Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinnim dari penyakit ini adalah kudis, the itch,
gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei
tersebut, kutu tersebut memasuki
kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6
sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan
oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter
dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di
belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari
betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak
pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Scabies?
2. Apa sajakah etiologi Scabies?
3. Apa klasifikasi dari Scabies?
4. Bagaimana epidemiologi Scabies?
5. Bagaimana cara penularan Scabies?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Scabies?
7. Bagaimana patofisiologi Scabies?
8. Bagaimana pathway dari Scabies?
9. Apa sajakah pemeriksaan penunjang Scabies?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari Scabies?
11. Bagaimana prognosis dari Scabies?
12. Bagaimana pencegehan dari Scabies?
13. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien Scabies?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pembuatan
makalah mata kuliah Keperawatan Sistem Integumen dengan judul Konsep Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Scabies.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi Scabies
2. Untuk mengetahui etiologi Scabies
3. Untuk mengetahui klasifikasi Scabies
4. Untuk mengetahui epidemiologi Scabies
5. Untuk megetahui cara penularan Scabies
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Scabies
7. Untuk mengetahui patofisiologi Scabies
8. Untuk mengetahui pathway Scabies
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Scabies
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan Scabies
11. Untuk mengetahui prognosis Scabies
12. Untuk mengetahui pencegahan Scabies
13. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Scabies

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Individu
Agar lebih memahami tinjauan pustaka dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
Scabies
1.4.2 Bagi Masyarakat Umum
Agar masyarakat awam mengetahui bagaimana tinjauan pustaka dan konsep asuhan
keperawatan pada klien dengan Scabies.

1.4.3 Bagi Dunia Pendidikan


Sebagai referensi bahan ajar dan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai tinjauan
pustaka dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Sindrom Steven Johnson
BAB II
KONSEP DASAR SCABIES
A. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi (kepekaan)
terhadap Sarcoptes scabiei var. Humini.s. Scabies merupakan penyakit kulit menular yang
disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda ,
kelas Arachnida, ordoAckarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. scabiei var
homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-
biri oleh S. scabiei var ovis. (Adhi Djuanda. 2007).
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Penyebabnya scabies adalah Sarcoptes scabiei. (Isa Marufi, Soedjajadi K, Hari B N, 2005).
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke
manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di
seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997).
Jadi menurut kelompok scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kuman
parasitik (Sarcoptes scabiei)yang mudah menular manusia ke manusia, dari hewan ke manusia
atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan yang ada dimuka bumi ini. Skabies
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig,
budukan, dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma
gatal Sarcoptes scabeitersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk
kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Di dalam terowongan ini, kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu tujuh
sampai 14 hari, telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi nimfa,
selanjutnya terbentuk parasit dewasa. Hal yang paling disukai kutu betina adalah bagian kulit
yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari longlegs dan tangan, siku, pergelangan
tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memiliki kulit serba tipis, telapak tangan,
kaki, muka, dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut.
Faktor penunjang penyakit ini antara lain social ekonomi rendah, hygiene buruk, sering
berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta ekologik.
Penularan penyakit skabies inidapat terjadi scara langsung maupun tidak langsung, karenanya tak
heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga, di kelas sekolah, di
asrama, di pesantren.

Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei .


Menurut Johnston (2005),siklus hidup tungau ini sebagai berikut : Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi diatas kulit ,jantan akan mati ,kadang-kadang masih dapat hidup
beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina .Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina
yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya .Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3-5
hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki.Larva ini dapat tinggal terowongan tetapi
dapat juga keluar setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk jantan
dan betina dengan 4 pasang kaki .Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari .Akibat terowongan yang digali Sarcoptes scabei betina yang
memakan sel-sel di lapisan kulit,penderita mengalami gatal-gatal dan digaruk oleh penderita
sehingga menimbulkan infeksi ektoparasit dan berbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang
berbau anyir .

Gejala Klinis.

Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut :


1. Pruritus nokturna artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas tungau
meningkat pada suhu lembab dan panas ,iritasi pada kulit dan muncul gelembung berair
pada kulit .
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut .
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan ,berbentuk garis lurus atau berkelok,rata-rata panjang 1 cm,pada ujung
terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi poliform(pustule,ekskoriasi dll) .Tempat predileksinya biasanya
merupakantempat dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan
,pergelangan tangan bagian volar ,siku bagian luar ,lipat ketiak bagian depan ,areola
marne (wanita) ,umbilicus ,bokong ,genetalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah .
Pada bayi akan menyerang telapak tangan dan telapak kaki .
4. Menemukan tungau dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna
kemerahan dan terasa gatal .Kerokan yang dilakukan agak dalam hingga kulit
mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam dikulit .

B. Etiologi

Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda,
kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2010).
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes
scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes.
Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya
pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya
yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih
kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki,
2pasang longlegs di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2pasang longlegs kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan longlegs ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas
kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali
oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup
sebulan lamanya.
Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar.
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan
4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah
meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina
dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian
kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena
seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang penyakit skabies ini.

C. Pengklasifikasian Skabies

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga
dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S,
2005) :
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa
papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih
bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa,
distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila.
Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus
yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat
menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti
scabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama skabies adalah
anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan,
tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah
dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada
dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat
sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak
dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi
biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki
yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada penderita
skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau
yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi
imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat
berkembangbiak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi
di muka. (Harahap. M, 2000).
7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis dan orang tua
yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
(Harahap. M, 2000).

D. Epidemiologi

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial ekonomi yang
rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dan sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan),
kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi (Djuanda, 2010).

E. Cara Penularan

Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun cara
penularannya adalah:

1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)


Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama
dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering,
sedangkan pada anakanak penularan didapat dari orang tua atau temannya.

2. Kontak tidak langsung (melalui benda)


Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau
handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian
terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies
dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut (Djuanda, 2010).

F. Manifestasi Klinis
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut :
1. Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu
yang lembab dan panas.
2. Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seliruh anggota
keluarga.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada uung
menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum
komeum tpis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong,
genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak
tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan ulit. Pada remaja dan orang dewasa
dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemikan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.

Pada pasien yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat timbul
likenifikasi, impetigo, dan furunkulsis.

G. Patofisiologi Skabies

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita
sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret
tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan
kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Djuanda, 2010).
Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,
menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi
terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.
Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan
urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan
kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

Tungau scabies penderita sendiri dan digaruk


l
Kontak kulit kuat
l
Bersalaman bergandengan
l
Timbul lesi
l
Pergelangan tangan
l
Gatal
l
Sensitivitas terhadap secret
l
Waktu 1 bulan setelah infestasi
l
Timbul papul,vesikel,urtika timbul erosi,eks koriosi, krusta
l
Digaruk infeksi skunder
l
Kelainan kulit dermatitis menyebar luas

H. Pemeriksaan Penunjang
Cara menemukan tungau :

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesiel.
Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan kaca penutup
dan lihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan
dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan, caranya ; jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat irisa tipis
dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya.
4. Dengan biopsy eksisional dan diperiska dengan pewarnaan HE

I. Penatalaksanaan

Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari. Semua
pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu
direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk
tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara
waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan
lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan
yang harus diperhatikan:

1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan secara
serentak.
2. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat untuk
menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur, selimut
harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa jam.

b. Penatalaksanaan secara khusus.


Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam
bentuk topikal antara lain:

1. Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan
orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif.
Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif
terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam
selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin
gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk obat
pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi
iritasi. Obat ini tidak dianurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena
toksi terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cup sekali dalam 8 jam. Jika masihada
gejala, diulangi seminggu kemudian.
4. Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan
antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif pada
50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan setelah 24 jam
pemakaian terakhir.
5. Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman arena sangat
mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
6. Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di
area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.

J. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan dapat
menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene), maka penyakit ini memberikan
prognosis yang baik (Djuanda, 2010).

K. Pencegahan

Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :


1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali
dalam seminggu.
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
tungau skabies.
6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
7. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya
mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat
parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit
biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari
infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas
untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes, 2007).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN SCABIES

A. Pengkajian

1. Biodata
a. Identitas pasien
b. Identitas orang tua
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama pada
malam hari.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan
akibat rasa gatal yang sangat hebat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk RS karena alergi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap, kudis.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak terjadi perubahan
pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b. Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit : Aktivitas 0 1 2 3 4
1) Makan
2) Mandi
3) Berpakaian
4) Eliminasi
5) Mobilisasi di tempat tidur
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola istirahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari.
d. Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e. Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari,
dengan bau khas warna kuning jernih.
f. Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan penglihatan normal.
g. Pola peran hubungan : Sistem dukungan orang tua.
h. Pola konsep diri
i. Pola seksual reproduksi
Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
j. Pola koping

1) Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan pasien menjadi
malas untuk bekerja.
2) Kehilangan atau perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa gatal yang hebat khususnya pada malam
hari.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema.
6. Resiko infeksi dengan factor risiko:
a. Jaringan kulit rusak
b. Prosedur infasif

C. Rencana Intervensi Dx 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Nyeri terkontrol
2. Gatal mulai hilang
3. Puss hilang
4. kulit tidak memerah
Intervensi:
1. Kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi.
2. Berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingkungan yang kurang
menyenangkan.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic.
4. Kolaborasi pemberian antibiotika.

Dx 2: Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa gatal yang hebat khususnya pada malam
hari.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan tidur klien tidak terganggu
kriteria hasil :
1. Mata klien tidak bengkak lagi.
2. Klien tidak sering terbangun di malam hari.
3. Klien tidak pucat.
Intervensi:
1. Kaji tidur klien
2. Berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien)
3. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetic.
4. Catat banyaknya klien terbangun dimalam hari.
5. Berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan.
6. Berikan minum hangat (susu) jika perlu.
7. Berikan musik klasik sebagai pengantar tidur

Dx 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami
gangguan dalam cara penerapan citra diri kriteria hasil :
1. Mengungkapkan penerimaan atas penyakit yang di alaminya.
2. Mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada.
Intervensi:
1. Dorong individu untuk mengekspresian perasaan khususnya mengenai pikiran, pandangan
dirinya.
2. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan kesehatan.

Dx 4 : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak cemas lagi
kriteria hasil :
1. Klien tidak resah
2. Klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan
3. Klien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
Intervensi:
1. Identifiasi kecemasan
2. Gunakan pendekatan yang menyenangkan.
3. Temani pasien untuk memberian keamanan dan mengurangi takut.
4. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
5. Berikan informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis.
6. Berikan obat untuk mengurangi kecamasan

Dx 5 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan lapisan kulit klien terlihat
normal kriteria hasil :
1. Integritas kulit yang baik dapat dipetahankan (sensasi, elastisitas, temperatur).
2. Tidak ada luka atau lesi pada kulit.
3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan alami.
4. Perfusi jaringan baik .
Intervensi:
1. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar.
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
4. Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun
Dx 6 : Resiko infeksi dengan factor risiko:
a. Jaringan kulit rusak
b. Prosedur infasif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak terjadi resiko
infeksi kriteria hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat.
4. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan dan
penatalaksanaannya.
Intervensi:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi.
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
3. Batasi pengunjung bila perlu.
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
meninggalkan pasien.
5. Pertahankan lingkngan aseptic selama pemasangan alat.
6. Berikan perawatan kulit pada area epidema.
7. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas.
8. Inspeksi kondisi luka
9. Berikan terapi anibiotik bila perlu.
10. Ajarkan cara menghindari infeksi.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei
tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan
lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan
oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter
dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di
belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari
betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak
pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.

DAFTAR PUSTAKA
Defka. 2010. Asuhan Keperawatan Skabies. (http://defkanurse.wordpress.com/2010/08/06/asuhan-
keperawatan-skabies/, diakses tanggal 11 Desember 2015).
Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wardhani, W.A., dan Setiowulan, wiwiek Eds.. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Media Auscalapius.
Nenk. 2009. Skabies (http://www.lenterabiru.com/2009/09/skabies.htm, diakses tanggal 11 Desember
2015).
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai