Anda di halaman 1dari 21

Faradiba Febriani

1102011096

LO1. Memahami dan menjelaskan Asma Bronchial

1.1. Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodic tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan
atau tanpa pengobatan.

1.2. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.

Faktor predisposisi:
 Genetik
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
Menurut Mengatas dkk, terdapat berbagai kelainan kromosom pada patogenesis , antara
lain pada:
a. Kromosom penyebab kerentanan alergi yaitu kromosom 6q, yang mengkode human
leucocyte antigen (HLA) kelas II dengan subset HLA-DQ, HLA-DP dan HLA-DR, yang
berfungsi mempermudah pengenalan dan presentasi antigen.
b. Kromosom pengatur produksi berbagai sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma,
yaitu kromosom 5q. Sebagai contoh gen 5q31-33 mengatur produksi interleukin (IL) 4,
yang berperan penting dalam terjadinya asma. Kromosom 1, 12, 13, 14, 19 juga
berperan dalam produksi berbagai sitokin pada asma.
c. Kromosom pengatur produksi reseptor sel T yaitu kromosom 14q.

Faktor presipitasi
 Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
contoh: perhiasan, logam dan jam tangan
 Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
 Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
 Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.

1.3. Epidemiologi
Dalam 30 tahun terakhir terjadi prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di
negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau
Korea Selatan juga mencolok. Kasus Asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih
dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju.Beban global untuk
penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, resiko
perawatan di rumah sakit bahkan kematian.

Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur
4-5 tahun26). Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan
ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang
berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut
yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain,
dan fungsi dari hari ke hari.

Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun
1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di
Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%;
8,08%; 17% dan 4,8%. Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada siswa SLTP di beberapa
tempat di Indonesia, antara lain: di Palembang, dimana prevalensi asma sebesar 7,4%; di Jakarta
prevalensi asma sebesar 5,7% dan di Bandung prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum dapat
disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi berdasarkan bertambahnya usia karena
sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa SLTP, namun tampak terjadinya penurunan
(outgrow) prevalensi asma sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh
tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa lebih rendah jika
dibandingkan

dengan prevalensi asma pada anak.

Prevalensi pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis
kelamin, umur pasien, faktor keturunan serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak
ditemui prevalensi anak laki-laki berbanding dengan anak perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang
dewasa, perbandingan tersebut lebih kurang sama pada masa menopouse perempuan lebih
banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula
yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara
satu kota dengan kota lain negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7
% (Suyono, S. 2001).

Sedangkan penelitian semua dilakukan di Belanda untuk usia 40-60 tahun, prevalensi
yang ditemukan adalah 31,5% pada laki-laki dan 19,6% pada wanita, berdasarkan hasil
penelitian yang diadakan di Indonesia terhadap mahasiswa kedokteran sebanyak 181 orang,
ditemukan 5% yang menderita penyakit asma ( Slamet Suyono 2001, Ilmu Penyakit Dalam hal
21).

4. Faktor resiko asma

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor
pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:

1. Asap Rokok

2. Tungau Debu Rumah

3. Jenis Kelamin

4. Binatang Piaraan

5. Jenis Makanan

6. Perabot Rumah Tangga

7. Perubahan Cuaca

8. Riwayat Penyakit Keluarga

Asap Rokok

Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan
campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan
telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon
dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.

Perokok pasif

Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih
panas dan lebih toksik dari pada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa
jalan nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran
nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak yang terpapar
sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41-5,74).

Perokok aktif
Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja
yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja37. Namun hanya sedikit bukti-
bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor risiko berkembangnya asma secara umum.

Tungau Debu Rumah

Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau

debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya
reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm,
terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu. Misalnya debu
yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan,
juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama.

Jenis Kelamin

Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan
mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-laki usia 2-5
tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko
asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding
anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki
merupakan kebalikan dari insiden ini. Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan
semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi
peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh
adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter saluran
udara laki-laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan
ukuran rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan.
Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika masa
puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari pada
perempuan mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari
pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan.

Binatang Peliharaan

Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi
sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada
bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil
(sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma,
terutama dari burung dan hewan menyusui. Untuk menghindari alergen asma dari binatang
peliharaan, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1. Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah, jangan biarkan

binatang tersebut masuk dalam rumah,

2. Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,

3. Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya.

Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang,
berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab
asma38). Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet
(metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma39). Penderita asma
berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa.
Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan
laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma
meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2%
-5% anak dengan asma. Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan
perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi yang sensitif terhadap makanan tertentu
akan mudah menderita asma kemudian, anak-anak yang menderita enteropathy atau colitis
karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. Alergi makanan lebih kuat
hubungannya dengan penyakit alergi secara umum dibanding asma.

Perabot Rumah Tangga.

Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis

(virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC), combustion products
(CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC
berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi
ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer
(solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi,
furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata
dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping
menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.

Perubahan Cuaca

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat
menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah
berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel
tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan
atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini
umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering
dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih
tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi
keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang
terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika
kedua orang tua asmatisk26). Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas
bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot.
Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak33). Orang tua
asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak
asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich
menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan yang bermakna
1.4. Klasifikasi

A. Berdasarkan etiologi

a. Ekstrinsik (alergi)

Ditandai dengan reaksi alrgik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (aspirin dan
antibiotic), dan spora jamur. Asma ekstrinsik seringkali dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma
ekstrinsik. Asma ekstrinsik dibagi menjadi:

(i) Asma ekstrinsik atopik

Sifat-sifatnya sebagai berikut:

- Penyebabnya adalah rangsangan allergen eskternal spesifik dan dapat


diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1
- Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul di awal kehidupan, 85% kasus timbul
sebelum usia 30 tahun.
- Sebagian besar mengalami perubahan tiba-tiba pada masa puber, dengan
serangan asma yang berbeda-beda.
- Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang
timbul. Jika serangan pertama pada usia yang muda disertai dengan gejala yang
lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.
- Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada
IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di
kemudian hari.
- Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif.
- Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE yang spesifik.
- Ada riwayat keluarga yang menderita asma.
- Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat.
(ii) Asma ekstrinsik non atopik

Memiliki sifat-sifat antara lain

- Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam allergen yang


spesifik.
- Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat, dan ganda terhadap alergi
yang tersensitasi dapat menjadi positif.
- Dalam serum didapat IgE dan IgG yang spesifik.
- Timbulnya gejala cenderung saat akhir kehidupan atau di kemudian hari.
b. Intrinsik/idiopatik(non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronchitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami serangan asma
gabungan.

Sifat dari asma intriksi:

- Alergen pencetus sukar ditentukan.


- Tidak allergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit menunjukkan hasil
negatif.
- Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan
oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda- beda.
- Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun
dan disebut pula late onset asma.
- Serangan sesak pada asma tipe ini seringkali kematian bila pengobatan tidak
disertai kortikosteroid.
- Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak
dapat dibuktikan dengan keterlihatan IgE.
- Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan asma ekstrinsik.
- Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel
LE.
- Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
- Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
c. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.

Pedoman pelayanan medik dalam konsensus nasional membagi asma anak menjadi tiga
tingkatan berdasarkan kriteria dalam tabel sebagai berikut:

Tabel Pembagian derajat klinis asma pada anak

Parameter klinis Asma episodik Asma episodik Asma persisten


kebutuhan obat dan jarang sering (asma berat)
faal paru (asma ringan) (asma sedang)

1.Frekuensi < dari 1x/bulan > dari 1x/bulan sering


serangan

2. Lamanya Beberapa hari Seminggu atau Tidak ada


serangan lebih remisi

3. Intensitas Ringan Lebih berat Berat


serangan

4. Diantara serangan Tanpa gejala Ada gejala Gejala sing


malam

5. Tidur adan Tidak terganggu Sering terganggu Sangat


aktivitas terganggu

6. Pemeriksaan fisik Normal Mungkin Tidak pernah


luar serangan terganggu normal

7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu non steroid Perlu steroid


(anti inflamasi)

8. Faal paru diluar PEF/PEVI>80% PEF/PEVI 60- PEV/FEVI<60


serangan 80% %
Variabilitas 20-
30%

9. Faal paru pada Variabilitas Variabilitas 20- Variabilitas


saat serangan 30% 50%

B. Berdasarkan Keparahan Penyakit


Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit
dibagi 4 (empat) yaitu:

1. Asma Intermiten (asma jarang)

- gejala kurang dari seminggu

- serangan singkat

- gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan

- FEV 1 atau PEV > 80%

- PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%

2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)

- gejala lebih dari sekali seminggu

- serangan mengganggu aktivitas dan tidur

- gejala pada malam hari > 2 kali sebulan

- FEV 1 atau PEV > 80%

- PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%


3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)

- gejala setiap hari

- serangan mengganggu aktivitas dan tidur

- gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu

- FEV 1 tau PEV 60% – 80%

- PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

4. Asma severe persistent (asma persisten berat)

- gejala setiap hari

- serangan terus menerus

- gejala pada malam hari setiap hari

- terjadi pembatasan aktivitas fisik

- FEV 1 atau PEF = 60%

- PEF atau FEV variabilitas > 30%

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu:

1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
2. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih
suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang
terdengar pada saat inspirasi,
3. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar
tanpa stetoskop,
4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan
asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian.

1.5. Patofisiologi

Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus25). Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi,
selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien
akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan
hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancar.

Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan
Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan penurunan Kapasitas
Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat
terjadi baik pada di saluran nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi
menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar. Manifestasi penyumbatan jalan nafas
pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi
seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan
nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan
radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan
protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau
busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga.

Patologi asma
berat adalah
bronkokontriksi,
hipertrofi otot polos
bronkus, hipertropi
kelenjar mukosa,
edema mukosa,
infiltrasi sel radang
(eosinofil, neutrofil,
basofil, makrofag),
dan deskuamasi.
Tanda-tanda
patognomosis adalah
krisis kristal Charcot-
leyden (lisofosfolipase
membran eosinofil),
spiral Cursch-mann
(silinder mukosa
bronkiale), dan benda-
benda Creola (sel
epitel terkelupas).
Penyumbatan paling
berat adalah selama
ekspirasi karena jalan nafas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi.
Penyumbatan jalan nafas difus, penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis
segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan
bertambah. Kenaikan tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan
nafas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini
(prematur) beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko
pneumotoraks
1.6. Manifestasi klinik

Gejala asthma terdiri dari triad : dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan terakhir
sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (“sine qua non”).
Objektif
 Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
 Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.
 Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan
 Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus.
 Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus) Subjektif
 Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia. Psikososial
 Cemas, takut dan mudah tersinggung
 Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.

1.7. Pemeriksaan fisik dan penunjang


Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup(Muttaqin,
2008):
B1 (Breathing)
o Inspeksi
Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur
bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior,
retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
o Palpasi
Pada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal
o Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sama hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
o Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood)

Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik


seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

B3 (Brain)

Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai
tanda awal gejala syok.

B5 (Bowel)

Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat merangsang
serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan
pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi kekurangan. Hal
ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien.

B6 (Bone)

Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena
merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar,kering,
kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas
dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak
danortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi
yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise
rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Diagnosis banding

Dewasa: Anak:

 Penyakit paru obstruksi kronik  Benda asing di saluran napas


 Laringotrakeomalasia
 Bronkitis kronik  Pembesaran kelenjar limfe
 Gagal jantung kongestif  Tumor
 Batuk kronik akibat lain-lain  Stenosis trakea
 Disfungsi laring  Bronkiolitis
 Obstruksi mekanis (misalnya tumor)
 Emboli paru
1.8. Tatalaksana

Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu:


- Pengobatan Nonfarmakologi
a.Memberikan penyuluhan
b.Menghindari faktor pencetus
c.Pemberian cairan
d.Fisiotherapy

- Pengobatan Farmakologi
Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang diberikan tiap hari untuk jangka lama
untuk mengontrol asma persisten. Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah
kortikosteroid inhalasi. Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk menghilangkan
konstriksi bronkus beserta keluhan-keluhan yang menyertainya.
Selain pengobatan jangkah panjang, terdapat pula pengobatan ekserbasi (serangan asma).
Eksaserbasi (serangan) asma adalah memburuknya gejala asma secara cepat berupa
bertambahnya sesak nafas, batuk mengi atau berat di dada atau kombinasi dari gejal-gejala ini.
Pengobatan Eksaserbasi pada penderita asma dapat dilakukan dengan pengobatan-pengobatan
berikut:

a.Pengobatan di Rumah
Bronkodilator :
-Untuk serangan ringan dan sedang :
Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat 2 - 4 semprot tiap 20 menit dalam satu jam pertama .
-Sebagai alternatif :
Inhalasi antikolinergik ( Ipratropium Bromida ), agonis beta 2 oral atau teofilin aksi singkat.
Teofilin jangan dipakai sebagai pelega, jika penderita sudah memakai teofilin lepas lambat
sebagai pengontrol. Dosis agonis beta2 aksi singkat dapat ditingkatkan sampai 4 - 10
semprot .

Kortikosteroid :
Jika respon terhadap agonis beta 2 tidak segera terlihat atau tidak bertahan( umpamanya
APE lebih dari 80 % perkiraan / nilai terbaik pribadi) setelah 1 jam, tambahkan kortikosteroid
oral a.l prednisolon 0,5 - 1 mg/ kg BB. Dibutuhkan beberapa hari sampai keluhan
menghilang dan fungsi paru kembali mendekati normal . Untuk itu pengobatan serangan ini
tetap dipertahankan di rumah.

b.Pengobatan di Rumah Sakit


Pemberian oksigen:
Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan saturasi O2 90% atau lebih.

Agonis beta-2:
Agonis beta-2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap 20 menit selama satu
jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg,tarbutalin 10 mg). Nebulasi bisa
dengan oksigen atau udara. Pemberian secara parenteral agonis beta-2 dapat dilakukan bila
pemberian secara nebulasi tidak memberikan hasil. Pemberian bisa secara intramuskuler,
subkutan atau intravena. Adrenalin (epinefrin ) Obat ini dapat diberikan secara
intramuskuler atau subkutan bila:
- Agonis beta 2 tidak tersedia
- Tidak ada respon terhadap agonis beta 2 inhalasi.

Bronkodilator tambahan:

Kombinasi agonis beta-2 dengan antikolinergik (Ipratropium Bromida) memberikan efek


bronkodilator yang lebih baik dari pada diberikan sendiri sendiri. Obat ini diberikan sebelum
mempertimbangkan aminofilin. Mengenai aminofilin dalam mengatasi serangan ini masih
ada kontroversi. Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi aminofilin intravena tidak
dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan serangan asma. Aminofilin intravena
dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan secara pelan ( dalam 10 menit ) diberikan pada
penderita asma akut berat yang perlu perawatan dirumah sakit, bila penderita tidak
mendapat teofilin dalam 48 jam sebelumnya.

Kortikosteroid:

Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan serangan yang refrakter


terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral sama efektifnya dengan intra vena dan
lebih disukai karena lebih gampang dan lebih murah. Kortikosteroid baru memberikan efek
minimal setelah 4 jam. Kortikosteroid diberikan bila:

- Serangan sedang dan berat.


- Inhalasi agonis beta-2 tidak memperlihatkan perbaikan atau:
- Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid oral jangka
panjang.

1.9. Komplikasi

 Pneumotoraks

 Pneumodiastinum dan emfisema

 Atelektasis

 Aspergilos bronkopulmoner alergik

 Gagal napas

 Bronchitis

 Fraktur iga

1.10. Prognosis

Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai komplikasi. Hal ini akan
tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan definisi. Prognosis
selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan didapatkan bahwa asma pada anak menetap
sampai dewasa sekitar 26% - 78%.
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik, kecuali kalau mulai pada
umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik yang kemudian disusul dengan rinitis
alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma sampai usia dewasa.
Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan
sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya
mulai menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu
serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi dan
dapat pula mengakibatkan kematian.

1.11. Pencegahan

1. Menghindari atau memimnimalisir dari faktor penyebab asma pada anak, seperti : kelelahan berman,
berolahraga, asap rokok, debu, polusi udara di lingkungan sekitar tempat tinggal, konsumsi ice krim dan
beberapa jenis makanan lainnya yang memicu alergi.

2. Berolahraga ringan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi tubuh itu sendiri, seperti berenang,
joging dengan track yang mudah di pagi hari. Namun hal yang perlu diingat jangan terlalu berlebihan
dalam melakukan jenis olaharaga apapun.

3. Bila anak memiliki berat badan yang berlebih. Disarankan untuk mengurangi berat badan agar
timbunan lemak, kalori dan zat tubuh yang tak diperlukan dalam tubuh agar keluar dan tidak
menyebabkan terjadinya sesak napas dan penyakit komplikasi kronis lainnya seperti diabetes mellitus,
kolesterol, jantunug dsb.

4. Mencegah sebaik mungkin dari penyakit saluran pernapasan, seperti : flu, pilek, batuk.

5. Jika memelihara suatu jenis binatang peliharaan seperti kucing, anjing dsb. Untuk selalu diperhatikan
akan kebersihan kandangnya, makanan dan tubuh dari binatang tersebut agar bulu-bulu halusnya tidak
rontok dan bertebangan.

6. Menghindari atau mengurangi konsumsi makanan atau minuman tertentu yang bersifat terlalu manis,
seperti ice cream, kue-kue dengan tin gkat rasa yang terlalu manis.

7. Selalu menjaga lingkungan sekitar rumah terutama pada bagian dalam rumah. Jika rumah memiliki
peralatan atau perabotan rumah tangga yang cukup banyak atau panjagan rumah lainnya, cobalah
untuk ditata sedemikian rupa agar rumah terlihat lebih luas dan upayakan agar sirkulasi udara di dalam
rumah tetap berjalan baik dari berbagai sudut rumah.
Lampiran 6. : Obat-obat yang umum digunakan
Tabel 1. : Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi
Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik
Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml
-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2
Waktu 10-15 menit 3-5 menit
 
Tabel 2. : Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis
Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi
Golongan -agonis
Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes
Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)
Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule
Golongan antikolinergik
Ipratropium Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes
bromide  6 thn : 4-10 tetes
Golongan steroid
Budesonide Pulmicort Respule  
Fluticasone Flixotide Nebule
 
Tabel 3. : Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma
Steroid Oral :
Nama
Nama Dagang Sediaan Dosis
Generik
Prednisolon Medrol, Medixon Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Lameson, Urbason 4 mg  
Prednison Hostacortin, Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Pehacort, Dellacorta 5 mg  
Triamsinolon Kenacort Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
4 mg
 
 Steroid Injeksi :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis
M. prednisolon Solu-Medrol Vial 125 mg IV / IM 1-2 mg/kg
suksinat Medixon Vial 500 mg tiap 6 jam
Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef Vial 100 mg IV / IM 4 mg/kgBB/x
Silacort Vial 100 mg tiap 6 jam
Deksametason Oradexon Ampul 5 mg IV / IM 0,5-1mg/kgBB
Kalmetason Ampul 4 mg bolus, dilanjutkan 1
Fortecortin Ampul 4 mg mg/kgBB/hari
Corsona Ampul 5 mg diberikan tiap 6-8
jam
0,05-0,1 mg/kgBB
Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM
tiap 6 jam

Lampiran 1. : Pembagian derajat penyakit asma pada anak

Parameter klinis,
Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
kebutuhan obat dan
faal paru

Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan Sering

Hampir sepanjang
Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu
tahun, tidak ada remisi

Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat


Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan fisis diluar Normal (tidak ditemukan Mungkin terganggu


Tidak pernah normal
serangan kelainan) (ditemukan kelainan)

Obat pengendali (anti


Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)

Uji faal paru PEF/FEV1 < 60%


PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%

Variabilitas faal paru Variabilitas > 50%


Variabilitas > 15% Variabilitas > 30%
(bila ada serangan)

Lampiran 2. : Penilaian derajat serangan asma


 
Parameter klinis,
Fungsi paru, Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas
laboratorium
Sesak timbul-pada Berjalan Berbicara Istirahat  
saat (breathless) Bayi: Bayi : Bayi :
menangis keras -    Tangis pendek dan lemah Tidak mau
-    Kesulitan makan/minum makan/minum
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata  
Duduk  
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk bertopang
lengan
Kesadaran Mungkin iritable Biasanya iritable Biasanya iritable Bingung dan mengantuk
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas
Mengi (wheezing) Sedang, sering Nyaring, sepanjang ekspirasi, Sangat nyaring, Sulit/tidak terdengar
hanya pada akhir  inspirasi terdengar tanpa
ekspirasi stetoskop
Sesak nafas Minimal Sedang Berat  
Gerakan paradok
Obat Bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi Sedang, ditambah retraksi Dalam, ditambah Dangkal / hilang
interkostal suprasternal nafas cuping
hidung
Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun
Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :
Usia                       laju nafas normal
< 2 bulan                       < 60 / menit
2 – 12 bulan                   < 50 / menit
1 – 5 tahun                     < 40 / menit
6 – 8 tahun                     < 30 / menit
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :
Usia                       laju nadi normal
2 – 12 bulan                   < 160 / menit
1 – 2 tahun                     < 120 / menit
3 – 8 tahun                     < 110 / menit
Pulsus paradoksus
(pemeriksaannya Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda
tidak praktis) kelelahan otot nafas
< 10 mmHg 10-20 mmHg > 20 mmHg
PEFR atau FEV1 (%        
nilai dugaan/% nilai      
terbaik)      
-     pra bronkodilator > > 80%                     < 40%
-     pasca 60%                        
bronkodilator   60-80% < 60%
40-60%   Respon < 2 jam
 
SaO2 % > 95% 91-95%  90%  
PaO2 Normal biasanya  
tidak perlu > 60 mmHg < 60 mmHg
diperiksa
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg  

Anda mungkin juga menyukai