Anda di halaman 1dari 1

Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika

Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada
tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030
akan ada 20,1 juta penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2
persen di rural.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus
di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan Badan
Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun 2009 memperkirakan kenaikan jumlah penyandang diabetes
mellitus dari 7,0 juta tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra
Yoga Aditama menjelaskan, meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan-laporan tersebut
menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.

Apalagi, diabetes mellitus saat ini terjadi bukan hanya pada orang dewasa, namun juga terjadi pada bayi dan
anak, ujar Tjandra di Jakarta, kemarin.

Data yang dikumpulkan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
sejak Mei 2009 hingga Februari 2011 menunjukkan terdapat 590 anak dan remaja berusia di bawah 20 tahun
yang merupakan penyandang diabetes tipe 1 di seluruh Indonesia. Data ini diperkirakan merupakan puncak
gunung es sehingga jumlah penderita yang sesungguhnya di populasi tentu lebih banyak lagi yang masih belum
terdeteksi," ujar dia.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi diabetes mellitus tertinggi
terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1 persen), diikuti Riau (10,4 persen)
dan NAD (8,5 persen).

Sementara itu, prevalensi diabetes mellitus terendah ada di provinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8 persen),
Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat (21,8 persen), diikuti Sulbar (17,6 persen) dan
Sulut (17,3 persen), sedangkan terendah di Jambi (4 persen), diikuti NTT (4,9 persen). Angka kematian akibat
DM terbanyak pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan sebesar 14,7 persen, sedangkan di daerah
pedesaan sebesar 5,8 persen.

Dia menjelaskan, faktor resiko diabetes ada dua yaitu faktor resiko yang tidak bisa diubah seperti ras dan etnik,
riwayat keluarga, umur, riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kilogram atau pernah menderita DM
gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kilogram).

Untuk faktor risiko yang bisa dimodifikasi dari DM adalah berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemia dan diet tak sehat atau diet tinggi gula dan rendah serat yang akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes dan DM tipe 2, papar Tjandra.

Guna mengurangi faktor risiko diabetes tersebut, pemerintah telah mengeluarkan aturan tentang kandungan
gula pada makanan ringan di Indonesia yang dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.
208/1985 tentang Pemanis Buatan dan Permenkes No 722/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.

Namun, kedua permenkes tersebut juga masih harus ditinjau ulang dan direvisi mengingat hanya empat jenis
pemanis buatan yaitu aspartaam, sakarin, siklamat dan sarbitol yang diatur dalam produk pangan yang ternyata
sudah diperuntukkan bagi pelaku diet rendah kalori dan penderita DM.
(Izn - pdpersi.co.id)

Anda mungkin juga menyukai