap obat. Apabila nyeri masih tidak berkurang, anastesi regional atau lokal
bisa dilakukan untuk mengontrol nyeri akut.4
8
9. KOMPLIKASI
10. PROGNOSIS
Prognosa bagi penyakit herpes zoster umumnya baik. Pada herpes zoster
oftalmikus, prognosisnya bergantung pada tindakan perawatan secara dini.5
9
PEMBAHASAN
Vaksin zoster dapat diberikan tanpa skrining untuk riwayat varicella atau
herpes zoster, tidak harus satu melakukan pengujian serologi untuk kekebalan
varicella sebelum vaksinasi. Orang-orang yang diketahui seronegatif terhadap
VZV harus divaksinasi dengan varicella menurut rekomendasi saat ini. 4
10
Dalam percobaan klinis, satu dosis Zostavax dinilai pada 38.546 orang
dewasa berusia 60 tahun ke atas di antaranya 17.775 berusia 70 atau lebih. Vaksin
Zostavax mengurangi kejadian shingles oleh 51,3 dan 38%, dan kejadian PHN
oleh 66.5 dan 66.8% pada mereka yang berusia 60 dan 70 tahun dan masing-
masing lebih tua. Vaksin ini ditoleransi dan juga imunogenik pada individu yang
memiliki riwayat herpes zoster sebelum vaksinasi.10
Penyimpanan
Vaksin yang disusun kembali dan diencerkan harus disimpan dalam
kemasan aslinya pada +2C hingga +8C dan terlindung dari cahaya. Semua
vaksin sensitif sampai batas tertentu terhadap panas dan dingin. Efektivitas dapat
dikurangi kecuali vaksin disimpan pada suhu yang benar. Pembekuan dapat
menyebabkan peningkatan reaksi lokal dan hilangnya potensi untuk beberapa
vaksin. Hal ini juga dapat menyebabkan retak serambut dalam wadah, yang
mengarah ke kontaminasi dari isi.10
11
Presentasi10
Zostavax tersedia sebagai preparat lyophilised (konektor off-white kristal
yang padat) untuk pemulihan dengan pengencer (cairan jernih yang tidak
berwarna). Ketika dilarutkan, Zostavax adalah semi-kabur untuk tembus, off-
white pucat cairan kuning.
Zostavax diberikan berupa botol dan jarum suntik prefilled, dengan dua
jarum terpisah dalam kemasan sekunder. Zostavax hanya tersedia dalam
kemasan tunggal. Setelah pemulihan dari suspensi lyophilised, vaksin harus
segera digunakan, tetapi dapat digunakan hingga 30 menit setelah pemulihan.
Administrasi
12
Rekomendasi untuk penggunaan vaksin
Dampak dan biaya efektivitas vaksinasi paling besar pada mereka yang
berusia 70-79 tahun, karena kombinasi faktor berikut:10
beban penyakit herpes zoster dalam kelompok usia ini (yang meningkat
dengan usia),
efektivitas perkiraan vaksin dalam kelompok usia ini (yang menurun sesuai
dengan usia),
durasi perlindungan vaksin, dan
kurangnya pengetahuan tentang efektivitas dosis vaksin kedua.
Sementara vaksin berwenang untuk digunakan dari usia 50 tahun dan efektif
pada kelompok usia ini, beban penyakit herpes zoster umumnya tidak parah bila
dibandingkan dengan usia yang lebih tua. Selain itu, mengingat bahwa durasi
perlindungan tidak diketahui untuk bertahan lebih dari sepuluh tahun dan
kebutuhan akan dosis kedua tidak diketahui, vaksin ini tidak dianjurkan untuk
diberikan secara rutin di bawah 70 tahun. Administrasi setelah 80 tahun kurang
efektif karena terbatasnya efektivitas vaksin setelah usia ini.10
Kontraindikasi
13
Leukemia akut dan kronis
Limfoma
Kondisi lain yang mempengaruhi sumsum tulang atau sistem limfatik
Imunosupresi akibat HIV / AIDS
Defisiensi imun seluler
Sedang dalam terapi imunosupresif (termasuk kortikosteroid dosis tinggi);
Namun, kontraindikasi Zostavax tidak untuk digunakan pada orang yang
menerima kortikosteroid topikal/inhalasi atau dosis rendah kortikosteroid
sistemik atau pada pasien yang menerima kortikosteroid sebagai terapi
pengganti, misalnya untuk insufisiensi adrenal
memiliki infeksi TB yang tidak aktif diobati
hamil
telah dikonfirmasi memiliki reaksi anafilaksis untuk dosis vaksin varicella
sebelumnya
telah dikonfirmasi memiliki reaksi anafilaksis untuk setiap komponen vaksin,
termasuk neomycin atau gelatin.
Efek samping
14
DAFTAR PUSTAKA
15