Anda di halaman 1dari 26

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR : 04/PER/RSI-SA/II/2014
TENTANG
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU

Jl. Raya Kaligawe KM. 4 Semarang


Telp. 024 6580019 Fax 024 6581928
Web : www.rsisultangung.co.id Email : s@rsisultanagung.co.id
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR : 01/PER/RSI-SA/II/2014
TENTANG
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU

Tindakan Nama Jabatan Tandatangan Tanggal


Ketua Komite
Disiapkan Dr. Sri Berdi Karyati, M.Kes 23 Januari 2014
Mutu

Diperiksa Dr. H. Makmur Santosa, MARS Direktur Pelayanan 28 Januari 2014

Disetujui Dr. H. Masyhudi AM, M. Kes Direktur Utama 3 Februari 2014

1
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR : 04 /PER/RSI-SA/II/2014
TENTANG
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

MENIMBANG : 1. Bahwa seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu


pelayanan rumah sakit, maka fungsi pelayanan RSI Sultan
Agung secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi
lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada
pasien, keluarga maupun masyarakat
2. Bahwa Agar upaya peningkatan mutu pelayanan dapat
seperti yang diharapkan maka perlu disusun Panduan Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Islam Sultan
Agung yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RSI Sultan
Agung dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor
1691 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Infeksi
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
HK.07.06/III/2371 tentang Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit
Islam Sultan Agung
4. Surat Keputusan Pengurus Badan Yayasan Badan Wakaf
Sultan Agung Nomor 68/SK/YBWSA/V/2013 tentang
Pengesahan Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Sultan
Agung.
5. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf Sultan
Agung Nomor : 090/SK/YBWSA/XII/2009 tentang
Pengangkatan Direksi Rumah Sakit Islam Sultan Agung (RSI-
SA) Masa Bakti 2009-2013.

2
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
KESATU : Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Sultan Agung tentang
Panduan Upaya Peningkatan
KEDUA : Panduan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan dan dilakukan

evaluasi setiap tahunnya


KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan dan

perbaikan, maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan


sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Semarang

Tanggal : 03 Jum. Tsani 1435.H


03 Februari 2014.M

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG

Dr. H. Masyhudi AM, M. Kes


Direktur Utama
TEMBUSAN Yth :
1. Seluruh unit kerja
2. Arsip

3
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR : 04 /PER/RSI-SA/II/2014
TANGGAL : 3 FEBRUARI 2014

BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk


hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan
biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan
umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RSI Sultan Agung secara bertahap
perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi
kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.

Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSI Sultan Agung dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSI
Sultan Agung. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan
mutu pelayanan RSI Sultan Agung, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RSI
Sultan Agung dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-
langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

4
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang


baru. Pada tahun (1820 1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah
satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah hospital should do the patient
no harm, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.

Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh


ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan
beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena
seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena
kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian
dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini
adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan
kemudian mencari jalan keluarnya.

Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program
standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan
mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu
pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah
cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat
mencakup disiplin lain secara umum.

Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of


Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint
Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .

Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun

5
telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-
tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang
baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya
beberapa tahun sekali diadakan revisi.

Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah


Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan Medicare Act.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH
tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare),
padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya
9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.

Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
yang dilaksanakan dengan baik.

Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan


dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru
berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.

Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat


tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih
agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan
secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-
masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal
tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa
mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
sistem pelayanan kesehatan masing-masing.

Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri

6
Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di
Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan
pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.

Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun


pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa
secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih
pada perkembangan awal.

Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu


dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak
menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan
peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,

Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas
Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping
standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka
meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.

Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai


indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah
Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C
juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep
QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada

7
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan
organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.

Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan


monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot
Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat
kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan
yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar
penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya
menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu
pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat
secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu
terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa
Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun
hasilnya belum ada yang dilaporkan.

Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan


Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.

8
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RSI SULTAN AGUNG

Agar upaya peningkatan mutu di RSI Sultan Agung dapat dilaksanakan


secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep
dasar upaya penigkatan mutu pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RSI SULTAN AGUNG


1. Pengertian mutu

Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.

b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)


yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan RSI Sultan Agung

Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RSI Sultan Agung untuk memenuhi


kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di RSI Sultan Agung secara wajar, efisien
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan RSI Sultan Agung dan masyarakat konsumen.

3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen RSI Sultan Agung
d. Karyawan RSI Sultan Agung
e. Masyarakat

9
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi

Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan


kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.

4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya

5. Mutu Terkait dengan Input, Proses, Output dan Outcome

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan


3 variabel, yaitu :

1). Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi,
organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu
memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur
dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan
penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

2). Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi


profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang
penting.

3). Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah
sakit.

4). Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang


terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari
konsumen tersebut.

10
RSI Sultan Agung adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks,
padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RSI
Sultan Agung menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai
tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RSI Sultan Agung mampu melaksanakan fungsi
yang demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang profesional
baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan
meningkatkan mutu, RSI Sultan Agung harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSI Sultan Agung diawali dengan


penilaian akreditasi Sultan Agung yang mengukur dan memecahkan masalah
pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RSI Sultan Agung harus
menetapkan standar input, proses, output, dan outcome, serta membakukan
seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. RSI Sultan Agung dipacu untuk
dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil
kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RSI
Sultan Agung yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan
outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RSI Sultan Agung tidak dapat diketahui
apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Indikator RSI Sultan Agung yang disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur
kinerja mutu RSI Sultan Agung secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSI SULTAN AGUNG


Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan

upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai
mutu pelayanan RSI Sultan Agung, memecahkan masalah-masalah yang ada dan
mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan RSI Sultan Agung akan
menjadi lebih baik.

Di RSI Sultan Agung upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan


yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien.
Upaya peningkatan mutu pelayanan RSI Sultan Agung akan sangat berarti

11
dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari
setiap unsur di RSI Sultan Agung termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan
langsung dan staf penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu


asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan
efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti
mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah
biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan RSI Sultan Agung
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSI Sultan Agung

Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif


yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap
pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga
pelayanan yang diberikan di RSI Sultan Agung berdaya guna dan berhasil
guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSI Sultan Agung

Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan


mutu pelayanan RSI Sultan Agung secara efektif dan efisien agar
tercapai derajat kesehatan yang optimal.

Khusus : Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RSI Sultan Agung


melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.

b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan


standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.

c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan


pengembangan pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu

12
Indikator mutu RSI Sultan Agung meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan
kelayakan (appropriateness).
4. Strategi

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RSI Sultan Agung maka


disusunlah strategi sebagai berikut :

a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan RSI Sultan Agung sehingga dapat menerapkan langkah-
langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.

b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di


RSI Sultan Agung , serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di. RSI Sultan Agung Termasuk di dalamnya
menyusun program mutu RSI Sultan Agung dengan pendekatan PDCA
cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah

Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang


berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah
identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting
dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan
selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul
apabila :

a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat


penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan


tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang

13
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah
terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses
siklus akan berulang mulai tahap pertama.

14
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek


yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan RSI Sultan Agung

Indikator :

Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria :

Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :

1. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus


memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih

15
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses

b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok
daripada untuk perorangan.

c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di


dalam maupun luar negeri.

d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan

Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan
mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

16
BAB V
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan


untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan
jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya
adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan
kepuasan pelanggan (quality os customers satisfaction) yang dilakukan oleh setiap
orang dari setiap bagian di RSI Sultan Agung.

Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus


pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus Plan-Do-Check-Action (P-D-
C-A) = Relaksasi (rencanakan laksanakan periksa aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal
sebagai siklus Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart
beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi
analisis P-D-C-A lebih sering disebuit siklus Deming. Hal ini karena Deming adalah
orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya.
Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.

Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk


proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh
bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.

Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan


dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang
bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.

17
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under
P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan
siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan
siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam
gambar 3.

Peningkatan
Pemecahan masalah
dan peningkatan
A P
C D

Standar
A P
C D Pemecahan masalah
dan peningkatan

Standar

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Plan Do Check
Action
Follow-up

Corrective
Action
Improvement

18
Gambar 2. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle
19
Plan
(1)
Menentukan
Action (6) Tujuan dan sasaran
Mengambil
tindakan
yang tepat
(2) Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan

(5
Menyelenggarakan
Pendidikan dan
)
latihan
Memeriksa akibat
pelaksanaan
Check
(4
) (3)
Melaksanakan
pekerjaan D
o

Gambar 3. Siklus PDCA

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala
Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis
informasi.

Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin
rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan
tujuan, semakin rinci informasi.

20
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan

Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan
harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan
untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan
digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat
diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do

Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para
karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do

Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah.
Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan
modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan Check

Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan


baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat
diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa
pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan
manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode
(standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan
maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari
akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.

21
22
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action

Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan


penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar
tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang
telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang


efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan
yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua
proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan
diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang
semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan
berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut
yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara
bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup


semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung
jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya
terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika
terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik
antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari
suatu proses.

23

Anda mungkin juga menyukai