Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PBL

SKENARIO 4
KEJANG DENGAN DEAMAM PADA ANAK

Disusun oleh : KELOMPOK 9

1. I KADEK ADITYA KRISNANDA P. 13700183


2. NOVIA ANNUR AZIZAH 13700185
3. MOCH. RAMADHAN SOEDIONO 13700187
4. BOBBY AGUS SETIAWAN 13700189
5. M. ADI UTOMO 13700191
6. ROSSA SETYOWATI 13700193
7. RIZKA ROSA DWI M. 13700197
8. RENI WIJAYANTI 13700199
9. I GEDE PRADIKA ABDI P. 13700201
10. NALCE DUPARLINA 11700023
11. YULIA MAGDALENA 12700207
12. FARIZA MAHATMA 13700270

PEMBIMBING TUTOR : dr. Achmad Yusuf, Sp. KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................1


KATA PENGANTAR .........................................................................................................2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................3
BAB I SKENARIO .............................................................................................................4
BAB II KATA KUNCI ........................................................................................................5
BAB III PROBLEM ............................................................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................................7
BAB V HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS) ........................................23
BAB VI ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS .............................................24
BAB VII HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS) .................................................................34
BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS ............................................................................35
BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH ........................................,.........36
BAB X PROGNOSIS & KOMPLIKASI ...........................................................................38
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................41
BAB I

SKENARIO 4

KEJANG DENGAN DEAMAM PADA ANAK

Seorang anak usia 1 tahun dibawa ibunya pada anda di IRD dengan keluhan kejang.
Kejang mulai semalam dan sudah berulang 3 kali. Bentuk kejang kelonjotan tangan dan kaki
kanan-kiri. Lama kejang berkisar 1 menit dan setelahnya berhenti sendiri. Keluhan lain
adalah demam sejak 3 hari sebelumnya dengan suhu yang tinggi yang disertai batuk dan
pilek. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat kehamilan, kelahiran, trauma kepala
tidak didapatkan. Pemeriksaan fisik ditemukan suhu 39oC dengan UUB membonjol, bayi
tampak tidur tidak menangis walau dirangsang.
BAB II

KATA KUNCI

1. Kejang
2. Bentuk kejang kelonjotan tangan dan kaki kanan kiri
3. Demam
4. Batuk dan pilek
5. UUB membonjol
6. Tidak menangis walau dirangsang
BAB III

PROBLEM

1. Apa yang menyebabkan An. Toni kejang ?


2. Apakah diagnosa dari skenario ini?
3. Apa saja diagnosis banding dari skenario ini?
4. Bagaimana cara menegakkan diagnosa dari penyakit ini?
5. Apakah ada kelainan fisik yang ditemukan saat pemeriksaan fisik ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit ini?
7. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit ini?
8. Bagaimana cara memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
ini?
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Anatomi/Histologi/Fisiologi/Patofisiologi/Patomekanisme
4.1.1 Batasan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
lebih dari 38oC , banyak terjadi pada bayi atau anak usia 3 bulan sampai 5 tahun tanpa
terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab lainnya.
4.1.2 Anatomi Selaput Otak

Selaput otak atau Meningen


adalah selaput otak yang
merupakan bagian dari susunan
saraf yang bersifat non neural.
Meningen terdiri dari jaringan
ikat berupa membran yang
menyelubungi seluruh
permukaan otak, batang otak dan
medula spinalis. Meningen terdiri
dari 3 lapisan yaitu piamater,
arakhnoid dan duramater.

A. Lapisan Luar (Durameter)


Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan
tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma
sella.
B. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan
otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan
arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai
getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang
menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.
C. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara
arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini
berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum
tulang belakang.
(Marvin, 2009; Fenichel, 2009; Lorens, 2003).
4.1.3 Histologi SSP

Sel-sel yang terdapat di hati antara


lain(hepatosit, sel endotel dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel
kuppfer dan sel ito (sel penimbun lemak).
Sel hepatosit berderet secara radier dalam
lobulus hati dan membentuk lapisan
sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan
bata. Lempeng sel ini mengarah dari
tepian lobulus kepusatnya dan
beranastomosis secara bebas membentuk
struktur seperti labirin dan busa. Celah
diantara 14 lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati.

Sinusoid hati adalah saluran yang berliku-liku, dilapisi sel endotel bertingkat yang
tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih
gelap, sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid dan sel stelat atau sel ito atau liposit
hepatic yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler serta
kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatic,
membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung
raktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari
vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis.
Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias portal, yaitu :
1. Venula portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih.
2. Arteriola dengan dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik.
3. Duktus biliaris yang mengalirkan empedu. selain ketiga struktur itu, ditemukan juga
limfatik
4.1.3 Fisiologi Hati

Struktur Hati :
Jaringan ikat portal/interlobular yang merupakan lanjutan dari kapsula,
mengelilingi unit struktural utama hepar yang tersusun sebagai lobulus hepar. Lobulus
hepar membentuk bagian terbesar dari substansi hepar. Lobulus hepar dipisahkan oleh
jaringan pengikat dan pembuluh-pembuluh darah. Pembuluh darah terdapat pada
pertemuan sudut-sudut poligonal/heksagonal yang berbentuk segitiga yang disebut
sebagai area portal atau trigonum Kiernan. Pada area ini terdapat saluran-saluran,
disebut daerah portal, yang terdiri dari cabang arteria hepatika, cabang vena porta, dan
duktus biliaris, serta ditambah pembuluh limfe, yang berada diantara jaringan ikat
interlobularis. Lobulus hepar secara makroskopis tampak sebagai silinder /
prisma yang tak teratur dengan ukuran 1mm x 2mm dan jumlah seluruhnya + 1
juta. Pada potongan melintang tampak secara kasar mempunyai 6 sudut (heksagonal)
dengan ukuran yang bervariasi.
Pada potongan melintang, lobulus hepar terdiri dari lempengan/deretan sel-sel
parenkim hepar yang tersusun radier yang saling berhubungan dan bercabang
membentuk anyaman tiga dimensi dengan pusat pembuluh kecil ditengahnya yaitu
vena sentralis, dan dipisahkan oleh celah yang disebut sinusoid hepar. Daerah portal
tersusun sedemikian rupa sehingga seakan-akan membatasi lobulus hepar. Daerah ini
juga disebut sebagai lobulus klasik hepar. Lobulus klasik yang berbentuk prisma
heksagonal merupakan unit struktural anatomis terkecil dari hepar.
Unit fungsional utama dari hepar dinamakan sebagai lobulus portal. Lobulus
portal dibatasi oleh 3 vena sentralis berbeda yang dikelompokkan sekitar sumbu
duktus biliaris interlobuler. Lobulus portal terdiri atas bagian-bagian dari 3 lobulus
klasik yang berdekatan yang melepaskan sekret kedalam duktus biliaris interlobularis
(sebagai pusatnya).
Kerusakan hepar biasanya berhubungan dengan perdarahannya dan suatu
susunan unit yang lebih kecil yaitu asinus hepar, merupakan konsep terbaru dari unit
fungsional hepar terkecil. Unit ini terdiri atas sejumlah parenkim hepar yang terletak
di antara 2 vena sentralis dan mempunyai cabang terminal arteria hepatika, vena porta
dan sistem duktuli biliaris sebagai sumbunya. Jadi suatu asinus hepar memperoleh
darah dari cabang akhir arteria hepatika dan vena porta, serta mengeluarkan hasil
sekresi eksokrin kedalam duktuli biliaris.
Hepatosit tersusun dalam rangkaian lempeng-lempeng yang secara radial
bermula dari tepi lobulus klasik menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya. Tebal
lempeng biasanya hanya satu sel, kecuali pada tempat-tempat anastomosis dan
percabangan. Hepatosit merupakan sel berbentuk polihedral, mempunyai permukaan
6 atau lebih, dengan membran sel yang jelas, inti bulat di tengah. Sel yang besar
dengan inti besar atau inti 2 dapat ditemukan karena terjadi mitosis. Sitoplasma
eosinofilik, karena banyaknya mitokondria dan retikulum endoplasma halus. Di dalam
sitoplasmanya terdapat lisosom, peroksisom (mikrobodies), butir- butir glikogen
(pengecatan khusus) serta tetes lemak (terutama setelah puasa atau makan makanan
banyak lemak).
Sel Kupffer juga terdapat dalam sinusoid yang merupakan sel
fagosit/makrofag. Sel ini mempunyai inti yang lebih besar dibandingkan sel endotel.
Sitoplasmanya lebih banyak dengan cabang-cabangnya yang meluas ataubahkan
melintang di dalam ruang sinusoid. Sel ini berfungsi untuk memfagosit eritrosit tua,
memakan hemoglobin dan mensekresi protein yang berkaitan dengan proses
imunologik (sitokin). Sel ini dapat membersihkan darah dari basili kolon, yang
berhasil memasuki darah portal selama peredarannya melalui usus, dengan sangat
efisien sewaktu darah melewati sinus. Bila satu bakteri berhubungan dengan sel
Kupffer, dalam waktu kurang dari 0,01 detik bakteri akan masuk menembus dinding
sel Kupffer dan menetap permanen didalam sampai bakteri tersebut dicernakan.
Mungkin tidak lebih dari 1% bakteri yang masuk ke darah porta dari usus berhasil
melewati hepar ke dalam sirkulasi sistemik. Sel Kupffer akan bertambah jumlahnya
bila diperlukan, mungkin melalui diferensiasi sel endotel yang lebih primitif.
Celah Disse (perisinusoid) terdapat sel stellata atau sel penimbun lemak
(limposit). Sel ini diduga mampu berdiferensiasi menjadi fibroblas yang ada di dalam
lobulus. Pendarahan lobulus hepar adalah melalui sinusoid yang membentuk jala- jala
yang luas di antara lempengan sel-sel hepar. Dinding sinusoid dilapisi oleh selapis sel
endotel yang tidak kontinyu (mempunyai pori-pori). Celah yang memisahkan antara
sel-sel endotel dengan hepatosit disebut sebagai celah/spasium Disse, yang berisi
mikrovili dari hepatosit.
Suplai darah di hepar berasal dari vena porta dan arteria hepatika propria
dengan aliran darah sebagai berikut :
1. Vena porta bercabang-cabang sampai ke venula kecil yang ada di area portal
kemudian bercabang menjadi venula penyalur yang berjalan disekitar tepi
lobulus, ujung kecilnya menembus dinding hepatosit menuju sinusoid.
Sinusoid berjalan radier dan berkumpul di tengah lobulus membentuk vena
sentralis/vena sentrolobularis, di basis lobulus bersatu dalam vena
sublobularis, bersatu membentuk vena hepatika kemudian menuju vena cava
inferior. Vena porta membawa darah dari limpa dan usus yang membawa
bahan-bahan yang telah diserap oleh usus (aliran darah fungsional), kecuali
lemak (kilomikron) yang dibawa lewat pembuluh limfe.
2. Arteria hepatika bercabang-cabang membentuk arteria interlobularis, sebagian
mendarahi struktur portal dan lainnya berakhir langsung di sinusoid (aliran
darah nutritif).
Bila permukaan postero-inferior (visceral) hepar dilihat dari belakang terlihat
bentuk huruf-H yang terdiri dari sulkus dan fosa. Batas-batas huruf H ini adalah:
1. Kaki anterior kanan-fosa kandung empedu.
2. Kaki posterior kanan-sulkus untuk vena kava inferior.
3. Kaki anterior kiri-fisura yang berisi ligamentum teres (sisa vena
umbilikalis sinistra fetus yang mengalirkan kembali darah yang
mengandung oksigen dari plasenta ke fetus).
4. Kaki posterior kiri-fisura untuk ligamentum venosum (struktur ini
merupakan sisa duktus venosus fetus; pada fetus duktus venosus
berfungsi sebagai jalan pintas yang mempersingkat aliran darah dari
vena umbilikalis sinistra langsung ke vena kava inferior tanpa melalui
hepar).
5. Kaki horizontal-porta hepatis. Lobus kaudatus dan kuadratus hepar
adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah batang horizontal.

4.1.4 Patofisiologi Hati


Kerusakan hepar akibat bahan kimia (obat) ditandai dengan lesi awal yaitu lesi
biokimiawi, yang memberikan rangkaian perubahan fungsi dan struktur. Perubahan
struktur hepar akibat obat yang dapat tampak pada pemeriksaan mikroskopis antara
lain :
1. Radang
Radang bukan suatu penyakit namun reaksi pertahanan tubuh melawan
berbagai jejas. Dengan mikroskop tampak kumpulan sel sel fagosit
berupa monosit dan polimorfonuklear.
2. Fibrosis
Fibrosis terjadi apabila kerusakan sel tanpa disertai regenerasi sel yang
cukup. Kerusakan hepar secara makroskopis kemungkinan dapat berupa
atrofi atau hipertrofi, tergantung kerusakan mikroskopis.
3. Degenerasi
Degenerasi dapat terjadi pada inti maupun sitoplasma. Degenerasi pada
sitoplasma misalnya:
a. Perlemakan, ditandai dengan adanya penimbunan lemak dalam
parenkim hepar, dapat berupa bercak, zonal atau merata.. Pada
pengecatan inti terlihat terdesak ke tepi rongga sel terlihat kosong
diakibatkan butir lemak yang larut pada saat pemrosesan.
b. Degenerasi Hidropik, terjadi karena adanya gangguan membran sel
sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma, menimbulkan vakuola-
vakuola kecil sampai besar. Terjadi akumulasi cairan karena sel
yang sakit tidak dapat menyingkirkan cairan yang masuk.
c. Degenerasi Hialin, termasuk degenerasi yang berat. Terjadi
akumulasi material protein diantara jaringan ikat.
d. Degenerasi Amiloid, yaitu penimbunan amiloid pada celah disse,
sering terjadi akibat amiloidosis primer ataupun sekunder.
e. Vakuolisasi, inti tampak membesar dan bergelembung, serta
kromatinnya jarang, dan tidak eosinofilik.
f. Inclusion bodies, terkadang terdapat pada inti sel hepar.
4. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organime hidup. Inti sel
yang mati dapat terlihat lebih kecil, kromatin dan serabut retikuler menjadi
berlipat-lipat. Inti menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur
bersegmen-segmen (karioreksis) dan kemudian sel menjadi eosinofilik
(kariolisis). Sel hepar yang mengalami nekrosis dapat meliputi daerah yang
luas atau daerah yang kecil. Berdasarkan lokasi dan luas nekrosis dapat
dibedakan menjadi berikut :
a. Nekrosis fokal, adalah kematian sebuah sel atau kelompok kecil sel
dalam satu lobus.
b. Nekrosis zonal, adalah kerusakan sel hepar pada satu lobus.
Nekrosis zonal dapat dibedakan menjadi nekrosis sentral, midzonal
dan perifer.
c. Nekrosis masif yaitu nekrosis yang terjadi pada daerah yang luas.
Sedangkan berdasarkan bentuknya nekrosis dapat digolongkan antra lain :
a. koagulativa, terjadi akibat hilangnya fungsi sel secara mendadak
yang diakibatkan hambatan kerja sebagian besar enzim.
b. Nekrosis likuefaktif, terjadi karena pencairan jaringan akibat enzim
hidrolitik yang dilepaskan sel yang mati.
c. Nekrosis Nekrosis kaseosa, merupakan bentuk campuran dari
likuefaktif dan koagulatif. Secara makroskopik teraba kenyal seperti
keju. Mikroskopik terlihat masa amorf yang eosinofilik

Sirosis hati merupakan tahapan lanjut dari fibrosis hati, yang juga disertai
dengan kerusakan pembuluh darah. Sirosis hati menyebabkan suplai darah dari arteri
yang menuju hati, berbalik ke pembuluh vena, merusak pertukaran antara hepatik
sinusoid dan jaringan parenkim yang berdekatan, contohnya hepatosit. Hepatik
sinusoid dilapisi oleh endotel berfenestrasi yang berada pada lapisan jaringan ikat
permeabel (ruang Disse) yang mengandung sel stelat hepatik (HSC) dan beberapa sel
mononuklear. Bagian lain dari ruang Disse dilapisi oleh hepatosit yang menjalankan
sebagian besar fungsi hati. Pada kondisi sirosis, ruang Disse terisi oleh jaringan parut
dan fenestrasi endotel menghilang, proses ini disebut kapilarisasi sinusoidal. Secara
histologis, sirosis dicirikan oleh septa fibrotik tervaskularisasi yang menghubungkan
portal tract satu dengan yang lainnya dan dengan vena sentral, membentuk pulau
hepatosit yang dikelilingi oleh septa fibrotik yang tidak memiliki vena sentral. Akibat
klinis yang utama dari sirosis adalah terganggunya fungsi hati, meningkatnya
resistensi intrahepatik (portal hipertensi) dan perkembangan yang mengarah pada
hepatoselular karsinoma (HCC). Abnormalitas sirkulasi general yang terjadi pada
sirosis (splachnic vasodilatation, vasokonstriksi dan hiperfusi ginjal, retensi air dan
garam, meningkatnya output kardiak) sangar erat kaitannya dengan perubahan
vaskularisasi hati dan portal hipertensi. Sirosis dan gangguan vaskular yang
diakibatkannya bersifat irreversibel, namun penyembuhan sirosis masih mungkin
terjadi.

4.1.5 Patomekanisme Sirosis Hati

4.1.6 Jenis Jenis Penyakit yang Berhubungan


Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan keluarnya darah dari alat kelamin pasien
tersebut meliputi:

1. Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi
sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Sirosis dibagi
atas jenis mkronodular (portal), makronodular (pascanekrotik) dan jenis campuran,
sedangkan dalam klinik dikenal 3 jenis yaitu portal, pascanekrotik dan bilier.
2. Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit infeksi dengan gejala utama yang berhubungan dengan
adanya nekrosis hati. Biasanya disebabkan oleh virus, yaitu virus hepatitis B, bila
penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada
gambaran patologi anatomi selama 6 bulan akan berakhir menjadi sirosis hepatis.
3. Amebiasis Hati
Amebiasis hati disebabkan oleh Entamoeba hystolitica yang menyerang saluran cerna
dan sebagai komplikasi mengenai alat di luar saluran cerna seperti hati, paru-paru,
otak, dan kulit. Amebiasis hati lebih banyak menyerang laki-laki.
4. Hepatoma
Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler atau karsinoma
hepato primer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di
tandai dengan bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan
membelah/mitosis disertai dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas. Kanker
Hati atau Karsinoma Hepato Seluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer yang
sering di jumpai di Indonesia. KHS merupakan tumor ganas dengan prognosis yang
amat buruk, di mana pada umumnya penderita meninggal dalam waktu 2-3 bulan
sesudah diagnosisnya di tegakkan.

4.1.7 Gejala Klinis


1. Sirosis Hepatis
Demam, berat badan menurun, cepat lelah
Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah
dan diare
Ascites, hidrotoraks
Spider nevi/ angiomata, caput medusae di perut
Eritema Palmaris
Pertumbuhan rambut berkurang
Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Jari tabuh, hiperpigmentasi
Ikterus, subfebris, sirkulasi hiperkinetik, foetor hepatic
Hipoalbuminemia, edema pretial, defisiensi protrombin
Sebagian penderita datang dengan hematemesis dan melena akibat perdarahan
oesofagus
Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis

2. Hepatitis B
Stadium Praikterik
Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia,
mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di perut kanan atas. Urin
menjadi lebih coklat.
Stadium Ikterik
Berlangsung selama 3-6 mingg, ikterus mula-mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan keluhan berkurang, tetapi
pasien masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu
atau kuning muda. Hati membesar dan terdapat nyeri tekan.
Stadium Pascaikterik
Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada
anak-anak lebih cepat daripada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua,
karena penyebab yang biasanya berbeda.

3. Amebiasis Hati
Rasa nyeri di perut kanan atas, demam, rasa mual, dan penuh
Tidak ada nafsu makan, sukar tidur, berkeringat terutama pada malam hari
Badan menjadi kurus, panas menggigil
Buang air besar biasa/obstipasi/diare
Susah bernafas karena sakit
Rasa sakit menjalar ke pinggang dan ke bahu kanan
Ketegangan di perut kanan atas
Hepatomegali

4. Hepatoma
Nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan-atas abdomen.
Hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik
Splenomegali
Ascites
Ikterus
Demam
Atrofi otot
Sebagian dari pasien yang di rujuk kerumah sakit karena perdarahan varises
esophagus

4.1.8 Pemeriksaan Fisik Penyakit


1. Sirosis Hepatis
Pada abdomen tampak ascites dan hidrotorak
Pada kulit terdapat spider nevi/angiomata
Pada jari-jari tangan tampak merah atau eritema palmaris
Rambut tampak kering
Atrofi pada testis
Jaringan mamae membesar tapi tidak teraba massa
Terdapat pembesaran hepar
Pada sklera mata tampak ikterus

2. Hepatitis B
Pada abdomen terdapat pembesaran hati
Pada sklera mata tampak ikterus

3. Amebiasis Hati
Pada abdomen tampak ketegangan otot perut
Terdapat pembesaran hati

4. Hepatoma
Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :
- Ia : Tumor tunggal diameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
- Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter 5 cm di
separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh
- IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10
cm di separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan 5 cm di
kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
- IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10
cm di separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan 5 cm di
kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
- IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di
pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis
kelenjar limfe peritoneal jauh
- IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor,
metastasis
4.1.9 Pemeriksaan Penunjang Penyakit
1. Sirosis Hepatis
Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan ascites, maka ekskresi Na dalam
urine berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan
telah terjadi syndrome hepatorenal.
Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu
suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam
folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita
pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi
hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni.
Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam
darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-
masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain
itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka
untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography
(PTP)
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada
tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan
tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada
fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan
sebagian lagi dalam batas nomal.
Peritoneoskopi (Laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul
yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi
biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

2. Hepatitis B
Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali
nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit,
peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar
albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik
VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali
nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat.
Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda
infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum
>6 bulan. Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung
permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam
darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier. Setelah
HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien dan
terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena
terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat suatu
tenggang waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang
memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama
periode tersebut, anti- HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi
VHB. Hepatitis B core antigen dapat ditemukan pada sel hati yang
terinfeksi, tetapi tidak terdeteksi di dalam serum. Hal tersebut
dikarenakan HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-
HBc dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2
minggu pertama timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar
anti-HBs dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Metode Polymerase Chain Reaction/PCR
Telah dikembangkan teknik real-time PCR untuk pengukuran DNA
VHB. Amplifikasi DNA dan kuantifikasi produk PCR terjadi secara
bersamaan dalam suatu alat pereaksi tertutup. Pemeriksaan amplifikasi
kuantitatif (PCR) dapat mendeteksi kadar VHB DNA sampai dengan
102 kopi/mL, tetapi hasil dari pemeriksaan ini harus diinterpretasikan
dengan hati-hati karena ketidakpastian arti perbedaan klinis dari kadar
VHB DNA yang rendah. Berdasarkan pengetahuan dan definisi
sekarang tentang Hepatitis B kronik, pemeriksaan standar dengan batas
deteksi 105 -106 kopi/mL sudah cukup untuk evaluasi awal pasien
dengan Hepatitis B kronik. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan
maka tentunya diperlukan standar batas deteksi kadar VHB DNA yang
lebih rendah dan pada saat ini adalah yang dapat mendeteksi virus
sampai dengan <104 kopi/mL.

3. Amebiasis Hati
Diagnosis laboratorium
Ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk
histolytica dalam tinja. Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja
perlu diulangi 3 hari berturut-turut. Reaksi serologi perlu dilakukan
untuk menunjang disgnosis. Proktoskop dapat digunakan untuk melihat
luka yang terdapat di rektum dan untuk melihat kelainan di sigmoid
digunakan sigmoidoskop. Sedangkan pada amoebiasis hati secara klinis
dapat dibuat diagnosis bila terdapat gejala berat badan menurun, badan
terasa lemah, demam, tidak nafsu makan disertai pembesaran hati yang
nyeri tekan. Pada pemeriksaan radiologi biasanya didapatkan
peninggian diafragma.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis. Diagnosis
laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica
bentuk histolytica dalam biopsi dinding abses atau dalam aspirasi nanah
abses. Bila amoeba tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan serologik,
antara lain tes hemaglutinasi tidak langsung atau tes imunodifusi.

4. Hepatoma
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa -
fetoprotein (AFP) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel
hati fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0 -20 ng/ml, kadar AFP
meningkat pada 60%-70% pada penderita kanker hati.
Ultrasonografi (USG) Abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan FP, pasien sirosis
hati dianjurkan menjalani pemeriksaan USG setiap tiga bulan. Untuk
tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi USG lebih sensitif dari
pada AFP serum berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati
bekisar anatara 70%-80%. Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil
adalah gambaran mosaik, formasi septum, bagian perifer sonolusen (ber
-halo), bayangan lateral yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotik, serta
penyangatan eko posterior. Berbeda dari metastasis, HCC dengan
diameter kurang dari dua sentimeter mempunyai gambaran bentuk
cincin yan g khas. USG color Doppler sangat berguna untuk
membedakan HCC dari tumor hepatik lain. Tumor yang berada di
bagian atas -belakang lobus kanan mungkin tidak dapat terdeteksi oleh
USG.

Anda mungkin juga menyukai