Anda di halaman 1dari 3

PATOLOGI & GEJALA KLINIS2,3

Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH)


Sebagian besar kasus diakibatkan oleh robeknya arteri meningea media.
Perdarahan terletak di antara tulang tengkorak dan duramater. Gejala klinisnya
adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar setelah kejadian
trauma kranioserebral dengan penurunan kesadaran yang terjadi kemudian.
Biasanya waktu perubahan kesadaran ini kurang dari 24 jam; penilaian penurunan
kesadaran dengan GCS. Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupil
anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis, dan refl eks
patologis Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi terlambat. Pada gambaran
CT scan kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran darah intrakranial) umumnya
di daerah temporal berbentuk cembung.
Hematoma Subdural (SDH)
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura mater atau
robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea. SDH
ada yang akut dan kronik Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan
muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu
ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi
hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma
(hidroma) subdural.
Edema Serebri Traumatik
Cedera otak akan mengganggu pusat persarafan dan peredaran darah di batang
otak dengan akibat tonus dinding pembuluh darah menurun, sehingga cairan lebih
mudah menembus dindingnya. Penyebab lain adalah benturan yang dapat
menimbulkan kelainan langsung pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi
lebih permeabel. Hasil akhirnya akan terjadi edema.
Cedera Otak Difus
Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim otak, disertai
edema. Keadaan pasien umumnya buruk.
Hematoma Subaraknoid (SAH)
Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada lebih kurang 40% kasus cedera
kranioserebral, sebagian besar terjadi di daerah permukaan oksipital dan parietal
sehingga sering tidak dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal. Adanya darah di
dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam rongga
subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan
timbul gangguan aliran darah di dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada
pasien yang tidak membaik setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan
pembuluh darah mulai terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari
atau lebih. Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat. Pada CT scan
otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid. Berbeda dengan SAH non-traumatik

yang umumnya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak (AVM atau
aneurisma), perdarahan pada SAH traumatik biasanya tidak terlalu berat.

Fraktur Basis Kranii


Biasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di daerah basal tengkorak; bisa di
anterior, medial, atau posterior. Sulit dilihat dari foto polos tulang tengkorak atau
aksial CT scan. Garis fraktur bisa terlihat pada CT scan berresolusi tinggi dan
potongan yang tipis. Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran
pneumoensefal. Fraktur anterior fosa melibatkan tulang frontal, etmoid dan sinus
frontal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya cairan likour
yang keluar dari hidung (rinorea) atau telinga (otorea) disertai hematoma kacamata
(raccoon eye, brill hematoma, hematoma bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu
hematoma retroaurikular. Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales
VII dan VIII. Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila duramater robek.
PENATALAKSANAAN2,4-6
Penatalaksanaan cedera kranioserebral dapat dibagi berdasarkan:
A. Kondisi kesadaran pasien
Kesadaran menurun
Kesadaran baik
B. Tindakan Terapi
non-operatif
Terapi operatif
C. Saat kejadian
Manajemen prehospital
Instalasi Gawat Darurat
Perawatan di ruang rawat
Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk:
1. Mengontrol fi siologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan
terjadinya tekanan tinggi intrakranial
2. Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)
3. Minimalisasi kerusakan sekunder
4. Mengobati simptom akibat trauma otak
5. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi
(antikonvulsan dan antibiotik)
Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:
Cedera kranioserebral tertutup
Fraktur impresi (depressed fracture)

Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume perdarahan


lebih dari 30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm
serta ada perburukan kondisi pasien

Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan pendorongan garis


tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/ obliterasi sisterna basalis
Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan
neurologik atau herniasi

2. Pada cedera kranioserebral terbuka


a. Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur
multipel, dura yang robek disertai laserasi otak
b. Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari
c. Pneumoencephali
d. Corpus alienum
e. Luka tembak CDK-1

Anda mungkin juga menyukai