Anda di halaman 1dari 21

1

Laporan Kasus

EPILEPSI

Oleh:
ALVIN HADISAPUTRA
1408465584

Pembimbing :
dr. HARRY MANGUNSONG Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh


bangkitan/kejang/seizure berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi
otak secara intermitten yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan
berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor
etiologi. Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau
penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum
2

terjadi dan penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi
medis tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun
keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi
masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. 1-3
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan
mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan
1,2
psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai dasar teori dan laporan kasus kejang fokal e.c
Epilepsi pada anak laki-laki usia 13 bulan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron
secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.1
Definisi terbaru menurut pedoman tatalaksana epilepsi tahun 2014 oleh
International League Against Epilepsy (ILAE) yaitu epilepsi adalah suatu
penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut: 2,3
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks
dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24
jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan
3

sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa


provokasi/ bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi
1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang
disertai lesi structural dan epileptiform dischargers) .
3. Sudah pernah ditegakkan diagnosis sindroma epilepsi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari
bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut
(unprovoked). Sindroma epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik
epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi,
umur, awitan (onset), jenis bangkitan, faktor pencetus dan kronisitas.1-3

2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju
ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000.4
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.5 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usia lanjut di atas 65 tahun (81/100.000
kasus). 6

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan
epilepsi dan klasifikasi untuk sindroma epilepsi.1-3

Klasifikasi ILAE untuk jenis bangkitan epilepsi1-3


1. Bangkitan Parsial
4

1.1 Bangkitan parsial sederhana


1.1.1 Motorik
1.1.2 Sensorik
1.1.3 Otonom
1.1.4 Psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2 Bangkitan parsial sederhana yang disertai gangguan kesadaran saat
awal bagkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1 Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
1.3.3 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum
tonik klonik
2. Bangkitan Umum
2.1 Lena (absence)
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik
3. Tak tergolongkan

Gambar 1. Fase tonik dan klonik3

2.4 Patofisiologi
5

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan


transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter
eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan
neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf
dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil
dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter
eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan
neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)
dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi
transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron
mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi
potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.3,7

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau


mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh
ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur
dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara
sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan
epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang
epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.3,7
6

Gambar 2. Mekanisme epilepsy


Sumber : Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000
7

2.5 Diagnosis
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik
didukung oleh hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 1,3,7

1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan
penggunaan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekueensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis


Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-
sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya
keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
8

3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard
untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG
dikatakan abnormal jika
1. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang
timbul secara paroksimal.

b. Rekaman video EEG


Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita
yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis
dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan
hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal
ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui
secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.
Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat
diperlukan pada persiapan operasi.
9

c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan
untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan
dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan
tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus
kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.

2.7 Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat
minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah
mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
10

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila


kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas
pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala
disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+,
Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.
Penghentian pemberian OAE
Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
setelah 2 tahun bebas serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau
keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai
dari satu OAE yang bukan utama

Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom
11

Mekanisme kerja OAE


12

Obat epilepsi untuk anak7

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
13

Nama : An. ZJ
RM : 8982XX
Umur : 13 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : JL. Perumahan Air Dingin Blok A11 Pekanbaru
Tgl. Masuk : 11 Agustus 2015 pukul 12.00 WIB

ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan utama : Anak kejang

Riwayat penyakit sekarang


6 jam SMRS pasien dikeluhkan kejang.
- Kejang digambarkan hanya kelojotan pada satu sisi tubuh (kepala menoleh
ke kiri, mata menoleh ke kiri, mulut komat-kamit, tangan dan kaki kiri
tegang)
- Lama kejang sekitar 15 menit,
- Didahului muntah tidak menyembur isi makanan dan cairan jernih
sebanyak 1 kali volume sekitar gelas kemasan air mineral,
- Setelah kejang pasien sadar kembali. Ibu pasien langsung mengukur suhu
tubuh pasien hasil 36.0
- Pasien berobat ke RS Syafira, suhu saat itu 36.2 diberikan pengobatan
Diazepam 5 mg per rectal, dirujuk ke RSUD AA alasan kamar penuh

Riwayat penyakit dahulu


1 bulan SMRS pasien mengalami kejang didahului demam 38 oC
- Kejang digambarkan hanya pada satu sisi tubuh, awalnya mata mendelik
ke kanan, mulut komat-kamit air liur, lalu tangan dan kaki kanan
kelojotan. Durasi 15 menit.
- Setelah kejang pasien sadar. Pasien berobat ke klinik dokter umum diberi
obat penurun panas, keluhan tidak muncul lagi.
Kelainan kongenital (-)
14

Riwayat penyakit keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat orang tua
- Ayah : usia 40 tahun, wiraswasta, tidak ada riwayat kejang
- Ibu : usia 39 tahun, IRT, tidak ada riwayat kejang
Riwayat kehamilan
- Anak pertama
- Gravida 38 minggu, ANC rutin 4x selama kehamilan, lahir dengan SC atas
indikasi Janin letak sungsang tunggal hidup, BBL 2800 gr, lahir langsung
menangis, tidak ada cacat lahir dan jejas persalinan
Riwayat makan dan minum
- Usia 0-1 bulan : ASI
- Usia 1-7 bulan : Susu formula
- Usia 7-13 bulan: Susu formula, bubur tim
Riwayat imunisasi
- imunisasi lengkap sampai dengan imunisasicampak
Riwayat pertumbuhan
- BBL 2800 gram
- BBM 11 kg, TB 76 cm
Riwayat perkembangan
- Telungkup dan mengangkat kepala usia 6 bulan
- Merangkak, bicara kurang jelas usia 8 bulan
- Berdiri dengan bantuan, bicara satu patah kata usia 12 bulan
Keadaan perumahan dan tempat tinggal
- Pasien tinggal di rumah permanen
- Sumber air minum : air sumur bor
- Sumber MCK : air sumur bor

PEMERIKSAAN FISIK
- Kesan umum : tampak sakit berat
- Kesadaran : Somnolen
Tanda tanda vital
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Nadi : 140x/i
15

Suhu : 37,00 C,
Napas : 26 x/menit
Gizi
- TB : 76 cm
- BB : 11 kg
- LILA : 14 cm
- LK : 48 cm
Status gizi : Normal
Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata :
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : isokor 2mm/2mm
- Refleks cahaya : (+/+) langsung dan tidak langsung
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut :
- Bibir : basah
- Selaput lendir : basah
- Palatum : utuh
- Lidah : kotor (-)
- Gigi : karies (-)
Leher :
- KGB : pembesaran KGB (-)
- Kaku kuduk : (-)
Dada :
- Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai, ictus cordis
teraba di SIK V LMCS
- Perkusi : sonor, jantung DBN
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-). BJ I dan II
reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
- Inspeksi : tampak datar, scar (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-) ,organomegali (-)
16

- Perkusi : timpani
- Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia : kelamin laki-laki normal, anus (+)
Ekstremitas : akral dingin , CRT 2, udem (-)
Status neurologis :
- Refleks fisiologis (+/+)
- Refleks patologis (-/-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah (11/8/2015)
- HB : 12,1 g/dl
- HT : 36 %
- Leukosit : 9.300 /mm
- Trombosit : 327.000 /mm

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS


- Kejang fokal, durasi 15 menit, 1 kali
- Didahului muntah berisi makanan dan minuman sekitar gelas air
mineral, muntah tidak menyemprot, 1 kali
- Riwayat kejang demam kompleks

HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK


- Kesan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis
- Refleks patologis negatif

HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG


- HB : 12,1 g/dl
- HT : 36 %
- Leukosit : 9300
- Trombosit : 327.000 /mm

DIAGNOSIS KERJA
- Kejang Demam Kompleks
DIAGNOSA DIFERENSIAL
17

- Epilepsi Fokal

DIAGNOSA GIZI
- Normal

PEMERIKSAAN ANJURAN
- Elektroensefalogram (EEG)
- Laboratorium darah rutin, Elektrolit
- CT-Scan Kepala
TERAPI AWAL
Medikamentosa :
- IVFD D5% NS 40 tpm
- Inf. Paracetamol 120 mg / 8 jam
- Phenobarbital tab 2 x 10 mg
- Cefadroxyl syr 3 x 1

Gizi :
RDA x BBI = 100 x 11 = 1100 kkal/hari

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad Bonam
18

Follow up
HARI / TGL SUBJEKTIF OBJEKTIF ASSESMENT TERAPI
12/8/2015 Demam (-), KU: Tampak Epilepsi Fokal - IVFD D5% NS
(07.00 WIB) kejang (-) sakit sedang - Carbamazepin 3x20 mg
Aktivitas Kesadaran -
anak kurang somnolen,
TD: 100/80
RR: 24 x/menit,
T : 36.6 oC,
HR : 144 x/menit

Mata : CA (-/-),
SI (-/-)
Thorak: dalam
batas normal
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekstremitas:
akral hangat,
CRT 2, udem (-)

13/8/2015 Demam (-), KU: Tampak Epilepsi fokal - IVFD D5% NS


(9.00 WIB) Kejang (-) sakit sedang - Carbamazepin 3x20 mg
Aktivitas Kesadaran
anak aktif composmentis, Pasien rencana pulang
RR: 22 x/menit,
-
T : 36.5 oC,
HR : 123 x/menit
TD:110/80mmHg
Mata : KA (-/-),
SI (-/-)
Thorak: dalam
batas normal
Abdomen :
19

dalam batas
normal
Ekstremitas:
akral hangat,
CRT <2, udem
(-)

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki umur 13 bulan dengan


diagnosis kerja Kejang Demam Kompleks. Diagnosis kerja ditegakkan di IGD
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium.
Data yang diperoleh dari anamnesa yaitu kejang sejak 6 jam SMRS,
kejang digambarkan hanya pada satu sisi tubuh durasi 15 menit, kejang disertai
muntah tidak menymprot isi makanan dan cairan volume sekitar gelas air
mineral jumlah 1 kali. Saat kejang ibu pasien langsung mengukur suhu pasien
hasil 36 0C, pasien berobat ke syafira suhu tetap afebris diberikan diazepam 5 mg
per rectal dirujuk ke RSUD AA kaena ruangan penuh. Pasien memiliki riwayat
kejang yang sama namun didahului demam 38 0C 1 bulan SMRS, durasi kejang 15
menit, pasien berobat ke dokter umum diberi obat penurun panas keluhan tidak
muncul lagi demam berkurang. Sehabis kejang pasien sadar. Total sampai saat ini
pasien sudah dua kali kejang. Riwayat keluarga tidak ada riwayat kejang. Pasien
tidak memiliki riwayat trauma kepala. Dari anamnesis dapat disimpulkan kejang
pertama bukan status epilepticus, suspek kejang demam kompleks.
Dari pemeriksaan fisik di ruang rawat didapatkan kesadaran somnolen,
suhu afebris, tidak ditemukan parese nervus facialis, saraf motoric mamupun
sensorik, thoraks dan abdomen dalam batas normal, ekstremitas normal, selama di
ruangan tidak ada kejang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini Diagnosa
20

akhir menjadi epilepsy fokal karena pada saat timbul bangkitan suhu pasien
afebris dan bangkitan terjadi secara parsial (fokal). Terapi awal di IGD diberikan
Phenobarbital dan infus Paracetamol dirasakan kurang tepat karena suhu masuk
pasien afebris, Phenobarbital sebagai obat lini ketiga. Di ruangan terapi diganti
dengan Carbamazepin 3x20 mg sudah tepat karena merupakan lini pertama terapi
epilepsy fokal dimulai dosis awal rendah adalah 10mg/kgBB/24 jam dapat
dinaikkan 20-30mg/kgBB sampai efek yang diinginkan terpenuhi.

Pasien dipulangkan pada hari ke-3 perawatan dengan kriteria telah bebas
kejang 24 jam tanpa obat antipiretik , tampak perbaikan klinis, diagnosa akhir
adalah Epilepsi fokal. Pasien dipulangkan dengan rencana kontrol rutin ke dokter
spesialis anak, rencana pemeriksaan EEG dan CT Scan. EEG dan CT Scan kepala
tidak dilakukan karena keterbatasan alat di RSUD AA. Rencana penghentian obat
anti epilepsy jika pasien 2 tahun bebas kejang dengan prinsip tapering off.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S, et al. Pedoman Tatalaksana Epilepsi.


PERDOSSI. 2006.
2. Robert SF. ILAE Official Report: A practical clinical definition of epilepsy.
Epilepsia 55. International League Against Epilepsy.2014
3. Mohamad AM. Abeer JH. Seizures in childhood. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Elsevier. 2015
4. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introduction.pdf
5. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
6. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-
epilepsi-pada-anak-2
7. Michael A. David G. Roger S. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-
Hill. 2012

Anda mungkin juga menyukai