Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

Congestive Heart Failure

PEMBIMBING
dr. Irwin, Sp.PD

PENULIS
Dinni Aulia Kartika
030.13.058

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
MEI 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayahnya-Nya, peneliti dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan ajaran yang sempurna dan menjadi anugerah serta
rahmat bagi seluruh alam semesta.
Selama pembuatan laporan kasus ini penulis mendapat banyak dukungan dan juga
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
orang tua, dokter pembimbing penyusunan laporan kasus dr. Irwin, Sp.PD, dan seluruh dokter
bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang serta teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Dalam.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, pembahasan, maupun penulisan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi profesi, pendidikan, dan masyarakat. Akhir kata penulis mohon maaf atas segala
kekurangan yang ada.

Karawang, 20 Mei 2017

Dinni Aulia Kartika


030.13.058
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas

Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 58 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Karawang, 11 Mei 1973
Alamat : Kp. Ciwaru, Desa Sirkamulyan, Kec. Kirtajaya, Karawang Barat
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pekerjaan : Wirausaha
Pendidikan : SD
Status pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : 7 Mei 2017
No. RM : 00.67.02.52
Ruang : 132

1.2 Anamnesis

Autoanamnesis pada tanggal 10 Mei 2017 jam 11.30

Keluhan Utama Sesak napas sejak 3 hari SMRS.


Keluhan Tambahan Nyeri dada dan kedua tungkai bengkak sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit OS datang ke IGD dengan keluhan sesak napas terus menerus tanpa
Sekarang disertai mengi. Saat berjalan 10 meter terasa sesak (dyspnea on
effort). Sesak napas terasa memberat saat tidur atau berbaring dan
lebih ringan saat duduk. OS biasa tertidur dengan lebih dari 2 bantal
(orthopnea). OS tidak bisa tidur dan sering terbangun pada malam
hari karena sesak napas (paroxysmal nocturnal dyspnea). Sesak
napas timbul bersamaan dengan nyeri dada. Nyeri dirasakan terus
menerus seperti ditekan dan tidak menjalar. Nyeri tidak
berhubungan dengan aktivitas dan tidak membaik dengan istirahat.
OS mengeluh batuk berdahak berwarna putih yang terus menerus
sejak 2 hari SMRS. Demam, mual muntah, dan keringat malam
disangkal. Nafsu makan baik dan tidak terjadi penurunan berat
badan. BAB cair berwarna kehijauan sebanyak 4x sehari sejak 1
hari di Rumah Sakit. BAK dalam batas normal. OS pernah
melakukan pemeriksaan GDS dengan hasil 670 mg/dL namun tidak
diobati. Riwayat dirawat di Rumah Sakit 3 bulan yang lalu karena
mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Penyakit Gastritis (+), Diabetes Mellitus Tipe 2 (+) tidak terkontrol,
Dahulu Hipertensi stage I (+) terkontrol, Congestive Heart Failure (CHF)
(+), riwayat jatuh (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit
ginjal (-), riwayat penyakit hati (-)
Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 (+) terkontrol pada adik OS, hipertensi (+)
Keluarga terkontrol dan stroke hemoragik (+) pada kakak OS, namun telah
meninggal dunia, riwayat penyakit serupa (-), riwayat penyakit paru
(-), riwayat penyakit hati (-), riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat Pengobatan Pengobatan hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dari dokter klinik,
yaitu amlodipine dan obat diminum setiap hari. Saat mengalami
keluhan yang sama 2 bulan yang lalu, OS berobat ke dokter klinik
dan diberi obat ranitidine, diclofenac potassium, gluconic
(Glibenclamide 5 mg) namun keluhan tidak membaik. Kemudian
OS datang ke poliklinik di Rumah Sakit dan dirawat. Selama
perawatan diberi obat furosemide, spironolactone, trombo aspilet,
amlodipine, dan ambroxol, sehingga terdapat perbaikan. Lalu OS
kembali mengalami keluhan yang sama dan datang ke IGD,
kemudian dirawat dengan perawatan yang sama dengan
sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan Merokok 3-4 bungkus/hari sejak usia 18 tahun, dan berhenti
merokok sejak 8 bulan yang lalu. Riwayat konsumsi jamu (-), obat-
obatan (-), NAPZA (-), alkohol (-)
Riwayat OS berobat menggunakan BPJS.
Sosioekonomi
1.3 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum Kesadaran: Compos Mentis


Kesan sakit: Tampak sakit sedang
BB: 70 kg
TB: 168 cm
IMT: 24,8 (Normal)
Kesan gizi: Gizi baik
Tanda vital Tekanan darah: 140/80 mmHg
Nadi: 72 x/menit
Respirasi: 28 x/menit
Suhu: 37,2C
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak
terdapat jejas atau bekas luka
Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis +/+, sklera
ikterik -/-
Telinga: deformitas (-), kemerahan (-), oedem (-), serumen (-), nyeri
tekan (-), nyeri tarik (-)
Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Tenggorokan: uvula ditengah, arcus faring simetris, T1/T1
Mulut: mukosa bibir hiperpigmentasi, sianosis (-), gusi kemerahaan
(-) oedem (-), plak gigi (+)
Leher tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid, JVP (5+3 cm)
Thorax Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada simetris, tipe
pernapasan thorakoabdominal, sela iga normal, sternum datar,
retraksi sela iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus simetris, tidak teraba
thrill, ictus cordis teraba di 1 cm lateral dari ICS VI linea
midclavicularis sinistra
Perkusi: hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru dan hepar
setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra dengan perkusi redup,
batas bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris
anterior sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru dan jantung
kanan setinggi ICS IV linea parasternal dextra, batas paru dan
jantung kiri setinggi ICS VI 1 cm lateral dari linea midclavicularis
sinistra, batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra,
pinggang jantung setinggi ICS III 1 cm lateral dari linea
parasternal sinistra
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing -/-,
Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk cembung, ikterik (-), kemerahan (-), spider naevi
(-), benjolan (-)
Auskultasi: bising usus 6x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Nyeri tekan - + -
- - -
- - -
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem +/+, ptekie -/-

1.4 Pemeriksaan penunjang

LABORATORIUM

KIMIA (4 Mei 2017)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Glukosa Darah Sewaktu 284 mg/dL 70 - 110
HEMATOLOGI DAN KIMIA (6 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,3 g/dL 13,2 17,3
Eritrosit 4,72 x10^6/uL 4,5 5,9
Leukosit 9.4 x10^3/uL 4,4 11,3
Trombosit 395 x10^3/uL 150 400
Hematokrit 34,8 % 40 - 52
MCV 74 fL 80 - 96
MCH 24 pg 28 - 33
MCHC 33 g/dL 33 -36
RDW-CV 14,2 % 12,2 15,3
Glukosa Darah Sewaktu 159 mg/dL 70 - 110
Ureum 37,1 mg/dL 15,0 50,0
Creatinin 1,93 mg/dL 0,60 1,10

KIMIA (9 Mei 2017)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Glukosa Darah Puasa 125 mg/dL 70 110
Glukosa Darah 2 Jam PP 142 mg/dL < 120
Asam Urat 10,3 mg/dL 3,6 7,0
Cholesterol Total 278 mg/dL < 200
Trigliserida 410 mg/dL < 200
Cholesterol HDL 31 mg/dL > 35
Cholesterol LDL 165 mg/dL < 135

KIMIA (9 Mei 2017)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 33,9 mg/dL 15,0 50,0
Creatinin 2,02 mg/dL 0,60 1,10

KIMIA (10 Mei 2017)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Glukosa Darah Sewaktu 259 mg/dL 70 - 110
EKG
RONTGEN THORAX AP
1.5 Diagnosis
WD : Congestive Heart Failure (CHF)
Diabetes Mellitus Tipe 2
Hipertensi stage I
Acute Kidney Injury (AKI)
Edema Paru
Anemia Mikrositik Hipokrom

DD : Pneumonia
Efusi Pleura
Unstable Angina Pectoris (UAP)
Perikarditis

1.6 Tatalaksana
- Bed rest
- Diet rendah gula, garam, lemak, dan kolesterol
- Injeksi Furosemid 2 x 1 amp
- Injeksi OMZ 2 x 1 amp
- Injeksi Humalog 3 x 10 U
- Tablet ISDN 3 x 1 tab
- Tablet Trombo Aspilet 1 x 8 mg
- Tablet Captopril 2 x 12,5 mg
- Tablet Digoxin 1 x tab

1.7 Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam : dubia ad malam
1.8 Follow up
Hari 1 (7 Mei 2017)
S OS mengeluh sesak napas, nyeri dada, lemas, dan kedua kaki bengkak
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 160/100 mmHg Nadi: 96 x/menit
Suhu: 36,5 C Pernapasan: 28 x/menit
Ekstremitas bawah oedem +/+
A CHF
P Infus NaCl 0,9% 8 tpm
Injeksi Furosemid 3 x 2 amp
Injeksi Ranitidine 2 x 1 amp
Tablet ISDN 3 x 1 tab
Tablet Trombo Aspilet 1 x 1 tab
Tablet Captopril 2 x 6,25 mg
Tablet Digoxin 1 x tab

Hari 2 (8 Mei 2017)


S OS mengeluh sesak napas, nyeri dada, dan kedua kaki bengkak
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 130/80 mmHg Nadi: 84 x/menit
Suhu: 37,0 C Pernapasan: 20 x/menit
Ekstremitas bawah oedem +/+
A CHF
P Infus NaCl 0,9% 8 tpm
Injeksi Furosemid 3 x 2 amp
Injeksi Ranitidine 2 x 1 amp
Tablet ISDN 3 x 1 tab
Tablet Trombo Aspilet 1 x 1 tab
Tablet Captopril 2 x 6,25 mg
Tablet Digoxin 1 x tab
Syrup Laxadine 2 x CI
Hari 3 (9 Mei 2017)
S OS mengeluh nyeri dada, tidak menjalar, batuk berdahak berwarna putih,
sulit tidur karena sesak, demam (-), mual muntah (-), perut kembung, nyeri
kedua kaki dan kedua kaki bengkak
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 160/100 mmHg Nadi: 77 x/menit
Suhu: 36,3 C Pernapasan: 20 x/menit
Kepala Normosefali, pupil isokor, reflex pupil +/+, CA -/-, SI -/-
Leher Pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid (-)
Thorax Gerak dinding dada simetris,
Suara napas vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Ictus cordis teraba di 1 cm lateral dari ICS VI linea
midclavicularis sinistra
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Bentuk cembung, bising usus (+), teraba supel, tidak terdapat
pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan - + -
- - -
- - -
Ekstremitas atas Oedem -/-, akral hangat +/+
Ekstremitas bawah Oedem +/+, akral hangat +/+
GDP: 125 mg/dl
G2PP: 142 mg/dl
A CHF
Angina pectoris
P Injeksi Codein 3 x 1 amp
Injeksi Humalog 3 x 10 unit
Tablet Captopril 2 x 12,5 mg

Hari 4 (10 Mei 2017)


S OS mengeluh nyeri dada, tidak menjalar, batuk berdahak berwarna putih,
sulit tidur karena sesak, demam (-), mual muntah (-), BAB cair berwarna
kehijauan 4x sehari, BAK dalam batas normal dan kedua kaki bengkak
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 150/90 mmHg Nadi: 84 x/menit
Suhu: 36,3 C Pernapasan: 24 x/menit.
Kepala Normosefali, pupil isokor reflex pupil +/+, CA -/-, SI -/-
Leher Pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid (-), JVP 5+3 cm
Thorax Gerak dinding dada simetris,
Suara napas vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Ictus cordis teraba di 1 cm lateral dari ICS VI linea
midclavicularis sinistra
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Bentuk cembung, bising usus (+), teraba supel, tidak terdapat
pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan - + +
- - -
- - -
Ekstremitas atas Oedem -/-, akral hangat +/+
Ekstremitas bawah Oedem +/+, akral hangat +/+
GDS: 259 mg/dL
A CHF
AKI
DM Tipe 2
Angina pectoris
P Injeksi Furosemid 2 x 1 amp
Injeksi OMZ 2 x 1 amp
Tablet ISDN 3 x 1 tab
Tablet Trombo Aspilet 1 x 8 mg
Tablet Captopril 2 x 12,5 mg
Tablet Digoxin 1 x tab
BAB II
ANALISIS KASUS

Tn. S 58 tahun, dirawat di RSUD Karawang dengan Congestive Heart Failure (CHF).
OS datang ke IGD dengan keluhan sesak napas terus menerus sejak 3 hari SMRS tanpa
disertai mengi. Saat berjalan 10 meter terasa sesak (dyspnea on effort). Sesak napas terasa
memberat saat tidur atau berbaring dan lebih ringan saat duduk. OS biasa tertidur dengan
lebih dari 2 bantal (orthopnea). OS tidak bisa tidur dan sering terbangun pada malam hari
karena sesak napas (paroxysmal nocturnal dyspnea). Sesak napas timbul bersamaan dengan
nyeri dada. Nyeri dirasakan terus menerus seperti ditekan dan tidak menjalar. Nyeri tidak
berhubungan dengan aktivitas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. OS mengeluh
batuk berdahak berwarna putih yang terus menerus sejak 2 hari SMRS. Demam, mual
muntah, dan keringat malam disangkal. Nafsu makan baik dan tidak terjadi penurunan berat
badan. BAB cair berwarna kehijauan sebanyak 4x sehari sejak 1 hari di Rumah Sakit. BAK
dalam batas normal.
OS pernah melakukan pemeriksaan GDS dengan hasil 670 mg/dL namun tidak diobati.
Riwayat dirawat di Rumah Sakit 3 bulan yang lalu karena mengalami keluhan yang sama. OS
memiliki riwayat hipertensi, namun terkontrol dengan baik. OS juga mengatakan bahwa
adiknya memiliki riwayat DM Tipe 2 terkontrol, dan kakaknya memiliki riwayat hipertensi
terkontrol dan stroke hemoragik namun telah meninggal dunia. OS memiliki kebiasaan
merokok 3-4 bungkus/hari sejak usia 18 tahun, dan berhenti merokok sejak 8 bulan yang lalu.

2.1 Dasar diagnosis


1. Sesak napas (dyspnea on effort, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea)
2. Nyeri dada yang bersifat tumpul seperti ditekan dan tidak menjalar
3. Hipertensi

2.2 Temuan pemeriksaan fisik


1. Thorax
- Inspeksi: pergerakan dada simetris, ictus cordis terlihat di ICS VI 1 cm lateral dari
linea midclavicularis sinistra
- Palpasi: ictus cordis di ICS VI 1 cm lateral dari linea midclavicularis sinistra
- Perkusi: batas paru dan jantung kanan setinggi ICS IV linea parasternal dextra.
Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS VI 1 cm lateral dari linea midclavicularis
sinistra. Batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung
setinggi ICS III 1 cm lateral dari linea parasternal sinistra
- Auskultasi: rhonki +/+
2. Ekstremitas bawah: oedem +/+
2.3 Temuan pemeriksaan penunjang
Laboratorium
1. Glukosa Darah Sewaktu : 259 mg/dL
2. Glukosa Darah Puasa : 125 mg/dL
3. Glukosa Darah 2 Jam PP : 142 mg/dL
4. Asam Urat : 10,3 mg/dL
5. Cholesterol Total : 278 mg/dL
6. Trigliserida : 410 mg/dL
7. Cholesterol HDL : 31 mg/dL
8. Cholesterol LDL : 165 mg/dL
9. Hemoglobin : 11,3 g/dL
10. Hematokrit : 34,8 %
11. MCV : 74 fL
12. MCH : 24 pg
13. MCHC : 33 g/dL
14. Creatinin : 2,02 mg/dL

EKG
- Irama sinus, regular
- Terdapat kompleks QRS, lebar, QRS rate 100x/m
- PR interval 0,16
- T inverted di lead I, III, aVF = iskemik

Rontgen Thorax AP
- Corakan bronkovaskular meningkat
- Sudut costofrenicus tumpul
- Terdapat perselubungan putih halus dibagian basal kedua hemitoraks
- CTR 60% = kardiomegali
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah kumpulan sindroma klinis
kompleks yang diakibatkan oleh gangguan struktur ataupun fungsi dan menyebabkan
gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Gagal jantung akut (acute heart failure) adalah serangan cepat dari
gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acute
de novo (serangan baru dari gagal jantung akut tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau
dekompensasi akut dari gagal jantung kronik. Sedangkan gagal jantung kronis (chronic heart
failure) didefinisikan sebagai sindroma klinik yang kompleks disertai keluhan gagal jantung
berupa sesak, fatigue baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas.1-3

2.2 Etiologi
Secara garis besar penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam 6 kategori
utama, yaitu:4
1. Abnormalitas miokardium, seperti pada kehilangan miosit (infark miokard), gangguan
kontraksi (block left bundle branch), lemahnya kontraksi (kardiomiopati, kardiotoksisitas),
diorientasi sel (hipertrofi kardiomiopati);
2. Kegagalan yang berhubungan dengan beban kerja jantung yang berlebihan (hipertensi atau
stenosis aorta);
3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup;
4. Gangguan ritme jantung (takiaritmia);
5. Abnormalitas perikardium/efusi perikardium (tamponade jantung);
6. Kelainan kongenital jantung

2.3 Faktor risiko


Faktor yang dapat meningkatkan risiko gagal jantung:5
- Tekanan darah tinggi
- Penyakit arteri koroner; penyempitan arteri dapat membatasi suplai darah yang kaya akan
oksigen, sehingga otot jantung dapat melemah.
- Serangan jantung; kerusakan pada otot jantung akibat serangan jantung dapat membuat
jantung tidak dapat lagi memompa dengan sempurna.
- Diabetes Mellitus
- Obat-obatan, seperti antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
- Apnea; ketidakmampuan bernapas dimalam hari dapat menyebabkan kadar oksigen dalam
darah rendah dan meningkatkan risiko irama jantung yang abnormal.
- Cacat jantung kongenital
- Penyakit katup jantung
- Irama jantung yang abnormal
- Infeksi virus yang dapat merusak otot jantung
- Konsumsi alkohol dapat melemahkan otot jantung dan menyebabkan gagal jantung
- Merokok
- Obesitas
Obesitas atau kegemukan menurut World Health Organization (WHO) didefinisikan
sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan.
Obesitas merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler). Prevalensi tertinggi untuk obesitas di Indonesia cenderung mulai meningkat
setelah usia 35 tahun ke atas dan menurun kembali setelah usia 60 tahun ke atas, baik pada
laki-laki maupun perempuan.6 Obesitas memiliki hubungan yang erat dengan tingginya
kejadian penyakit kardiovaskular. Obesitas dapat meningkatkan kadar trigliserid yang buruk
untuk kesehatan jantung dan menurunkan kadar high density lipoprotein (HDL) yang bersifat
kardioprotektif. Selain itu, seiring dengan meningkatnya obesitas, maka angka hipertensi juga
meningkat. Obesitas juga dapat menyebabkan disfungsi diastolik dan berhubungan dengan
memburuknya fungsi sistolik. Obesitas juga berkaitan dengan terjadinya proses infamasi dan
aterosklerosis yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis dan penyebab terjadinya
sindrom koroner akut yang pada akhirnya nanti dapat menyebabkan eksaserbasi akut menjadi
gagal jantung akut.7

2.4 Patofosiologi
Gagal jantung kongestif menunjukkan ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
sirkulasi oksigen yang adekuat. Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya
melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung yang
tidak mampu memompa untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung
ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, saraf, dan hormonal yang nyata serta suatu
keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang
tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau
preload. Penting untuk membedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilitas otot jantung (myocardial function).8
Pada awal gagal jantung akibat cardiac output yang rendah, terjadi peningkatan aktivitas
saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginine vasopressin
sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertaahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti dengan penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif.
Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokontriksi dan retensi air
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload
akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi,
peningkatan afterload, peningkatan preload dan hipertofi dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.9
Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik dan retensi cairan meningkatkan
volume ventrikel (dilatasi). Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnansi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Di samping itu
keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard. Mekanisme yang mendasari
gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Curah jantung adalah fungsi frekuensi
jantung dikali volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantung harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Pada gagal
jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.9
Jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor, yaitu:8
1) Preload: isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas: perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: besarnya ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimulkan oleh tekanan arteriol.

2.5 Gejala klinis


Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal
jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel
mengalami kegagalan. Pada penderita gagal jantung kongestif:10
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea
2) Gejala sistemik berupa cepat lelah, oliguria, nokturia, mual, muntah, asites, hepatomegali,
dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.
Pada keadaan selanjutnya pasien gagal jantung kongestif juga dapat menjadi kondisi
akut atau eksaserbasi akut dan berkembang secara tiba-tiba menjadi gagal jantung akut (GJA)
pada infark miokard. GJA dapat berupa serangan pertama gagal jantung atau perburukan dari
gagal jantung kronik sebelumnya. Banyak kondisi kardiovaskular dan juga faktor-faktor yang
dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung akut seperti penyakit jantung iskemik: sindrom
koroner akut (SKA), hipertensi, dekompensasi pada gagal jantung kronik: tidak patuh minum
obat, infeksi, dan lain-lain. SKA merupakan kausa yang paling sering pada gagal jantung akut
yang baru. Menurut The Euro Heart Survey 9 hari, dari studi registry pasien yang dirawat
dengan GJA hampir separuh diantaranya dirawat kembali paling tidak sekali dalam 12 bulan
pertama.11-12
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi New York Heart Association (NYHA):13
Kelas I : tidak ada keterbatasan aktivitas fisik, aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan
gejala
Kelas II : keterbatasan aktivitas fisik ringan, gejala membaik saat istirahat, aktivitas sedang
dapat menimbulkan gejala
Kelas III : keterbatasan aktivitas fisik yang bermakna, gejala membaik saat istirahat,
aktivitas ringan dapat menimbulkan gejala
Kelas IV : tidak dapat melakukan aktivitas fisik, gejala timbul saat istirahat

Klasifikasi American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA):13


Derajat A : risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak terdapat gangguan
struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat gejala
Derajat B : penyakit struktural jantung yang dapat berkembang menjadi gagal jantung, tidak
terdapat gejala
Derajat C : penyakit struktural jantung, terdapat gejala gagal jantung;
Derajat D : penyakit struktural jantung yang bermakna, terjadi saat istirahat meskipun sudah
mendapat terapi medis maksimal (refrakter)

2.7 Penunjang diagnosis


Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto toraks, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. Kriteria
diagnosis yang dipakai adalah dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2
kriteria minor dari kriteria Framingham. Kriteria mayor adalah paroksismal nokturnal
dispneu, ronki paru, edema akut paru, kardiomegali, gallop S3, distensi vena leher, refluks
hepatojugular, peningkatan tekanan vena jugularis. Sedangkan kriteria minor adalah edema
ekstremitas, batuk malam hari, hepatomegali, dyspnea on effort, efusi pleura, takikardi,
kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki pada
kedua lapang paru, gallop S3 (+), distensi vena leher, refluks hepatojugular dan peningkatan
tekanan vena jugularis.1
Berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsionalnya menurut The New
York Heart Association (NYHA), gagal jantung pada pasien termasuk gagal jantung NYHA
kelas IV, karena pasien tidak sanggup melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak
napas tetap ada walaupun saat pasien beristirahat. Pemeriksaan elektrokardiogram harus
dikerjakan pada semua pasien diduga gagal jantung, meskipun memiliki nilai prediktif yang
kecil dalam mendiagnosis gagal jantung. Pemeriksaan foto toraks merupakan komponen
penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali,
kongesti paru, efusi pleura, dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan atau memperberat sesak nafas.14-15
Hematokrit merupakan persentasi sel dari darah dan sering dijadikan sebagai parameter
untuk menilai penurunan massa eritosit, selain kadar hemoglobin dan hitung eritrosit.
Peningkatan jumlah hematokrit dalam sirkulasi darah dapat meningkatkan viskositas darah
yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat
menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen ke jaringan serta dapat
menyebabkan iskemik/infark seperti di otak, mata, telinga, jantung, dan ekstremitas. Obesitas
dan hematokrit dapat berperan dalam proses inflamasi, infeksi, SKA, dan proses trombosis
sehingga dapat menyebabkan terjadinya eksaserbasi gagal jantung kongestif (NYHA kelas 1
dan 2) menjadi gagal jantung akut (NYHA kelas 3 dan 4).16-17
2.8 Tatalaksana
Berdasarkan American Heart Association (AHA) terapi farmakologi yang diberikan
kepada pasien gagal jantung dengan gejala yang berat dan terdapat tanda gagal jantung serta
memiliki komplikasi adalah berupa pemberian obat golongan diuretik, ACE inhibitor, B-
blocker, nitrat, dan digitalis. Terapi farmakologi yang diberikan adalah oksigenasi 3 liter
permenit, pemberian oksigen untuk pencegahan hipoksia serta mengurangi beban jantung
pada pasien yang mengalami sesak napas. IV line ringer laktat 10 tetes permenit bertujuan
untuk pembatasan intake cairan. Pemberian diuretik berupa injeksi furosemid 20 mg per 8
jam, sampai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan edema. Pemberian diuretik
secara parenteral diindikasikan pada gagal jantung berat dan edema paru akut. Pada pasien
gagal jantung disertai edema dengan tensi tidak terlalu tinggi dapat diberikan furosemid drip
40-60 mg dalam 500 cc (titrasi) cairan ringer laktat per 24 jam.18,20
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) 2015 yang
dijadikan standar operasional prosedur, pemberian diuretik berupa furosemid diberikan per
oral dengan dosis 1 mg/kgBB. Dosis untuk amiodarone dibedakan menjadi loading dose yaitu
800-1600 mg perhari dan maintenance dose 400-600 mg perhari. Pemberian obat ini
diindikasikan untuk aritmia ventrikular. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien
yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang tidak menetap. Pada AHA heart failure
guideline 2013 disebutkan bahwa dapat diberikan ACE inhibitor bermanfaat untuk menekan
aktivasi neurohormonal dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel
kiri, serta untuk anti remodeling untuk mencegah dilatasi jantung. Seharusnya diberikan ACE
inhibitor dosis rendah untuk pasien dengan gagal jantung kronik, yaitu 6,25 mg 2 kali perhari,
dengan dosis maksimal 50 mg 3 kali perhari. Pada PERKI 2015 juga dianjurkan untuk
diberikannya ACE inhibitor bila tidak terdapat kontraindikasi.19
Pada AHA heart failure guideline 2013 disebutkan bahwa dapat diberikan beta blocker
pada pasien gagal jantung kronik untuk menurunkan angka mortalitas dan menurunkan
progesifitas penyakit. Beta blocker bermanfaat sama seperti ACE inhibitor. Pemberian mulai
dosis kecil kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung kelas II dan III,
dosis yang dapat diberikan adalah 1,25 mg satu kali perhari untuk bisoprolol dan 3,125 mg 2
kali perhari untuk carvedilol dengan dosis maksimal 10 mg satu kali perhari untuk bisopolol
dan 50 mg 2 kali perhari untuk carvedilol. Pada AHA heart failure guideline 2013 disebutkan
bahwa dapat diberikan ARB pada pasien dengan gagal jantung kronik untuk mencegah
reseptor angiotensin. Dosis yang diberikan adalah 4-8 mg diberikan satu kali perhari dengan
dosis maksimal 32 mg perhari.18,20
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi seperti tromboemboli yang merupakan terjadinya bekuan
vena (deep venous thrombosis dan emboli paru) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada
CHF berat. Fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang dapat menyebabkan perburukan.
Selain itu kegagalan pompa progresif karena penggunaan diuretik dengan dosis tinggi dan
aritmia ventrikel yang dapat menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death (25-50%
kematian CHF).7
2.10 Pencegahan
Perubahan gaya hidup yang dapat membantu mencegah gagal jantung, seperti:12
- Berhenti merokok
- Mengontrol kondisi tertentu, seperti hipertensi dan diabetes
- Melakukan aktivitas fisik
- Mempertahankan berat badan yang ideal
- Mengurangi dan mengendalikan stres
DAFTAR PUSTAKA

1. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2013
ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of the American
College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. J Am Coll Cardiol 2013;62(16):147-239.
2. Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, Feldman AM, Francis GS, Ganiats TG, et al.
ACCF/AHA Practice Guideline: Full Text. Circ AHA J 2013;119(14):391-479.
3. Follath F, Yilmaz MB, Delgado JF, Parissis JT, Porcher R, Gayat E, et al. Clinical
presentation, management and outcomes in the acute heart failure global survey of
standard treatment (ALARM-HF). J Intensive Care Med 2011;37(4):619-26.
4. Davey P. Medicine at a Glance. In: Medicine at a Glance, 3rd edition 2014:191-3.
5. Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional 2013. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013.
6. Nursalim A, Yuniadi Y. Paradox Obesitas pada Pasien Gagal Jantung. Jurnal Kardiologi
Indonesia. 2011;32:207-8.
7. Tomaselli GF, Zipes DP. What Causes Sudden Death in Heart Failure? Circ Res.
2014;95(8):754-63.
8. Angadi SS, Mookadam F, Lee CD, Tucker WJ, Haykowsky MJ, Gaesser GA. High-
intensity interval training vs. moderate-intensity continuous exercise training in heart
failure with preserved ejection fraction: A pilot study. J Appl Physiol (1985)
2015;119:753-8.
9. Paulus WJ, Tschpe C. A novel paradigm for heart failure with preserved ejection
fraction: Comorbidities drive myocardial dysfunction and remodeling through coronary
microvascular endothelial inflammation. J Am Coll Cardiol 2013;62:263-71.
10. Poole DC, Hirai DM, Copp SW, Musch TI. Muscle oxygen transport and utilization in
heart failure: Implications for exercise (in)tolerance. Am J Physiol Heart Circ Physiol.
2012;302:1050-63.
11. Heidenreich PA, Albert NM, Allen LA, Bluemke DA, Butler J, Fonarow GC, et al.
Forecasting the impact of heart failure in the United States: A policy statement from the
American Heart Association. Circ Heart Fail 2013;3:606-19.
12. McKee PA, Castelli WP, McNamara PM, Kannel WB. The Natural History of Congestive
Heart Failure: The Framingham Study. N Engl J Med. 1971;285(26):1441-6.

13. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Valk F, Gonzalez-Juanatey JR, et at. 2016
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure: The
Task Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure of the
European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2016;128:3-14.
14. Krumholz HM, Lin Z, Keenan PS, Chen J, Ross JS, Drye EE, et al. Normand SL.
Relationship between hospital readmission and mortality rates for patients hospitalized
with acute myocardial infarction, heart failure, or pneumonia. JAMA J Am Med Assoc
2013;309:587-9.
15. McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bhm M, Dickstein K, et al. ESC
guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012. Eur J
Heart Fail 2012;14(8):803-69.
16. Paterson I, Mielniczuk LM, OMeara E, So A, White JA. Imaging heart failure: Current
and future applications. Can J Cardiol 2013;29:317-28.
17. Morbach C, Lin BA, Sugeng L. Clinical application of three-dimensional
echocardiography. Prog Cardiovasc Dis 2014;57:19-31.
18. Bekelman DB, Plomondon ME, Carey EP, Sullivan MD, Nelson KM, Hattler B, et al.
Primary Results of the Patient-Centered Disease Management (PCDM) for Heart Failure
Study: A Randomized Clinical Trial. JAMA Intern Med 2015;175:725-32.
19. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE, et al. Pedoman
tatalaksana gagal jantung. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (PERKI), 2015:14-28.
20. Inamdar AA, Inamdar AC. Heart Failure: Diagnosis, Management and Utilization. J Clin
Med 2016(5);62:14-18.

Anda mungkin juga menyukai