Pembimbing:
Dr. Nurul Rahayu Ningrum, Sp.JP
Penyusun:
Nadira Prishanti
030.13.134
BAB I
PENDAHULUAN
Congestive heart failure (CHF; gagal jantung kongestif) adalah sindrom klinis yang
ditandai oleh sesak napas dan fatigue yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung.[1] Sebanyak 20% penyebab kematian pada penduduk AS adalah karena gagal
jantung. Di Indonesia, prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,13%, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3%.[2]
Penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialysis atau transplantasi
ginjal.[3] Pasien dengan CKD umumnya mengalami penurunan fungsi ginjal progresif dan
berisiko end stage renal disease (ESRD).[4] Menurut Riskesdas 2013, prevalensi penyakit
gagal ginjal kronis berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%),
diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok
umur 75 tahun (0,6%).[2]
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah.[5] Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi DM di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter/gejala adalah sebesar 2,1% dan diagnosis dokter sebesar 1,5%.
[2]
Case dan referat ini akan membahas pasien yang didiagnosis congestive heart failure,
chronic kidney disease, dan diabetes mellitus tipe 2; serta referat mengenai congestive heart
failure, chronic kidney disease, dan diabetes mellitus tipe 2 secara umum.
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS MEDIK
BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI
I. IDENTITAS
Nama : Tn. P
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. KH Agus Salim Gg. Angsan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Guru mengaji
Tanggal masuk RS : 20 Juli 2017
No. RM : 09-81-35-90
II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan pada tanggal 6 Juli 2017 secara autoanamnesa.
1
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sesak yang memberat sejak 1 hari sebelum masuk RS.
B. Keluhan Tambahan
Demam, keringat dingin, batuk, nyeri ulu hati, mual, muntah, lemas.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Masuk IGD Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi pukul 19:34 WIB, masuk Wijaya
Kusumah pukul 20:30 WIB.
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan saat beraktivitas dan hanya membaik
saat istirahat, tidak terdengar ngik-ngik saat sesak. Saat tidur pasien terkadang
terbangun karena sesak dan lebih nyaman jika tidur menggunakan bantal yang
ditumpuk.
Demam dirasakan saat sore hingga malam hari, disertai dengan keringat dingin,
terkadang hingga menggigil, dan batuk tidak berdahak. Pasien pernah tes sputum di
puskesmas, dan sedang dalam pengobatan TB paru.
Badan dirasakan menjadi lebih kurus dalam beberapa bulan terakhir dan menjadi
lebih sering kencing.
Mual dan muntah sejak 2 hari sebelum masuk RS, disertai nyeri ulu hati yang
membaik setelah minum obat maag.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan
penyakit paru. Riwayat penyakit liver disangkal. Pernah dirawat pada Maret 2017 di
RSUD Bekasi di Wijaya Kusumah karena sesak napas. Riwayat operasi disangkal.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal di keluarga disangkal. Ibu memiliki riwayat
DM, orangtua memiliki riwayat hipertensi.
F. Riwayat Kebiasaan
Tidak meminum alkohol maupun kopi, tidak merokok tapi hampir semua teman
dekatnya merupakan perokok aktif. Terkadang terlambat makan jika mengajar hingga
malam. Lupa kapan terakhir berolahraga.
G. Riwayat Pengobatan
Sedang dalam pengobatan Tuberkulosis (TB) paru bulan ke 2
3
o Inspeksi: bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-)
o Palpasi: vocal fremitus dx = sin
o Perkusi: sonor +/+
o Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/+
Jantung :
o Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi: ictus cordis teraba di lateral linea midclavicularis sin
o Perkusi: batas kanan jantung di linea sternalis dx, batas atas jantung
setinggi ICS 2 sin, apex di 3 jari lateral linea midclavicularis sin setinggi
ICS 6
o Auskultasi: BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
o Inspeksi: bentuk normal, rata, ascites (-)
o Auskultasi: bising usus 8 x/menit, arterial bruit (-)
o Palpasi: supel, pembesaran organ (-), nyeri tekan epigastrium
o Perkusi: timpani di seluruh regio abdomen
Ekstremitas :
o Atas: simetris, akral hangat, CRT <2, edema -/-
o Bawah: simetris, akral hangat, CRT <2, edema -/-
4
Kolesterol LDL 145 mg/dL <160
5 Juli 2017
b. Elektrokardiografi (EKG)
Interpretasi EKG
Interpretasi
Komponen
3 Juli 2017
Irama Sinus
Heart Rate 92 x/m
Regularitas Regular
5
Q Patologis / Gelombang QS aVR
ST elevasi (-)
ST depresi I, aVL, V3-V6
Kesan :
Deviasi axis ke kiri
Old myocard infark
Iskemia anterolateral
Right bundle branch block, left bundle branch block
Deskripsi:
Cor membesar CTR >50%
Sinus dan diafragma kanan normal, kiri kabur
Pulmo: Hilus kanan normal, kiri kabur
Corakan bronkovaskular kanan normal, kiri sulit dinilai
Infiltrat di lapang atas sampai bawah kiri
Kranialisasi (+)
Kesan:
Bronkopneumonia kiri dd/ edema paru
Kardiomegali
RESUME
6
Ringkasan riwayat penyakit: OS datang dengan sesak yang memberat 1 hari SMRS. Mual
(+), nyeri epigastrium (+), batuk (+), keringat dingin (+). HT (+), DM (+), CHF (+), TB (+)
Pemeriksaan fisik: sakit sedang, komposmentis, TD 110/80, HR 93x/m, suhu 36.4,
pernapasan 20x/m, SpO2 99%. CA -/-, SI -/-, SNV +/+, Rh -/+, Wh -/-, BJ 1-2 reg, m (-), g
(-), AH (+).
Pemeriksaan penunjang/diagnostik penting:
EKG: ST depresi lead I, aVL, V4-V6.
Lab: lekosit 20100, ureum 98, kreatinin 4.2, GDS 359, Na 123, As. Urat 12.7, trigliserida
352, kolesterol total 252.
Thorax PA kesan bronkopneumonia kiri dd edema paru, kardiomegali.
Terapi/pengobatan selama di rumah sakit: O2 4l/m, Furosemide 1x40 mg, Spironolakton
1x25 mg, Ramipiril 2x2,5 mg, Aspilet 1x80 mg, Clopidogrel 1x75 mg, Inj. Cefoperazone 2x1
mg, Ambroxol 3x30 mg, Humalog mix 2x8 U, Carvedilol 1x3.125 mg
Hasil konsultasi:
Konsul Sp.PD: Diit DM, Humalog mix 2x8 U, GDKH
Konsul Sp.P: Pro TB 1x3, Vestein 3x1C
Diagnosis utama: CHF ec CAD
Diagnosis sekunder: DM tipe 2, CKD, TB paru
Tindakan/prosedur: EKG, Rontgen thorax PA
Diet terakhir: DJ2
Alergi: (-)
Efek samping obat: (-)
Hasil laboratorium yang belum selesai/pending: (-)
Kondisi pasien saat keluar RS: berobat jalan
Risiko jatuh: rendah
Tujuan pasca keluar RS: rumah
Daftar obat lanjutan:
Ramipril 1x2.5 mg Humalog mix 2x10 mg
ISDN 3x5 mg Ranitidin 2x150 mg
Clopidogrel 1x75 mg Pro TB4 1x3 tab
Atorvastatin 1x20 mg Ondansetron 3x4 mg
Pengobatan dilanjutkan: tanggal 11/7/2017 di poli jantung RSUD Bekasi
7
XI. PENATALAKSANAAN
Furosemide 1x40 mg Ambroxol 3x30 mg
Spironolakton 1x25 mg Humalog mix 2x8 U
Ramipiril 2x2,5 mg ISDN 3x5 mg
Carvedilol 1x3.125 mg Pro TB 3x1
Aspilet 1x80 mg Erdosteine 3x1C
Clopidogrel 1x75 mg Ranitidine 2x50 mg
Atorvastatin 1x20 mg Inj. Ondansetron 3x4 mg
Inj. Cefoperazone 2x1 mg Diet DM, diet jantung
X. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Follow Up
4 Juli 2017
8
Ekstremitas: akral
hangat (+), CRT <2
Lab:
GDP: 488
GD 2 jam PP: 660
SGOT: 10
SGPT: 24
Asam urat: 12.7
Trigliserida: 352
Kolesterol total: 252
Kolesterol HDL: 37
Kolesterol LDL: 145
5 Juli 2017
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
Sesak napas Keadaan umum: CHF NYHA Ramipril 2x5 mg
Spironolakton 1x25
membaik komposmentis, kesan class 3
Batuk DM mg
sakit sedang
Mual Tanda vital: CKD stage 4 Aspilet 1x80 mg
Perut begah Tekanan darah 110/80 Hipertensi Clopidogrel 1x75 mg
Pusing TB paru Inj. Cefoperazone
Lemas mmHg, nadi Dyspepsia 2x1 mg
70x/menit, suhu Ambroxol 3x30 mg
36.8C, pernapasan Humalog mix 2x8 U
Carvedilol 1x3.125
20x/menit
Kepala leher: CA +/+, mg
ISDN 3x5 mg
SI -/-
Pro TB 3x1
Thorax: suara napas
Erdosteine 3x1C
vesikuler +/+, Konsul Sp.P:
Pro TB 1x3
wheezing -/-, ronki -/
Vestein 3x1C
+, BJ 1-2 reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel,
bising usus 12x/menit,
nyeri tekan
epigastrium
Ekstremitas: akral
hangat (+), CRT <2
Lab:
GDKH 06: 248 mg/dL
GDKH 11: 260 mg/dL
GDKH 17: 311 mg/dL
Ureum: 129 mg/dL
Kreatinin: 4.35 mg/Dl
9
GFR: 18.89
6 Juli 2017
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
Sesak napas Keadaan umum: CHF NYHA Ranitidine 2x50 mg
Ramipril 1x2,5 mg
membaik komposmentis, kesan class 3
Batuk DM Inj. Cefoperazone
sakit sedang
Mual CKD stage 4 2x1 mg
Tanda vital:
Perut begah Tekanan darah 110/80 Hipertensi Ambroxol 3x30 mg
TB paru Humalog mix 2x8 U
mmHg, nadi Dyspepsia Clopidogrel 1x75 mg
68x/menit, suhu Carvedilol 1x3.125
36.6C, pernapasan mg
ISDN 3x5 mg
20x/menit
Pro TB 3x1
Kepala leher: CA +/+,
Erdosteine 3x1C
SI -/- Jika GDKH >200
Thorax: suara napas
Humalog mix 3x10 U
vesikuler +/+,
wheezing -/-, ronki -/
+, BJ 1-2 reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel,
bising usus 10x/menit,
nyeri tekan
epigastrium
Ekstremitas: akral
hangat (+), CRT <2
7 Juli 2017
10
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
Sesak KU: komposmentis, CHF NYHA Ranitidine 2x50 mg
Ramipril 1x2,5 mg
membaik kesan sakit sedang class 3
Injeksi ondansetron
Mual Tanda vital: DM
Perut begah Tekanan darah 110/70 CKD stage 4 3x4 mg
mmHg, nadi Hipertensi Inj. Cefoperazone
TB paru
72x/menit, suhu Dyspepsia 2x1 mg
Ambroxol 3x30 mg
36,3C, pernapasan Humalog mix 3x10 U
20x/menit Clopidogrel 1x75 mg
Kepala leher: CA -/-, Carvedilol 1x6.25 mg
ISDN 3x5 mg
SI -/-
Pro TB 3x1
Thorax: suara napas
Erdosteine 3x1C
vesikuler +/+,
wheezing -/-, ronki -/
+, BJ 1-2 reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel,
bising usus 8x/menit
Ekstremitas: akral
hangat (+), CRT <2
8 Juli 2017
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
Sesak KU: komposmentis, CHF NYHA Ranitidine 2x50 mg
Ramipril 1x2,5 mg
membaik kesan sakit sedang class 3
Injeksi ondansetron
Tanda vital: DM
Tekanan darah 110/80 CKD stage 4 3x4 mg
mmHg, nadi Hipertensi Inj. Cefoperazone
TB paru
84x/menit, suhu 2x1 mg
Humalog mix 3x10 U
36,7C, pernapasan Clopidogrel 1x75 mg
20x/menit Carvedilol 1x6.25 mg
11
Kepala leher: CA +/+, ISDN 3x5 mg
Pro TB 3x1
SI -/-
Thorax: suara napas Erdosteine 3x1C
Atorvastatin 1x20 mg
vesikuler +/+, Acc rawat jalan
wheezing -/-, ronki -/
+, BJ 1-2 reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel,
bising usus 8x/menit
Ekstremitas: akral
hangat (+), CRT <2
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Congestive Heart Failure
3.1.1 Definisi Congestive Heart Failure
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal.
3.1.2 Pembagian Gagal Jantung
12
2. Low output dan high output heart failure
a. Low output heart failure: disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard.
b. High output heart failure: ditemukan pada penurunan resistensi vaskular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri, dan
penyakit Paget.
3. Gagal jantung akut dan kronik
a. Gagal jantung akut: sebagai contoh adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang
menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai
edema perifer.
b. Gagal jantung kronis: sebagai contoh adalah kardiomiopati dilatasi atau
kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, tetapi tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
4. Gagal jantung kanan dan kiri
a. Gagal jantung kanan: akibat kelemahan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik hingga terjadi kongesti
vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegaly, dan distensi
vena jugularis.
13
Penyakit Jantung Pulmonal
Kor pulmonal
Penyakit kardiovaskular pulmonal
Kondisi High-Output
Kelainan metabolic Kebutuhan aliran darah berlebihan
Tirotoksikosis Shunt arteriovena sistemik
Kelainan nutrisi (beriberi) Anemia kronis
Heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF): adanya tanda dan gejala
gagal jantung yang disertai penurunan nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF): adanya gejala dan tanda
gagal jantung, namun nilai fraksi ejeksi normal atau menurun sedikit, serta tidak
ada dilatasi ventrikel kiri. Kondisi ini berhubungan dengan kelainan struktural,
seperti hipertrofi ventrikel kiri atau atrium kiri dan/atau disfungsi sistolik.
3.1.4 Epidemiologi Gagal Jantung
Menurut CDC, gagal jantung menjadi penyebab 84 kematian per 100.000 populasi
standar pada tahun 2014.[7] Di Indonesia, prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah
didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13%, dan berdasarkan diagnosis dokter atau
gejala sebesar 0,3%. Prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada lansia. [2]
3.1.5 Faktor Risiko Gagal Jantung
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya gagal jantung, yaitu kebiasan, usia,
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik, DM, merokok, sindroma metabolik, terdapat
riwayat penyakit kardiovaskular di keluarga, hipertrofi ventrikel kiri, penyakit katup
jantung, dyslipidemia, konsumsi alkohol berlebihan, paparan radiasi, dan riwayat
penyakit jantung sebelumnya.
3.1.6 Patofisiologi Congestive Heart Failure
Proses adaptasi yang terjadi pada gagal jantung adalah:
Mekanisme Frank-Starling, yang meningkatkan preload
Perubahan miosit berupa regenerasi dan kematian sel.
Hipertrofi miokardiak dengan atau tanpa dilatasi atrium atau ventrikel jantung
Aktivasi sistem neurohumoral
Pelepasan norepinefrin oleh saraf adrenergik jantung meningkatkan
kontraktilitas miokard dan mengaktivasi sistim renin-angiotensin-aldosterone system
[RAAS], sympathetic nervous system [SNS], dan penyesuaian respon neurohumoral
untuk mempertahankan tekanan arteri dan perfusi organ-organ vital. Pada gagal
jantung akut, terdapat mekanisme untuk mempertahankan kontraktilitas jantung
14
dalam batas normal, dan menjadi maladaptif saat mencoba untuk mempertahankan
performa jantung supaya tetap adekuat.[8]
Respon primer miokardium terhadap peningkatan wall stress kronik adalah
hipertrofi miosit, kematian/apoptosis, dan regenerasi. [9] Proses ini lama kelamaan
menyebabkan remodeling, umumnya tipe eksentrik yang memperburuk kondisi miosit
yang tersisa. Salah satu prinsip dalam pengobatan gagal jantung adalah menurunkan
wall stress untuk memperlambat proses remodeling.[10]
Penurunan cardiac output setelah cedera miokard memulai cascade
hemodinamik dan gangguan neurohormonal yang merangsang aktivitas sistem
neuroendokrin, terutama sistem adrenergik dan RAAS.[11]
Pelepasan epinefrin dan norepinefrin bersama dengan substansi vasoaktif
endotelin-1 (ET-1) dan vasopressin, menyebabkan vasokonstriksi, yang meningkatkan
calcium overload, dan melalui peningkatan cyclic adenosine monophosphate (cAMP),
menyebabkan peningkatan kalsium yang masuk. Peningkatan kalsium yang masuk ke
miosit meningkatkan kontraktilitas miokardium dan mengurangi relaksasi
miokardium.
Kelebihan kalsium dapat menyebabkan aritmia dan kematian mendadak.
Peningkatan afterload dan dan kontraktilitas miokardium serta gangguan pada
relaksasi miokard akan meningkatkan penggunaan energi miokardium dan penurunan
cardiac output. Peningkatan penggunaan energi miokardium akan menyebabkan
kematian/apoptosis miokardium, yang akan berlanjut menjadi gagal jantung dan
penurunan cardiac output.
Aktivasi RAAS menyebabkan retensi air dan garam, sehingga preload dan
penggunaan energi miokard meningkat. Peningkatan renin yang diperantarai oleh
penurunan arteriol glomerulus, menurunkan pengantaran klorida menuju makula
densa dan peningkatan aktifitas beta1-adrenergic sebagai respon penurunan cardiac
output. Hasil dari repons tersebut, menyebabkan peningkatan kadar angiotensin II
(Ang II) dan peningkatan kadar aldosteron. Ang II dan ET-1 mempertahankan
hemostasis intravaskular melalui vasokontriksi dan melalui aldosteron menyebabkan
retensi garam dan air.[12]
Kecepatan regenerasi miosit meningkat sesuai dengan adanya keadaan stres
patologik. Pada gagal jantung, mekanisme tersebut menjadi tidak dapat mengimbangi
kerusakan miosit yang lebih cepat. Ketidak-seimbangan antara hipertrofi miosit dan
kematian sel mempengaruhi progesifitas penyakit pada gagal jantung.
Peningkatan kadar Ang II yang menyebabkan peningkatan inotropik dan
peningkatan afterload, akan membuat peningkatan pengurangan energi pada miosit.
15
Pada penelitian yang dilakukan secara in vivo dan in vitro menunjukan bahwa Ang II
menyebabkan peningkatan kecepatan apoptosis miosit. Ang II memiliki aksi yang
sama dengan norepinefrin pada gagal jantung.[13]
Ang II menyebabkan hipertrofi miokardiak dan peningkatan progresivitas
penurunan fungsi otot jantung. Respon neurohumoral menyebabkan hipertrofi pada
miosit dan fibrosis interstisial, yang menghasilkan peningkatan volum miokardiak dan
peningkatan masa miokardiak.[14]
Pada gagal jantung, terjadi peningkatan volum miokardiak dengan
karakteristik pembesaran miosit yang menuju kegagalan pada sirkulasi. Kehilangan
miosit dan keadaan lingkungan yang stres memicu terbentuknya sel progenitor untuk
menggantikan miosit yang hilang.
Sel progenitor menjadi tidak efektif ketika keadaan patologik pada jantung
memburuk. Remodeling ini merupakan respon adaptif dengan meningktan stroke
volume (mekanisme Frank-Starling) dan penurunan wall stress (Laplaces law) dan
lalu terjadi kegagalan dalam mekanisme tersebut yang menyebabkan kebutuhan
oksigen yang meningkat, iskemia pada miokardiak, kegagal kontraktilitas, dan
menjadi aritmia.
Ketika terjadi kegagalan jantung untuk memompa, terjadi efek dari vasodilator
endogen, seperti nitric oxide (NO), prostaglandins (PGs), bradykinin (BK), atrial
natriuretic peptide (ANP), dan B-type natriuretic peptide (BNP) namun tidak
mendominasi. Vasodilator endogen terbentuk ketika terdapat substansi vasokonstriksi
dari RAAS dan sistim adrenergik, yang membuat vaskontriksi kemudian
meningkatkan afterload dan preload. Keadaan ini menyebabkan proliferasi selular,
remodeling miokardiak, antinatriuresis dengan peningkatan cairan dalam tubuh yang
memperburuk gejala dari gagal jantung.
Penurunan fungsi sistol dan diastol pada gagal jantung menyebabkan
penurunan stroke volume.[15,16] Keadaan ini menyebabkan aktivasi barorefleks dan
kemoreflek yang menyebabkan peningkatan saraf simpatik.
Ketika sistim neurohumoral menurunkan stroke volum, Keadaan tersebut
menjelaskan proses terjadinya kegagalan sistol. Peningkatan norepinefrin berkorelasi
langsung dengan derajat disfungsi jantung dan mempengaruhi prognosis.
Norepinefrin secara langsung tosik terhadap miosit, dan mempengaruhi transmisi
signal seperti penurunan regulasi beta1-adrenergic receptors, uncoupling of beta2-
adrenergic receptors, dan peningkatan aktifitas inhibitory G-protein. Perubahan pada
beta1-adrenergic receptors berupa over ekspresi dan hipertrofi miokardiak.
Peningkatan ketebalan pada ventrikel kiri, dapat melalui 3 mekanisme, yaitu:
16
Peningkatan tekanan dalam pengisian
Pergeseran kurva pada ventricular pressure-volume
Penurunan ketegangan ventrikel
Peningkatan tekanan dalam pengisian ventrikel merubah kurva pressure-
volume. Kondisi ini terjadi pada keadaan overload, regurgitasi valvular akut,
kegagalan ventrikel kiri yang akut, sampai miokarditis.
Pergeseran pada kurva ventricular pressure-volume tidak hanya disebabkan
oleh peningkatan masa dan ketebalan dari otot jantung (terdapat stenosis aorta dan
riwayat hipertensi yang kronis), namun juga pada penyakit infiltratif seperti
amiloidosis, endomiokardial fibrosis dan iskemia pada miokardium.
Kenaikan secara pararel pada kurva pressure-volume menunjukan adanya
pengurangan ketegangan ventrikel yang menunjukkan adanya kompresi pada
ventrikel.
Tekanan yang berlebihan akan memicu terjadinya hipertrofi ventrikel sinistra/
left ventricle hypertrophy (LVH) seperti pada keadaan stenosis aorta, hipertensi,
kardiomiopati tipe hipertropik, pergerseran tekanan diastolik pada kurva pressure-
volume, serta aksis jantung ke arah kiri. Keadaan tersebut menyebabkan tekanan
abnormal pada fase diastolik walaupun ketebalan ventrikel belum berubah.
Peningkatan tekanan diastolik memicu pengeluaran energi pada miokardium,
remodeling pada ventrikel, meningkatnya kebutuhan untuk konsumsi oksigen,
iskemia pada miokardium, dan mekanisme yang maladaptif memicu terjadinya gagal
jantung yang tidak terkompensasi.
Aritmia dapat muncul pada gagal jantung. Aritmia yang paling secara
signifikan berhubungan dengan gagal jantung adalah aritmia pada ventrikel. Penyebab
dari aritmia ventrikel itu sendiri masih tidak jelas, namun diperkirakan akibat dilatasi
ventrikel, hipertrofi miokardium, dan fibrosis miokardium.[17]
3.1.7 Diagnosis Congestive Heart Failure
Pemeriksaan fisik:
o Keadaan umum: kesan sakit sedang hingga berat, lemah, terlihat sesak, berat
badan menurun, gangguan memori
o Tanda vital: nadi cepat dan lemah, pulsus alternans, suhu meningkat, tekanan
darah menurun
o Kulit: sianosis, malar flush, diaphoresis, pallor
o Kepala dan leher: dilatasi pupil, peningkatan JVP, hepatojugular reflux (+),
konjungtiva anemis
17
o Thorax: ronki, gallop, kardiomegali, cardiac asthma, regurgitasi mitral,
regurgitasi tricuspid
o Abdomen: ascites, hepatosplenomegaly
o Ekstremitas: edema
Pemeriksaan penunjang:
o Darah lengkap: hemoglobin menurun, lekosit meningkat. Anemia atau infeksi
yang berpotensi menyebabkan CHF
o Urinalisis: proteinuria
o Elektrolit: natrium menurun, kalium dapat menurun maupun meningkat.
Abnormal karena retensi cairan atau disfungsi ginjal
o Ureum, kreatinin, bilirubin, albumin: ureum dan kreatinin meningkat jika
terdapat penurunan fungsi ginjal, albumin menurun dan bilirubin meningkat
jika terdapat hepatomegaly kongestif dan sirosis kardiak
o Glukosa darah puasa: jika meningkat maka risiko CHF turut meningkat
o Enzim hepar: dapat meningkat jika terdapat disfungsi hepar akibat gagal
jantung
o B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-B-type (NT-proBNP):
meningkat pada gagal jantung, berhubungan dengan klasifikasi NYHA
o EKG: aritmia, iskemia/infark, coronary artery disease sebagai kemungkinan
penyebab CHF
o Rontgen thorax: kardiomegali, kongesti paru
o Ekokardiografi: nilai fungsi ventrikel, fraksi ejeksi, arteri pulmonal, dan
ventricular filling pressure
o CT scan dan MRI: evaluasi ukuran jantung, fungsi jantung, gerak dinding
jantung, kelainan katup
o Kateterisasi jantung dan angiografi: untuk pasien dengan gejala yang
memburuk tetapi tidak ditemukan penyebabnya, saat mempertimbangkan
revaskularisasi, pada pasien gagal jantung karena komplikasi miokard infark
18
Kriteria Framingham: dikatakan gagal jantung kongestif jika terdapat 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. [18]
19
Klasifikas
i CHF menurut ACC/AHA dan NYHA .[19]
Aritmia ventrikel
3.1.10 Prognosis Congestive Heart Failure
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Framingham Heart Study, mortalitas
dalam 30 hari adalah sekitar 10%, mortalitas dalam 1 tahun 20-30%, dan mortalitas
dalam 5 tahun sekitar 45-65%. Ketika penderita gagal jantung pernah mengalami
perawatan di rumah sakit, mortalitas meningkat. Sebuah studi di Worchester,
mortalitas dalam 5 tahun meningkat menjadi 75% setelah perawatan di rumah sakit
untuk pertama kalinya. [20]
3.2 Chronic Kidney Disease
3.2.1 Definisi Chronic Kidney Disease[3]
Penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease adalah suatu proses patofisiologis
dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialysis atau
transplantasi ginjal.
Kriteria chronic kidney disease:
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
2. GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.