Anda di halaman 1dari 18

I.

Keterangan Umum

Nama : Ny. D

Umur : 21 tahun

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SMP

Status : Menikah

Alamat : Kp Sayuran Bandung

Agama : Islam

No CM : 465712

Tanggal masuk RS : 8 September 2007

Waktu masuk RS : 23.33 WIB

II. Anamnesa

Dikirim oleh : bidan

Dengan keterangan : G1P0A0, parturient aterm dengan tensi tinggi

(170/110 mmHg), DJJ (+), kaki bengkak, HIS (+) jarang.

Janin tunggal hidup intra uterin. v/v tak, portio tebal lunak,

pembukaan 2cm, ketuban (+)

Keluhan Utama : tekanan darah tinggi

Anamnesis khusus :

G1P0A0 merasa hamil 9 bulan mengeluh tekanan darah tinggi sejak usia

kehamilan 9 bulan. Riwayat pandangan kabur, nyeri ulu hati dan nyeri kepala

berat disangkal. Riwayat darah tinggi sebelum dan selama kehamilan (-). Mules-
mules (+) sejak 8 jam SMRS. Keluar cairan banyak dari jalan lahir disangkal.

Gerak anak masih dirasakan ibu.

Riwayat Obstetri:

1. Hamil ini

Menikah: , 22 tahun, SD, IRT

, 27 tahun, SMP, swasta

PNC : bidan 15x

HPHT : 27 November 2006, siklus teratur 28 hari, selama 4-5 hari.

KB :-

III. Pemeriksaan Fisik

Status Praesens :

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah: 160/120 mmHg

Nadi : 88x/menit

Respirasi : 24x/menit

Suhu : afebris

Jantung : BJ Murni-reguler

Paru-paru : sonor, VBS kiri = kanan

Edema : +/+

Varices : -/-

Refleks : Fis +/+


Pemeriksaan Luar:

Tinggi Fundus Uteri : 31 cm

Lingkar Perut : 103 cm

Letak anak : kepala, U 4/5, puka

His :+

BJA : 144-148 x/menit

TBBA : 2500 gram

Pemeriksaan Dalam:

vulva/vagina : tak

portio : tebal, lunak

: 1-2 cm

Ketuban : (+)

Kepala : Station -2 SS belum jelas

Pemeriksaan Panggul :

CV : - CD : -

Promontorium : tak teraba

Lin innominata : teraba 1/3 1/3

Sacrum : konkaf

Spina ischiadica : tak menonjol

Arcus pubis : >90

Dinding samping : lurus

Kesan panggul : baik


IV. Pemeriksaan Laboratorium

Protein Urine : + / positif 1

Hb : 12,1 gr%

Leko : 11.700 / mm3

Trombo : 194.000 / mm3

V. Diagnosis Kerja

G1P0A0 parturient aterm kala I fase laten + PEB

VI. Penatalaksanaan

RENCANA PENGELOLAAN :

- infus, crossmatch, sedia darah

- MgSO4 4 gr 20% +RL 100cc

- MgSO4 10 gr 20% + RL 500cc 20 gtt/min

- Drip oksi 5IU + RL 20 gtt/min flat

- Dopamet 3 x 500gr

- Nifedipin 3 x 10 gr

- observasi
VII. Laporan Partus

09 September 2007

Jam 05.00 : PD : : 2-3 cm

Terapi : - Infus dua jalur

1) Amniotomi, drip oksitosin 5 IU + RL 50 20 gtt/m flat

2) drip MgSO4 20% 10gr + RL 500 20 gtt/m

- nifedipin dan dopamet lanjutan

- observasi

Jam 13.00 : PD : : 5-6 cm

Ketuban : (-), jernih

Kepala : st -2 UUK melintang

R/ : observasi

Jam 18.00 : PD : : lengkap

Ketuban : (-)

Kepala : st -2 UUK melintang

D/ : G1P0A0 parturien aterm kala II + CPD

T/ : Pro SC ai CPD

Informed consent

Obs. KU, His, BJA, TNRS

Jam 19.30 : operasi dimulai

Jam 19.35 : lahir bayi dengan meluksir kepala.

Tampak lilitan tali pusat 2 kali erat.

BB = 2600 gr, PB = 47cm, APGAR= 1 =7, 5=9


Disuntikkan oksitosin 10 iu intramural kontraksi his

Jam 19.38 : lahir plasenta dengan tarikan ringan

BB= 500 gr, ukuran= 20x20x2 cm3

Perdarahan : 400 cc, diuresis : 200cc

Jam 20.30 : operasi selesai

D/ post operasi : P1A0 partus maturus dengan SC ind CPD

JO : SCTP + IUD

LAPORAN OPERASI

-Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya

-Dilakukan insisi mediana inferior 10 cm

-Setelah peritoneum dibuka tampak dinding depan uteri

-Plika regliko uterina diidentifikasi, disayat melintang

-Kandung kemih disisihkan ke bawah dengan refraktor abdomen

-SBR disayat konkaf, bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong dan

diperlebar dan ke kanan.

Jam 19.35 : lahir bayi dengan meluksir kepala

BB: 2600, PR: 47cm, APGAR, 1=7, 5=9

Disuntikkan oksitosin 10 iu, intramural kontraksi baik

Jam 19.38 : Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat.

B=500gr, ukuran = 20x20x2 cm3

-SBR dijahit lapis demi lapis, lapisan pertama dijahit jelujur interlocking, sebelum

semua lapisan ditutup, dilakukan insersi IUD.


-Lapisan kedua dijahit secara overhecting matras

-Perdarahan dirawat

-Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah

-Fasia dijahit dengan polisorb no 1, kulit dijahit secara subkutikuler

-Perdarahan selama operasi 400 cc

-Diuresis selama operasi 200 cc

OBSERVASI DI RUANG NIFAS

Tanggal Catatan Instruksi Ket.


Jam
9/9
9/9/2007 Post Op - Cek Hb post op transfusi jika
KU : Kompos mentis hb ,8 gr%
Tensi : 130/90mmHg
130/90mmHg - Cefotaxim 3x1 gr IV
Nadi
Nadi : 88x/mnt
88x/mnt - Metronidazole 1x 500 mg IV
Respirasi : 20x/mnt
20x/mnt - Kaltrofen 2x1 amp.
Suhu : afebris - Drip 2 jalur
Abdomen : Datar, lembut 1. RL kosong 1500 cc/ 24 jam
TFU : 2 jari bawah pusat (30gtt/min)
Kontraksi baik 2. RL + oksi 2 amp + analgetik =
Perdarahan (-) 20 gtt/min
Hb 11,4 mg% - observasi
10/9/2007 KU : CM - Tes feeding
POD I T : 130/90 - Th/ lanjutkan
N : 88x/min Nadi
Nadi : 88x/mnt
88x/mnt - Aff DC
Respirasi : 20x/mnt
20x/mnt - Aff infus satu jalur
Suhu : afebris
Abdomen : Datar, lembut
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi baik
Perdarahan (-)
Hb 10,6 mg% (pagi)
Hb 10,1 mg% (sore)
11/9/2007 KU : CM - Cek protein urin
POD II T : 140/110 - Aff infus
N : 88x/min Nadi
Nadi : 88x/mnt
88x/mnt - Cefadroxil 2x1
Respirasi : 20x/mnt
20x/mnt - Metronidazole 3x1
Suhu : afebris - As.mefenamat 3x1
Abdomen : Datar, lembut - Inbion 1x1
TFU : 1 jari bawah pusat - mobilisasi
Kontraksi baik
NT = +
ASI = +
BAB/BAK = +/+
Protein urin +1
Hb 9,6 mg%
12/9/2007 KU : Kompos mentis - Cefadroxil
Cefadroxil 2x1 gr
POD III
III Tensi : 15
150/9
0/90 mmHg - nifedipine 3x1
Nadi : 84
84x/mnt - as.mefenamat 3x1
Respirasi : 20x/mnt - inbion 1x1
Suhu : Afebris - mobilisasi
Conjunctiva : hiperemis - ganti verban
Abdomen : Datar, lembut BLPL KONTROL 1 MINGGU
TFU : 2 jari bawah pusat U/ USG
Kontraksi baik
NT : +
ASI : +
BAB/BAK : +/+
LO : kering
Oedem : pitting
Hasil laboratorium :
Hb : 9,6 mg%

PEMBAHASAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

1. Bagaimana penegakkan diagnosis disproporsi kepala panggul pada


pasien ini ?
Tinjauan Pustaka
Kemajuan persalinan dapat dilihat dari progresifnya kemajuan pendataran
dan pembukaan dari serviks dan turunnya bagian terendah dari anak. Kemajuan
persalinan yang buruk mungkin berhubungan dengan kontraksi uterus yang
inadekuat dan atau meningkatnya resistensi jalan lahir untuk dilalui oleh janin.(3)
Istilah distosia digunakan untuk menggambarkan kemajuan persalinan yang
inadekuat, yang biasanya dibedakan atas disproporsi kepala panggul dan
kegagalan kemajuan persalinan (11)(Tabel 1)
Tabel 1. Temuan klinis pada wanita dengan persalinan yang tidak efektif (dikutip
dari 4)
Pembukaan serviks atau turunnya kepala yang tidak adekuat
Melambatnya kemajuan persalinan
Berhentinya kemajuan persalinan
Usaha meneran yang tidak adekuat
Disproporsi kepala panggul
Ukuran janin yang besar
Kapasitas panggul yang tidak adekuat
Malpresentasi atau malposisi janin
Ketuban pecah yang tidak disertai persalinan

American College of Obstetricians and Gynecologists - ACOG (1995)


menyederhanakan abnormalitas penyebab distosia sebagai berikut (4,9)
Abnormalitas kekuatan ibu (powers), misalnya kontraksi uterus dan kekuatan
meneran ibu
Abnormalitas janin (passenger) , misalnya sikap janin, ukuran janin dan
abnormalitas janin
Abnormalitas jalan lahir/panggul (passage), misalnya abnormalitas tulang
panggul, abnormalitas jaringan lunak (tumor, septum vagina)
Secara klasik, distosia digambarkan sebagai akibat dari disparitas
absolut atau relatif antara kapasitas panggul ibu, kepala janin, arsitektur tulang
panggul, resistensi jaringan lunak, malpresentasi janin atau kombinasi dari
semua faktor tersebut di atas (11).
Setelah kepala memasuki pintu atas panggul , distosia biasanya muncul akibat
kombinasi antara kontraksi uterus yang tidak adekuat dengan usaha meneran
ibu yang tidak efektif, yang disertai dengan malposisi janin dan berbagai derajat
resistensi jaringan lunak dan serviks ibu.
Disproporsi, dalam hubungannya dengan panggul, merupakan suatu
keadaan dimana proporsi normal antara ukuran janin dan ukuran panggul
mengalami gangguan. Disparitas hubungan antara kepala janin dan panggul ibu
kemudian dikenal sebagai disproporsi kepala panggul (cephalo-pelvic
disproportion). Disproporsi ini mungkin terjadi pada ukuran bayi yang normal
dengan panggul yang sempit atau antara bayi yang besar dengan ukuran
panggul yang normal, atau kombinasi diantara keduanya (11). Disproporsi janin
dan panggul tidak berhubungan secara sederhana dengan
ukuran janin yang besar, faktor lain seperti malposisi kepala janin, misalnya pada
posisi oksipital, presentasi muka dan dagu dapat menyebabkan terhambatnya
pengeluaran janin dari jalan lahir (4).
Secara klasik, disproporsi dibedakan menjadi disproporsi absolut dan
disproporsi relatif. Pada disproporsi absolut, kepala janin tidak dapat melalui
panggul ibu karena ukuran kepala yang terlalu besar atau panggul ibu yang
terlalu kecil. Kegagalan turunnya kepala dan atau dilatasi serviks adalah hal yang
tidak dapat dihindarkan. Kondisi yang lebih sering terjadi adalah disproporsi
relatif dimana sebenarnya terdapat ruangan yang cukup untuk melahirkan janin
dengan persalinan normal, namun terdapat kegagalan dalam proses alami
persalinan (11), dimana terjadi asinklitismus atau ekstensi dari kepala janin (4).
Panggul sempit absolut dan ukuran janin yang normal merupakan
penyebab buruknya kemajuan persalinan yang jarang terjadi, yang lebih sering
kita temukan adalah janin yang besar pada panggul yang normal atau adanya
malpresentasi dari ukuran janin yang normal pada panggul yang adekuat.
Bukti klinis dari disproporsi yang sesungguhnya atau disproporsi
kepala-panggul adalah keadaan tumpang-tindih dari bagian terendah janin yang
progresif (molding) tanpa disertai turunnya bagian terendah tersebut. Bila
keadaan ini terjadi, persalinan pervaginam merupakan hal yang sangat
berbahaya dan tidak mungkin dilakukan.
Untuk menjelaskan hubungan antara besarnya ukuran kepala janin dengan
panggul ibu, beberapa hal harus didapatkan (13) :
Uterus harus berkontraksi secara efisien
Kepala bayi harus bertumpang-tindih secara efektif (molding)
Kepala janin harus bergerak dengan tepat dalam panggul, masuknya kepala
dalam posisi melintang, fleksi kepala dan rotasi ke oksipital anterior
merupakan mekanisme yang paling sering terjadi
Diameter panggul harus maksimal
Serviks harus memberikan kemudahan bagi jalan lahir, pendataran pada
akhir kehamilan merupakan persyaratan yang esensial bagi keberhasilan
persalianan
Sangat sulit untuk melakukan pemeriksaan panggul rutin untuk
memastikan diagnosis. Bila keadaan tumpang tindih tulang kepala (molding)
yang ekstensif terjadi , sangat sulit untuk menentukan apakah bagian kepala
telah turun. Pada keadan ini, penentuan station secara akurat sangatlah sulit bila
hanya melakukan palpasi pada bagian terendah janin. Maka sangatlah tepat
untuk melakukan pemeriksaan Leopold perabdominal.
Keberhasilan persalinan tergantung tidak hanya pada ukuran panggul
ibu dan ukuran kepala janin, namun juga oleh presentasi dan posisi janin, derajat
tumpang-tindih kepala, efisiensi kontraksi uterus dan komplians dari serviks dan
jaringan lunak.

Pembahasan
Pada kasus ini. ditemukan kenyataan bahwa pada pemeriksaan panggul
dinyatakan keadaan panggul ibu cukup baik untuk dilalui bayi sehingga dapat
dilakukan persalinan pervaginam, ukuran bayi adalah ukuran rata-rata (tidak
terlalu besar), kekuatan kontraksi rahim cukup baik.
Diagnosis disproporsi kepala panggul pada pasien ini didasarkan atas :
Pemeriksaan luar dari status obstetrik, didapatkan kepala bayi masih setinggi
4/5 (atau station 2), yang berarti bahwa kepala janin belum masuk ke pintu
atas panggul pada palpasi abdominal.
Pemeriksaan dalam didapatkan bahwa saat pembukaan telah lengkap,
kepala bayi dirasakan masih tinggi, yaitu pada station 2 dengan ubun-ubun
kecil melintang
Adanya lilitan tali pusat dua kali erat
Keadaan panggul dari pemeriksaan panggul memberikan kesan baik
Oleh karena itu sebab yang paling mungkin terhadap terjadinya
disproporsi kepala-panggul pada pasien ini adalah malpresentasi atau malposisi
dari janin. Hal ini didukung oleh data dari pemeriksaan yang dilakukan yaitu
ditemukannya letak kepala yang masih tinggi dari pemeriksaan luar meskipun
pembukaan telah lengkap dan adanya caput sebesar telur bebek di daerah
puncak kepala, yang berarti bahwa presentasi janin adalah presentasi puncak
kepala, yang merupakan malpresentasi janin pada jalan lahir

2. Apakah tindakan seksio sesarea merupakan pilihan tindakan yang


tepat pada pasien ini ?
Distosia merupakan indikasi paling sering untuk dilakukannya tindakan
seksio sesarea. Giffords dkk (2000) menyatakan bahwa gagalnya kemajuan
persalinan merupakan alasan dari 68% tindakan seksio sesarea yang tidak
direncanakan pada presentasi kepala (4)
Meningkatnya angka rata - rata seksio sesarea akibat distosia atau
persalinan yang sulit di negara berkembang memberikan kontribusi sebesar
sepertiga dari seluruh rata - rata seksio sesarea.
Malposisi pada persalinan dapat menyebabkan kemajuan persalinan yang
buruk selama kala I persalinan. Augmentasi oksitosin mungkin menyebabkan
fleksi dan rotasi kepala dengan konsekuensi persalinan spontan pervaginam
atau dengan bantuan alat. Bila kemajuan persalinan tetap buruk setelah
augmentasi 6-8 jam, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan seksio sesarea.
Keputusan untuk melakukan tindakan seksio sesarea pada pasien ini tidak tepat
karena masih terdapat tempat untuk melakukan augmentasi persalinan dengan
oksitosin untuk memperbaiki kontraksi rahim sehingga diharapkan akan terjadi
perubahan presentasi dan posisi dari bagian terendah janin menjadi presentasi
belakang kepala atau presentasi muka. Hal ini disebabkan karena presentasi
puncak kepala sama dengan presentasi dahi, merupakan presentasi sementara
kepala janin pada jalan lahir akibat mekanisme persalinan yang terjadi (3).
3. Bagaimana penegakan diagnosis preeklamsia berat pada pasien ini ?

Tinjauan Pustaka
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas ibu disamping infeksi dan perdarahan, juga merupakan penyebab
dari 30-40% kematian perinatal.
Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy (2000)
menyarankan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut
a. Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak
disertai proteinuria. Gejala ini akan hilang dalam waktu kurang dari 12
minggu pasca salin.
b. Hipertensi kronis adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah
ditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu pascasalin.
c. Superimposed preeclampsia adalah penderita dengan hipertensi
kronis sebelumnya, yang disertai dengan timbulnya gejala dan tanda
preeklamsi setelah usia kehamilan 20 minggu.
d. Preeklamsi ringan adalah jika didasarkan atas tekanan diastol
antara 90-<110 mmHg disertai dengan proteinuria (1+ dipstick atau > 300
mg/24 jam
e. .Preeklamsi berat dapat ditegakkan diagnosisnya apabila
didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini :

Tekanan darah diastol > 110 mmHg

Proteinuria > 2 g/24 jam atau > 2+ dipstick

Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (<400 ml/24jam)

Trombosit < 100.000/mm3

Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)

Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)

Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan cerebral

Nyeri epigstrium yang menetap

Pertumbuhan janin terhambat

Edema paru disertai sianosis

Adanya the HELLP Syndrome (H:Hemolysis; EL:Elevated Liver
Enzymes; LP: Low Platelet count)
f. Eklamsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma.
Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-gejala preeklamsi berat (kejang
timbul bukan akibat kelainan neurologis)
Faktor predisposisi pada preeklampsi/eklampsi adalah primipara,
kehamilan ganda, diabetes mellitus, hipertensi kronis, mola hidatisosa, hidrops
fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat penderita. Riwayat keluarga pernah
menderita preeklamsi lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsi.

Pembahasan
Berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi preeklamsi berat di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSHS/FK UNPAD, pasien ini termasuk dalam kriteria
preeklampsi berat karena tekanan darah diastolik pasien mencapai 120 mmHg
( > 110 mmHg ), selain itu pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan protein
urine dengan hasil +1.

4. Bagaimana penanganan preeklampsia berat pada pasien ini ?

Tinjauan Pustaka
Dasar pengelolaan preeclampsi berat adalah terapi medikamentosa
setelah itu baru menentukan sikap terhadap kehamilannya.
Terapi medikamentosa terdiri dari :
pemberian anti kejang 4 gr ( 20 cc ) MgSO4 20 % dalam 100 ml infus RL
sebagai dosis awal dan dilanjutkan dengan pemberian 10 gr ( 50 cc )
MgSO4 20% dalam 500 ml infus RL sebagai dosis lanjutan
obat obat anti hipertensi yang hanya diberikan jika tensi > 180 / 110
mmHg, jenis obat diantaranya nifedipine 10mg dan dapat diulangi setiap
30 menit ( maksimal 120mg/24 jam ) sampai terjadi penurunan tekanan
darah, labetalol 10 mg iv apabila belum terjadi penurunan tekanan darah
maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40mg pada 10
menit berikutnya, diulangi kembali 40 mg pada 10 menit berikutnya
sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya.
Diuretikum hanya atas indikasi adanya edema paru, gagal jantung
kongesti dan edema anasarka.

Pengelolaan Obstetrik Aktif


Indikasi
Bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini :
Ibu :
1. Kehamilan > 37 minggu
2. Adanya gejala impending eklampsi ( nyeri kepala, nyeri ulu hati,
gangguan pengelihatan ).
Janin :
1. Adanya tanda tanda gawat janin
2. Adanya PJT yang disertai hipoksia
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
Amniotomi + tetes oksitosin
2. Seksio sesarea bila :
Delapan jam sejak dimulainya oksitosin belum memasuki fase
aktif
Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi
tetes oksitosin.
Sudah inpartu :
Kala I
Fasa laten :
Amniotomi
Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
Bila 6 jam setelah amniotomi tidak ada pembukaan lengkap, pertimbangkan
seksio sesaria.
Kala II
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Pengelolaan konservatif
a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklamsi dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya
dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja ( MgSO4 40%, 8
gram i.m). pemberian MgSO4 diberikan bila sudah mencapai tanda-tanda
preklamsi ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi
dan USG untuk pemantau kesejahteraan janin.
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada pembaikan maka keadaan
inidianggap sebagai kegagalan keadaan medisinal dan harus
diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan cara pengelolaan aktif.

Pembahasan
Berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi preeklampsi berat di bagian
Obstetri dan Ginekologi RSHS/FK UNPAD, penanganan preeklampsi berat pada
pasien ini telah sesuai dengan standar prosedur yang ada. Penderita telah
menerima 4 gram ( 20 cc ) MgSO4 20% dilarutkan ke dalam 100 cc RL dalam 15
20 menit sebagai dosis awal dan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 10
gram ( 50 cc ) MgSO4 20% dilarutkan ke dalam 500cc RL ( 20 30 tetes/menit )
untuk mencegah kejang. Penderita juga telah menerima tablet metildopa 3x500
mg dan Nifedipin 3x10 mg untuk menurunkan tekanan darah. Pasien juga telah
dilakukan pengelolaan obstetrik aktif mengingat usia kehamilan aterm, dari
pembukaan 2 3 cm pasien di drip oksitosin dan 13 jam kemudian pembukaan
sudah lengkap namun kepala bayi belum turun karena terjadi CPD
( CephaloPelvic Disproportion ). Selain itu, observasi dilakukan secara kontinyu
terhadap tanda tanda vital dan denyut jantung janin ( DJJ ) pasien ini.
5. Mengapa Pemeriksaan Laboratorium pada Pasien ini Harus
Lengkap?

Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan laboratorium pada pasien preeclampsi berat meliputi :
a. Hb dan Ht
b. Urine Lengkap
c. Trombosit
d. Fungsi hati
e. Fungsi ginjal
f. Serum Albumin dan faktor koagulasi
a) Peningkatan Hb dan Ht memberikan gambaran adanya :
Hemokonsentrasi yang mendukung diagnosis preeklampsia
Beratnya hipovolemia
Dan bila telah terjadi hemolisis nilai Hb dan Ht akan menurun sehingga
dapat memburuk menjadi sindroma HELLP
b) Peningkatan asam urat darah, kreatinin serum, Nitrogen Urea Darah
(BUN) menggambarkan :
Beratnya hipovolemia
Menurunnya aliran darah ke ginjal
Oliguria
Preeklamsia berat
c) Jika terjadi trombositopeni mendukung diagnosis preeklamsia berat dan
menjadi perlu untuk diperhatikan karena dapat menjadi sindroma HELLP.
d) Pemeriksaan lab yang menggambarkan fungsi hati diantaranya dengan
test diagnostik serum transaminase dimana bila terjadi peningkatan,
maka dapat menunjukkan kondisi preeklamsia berat dengan gangguan
fungsi hepar dan sindroma HELLP.
e) Pemeriksaan serum albumin dan faktor koagulasi menggambarkan
kebocoran endotel dan kemungkinan koagulopati.

Pembahasan
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap seharusnya dilakukan pada pasien ini
agar dapat mendeteksi lebih dini timbulnya faktor faktor penyulit pada
preeklampsi seperti kelainan fungsi ginjal, kelainan fungsi hepar dan sindroma
HELLP. Karena sikap pengelolaan dari sindroma HELLP berbeda dengan
preeklampsi berat yang menuntut untuk dilakukannya sikap aktif, yaitu terminasi
kehamilan tanpa memandang umur kehamilannya.

Anda mungkin juga menyukai