TUGAS FARMASI
Oleh :
13700211
FAKULTAS KEDOKTERAN
SURABAYA
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(Wilmana,1995). Obat ini diindikasikan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang,
dismenore (Anonim, 2000). Asam mefenamat mempunyai efek samping terhadap saluran
cerna antara lain: dispepsia, iritasi mukosa lambung dan diare (Wilmana, 1995). Efek
samping tersebut dapat diatasi dengan membuat asam mefenamat dalam sediaan
supositoria. Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan
cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, di mana akan melebur, melunak
atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel, 1989).
Keberhasilan pembangunan merupakan cita- cita suatu bangsa yang terlihat dari
peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH) atau Angka Harapan Hidup
karena penyakit degeratif (Kemenkes RI, 2013). Salah satu penyakit yang sering dialami
lansia adalah penyakit yang berhubungan dengan nyeri sendi. Di Amerika sekitar 37 juta
penduduk menderita peyakit sendi, yang berarti 1 dari 7 orang Amerika menderita
penyakit sendi. Pada kelompok umur >55 tahun, penderita gangguan sendi lebih banyak
pada perempuan dan kebanyakan sakit sendi bentuk oateoarthritis (Yatim F, 2006).
Secara umum prevalensi penyakit sendi di Indonesia sangat tinggi sebesar 30,3%. Pada
usia 45-55 prevalensinya sebesar 46,3%, usia 55-64 sebesar 56,4%, usia 65-74 sebesar
62,9% dan usia lebih 75 sebesar 65,4% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Depkes RI, 2008). Data dari Riskesdas (2007) bahwa jumlah penduduk di provinsi
2
Nanggroe Aceh Darussalam terdapat 23,1% yang mengalami penyakit sendi yang
didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan 34,2% yang mengalami penyakit sendi yang
didiagnosa oleh tenaga kesehatan atau dengan gejala. Sedangkan jumlah penyakit sendi
yang diderita oleh lansia yaitu pada umur 55- 64 tahun berjumlah 28,5% dengan
diagnosa oleh tenaga kesehatan dan 56,4% dengan diagnosa tenaga kesehatan atau
dengan gejala, pada umur 65-75 tahun berjumlah 33,5% dengan diagnosa oleh tenaga
kesehatan dan 62,9% dengan diagnosa oleh tenaga kesehatan atau dengan gejala, pada
umur 75+ tahun berjumlah 35,1% dengan diagnosa oleh tenaga kesehatan dan 65,4%
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terapi obat asam mefenamat
Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
mefenamat terhadap nyeri sendi sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam
obat asam mefenamat terhadap nyeri sendi dan dapat digunakan sebagai terapi.
3
BAB II
isi
A. Asam mefenamat
serbuk hablur,putih atau hampir putih;melebur pada suhu kurang lebih 230
kloroform;ukar larut dalam etanol;prakti tidak larut dalam air(ditjen POM 1995).
b.rumus kimia
obat ini memiliki rumus molekul C15H15NO2 dan berat molekul 241,29
2.2.Farmokologi umum
a. Golongan obat
Asam mefenamat adalah salah satu obat dari golongan AINS (Anti Inflamasi
4
b. mekanisme kerja
dan juga kerja perifer. Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan
c. Dosis
1. Dewasa dan anak di atas 14 tahun : Dosis awal yang dianjurkan 500 mg
2. Dismenore. Dosis : 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi
3. Menoragia. Dosis : 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi
d. Sediaan
Sediaan asam mefenamat dapat dijumpai dalam bentuk kapsul dan kaplet yang
2.3.Farmokodinamik
Asam mefenamat bekerja dengan membloking aktivitas dari suatu enzim dalam
5
peradangan.prostagladin(PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang,lebih tepat
berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator atau subtani lain yang
(arumming 2010).
2.4. Farmokokinetik
Tablet asam mefenamat diberikan secara oral. Diberikan melalui mulut dan
diabsorbsi pertama kali dari lambung dan usus selanjutnya obat akan melalui
Universitas Sumatera Utara hati diserap darah dan dibawa oleh darah sampai ke
tempat kerjanya. konsentrasi puncak asam mefenamat dalam plasma tercapai dalam
2 sampai 4 jam. Pada manusia, sekitar 50% dosis asam mefenamat diekskresikan
dalam urin sebagai metabolit 3-hidroksimetil terkonjugasi. dan 20% obat ini
(Goodman, 2007). Biasanya, makin panjang waktu paruh AINS makin lama masa
kerja AINS. Sebaiknya suatu AINS bekerja lama kalau perlu lebih dari 24 jam
sehingga barangkali cukup diberikan satu kali dalam satu minggu. Salah satu
sediaan ini layak untuk diberikan sekali sehari (Davies & Skjodt, 1999). Namun di
sisi lain makin panjang waktu paruh AINS (misalnya t piroxicam = 50 jam atau
6
lebih dari 2 hari 2 malam ) makin mudah terjadi akumulasi (penumpukan) AINS di
dalam tubuh penderita. Apa bila AINS tersebut diberikan lebih sering, sudah tentu
sebagai akibatnya makin mudah terjadi efek toksik AINS dengan segala resiko.
2.5 Toksisitas
diare, sampai diare berdarah dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
Pada orang lanjut usia efek samping diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek
Gan, 2007). Asam mefenamat tidak boleh dipakai selama lebih dari 1 minggu dan
dalam bentuk salep (gel) tetap mampu meningkatkan kejadian efek samping pada
eksperimental tidak mengganggu pembekuan darah. Namun sampai saat ini baru
Crofford dkk (2000) yang melaporkan temuan mereka adanya trombosis pada
7
vasokonstriksi, peningkatan pembekuan darah akibat makin bebasnya jalur COX-1
Umumnya semua sediaan AINS akan berikatan kuat dengan protein plasma.
Hal ini akan memberikan dampak tertentu dalam hal interaksinya dengan obat-
obatan lain yang membutuhkan albumin sebagai protein plasma (Lelo, 2001).
Interaksi obat antara AINS dengan beraneka ragam jenis obat selalu memberikan
AINS terhadap penyakit penyerta juga dapat berakibat fatal, misalnya penggunaan
efektif dibanding aspirin. Karena efek toksiknya maka tidak dianjurkan untuk
diberikan pada anak dibawah 14 tahun dan wanita hamil dan pemberian tidk lebih
dari 7 hari. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Asam
8
Gambar 1. Asam mefenamat 500 mg Gambar 2. Asam mefenamat 250 mg
S. 3.dd 1 tab.
ttd
TTD
9
BAB III
PEMBAHASAN
Sendi adalah pertemuan antara dua tulang atau lebih, sendi memberikan adanya
segmentasi pada rangka manusia dan memberikan kemungkinan variasi pergerakan di antara
segmen-segmen serta kemungkinan variasi pertumbuhan (Brunner & Sudarth, 2002). Nyeri
sendi adalah suatu akibat yang diberikan tubuh karena pengapuran atau akibat penyakit lain.
Kebanyakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau rasa sakit tidak hanya
berkhasiat sebagai analgetik saja, tetapi juga mempunyai khasiat sebagai antipiretik dan anti
inflamasi. Analgetik adalah obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri atau rasa sakit tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas dan
Antiinflamasi adalah obat yang merangsang atau menyebabkan pelepasan mediator inflamasi
yang dapat menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan gangguan
struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam farmakodinamiknya. Oleh karena itu
berbagai cara telah diterapkan untuk mengelompokkan AINS, apakah menurut 1). struktur
kimia, 2). tingkat keasaman dan 3). ketersediaan awalnya (prodrug atau bukan) dan sekarang
berdasarkan selektivitas hambatannya pada COX-1 dan COX-2, apakah selektif COX-1
inhibitor, non-selektif COX inhibitor, preferentially selektif COX-2 inhibitor dan sangat
selektif COX-2 inhibiotr. Khasiat suatu AINS sangat ditentukan kemampuannya menghambat
sintesis prostaglandin melalui hambatan aktivitas COX. Dari penelitian Duffy dkk (2003)
diketahui bahwa kadar PGE2 penderita rematik di plasma berkurang setelah pemberian
diklofenak (dari 28.15 +/- 2.86 ng/mL menjadi 0.85 +/- 2.86 ng/mL setelah 4 jam pemberian)
dan nimesulide (dari 24.45 +/- 2.71 ng/mL menjadi 1.74 +/- 2.71 ng/ mL setelah 2 jam
10
pemberian) dan di cairan sinovium berkurang setelah pemberian diklofenak dan nimesulide
(dari 319 +/- 89 pg/mL menjadi 235 +/- 72 pg/mL setelah 4 jam pemberian) bahkan pada
pemakaian jangka lama kadar PGE2 di cairan sinovium dapat turun menjadi 61 +/- 24 pg/
mL. Aspirin dan meloxicam juga mampu menurunkan kadar prostaglandin di darah dan
cairan sinovium (Jones dkk, 2002). Dari berbagai uji klinik pada penderita osteoarthritis
ditunjukkan bahwa AINS baik yang non-selektif (naproxen) maupun selektif menghambat
aktivitas COX-2 (celecoxib) berkhasiat dalam mengurangi nyeri rematik (Bensen dkk, 1999).
Hasil temuan yang sama dilaporkan antara rofecoxib dan ibuprofen (Ehrich dkk, 1999) serta
diclofenac (Cannon dkk, 2000). Simon dkk (1999) mengkaji khasiat anti-nyeri celecoxib dan
naproxen pada penderita rheumatoid arthritis. Kelompok peneliti ini menemukan bahwa
kedua AINS ini efektif dalam menanggulangi nyeri dan inflamasi pada penderita rheumatoid
arthritis. Namun, kelihatannya makin lebih selektif suatu AINS menghambat COX-1 makin
berkurang khasiatnya sebagai antiinflamasi, dan sebaliknya dengan sediaan yang makin lebih
selektif menghambat COX-2. Penggunaan AINS sebagai sediaan analgetika tunggal akan
kejadiaan tersebut pada celecoxib, dimana dengan dosis 800 mg per-hari memberikan khasiat
analgetik yang tidak lebih besar daripada dosis optimum yang dianjurkan (200 mg), malah
lebih rendah daripada dosis 200 mg per-hari. Oleh karena semua AINS menunjukkan efek
mengatap (ceiling effect) yang akan membatasi khasiatnya pada penanggulangan nyeri
rematik yang makin meningkat parah, sehingga penggunaan dosis yang lebih besar dari yang
AINS sebagai antinyeri paling bermanfaat bila nyeri disertai dengan adanya proses
inflamasi. Secara farmakologis, AINS yang diinginkan sebagai antinyeri rematik adalah
sediaan yang sudah terbukti,salah satunya obat yeng tergolong AINS aalah asam mefenamat.
11
Dalam pengobatan radang sendi yang merupakan organ sasaran AINS adalam
membran sinovium. Tangkapan ion AINS (yang umumnya bersifat asam lemah) di
lingkungan intraseluler yang lebih alkalis akan memacu ambilannya di sendi yang mengalami
peradangan. Hal ini jelas akan memberikan nilai tambah dalam khasiat klinis suatu AINS
(Borenstein, 1995). Borenstein (1995) berhasil memantau keberadaan AINS yang bersifat
kepustakaan yang telah dilakukan, sangat terbatas ragam AINS yang terbukti mampu
ketoprofen (Barbanoj dkk, 2001; Audeval-Gerard dkk, 2000), meloxicam (Davies &
Anderson, 1997) dan naproxen (Blagbrough dkk,1992). Cukup banyak sediaan AINS yang
diberikan secara topikal dalam penanggulangan nyeri inflamasi sendi. Beberapa sediaan
AINS diklofenak (Davies & Anderson, 1997), ketoprofen (Audeval-Gerard dkk, 2000) dan
meloxicam (Davies & Skjodt, 1999) ternyata mampu merembes ke dalam kulit dan sampai ke
sinovium. Secara farmakologis sediaan AINS seperti inilah yang diharapkan akan
Mula kerja obat biasanya berkaitan dengan kecepatan penyerapan obat, makin
cepat kadar puncak obat tercapai makin dini efek AINS muncul. Diklofenak bila diberikan
peroral akan diserap dengan cepat dan sempurna (Davies & Anderson, 1997) akan
memberikan mula kerja yang segera. Contoh sediaan AINS lain yang juga cepat
Selain itu, kerja suatu AINS sangat dipengaruhi oleh distribusinya ke cairan sinovium.
diklofenak (Davies & Anderson, 1997). Suatu hal yang perlu menjadi catatan bahwa
12
BAB IV
KESIMPULAN
Keluhan rasa sakit merupakan salah alasan dokter dalam pemberian analgetika,
Salah satu analgetika pilihan adalah AINS. Namun, tiap AINS memiliki kekhasan
farmakokinetik (ikatan protein dan waktu paruh) dan farmakodinamik (potensi dan efek
sediaan dengan selektivitas penghambatan COX-2 tidak lebih superior dibandingkan AINS
yang ada, secara farmakologi menggunakan AINS yang cepat diabsorpsi akan memberikan
efek lebih dini, dan sediaan dengan waktu paruh yang pendek akan terhindar dari
kemungkinan akumulasi obat dan dengan demikian akan memberikan tingkat keamanan yang
lebih baik. Pada kenyataannya, tidak satupun AINS dengan selektivitas penghambat COX-2
bebas dari efek samping pada saluran cerna dan berbagai efek samping lainnya diluar saluran
AINS sebagai antinyeri rematik secara rasional adalah 1) AINS terdistribusi ke sinovium, 2)
mula kerja AINS segera (dini), 3) masa kerja AINS lama (panjang), 4) bahan aktif AINS
bukan rasemik, 5) bahan aktif AINS bukan prodrug, 6) efek samping AINS minimal, 7)
sungguh sukar untuk menentukan analgetika AINS tetapi lumrah kita ketahui yang
sering digunakan adalah asam mefenamat mana yang paling berkhasiat pada penderita. Tiap
AINS memiliki kekhasan farmakokinetik (ikatan protein dan waktu paruh) dan
tidak lebih superior dibandingkan AINS yang ada, secara farmakologi menggunakan AINS
yang cepat diabsorpsi akan memberikan efek lebih dini, dan sediaan dengan waktu paruh
13
yang pendek akan terhindar dari kemungkinan akumulasi obat dan dengan demikian akan
memberikan tingkat keamanan yang lebih baik. AINS dengan selektivitas penghambatan
COX-2 yang sangat nyata hanya digunakan pada penderita dengan rawan terhadap kejadian
efek samping pada saluran cerna. Tidak dapat dipungkiri obat-obat AINS walaupun memiliki
efek samping yang tidak diinginkan, namun masih sangat dibutuhkan untuk mengurangi rasa
nyeri, demam dan inflamasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat
ini, yaitu pemberian dosis yang rendah untuk mengetahui efektifitas obat dan dapatnya obat
tersebut ditolerir oleh individu. Apabila penderita kesulitan tidur akibat nyeri atau kaku
kuduk pagi hari,maka dosis tunggal besar diberi pada malam hari. Efek samping obat dapat
timbul pada minggu pertama pemberian obat. Apabila penderita tidak merasakan
kenyamanan dengan pemberian salah satu AINS, dapat diganti dengan AINS lainnya. Hindari
pemberian obat dengan kombinasi lebih dari satu AINS, sebab manfaatnya tidak akan
14
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, F. (2006). Penyakit tulang dan persendian arthritis atau arthralgia, Jakarta : Pustaka
populer obor
Badan penelitian dan pengembangan kesehatan, Depkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar
Gilman A.G., Hardman J.G., Limbird L.E. 1996. Dasar Farmakologi Terapi.
Penerjemah : Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Edisi X. Jakarta : EGC Hal. 1735-1737
15
Wilmana, P.F., dan Gan, S.G., 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik AntiInflamasi
Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S.G., Editor. Farmakologi dan
Munaf, S., 1994, Catatan Kuliah Farmakologi, EGC Press, Hal. 178
Crofford LJ, Oates JC, McCune WJ, et al. Thrombosis in patients with connective
tissue diseases treated with specific cyclooxygenase 2 inhibitors. A report of four cases.
Lelo A.: Pertimbangan yang muncul dari OAINS yang digunakan. Dalam, Naskah
Lengkap Temu Ilmiah Rematologi 2001. (eds. Setyohadi B, Kasjmir YI), Ikatan Reumatologi
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta
16