Anda di halaman 1dari 19

SKENARIO 1

PILEK PAGI HARI


Seorang pemuda usia 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di
hidung dan mata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14 tahun. Tidak ada pada
keluarganya yang menderita seperti ini, tetapi ayahnya mempunyai riwayat penyakit asma.
Pemuda tersebut sangat rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungannya
memasukkan air wudhu ke dalam hidungnya di malam hari dengan penyakitnya? Kawannya
menyarankan untuk memeriksakan ke dokter, menanyakan mengapa bisa terjadi demikian, dan
apakah berbahay apabila menderita seperti ini dalam waktu yang lama.

SASARAN BELAJAR

LO 1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pernapasan


1.1. Makroskopik

1.2. Mikroskopik

LO 2. Memahami dan menjelskan fisiologi sistem pernapasan


LO 3. Memahami dan menjelaskan rhinitis alergi

3.1. Definisi
3.2. Etiologi
3.3. Klasifikasi

3.4. Patofisiologi

3.5. Manifestasi klinik


3.6. Diagnosis dan diagnosis banding

3.7. Penatalaksanaan
3.8. Komplikasi

3.9. Prognosis

3.10. Pencegahan
LO 4. Memahami dan menjelaskan sistem pernapasan dalam Islam

4.1. Adab bersin


4.2. Adab menguap

4.3. Adab bersendawa

4.4. Istinsyaq dalam berwudhu

LO 1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pernapasan

1.1 Makroskopik

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O2) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Sistem Respirasi:
1. Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh
dihangatkan, disarung dan dilembabkan.
2. Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari
saluran bagian atas ke alveoli.
3. Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2
4. Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena
meninggalkan paru.
5. Paru, terdiri atas :
a. Saluran Nafas Bagian Bawah
b. Alveoli
c. Sirkulasi Paru
6. Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam
rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura
veseralis
7. Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur
pertukaran gas dalam proses respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas


a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
Dihangatkan
Disaring
Dilembabkan
Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri
atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan
partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring
oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara
yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal
tersebut dibantu dengan concha.
b. Nasofaring (terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius)
c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal
lidah)
d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
(Daniel S.W, 2008; Raden Inmar, 2009)

Hidung
Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang
terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung
ada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke
nares posterior lalu ke nasofaring.

Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa
yaitu septum nasi yang dibentuk oleh :

a. Cartilago septi naso

b. Os vomer

c. Lamina perpendicularis os ethmoidalis


Merupakan organ berongga yang terdiri atas tulang, tulang rawan hyalin otot bercorak
dan jaringan ikat
Fungsi :
Menyalurkan udara
Menyaring udara dari benda asing
Menghangatkan udara pernafasan
Melembabkan udara pernafasan
Alat pembau
Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi, yang berhubungan dengan nasofaring melalui
choana (nares posterior)

Memiliki bagian terlebar yang disebut dengan vestibulum nasi

Fossa Nasalis

Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang
memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os
maxilla dan os palatinum.
Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Kalau yang
anterior, di cavum nasi di sisi lateral ada concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis
dan ditutupi mukusa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum
nasi. Kalau pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang
conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan
telinga.

Ada 3 buah concha nasalis, yaitu :

a. Concha nasalis superior


b. Concha nasalis inferior
c. Concha nasalis media
Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior.
Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis
inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior.

Fungsi chonca :
Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi
Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan
mukosa

Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis :


Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior
Sinus frontalis ke meatus media
Sinus maxillaris ke meatus media
Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.
Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis
tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat
hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba
Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Persarafan hidung
Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung :

1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus
opthalmicus

2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion


sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik
dari cabang ganglion pterygopalatinum.
Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman :
pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus
olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pda mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung
Berasal dari cabang a. Opthalmica dan a. Maxillaris interna

1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis,


arteri septalis anterior

2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior,


lateralis dan septal, arteri palatinus majus

3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh


tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus
Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering
menjadi sumber epistaxis pada anak.

NASOFARING

LARING
Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka
laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang.

1. Berbentuk tulang adalah os hyoid


Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1
2. buah. Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago
cornuculata dan cuneiforme.

Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas.

Os hyoid

Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot
mulut dan cartilago thyroid
Cartilago thyroid

Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut prominess laryngis atau
lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan
inferior.
Cartilago arytenoid

Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme.
Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.

Epiglotis
Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk
membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis
supaya makanan tidak masuk ke laring.
Cartilago cricoid

Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan
ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.

Otot-otot laring :

a. Otot extrinsik laring


1. M.cricothyroid

2. M. thyroepigloticus
b. Otot intrinsik laring

1. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat


gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan
meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety
muscle of larynx.

2. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima


glottdis

3. M. arytenoid transversus dan obliq


4. M.vocalis
5. M. aryepiglotica
6. M. thyroarytenoid

Dalam cavum laryngis terdapat :

Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu.
Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica
vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus
vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

1.2. Mikroskopik

Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares
terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum
merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum
nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior,
media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior
ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius
yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel
penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang
melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan
memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk
piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan
sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron
untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga
hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan
penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau
dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan
sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di
bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk
menghangatkan udara inspirasi
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus
maksilaris, sinus ethmoidales dan
sinus sphenoid, semuanya
berhubungan langsung dengan
rongga hidung. Sinus-sinus tersebut

dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan


mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta
lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar
kecil penghasil mukus yang menyatu dengan
periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke
rongga hidung.

Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum
mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Terdiri dari :

Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan


sel goblet)

Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan


tanduk)
Laringofaring (epitel bervariasi)

Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina
propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang
mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi.
Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki
permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel
gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat
bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen
laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri
dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara
sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan
muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya
suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin):


Thyroid

Cricoid
Arytenoid
Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis):

Epiglottis

Cuneiform
Corniculata
Ujung arytenoid

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal
berupa epitel respiratori
Epiglottis

Memiliki permukaan lingual dan laringeal

Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel


berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada
sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan
menjadi epitel bertingkat silindris bersilia
Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina
propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya
berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel
kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong
partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea
tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk
tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang
memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.
epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-
shaped")
LO 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi sistem pernapasan

Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu:

1. Pernapasan luar (eksternal)


Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan.

2. Pernapasan dalam (internal)


Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas
antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

Fungsi pernapasan
Mengeluarkan air dan panas dari tubuh
Proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 dalam paru
Meningkatkan aliran balik vena
Mengeluarkan dan memodifikasikan prostaglandin

Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi

Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior vestibulum nasi
cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju nares posterior (choanae)
masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis)
daerah larynx trakea.masuk ke bronchus primer bronchus sekunder bronchiolus
segmentalis (tersier) bronchiolus terminalis melalui bronchiolus respiratorius
masuk ke organ paru ductus alveolaris alveoli.pada saat di alveoli terjadi pertukaran
CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena
pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra ventrikel sinistra dipompakan melalui aorta
ascendens masuk sirkulasi sistemik oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan
jaringan seluruh tubuh melalui respirasi internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung
kanan melalui kapiler / vena dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar
bebas.
Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinya

Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot otot ,inspirasi akan
meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari
normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi
6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi
sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru
mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai
keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam
saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama
pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot
untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat
kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru
dan memperlambat ekspirasi.

Mekanisme pertahanan tubuh


Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular
tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi
hipersensitivitas.

Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I
hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III
hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated
(hipersensitif tipe lambat). Selain itu masih ada satu tipe lagi yang disebut sentivitas tipe V
atau stimulatory hipersensitivity.

Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk
mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya
seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan
mengaktifkan mekanisme yang lainnya

LO 3. Memahami dan menjelaskan rhinitis alergi

3.1. Definisi
Rhinitis merupakan reaksi yang terjadi mata, hidung, tenggorokan saat allergen
merangsang pelepasan histamin. Histamin menyebabkan inflamasi dan pengeluaran
cairan di saluran hidung, kelopak mata, dan sinus. Pada rhinitis alergi, jika alergi pada
pollen, maka sistem imun akan beranggapan bahwa pollen adalah alergen. Sistem imun
akna mengeluarkan IgE. Antibodi pergi ke sel menghasilkan zat kimia yang
menghasilkan reaksi alergi dengan gejala.
Sedangkan pada rhinitis non alergi, biasanya karena pollutan, irritan, merokok dan efek
samping pengobatan, temperatur. Salah satu contoh rhinitis non alergi adalah rhinitis
vasomotor dan rhinitis medikamentosa.

3.2. Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik


dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan
pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi
tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada
anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan
pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.
Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan
rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi
perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama
tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus,
jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko
untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang
tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor
resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan
memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi
udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker,
1994).
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,
telur, coklat, ikan dan udang.

Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau
sengatan lebah.

Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

3.3. Klasifikasi
Rhinitis alergi terbagi menjadi 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya:

1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Hanya


terdapat di negara dengan 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik
yaitu pollen dan spora jamur.

2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial).


Penyebab yang paling sering adalah alergi inhalan. Alergen ini adalah alergen
dalam rumah dan alergen di luar rumah.

Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi WHO Inisiative
ARIA (Allergic Rhinitis and Its impact on Asthma) 2001 berdasarkan sifat
berlangsungya :

1. Intermiten, bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari


4 minggu

2. Persisten/menetap, bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih


dari 4 minggu.
Tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi terbagi menjadi :

a. Ringan, jika tidak ada gangguan tidur, bersantai, aktivitas harian,


belajar, bekerja

b. Sedang-berat jika ada satu atau lebih gangguan di atas


3.4. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen
yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan
membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang
kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas
sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5,
dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi
darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit
atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen
spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan
akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators)
terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara
lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4),
bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6,
GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah
yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga


menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas
kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat
vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga
menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter
Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai
disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan.
Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti
eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan

Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret
hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan
eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti:

Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic
Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik
(alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok,
bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati,
Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan


pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang
interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil
pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada
saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan
dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi
perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia
mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke
dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat
non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil
seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan
ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.
Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih
ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi
berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag
oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau
reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik,
tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed
hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai
di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan,
Rusmono, 2008).

3.5. Manifestasi klinik

a. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu.

b. Ingus (rinore) yang encer


c. Hidung tersumbat

d. Hidung dan mata gatal

e. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi)


f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung hidung
akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic
salute))

g. Lubang hidung bengkak

h. Edema kelopak mata


i. Kongesti konjungtiva

j. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner)


k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah penciuman,
mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga
mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.

3.6. Diagnosis dan diagnosis banding


Ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesis
Gejala rhinitis alergi yang khas adalah bersin berulang. Bersin merupakan
mekanisme fisiologi yang berfungsi membersihkan sendiri. Gejala lain adalah
keluar ingus, hidung tersumbat, mata gatal, banyak keluar air mata.

b. Pemeriksaan fisik
Pada rinoskopi anterior terdapat mukosa, edema, basah, berwarna pucat atau livid
dengan sekret encer banyak. Jika gejala persisten, mukosa inferior tanpak hipertrofi.
Gejala lain pada anak yang spesifik yaitu ada bayangan gelap di bawah mata yang
terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Disebut juga allergic
shiner. Karena gatal, dengan punggung tangan mengosok-gosok hidung. Disebut
juga allergic salute. Keadaan menggosok hidung akan mengakibatkan garis
melintang di dorsum nasi bagia sepertiga bawah yang disbut allergic crease.
Dinding posterior faring tanpak granuler dan edema (cobblestone appearance).
Dinding lateral faring menebal. Lidah seperti gambaran peta.

Pemeriksaan penunjang

1. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi bisa normal atau meningkat. Lebih bermakna
adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test).
Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap
berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Jika basofil >5 sel/lap mungkin
karena alergi makanan. Jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi
bakteri.

2. In vivo
Alergen penyebab bisa dicari dengan pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End point Titration/SET). SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi. Keuntungan SET adalah selain alergen penyebab juga derajat
alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Pada alergi
makanan, uji kulit yang akhir ini banyak digunakan adalah intracutaneus
provocative dilutional food test (IPDFT), tapi sebagai baku emas bisa
dilakukan diet eleminasi dan Challenge test.
Alergen ingestan akan lenyap dalam 5 hari secara tuntas. Pada challenge test,
makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5
hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis menu makanan
dihilangkan, gejala juga menghilang.

Diagnosis Banding

Rhinitis Vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya


infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.
Rhinitis Medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon
normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal
dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap.

Rhinitis Simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah


rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.

Rhinitis Hipertrofi :Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang


disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder.

Rhinitis Atrofi : Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada
mukosa dan tulang chonca.

3.7. Tatalaksana

Medikamentosa
Antihistamin antagonis H-1 sebagai inti pertama pengobatan rhinitis alergi dalam
kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Dibagi menjadi 2
golongan, generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non-sedatif). Generasi H-1 bersifat
hipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak dan plasenta serta mempunyai efek
kolinergik. Dekongestan dipakai hanya untuk menghindari terjadinya rhinitis
medikamentosa. Preparat kortikosteroid intranasal dipilih bila gejala trauma
sumbatan hidung tidak kunjung membaik setelah diberi antihistamin. Antikolinergik
topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore karena aktifitas
inhibisi reserptor kolinergik permukaan sel efektor.

Dekongestan, obat ini golongan simpatomimetik yang beraksi pada reseptor alfa-
adregenik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa
yang membengkak dan memperbaiki pernafasan, contohnya pseudofedrin, efedrin sulfat
dan fenilpropanolamin. Penggunaan agen topikal yang lama dapat menyebabkan rhinitis
medikamentosa, dimana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer.
Dekongestan oral secara umum tidak dianjurkan karena efek klinisnya masih meragukan
dan memiliki banyak efek samping. Dari keempat obat dekongestan yang banyak
dipakai, fenilopropanolamin dan efedrin memiliki indeks terapi yang sempit. Keduanya
dapat menyebabkan hipertensi pada dosis mendekati terapetiknya.

Kortikosteroid Nasal, merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi rhinitis
alergi hingga saat ini. Efek utama steroid topikal pada mukosa hidung antara lain
mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, menekan kemotaksis
neutrofil, mengurangi edema intrasel, dan menghambat reaksi fase lambat yang
diperantarai sel mast. Sedangkan efek sampingnya meliputi bersin, perih pada mukosa
hidung, sakit kepala dan infeksi Candidia albicans.

Sodium Kromolin, bekerja dengan mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan
mediator, termasuk histamin. Tersedia dalam bentuk semprotan/topical. Efek
sampingnya paling sering adalah iritasi lokal.
Ipratropium Bromida, bermanfaat pada rhintis alergi perennial atau rhinitis alergi yang
persisten, obat ini memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal dan
bermanfaat untuk mengurangi hidung berair. Efek sampingnya tingan, meliputi sakit
kepala, epistaksis, dan hidung terasa kering.

Operatif
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) bila konka hipertrofi berat dan tidak
dapat dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO325% atau troklor asetat.

Imunoterapi
Desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk
blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung
lama dan pengobatan lain belum memuaskan.

a. Imunoterapi spesifik
Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih
menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu,
dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label dalam unit biologis atau
dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk sebagian besar alergen
utama adalah 5 sampai 20 g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga
terlatih dan penderita harus dipantau
selama 20 menit setelah pemberian subkutan. Indikasi imunoterapi spesifik subkutan:
Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional
Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan
farmakoterapi
Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi
Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan
Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.

Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi:


Imunoterapi spesifik oral dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali
lebih besar daripada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan.
Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi subkutan
Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subkutan
Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan
untuk melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun.

b. Imunoterapi non-spesifik
Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti
pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama- sama mampu
menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat
mekanisme yang sangat berbeda.
Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam
sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA
sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin
pro-inflammatory.
3.8. Komplikasi
Polip Hidung : Inspisited mucous gland, akumulasi sel-sel inflamasi yang banyak,
hiperplasia epitel, hiperplasia sel goblet, dan metaplasia skuamosa.

Otitis media : terutama pada anak-anak


Sinusitis paranasal : Inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal akibat edema
ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia
sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
menyuburkan pertumbuhan bakteri aerob yang akan menyebabkan rusaknya fungsi
barier epitel.
3.9. Prognosis

Prognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi
komplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.

3.10. Pencegahan

Cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari alergen. Ada
3 tipe pencegahan:

1. Mencegah terjadinya tahap sensitasi; menghindari paparan terhadap


alergen inhalan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan
makanan padat

2. Mencegah gejala timbul dengan cara terapi medikamentosa

3. Pencegahan melalui edukasi


LO 4. Memahami dan menjelaskan Sistem pernapasan dalam Islam

4.1. Adab bersin

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: Sesungguhnya Allah SWT sukakan bersin
dan benci pada menguap. Jika salah seorang kamu bersin dan memuji Allah SWT,
hendaklah orang Islam yang mendengarnya mengucapkan Yarhamukallah. Sedangkan
menguap itu adalah daripada syaitan. Maka jika seorang kamu menguap hendaklah ia
mengembalikannya (menahannya) sedapat mungkin, kerana apabila kamu menguap,
syaitan akan ketawa melihatnya. (Hadis Riwayat al-Bukhari)
Tasymid dan Tahmid Dari Anas bin Malik r.a. katanya: Dua orang laki-laki bersin dekat
Nabi SAW. Lalu yang satu ditasymitkan oleh baginda sedangkan yang satu lagi tidak.
Maka bertanya orang yang tidak ditasymitkan, tetapi aku bersin tidak kamu tasymitkan.
Mengapa begitu, ya Rasulullah? Jawab baginda, Yang ini sesudah bersin dia memuji
Allah sedangkan kamu tidak. (Sahih Muslim)
Huraian:

1. Islam selaku agama yang mulia amat menekankan kesopanan dan kesantunan dari
sekecil-kecil perkara hinggalah sebesar-besarnya sama ada dalam pergaulan, percakapan
ataupun tingkah-laku refleks seperti menguap, bersin dan

sebagainya.
2. Ketika menguap terdapat adabnya yang tersendiri iaitu hendaklah meletakkan tangan di
mulut ketika menguap untuk menutup pandangan yang tidak elok ketika mulut terbuka dan
juga untuk menghalang sesuatu daripada masuk ke dalam mulut. Selain itu kita disuruh
mengurangkan bunyi ketika menguap, seboleh-bolehnya tidak
kedengaran
langsung.
3. Manakala apabila bersin pula kita hendaklah memalingkan muka ke arah lain sambil
menutup mulut dan hidung untuk mengurangkan bunyi bersin tersebut selain untuk
mengelak daripada terkena jangkitan pada orang lain. Selepas bersin hendaklah
mengucapkan alhamdulillah, sebagai rasa bersyukur dengan memuji Allah. Dan orang
yang mendengarnya hendaklah mengucapkan yarhamukallah sebagai mendoakan
kesejahteraan orang yang bersin itu agar dia agar dirahmati Allah. Serta dibalas pula oleh
orang yang bersin dengan mengucapkan Yahdiinaa wayahdiikumullah. Namun begitu
sekiranya orang yang bersin itu tidak mengucapkan al-hamdulillah selepas bersin maka
dia tidak berhak untuk diberikan ucapan tersebut.
4. Menjawab orang yang bersin (jika dia mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan
wajib pula menjawab orang yang mengucapkan Yarhamukallah dengan ucapan
Yahdiina wayahdii kumullah, dan jika seseorang yang bersin itu terus menerus bersin
lebih dari tiga kali, maka kali keempatnya hendaklah diucapkan Afakallah (Semoga
Allah menyembuhkan anda) sebagai ganti dari
ucapan
Yarhamukallah.
5. Bersin yang terlalu kerap melebihi 3 kali menandakan seseorang itu kemungkinan
diserang selsema manakala menguap yang terlampau kerap menandakan seseorang itu
tidak cukup tidur selain menunjukkan ciri-ciri kemalasan yang patut dihindari dengan
melakukan aktiviti senam ringan dan sebagainya.

4.2. Adab menguap

Menguap dilakukan karena beberapa penyebab, antara lain: mengantuk, gelisah, butuh
tambahan oksigen. Islam juga mengatur bagaimana menguap yang
baik.
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasululloh SAW bersabda:





Menguap adalah dari setan, jika salah seorang dari
kalian menguap, maka hendaknya ditahan semampu
dia, sesungguhnya jika salah seorang dari kalian
(ketika menguap) mengatakan (keluar bunyi): hah,
maka setan tertawa.
(HR. Al-Bukhari, Muslim, dan ini lafazh riwayat Al-Bukhari)
Di hadits lain:





Menguap ketika sholat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka
tahanlah semampunya. (HR Tirmidzi)
Dengan kata lain, Islam menyarankan kita untuk menahan (tidak) menguap. Jika tidak
kuat, maka hendaknya menguap dengan menutup mulut dan tidak mengeluarkan bunyi.

4.3. Adab bersendawa

Penyebabnya bermacam-macam. Usai minum minuman bersoda (carbonat), usai


makan/minum, atau usai badan kita dikerok (pijat), dan aktivitas-aktivitas lain.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa tidak diketahui dalil yang menunjukkan
disyariatkannya mengucapkan alhamdulillah setelah sendawa/glogeen/ padahal
sendawa ada di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, oleh karena itu yang
sesuai dengan sunnah justru meninggalkannya. Kalau dilakukan kadang-kadang tanpa
meyakini itu disyariatkan maka tidak mengapa, tapi kalau dilakukan terus-menerus maka
ini bukan termasuk sunnah.

Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah:


Adapun mengucapkan alhamdulillah ketika sendawa maka ini tidak disyariatkan, karena
sendawa -sebagaimana yang dikenal- adalah tabiat manusia, dan nabi shallallahu alaihi
wa sallam tidak pernah bersabda: Jika salah seorang dari kalian sendawa maka hendaklah
memuji Allah. Adapun ketika bersin maka beliau bersabda: Jika salah seorang dari kalian
bersin maka hendaklah memuji Allah. Dan beliau tidak mengatakan ini pada sendawa. Iya,
seandainya seseorang sakit karena tidak bisa sendawa, kemudian dia merasa sekarang bisa
sendawa maka dalam keadaan seperti ini memuji Allah, karena ini ini adalah kenikmatan
baru (Liqa Al-Babil Maftuh )

4.4. Istinsyaq dalam berwudhu

istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung dan menghirupnya hingga
ke pangkal hidung.

Syaikh Abdurahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya, Taisir al-Kariim al-Rahmaan fii
Tafsiir Kalaam al-Mannaan, mengeluarkan dari ayat di atas beberapa faidah hukum yang
banyak. Pada urutan ke tujuh, beliau mengatakan: Perintah membasuh wajah. Yaitu yang
didapatkan dari bagian muka, dimulai secara memanjang (meninggi) dari tempat
tumbuhnya rambut normal hingga tulang rahang dan dagu, melebarnya dari telinga satu
sampai telinga yang lain. Masuk di dalamnya, berkumur-kumur
dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya) yang dijelaskan
oleh sunnah. Juga masuk dalam bagiannya, rambut-rambut yang tumbuh padanya. Tapi
jika tipis harus menyampaikan air ke kulit, dan jika lebat maka cukup yang nampak saja.
Lebih jelasnya, kami uraikan empat alasan yang mewajibkannya dalam rincian sebagai
berikut:
1. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk mencuci wajah, sedangkan mulut dan
hidung adalah bagian dari wajah yang bagian dalam. Tidak ada alasan menghususkan
wajah bagian luarnya saja, tidak bagian dalamnya. Padahal semua bagian tersebut
termasuk wajah, sebagaimana mata, alis, pipi, jidad dan lainnya.
2. Allah memerintah untuk mencuci wajah secara mutlak, sementara
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallammenjelaskan dengan perbuatan dan penyampaian.
Beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung setiap kali berwudhu.
Tidak pernah didapatkan nukilan, beliau meninggalkannya walau pada saat beliau
membasuh bagian yang penting-penting saja. Jika perbuatan tersebut untuk melaksanakan
suatu perintah, maka hukumnya sama dengan hukum perintah tersebut, yaitu menunjukkan
wajibnya. (Lihat: Syarah al-Umdah, Ibnu Taimiyah: 1/178; dan al-Tamhid, Ibnu Abdil
Barr: 4/36).
3. Perintah berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits
Luqaith bin Shabrah:



"Apabila kamu berwudhu, maka berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi,
Nasai, dan Ibnu Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani.)
4. Tentang istinsyaq dan istintsar telah diriwayatkan secara shahih dari sabda
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

"Siapa yang berwudhu hendaknya ia beristintsar." (HR. Bukhari, Muslim, dan selain
keduanya)

"Dan apabila salah seorang kamu berwudhu, maka hendaknya ia memasukkan air ke
dalam hidungnya lalu ia keluarkan kembali." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain
keduanya)


"Apabila seorang kamu berwudhu hendaknya dia beristinsyaq." (HR. Muslim)





"Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah
dalam memasukkan air ke hidung (istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa." (HR.
Ashabus Sunan dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Daftar pustaka

Herawati, Sri, Rukmini, Sri (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok :
Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC

http://islamicaku.blogspot.com/2013/02/adab-bersin-menguap-dan-sendawa-dalam.html
http://www.voa-islam.com/islamia/ibadah/2011/04/19/14231/wajibnya-berkumurkumur-
dan-istinsyaq-dalam-wudhu/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21493/4/Chapter%20II.pdf
Raden, Inmar (2011). Anatomi Kedokteran Sistem Kardiovaskular dan Sistem
Respiratorius. Jakarta : Balai Penerbit FKUY

Sherwood lauralee.2001. Fisiologi Manusia dari sel ke system.Jakarta.EGC


Sulistia Gan Gunawan al. 2009. Farmakologi Dan Terapi Edisi V. Jakarta : FKUI

Seopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai