1. Definisi
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan instrumen objektif yang digunakan unuk
mengukur hubungan antara tinggi dan berat badan individu yang berguna untuk
kanker. Kondisi lain yang disebabkan oleh obesitas meliputi hipertensi, osteoartritis,
apnea tidur dan masalah pernapasan, stroke, penyakit kandung empedu dan
()
=
()2
Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan
normal, di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Sedangkan, tinggi badan
merupakan salah satu parameter yang dapat melihat keadaan status gizi sekarang dan
keadaan yang telah lalu. Pertumbuhan tinggi/panjang badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi pada waktu singkat. Pengukuran
tinggi badan dilakukan dengan alat pengukur tinggi (microtoise) yang mempunyai
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dibagi berdasarkan berat badan
Overweight 25 29.9
Obese >30
1. Definisi
dan obesitas ginoid (bentuk pear). Rasio lingkar pinggang-pinggul sebesar 1,0 atau
lebih pada pria dansebesar 0,8 atau lebih pada wanita merupakan faktor risiko yang
lingkar pinggang dapat digunakan sebagai penanda yang lebih baik untuk lemak
viseral dan berkaitan lebih berat dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Rasio
lingkar pinggang-pinggul merupakan alat prediksi yang baik untuk risiko diabetes
yang meningkat. Wanita dengan ukuran pinggang >88 cm dan pria dengan ukuran
seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, apnea tidur, asma dan
indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk pengukuran
penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt
of point setiap etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang. Sehinggga IDF
Dependent Diabetes Mellitus), 67% memiliki IMT 27 kg/m2, dan 46% memiliki
IMT 30 kg/m2. Risiko diabetes meningkat 5 kali lipat dengan IMT 25 kg/m2, 28 kali
lipat dengan BMI 30 kg/m2, dan 93 kali lipat dengan BMI 35 kg/m2 atau lebih
besar. Lingkar pinggang> 102 cm meningkatkan risiko diabetes 3-5 kali lipat bahkan
setelah mengendalikan IMT. Pada anak-anak dan remaja diperkirakan risiko diabetes
mellitus tipe 2 telah diperhitungkan antara 8 45 % dari semua kasus baru diabetes
(Rubenstein, 2005).
Tabel II.2 Klasifikasi Obesitas dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang
dan Risiko Penyakit. Sumber: American and Clinical Climatological
Association, 2005
C. Glukosa Darah
1. Konsep
Beberapa jaringan dalam tubuh, seperti otak dan sel darah merah bergantung pada
karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat dari kadar puasa sekitar 80-100 mg/dl ke
kadar sekitar 120-140 mg/dl dalam periode 30 menit sampai 1 jam. Konsentrasi
glukosa dalam darah kemudian menurun kembali ke rentang puasa dalam waktu
Setelah makan, glukosa akan masuk kedalam aliran darah dan terjadi peningkatan
konsentrasi glukosa dalam aliran darah dan kemudian merangsang sel beta pankreas
otot dan jaringan adiposa. Glukosa disimpan di dalam hati melalui proses
glikogenesis dalam bentuk glikogen dan lipogenesis dalam bentuk trigliserida yang
kemudian akan dibawa ke dalam aliran darah dengan berikatan pada protein
glukosa yang terbentuk dibebaskan ke dalam darah. Setelah simpanan glikogen telah
habis dalam hati maupun otot, maka asupan glukosa berasal dari proses
laktat dari otot dan sel darah merah (Murray et al, 2006).
Gliserol pada proses lipolisis juga dapat digunakan untuk proses glukoneogenesis.
keadaan kenyang kekeadaan puasa diatur oleh hormon insulin dan glukagon. Insulin
meningkat pada keadaan kenyang dan glukagon meningkat selama keadaan puasa
(Sherwood, 2001).
Pada saat makan, glukosa darah akan naik 30 menit sampai 1 jam setelah makan
sekitar 120-140 mg/dl, kemudian akan turun lagi dari 1 jam kemudian dan akhirnya
akan menjadi rentang glukosa darah puasa 80-100mg/dl dalam dua jam setelah makan
(Sherwood, 2001).
Proses glikogenolisis pada hati tidak berlangsung lama karena memiliki cadangan
glikogen yang terbatas, tetapi hati juga memiliki proses glukoneogenesis dengan
menggunakan sumber berupa laktat yang diperoleh dari hasil glikolisis pada sel darah
merah dan otot, gliserol yang merupakan hasil dari lipolisis, dan asam amino yang
Pada puasa yang sangat panjang ( selama 3-5 hari), maka tubuh termasuk otak
dan jaringan saraf akan mulai menggunakan keton sebagai bahan bakar dan akibatnya
oksidasi glukosa di jaringan saraf mulai berkurang dibandingkan dengankeadaan
normal(Sherwood, 2001).
Keadaan puasa
Glukosa darah
menurun
Glukagon
meningkat
1.Otot :
Glikogenolisis
2.Adiposa :
Lipolisis
penggunaan glukosa, maupun asam lemak yang cepat oleh hampir semua jaringan
2010).
hati (Guyton, 2010). Salah satu efek terpenting insulin adalah menyebabkan
sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan dihati
(Sherwood, 2001).
otot dan jaringan lain(Sherwood, 2001). Efek ini menurunkan kadar asam
akan dibawa kealiran darah dengan pengangkut protein dalam bentuk VLDL.
Sesudah makan
Glukosa darah
meningkat
Sel pankreas
Insulin disekresi
1.Otot :
Glikogeneis
2.Adiposa :
Lipogenesis
Bagan II.2 Proses Pembentukan Sekresi Insulin Sesudah Makan
Pelaksanaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk diagnosis diabetes mellitus
e. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam
waktu 5 menit
g. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap boleh minum air putih.
Pada orang normal glukosa darah puasa < 100 mg/dl dan 2 jam postprandial
< 140 mg/dl. Glukosa darah antara 100 dan 126 mg/dl disebut Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT) atau Impaired Fasting Glucose (IFG). Untuk penderita
diabetes mellitus disebut normal atau regulasi baik bila glukosa darah sebelum
makan 90-130 mg/dl dan puncak glukosa darah sesudah makan < 180 mg/dl.
Keterangan :
urinebiasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebih 30 menit sebelum makan atau
4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi, dan ang 3x sehari dilakukan setiap 2 jam
sesudah makan. Pemeriksaan reduksi urine 3x sebelum makan lebih lazim dan
lebih hemat. Cara pemeriksaan urine dengan menggunakan metode Fehling,
5. Intepretasi
-Dislipidemia
-Pengaruh tes
IGT atau
glukosa puasa
Tabel II.3 American Diabetes Association untuk Skrining Diabetes Mellitus
Tipe 2. Sumber : American and Clinical Climatological Association, 2005
Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Uji kimia yang
tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat
jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.
Prinsip : D-glukosa oleh enzim glukosa oksidase diubah menjadi D-glukonolakton dan H2O2. H2O2 yang
erbentuk akan mengoksidasi kromogen membentuk senyawa berwarna coklat.
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24
jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi
tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak
sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai
untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan
zat warna.Darah disaring oleh jutaan nefron, sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil penyaringan (filtrat)
berisi produk-produk limbah (mis. urea), elektrolit (mis. natrium, kalium, klorida), asam amino, dan glukosa.
Filtrat kemudian dialirkan ke tubulus ginjal untuk direabsorbsi dan diekskresikan; zat-zat yang diperlukan
(termasuk glukosa) diserap kembali dan zat-zat yang tidak diperlukan kembali diekskresikan ke dalam urin.
Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam).
Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui (kadar glukosa darah
melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun.
Prosedur :
Uji glukosa urin konvensional menggunakan pereaksi Benedict atas dasar sifat glukosa sebagai zat
pereduksi. Cara ini tidak spesifik karena beberapa pereduksi lain dapat mengacaukan hasil uji. Beberapa gula
lain bisa menyebabkan hasil uji reduksi positif misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, laktosa, dsb.
Beberapa zat bukan gula yang dapat mengadakan reduksi seperti asam homogentisat, alkapton, formalin,
glukoronat. Pengaruh obat : streptomisin, salisilat kadar tinggi, vitamin C, dsb.
Metode carik celup (dipstick) dinilai lebih bagus karena lebih spesifik untuk glukosa dan waktu pengujian
yang amat singkat. Reagen strip untuk glukosa dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase (GOD) dan
peroksidase (POD), serta zat warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang akan berubah warna biru jika
teroksidasi. Zat warna lain yang digunakan adalah iodide yang akan berubah warna coklat jika
teroksidasi. Prosedur uji yang akan dijelaskan di sini adalah uji dipstick. Kumpulkan spesimen acak
(random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati
perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument
otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Hasil uji positif palsu dapat disebabkan oleh : bahan pengoksidasi (hidrogen peroksida, hipoklorit, atau klorin)
dalam wadah sampel urin, atau urine yang sangat asam (pH di bawah 4)
Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh : pengaruh obat (vitamin C, asam hogentisat, salisilat dalam jumlah
besar, asam hidroksiindolasetat), berat jenis urine > 1,020 dan terutama bila disertai dengan pH urine yang
tinggi, adanya badan keton dapat mengurangi sensitivitas pemeriksaan, infeksi bakteri.
Nilai Rujukan : Uji glukosa urin normal = negatif (kurang dari 50mg/dl)
Penilaian
Prinsip dari tes Benedict = glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict)
menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi,
bila urine mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna seperti yang
dijelaskan di atas. Namun, bila tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi
dan warna dari benedict tidak akan berubah.